Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

Prinsip Aswaja (Tawasuth dan Tawazun)


Dianjukan untuk Memenuhi Tugas Kesunan Ampelan

Dosen pembimbing :
Faruq Abdul Muid, S.Pd. I., M.Pd.
Kelompok 4 :
Achmad Mubarrod 101202308
Arinal Haqqoh 101202309
Alhamid Liya 101202351

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA ARAB


SEKOLAH TINGGI ILMU BAHASA ARAB DAN DAKWAH
MASJID AGUNG SUNAN AMPEL
SURABAYA
2023
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN...............................................................................................................................2
A. Latar belakang.....................................................................................................................................2
B. Rumusan masalah...............................................................................................................................3
C. Tujuan.................................................................................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN................................................................................................................................4
A. Pengertian tawassuth......................................................................................................................4
B. Pengertian tawazun.........................................................................................................................6
C. Penerapan prinsip aswaja tawassuth dan tawazun dalam kehidupan sehari-hari...........................8
BAB III PENUTUP.....................................................................................................................................10
Kesimpulan.............................................................................................................................................10
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Aswaja adalah singkatan dari Ahlussunnah wal Jamâ’ah.Mencermati hal itu, terdapat 3
kata yang membentuk kata tersebut yaitu Ahl, Al-Sunnah, dan Al-Jamâ’ah. Ahl berarti
keluarga, golongan atau pengikut. Sedangkan Al-Sunnah ialah semua yang datang dari
Rasulullah (ucapan, perbuatan, dan pengakuannya). Sedangkan Al-Jamâ`ah ialah apa yang
telah disepakati oleh para Sahabat Rasulullah pada masa Khulafaur Rasyidin.
ASWAJA merupakan orang-orang yang selalu berpedoman pada Sunnah Nabi
Muhammad SAW (Salallahu Alaihi Wassalam), jalan para sahabat Nabi dalam masalah
aqidah keagamaan, amal-amal lahiriyah, serta akhlak hati. Golongan ASWAJA adalah
golongan yang selamat. Istilah Sunnah dalam ASWAJA merujuk kepada petunjuk Rasulullah
SAW dan sahabat-sahabatnya, baik ilmu, aqidah, perkataan, maupun amalan, yaitu Sunnah
yang dipedomani (Baihaqi, 1984; dan Abdusshomad, 2009).
Tujuan Aswaja, sebenarnya adalah mengarahkan kepada pembentukan generasi baru,
yakni generasi yang beriman dan berpegang teguh kepada ajaran-ajaran islam mengikuti
sunah Nabi Muhammad SAW, di mana generasi baru itu bekerja untuk memformat umat
dengan nilai-nilai Islam dalam semua aspek kehidupan. Selain itu Aswaja juga bertujuan agar
manusia berada dalam kebenaran dan senantiasa berada dalam jalan yang lurus, jalan yang
digariskan oleh Allah SWT. nilai-niai atau prinsip aswaja yang terkandung didalamnya yaitu
tawassuth (moderat), tawazun (seimbang), I’tidal( tegak lurus) dan Tasamuh (toleran).
Dalam makalah ini kami akan menjelaskan apa itu tawassuth dan tawazun dalam prinsip
aswaja serta bagaimana penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.

B. Rumusan masalah
1. Apa yang dimaksud dengan tawassuth dalam prinsip aswaja?
2. Apa yang dimaksud dengan tawazun dalam prinsip aswaja?
3. Bagaimana cara menerapkan prinsip aswaja tawassuth dan tawazun dalam kehidupan
sehari-hari?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa itu tawassuth dalam prinsip aswaja
2. Untuk mengetahui apa itu tawazun dalam prinsip aswaja
3. Untuk mengetahui bagaimana cara menerapkan prinsip aswaja tawassuth dan
tawazun dalam kehidupan sehari-hari
BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian tawassuth
Tawasuth (moderasi) adalah sikap tengah-tengah atau sedang di antara dua sikap,
tidak terlalu jauh ke kanan (fundamentalis) dan terlalu jauh ke kiri (liberalis). Moderat
dilihat dari sudut tertentu memiliki dua penafsiran yaitu tidak bersifat ektrim dan memilih
jalan tengah yang tidak merugikan kedua belah pihak (Kamisa,1997). Moderat berasal dari
kata moderare yang memiliki makna mengurangi atau mengontrol (Faiqah & Pransiska,
2018).
Kata moderasi dalam bahasa Arab diartikan al-wasathiyyah. Secara bahasa al-
wasathiyyah berasal dari kata wasath (Faiqah & Pransiska, 2018; Rozi, 2019). Al-Asfahaniy
mendefinisikan wasathan dengan ‘sawa’un’ yaitu tengah-tengah di antara dua batas, atau
dengan keadilan, yang tengah-tengan atau yang standar atau yang biasa-biasa saja. Wasathan
juga bermakna ‘menjaga dari bersikap tanpa kompromi’ bahkan meninggalkan garis
kebenaran agama.
Kata al-wasathiyyah berakar pada kata al-wasth (dengan huruf sin yang di-sukun-
kan) dan al-wasth (dengan huruf sin yang di-fathahkan) yang keduanya merupakan mashdar
(infinitive) dari kata kerja (verb) wasatha. Selain itu kata wasathiyyah juga seringkali
disinonimkan dengan kata al-iqtishad dengan pola subjeknya al-muqtashid. Namun, secara
aplikatif kata wasathiyyah lebih populer digunakan untuk menunjukkan sebuah paradigma
berpikir paripurna, khususnya yang berkaitan dengan sikap beragama dalam Islam.

Sementara dalam bahasa Arab, kata moderasi biasa di istilahkan dengan wasath atau
wasathiyyah, orangnya disebut wasith. Kata wasit sendiri sudah diserap ke dalam bahasa
Indonesia yang memiliki tiga pengertian, yaitu:
1) penengah, pengantara (misalnya dalam perdagangan, bisnis, dan sebagainya).
2) pelerai (pemisah, pendamai) antara yang berselisih.
3) pemimpin di pertandingan. Yang jelas, menurut pakar bahasa Arab, kata tersebut
merupakan ‘segala yang baik sesuai objeknya’ (Almu’tasim, 2019).
Dalam sebuah ungkapan bahasa Arab sebaik-baik segala sesuatu adalah yang berada di
tengah-tengah. Misalnya dermawan yaitu sikap di antara kikir dan boros, pemberani yaitu
sikap di antara penakut dan nekat, dan lain-lain (Fahri & Zainuri, 2020).

Moderasi menurut KBBI menengahi suatu masalah. Sedangkan moderasi menurut


Yusuf Qardawi dalam karyanya kalimat fi al-Wasathiyyah wa Madlimiha, termasuk kata
Tawazun, I’tidal, Ta’adul dan Istiqamah. Moderasi Islam adalah sebuah pandangan atau
sikap yang selalu berusaha mengambil posisi tengah dari dua sikap yang berseberangan dan
berlebihan sehingga salah satu dari kedua sikap yang dimaksud tidak mendominasi pikiran
dan sikap seseorang.

Wasathiyah atau yang populernya disebut jalan tengah (moderat), merupakan


keunikan yang ada dalam ajaran Islam sebagai agama rahmatan lil alamin. Konsep ini
menebarkan nilai-nilai solutif dimana dalam berdakwah (menyebarkan ajaran Islam)
dilakukan dengan santun, toleran, dan tidak memaksakan (Nur & Lubis, 2015).

Golongan Nahdlatul Ulama’ yang memiliki sikap dasar ini akan selalu menjadi
kelompok panutan yang bersikap dan bertindak lurus dan selalu bersifat membangun serta
menghindari segala bentuk pendekatan yang bersifat tatharruf (ekstrim). Dengan sikap inilah
Islam bisa diterima di segala lapisan masyarakat. Sesuai dengan hal tersebut, diharapkan
umat manusia tidak akan terjebak oleh perilaku-perilaku yang menyimpang dari syariat
Islam yang membawa mereka ke jalan yang sesat.

Dari banyak penjelasan yang sudah disebutkan maka pengertian at tawassuth adalah
suatu sikap yang mengedepankan nilai moderasi yaitu selalu adil dan tegak lurus dalam
mengambil sebuah kebijakan dengan toleransi tinggi di tengah-tengah keberagaman
masyarakat Indonesia.

B. Pengertian tawazun
Akar kata tawazun dari Al Waznu (‫ )الوزن‬Al Waznu ditambah ta’ dan alif menjadi (
‫ )توازن ا – يت وازن – ت وازن‬Tawazun, berasal dari kata tawazana: seimbang. Tawazun bermakna
memberi sesuatu akan haknya, tanpa adanya penambahan dan pengurangan. Secara
terminologi fardy: kemampuan seorang individu untuk menyeimbangkan kehidupan berbagai
dimensi, sehingga tercipta kondisi yang stabil, sehat, aman dan nyaman. Sedangkan secara
terminologi da’awy tawazun bisa diartikan bagaimana seorang aktifis dakwah bisa mengatur
dirinya, menyeru dan membina orang lain untuk memenuhi aspek-aspek kebutuhannya
secara seimbang.
Tawazun menurut bahasa berarti keseimbangan atau seimbang. sedangkan menurut
istilah tawazun merupakan suatu sikap seseorang untuk memilih titik yang seimbang atau
adil dalam menghadapi suatu persoalan. Secara umum, keseimbangan dapat kita pahami
sebagai posisi tegak di tengah antara dua hal, yang kedua hal tersebut sama atau hamper
sama sehingga tidak cenderung ke salah satu diantara kedua hal tersebut.Seimbang juga
berarti sebanding, sepadan, atau kesamaan.Dalam perspektif islam, keseimbangan disebut
dengan istilah At-tawazun.
Tawazun bermakna memberi sesuatu akan haknya, tanpa ada penambahan dan
pengurangan. Kemampuan seorang individu untuk menyeimbangkan kehidupannya dalam
berbagai dimensi, sehingga tercipta kondisi yang stabil, sehat, aman dan nyaman. Tawazun
sangat penting dalam kehidupan seorang individu sebagai muslim, sebagai manusia dan
sebagai anggota masyarakat.

Yusuf al-Qardhawi memberikan penjelasan tentang keseimbangan dengan istilah


alwasthiyyah (moderat), atau dengan ungkapan yang senada dengan leksikon Islam, yaitu
attawazun, artinya “keseimbangan di antara dua jalan atau dua arah yang saling bertentangan.
Salah satu dari dua arah tersebut tidak dapat mengambil hak yang lebih banyak dan
melampaui yang lain.”
Kemudian, mengenai pengertian keseimbangan ini, Plato lebih menitik beratkan pada
nilai keindahan. Jika segenap potensi-potensi jiwa terdidik sedemikian rupa, tanpa adanya
ketidak adilan dan dijauhkan dari kelebihan atau kekurangan, maka jiwa akan menjadi indah.
Jadi, segala sesuatu itu memiliki ukurannya masing-masing, yaitu sebuah ukuran yang ideal
Selanjutnya, Plato juga mengatakan, “Seseorang dapat dikatakan sempurna bila akhlak dan
potensinya sudah seimbang.”

menurut Ibnu Maskawih, keseimbangan atau at-tawazun diartikan sebagai


hubungan yang proposional diantara segala sesuatu. Berusaha untuk bersikap seimbang
berarti mendidik jiwa untuk selalu sederhana dalam segala hal. At-tawazun atau seimbang
dalam segala hal, terrnasuk dalam penggunaan dalil 'aqli (dalil yang bersumber dari akal
pikiran rasional) dan dalil naqli (bersumber dari Al-Qur’an dan Hadits). Firman Allah SWT
dalam al qur’an yang artinya “Sunguh kami telah mengutus rasul-rasul kami dengan
membawa bukti kebenaran yang nyata dan telah kami turunkan bersama mereka al-kitab dan
neraca (penimbang keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan.” (QS al-Hadid:
25)
Tawazun yaitu menjaga keseimbangan dan keselarasan, sehingga terpelihara secara
seimbang antara kepentingan dunia dan akhirat, antara kepentingan pribadi dan masyarakat,
dan antara kepentingan masa kini dan masa datang. Keseimbangan di sini adalah bentuk
hubungan yang tidak berat sebelah, atau menguntungkan pihak tertentu dan merugikan pihak
yang lain. Tetapi, masing_masing pihak mampu menempatkan diri sesuai dengan fungsinya,
tanpa mengganggu fungsi dari pihak yang lain. Hasil yang diharapkan adalah terciptanya
kedinamisan dalam hidup. Keseimbangan menjadikan manusia bersikap luwes, tidak terburu-
buru menyimpulkan sesuatu, akan tetapi melalui kajian yang matang dan seimbang. Dengan
demikian, yang diharapkan adalah tindakan yang paling tepat, sesuai dengan kebutuhan dan
kepentingannya. Selain itu sikap tawazun juga dibuktikan dengan keseimbangan dalam
berkhidmat kepada Allah SWT, berkhidmat kepada sesama manusia dan kepada Lingkungan.
Serta keselarasan antara masa lalu, masa kini dan masa depan.
At-tawazun atau seimbang dalam segala hal, tidak berat sebelah, tidak berlebihan
suatu unsur atau kekurangan unsur lain terrnasuk dalam penggunaan dalil 'aqli (dalil yang
bersumber dari akal pikiran rasional) dan dalil naqli. Dengan sikap ini dalam mengambil
beragam keputusan, NU selalu mendasarkan pada syura (musyaarah). Konsep ini
mempertimbangkan aspek-aspek keseimbangan dan kemaslahatan bersama (almashalih
al-‘ammah).Ketika ada perselisihan pendapat, yang harus dikedepankan adalah al mujadalah
billatihiya ahsan (perdebatan rasional yang diorientasikan untuk kebaikan).
Tawazun harus bisa ditegakkan dan dilaksanakan oleh semua orang. Bila seseorang
tidak bisa menegakkan tawazun dan sikap tawazun akan melahirkan berbagai masalah.
Karena tawazun merupakan:
a. Fitrah Kauniyah : Keseimbangan rantai makanan, tata surya, hujan dan lainnya.
Allah telah menjadikan alam beserta isinya berada dalam sebuah keseimbangan.
b. Fitrah Insaniyyah : Tubuh, pendengaran, penglihatan dan hati dan lain sebagainya
merupakan bukti yang bisa dirasakan langsung oleh manusia.
c. Faridhoh Syar’iyah: Alquran, sunnah menuntut kita untuk tawazun.
d. Simat Islamiyah : Islam senantiasa menuntut segala aspek kehidupan kita untuk
tawazun. Tidak boleh tafrith dan ifroth. Bila sesuatu sudah keluar dari identitas
tawazun, maka sudah tidak Islami lagi.Salah satu yang menjadikan Islam agama yang
sempurna karena tawazunnya.
e. Dhoruroh ijtima’iyah: Tawazun merupakan keharusan sosial, seseorang yang tidak
tawazun kehidupan individu dan kehidupan sosialnya, maka tidak akan baik kehidupan
sosialnya.Bahkan interaksi sosialnya akan rusak.
f. Mutathol libat da’awiyah:Dakwah yang memiliki fase yang panjangdan perjalanan
yang bermacam-macam halang rintangannya menuntut aktifisnya untuk tawazun.
Karena tidak tawazun akan mengakibatkan tidak berlanjutnya perjalanan dakwah.
Tawazun sangat urgen dalam kehidupan seorang individu sebagai manusia, sebagai
muslim maupun sebagai da’i. Dengan Tawazun manusia dapat meraih kebahagian hakiki,
kebahagiaan bathin/jiwa, dalam bentuk ketenangan jiwa dan kebahagian lahir/fisik, dalam
bentuk kestabilan, ketenangan dalam aktivitas hidup.
Dengan berbagai penjelasan yang sudah disebutkan maka tawazun adalah menjaga
keseimbangan dan keselarasan, sehingga terpelihara secara seimbang antara kepentingan
dunia dan akhirat, antara kepentingan pribadi dan masyarakat, dan antara kepentingan masa
kini dan masa datang.

C. Penerapan prinsip aswaja tawassuth dan tawazun dalam kehidupan sehari-


hari
Sebagai penganut golongan ahlu Sunnah wal jamaah kita harus bisa menerapkan
kedua prinsip aswaja tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Ada beberapa sikap yang bisa
kita terapkan diantaranya yaitu:
1) Mengedepankan musyawarah
Artinya tidak menyikapi suatu persoalaan secara radikal dan ekstrem bukan hanya
karena keyakinan atas kebenaran sepihak namun dengan bermusyawarah terlebih
dahulu kemudian mengambil jalan tengah sebagai solusinya. Degan bermusyawarah
membuat kita dapat bersikap seimbang antara pikiran, akal dan tindakan, dapat
bersikap tenang, bisa membuat nyaman dan aman, tidak gegabah dan tergesa-gesa
dalam mengambil keputusan, cerdas dalam mengambil langkah dan tidak
menghakimi sendiri. Bayangkan jika kita menjadi pribadi yang apriori dan maunya
menang sendiri, tentu saja kita akan dijauhi dan dihindari teman karena pribadi yang
arogansi tersebut. Ketika kita belajar di kelas umpamanya, terjadi perdebatan sengit
dan berdiskusi membahas tema-tema faktual, kita harus selalu mengedepankan akal
pikiran, berpikir jernih, bersumber pada data dan data bukan emosi atau egoisme
pribadi.
2) Menyeimbangkan antara urusan dunia dan akhirat
Rasulullah saw memerintahkan kita untuk bersikap tawazun dalam menjalani
kehidupan. Menjalakan ibadah seperti sholat, puasa, zakat, membaca Alquran, dzikir,
dan lainnya yang berkaitan dengan akhirat namun juga tidak mengabaikan hak
dirinya dan orang di sekitarnya di dunia, seperti contoh kisah para sahabat Rasulullah
saw. Ada tiga orang sahabat Rasulullah saw yang datang kepada beliau dan
mengutarakan maksudnya masing-masing, orang yang pertama mengatakan bahwa
dia tidak akan menikah selama hidupnya, kemudian orang yang kedua mengatakan
bahwa dia akan berpuasa setiap hari dan terus menerus seumur hidupnya dan yang
terakhir mengatakan bahwa ia akan sholat tanpa henti, namun apa kata Rasulullah
Saw, kalian jangan seperti itu, masing-masing urusan ada haknya, urusan dunia ada
haknya sedangkan urusan akhirat ada juga haknya, jalankanlah hal itu dengan
seimbang.
3) Mengembangkan sikap tenggang rasa
Yaitu bersikap baik dengan menolong, membantu dan menghormati satu sama lain.
Dengan keberagaman bangsa di indonesia ini, kita tidak boleh membeda-bedakan
adanya perbedaan kasta, agama, ras dan suku dalam bergaul dan bersosial serta
berusaha saling memahami dan tidak berburuk sangka. Contohnya seperti ketika
berkumpul sekelompok orang yang berbeda suku terjadi perbincangan serius di antara
mereka, karena berbeda suku seyogyanya perbincangan dengan bahasa Indonesia
bukan dengan bahasa daerah. Karena jika terjadi dengan berbahasa daerah sesuai
sukunya masing-masing tentu saja berkelompok dengan kesukuannya, misalnya
sesama suku Jawa, Sunda atau Minang, dll. Akan terjadi kesenjangan komunikasi
pada akhirnya.
4) Menejemen watu
Yaitu pandai mengatur atau membagi waktu. Dengan adanya manajemen waktu
seseorang tidak akan kehilangan waktunya untuk kegiatan yang sia-sia.
Rasulullah Saw. bersabda: Siapkan lima sebelum (datangnya) lima, masa hidupmu
sebelum datangnya waktu matimu, masa sehatmu sebelum datang waktu sakitmu,
masa senggangmu sebelum datang masa sibukmu, masa mudamu sebelum datang
masa tuamu, dan masa kayamu sebelum datang masa miskinmu.”
BAB III PENUTUP

Kesimpulan
tawassuth yaitu suatu sikap yang mengedepankan nilai moderasi yaitu selalu adil dan
tegak lurus dalam mengambil sebuah kebijakan dengan toleransi tinggi di tengah-tengah
keberagaman masyarakat Indonesia. Tawazun yaitu menjaga keseimbangan dan
keselarasan, sehingga terpelihara secara seimbang antara kepentingan dunia dan akhirat,
antara kepentingan pribadi dan masyarakat, dan antara kepentingan masa kini dan masa
datang. Dengan menerapkan keduanya dalam kehidupan sehari-hari maka kita dapat
mengamalkan nila-nilai aswaja yang sudah rasulullah dan para sahabat ajarkan
sebelumya.
DAFTAR PUSTAKA

Mustofa, A., Yusuf, M., & Setiawan, D. (2021). Penerapan Nilai-Nilai Aswaja Dalam Kehidupan
Sehari-Hari Pada Masyarakat Desa Badransari Punggur Lampung Tengah. Berkala
Ilmiah Pendidikan, 1(3), 103-108.

Prasetyo, D. (2016). Implementasi Prinsip At-Tawazun Perspektif Ahlus Sunnah Wal Jama’ah An
Nahdiyah Dalam Pengembangan Nilai Pendidikan Karakter Siswa Di Madrasah Aliyah Al
Azhar Banjarwati Paciran Lamongan. Akademia, 10(2), 187-203.

Hakim, M. L., Hidayat, M. T., & Sifa, M. (2022). IMPLEMENTASI PRINSIP PRINSIP ASWAJA
DALAM PENDIDIKAN UNTUK MEMPERKOKOH KARAKTER BANGSA DAN
MEWUJUDKAN ENTITAS NKRI. Al-Fikr: Jurnal Pendidikan Islam, 8(1), 10-18.

Anzaikhan, M., Idani, F., & Muliani, M. (2023). Moderasi Beragama sebagai Pemersatu Bangsa
serta Perannya dalam Perguruan Tinggi. Abrahamic Religions: Jurnal Studi Agama-
Agama, 3(1), 17-34.

Ashoumi, H., & Ah, N. K. (2019). Pola Pikir Santri Pondok Pesantren Al Muhajirin 3 Tambakberas
Jombang Terhadap Ajaran Ahlusunnah Wal Jama’ah (Aswaja) Tentang Tawasut
Tawazun Dan Tasamuh. DINAMIKA: Jurnal Kajian Pendidikan Dan Keislaman, 4(1), 55-
74.

Muhidin, M., Makky, M., & Erihadiana, M. (2022). Moderasi Dalam Pendidikan Islam Dan
Perspektif Pendidikan Nasional. Reslaj: Religion Education Social Laa Roiba
Journal, 4(1), 22-33

Fauzan, R. (2022). IMPLEMENTASI NILAI-NILAI TAWASUTH, TASAMUH, TAWAZUN DAN


TA'ADL DALAM PEMBELAJARAN PAI DI SMK DIPONEGORO 3
KEDUNGBSNTENG (Doctoral dissertation, UIN Prof. KH Saifuddin Zuhri).

Anda mungkin juga menyukai