Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

SIKAP KEMASYARAKATAN NU

Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ke NU-an

Dosen pengampu : Solikhul Hidayat, S.E, M.Si.

Disusun oleh:

1. Aliefatun Nafissah (221120002603)


2. Risa Fariska ( 221120002593)
3. Laela Nur Khakimah (221120002625)

PROGRAM STUDI AKUNTANSI


UNIVERSITAS ISLAM NAHDLATUL ULAMA
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
JEPARA
2022
1

2
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, serta inayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
ini. Sholawat serta salam tidak lupa kami curahkan kepada Nabi Muhammad saw. Serta kami
ucapkan terima kasih kepada (nama dosen pengampu) selaku dosen pengampu mata kuliah
………..

Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah …….. yang berjudul “Sikap
Kemasyarakatan NU”. Semoga makalah ini tidak hanya bermanfaat bagi kami tetapi juga
bermanfaat bagi anda semua yang membacanya dan semoga Allah Swt senantiasa meridhai
semua usaha kita. Aamiin.

Jepara, 26 Oktober 2022

Pemakalah

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................................i

DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................1

1.1 Latar Belakang.............................................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................................1

1.3 Tujuan..........................................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN...........................................................................................................2

2.1 Tawassuth dan I’tidal..................................................................................................2

2.1.1 Tawasuth..............................................................................................................2

2.1.2 I’tidal....................................................................................................................3

2.2 Tasamuh......................................................................................................................5

2.3 Tawazun......................................................................................................................6

2.4 Amar Ma’ruf Nahi Munkar.........................................................................................7

BAB III PENUTUP....................................................................................................................9

3.1 Kesimpulan..................................................................................................................9

3.2 Saran............................................................................................................................9

DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................10

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Nahdlatul Ulama adalah organisasi masyarakat terbesar yang bergerak di bidang
pendidikan, sosial dan keagamaan yang ada di Indonesia yang didirikan oleh KH.
Hasyim Asyari. Organisasi Nahdlatul Ulama menganut ajaran Ahlussunnah Wal
Jama‟ah (Aswaja). Aswaja merupakan golongan yang selalu berusaha berada pada
garis kebenaran As Sunnah Wal Jamaah. Dalam bidang ilmu fiqih, NU mengikuti
salah satu dari empat madzab yaitu Madzhab Hanafi, Maliki, Syafi‟i dan madzhab
Hambali. Nahdlatul Ulama didirikan pada tanggal 31 Januari 1926, dan sampai
sekarang mampu merekrut banyak anggota yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia.
Nahdlatul Ulama memiliki pengurus disetiap tingkatan dan badan otonom yang
berfungsi melakukan tugasnya masing-masing. Di tingkat nasional ada Pengurus Besar
Nahdlatul Ulama (PBNU), tingkat propinsi ada Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama
(PWNU), tingkat kabupaten ada Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU), tingkat
kecamatan ada Majelis Wakil Cabang (MWC) dan ditingkat desa ada Ranting serta
dengan badan otonom yang lain.

Nahdlatul Ulama memiliki landasan filosofis yaitu Ahlussunnah Wal Jamaah.


Aswaja adalah merekalah yang mengikuti dan berpegang teguh dengan sunnah nabi
dan sunnah Khulafaur Rosyidin setelahnya. Mereka adalah kelompok yang selamat (Al
firqah al-Najiyah). Pendidikan Islam yang selalu diterapkan Ahlusunnah Wal Jama’ah
yang diamalkan NU, yaitu prinsip-prinsip yang selalu diajarkan oleh Rasulullah dan
para Sahabatnya yakni: Tawassuth (bersikap tengah-tengah atau moderat), I’tidal (adil
atau tegak lurus), Tasamuh (toleransi), Tawazun (seimbang), dan Amar Ma‟ruf Nahi
Munkar.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis dapat merumuskan masalah-
masalah yang akan menjadi bahan dalam penulisan makalah. Rumusan masalahnya
adalah
1. Apa yang dimaksud dengan sikap Tawassuth dan I’tidal?
2. Apa dasar hukum dari sikap Tawassuth dan I’tidal?

1
3. Bagaimana implementasi sikap tawassuth dan I’tidal?
4. Apa yang dimaksud dengan sikap Tasamuh?
5. Apa dasar hukum dari sikap Tasamuh?
6. Bagaimana implementasi sikap Tasamuh?
7. Apa yang dimaksud dengan sikap Tawazun?
8. Apa dasar hukum dari sikap Tawazun?
9. Bagaimana implementasi sikap Tawazun?
10. Apa yang dimaksud dengan sikap Amar Ma’ruf Nahi Munkar?
11. Apa dasar hukum dari sikap Amar Ma’ruf Nahi Munkar?
12. Bagaimana implementasi sikap Amar Ma’ruf Nahi Munkar?

1.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan yang ingin penulis capai dalam
pembahasan ini adalah dapat mengetahui pengertian, dasar hukum dan implementasi
sikap Tawassuth, I’tidal, Tasamuh dan Tawazun serta Amar Ma’ruf nahi Munkar.

2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Tawassuth dan I’tidal
2.1.1 Tawasuth
A. Pengertian Tawassuth

Tawasuth adalah mengambil Jalan Tengah, yaitu sikap tidak condong


kepada ekstrem kanan ( Kelompok yang berkedok agama) maupun
kelompok ekstrem kiri( kelompok komunis). Tawasuth ini juga bisa
didefinisikan sebagai sikap moderat yang berpijak pada prinsip keadilan
serta berusaha menghindari segala bentuk pendekatan dengan tatharruf
( ekstrim, keras).

Tawassuth adalah suatu langkah pengambilan jalan tengah bagi dua


kutub pemikiran yang ekstrem (tatharruf), misalnya antara Qadariyyah dan
Jabariyyah, antara skiptualisme ortodoks dengan rasionalisme Mu‟tazilah
dan antara Sufisme salafi dan Sufisme falsafi. Dalam pengambilan jalan
tengah ini juga disertai dengan sikap al-Iqtishad (moderat) yang tetap
memberikan ruang dialog bagi para pemikir yang berbeda-beda.

Menurut KH. Said Aqil Siradj, Tawassuth ini diaplikasikan dalam


langkah pengambilan hukum antara nash dan akal. Sedangkan metode
berpikir secara umum mampu menggabungkan antara wahyu dan rasio.
Sikap tawassuth ini mampu meredam ekstrimis tekstual dan akal. Dengan
sikap tawassuth, NU akan menjadi ummatan wasathan (kelompok moderat).

Tawassuth artinya memilih jalan tengah atau moderat. Dalam konteks


kehidupan bermasyarakat, Nahdlatul Ulama selalu berusaha menempatkan
diri pada posisi tengah-tengah atau moderat.

B. Dasar Hukum Tawassuth

Kalimat tawassuth sendiri berasal dari kalimah wasathan sesuai


dengan firman Allah SWT Q.S Al Baqarah: 143

3
Artinya: Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam),
umat yang adil dan pilihan. Agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan)
manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan)
kamu. Dan Kami tidak menetapkan kiblat yang menjadi kiblatmu (sekarang)
melainkan agar Kami mengetahui (supaya nyata) siapa yang mengikuti
Rasul dan siapa yang membelot. Dan sungguh (pemindahan kiblat) itu
terasa amat berat, kecuali bagi orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh
Allah; dan Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu. Sesungguhnya Allah
Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada manusia. (Q.S Al Baqarah :
143)

Dengan sikap tawassuth, NU akan menjadi ummatan wasathan


(kelompok moderat). Dalam kehidupan sosial kemasyarakatan, Nahdlatul
Ulama menyikapi fenomena-fenomena sosial berusaha untuk memandang
suatu masalah dari banyak sisi dan mempertimbangkan banyak hal sebelum
menyatakan sikap. Hal ini penting untuk menghindari fanatisme buta yang
kemudian melahirkan ekstrimisme.

C. Implementasi Sikap Tawassuth

Tawassuth, dalam NU dimaknai dengan sikap tengah-tengah,


mengambil jalan tengah. Lingkungan yang tersusun atas beberapa aspek
tidak dapat berdiri sendiri-sendiri. Tentunya tiap aspek ada hubungan
interaksi antar makhluk dengan makhluk, makhluk dengan lingkungan, serta
siklus yang terjadi di alam. Dalam mengelola lingkungan, kita harus
memperhatikan semua aspek tanpa terkecuali. Pendekatan ini merupakan
pendekatan holistik yang sering dipergunakan oleh para peneliti dalam

4
menyelesaikan permasalahan lingkungan. Bila kita mengambil contoh pada
kasus banjir di berbagai tempat. Banyak masyarakat beranggapan bahwa
infrastruktur lebih penting dibandingkan dengan pohon yang ada di sekitar.
Alhasil, banyak pohon dan tumbuhan yang dikorbankan demi pembangunan.
Tentunya pembangunan juga memperhatikan aspek lingkungan. Keberadaan
pohon akan sangat berperan dalam kekuatan tanah. Tumbuhan juga sebagai
penyedia oksigen yang dibutuhkan makhluk hidup.

2.1.2 I’tidal
A. Pengertian I’tidal

I’tidal yaitu tegak lurus. Tidak condong kekanan maupun ke kiri atau
berlaku adil dan tidak berpihak kecuali pada yang benar. Sikap I’tidal
berkaitan erat dengan sikap tawassuth. Pendapat dari KH. Aqil Siradj,
menyatakan bahwa I’tidal (tegak lurus atasu berlaku adil) ini diaplikasikan
dalam sikap kemasyarakatan yang selalu berlaku adil antara kelompok kaya
dan kelompok miskin, antara kelompok minoritas maupun mayoritas.
Puncaknya adalah terbentuknya sikap gotong royong dalam menegakkan
keadilan.

Pada aplikasinya, sikap I’tidal menjadi pegangan dalam


mengaplikasikan sikap tawassuth. KH. Dr. As‟ad Said Ali dalam pidatonya
di Istanbul, menyampaikan bahwa dalam menjalankan tawassuth dan I’tidal,
NU menggunakan tiga pendekatan. Pertama, fiqh al-ahkam, yaitu
pendekatan syari‟ah untuk masyarakat yang telah siap melaksanakan hukum
positif Islam (ummat ijabah). Kedua, fiqh al-da’wah, yakni pengembangan
agama di kalangan masyarakat melalui pembinaan. Ketiga, fiqh al-siyasah,
yang merupakan upaya NU dalam mewarnai politik kebangsaan dan
kenegaraan.

B. Dasar Hukum I’tidal

Allah SWT berfirman dalam Surah Al Maidah : 8 yang berbunyi :

5
Artinya : Wahai orang-orang yang beriman hendaklah kamu sekalian
menjadi orang-orang yang tegak membela (kebenaran) karena Allah menjadi
saksi (pengukur kebenaran) yang adil. Dan janganlah kebencian kamu pada
suatu kaum menjadikan kamu berlaku tidak adil. Berbuat adillah karena
keadilan itu lebih mendekatkan pada taqwa. Dan bertaqwalah kepada Allah,
karena sesungguhnya Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan. (QS al-
Maidah: 8)

C. Implementasi Sikap I’tidal

Sikap i’tidal juga berperan dalam pengelolaan lingkungan. Sikap


I’tidal mengajarkan untuk berlaku adil dan tidak berpihak kecuali pada yang
benar. Sikap ini dapat direalisasikan dengan memperhatikan pengelolaan
infrastruktur tanpa mengesampikan aspek lingkungan. Dengan demikian,
tidak ada aspek yang dikorbankan dalam pembangunan maupun dalam
pengelolaan lingkungan.

2.2 Tasamuh
A. Pengertian Tasamuh

Tasamuh artinya toleran, maksudnya adalah bahwasanya NU toleran


terhadap perbedaan pandangan dalam masalah agama budaya dan adat
istiadat. Kesimpulannya Tasamuh adalah sikap toleran terhadap perbedaan
pandangan baik dalam masalah keagamaan, terutama hal-hal yang bersifat
furu' atau menjadi masalah khilafiyah, serta dalam masalah kemasyarakatan
dan kebudayaan.

Tasamuh yaitu menghargai perbedaan serta menghormati orang yang


memiliki prinsip hidup yang tidak sama. Namun, bukan berarti mengakui
atau membenarkan keyakinan yang berbeda tersebut dalam peneguhan apa

6
yang diyakini. Tasamuh adalah sikap toleransi, menghargai, tepa selira,
tenggang rasa dan saling menghargai. Sikap yang menjadi karakteristik
Nahdlatul Ulama ini sangat mempengaruhi cara pandang terhadap suatu
masalah. Dengan sikap tasamuh warga Nahdlatul Ulama menempatkan
keberagaman sebagai suatu keniscayaan untuk dihargai. Meski bersikap
tasamuh bukan berarti NU membenarkan setiap pendapat, ajaran dan paham.
Tasamuh tumbuh dibawah jiwa yang fanatik terhadap ajaran-ajaran Aswaja,
sehingga meskipun menghargai perbedaan-perbedaan, NU tetap teguh pada
pendiriannya.

Pendapat dari KH. Said Aqil Siradj, menyatakan bahwa nilai tasamuh
ini diaplikasikan di kehidupan dalam bermasyarakat. Kehidupan yang rukun,
harmonis dan damai merupakan tujuan agama Islam menjadi agama yang
rahmatan lil alamin. Setiap umat Islam memiliki kewajiban untuk
menciptakan lingkungan aman dan damai. Bukan hanya mampu berdamai
tetapi

juga mampu mendamaikan. Semua umat Islam adalah muslim yang


senantiasa menciptakan kehidupan yang rukun, damai, harmonis dan toleran.

B. Dasar Hukum Tasamuh

Allah SWT berfirman dalam Surah At Thaha ayat 44 yang berbunyi :

Artinya : Maka berbicaralah kamu berdua (Nabi Musa AS dan Nabi Harun
AS) kepadanya (Fir'aun) dengan kata-kata yang lemah lembut dan mudah-
mudahan ia ingat dan takut. (QS. Thaha: 44)

Ayat ini berbicara tentang perintah Allah SWT kepada Nabi Musa AS
dan Nabi Harun AS agar berkata dan bersikap baik kepada Fir'aun. Al-
Hafizh Ibnu Katsir (701-774 H/1302-1373 M) ketika menjabarkan ayat ini
mengatakan, "Sesungguhnya dakwah Nabi Musa AS dan Nabi Harun AS
kepada Fir'aun adalah menggunakan perkataan yang penuh belas kasih,

7
lembut, mudah dan ramah. Hal itu dilakukan supaya lebih menyentuh hati,
lebih dapat diterima dan lebih berfaedah". (Tafsir al-Qur'anil 'Azhim, juz III
hal 206).

C. Implementasi Sikap Tasamuh

Dengan karakter yang unik di tiap masing-masing ekosistem, kita perlu


bersikap Tasamuh atau toleran terhadap alam. Kita tahu bahwa alam
memiliki tumbuhan maupun hewan yang endemik. Adapun hewan tersebut
sangat bergantung pada lingkungan karena sumber makanan maupun
habitatnya telah berada disana sejak ratusan bahkan ribuan tahun. Sebagai
manusia, perlu kita memilah area yang bisa dipergunakan oleh manusia
tanpa mengganggu habitat hewan tersebut. Gangguan oleh manusia hanya
akan menjadikan sistem keseimbangan lingkungan menjadi terganggu.
Dampak gangguan manusia tersebut juga akan diterima oleh manusia itu
sendiri.

Kearifan lokal di Indonesia menjadi salah satu bukti masyarakat


dahulu telah beradaptasi dan dapat hidup berdampingan dengan alam. Tidak
banyak dari kita mengabaikan hal tersebut. Padahal kearifan lokal menjadi
kunci kita dalam menjadi negara dan bangsa yang kuat. Kita lihat seperti di
beberapa negara eropa. Beberapa negara eropa sangat menghargai alamnya.
Tentunya budaya menjaga alam telah melekat pada jati diri mereka karena
alam akan memberikan apa yang mereka butuhkan. Dengan demikian, eropa
menjadi bangsa adidaya dalam berbagai sektor. Tentunya Indonesia dapat
mengambil hikmah dan menjadi negara yang berkesinambungan dalam
permbangunan dan pelestarian lingkungan.

2.3 Tawazun
A. Pengertian Tawazun

Tawazun artinya seimbang, yaitu Sikap seimbang Dalam berkhidmah


demi terciptanya keserasian hubungan antara sesama umat manusia dan
antara manusia dengan Allah Subhanahu Wa Ta'ala.
Dalam bahasa sederhana, kita sering menyebutnya sebagai hubungan
vertikal dan horizontal. Maksud vertikal adalah hubungan kita dengan tuhan

8
(Allah). Sedangkan maksud horizontal adalah hubungan kita dengan
manusia. Sebagai warga Nahdlatul Ulama, kita dituntut untuk seimbang
dalam menjalani hubungan, entah hubungan dengan tuhan maupun dengan
manusia. Jadi kita tidak boleh mengabaikan salah satunya.

Tawazun adalah sikap seimbang dalam berkhidmah. Menyerasikan


Khidmah kepada Allah SWT, Khidmah kepada sesama manusia serta
khidmah kepada lingkungan hidupnya. Menyelaraskan kepentingan
kepentingan masa lalu, masa kini dan masa mendatang. Dalam mengambil
keputusan, Nahdlatul Ulama selalu mendasarkan pada syura (musyawarah).
Konsep ini mempertimbangkan aspekaspek keseimbangan dan kemaslahatan
bersama (al-maslahih al-ammah). Ketika ada perselisihan pendapat, yang
harus dikedepankan adalah al-mujadalah billati hiya ahsan (perdebatan
rasional yang di orientasikan untuk kebaikan).

B. Dasar Hukum Tawazun

Firman Allah SWT:

Artinya : Sungguh kami telah mengutus rasul-rasul kami dengan membawa


bukti kebenaran yang nyata dan telah kami turunkan bersama mereka al-
kitab dan neraca (penimbang keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan
keadilan. (QS al-Hadid: 25)

C. Implementasi Sikap Tawazun

Tawazun bermakna seimbang, tidak berat sebelah atau tidak


berlebihan. Dalam melestarikan lingkungan tidak hanya berfokus pada alam
saja. Pemenuhan kebutuhan manusia tentunya perlu diperhatikan. Dalam
ilmu biologi, kita akan mempelajari ilmu bioteknologi untuk mendukung
pelestarian sekaligus pemenuhan kebutuhan manusia. Sebagai contoh
penerapan bioteknologi dalam bidang pertanian adalah perbanyakan
tanaman yang dipergunakan secara masal, salah satunya padi. Beras sebagai

9
makanan pokok manusia akan selalu dibutuhkan bagi masyarakat Indonesia.
Berbagai jenis beras yang berasal dari tanaman padi yang langka kini bisa
dibiakkan dengan adanya rekayasa genetik. Padi yang sulit tumbuh dapat
berkembang dengan mudah, memiliki karakter unggul dan produksi yang
maksimal melalui rekayasa genetik.

2.4 Amar Ma’ruf Nahi Munkar


A. Pengertian Amar Ma’ruf Nahi Munkar

Amar ma’ruf nahi munkar (mengajak kepada kebaikan dan mencegah


keburukan) yaitu selalu memiliki kepekaan untuk mendorong perbuatan
yang baik, berguna dan bermanfaat bagi kehidupan bersama. Serta menolak
dan mencegah segala hal yang dapat menjerumuskan dan merendahkan
nilai-nilai kehidupan.
Nahi Munkar disini bukan berarti kita melawan kemungkaran dengan
kemungkaran. tetapi harus dengan ma'ruf (kebaikan). Jadi tidak boleh
melawan kejahatan dengan kejahatan. Jika demikian, berarti kita tidak ada
bedanya dengan mereka. Artinya, penerapan amar ma’ruf nahi munkar tetap
dijiwai oleh 3 sikap di atasnya, yaitu Tawasuth dan I’tidal, Tasamuh dan
Tawazun.

B. Dasar Hukum Amar Ma’ruf Nahi Munkar

Allah SWT berfirman dalam surah Ali Imran ayat 104, yang berbunyi

Artinya: “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang


menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma‟ruf dan mencegah
dari yang mungkar; mereka adalah orang-orang yang beruntung.” (Al-
Imran:104).

10
C. Implementasi Sikap Amar Ma’ruf Nahi Munkar

Menerapkan amar ma’ruf mungkin mudah dalam batas tertentu tetapi


akan sangat sulit apabila sudah terkait dengan konteks bermasyarakat dan
bernegara. Oleh karena itu orang yang melakukan amar ma’ruf nahi
mungkar harus mengerti betul terhadap perkara yang akan ia tindak, agar
tidak salah dan keliru dalam bertindak.

Tahapan Amar Ma’ruf Nahi Munkar  

Selain itu, beberapa tahapan atau prosedur harus dilakukan dalam


realisasi pelaksanaan amar ma’ruf. Tidak semudah kita menaiki tangga, akan
tetapi harus melalui tahapan yang paling ringan, baru kemudian melangkah
pada hal yang agak berat.   

Baginda Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

“Barangsiapa diantara kalian melihat kemungkaran, maka hendaknya


ia menghilangkannya dengan tangannya. Jika ia tidak mampu, maka dengan
lisannya. Orang yang tidak mampu _dengan lisannya_, maka dengan
hatinya. Dan dengan hati ini adalah lemah-lemahnya iman.” (HR. Muslim)  

Maksud dari hadits ini bukanlah seperti yang banyak disalahpahami


oleh orang-orang yang beranggapan bahwa kalau mampu menghilangkan
dengan tangan maka harus langsung dengan tangan. Anggapan seperti ini
salah besar dan bertentangan dengan nilai rahmat (belas kasih) di dalam
Islam. Akan tetapi pemahaman yang benar dari hadits di atas adalah,
seseorang yang melihat kemunkaran dan ia mampu menghilangkan dengan
tangan, maka ia tidak boleh berhenti dengan lisan jika kemungkaran tidak
berhenti dengan lisan, dan orang yang mampu dengan lisan, maka ia tidak
boleh berhenti hanya dengan hati.   

Imam Muhyiddin an-Nawawi berkata di dalam kitab Raudlatut


Thâlibîn: 

“Tidak cukup memberi nasihat bagi orang yang mampu


menghilangkan kemunkaran dengan tangan. Dan tidak cukup ingkar di
dalam hati bagi orang yang mampu mencegah kemunkaran dengan lisan.”

11
(Muhyiddin Abu Zakariya an-Nawawi, Raudlatut Thâlibîn, Beirut, Dar al-
Kutub al-Ilmiyyah, 2005, cetakan kelima, jilid V, halamann 123).   

Dalam proses amar ma’ruf nahi munkar, tetap harus mendahulukan


tindakan yang paling ringan sebelum bertindak yang lebih berat. Syekh
Abdul Hamid asy-Syarwani berkata di dalam kitabnya, Hasyiyah asy-
Syarwani:  

“Wajib bagi orang yang melakukan amar ma’ruf nahi mungkar untuk
bertindak yang paling ringan dulu kemudian yang agak berat. Sehingga,
ketika kemungkaran sudah bisa hilang dengan ucapan yang halus, maka
tidak boleh dengan ucapan yang kasar. Dan begitu seterusnya).” (Syekh
Abdul Hamid asy-Syarwani, Hasyiyah asy-Syarwani ala Tuhfahtil Muhtaj,
Beirut, Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 2003 cetakan keempat, jilid 7, halaman
217)  

Dalam melakukan amar ma’ruf nahi munkar, seseorang harus lebih arif
dan bijak karena terkadang dalam menghasilkan tujuan amar ma’ruf nahi
mungkar, seseorang harus menghilangkannya sedikit demi sedikit, tidak
memaksakan harus hilang seluruhnya dalam waktu seketika itu. Sayyid
Abdullah ibn Husain ibn Tohir berkata:  

“Bagi orang yang melakukan amar ma’ruf nahi mungkar harus


bersikap lembut dan belas kasih kepada manusia, ia harus bertindak pada
mereka dengan bertahap. Ketika ia melihat mereka meninggalkan beberapa
kewajiban, maka hendaknya ia memerintahkan pada mereka dengan perkara
wajib yang paling penting kemudian perkara yang agak penting. Kemudian
ketika mereka telah melaksanakan apa yang ia perintahkan, maka ia
berpindah pada perkara wajib lainnya. Hendaknya ia memerintahkan pada
mereka dan menakut-nakuti mereka dengan lembut dan belas kasih... begitu
juga ketika mereka melakukan larangan-larangan agama yang banyak dan
mereka tidak bisa meninggalkan semuanya, maka hendaknya ia berbicara
kepada mereka di dalam sebagiannya saja hingga mereka menghentikannya
kemudian baru berbicara sebagian yang lain, begitu seterusnya.” (al-Habib
Zain bin Sumith, al-Minhaj as-Sawi, Jeddah, Dar al-Minhaj, 2006 cetakan
ketiga, halaman 316-317)   

12
Dari keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa:  

 Amar ma’ruf nahi munkar hukumnya fardlu kifayah.


 Pada kemunkaran tingkat tertentu, hak amar ma’ruf hanya bisa
dimiliki pemerintah bukan perseorangan atau kelompok.
 Dilakukan semampunya tanpa memaksakan di atas kemampuan.
 Pelaksanaannya harus bertahap dari hal yang paling ringan
kemudian hal yang agak berat, dan seterusnya.
 Tidak menimbulkan fitnah yang lebih besar bagi diri maupun orang
lain.
Ketika kita lihat amar ma’ruf yang ada di Indonesia, mayoritas
persyaratan tidak bisa terpenuhi dengan baik. Karena terkadang pelaksanaan
yang seharusnya menjadi tugas pemerintah, secara sewenang-wenang
dilakukan oleh oknum individu maupun kelompok. Belum cukup sampai di
situ, cara, sasaran maupun media yang digunakan tidak mencerminkan amar
ma’ruf yang beretika Islam. Dengan realita seperti ini, amar ma’ruf tidak
akan menjadi kemashlahatan, namun justru menimbulkan dampak negatif
yang lebih besar dan menjadi momok yang menakutkan bagi masyarakat.

13
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Dari penjelasan diatas dapat diperoleh kesimpulan bahwa sikap kemasyarakatan


nahdlatul ulama’ yaitu :

1. Sikap Tawassuth wa I’tidal


Tawasuth adalah mengambil Jalan Tengah, yaitu sikap tidak condong kepada
ekstrem kanan ( Kelompok yang berkedok agama) maupun kelompok ekstrem
kiri( kelompok komunis).
I’tidal yaitu tegak lurus. Tidak condong kekanan maupun ke kiri atau berlaku
adil dan tidak berpihak kecuali pada yang benar. Sikap I’tidal berkaitan erat dengan
sikap tawassuth.
2. Sikap Tasamuh
Tasamuh yaitu menghargai perbedaan serta menghormati orang yang memiliki
prinsip hidup yang tidak sama. Namun, bukan berarti mengakui atau membenarkan
keyakinan yang berbeda tersebut dalam peneguhan apa yang diyakini.
3. Sikap Tawazun
Tawazun adalah sikap seimbang dalam berkhidmah. Menyerasikan Khidmah
kepada Allah SWT, Khidmah kepada sesama manusia serta khidmah kepada
lingkungan hidupnya. Menyelaraskan kepentingan kepentingan masa lalu, masa kini
dan masa mendatang.
4. Sikap Amar Ma’ruf Nahi Munkar
Amar ma’ruf nahi munkar (mengajak kepada kebaikan dan mencegah
keburukan) yaitu selalu memiliki kepekaan untuk mendorong perbuatan yang baik,
berguna dan bermanfaat bagi kehidupan bersama. Serta menolak dan mencegah
segala hal yang dapat menjerumuskan dan merendahkan nilai-nilai kehidupan.

14
DAFTAR PUSTAKA
KH Muhyidin Abdushhomad, 2009. Karakter Tawssuth, Tawazun, I'tidal, dan Tasamuh
dalam Aswaja. Syariah, 29 Maret.

Kharismatunnisa', I. & Darwis, M., 2021. NAHDLATUL ULAMA DAN PERANNYA


DALAM MENYEBARKAN NILAI-NILAI PENDIDIKAN ASWAJA AN-NAHDLIYAH
PADA MASYARAKAT PLURAL. Tarbiyatuna: Jurnal Pendidikan Islam, Volume 14, pp.
1-23.

Mahsun, September 2020. MENANAMKAN SIKAP KEMASYARAKATAN WARGA


NAHDLATUL ULAMA (NU) BAGI PELAJAR LEWAT OUTDOOR GAME. AL-IFKAR,
Volume XIV, pp. 155-178.

Shobirin, R., 2020. Penerapan Sikap Aswaja dalam Pembangunan Manajemen Lingkungan.
Universitas Islam Malang, 2 Februari.

Sibromulisi, M., 2018. Memahami Amar Ma'ruf Nahi Munkar Secara Benar. Ubudiyah, 4
November.

15

Anda mungkin juga menyukai