Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH METODE DALAM ANTROPOLOGI-SOSIOLOGI, DAN PERSPEKTIF

TENTANG AGAMA

DIAJUKAN UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH SOSIOLOGI


ANTROPOLOGI AGAMA

DISUSUN OLEH :

AHMAD ZIYAD DATUR RIZKI M (21105010009)


M MIFTAKHUL HUDA (21105010010)
MUHAMMAD RISKI (21105010011)
PUSPITA NADIF RAMADHANI (21105010012)

DOSEN PENGAMPU :

RIZAL AL HAMID, M.Si.

PROGRAM STUDI AKIDAH DAN FILSAFAT ISLAM

FAKULTAS USHULUDDIN DAN PEMIKIRAN ISLAM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA

YOGYAKARTA

2022
Kata Pengantar

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan semesta alam. Atas izin dan
karuniaNya, kami dapat menyelesaikan makalah tepat waktu tanpa kurang suatu apa pun. Tak
lupa Shalawat serta salam kepada junjungan kita Nabi agung Muhammad SAW yang kita
tunggu Syafaatnya kelak di Yaumil akhir. Penulisan makalah berjudul Makna, Cabang,
Perkembangan, Dan Relasi Antropologi Dan Sosiologi bertujuan untuk memenuhi tugas mata
kuliah Sosiologi Antropologi Islam. Selain itu, Makalah ini juga bertujuan untuk menambah
wawasan tentang pengertian, cabang-cabang, Hubungan, dan perkembangan Antropologi dan
sosiologi sebagai cara awal untuk memahami Ilmu antropologi dan sosiologi.Kami
menyadari, bahwa makalah yang kami buat ini masih jauh dari kata sempurna baik segi
penyusunan, bahasa, maupun penulisannya. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan
kritik dan saran yang membangun pembaca guna menjadi acuan agar penulis bisa menjadi
lebih baik lagi di masa mendatang.

Yogyakarta, 1 Maret 2022


DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
…………………………………………………………………………….i

KATA PENGANTAR ……………………...


…………………………………………………...ii

DAFTAR ISI………………………………….
…………………………………………………iii

BAB 1 PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG….
……………………………………………………………….1
B. RUMUSAN
MASALAH………………………………………………………………..1

BAB II PEMBAHASAN

A. METODE PENELITIAN KUALITATIF…….……………………..2


B. METODE PENELITIAN
KUANTITATIF………………………………………………………………………
………...4
C. KONSEP AGAMA DALAM PENELITIAN SOSIOLOGI-
ANTROPOLOGI………………………………..8

BAB III PENUTUP

A. KESIMPULAN………………………………………………………………………
…11

DAFTAR PUSTAKA…………...
………………………………………………………………12
BAB I

PENDAHULUAN

1.LATAR BELAKANG

Antropologi sebagai salah satu cabang ilmu sosial mempunyai bidang kajian sendiri yang
dapat dibedakan dengan ilmu sosial lainnya, seperti sosiologi, ilmu ekonomi, ilmu politik,
kriminologi dan lain-lainnya. Antropologi juga dapat dikelompokkan ke dalam cabang ilmu
humaniora karena kajiannya yang terfokus kepada manusia dan kebudayaannya.
Sebagaimana sudah dijelaskan bahwa, secara umum dapat dikatakan antropologi merupakan
ilmu yang mempelajari manusia dari segi keragaman fisiknya, masyarakatnya, dan
kebudayaannya. Seperti yang pernah diungkapkan Koentjaraningrat bahwa ruang lingkup dan
dasar antropologi belum mencapai kemantapan dan bentuk umum yang seragam di semua
pusat ilmiah di dunia. Menurutnya, cara terbaik untuk mencapai pengertian akan hal itu
adalah dengan mempelajari ilmu-ilmu yang menjadi pangkal dari antropologi, dan bagaimana
garis besar proses perkembangan yang mengintegrasikan ilmu-ilmu pangkal tadi, serta
mempelajari bagaimana penerapannya di beberapa negara yang berbeda. Konsentrasi
Antropologi menurut Koentjaraningrat:

1.Sejarah terjadinya dan perkembangan manusia sebagai mahlu ksosial

2.Sejarah terjadinya aneka warna perbedaan ciri- ciri fisik manusia

3.Penyebaran dan perbedaan bahasa manusia

4.Perkembangan & penyebaran kebudayaan manusia

5.Dasar-dasar perbedaan budaya manusia


2. RUMUSAN MASALAH

1) Bagaimana Metode Penelitian Kualitatif ?


2) Bagaimana Metode Penelitian Kuantitatif ?
3) Konsep apa saja tentang agama dalam penelitian sosiologi-antropologi ?

BAB II

PEMBAHASAN

A. METODE PENELITIAN KUALITATIF, METODE PENELITIAN


KUANTITATIF, KONSEP TENTANG AGAMA DALAM PENELITIAN
SOSIOLOGI-ANTROPOLOGI

A.METODE PENELITIAN KUALITATIF

Metode menunjuk pada teknik yang digunakan dalam penelitian seperti survey, wawancara
dan observasi. Metode dalam sosiologi-antropologi sendiri terbagi menjadi dua, yakni
Metode Penelitian Kualitatif dan Metode Penelitian Kuantitatif.

Metode kualitatif (Creswell, 2008) ialah suatu pendekatan atau penelusuran untuk
mengeksplorasi dan memahami suatu gejala sentral. Gejala sentral sendiri ialah peserta
meneliti atau mengajukan pertanyaan yang umum dan agak luas. Metode Kualitatif dalam
kancah penelitian ilmiah relatif agak baru. Oleh karena itu, metode itu sering disebut metode
alternatif, yang agak berbeda dengan metode kuantitatif yang lebih dulu digunakan oleh para
peneliti.

Dalam Metode Kualitatif, keadaan partisipan, lingkungan dan tempatnya menjadi aspek inti
dalam penelitian. Situasi harus benar-benar bertumpu pada fakta, bukan asumsi atau praduga.
Para ilmuwan antropologi-sosiologi meneliti dengan metode ini untuk memahamkan
bagaimana orang memberikan arti pada dunia dan lingkungannya. Bagi mereka, dunia dan
lingkungan dapat dipelajari secara ilmiah.

Kita dapat mengambil contoh dari amerika waktu itu, yang membedakan antara warna kulit.
Rasisme ini menjadikan masalah dalam pengembangan pendidikan dan sosial masyarakat.
Untuk itu pemahaman akan perbedaan ras atau warna kulit menjadi topik yang menarik bagi
penelitian. Karena dengan memahami perbedaan ras, maka masalah sosial seperti
keterbelakangan pendidikan dapat dipahami dan diatasi.

Metode kualitatif mengharuskan partisipan atau peneliti memberian masukan, bahkan


dianggap hakiki. Masukan-masukan ini nantinya akan menjadi dasar analisis, penemuan ide,
konsep dan teori baru. Penggunaan metode kualitatif dalam penelitian sosial menjadi suatu
keharusan untuk menangkap arti permasalahan sosial sehingga mempermudah pencarian
jalan keluarnya.

Metode kualitatif memiliki beberapa sifat khasnya, yaitu penekanan pada lingkungan yang
(naturalistic setting), induktif, fleksibel, pengalaman langsung, kedalaman, proses menangkap
arti, keseluruhan serta partisipasi aktif dari partisipan dan penafsiran.

Penekanan pada lingkungan yang alamiah berarti bahwa data yang diperoleh dengan cara
berada ditempat dimana penelitian itu dibuat. Untu induktif, biasanya dimulai dengan
mengobservasi sasaran penelitian secara rinci menuju ide-ide. Aspek lain yakni fleksibel
berarti terbuka terhadap kemungkinan penyesuaian terhadap keadaan yang selalu berubah dll.

Beberapa keunggulan yang dimiliki oleh metode kualitatif. Pertama, datanya sangat mendasar
karena berdasarkan fakta, peristiwa dan realita. Kedua, pembahasannya mendalam dan
terpussat arena datanya yang digali secara mendalam. Metode ini menempatan manusia
sebagai subjek yang mengerti keberadaanya, dapat berbicara dan berpikir.

Referensi

Metode penelitian kualitatif, oleh Dr. J. R. Raco, M.E., M.SC. penerbit pt. Gramedia 2010

B. METODE PENELITIAN KUANTITATIF


Metode penelitian kuantitatif berlandaskan pada filsafat positivisme, dipakai untuk
meneliti pada populasi ataupun sampel tertentu, pengumpulan data menggunakan alat ukur
(instrumen) penelitian, analisa data bersifat kuantitatif/statistik, dengan tujuan untuk menguji
dan membuktikan hipotesis yang telah dibuat/ditetapkan. untuk menguji beberapa hipotesa
tentang variabel sosiologis dan psikologis dari sampel yang diambil dari populasi tertentu.
Teknik pengumpulan data dengan pengamatan (wawancara atau kuisioner) dan hasil
penelitian cenderung untuk digeneralisasikan. Sedangkan metode eksperimen merupakan
metode penelitian kuantitatif yang digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel
independen (treatment/perlakuan) terhadap variabel dependen (hasil) dalam kondisi yang
terkendalikan. Kondisi dikendalikan agar tidak ada variabel lain (selain variabel treatment)
yang mempengaruhi variabel dependen. Agar kondisi dapat dikendalikan, maka dalam
penelitian eksperimen menggunakan kelompok kontrol. Penelitian eksperimen sering
dilakukan di laboratorium.

 PENDEKATAN PENELITIAN KUANTITATIF

Asumsi Dasar Pendekatan Kuantitatif Dalam penelitian ilmu sosial, setidaknya kita-
mengenal dua pendekatan yang memengaruhi proses penblitian, mulai dari merumuskan
permasalahan hingga mengambil kesimpulan. Neuman menambahkan satu pendekatan lagi,
yakni pendekatan ciriticol. Setiap pendekatan memiliki asumsi dasar yang berbeda. Asumsi
dasar yang ada di dalam pendekatan kuantitatif bertolak belakang dengan asumsi dasar yang
dikembangkan di dalam pendekatan kualitatif. Asumsi dasar inilah yang mempengaruhi pada
perbedaan dari cara pandang peneliti terhadap sebuah lenomena dan juga proses penelitian
secara keseluruhan.

Sebelum kita membahas asumsi dasar dari penelitian kuantitatif. Kita perlu memiliki
kesepakatan terlebih dahulu tentang pemaliaian konsep “kuantitatif’. Setidaknya ada tiga
penggunaan konsep ini di dalam penelitian, yaitu perrama, kita bicara mengenai pendekatan
kuantitatif. Ada beberapa kalangan yang mengatakan bahwa pendekatan sama dengan
paradigma, bahkan sama dengan perspektif. Kita sedikit membedakan antara paradigma dan
pendekatan (sekalipun asumsi dasar yang digunakan sedikit banyak sama). Paradigma
dikembangkan di dalam lingkup bidang studi, seperti misalnya di dalam sosiologi terdapat
tiga paradigma, yaitu paradigma fakta sosial, paradigma definisi sosial, serta paradigma
perilaku sosial. Lain lagi dalam antropologi. Paradigma yang berkembang adalah paradigma
idiografis dan paradigma perilaku. Paradigma bisa diartikan sebagai sudut pandang dalam
melihat suatu fenomena atau gejala sosial. Pendekatan dikembangkan di dalam lingkup sosial
lainnya dikenal pula pendekatan yang sama, yaitu pendekatan kuantitatif dan pendekatan
kualitatif. Sekali lagi, karena asumsi dasar yang digunakan kurang lebih sama, memang sulit
untuk membedakan antara pendekatan dan paradigma. Kembali pada pemakaian tentang
kuantitatif. Selain pendekatan kuantitatif, kita juga menggunakan kuantitatif dalam konteks
metode kuantitatif, dan data kuantitatif. Ada satu hal yang perlu ditekankan di sini karena
sering kali terjadi salah kaprah yang berkembang sehingga pemakaian konsep “pendekatan
kuantitatif’, “metode kuantitatil’, serta ‘.data kuantitatif’ disamaratakan. Hal ini
mengakibatkan dalam penerapan penelitian pengertian konsep-konsep tadi menjadi salah.
Ambil saja contoh adanya anggapan bahwa dalam sebuah penelitian kita bisa menggunakan
kedua pendekatan yang ada sekaligus. Pertanyaan adalah bagaimana mungkin dengan asumsi
dasar yang bertolak belakang, kemudian diterapkan dalam sebuah penelitian? Nanti akan
disajikan perbedaan antara asumsi dasar yang ada di dalam pendekatan kuantitatif dan
kualitatif agat pembaca menyadari bahwa asumsi dasar dari masingmasing pendekatan
bertolak belakang. Kondisi yang memungkinkan adalah dalam satu penelitian kita hanya bisa
menggunakan satu pendekatan, baik pendekatan kuantitatif maupun pendekatan kualitatif.
Namun. Dalam satu penelitian yang sama, kita bisa menerapkan kedua metode yang ada,
yaitu metode kuantitatif dan metode kualitatil dan akhirnya kita menghasilkan data kuantitatif
dan data kualitatif. Tentunya jika kita menggunakan pendekatan kuantitatif, penekanan
utamanya adalah metode kuantitatif. Metode kualitatif kita gunakan untuk melengkapi
metode kuantitatif yang kita gunakan. Demikian pula dalam pendekatan kuantitatif. Karena
kita menggunakan metode kuantitatif sebagai metode utama, data yang akan kita hasilkan
adalah data kuantitatif sebagai data utama, sedangkan data kualitatif hanya digunakan sebagai
data penunjang. Dengan demikian, jika ada anggapan bahwa dalam satu penelitian kita bisa
menggunakan kedua pendekatan yang ada, pendapat itu salah atau bisa jadi yang dimaksud
orang tersebut dengan pendekatan adalah metode.

Setelah kita mengenal perbedaan antara paradigma dan pendekatan, serta penggunaan
“kuantitatif’ dalam penelitian, kita akan membahas mengenai asumsi dasar yang ada di dalam
pendekatan kuantitatif yaitu:

1. Asumsi Dasar Ontologi (hakekat dasar pengetahuan)


2. Asumsi dasar epistemilogi (hakikat dasar ilmu pengetahuan)
Referensi; METODE PENELITIAN KUANTITATIF Oleh Dr. Priyono, MM diterbitkan oleh
ZIFATAMA PUBLISHING

C, KONSEP AGAMA DALAM PENELITIAN SOSIOLOGI-ANTROPOLOGI

Kebudayaan, perubahan sosial, dan agama merupakan tiga konsep besar yang menjadi topik-
topik pembahasan dalam diskusi-diskusi antropologi. Kebudayaan telah menjadi konsep
utama dan salah satu yang paling banyak dibahas dalam perkembangan disiplin ini. Fokus
perhatian pada masyarakat tau komunitas yang dalam perjalanan sejarahnya mengalami
dinamika yang berbeda-beda antara masyarakat yang satu dengan yang lain, membawa
pembahasan mengenai perubahan menjadi satu hal yang tidak mungkin dihindari. Sementara
agama menjadi isu yang juga banyak menghiasi diskusi-diskusi para akademisi/peneliti
sosial-budaya, termasuk antropolog sejak perkembangan awal hingga kini.

Bahkan agama menjadi salah satu bahan diskusi yang selalu menarik terutama ketika
agama dipolitisir oleh pihak-pihak tertentu untuk mendapatkan keuntungan, baik materil
maupun immateril.

Salah satu tokoh besar dalam antropologi yang memusatkan perhatiannya pada
kepercayaan praktek-praktek agama sebagai isu utama adalah Victor Turner. Bagian ini
hendak menunjukkan bahwa agama telah menjadi satu isu yang menarik perhatian para
antropolog sejak lama. Agama, menurut Turner (1987) sangat terkait dengan keadaan natural
emosional dan imajinatif, dan memberikan konsekuensi secara budaya berupa ketidakpastian
elemen-elemen pengetahuan, di mana semua agama primitif kemudian dicemooh dan
dianggap tidak cerdas. Ia pun menegaskan bahwa isu agama/religi bukanlah isu yang
sederhana tetapi isu yang di manapun selalu kaya dan kompleks/rumit sehingga bukan berarti
sebuah masyarakat yang perkembangan teknologinya jauh tertinggal dibandingkan
masyarakat yang lain, sistem religinya dapat dipahami dengan mudah. Karena menurut
Turner, masalahnya tidak terletak pada perbedaan struktur kognitif tetapi pada struktur
kognitif identical yang mengartikulasikan keragaman dari pengalaman budaya.
Religi/kepercayaan melalui ritualnya dilihat oleh Turner (1987) sebagai seperangkat sistem
simbol yang ada pada sebuah masyarakat (secara implisit) yang menceritakan suatu
pengalaman empirik yang nyata sebagai interpretasi asli terhadap kebudayaan mereka sendiri.
Dilihat dari prosesnya, (hampir semua) prosesi ritual menceritakan sebuah alur, yang
terkadang bergerak maju ataupun bersifat menyerupai lingkaran (cycle) sehingga banyak
sekali aspek yang ingin digambarkan di dalam ritual tersebut. Seperti halnya kedua upacara
yang diteliti oleh Turner, dimana ada aktor-aktor yang berperan, benda-benda yang
digunakan, dan seting waktu dan tempat juga kemudian penting untuk diperhatikan. Semua
itu dikatakan sebagai simbol-simbol yang –tentu saja- maknanya tidak terlihat secara kasat
mata tetapi harus diinterpretasi secara sangat hati-hati. Untuk itu, aspek “emotional” dan
“imaginative” harus dimiliki oleh etnografer karena hanya dengan ikut merasakan dan
membayangkan/memetakan jalan cerita ritual yang berlangsung, ia dapat memahami makna
di balik simbol-simbol yang digunakan di dalamnya. Inilah yang disebut dengan aspek
“emphatetic” yang Turner tekankan untuk meneliti aspek religi dalam masyarakat. Bagi
antropolog, pentingnya agama terletak pada kemampuannya untuk berlaku; bagi seorang
individu atau sebuah kelompok sebagai sumber konsep umum namun jelas tentang dunia, dan
hubungan-hubungan di antara keduanya di satu pihak, yaitu model dari segi agama itu, yang
tak kurang jelasnya yaitu model untuk segi agama itu. Lebih lanjut, studi antropologis
mengenai agama dengan demikian merupakan operasi dua tahap, yaitu pertama, suatu
analisis atas sistem makna-makna yang terkandung di dalam simbol-simbol yang meliputi
agama tertentu, dan kedua, mengaitkan sistem-sistem in pada struktur-struktur sosial dan
proses-proses psikologis. Hanya bila kita mempunyai sebuah analisis teoritis atas tindakan
simbolis yang dapat dibandingnya dengan kepuasan (sofistikasi) pada apa yang sekarang kita
miliki untuk tindakan sosial dan psikologis, kita akan dapat secara efektif menguasai segi-
segi kehidupan sosial dan psikologis itu yang di dalamnya agama memainkan sebuah peranan
yang menentukan.

Dua konsep lain yang dikaitkan dengan konsep agama adalah etos dan world view. Etos
suatu bangsa adalah sifat, watak, dan kualitas kehidupan mereka, moral, gaya estetis, dan
suasana-suasana hati mereka. Etos juga merupakan sikap mendasar terhadap dir mereka
sendiri dan dunia yang direfleksikan dalam kehidupan. Sedangkan world view adalah
gambaran tentang kenyataan apa adanya, konsep mereka tentang alam, diri, dan masyarakat.
World view mengandung gagasan-gagasan yang paling komprehensif mengenai tatanan.
Agama, dalam hal ini adalah sebagian usaha untuk membincangkan kumpulan makna umum
bagi individu untuk menafsirkan pengalaman dan mengatur tingkah lakunya. Konsep lain
yaitu simbol-simbol sakral, yang menghubungkan sebuah ontologi dan kosmologi dengan
estetika dan moralitas, di mana kekuatan khasnya berasal dari kemampuan mereka yang
dianggap ada untuk mengidentifikasikan fakta dengan nilai pada taraf yang paling
fundamental untuk memberikan pada sesuatu yang bagaimanapun juga bersifat faktual murni,
suatu muatan normatif yang komprehensif.

BAB III

PENUTUP

 KESIMPULAN

Metode kualitatif (Creswell, 2008) ialah suatu pendekatan atau penelusuran untuk
mengeksplorasi dan memahami suatu gejala sentral. Gejala sentral sendiri ialah peserta
meneliti atau mengajukan pertanyaan yang umum dan agak luas.Dalam Metode Kualitatif,
keadaan partisipan, lingkungan dan tempatnya menjadi aspek inti dalam penelitian. Situasi
harus benar-benar bertumpu pada fakta, bukan asumsi atau praduga. Para ilmuwan
antropologi-sosiologi meneliti dengan metode ini untuk memahamkan bagaimana orang
memberikan arti pada dunia dan lingkungannya. Bagi mereka, dunia dan lingkungan dapat
dipelajari secara ilmiah. Sedangkan Metode penelitian kuantitatif berlandaskan pada filsafat
positivisme, dipakai untuk meneliti pada populasi ataupun sampel tertentu, pengumpulan data
menggunakan alat ukur (instrumen) penelitian, analisa data bersifat kuantitatif/statistik,
dengan tujuan untuk menguji dan membuktikan hipotesis yang telah dibuat/ditetapkan.
Asumsi Dasar Pendekatan Kuantitatif Dalam penelitian ilmu sosial, setidaknya kita-
mengenal dua pendekatan yang memengaruhi proses penblitian, mulai dari merumuskan
permasalahan hingga mengambil kesimpulan. Fokus perhatian pada masyarakat tau
komunitas yang dalam perjalanan sejarahnya mengalami dinamika yang berbeda-beda antara
masyarakat yang satu dengan yang lain, membawa pembahasan mengenai perubahan menjadi
satu hal yang tidak mungkin dihindari. Sementara agama menjadi isu yang juga banyak
menghiasi diskusi-diskusi para akademisi/peneliti sosial-budaya, termasuk antropolog sejak
perkembangan awal hingga kini.

Bahkan agama menjadi salah satu bahan diskusi yang selalu menarik terutama ketika
agama dipolitisir oleh pihak-pihak tertentu untuk mendapatkan keuntungan, baik materil
maupun immateril.

DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai