Anda di halaman 1dari 32

MODUL

PENDIDIKAN DAN PELATIHAN


AUDITOR FORENSIK (EDISI 2021)

BUKU I

PRESENTASI ANTI FRAUD

SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI


BHAKTI PRASETYA KARYA PRAJA
JAKARTA - 2021
KATA PENGANTAR

Dalam rangka menampung perkembangan pengetahuan terkait anti fraud dan


relevan dengan kebutuhan bagi peserta pendidikan dan pelatihan audit forensik, maka
Modul Pendidikan dan Pelatihan Audit Forensik khususnya Buku 1 “Presentasi Anti Fraud”
terdapat beberapa penambahan dan perbaikan materi.

Pada BAB III. Pengertian Melakukan Presentasi Anti Fraud terdapat penambahan
materi Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Internal
Pemerintah (SPIP). Peraturan Pemerintah tersebut merupakan dasar kewajiban dan
pedoman untuk mengimplementasikan sistem pengendalian internal di lingkungan instansi
pemerintahan. Substansi SPIP tersebut terdapat kesesuaian dengan Standard for Internal
Control in the Federal Government yang diterbitkan US GAO. Dan keduanya menggunakan
The COSO’s Internal Control – Integrated Framework sebagai referensinya.

Pada BAB V Presentasi Anti Fraud terdapat pemutakhiran materi yang sebelumnya
merujuk pada 2004 Report to The Nations, Laporan Hasil Study ACFE, dimutakhirkan dengan
Laporan Hasil study ACFE tahun 2020. Selanjutnya pada butir C. Pengembangan Fraud
Control Plan terdapat penambahan materi terkait pengelompokan 10 atribut FCP ke dalam 5
kelompok.

Demikian perbaikan modul ini dilakukan dengan harapan moga upaya ini dapat
meningkatkan kompetensi peserta pendidikan & pelatihan dan peserta sertifikasi auditor
forensik dalam melaksanakan tugas audit di lingkungan kerjanya masing masing.

Akhir kata, kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
memberikan sumbangan pikiran maupun tenaga untuk terwujudnya revisi modul ini.

Jakarta, 13 April 2021


Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi BPKP

i
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR i
ii
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN 1
A. TUJUAN PEMBELAJARAN UMUM 2
B. TUJUAN PEMBELAJARAN KHUSUS 2
C. DESKRIPSI SINGKAT STRUKTUR MODUL 2
D. METODE PEMBELAJARAN 3

BAB II STANDAR KERJA KOMPETENSI NASIONAL INDONESIA (SKKNI)


MELAKUKAN PRESENTASI ANTI-FRAUD 4
A. JUDUL DAN DESKRIPSI UNIT 4
B. ELEMEN DAN KRITERIA UNJUK KERJA 4

BAB III PENGERTIAN MELAKUKAN PRESENTASI ANTI FRAUD 6


A. MENURUT KAMUS BESAR 6
B. MENURUT PAKAR DAN BUKU LAIN 6

BAB IV PRESENTASI DAN DEFINISI 15


A. MELAKUKAN PRESENTASI YANG EFEKTIF 15
B. TIPS MEMBUAT PRESENTASI DALAM BENTUK POWERPOINT 16
C. MENUTUP PRESENTASI DENGAN BAIK SEKALIGUS MEYAKINKAN 17

BAB V PRESENTASI ANTI FRAUD 22


A. STRATEGI MEMERANGI FRAUD 25
B. KEGIATAN DALAM RANGKA MEMERANGI FRAUD 26
C. PENGEMBANGAN FCP 26
D. SOSIALISASI 28
E. PENELAAHAN TERHADAP KELEMAHAN PERATURAN
PERUNDANG-UNDANGAN 28

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN

Presentasi yang baik dimulai dengan pembukaan yang baik. Jika pada kesempatan
sebelumnya telah dijelaskan bagaimana melakukan persiapan untuk menghasilkan
presentasi yang meyakinkan, maka kali ini akan dibahas bagaimana membuka presentasi
dengan baik. Pembukaan yang baik akan sangat menentukan keberhasilan sebuah presentasi
sebagaimana pembukaan yang buruk juga akan cenderung membuat presentasi menjadi
gagal.
Sebelum memulai presentasi, persiapan yang matang adalah kunci keberhasilan.
Sebelum memberikan presentasi, periksalah segala kelengkapan yang Anda bawa: laptop,
file presentasi, ruangan, proyektor, AC dan segala sesuatunya. Jika Anda menggunakan slide,
pastikan slide tersebut dapat ditampilkan dengan baik di layar. Ada kalanya warna yang
Anda lihat di depan komputer tidak sama dengan tampilan di layar karena perbedaan setting
peralatan. Lakukan penyesuaian yang diperlukan. Jika ada warna yang tidak pas, segera ubah
sehingga dapat terbaca dengan jelas dan mudah di layar. Jangan sampai Anda baru
mengetahui ada yang tidak beres ketika presentasi telah berjalan. Banyak kejadian seperti ini
terjadi bahkan pada presentasi penting dan membuat frustrasi baik presenter maupun
audiens.
Presentasi yang baik dimulai dengan pembukaan yang kuat. Tujuan pembukaan untuk
memberi gambaran tentang topik presentasi dan apa yang diharapkan sesudahnya.
Pembukaan merupakan bagian penting untuk menarik perhatian audiens. Karena itu,
rencanakan pembukaan dengan baik. Jika Anda lancar dalam beberapa kalimat pertama,
Insya Allah kalimat-kalimat berikutnya akan lebih mudah untuk disampaikan. Akan tetapi jika
pembukaan sudah tersendat, biasanya mood Anda juga akan menjadi tidak nyaman dan
keseluruhan presentasi bisa gagal.
Pada saat Anda membuka presentasi, ucapkan salam dengan bersahabat dan tataplah
dengan ramah seluruh audiens yang hadir secara bergantian. Berikan senyuman Anda dan
rasakan senyuman tulus itu akan mempengaruhi audiens untuk juga tersenyum. Aspek
penting di sini adalah ketulusan. Percayalah, jika Anda melakukannya dengan tulus dan
bukan karena terpaksa, apa yang Anda sampaikan akan mempengaruhi orang lain.

1
Pada tahap ini tidak selalu audiens akan merespon Anda dengan baik. Untuk itu,
jangan terpengaruh jika ada audiens yang seolah meremehkan atau tidak peduli bahwa Anda
ada di depannya. Kuatkan tekad Anda bahwa nantinya dia akan terpukau menyaksikan
presentasi yang dibawakan.

A. TUJUAN PEMBELAJARAN UMUM


Setelah mempelajari modul ini, peserta diharapkan dapat melakukan presentasi anti
fraud. Dengan demikian, seorang auditor forensik selain dapat melakukan audit forensik juga
dapat mempresentasikan hasil audit forensik tersebut.
Kompetensi ini pada umumnya dilakukan oleh auditor forensic dalam melakukan
presentasi tentang anti-fraud kepada focus group sebagai bagian dari upaya preventif dalam
penanggulangan fraud atau kegiatan sosialisasi yang terkait dengan upaya pemberantasan
fraud.

B. TUJUAN PEMBELAJARAN KHUSUS


Kemampuan yang diharapkan dari pembelajaran ini bagi peserta pelatihan adalah
sebagai berikut:
1. Mampu untuk mengidentifikasi referensi yang terkait dengan materi anti-fraud.
2. Mampu menyimpulkan referensi yang dipilih.
3. Mampu memformulasi isi materi presentasi.
4. Mampu menjelaskan materi presentasi dan menjawab pertanyaan sehubungan dengan
materi yang dipaparkan.

C. DESKRIPSI SINGKAT STRUKTUR MODUL


Modul ini terdiri dari Bab dengan deskripsi sebagai berikut:

Bab I PENDAHULUAN
Bab ini memuat Tujuan Pembelajaran Umum, Tujuan Pembelajaran Khusus,
Struktur Modul, dan Metode Pembelajaran.

BAB II STANDAR KERJA KOMPETENSI NASIONAL INDONESIA (SKKNI)


Bab ini menguraikan unit kompetensi, elemen, dan kriteria unjuk kerja terkait
dengan kemampuan auditor forensik melakukan presentasi anti fraud sesuai
dengan SKKNI.

2
BAB III PENGERTIAN DAN DEFINISI
Bab ini menguraikan pengertian dan/atau definisi presentasi anti fraud berdasarkan
pendapat para pakar dan Kamus Besar Bahasa Indonesia.

BAB IV PRESENTASI
Bab ini menguraikan teknik-teknik presentasi yang baik dan peran auditor forensik
dalam mempresentasikan anti-fraud.
BAB V PRESENTASI ANTI FRAUD
Bab ini menguraikan materi tentang anti-fraud yang akan dipresentasikan auditor.

D. METODE PEMBELAJARAN
Metode pembelajaran yang diterapkan dalam modul ini adalah metode andragogi
yaitu kombinasi antara metode ceramah, diskusi, dan tanya jawab. Peserta mengikuti
pembelajaran secara aktif dalam acara presentasi, diskusi, simulasi dan mengerjakan tugas.

3
BAB II
STANDAR KERJA KOMPETENSI NASIONAL INDONESIA (SKKNI)
MELAKUKAN PRESENTASI ANTI FRAUD

Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia yang selanjutnya disingkat SKKNI, adalah
rumusan kemampuan kerja yang mencakup aspek pengetahuan, keterampilan dan atau
keahlian serta sikap kerja yang relevan dengan pelaksanaan tugas dan syarat jabatan yang
ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Dengan dikuasainya standar kompetensi tersebut oleh seseorang, maka yang
bersangkutan akan mampu:
1. Mengerjakan suatu tugas atau pekerjaan
2. Mengorganisasikan agar pekerjaan tersebut dapat dilaksanakan
3. Apa yang harus dilakukan bilamana terjadi sesuatu yang berbeda dengan rencana semula
4. Menggunakan kemampuan yang dimilikinya untuk memecahkan masalah atau melaksanakan
tugas dengan kondisi yang berbeda
Standar kompetensi kerja sebagaimana dimaksud dalam deskripsi tersebut di atas,
diformulasikan dengan menggunakan format Regional Model of Competency Standard (RMCS).
Standar kompetensi format RMCS adalah standar kompetensi yang dikembangkan berdasar pada
fungsi-fungsi dan tugas-tugas yang ada pada bidang pekerjaan dan bukan berdasar pada jabatan.

A. JUDUL DAN DESKRIPSI UNIT


Judul unit kompetensi ini melakukan presentasi anti fraud dengan deskripsi unit
berhubungan dengan pengetahuan, keterampilan, dan sikap kerja penyajian informasi
sebagai upaya menjelaskan prinsip dan konsep anti-fraud secara efektif dan jelas.

B. ELEMEN DAN KRITERIA UNJUK KERJA


Elemen dari unit kompetensi melakukan presentasi anti fraud terdiri atas lima elemen
dengan masing-masing unjuk kerja, sebagai berikut:
1. Mengumpulkan materi yang akan disajikan
a. Referensi-referensi anti fraud diinventarisasi dan dinilai
b. Referensi dipilih sesuai kebutuhan focus group

4
2. Menyiapkan bahan anti-fraud yang akan dipresentasikan
a. Referensi dituangkan ke dalam format presentasi
b. Konsep presentasi dikonsultasikan dengan pihak yang berwenang untuk mendapat
reviu dan persetujuan
c. Perangkat presentasi dan alat bantu yang dibutuhkan dicek kesiapannya

3. Melakukan presentasi anti-fraud


a. Teknik penyajian dan komunikasi yang baik digunakan
b. Pertanyaan dan masukan dari peserta dianalisis dan dijawab

4. Membuat laporan pelaksanaan presentasi anti-fraud


a. Bahan-bahan untuk membuat laporan disiapkan
b. Laporan pelaksanaan presentasi dibuat sesuai dengan format yang telah ditentukan
c. Laporan disampaikan kepada pimpinan

5. Memberikan layanan konsultasi


a. Informasi yang diperlukan didiskusikan dengan calon pengguna potensial
b. Pemberian informasi dan menginterpretasikannya dalam arahan yang relevan
dilakukan
c. Saran untuk meningkatkan nilai dari informasi yang ada disampaikan

5
BAB III
PENGERTIAN DAN DEFINISI

A. MENURUT KAMUS BESAR BAHASA INDONESIA


Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), berikut adalah definisi beberapa istilah
yang dipakai dalam judul modul ini, yaitu:
“Presentasi adalah pemberian (hadiah); pengucapan pidato (pada penerimaan suatu
jabatan); perkenalan (seorang kepada seseorang, biasanya kedudukannya lebih tinggi);
penyajian atau pertunjukkan (sandiwara, film, dsb) kepada orang-orang yang diundang;
mem.pres.sen.ta.si.kan menyajikan; mengemukakan (diskusi dsb)”

“anti (awalan yang berarti:) melawan; menentang; memusuhi; anti tidak setuju; tidak
suka (senang)

“fraud (curang tidak jujur); tidak lurus hati; tidak adil; mencurangi berbuat curang thd
seseorang; menipu; mengakali; kecurangan (n) perihal curang; perbuatan yg curang;
ketidak jujuran; keculasan”

B. MENURUT BUKU LAIN DAN PARA PAKAR


Presentasi adalah sebentuk komunikasi. Komunikasi presentasi dilakukan secara
terpadu: lewat suara, gambar, dan bahasa tubuh. Dalam buku Psikologi Komunikasi,
Jalaluddin Rakhmat mengutip definisi komunikasi dari Hovland, Janis dan Kelly sebagai
berikut:
“the process by which an individual (the communicator) transmits stimuli (usually verbal)
to modify the behavior of other individuals (the audience)”

Sebuah proses di mana seorang individu (komunikator) mengirimkan rangsangan


(stimulus, yang biasanya berbentuk verbal) untuk mengubah perilaku individu lain
(audiens).

Menurut SKKNI, Fraud adalah Perbuatan yang disengaja atau diniatkan untuk
menghilangkan uang atau harta seseorang dengan cara akal bulus, penipuan atau cara lain
yang tidak fair.

Wikipedia mengartikan Fraud sebagai berikut:

“In the broadest sense, a fraud is an intentional deception made for personal gain or to
damage another individual.”

“Dalam pengertian luas, Fraud adalah suatu bentuk penipuan yang disengaja/direncakan
demi keuntungan dan kemakmuran pribadi/perseorangan atau untuk
merusak/mengganggu kehidupan dan kekayaan orang lain.”

6
Fraud: Kesengajaan melakukan kesalahan terhadap kebenaran untuk tujuan
mendapatkan sesuatu yang bernilai atas kerugian orang lain atau mendapatkannya dengan
membelokkan hukum atau kesalahan representasi suatu fakta, baik dengan kata maupun
tindakan; kesalahan alegasi (mendakwa orang melakukan tindakan criminal), menutupi
sesuatu yang harus terbuka, menerima tindakan atau sesuatu yang salah dan merencanakan
melakukan sesuatu yang salah kepada orang lain sehingga dia bertindak di atas hukum yang
salah. (Black’s Law Dictionary)
Anti Fraud: Peraturan yang dimaksudkan untuk mengontrol atau menghambat kecurangan
(Ilyas, Yasis; Fraud: Biaya Terselubung Pelayanan Kesehatan; Pusat Kajian Ekonomi;2000)
Dalam melakukan presentasi seorang auditor forensik harus memahami bagaimana
menyajikan fraud yang terjadi dan fraud itu sendiri. Istilah fraud lebih luas dari korupsi,
bahkan korupsi merupakan cabang atau bagian dari fraud. Hal tersebut sesuai dengan
pernyataan ACFE (2006) yaitu; “The three major types of occupational fraud are : Corruption,
Asset Misappropariation, and Fraudulent Statement”. Klasifikasi fraud menurut ACFE (2006)
tersebut dapat digambarkan dengan skema “Fraud Tree” sebagai berikut :
FRAUD TREE

Sumber: Fraud Examiners manual. Association of Certified Fraud Examiners (ACFE), 2006

Pengklasifikasian lainnya dinyatakan oleh Jones dan Bates (1990) yang menyatakan
fraud dalam Theft Act 1968 adalah penggelapan yang meliputi berbagai kecurangan, antara
lain penipuan yang disengaja (intentional deceit), pemalsuan rekening (falsification of

7
account), praktik jahat (corrupt practices), penggelapan atau pencurian (embezzlement) dan
korupsi (corruption). Fraud terjadi dimana seseorang memperoleh kekayaan atau
keuntungan keuangan melalui kecurangan atau penipuan. Kecurangan semacam ini
menunjukkan adanya keinginan yang disengaja, tidak termasuk ketidaktahuan.
Terdapat beberapa istilah dan definisi lain yang dinyatakan oleh para ahli untuk
menjelaskan tentang fraud. Definisi yang disampaikan oleh Ionescu (2007), fraud sebagai
”Fraud is a crime, and also a civil law violation”. Selanjutnya Bologna et al. (1993)
mendefinisikan fraud sebagai “Fraud is criminal deception intended to financially benefit the
deceiver”, yaitu kecurangan adalah penipuan kriminal yang bermaksud untuk memberi
manfaat keuangan kepada si penipu. Fraud menurut Howard dan Sheetz (2007) adalah
“Fraud is an activity that takes place in a social setting and has severe consequence for the
economy, corporations, and individuals”. Pengertian lainnya tentang fraud didefinisikan
oleh O’Gara (2004) ;
”Fraud encompasses an array of irregularities and illegal acts characterized by
intentional deception. It can be perpetrated for the benefit of or to the detriment of the
organization and by persons outside as well as inside the organization”.
Salah satu kendala mengapa upaya memerangi fraud cenderung mengalami kegagalan
adalah karena upaya yang dilakukan adalah terbatas hanya kepada memerangi fraud sebagai
pokok permasalahan, bukan untuk dimengerti mengapa fraud itu terjadi. Walaupun
merupakan pengetahuan umum bahwa manusia dan korporasi melaksanakan fraud, sering
tidak dimengerti mengapa mereka melakukan fraud. Memahami penyebab dibalik fraud
adalah penting dalam mencegah fraud.
Beberapa teori tentang alasan orang dan/atau korporasi melakukan fraud, diantaranya
adalah Fraud Triangle Theory, dan GONE Theory.
I. Fraud Triangle Theory

Konsep fraud triangle yang dicetuskan oleh Dr. Donald R. Cressey menjelaskan 3 (tiga)
faktor penyebab yang muncul dalam setiap situasi fraud. Perbedaan faktor-faktor dalam
segitiga tersebut menjelaskan mengapa fraud dilakukan dalam suatu situasi dimana terdapat
kelemahan pengendalian intern. Fraud triangle mendefinisikan tiga elemen yang muncul
dalam setiap situasi fraud. Ketiga unsur tersebut harus ada pada suatu kejadian fraud, jika
satu elemen dihilangkan, fraud tidak akan dilakukan atau akan dicegah dengan pengendalian

8
internal organisasi. Selanjutnya terdapat tiga faktor penyebab seseorang melakukan fraud,
yaitu:

1. Opportunity
Untuk melakukan fraud tergantung pada kedudukan pelaku terhadap objek fraud.
Kesempatan untuk melakukan fraud selalu ada pada setiap kedudukan. Namun secara
umum manajemen suatu organisasi mempunyai kesempatan yang lebih besar untuk
melakukan fraud dibandingkan dengan karyawannya. Peluang menggambarkan adanya
kelemahan dalam struktur pengendalian intern sehingga memungkinkan fraud terjadi.
Kelemahan ini biasanya berasal dari 1) aktivitas pengendalian yang buruk, 2) tidak
dijalankannya kegiatan pengendalian atau 3) kombinasi keduanya. Fraud biasanya dimulai
dari yang kecil dan tumbuh dari waktu ke waktu. Seringkali pelaku fraud menguji
pengendalian intern sebuah organisasi dengan transaksi berskala kecil untuk menemukan
pengendalian intern. Selanjutnya pelaku akan terus mengeksploitasi kelemahan untuk
mendapatkan yang lebih besar tanpa terdeteksi. Banyak bukti bahwa kegagalan
pengendalian intern memberikan kesempatan pelaku untuk melakukan fraud. Pelaku fraud
sangat kreatif dalam mengidentifikasi cara untuk mengalahkan pengendalian intern dan
menemukan cara untuk menyembunyikan tindakannya. Dari tiga unsur fraud triangle,
penghapusan unsur kesempatan merupakan cara yang tepat untuk ditindaklanjuti dalam
pencegahan fraud. Namun demikian suatu organisasi masih harus memperhatikan unsur
lainnya melalui pengembangan dan pelaksanaan suatu sistem pengendalian intern secara
konsisten.
2. Motives
Motif adalah alasan seseorang melakukan fraud yang menyebabkan seseorang
bertindak atau bereaksi dan sering menyatakan secara tidak langsung suatu emosi atau
nafsu. Motif juga merupakan kekuatan penggerak di belakang seseorang yang berubah dari
taat hukum menjadi pelaku kejahatan. Ada banyak motif untuk melaksanakan fraud, yang
utama adalah terkait keserakahan, hidup dibawah garis keinginan, adanya kebutuhan
keuangan yang segera, hutang, kecanduan judi, tekanan keluarga, dan banyak hal lainnya.
Keserakahan merupakan kekuatan yang memotivasi semua jenis fraud, khususnya pada
kasus yang terjadi beberapa tahun belakangan ini. Walaupun keserakahan adalah motif yang
umum, kadang-kadang rasa balas dendam dan ego juga berperan dalam melakukan fraud.

9
Seorang pegawai mungkin merasa marah terhadap perusahaan karena beberapa kesalahan
yang dibebankan padanya dan ia mungkin mencoba membalasnya dengan melakukan fraud.
Seringkali motif pelaku fraud adalah nafsu untuk mengalahkan sistem. Orang mungkin
berpikir bahwa ia mempunyai kompetensi yang lebih baik dari yang lainnya, dan ia yakin
tidak akan ada orang yang dapat menghentikan karena kepandaiannya.
3. Rationalization
Rasionalisasi ini terjadi apabila sesorang membangun pembenaran atas fraud yang
dilakukannya. Pelaku akan mencari alasan atau pembenaran bahwa fraud yang dilakukannya
bukan merupakan tindakan fraud. Rasionalisasi juga menjelaskan mengapa suatu organisasi
tidak harus mempertimbangkan kejadian kecil yang tidak penting atas fraud. Bahkan dalam
fraud yang kecil, pelaku telah dirasionalisasikan bahwa tindakan mereka tersebut bukan
sebagai suatu bentuk kejahatan. Ini akan lebih mudah bagi mereka untuk memperluas dan
meningkatkan aktivitas kegiatan mereka jika mereka diberikan kesempatan. Adanya istilah
fraud kecil mengindikasikan adanya pola pikir yang tidak sehat untuk keberhasilan
organisasi.

THE FRAUD TRIANGLE

Motivation

Opportunity Rationalization

Sumber : The Handbook of Fraud Deterrence, Cendrowski et al. (2007)

Pengelolaan rasionalisasi yang paling efektif adalah melalui unsur pengendalian intern
yaitu menciptakan lingkungan pengendalian yang baik. Karyawan harus mendapatkan

10
penguatan pemahaman yang konsisten dari apa yang dianggap perilaku yang pantas, baik
melalui kebijakan tertulis dan perilaku manajemen yang tepat. Mencegah rasionalisasi
sangat terkait dengan kebijakan sumber daya manusia dan prosedur untuk menilai kepuasan
karyawan dan membantu mengembangkan budaya yang kuat.

Cendrowski et al. (2007) menyatakan bahwa mematahkan fraud triangle adalah kunci
untuk pencegahan fraud, jika suatu organisasi dapat menemukan cara untuk mematahkan
dan menghapus salah satu unsur fraud triangle maka organisasi seharusnya dapat
mengurangi potensi terjadinya fraud. Dari tiga unsur fraud triangle, penghapusan atas unsur
kesempatan adalah yang berdampak langsung terhadap sistem pengendalian intern dan
umumnya memberikan arah yang paling dapat ditindaklanjuti dalam pencegahan fraud.
Fraud triangle juga menyatakan bahwa fraud dapat berkembang semakin kompleks karena
kombinasi faktor-faktor situasional.
Sebelumnya Baker (1990) berpendapat bahwa dalam beberapa kasus, walaupun
pengendalian intern lemah, tidak ada kemungkinan fraud. Sementara dalam beberapa kasus
lainnya, ketika pengendalian internal yang baik telah berlangsung pegawai dapat mengatur
untuk mematahkan pengendalian internal dan melakukan fraud. Lebih lanjut Baker juga
berpendapat, bahwa kesempatan dan motivasi adalah faktor utama yang mempengaruhi
timbulnya fraud, sehingga sebuah organisasi akan lebih mudah terkena fraud ketika
kesempatan dan motivasi tersebut berlangsung bersamaan dari individu.
Pada sekitar tahun 1980, fraud telah dipelajari dan dianalisa oleh Dr. W Steve Albrecht
dari Brigham Young University. Temuannya menunjukkan bahwa orang yang melakukan
fraud di tempat kerja adalah orang yang hidup di bawah keinginannya dan mempunyai utang
karena judi, mempunyai nafsu untuk mempunyai status pribadi yang baik, atau tertekan
untuk mempertahankan status keluarganya. Pegawai-pegawai tersebut yakin bahwa mereka
dibayar terlalu rendah atau kurang dihargai dan karenanya lebih suka mencuri dari tempat
kerjanya. Nafsu untuk memberi merchandise yang gratis kepada teman atau keluarga juga
merupakan suatu motivator untuk melakukan fraud (BPKP, 2010). Lebih lanjut Albecht et al.
(1984) menjelaskan bahwa fraud timbul ketika seseorang mendapatkan tekanan untuk
melakukan fraud (pressure), rasionalisasi untuk membenarkan perilaku fraudulent
(rationalization), dan peluang untuk melakukan fraud (opportunity). Ketiga faktor situasional
ini secara bersama dikenal sebagai “Fraud Scale”.

11
Pemberian pemahaman sistem pengendalian intern diharapkan dapat mengurangi
sebab-sebab seseorang melakukan fraud. Pencegahan fraud pada umumnya adalah aktivitas
yang dilaksanakan dalam penetapan kebijakan, sistem dan prosedur yang membantu dewan
komisaris, manajemen, dan personil lain perusahaan untuk dapat memberikan keyakinan
memadai dalam mencapai tujuan organisasi yaitu: Efektivitas dan efisiensi operasi,
keandalan pelaporan keuangan, dan kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang
berlaku (The Committee of Sponsoring Organizations of the Treadway Commission - COSO,
1992). Lebih lanjut COSO (1992) menyatakan bahwa untuk tercapainya ke tiga tujuan pokok
di atas, maka fraud yang mungkin terjadi harus dicegah dengan cara-cara sebagai berikut:

1. Membangun Struktur Pengendalian Internal yang baik


Dengan semakin berkembangnya suatu perusahaan, maka tugas manajemen untuk
mengendalikan jalannya perusahaan menjadi semakin berat. Agar tujuan yang telah
ditetapkan top management dapat dicapai, keamanan harta perusahaan terjamin dan
kegiatan operasi bisa dijalankan secara efektif dan efisien, manajemen perlu mengadakan
struktur pengendalian internal yang baik dan efektif dalam mencegah fraud.
2. Mengefektifkan Aktivitas Pengendalian
Untuk mengefektifkan aktivitas pengendalian dapat dilakukan dengan melakukan reviu
kinerja, pengolahan informasi, pengendalian fisik, dan pemisahan tugas.
3. Meningkatkan Kultur Organisasi
Meningkatkan kultur organisasi dapat dilakukan dengan mengpenerapankan prinsip-
prinsip tata kelola yang baik yang saling terkait antara yang satu dengan yang lain agar dapat
mendorong kinerja sumber-sumber perusahaan secara efisien, menghasilkan nilai ekonomi
jangka panjang dan berkesinambungan.
4. Mengefektifkan Fungsi Audit Internal
Walaupun audit internal tidak dapat menjamin bahwa fraud dalam perusahaan tidak
akan terjadi, namun auditor internal harus menggunakan kemahiran dan kemampuannya
jabatannya dengan seksama sehingga diharapkan mampu mendeteksi terjadinya fraud dan
dapat memberikan saran-saran yang bermanfaat kepada manajemen untuk mencegah
terjadinya fraud.
Konsep Sistem Pengendalian Intern (internal control) sebagai sistem untuk pencegahan
terjadinya fraud berkembang terus. Pada 1992, muncul The COSO’s Internal Control –

12
Integrated Framework yang memperkenalkan sistem pengendalian internal dengan muatan
komponen Control Environment, Risk Management, Control Activities, Information &
Communication, and Monitoring sebagaimana tergambar dalam figure berikut ini
GAMBAR
THE COSO INTERNAL CONTROL - INTEGRATED FRAMEWORK
Sasaran Organisasi

Lingkup Penerapan SPI


5 Komponen
dari SPI

COSO 1992
Kelima unsur tersebut merupakan satu kesatuan yang harus diterapkan pada semua
tingkatan dan unit (Unit A, Unit B) dalam suatu organisasi serta pada semua kegiatan
(Activity 1, Activity 2) yang dilakukan pada organisasi tersebut dalam rangka mencapai
tujuan organisasi yang berupa effectiveness and efficiency of operation, reliability of
Financial Reporting, and Compliance with applicable laws and regulations.
Konsep SPI dari The COSO’s Internal Control Integrated - Framework dipergunakn
sebagai salah satu referensi dalam Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang
Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP). SPIP, menurut PP Nomor 60 Tahun 2008,
adalah suatu proses yang integral pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terus
menerus oleh pimpinan dan seluruh pegawai untuk memberikan keyakinan memadai atas
tercapainya tujuan organisasi melalui kegiatan yang efektif dan efisien, keandalan pelaporan
keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundang-
undangan.
COSO terus menerus mengembangkan konsep SPI. Pada tahun 2004 terbit COSO
Enterprise Risk Management-Integrated Framework dan terakhir tahun 2013 terbit COSO
Ehanced Internal Control-Integrated Framework. Perkembangan tersebut tergambar di
bawah beikut ini.

13
COSO ICIF 1992 COSO ERM IF 2004 COSO E-ICIF 2013

II. GONE THEORY


GONE Theory yang dikemukakan oleh Jack Bologna menjelaskan bahwa terdapat empat
faktor yang mendorong seseorang berperilaku menyimpang dalam hal ini berperilaku fraud.
Keempat faktor tersebut adalah :
1. Greed atau keserakahan, berkaitan dengan adanya perilaku serakah yang secara
potensial ada di dalam diri setiap orang;
2. Opportunity atau kesempatan, berkaitan dengan keadaan organisasi atau instansi
atau masyarakat yang sedemikian rupa sehingga terbuka kesempatan bagi seseorang
untuk melakukan kecurangan terhadapnya;
3. Needs atau kebutuhan, berkaitan dengan faktor-faktor yang dibutuhkan oleh
individu-individu untuk menunjang hidupnya yang menurutnya wajar; dan
4. Exposure atau pengungkapan, berkaitan dengan tindakan atau konsekuensi yang
akan dihadapi oleh pelaku kecurangan apabila pelaku ditemukan melakukan
kecurangan.

Berdasarkan teori di atas, suatu perbuatan kecurangan akan dapat muncul apabila
terdapat GONE yang kondusif untuk kecurangan tersebut. Misalnya, ada situasi dimana
seseorang tidak bisa mengendalikan diri sehingga sifat serakahnya muncul dalam intensitas
tinggi dan didukung dengan kebutuhan hidup yang mengikuti gaya hidup yang boros.
Bersamaan dengan itu, organisasi tempat dia bekerja tidak memiliki perangkat kendali yang
memadai. Tambahan lagi, pelaksanaan sanksi hukum yang berkaitan dengan perbuatan
kecurangan, fraud, korupsi, juga tidak tegas. Dalam keadaan seperti itu, maka sangat besar
kemungkinan orang tersebut melakukan perbuatan fraud.

14
BAB IV
PRESENTASI DAN DEFINISI

A. MELAKUKAN PRESENTASI YANG EFEKTIF


Beberapa langkah yang dapat membantu tercapainya presentasi yang efektif:
1. Menguasai Materi
Kunci utama tampil dengan tenang adalah penguasaan materi presentasi. Semakin Anda
menguasai materi, semakin tenang hati Anda, semakin mantap presentasi Anda. Jika
anda tampil penuh percaya diri, maka hadirin pasti akan menyimak semua ucapan Anda.

2. Perhatikan Penampilan
Dandanan dan pilihan busana yang tepat, akan membuat Anda semakin percaya diri.
Kenakan busana yang berpotongan manis, dan sopan. Jangan gunakan rok yang terlalu
mini atau blouse berleher terlalu rendah yang bisa membuat Anda tampil Kurang sopan.

3. Nada Suara
Nada suara yang tegas dan tutur kata yang terjaga dijamin akan menjadi daya tarik
utama Anda, dibandingkan dengan penggunaan suara yang terlalu melengking atau gaya
bicara yang meledak-ledak.

4. Pada saat presentasi


a. Usahakan datang lebih awal dr waktu yang ditentukan;
b. Gunakan waktu seefisien mungkin;
c. Gunakan pakaian yang sopan tentunya;
d. Sebisa mungkin untuk tidak membicarakan hal yang tidak penting dan yang audiens
tidak mau dengar;
e. Berbicaralah dengan lugas dan sopan;
f. Jangan banyak bergerak, karena akan mengganggu konsentrasi peserta.

5. Pada saat tanya jawab, catat pertanyaan dan jawablah dengan lugas.

Keberhasilan dari sebuah presentasi adalah kita mengerti tentang isi yang akan
dipresentasikan sehingga pada saat menjelaskan tidak terbata-bata atau kebingungan
sendiri. Untuk itu pahami isinya dan lakukan persiapan yang matang, karena tujuan dari

15
presentasi adalah untuk membuat para audiens mengerti dan memahami serta tertarik dari
isi presentasi yang ditawarkan.

B. TIPS MEMBUAT PRESENTASI DALAM BENTUK POWERPOINT

1. Mudah dibaca
Presentasi yang baik adalah yang mudah dibaca, jadi pergunakan huruf standar misal
Arial atau Times New Roman. Selain itu pergunakan huruf yang cukup besar, jangan
sampai Audience kesulitan membaca karena huruf yang anda pergunakan terlalu kecil.

2. Judul yang jelas pada setiap Slide


Pergunakanlah huruf tebal, jelas dan mudah dibaca pada setiap judul slide anda.

3. Background yang sederhana


Perhatikan background yang anda pergunakan pada setiap slide yang anda buat. Jangan
sampai kalimat yang ada tulis jadi tidak bisa terbaca dengan jelas, karena anda memakai
background yang terlalu kontras.

4. Grafik dan Diagram


Mempergunakan gambar seperti grafik dan diagram akan membantu anda untuk lebih
menjelaskan tentang topik yang sedang anda presentasikan. Selain itu dengan
mempergunakan grafik atau diagram, akan sedikit menyegarkan suasana dan
mengundang perhatian para audience

5. Tetap fokus
Tulislah hal-hal pokok atau penting saja yang ada hubungan dengan topik yang sedang
anda presentasikan. Jangan menggunakan terlalu banyak kata atau kalimat dalam satu
slide presentasi. Cukup anda tulis judul atau garis besarnya saja.

6. Kontinu
Penting diperhatikan, setiap slide yang anda buat satu sama lain saling berhubungan.

16
7. Jangan terlalu banyak slide
Jangan membuat slide presentasi yang terlalu banyak untuk satu topik yang anda bahas.
Buatlah Slide seefisien mungkin. Kalau topik yang anda bahas memang panjang,
penjelasan secara lisan tentu lebih baik.

8. Berbicara yang jelas


Saat presentasi sedang berlangsung berbicara dengan jelas. Sehingga audience bisa
memahami presentasi yang anda sampaikan. Kebanyakan audience beranggapan
bahwa sebuah presentasi Powerpoint selalu kering dan membosankankan, dengan
kreativitas anda dan pembicaraan yang baik, anda bisa mengubah pandangan tersebut.

9. Beri kesempatan untuk bertanya


Kalau bisa, luangkan waktu untuk memberikan kesempatan kepada audience untuk
bertanya tentang hal-hal yang tidak dimengerti dari presentasi yang anda sampaikan.

10. Future Follow Up


Hal penting lainnya, adalah beri kesempatan kepada audience untuk bertanya di lain
waktu mengenai topik presentasi yang anda sampaikan. Jadi jangan segan-segan untuk
mencantumkan e-mail, no. telepon atau website anda di akhir presentasi anda.
Sehingga mereka bisa bertanya kapanpun juga. Ini semua bisa menjadi nilai plus bagi
anda.

C. MENUTUP PRESENTASI DENGAN BAIK SEKALIGUS MEYAKINKAN


Penutup sebuah presentasi sama pentingnya dengan pembukaan. Jika pembukaan
berfungsi untuk menciptakan motivasi mendengarkan isi presentasi, maka penutupan
berperan untuk membuat audiens ingat pesan utama presentasi. Mereka akan terus
mengingat dan melaksanakannya setelah presentasi selesai.
Audiens akan mudah mengingat sesuatu yang disampaikan paling akhir. Dengan
demikian, fungsi penutupan yang baik sekaligus meyakinkan sangat penting dalam sebuah
presentasi, sebagaimana bahasan berikut:

1. Mencapai Tujuan Presentasi


Dalam presentasi, penutup sama pentingnya dengan pembukaan. Jika pembukaan
menciptakan motivasi dan membuat audiens bersemangat untuk mendengarkan Anda,

17
maka penutupan akan membuat audiens ingat dengan pesan utama presentasi. Mereka
akan terus mengingat dan melaksanakannya setelah presentasi selesai. Penutupan yang
mantap dan terangkumnya presentasi dalam kalimat yang mudah memastikan
tercapainya tujuan presentasi.
Tujuan utama presentasi adalah memberi informasi atau membujuk seseorang
melakukan sesuatu. Lewat penutupan, tegaskan kembali apa yang Anda harapkan dari
audiens setelah mereka selesai mendengarkan keseluruhan presentasi Anda. Ini
istilahnya, Anda harus menyampaikan call to action, yaitu tindakan apa yang harus
dilakukan audiens setelah ini.

2. Fungsi Penutupan
Penutup presentasi sangat penting untuk menyampaikan tujuan Anda. Sebagai seorang
presenter, ada tiga fungsi utama penutupan yang perlu Anda sampaikan:

a. Rangkum apa yang sudah Anda jelaskan.


b. Ringkas dalam satu kalimat penting.
c. Buat audiens selalu ingat untuk bertindak.

Dengan melakukan tiga hal di atas, mudah bagi Anda untuk memastikan bahwa tujuan
akhir presentasi bisa tercapai. Anda telah membantu audiens untuk memahami apa
yang telah Anda presentasikan, juga tindakan apa yang diharapkan dari mereka. Anda
juga membantu audiens untuk selalu mengingat presentasi Anda.
Setelah mendengarkan presentasi selama 30 atau 45 menit, audiens tentu sudah banyak
melupakan apa yang sebelumnya Anda sampaikan. Untuk itu Anda perlu membantu
mereka merangkum kembali apa-apa yang penting. Perjelas mana poin utama yang
penting dan harus mereka ingat.
“Bagian penutup adalah bagian di mana audiens akan menyegel kesan mereka terhadap
presentasi Anda, dan pesan apa dari Anda yang akan mereka ingat. Berilah mereka
impresi positif dan pesan yang kuat.” (Muhammad Noer).

3. Memahami ‘Call to Action’ atau ‘Seruan untuk Bertindak’


Call to action adalah sebuah seruan dari Anda sebagai presenter untuk mengajak
audiens melakukan suatu tindakan. Tindakan apa yang diharapkan, tergantung dari
tujuan presentasi Anda.

18
a. Jika Anda memberikan presentasi tentang manfaat dan fitur sebuah produk, maka
call to action-nya adalah ajakan untuk membeli produk tersebut.
b. Jika Anda memberikan presentasi tentang bahaya dan resiko merokok bagi
kesehatan, maka call to action-nya adalah mengajak berhenti merokok.
c. Jika Anda memberikan presentasi tentang pemanasan global yang semakin
mengkhawatirkan, maka call to action-nya mengajak audiens untuk peduli tentang
pemanasan global. Lebih spesifik lagi, misalnya berbentuk tindakan nyata seperti
mengajak mereka mematikan listrik jika tidak perlu, atau bersepeda ke tempat kerja.
d. Jika Anda memberikan presentasi sebuah mata kuliah yang menjelaskan pemasaran
internasional, maka call to action-nya bisa sebuah persetujuan bahwa pemasaran
internasional itu penting.

Untuk itu, Anda harus memahami dengan baik apa sebenarnya yang Anda harapkan dari
audiens. Pikirkan Tujuan Akhir Yang Ingin Anda Capai Dari Sebuah Presentasi. Sebelum
Anda menyusun kalimat penutup presentasi, pikirkan secara dalam apa tujuan akhir
yang ingin Anda capai melalui presentasi. Tindakan apa yang Anda harapkan dilakukan
audiens. Langkah awal apa yang Anda ingin untuk mereka kerjakan.

Ada kalanya Anda tidak perlu menyampaikan tujuan akhir sebagai call to action. tapi
mungkin sebuah tindakan yang menuju ke tujuan akhir tersebut. Contohnya, presentasi
tentang manfaat dan fitur sebuah produk pasti bertujuan untuk mengajak audiens
membeli dan menggunakan produk tersebut. Namun jika Anda langsung meminta
audiens untuk membeli, bisa jadi mereka belum siap. Apakah harganya terlalu mahal,
produk tersebut perlu dipertimbangkan lagi, atau alasan lainnya.
Untuk itu Anda juga bisa menyampaikan call to action berbentuk sebuah “tindakan
antara”, yang tujuan akhirnya mengarahkan audiens melakukan pembelian seperti
contoh-contoh call to action berikut ini:

a. Silakan akses www.membacacepat.com untuk mendapat informasi lebih lanjut.


b. Hubungi tim kami untuk melakukan test drive.
c. Silakan ambil sampel produk yang disediakan.
d. Silakan berlangganan gratis selama tiga bulan pertama.

19
Cara di atas lebih halus. Juga, dalam banyak hal, akan mendukung tercapainya tujuan
akhir yang diharapkan (tindakan pembelian). Perlu diperhatikan jika Anda memilih untuk
menyampaikan “tindakan antara” sebagai call to action, maka pastikan tindakan
tersebut mendukung tercapainya “tindakan akhir”.

Sebagai contoh, ketika Anda menyampaikan “silakan akses website berikut untuk info
lebih lanjut”, pastikan halaman website tersebut benar-benar dirancang untuk
membantu audiens melakukan keputusan akhir. Ketika Anda mengajak mereka
berlangganan gratis selama tiga bulan, maka pastikan proses berlangganan tersebut
terasa nyaman sehingga audiens akan memutuskan untuk berlangganan selamanya.

4. Menyusun Kalimat Penutup Presentasi


Anda harus mengerti tujuan presentasi yang ingin dicapai dengan tajam. Setelah itu,
susunlah kalimat penutup yang mantap. Berikut tiga langkah sederhana untuk menutup
presentasi dengan baik:

a. Rangkum presentasi Anda, maksimal dalam tiga poin utama.


b. Ringkas dalam sebuah pernyataan penting yang mudah diingat
c. Sampaikan kalimat yang menjadi call to action

Misalkan, presentasi Anda adalah tentang “Membangun Budaya Belajar Dalam


Organisasi”. Dalam presentasi tersebut telah Anda jelaskan apa budaya belajar itu,
bagaimana sebuah organisasi belajar, bagaimana menjadikan belajar sebagai budaya,
dan contoh berbagai organisasi yang mampu melakukan hal tersebut.

Maka, sebagai penutup, Anda bisa menyampaikan hal berikut:

Langkah 1: Rangkum informasi utama

Mudahkan audiens untuk melihat kembali esensi dari apa yang sudah Anda sampaikan
dengan merangkumnya ke dalam poin-poin sederhana yang mudah diingat.
“Jadi, para hadirin, setelah Anda melihat bagaimana membangun budaya belajar dalam
organisasi, inilah tiga hal yang perlu diingat:
a. Budaya belajar tumbuh dari individu
b. Individu harus diingatkan akan kemampuannya belajar dan mengajar

20
c. Terciptanya proses belajar mengajar akan menjadi awal terciptanya sebuah
“organisasi pembelajar”

Langkah 2: Ringkas dalam pernyataan

Anda bisa meringkas tujuan dalam pernyataan tertentu, baik Anda buat sendiri ataupun
menggunakan ucapan orang lain.
Contohnya, jika dikaitkan dengan “organisasi pembelajar”, maka kutipan dari Alvin
Toffler berikut ini bisa digunakan.
“Sebagai penutup, saya ingin mengutip pernyataan Alvin Toffler: The illiterate of
the 21st century will not be those who cannot read and write, but those who
cannot learn, unlearn, and relearn. (Orang-orang yang tidak bisa membaca di abad
21 bukanlah mereka yang tidak bisa baca tulis, namun mereka adalah orang-orang
yang tidak bisa mempelajari sesuatu (learn), melepaskan apa yang sudah pernah
dipelajari karena tidak lagi relevan (unlearn), dan mengulang pembelajaran untuk
memperbaiki atau memperkuat hasil pembelajaran tentang sesuatu (relearn).)”
Jangan lupa, jelaskan juga maksud kutipan Anda jika diperlukan (misal, jika
berbahasa asing) agar audiens menangkap maksudnya.

Langkah 3: Sampaikan call to action-nya


“Mulailah budaya belajar dari organisasi Anda sekarang, atau bersiaplah untuk
tertinggal.”

Demikianlah tips menutup presentasi dengan kuat dan meyakinkan. Jika Anda
melakukannya, maka audiens akan selalu mengingat apa yang Anda sampaikan sekaligus
melaksanakannya

21
BAB V
PRESENTASI ANTI FRAUD

Dalam presentasi anti fraud atau ekspose, kecukupan informasi yang ditindaklanjuti
dengan penugasan bidang investigasi sesuai dengan jenis penyimpangan/hambatan yang
diadukan adalah yang memenuhi kriteria 5W+1H sebagai berikut:

1. What (Apa – Jenis Penyimpangan dan Dampaknya)


Informasi yang ingin diperoleh adalah substansi penyimpangan yang diadukan. Informasi
ini berguna dalam hipotesis awal untuk mengungkapkan jenis-jenis penyimpangan yang
tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan serta dampak adanya
penyimpangan.

2. Who (Siapa – Pihak-pihak Yang Bertanggung Jawab)


Informasi ini berkaitan dengan substansi siapa yang melakukan penyimpangan atau
kemungkinan siapa saja yang dapat diduga melakukan penyimpangan, dan pihak-pihak
yang terkait yang perlu dimintakan keterangan/penjelasan.

3. Where (Dimana – Tempat Terjadinya Penyimpangan)


Informasi ini berkaitan dengan tempat dimana terjadinya penyimpangan khususnya
institusi/unit kerja tempat terjadinya penyimpangan. Informasi ini sangat berguna
dalam menetapkan ruang lingkup penugasan bidang investigasi serta membantu dalam
menentukan locus (Tempat dimana penyimpangan tersebut terjadi).

4. When (Kapan – Waktu Terjadinya Penyimpangan)


Informasi ini berkaitan dengan kapan penyimpangan ini terjadi yang akan
mempengaruhi penetapan ruang lingkup penugasan bidang investigasi. Penentuan
tempus (Saat/waktu terjadinya penyimpangan) membantu pemahaman Auditor atas
peraturan perundang- undangan yang berlaku saat terjadinya penyimpangan, sehingga
dalam mengungkapkan fakta dan proses kejadian serta pengumpulan bukti dapat
diselaraskan dengan kriteria yang berlaku.

5. Why (Mengapa – Penyebab Terjadinya Penyimpangan)


Informasi yang ingin diperoleh adalah mengapa seseorang melakukan penyimpangan.
Hal ini berkaitan dengan motivasi seseorang melakukan penyimpangan yang akan dapat
mengarah kepada pembuktian unsur niat (intent).

22
6. How (Bagaimana – Modus Penyimpangan)
Informasi ini berkaitan dengan bagaimana penyimpangan tersebut terjadi yang akan
membantu dalam menyusun modus operandi penyimpangan tersebut serta meyakini
penyembunyian (concealment), dan pengonversian (convertion) hasil penyimpangan.

Dalam kondisi tertentu, yaitu informasi yang diperoleh sangat terbatas tetapi terdapat
keyakinan berdasarkan pertimbangan profesional Auditor bahwa laporan/pengaduan
masyarakat layak ditindaklanjuti minimal informasi harus memenuhi kriteria 3W (what,
where, when). Pertimbangan profesional dimaksud adalah pendapat penelaah yang
didasarkan pada data empiris kasus sejenis dan/atau berdasarkan informasi lain yang
mendukung laporan/ pengaduan masyarakat tersebut.

Dianjurkan 4 (empat) aktivitas untuk menyikapi fraud, masing-masing adalah :

1. Pencegahan Fraud
2. Pendeteksian awal fraud
3. Investigasi fraud
4. Tindak lanjut hukum

Beberapa penelitian yang dilakukan oleh pihak-pihak yang memiliki kompetensi


ternyata menunjukkan bahwa :

1. Menurut hasil penelitian Puslitbangwas BPKP


Hasil penelitian Puslitbangwas BPKP tahun 1996/1997 berjudul “Penelitian Mengenai
Korupsi: Jajak Pendapat Tentang Praktik, Faktor Penyebab, Instansi yang Terlibat, Cara
Penanggulangan, Kegiatan yang Rawan Korupsi, Hambatan yang Dihadapi dan Tendensi
Korupsi” menjelaskan bahwa:
a. Penyalahgunaan wewenang, pembayaran fiktif, kolusi/persekongkolan, biaya
perjalanan dinas fiktif, dan suap/uang pelicin, merupakan persepsi rata-rata
responden terhadap tindakan korupsi. Sedangkan pergeseran mata anggaran,
menerima hadiah, dan menerima sumbangan, masih diragukan sebagai tindakan
korupsi.
b. Faktor utama penyebab korupsi menurut responden adalah moral yang rendah,
sanksi yang lemah, rendahnya disiplin, sifat konsumtif dan kurangnya pengawasan
dalam organisasi.

23
c. Upaya paling efektif dalam memberantas korupsi menurut responden adalah
pemberian contoh oleh atasan, sanksi yang tegas tanpa pandang bulu, perbaikan
penghasilan, pendidikan agama dan etika, perbaikan sistem birokrasi, peningkatan
pengawasan, transparansi kebijakan pemerintah, dan peningkatan peran lembaga
legislatif.
2. Menurut hasil study ACFE (Association of Certified Fraud Examiners) dalam 2020 Report
to The Nation, dengan jumlah kasus 2.504 yang berasal dari 125 negara dengan rata-rata
kerugian $1,509,000.00 per kasus. Beberapa simpulan lainnya sebagai berikut:
a. Korupsi adalah problem yang tersebar secara luas yang mempengaruhi organisasi,
seberapapun ukurannya, dimanapun lokasinya, serta apapun industrinya. ACFE
menyimpulkan bahwa hampir mustahil untuk menghitung dampak korupsi terhadap
kehidupan ekonomi suatu negara karena tidak semua korupsi terdeteksi dan
terlaporkan, namun ditengarai sangat besar dan berbahaya;
b. Berdasarkan jenis fraud, frekuensi kasus dan nilai rata-rata kerugiannya, Asset
Misappropriation 86% of cases dengan median loss $100,000.00; Corruption 43% of
cases dengan median loss $200,000.00; dan Financial Statement Fraud 10% of cases
dengan median loss $954,000.00. Hal ini menunjukkan bahwa fraud yang dilakukan
owner/excecutive, walaupun frekuensinya kecil namun nilai dampak kerugiannya
jauh lebih besar daripada fraud yang dilakukan pegawai di level yang lebih rendah.
c. Durasi fraud hingga berhasil terdeteksi adalah 14 bulan. Semakin panjang durasi
terdeteksinya fraud semakin besar kerugian yang terjadi.
d. Pelaku fraud 72% adalah laki-laki dengan median loss $150,000.00 dibandingkan
dengan 28% perempuan dengan median loss $85,000.00.
e. Berkaitan dengan pengungkapan fraud, metode yang paling efektif dalam
mengungkapkan fraud adalah “tip” (43%), internal audit 15% dan management reviu
12%. Dan 50% dari tip berasal dari pegawai internal organisasi yang bersangkutan.
Informasi ini memberikan saran bahwa mekanisme pelaporan dan saluran
komunikasi yang terbuka dari pegawai kepada manajemen suatu organisasi dapat
memiliki pengaruh positif dalam mendeteksi fraud;
f. Tiga utama terkait dengan kelemahan pengendalian adalah 35% Lack of internal
controls, 19% lack of management reviu, dan 14% Override of existing internal
controls;

24
g. Metode penyembunyian jejak fraud (concealment) yang sering dilakukan adalah 40%
membuat dokumen baru (create fraudulent physical documents), dan 36% merubah
dokumen (altered physical document).

A. STRATEGI MEMERANGI FRAUD


Oleh karena permasalahan korupsi sebagaimana, antara lain, telah diuraikan diatas,
maka diperlukan peran nyata seluruh instansi pemerintah, untuk mempersiapkan diri dan
mengembangkan pendekatan yang lebih efektif dalam mencegah dan menanggulangi fraud.
Pendekatan yang telah dikembangkan (oleh BPKP) yang akan diuraikan pada bagian
setelah ini, tidak dirancang untuk menggantikan ataupun mengecilkan arti pendekatan yang
telah ada, namun, dalam hal-hal tertentu dapat bersifat melengkapi atupun
menyempurnakan yang telah ada.
Secara konsepsi, dikaitkan dengan permasalahan korupsi yang telah diuraikan
terdahulu, maka upaya mencegah dan menanggulangi korupsi dilakukan dengan pendekatan
berikut :
1. Seharusnya dan senantiasa perlu diupayakan agar setiap organisasi pemerintahan
hendaknya mencegah, menangkal serta dapat dengan mudah untuk mendeteksi
kejadian fraud melalui serangkaian upaya kegiatan menurut pendekatan preventif;
2. Jika belum dapat atau tidak dapat mencegah, setiap organisasi pemerintahan
hendaknya dapat segera mendeteksi, mengungkapkan fakta kejadian, dan
menindaklanjuti sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
3. Setiap organisasi pemerintahan perlu berupaya meningkatkan kepedulian individu
didalam dan diluar organisasi untuk dapat mendorong peran memerangi fraud sesuai
dengan kemampuan/peran yang dimiliki melalui upaya edukatif.

Pendekatan di atas itulah yang dimaksudkan dengan Pendekatan Tiga Pilar, yaitu
Preventif, Investigatif, dan Edukatif. Terminologi Pendekatan Tiga Pilar tersebut diatas telah
diakomodasikan pada Lampiran Pidato Kenegaraan Presiden Republik Indonesia dan
Keterangan Pemerintah atas Rancangan Undang-Undang Tentang Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara Tahun Anggaran 2005 serta Nota Keuangan di depan Sidang Dewan
Perwakilan Rakyat tanggal 16 Agustus 2004, buku II halaman V-48.

25
Keberhasilan kegiatan memerangi korupsi, setelah fraud terjadi, adalah bersifat
paradoksal, yaitu semakin banyak mendeteksi dan menyelesaikan kasus berindikasi fraud,
bukan merupakan kondisi umum yang dikehendaki masyarakat karena pada dasarnya
kejadian fraud bukan kejadian yang dikehendaki masyarakat. Atau dengan kata lain, kegiatan
yang lebih masuk akal adalah mencegah fraud sebelum terjadi.
Secara hipotetis, dapat saja organisasi pemerintahan belum memiliki dan atau
mengimplementasikan atribut pengendalian yang dirancanag secara spesifik untuk
mencegah kemungkinan kejadian berindiksi fraud yang dalam kajian ini disebut Program Anti
Korupsi.

B. KEGIATAN DALAM RANGKA MEMERANGI FRAUD


Menurut rumusan kegiatan pada Rencana Stratejik BPKP Tahun 2005 – 2010, Program
Peningkatan pengawasan dan Akuntabilitas Aparatur Negara melalui : Penyelenggaraan
Pemeriksaan dan Pengawasan Bidang Investigasi , kegiatan dalam rangka memerangi fraud
antara lain sebagai berikut :
1. Audit investigatif;
2. Melakukan perhitungan kerugian keuangan negara;
3. Bimbingan teknis evaluasi dan implementasi fraud control planning (FCP);
4. Sosialisasi Program Anti Korupsi kepada kelompok masyarakat tertentu;
5. Penelaahan atas kelemahan peraturan;

C. PENGEMBANGAN FRAUD CONTROL PLAN (FCP)


Fraud Control Plan (FCP) dimaksudkan sebagai suatu program yang dirancang untuk
melindungi entitas pemerintahan (harta, pendapatan, biaya, bantuan, serta hak) dari
kemungkinan kejadian fraud/korupsi yang ditandai dengan eksistensi dan implementasi
atribut berikut :
1. Kebijakan makro terintegrasi;
2. Struktur pertanggungjawaban;
3. Fraud risk assessment;
4. Kepedulian pegawai;
5. Kepedulian pelanggan dan masyarakat;
6. Sistem pelaporan kejadian fraud;

26
7. Pengungkapan yang dilindungi;
8. Penyampaian kepada pihak eksternal;
9. Standar investigasi;
10. Standar perilaku dan disiplin.
Atribut-atribut FCP sebagaimana diuraikan di atas dapat dikelompokkan menjadi:

1. Integrated Macro Policy adalah kebijakan menyeluruh dan terintegrasi yang dibuat oleh
manajemen yang dituangkan dalam bentuk kebijakan anti fraud dan struktur
pertanggungjawaban.

2. Fraud Risk Assessment adalah penilaian untuk memberikan gambaran pada organisasi
mengenai risiko kemungkinan kejadian fraud.

3. Community Awareness adalah kepedulian para pihak terhadap fraud dalam suatu
organisasi.

4. Reporting System merupakan prosedur penanganan fraud. Prosedur ini terdiri dari
atribut: sistem pelaporan kejadian fraud, pengungkapan kepada pihak eksternal dan
prosedur investigasi.

5. Conduct and Disciplinary Standard merupakan nilai-nilai anti fraud yang dianut oleh
seluruh anggota organisasi dan seluruh pihak yang bekerja atas nama organisasi

FRAUD CONTROL PLAN DALAM 5 KELOMPOK

Siklus pengembangan FCP meliputi sosialisasi, asistensi, implementasi, dan


pemantauan tindak lanjut.

27
D. SOSIALISASI
Sosialisasi adalah kegiatan pembelajaran kepada publik dengan kriteria tertentu
dengan tujuan memberikan pemahaman atas permasalahan fraud sehingga kepedulian
masyarakat semakin meningkatkan.

E. PENELAAHAN TERHADAP KELEMAHAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN


Kegiatan menelaah peraturan yang diindikasikan menjadi penyebab kejadian fraud
bertujuan untuk memberikan rekomendasi penyempurnaan atas kelemahan tertentu.

28
DAFTAR PUSTAKA

Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No: KEP-46/MEN/II/2009. PENETAPAN


STANDAR KOMPETENSI KERJA NASIONAL INDONESIA BIDANG AUDIT FORENSIK.

Pedoman Penugasan Bidang Investigasi. Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan.


2009

Fraud Examiners Manual, 3rd Edition, Association of Certified Fraud Examiners, Inc., Austin,
2000

Bologna, Jack, Corporate Fraud: The Basics of Prevention andf Detection, Butterworth
Publishers, Boston, 1984

Albrecht, W. Steve, Fraud Examination, Thomson, South – Western

Management Anti Fraud Programs and Controls, down load dari ACFE Web Site :
www.CFEnet.com/services/FrdPrevCheckUp.asp.

Office of Public Management, NSW Premier’s Department, Fraud Control : Developing an


Effective Strategy, Volume 1Conceptual Framework.

----------, Fraud Control : Developing an Effective Strategy, Volume 2 Strategy.

----------, Fraud Control : Developing an Effective Strategy, Volume 3 Diagnostic

Designing a Robust Fraud Prevention Program, The Wite Paper Vol. 18 No. 1
January/February 2004, Association of Certified Fraud Examiner.

Investigative Audit Guidance Manual, BPKP dan Ernst & Young Consulting, Tahun 2004
Hasil Penelitian: Jajak Pendapat Tentang Praktik, Faktor Penyebab, Instansi yang Terlibat,
Cara Penanggulangan, Kegiatan yang Rawan Korupsi, hambatan yang Dihadapi, dan
Tendensi Korupsi 1996/1997, BPKP.

Pemantauan Pemanfaatan dan Tindak Lanjut Penelitian Semester II Tahun 2002, BPKP.
Report to the Nation 2020, Association of Certified Fraud Examiners

Fraud Examiners Manual, 3rd Edition, Association of Certified Fraud Examiners, Inc., Austin,
2000
Albrecht, W. Steve. Fraud Examination, Thomson South-Western, United States

29

Anda mungkin juga menyukai