BUKU I
Pada BAB III. Pengertian Melakukan Presentasi Anti Fraud terdapat penambahan
materi Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Internal
Pemerintah (SPIP). Peraturan Pemerintah tersebut merupakan dasar kewajiban dan
pedoman untuk mengimplementasikan sistem pengendalian internal di lingkungan instansi
pemerintahan. Substansi SPIP tersebut terdapat kesesuaian dengan Standard for Internal
Control in the Federal Government yang diterbitkan US GAO. Dan keduanya menggunakan
The COSO’s Internal Control – Integrated Framework sebagai referensinya.
Pada BAB V Presentasi Anti Fraud terdapat pemutakhiran materi yang sebelumnya
merujuk pada 2004 Report to The Nations, Laporan Hasil Study ACFE, dimutakhirkan dengan
Laporan Hasil study ACFE tahun 2020. Selanjutnya pada butir C. Pengembangan Fraud
Control Plan terdapat penambahan materi terkait pengelompokan 10 atribut FCP ke dalam 5
kelompok.
Demikian perbaikan modul ini dilakukan dengan harapan moga upaya ini dapat
meningkatkan kompetensi peserta pendidikan & pelatihan dan peserta sertifikasi auditor
forensik dalam melaksanakan tugas audit di lingkungan kerjanya masing masing.
Akhir kata, kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
memberikan sumbangan pikiran maupun tenaga untuk terwujudnya revisi modul ini.
i
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR i
ii
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN 1
A. TUJUAN PEMBELAJARAN UMUM 2
B. TUJUAN PEMBELAJARAN KHUSUS 2
C. DESKRIPSI SINGKAT STRUKTUR MODUL 2
D. METODE PEMBELAJARAN 3
DAFTAR PUSTAKA
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Presentasi yang baik dimulai dengan pembukaan yang baik. Jika pada kesempatan
sebelumnya telah dijelaskan bagaimana melakukan persiapan untuk menghasilkan
presentasi yang meyakinkan, maka kali ini akan dibahas bagaimana membuka presentasi
dengan baik. Pembukaan yang baik akan sangat menentukan keberhasilan sebuah presentasi
sebagaimana pembukaan yang buruk juga akan cenderung membuat presentasi menjadi
gagal.
Sebelum memulai presentasi, persiapan yang matang adalah kunci keberhasilan.
Sebelum memberikan presentasi, periksalah segala kelengkapan yang Anda bawa: laptop,
file presentasi, ruangan, proyektor, AC dan segala sesuatunya. Jika Anda menggunakan slide,
pastikan slide tersebut dapat ditampilkan dengan baik di layar. Ada kalanya warna yang
Anda lihat di depan komputer tidak sama dengan tampilan di layar karena perbedaan setting
peralatan. Lakukan penyesuaian yang diperlukan. Jika ada warna yang tidak pas, segera ubah
sehingga dapat terbaca dengan jelas dan mudah di layar. Jangan sampai Anda baru
mengetahui ada yang tidak beres ketika presentasi telah berjalan. Banyak kejadian seperti ini
terjadi bahkan pada presentasi penting dan membuat frustrasi baik presenter maupun
audiens.
Presentasi yang baik dimulai dengan pembukaan yang kuat. Tujuan pembukaan untuk
memberi gambaran tentang topik presentasi dan apa yang diharapkan sesudahnya.
Pembukaan merupakan bagian penting untuk menarik perhatian audiens. Karena itu,
rencanakan pembukaan dengan baik. Jika Anda lancar dalam beberapa kalimat pertama,
Insya Allah kalimat-kalimat berikutnya akan lebih mudah untuk disampaikan. Akan tetapi jika
pembukaan sudah tersendat, biasanya mood Anda juga akan menjadi tidak nyaman dan
keseluruhan presentasi bisa gagal.
Pada saat Anda membuka presentasi, ucapkan salam dengan bersahabat dan tataplah
dengan ramah seluruh audiens yang hadir secara bergantian. Berikan senyuman Anda dan
rasakan senyuman tulus itu akan mempengaruhi audiens untuk juga tersenyum. Aspek
penting di sini adalah ketulusan. Percayalah, jika Anda melakukannya dengan tulus dan
bukan karena terpaksa, apa yang Anda sampaikan akan mempengaruhi orang lain.
1
Pada tahap ini tidak selalu audiens akan merespon Anda dengan baik. Untuk itu,
jangan terpengaruh jika ada audiens yang seolah meremehkan atau tidak peduli bahwa Anda
ada di depannya. Kuatkan tekad Anda bahwa nantinya dia akan terpukau menyaksikan
presentasi yang dibawakan.
Bab I PENDAHULUAN
Bab ini memuat Tujuan Pembelajaran Umum, Tujuan Pembelajaran Khusus,
Struktur Modul, dan Metode Pembelajaran.
2
BAB III PENGERTIAN DAN DEFINISI
Bab ini menguraikan pengertian dan/atau definisi presentasi anti fraud berdasarkan
pendapat para pakar dan Kamus Besar Bahasa Indonesia.
BAB IV PRESENTASI
Bab ini menguraikan teknik-teknik presentasi yang baik dan peran auditor forensik
dalam mempresentasikan anti-fraud.
BAB V PRESENTASI ANTI FRAUD
Bab ini menguraikan materi tentang anti-fraud yang akan dipresentasikan auditor.
D. METODE PEMBELAJARAN
Metode pembelajaran yang diterapkan dalam modul ini adalah metode andragogi
yaitu kombinasi antara metode ceramah, diskusi, dan tanya jawab. Peserta mengikuti
pembelajaran secara aktif dalam acara presentasi, diskusi, simulasi dan mengerjakan tugas.
3
BAB II
STANDAR KERJA KOMPETENSI NASIONAL INDONESIA (SKKNI)
MELAKUKAN PRESENTASI ANTI FRAUD
Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia yang selanjutnya disingkat SKKNI, adalah
rumusan kemampuan kerja yang mencakup aspek pengetahuan, keterampilan dan atau
keahlian serta sikap kerja yang relevan dengan pelaksanaan tugas dan syarat jabatan yang
ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Dengan dikuasainya standar kompetensi tersebut oleh seseorang, maka yang
bersangkutan akan mampu:
1. Mengerjakan suatu tugas atau pekerjaan
2. Mengorganisasikan agar pekerjaan tersebut dapat dilaksanakan
3. Apa yang harus dilakukan bilamana terjadi sesuatu yang berbeda dengan rencana semula
4. Menggunakan kemampuan yang dimilikinya untuk memecahkan masalah atau melaksanakan
tugas dengan kondisi yang berbeda
Standar kompetensi kerja sebagaimana dimaksud dalam deskripsi tersebut di atas,
diformulasikan dengan menggunakan format Regional Model of Competency Standard (RMCS).
Standar kompetensi format RMCS adalah standar kompetensi yang dikembangkan berdasar pada
fungsi-fungsi dan tugas-tugas yang ada pada bidang pekerjaan dan bukan berdasar pada jabatan.
4
2. Menyiapkan bahan anti-fraud yang akan dipresentasikan
a. Referensi dituangkan ke dalam format presentasi
b. Konsep presentasi dikonsultasikan dengan pihak yang berwenang untuk mendapat
reviu dan persetujuan
c. Perangkat presentasi dan alat bantu yang dibutuhkan dicek kesiapannya
5
BAB III
PENGERTIAN DAN DEFINISI
“anti (awalan yang berarti:) melawan; menentang; memusuhi; anti tidak setuju; tidak
suka (senang)
“fraud (curang tidak jujur); tidak lurus hati; tidak adil; mencurangi berbuat curang thd
seseorang; menipu; mengakali; kecurangan (n) perihal curang; perbuatan yg curang;
ketidak jujuran; keculasan”
Menurut SKKNI, Fraud adalah Perbuatan yang disengaja atau diniatkan untuk
menghilangkan uang atau harta seseorang dengan cara akal bulus, penipuan atau cara lain
yang tidak fair.
“In the broadest sense, a fraud is an intentional deception made for personal gain or to
damage another individual.”
“Dalam pengertian luas, Fraud adalah suatu bentuk penipuan yang disengaja/direncakan
demi keuntungan dan kemakmuran pribadi/perseorangan atau untuk
merusak/mengganggu kehidupan dan kekayaan orang lain.”
6
Fraud: Kesengajaan melakukan kesalahan terhadap kebenaran untuk tujuan
mendapatkan sesuatu yang bernilai atas kerugian orang lain atau mendapatkannya dengan
membelokkan hukum atau kesalahan representasi suatu fakta, baik dengan kata maupun
tindakan; kesalahan alegasi (mendakwa orang melakukan tindakan criminal), menutupi
sesuatu yang harus terbuka, menerima tindakan atau sesuatu yang salah dan merencanakan
melakukan sesuatu yang salah kepada orang lain sehingga dia bertindak di atas hukum yang
salah. (Black’s Law Dictionary)
Anti Fraud: Peraturan yang dimaksudkan untuk mengontrol atau menghambat kecurangan
(Ilyas, Yasis; Fraud: Biaya Terselubung Pelayanan Kesehatan; Pusat Kajian Ekonomi;2000)
Dalam melakukan presentasi seorang auditor forensik harus memahami bagaimana
menyajikan fraud yang terjadi dan fraud itu sendiri. Istilah fraud lebih luas dari korupsi,
bahkan korupsi merupakan cabang atau bagian dari fraud. Hal tersebut sesuai dengan
pernyataan ACFE (2006) yaitu; “The three major types of occupational fraud are : Corruption,
Asset Misappropariation, and Fraudulent Statement”. Klasifikasi fraud menurut ACFE (2006)
tersebut dapat digambarkan dengan skema “Fraud Tree” sebagai berikut :
FRAUD TREE
Sumber: Fraud Examiners manual. Association of Certified Fraud Examiners (ACFE), 2006
Pengklasifikasian lainnya dinyatakan oleh Jones dan Bates (1990) yang menyatakan
fraud dalam Theft Act 1968 adalah penggelapan yang meliputi berbagai kecurangan, antara
lain penipuan yang disengaja (intentional deceit), pemalsuan rekening (falsification of
7
account), praktik jahat (corrupt practices), penggelapan atau pencurian (embezzlement) dan
korupsi (corruption). Fraud terjadi dimana seseorang memperoleh kekayaan atau
keuntungan keuangan melalui kecurangan atau penipuan. Kecurangan semacam ini
menunjukkan adanya keinginan yang disengaja, tidak termasuk ketidaktahuan.
Terdapat beberapa istilah dan definisi lain yang dinyatakan oleh para ahli untuk
menjelaskan tentang fraud. Definisi yang disampaikan oleh Ionescu (2007), fraud sebagai
”Fraud is a crime, and also a civil law violation”. Selanjutnya Bologna et al. (1993)
mendefinisikan fraud sebagai “Fraud is criminal deception intended to financially benefit the
deceiver”, yaitu kecurangan adalah penipuan kriminal yang bermaksud untuk memberi
manfaat keuangan kepada si penipu. Fraud menurut Howard dan Sheetz (2007) adalah
“Fraud is an activity that takes place in a social setting and has severe consequence for the
economy, corporations, and individuals”. Pengertian lainnya tentang fraud didefinisikan
oleh O’Gara (2004) ;
”Fraud encompasses an array of irregularities and illegal acts characterized by
intentional deception. It can be perpetrated for the benefit of or to the detriment of the
organization and by persons outside as well as inside the organization”.
Salah satu kendala mengapa upaya memerangi fraud cenderung mengalami kegagalan
adalah karena upaya yang dilakukan adalah terbatas hanya kepada memerangi fraud sebagai
pokok permasalahan, bukan untuk dimengerti mengapa fraud itu terjadi. Walaupun
merupakan pengetahuan umum bahwa manusia dan korporasi melaksanakan fraud, sering
tidak dimengerti mengapa mereka melakukan fraud. Memahami penyebab dibalik fraud
adalah penting dalam mencegah fraud.
Beberapa teori tentang alasan orang dan/atau korporasi melakukan fraud, diantaranya
adalah Fraud Triangle Theory, dan GONE Theory.
I. Fraud Triangle Theory
Konsep fraud triangle yang dicetuskan oleh Dr. Donald R. Cressey menjelaskan 3 (tiga)
faktor penyebab yang muncul dalam setiap situasi fraud. Perbedaan faktor-faktor dalam
segitiga tersebut menjelaskan mengapa fraud dilakukan dalam suatu situasi dimana terdapat
kelemahan pengendalian intern. Fraud triangle mendefinisikan tiga elemen yang muncul
dalam setiap situasi fraud. Ketiga unsur tersebut harus ada pada suatu kejadian fraud, jika
satu elemen dihilangkan, fraud tidak akan dilakukan atau akan dicegah dengan pengendalian
8
internal organisasi. Selanjutnya terdapat tiga faktor penyebab seseorang melakukan fraud,
yaitu:
1. Opportunity
Untuk melakukan fraud tergantung pada kedudukan pelaku terhadap objek fraud.
Kesempatan untuk melakukan fraud selalu ada pada setiap kedudukan. Namun secara
umum manajemen suatu organisasi mempunyai kesempatan yang lebih besar untuk
melakukan fraud dibandingkan dengan karyawannya. Peluang menggambarkan adanya
kelemahan dalam struktur pengendalian intern sehingga memungkinkan fraud terjadi.
Kelemahan ini biasanya berasal dari 1) aktivitas pengendalian yang buruk, 2) tidak
dijalankannya kegiatan pengendalian atau 3) kombinasi keduanya. Fraud biasanya dimulai
dari yang kecil dan tumbuh dari waktu ke waktu. Seringkali pelaku fraud menguji
pengendalian intern sebuah organisasi dengan transaksi berskala kecil untuk menemukan
pengendalian intern. Selanjutnya pelaku akan terus mengeksploitasi kelemahan untuk
mendapatkan yang lebih besar tanpa terdeteksi. Banyak bukti bahwa kegagalan
pengendalian intern memberikan kesempatan pelaku untuk melakukan fraud. Pelaku fraud
sangat kreatif dalam mengidentifikasi cara untuk mengalahkan pengendalian intern dan
menemukan cara untuk menyembunyikan tindakannya. Dari tiga unsur fraud triangle,
penghapusan unsur kesempatan merupakan cara yang tepat untuk ditindaklanjuti dalam
pencegahan fraud. Namun demikian suatu organisasi masih harus memperhatikan unsur
lainnya melalui pengembangan dan pelaksanaan suatu sistem pengendalian intern secara
konsisten.
2. Motives
Motif adalah alasan seseorang melakukan fraud yang menyebabkan seseorang
bertindak atau bereaksi dan sering menyatakan secara tidak langsung suatu emosi atau
nafsu. Motif juga merupakan kekuatan penggerak di belakang seseorang yang berubah dari
taat hukum menjadi pelaku kejahatan. Ada banyak motif untuk melaksanakan fraud, yang
utama adalah terkait keserakahan, hidup dibawah garis keinginan, adanya kebutuhan
keuangan yang segera, hutang, kecanduan judi, tekanan keluarga, dan banyak hal lainnya.
Keserakahan merupakan kekuatan yang memotivasi semua jenis fraud, khususnya pada
kasus yang terjadi beberapa tahun belakangan ini. Walaupun keserakahan adalah motif yang
umum, kadang-kadang rasa balas dendam dan ego juga berperan dalam melakukan fraud.
9
Seorang pegawai mungkin merasa marah terhadap perusahaan karena beberapa kesalahan
yang dibebankan padanya dan ia mungkin mencoba membalasnya dengan melakukan fraud.
Seringkali motif pelaku fraud adalah nafsu untuk mengalahkan sistem. Orang mungkin
berpikir bahwa ia mempunyai kompetensi yang lebih baik dari yang lainnya, dan ia yakin
tidak akan ada orang yang dapat menghentikan karena kepandaiannya.
3. Rationalization
Rasionalisasi ini terjadi apabila sesorang membangun pembenaran atas fraud yang
dilakukannya. Pelaku akan mencari alasan atau pembenaran bahwa fraud yang dilakukannya
bukan merupakan tindakan fraud. Rasionalisasi juga menjelaskan mengapa suatu organisasi
tidak harus mempertimbangkan kejadian kecil yang tidak penting atas fraud. Bahkan dalam
fraud yang kecil, pelaku telah dirasionalisasikan bahwa tindakan mereka tersebut bukan
sebagai suatu bentuk kejahatan. Ini akan lebih mudah bagi mereka untuk memperluas dan
meningkatkan aktivitas kegiatan mereka jika mereka diberikan kesempatan. Adanya istilah
fraud kecil mengindikasikan adanya pola pikir yang tidak sehat untuk keberhasilan
organisasi.
Motivation
Opportunity Rationalization
Pengelolaan rasionalisasi yang paling efektif adalah melalui unsur pengendalian intern
yaitu menciptakan lingkungan pengendalian yang baik. Karyawan harus mendapatkan
10
penguatan pemahaman yang konsisten dari apa yang dianggap perilaku yang pantas, baik
melalui kebijakan tertulis dan perilaku manajemen yang tepat. Mencegah rasionalisasi
sangat terkait dengan kebijakan sumber daya manusia dan prosedur untuk menilai kepuasan
karyawan dan membantu mengembangkan budaya yang kuat.
Cendrowski et al. (2007) menyatakan bahwa mematahkan fraud triangle adalah kunci
untuk pencegahan fraud, jika suatu organisasi dapat menemukan cara untuk mematahkan
dan menghapus salah satu unsur fraud triangle maka organisasi seharusnya dapat
mengurangi potensi terjadinya fraud. Dari tiga unsur fraud triangle, penghapusan atas unsur
kesempatan adalah yang berdampak langsung terhadap sistem pengendalian intern dan
umumnya memberikan arah yang paling dapat ditindaklanjuti dalam pencegahan fraud.
Fraud triangle juga menyatakan bahwa fraud dapat berkembang semakin kompleks karena
kombinasi faktor-faktor situasional.
Sebelumnya Baker (1990) berpendapat bahwa dalam beberapa kasus, walaupun
pengendalian intern lemah, tidak ada kemungkinan fraud. Sementara dalam beberapa kasus
lainnya, ketika pengendalian internal yang baik telah berlangsung pegawai dapat mengatur
untuk mematahkan pengendalian internal dan melakukan fraud. Lebih lanjut Baker juga
berpendapat, bahwa kesempatan dan motivasi adalah faktor utama yang mempengaruhi
timbulnya fraud, sehingga sebuah organisasi akan lebih mudah terkena fraud ketika
kesempatan dan motivasi tersebut berlangsung bersamaan dari individu.
Pada sekitar tahun 1980, fraud telah dipelajari dan dianalisa oleh Dr. W Steve Albrecht
dari Brigham Young University. Temuannya menunjukkan bahwa orang yang melakukan
fraud di tempat kerja adalah orang yang hidup di bawah keinginannya dan mempunyai utang
karena judi, mempunyai nafsu untuk mempunyai status pribadi yang baik, atau tertekan
untuk mempertahankan status keluarganya. Pegawai-pegawai tersebut yakin bahwa mereka
dibayar terlalu rendah atau kurang dihargai dan karenanya lebih suka mencuri dari tempat
kerjanya. Nafsu untuk memberi merchandise yang gratis kepada teman atau keluarga juga
merupakan suatu motivator untuk melakukan fraud (BPKP, 2010). Lebih lanjut Albecht et al.
(1984) menjelaskan bahwa fraud timbul ketika seseorang mendapatkan tekanan untuk
melakukan fraud (pressure), rasionalisasi untuk membenarkan perilaku fraudulent
(rationalization), dan peluang untuk melakukan fraud (opportunity). Ketiga faktor situasional
ini secara bersama dikenal sebagai “Fraud Scale”.
11
Pemberian pemahaman sistem pengendalian intern diharapkan dapat mengurangi
sebab-sebab seseorang melakukan fraud. Pencegahan fraud pada umumnya adalah aktivitas
yang dilaksanakan dalam penetapan kebijakan, sistem dan prosedur yang membantu dewan
komisaris, manajemen, dan personil lain perusahaan untuk dapat memberikan keyakinan
memadai dalam mencapai tujuan organisasi yaitu: Efektivitas dan efisiensi operasi,
keandalan pelaporan keuangan, dan kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang
berlaku (The Committee of Sponsoring Organizations of the Treadway Commission - COSO,
1992). Lebih lanjut COSO (1992) menyatakan bahwa untuk tercapainya ke tiga tujuan pokok
di atas, maka fraud yang mungkin terjadi harus dicegah dengan cara-cara sebagai berikut:
12
Integrated Framework yang memperkenalkan sistem pengendalian internal dengan muatan
komponen Control Environment, Risk Management, Control Activities, Information &
Communication, and Monitoring sebagaimana tergambar dalam figure berikut ini
GAMBAR
THE COSO INTERNAL CONTROL - INTEGRATED FRAMEWORK
Sasaran Organisasi
COSO 1992
Kelima unsur tersebut merupakan satu kesatuan yang harus diterapkan pada semua
tingkatan dan unit (Unit A, Unit B) dalam suatu organisasi serta pada semua kegiatan
(Activity 1, Activity 2) yang dilakukan pada organisasi tersebut dalam rangka mencapai
tujuan organisasi yang berupa effectiveness and efficiency of operation, reliability of
Financial Reporting, and Compliance with applicable laws and regulations.
Konsep SPI dari The COSO’s Internal Control Integrated - Framework dipergunakn
sebagai salah satu referensi dalam Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang
Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP). SPIP, menurut PP Nomor 60 Tahun 2008,
adalah suatu proses yang integral pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terus
menerus oleh pimpinan dan seluruh pegawai untuk memberikan keyakinan memadai atas
tercapainya tujuan organisasi melalui kegiatan yang efektif dan efisien, keandalan pelaporan
keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundang-
undangan.
COSO terus menerus mengembangkan konsep SPI. Pada tahun 2004 terbit COSO
Enterprise Risk Management-Integrated Framework dan terakhir tahun 2013 terbit COSO
Ehanced Internal Control-Integrated Framework. Perkembangan tersebut tergambar di
bawah beikut ini.
13
COSO ICIF 1992 COSO ERM IF 2004 COSO E-ICIF 2013
Berdasarkan teori di atas, suatu perbuatan kecurangan akan dapat muncul apabila
terdapat GONE yang kondusif untuk kecurangan tersebut. Misalnya, ada situasi dimana
seseorang tidak bisa mengendalikan diri sehingga sifat serakahnya muncul dalam intensitas
tinggi dan didukung dengan kebutuhan hidup yang mengikuti gaya hidup yang boros.
Bersamaan dengan itu, organisasi tempat dia bekerja tidak memiliki perangkat kendali yang
memadai. Tambahan lagi, pelaksanaan sanksi hukum yang berkaitan dengan perbuatan
kecurangan, fraud, korupsi, juga tidak tegas. Dalam keadaan seperti itu, maka sangat besar
kemungkinan orang tersebut melakukan perbuatan fraud.
14
BAB IV
PRESENTASI DAN DEFINISI
2. Perhatikan Penampilan
Dandanan dan pilihan busana yang tepat, akan membuat Anda semakin percaya diri.
Kenakan busana yang berpotongan manis, dan sopan. Jangan gunakan rok yang terlalu
mini atau blouse berleher terlalu rendah yang bisa membuat Anda tampil Kurang sopan.
3. Nada Suara
Nada suara yang tegas dan tutur kata yang terjaga dijamin akan menjadi daya tarik
utama Anda, dibandingkan dengan penggunaan suara yang terlalu melengking atau gaya
bicara yang meledak-ledak.
5. Pada saat tanya jawab, catat pertanyaan dan jawablah dengan lugas.
Keberhasilan dari sebuah presentasi adalah kita mengerti tentang isi yang akan
dipresentasikan sehingga pada saat menjelaskan tidak terbata-bata atau kebingungan
sendiri. Untuk itu pahami isinya dan lakukan persiapan yang matang, karena tujuan dari
15
presentasi adalah untuk membuat para audiens mengerti dan memahami serta tertarik dari
isi presentasi yang ditawarkan.
1. Mudah dibaca
Presentasi yang baik adalah yang mudah dibaca, jadi pergunakan huruf standar misal
Arial atau Times New Roman. Selain itu pergunakan huruf yang cukup besar, jangan
sampai Audience kesulitan membaca karena huruf yang anda pergunakan terlalu kecil.
5. Tetap fokus
Tulislah hal-hal pokok atau penting saja yang ada hubungan dengan topik yang sedang
anda presentasikan. Jangan menggunakan terlalu banyak kata atau kalimat dalam satu
slide presentasi. Cukup anda tulis judul atau garis besarnya saja.
6. Kontinu
Penting diperhatikan, setiap slide yang anda buat satu sama lain saling berhubungan.
16
7. Jangan terlalu banyak slide
Jangan membuat slide presentasi yang terlalu banyak untuk satu topik yang anda bahas.
Buatlah Slide seefisien mungkin. Kalau topik yang anda bahas memang panjang,
penjelasan secara lisan tentu lebih baik.
17
maka penutupan akan membuat audiens ingat dengan pesan utama presentasi. Mereka
akan terus mengingat dan melaksanakannya setelah presentasi selesai. Penutupan yang
mantap dan terangkumnya presentasi dalam kalimat yang mudah memastikan
tercapainya tujuan presentasi.
Tujuan utama presentasi adalah memberi informasi atau membujuk seseorang
melakukan sesuatu. Lewat penutupan, tegaskan kembali apa yang Anda harapkan dari
audiens setelah mereka selesai mendengarkan keseluruhan presentasi Anda. Ini
istilahnya, Anda harus menyampaikan call to action, yaitu tindakan apa yang harus
dilakukan audiens setelah ini.
2. Fungsi Penutupan
Penutup presentasi sangat penting untuk menyampaikan tujuan Anda. Sebagai seorang
presenter, ada tiga fungsi utama penutupan yang perlu Anda sampaikan:
Dengan melakukan tiga hal di atas, mudah bagi Anda untuk memastikan bahwa tujuan
akhir presentasi bisa tercapai. Anda telah membantu audiens untuk memahami apa
yang telah Anda presentasikan, juga tindakan apa yang diharapkan dari mereka. Anda
juga membantu audiens untuk selalu mengingat presentasi Anda.
Setelah mendengarkan presentasi selama 30 atau 45 menit, audiens tentu sudah banyak
melupakan apa yang sebelumnya Anda sampaikan. Untuk itu Anda perlu membantu
mereka merangkum kembali apa-apa yang penting. Perjelas mana poin utama yang
penting dan harus mereka ingat.
“Bagian penutup adalah bagian di mana audiens akan menyegel kesan mereka terhadap
presentasi Anda, dan pesan apa dari Anda yang akan mereka ingat. Berilah mereka
impresi positif dan pesan yang kuat.” (Muhammad Noer).
18
a. Jika Anda memberikan presentasi tentang manfaat dan fitur sebuah produk, maka
call to action-nya adalah ajakan untuk membeli produk tersebut.
b. Jika Anda memberikan presentasi tentang bahaya dan resiko merokok bagi
kesehatan, maka call to action-nya adalah mengajak berhenti merokok.
c. Jika Anda memberikan presentasi tentang pemanasan global yang semakin
mengkhawatirkan, maka call to action-nya mengajak audiens untuk peduli tentang
pemanasan global. Lebih spesifik lagi, misalnya berbentuk tindakan nyata seperti
mengajak mereka mematikan listrik jika tidak perlu, atau bersepeda ke tempat kerja.
d. Jika Anda memberikan presentasi sebuah mata kuliah yang menjelaskan pemasaran
internasional, maka call to action-nya bisa sebuah persetujuan bahwa pemasaran
internasional itu penting.
Untuk itu, Anda harus memahami dengan baik apa sebenarnya yang Anda harapkan dari
audiens. Pikirkan Tujuan Akhir Yang Ingin Anda Capai Dari Sebuah Presentasi. Sebelum
Anda menyusun kalimat penutup presentasi, pikirkan secara dalam apa tujuan akhir
yang ingin Anda capai melalui presentasi. Tindakan apa yang Anda harapkan dilakukan
audiens. Langkah awal apa yang Anda ingin untuk mereka kerjakan.
Ada kalanya Anda tidak perlu menyampaikan tujuan akhir sebagai call to action. tapi
mungkin sebuah tindakan yang menuju ke tujuan akhir tersebut. Contohnya, presentasi
tentang manfaat dan fitur sebuah produk pasti bertujuan untuk mengajak audiens
membeli dan menggunakan produk tersebut. Namun jika Anda langsung meminta
audiens untuk membeli, bisa jadi mereka belum siap. Apakah harganya terlalu mahal,
produk tersebut perlu dipertimbangkan lagi, atau alasan lainnya.
Untuk itu Anda juga bisa menyampaikan call to action berbentuk sebuah “tindakan
antara”, yang tujuan akhirnya mengarahkan audiens melakukan pembelian seperti
contoh-contoh call to action berikut ini:
19
Cara di atas lebih halus. Juga, dalam banyak hal, akan mendukung tercapainya tujuan
akhir yang diharapkan (tindakan pembelian). Perlu diperhatikan jika Anda memilih untuk
menyampaikan “tindakan antara” sebagai call to action, maka pastikan tindakan
tersebut mendukung tercapainya “tindakan akhir”.
Sebagai contoh, ketika Anda menyampaikan “silakan akses website berikut untuk info
lebih lanjut”, pastikan halaman website tersebut benar-benar dirancang untuk
membantu audiens melakukan keputusan akhir. Ketika Anda mengajak mereka
berlangganan gratis selama tiga bulan, maka pastikan proses berlangganan tersebut
terasa nyaman sehingga audiens akan memutuskan untuk berlangganan selamanya.
Mudahkan audiens untuk melihat kembali esensi dari apa yang sudah Anda sampaikan
dengan merangkumnya ke dalam poin-poin sederhana yang mudah diingat.
“Jadi, para hadirin, setelah Anda melihat bagaimana membangun budaya belajar dalam
organisasi, inilah tiga hal yang perlu diingat:
a. Budaya belajar tumbuh dari individu
b. Individu harus diingatkan akan kemampuannya belajar dan mengajar
20
c. Terciptanya proses belajar mengajar akan menjadi awal terciptanya sebuah
“organisasi pembelajar”
Anda bisa meringkas tujuan dalam pernyataan tertentu, baik Anda buat sendiri ataupun
menggunakan ucapan orang lain.
Contohnya, jika dikaitkan dengan “organisasi pembelajar”, maka kutipan dari Alvin
Toffler berikut ini bisa digunakan.
“Sebagai penutup, saya ingin mengutip pernyataan Alvin Toffler: The illiterate of
the 21st century will not be those who cannot read and write, but those who
cannot learn, unlearn, and relearn. (Orang-orang yang tidak bisa membaca di abad
21 bukanlah mereka yang tidak bisa baca tulis, namun mereka adalah orang-orang
yang tidak bisa mempelajari sesuatu (learn), melepaskan apa yang sudah pernah
dipelajari karena tidak lagi relevan (unlearn), dan mengulang pembelajaran untuk
memperbaiki atau memperkuat hasil pembelajaran tentang sesuatu (relearn).)”
Jangan lupa, jelaskan juga maksud kutipan Anda jika diperlukan (misal, jika
berbahasa asing) agar audiens menangkap maksudnya.
Demikianlah tips menutup presentasi dengan kuat dan meyakinkan. Jika Anda
melakukannya, maka audiens akan selalu mengingat apa yang Anda sampaikan sekaligus
melaksanakannya
21
BAB V
PRESENTASI ANTI FRAUD
Dalam presentasi anti fraud atau ekspose, kecukupan informasi yang ditindaklanjuti
dengan penugasan bidang investigasi sesuai dengan jenis penyimpangan/hambatan yang
diadukan adalah yang memenuhi kriteria 5W+1H sebagai berikut:
22
6. How (Bagaimana – Modus Penyimpangan)
Informasi ini berkaitan dengan bagaimana penyimpangan tersebut terjadi yang akan
membantu dalam menyusun modus operandi penyimpangan tersebut serta meyakini
penyembunyian (concealment), dan pengonversian (convertion) hasil penyimpangan.
Dalam kondisi tertentu, yaitu informasi yang diperoleh sangat terbatas tetapi terdapat
keyakinan berdasarkan pertimbangan profesional Auditor bahwa laporan/pengaduan
masyarakat layak ditindaklanjuti minimal informasi harus memenuhi kriteria 3W (what,
where, when). Pertimbangan profesional dimaksud adalah pendapat penelaah yang
didasarkan pada data empiris kasus sejenis dan/atau berdasarkan informasi lain yang
mendukung laporan/ pengaduan masyarakat tersebut.
1. Pencegahan Fraud
2. Pendeteksian awal fraud
3. Investigasi fraud
4. Tindak lanjut hukum
23
c. Upaya paling efektif dalam memberantas korupsi menurut responden adalah
pemberian contoh oleh atasan, sanksi yang tegas tanpa pandang bulu, perbaikan
penghasilan, pendidikan agama dan etika, perbaikan sistem birokrasi, peningkatan
pengawasan, transparansi kebijakan pemerintah, dan peningkatan peran lembaga
legislatif.
2. Menurut hasil study ACFE (Association of Certified Fraud Examiners) dalam 2020 Report
to The Nation, dengan jumlah kasus 2.504 yang berasal dari 125 negara dengan rata-rata
kerugian $1,509,000.00 per kasus. Beberapa simpulan lainnya sebagai berikut:
a. Korupsi adalah problem yang tersebar secara luas yang mempengaruhi organisasi,
seberapapun ukurannya, dimanapun lokasinya, serta apapun industrinya. ACFE
menyimpulkan bahwa hampir mustahil untuk menghitung dampak korupsi terhadap
kehidupan ekonomi suatu negara karena tidak semua korupsi terdeteksi dan
terlaporkan, namun ditengarai sangat besar dan berbahaya;
b. Berdasarkan jenis fraud, frekuensi kasus dan nilai rata-rata kerugiannya, Asset
Misappropriation 86% of cases dengan median loss $100,000.00; Corruption 43% of
cases dengan median loss $200,000.00; dan Financial Statement Fraud 10% of cases
dengan median loss $954,000.00. Hal ini menunjukkan bahwa fraud yang dilakukan
owner/excecutive, walaupun frekuensinya kecil namun nilai dampak kerugiannya
jauh lebih besar daripada fraud yang dilakukan pegawai di level yang lebih rendah.
c. Durasi fraud hingga berhasil terdeteksi adalah 14 bulan. Semakin panjang durasi
terdeteksinya fraud semakin besar kerugian yang terjadi.
d. Pelaku fraud 72% adalah laki-laki dengan median loss $150,000.00 dibandingkan
dengan 28% perempuan dengan median loss $85,000.00.
e. Berkaitan dengan pengungkapan fraud, metode yang paling efektif dalam
mengungkapkan fraud adalah “tip” (43%), internal audit 15% dan management reviu
12%. Dan 50% dari tip berasal dari pegawai internal organisasi yang bersangkutan.
Informasi ini memberikan saran bahwa mekanisme pelaporan dan saluran
komunikasi yang terbuka dari pegawai kepada manajemen suatu organisasi dapat
memiliki pengaruh positif dalam mendeteksi fraud;
f. Tiga utama terkait dengan kelemahan pengendalian adalah 35% Lack of internal
controls, 19% lack of management reviu, dan 14% Override of existing internal
controls;
24
g. Metode penyembunyian jejak fraud (concealment) yang sering dilakukan adalah 40%
membuat dokumen baru (create fraudulent physical documents), dan 36% merubah
dokumen (altered physical document).
Pendekatan di atas itulah yang dimaksudkan dengan Pendekatan Tiga Pilar, yaitu
Preventif, Investigatif, dan Edukatif. Terminologi Pendekatan Tiga Pilar tersebut diatas telah
diakomodasikan pada Lampiran Pidato Kenegaraan Presiden Republik Indonesia dan
Keterangan Pemerintah atas Rancangan Undang-Undang Tentang Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara Tahun Anggaran 2005 serta Nota Keuangan di depan Sidang Dewan
Perwakilan Rakyat tanggal 16 Agustus 2004, buku II halaman V-48.
25
Keberhasilan kegiatan memerangi korupsi, setelah fraud terjadi, adalah bersifat
paradoksal, yaitu semakin banyak mendeteksi dan menyelesaikan kasus berindikasi fraud,
bukan merupakan kondisi umum yang dikehendaki masyarakat karena pada dasarnya
kejadian fraud bukan kejadian yang dikehendaki masyarakat. Atau dengan kata lain, kegiatan
yang lebih masuk akal adalah mencegah fraud sebelum terjadi.
Secara hipotetis, dapat saja organisasi pemerintahan belum memiliki dan atau
mengimplementasikan atribut pengendalian yang dirancanag secara spesifik untuk
mencegah kemungkinan kejadian berindiksi fraud yang dalam kajian ini disebut Program Anti
Korupsi.
26
7. Pengungkapan yang dilindungi;
8. Penyampaian kepada pihak eksternal;
9. Standar investigasi;
10. Standar perilaku dan disiplin.
Atribut-atribut FCP sebagaimana diuraikan di atas dapat dikelompokkan menjadi:
1. Integrated Macro Policy adalah kebijakan menyeluruh dan terintegrasi yang dibuat oleh
manajemen yang dituangkan dalam bentuk kebijakan anti fraud dan struktur
pertanggungjawaban.
2. Fraud Risk Assessment adalah penilaian untuk memberikan gambaran pada organisasi
mengenai risiko kemungkinan kejadian fraud.
3. Community Awareness adalah kepedulian para pihak terhadap fraud dalam suatu
organisasi.
4. Reporting System merupakan prosedur penanganan fraud. Prosedur ini terdiri dari
atribut: sistem pelaporan kejadian fraud, pengungkapan kepada pihak eksternal dan
prosedur investigasi.
5. Conduct and Disciplinary Standard merupakan nilai-nilai anti fraud yang dianut oleh
seluruh anggota organisasi dan seluruh pihak yang bekerja atas nama organisasi
27
D. SOSIALISASI
Sosialisasi adalah kegiatan pembelajaran kepada publik dengan kriteria tertentu
dengan tujuan memberikan pemahaman atas permasalahan fraud sehingga kepedulian
masyarakat semakin meningkatkan.
28
DAFTAR PUSTAKA
Fraud Examiners Manual, 3rd Edition, Association of Certified Fraud Examiners, Inc., Austin,
2000
Bologna, Jack, Corporate Fraud: The Basics of Prevention andf Detection, Butterworth
Publishers, Boston, 1984
Management Anti Fraud Programs and Controls, down load dari ACFE Web Site :
www.CFEnet.com/services/FrdPrevCheckUp.asp.
Designing a Robust Fraud Prevention Program, The Wite Paper Vol. 18 No. 1
January/February 2004, Association of Certified Fraud Examiner.
Investigative Audit Guidance Manual, BPKP dan Ernst & Young Consulting, Tahun 2004
Hasil Penelitian: Jajak Pendapat Tentang Praktik, Faktor Penyebab, Instansi yang Terlibat,
Cara Penanggulangan, Kegiatan yang Rawan Korupsi, hambatan yang Dihadapi, dan
Tendensi Korupsi 1996/1997, BPKP.
Pemantauan Pemanfaatan dan Tindak Lanjut Penelitian Semester II Tahun 2002, BPKP.
Report to the Nation 2020, Association of Certified Fraud Examiners
Fraud Examiners Manual, 3rd Edition, Association of Certified Fraud Examiners, Inc., Austin,
2000
Albrecht, W. Steve. Fraud Examination, Thomson South-Western, United States
29