Disusun Oleh:
DIA YUNA 422021027
Dosen Pengampu
Dr. Yopie Moelyohadi, S.P., M.Si.
MORFOLOGI
Tanah Hasil pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa susunan horison
pada tanah kering berbeda dengan tanah yang disawahkan. Tanah kering
mempunyai susunan A, Bw dan Cg, sedangkan tanah yang disawahkan secara
umum mempunyai susunan horison Apg, Adg, Bwg dan Cg. Tanah yang
sering disawahkan cenderung berwarna keabu-abuan (semakin terang).
Terdapat penambahan simbol g (gleisasi) pada lahan yang disawahkan, yang
dicirikan dengan adanya warna keabu-abuan maupun adanya kenampakan
Redoximorphic Features (RMF). Pada tanah yang disawahkan juga tedapat
penambahan simbol horison baru, yaitu Adg yang menunjukkan adanya
lapisan tapak bajak. Tidak semua pedon didaerah penelitian terbentuk lapisan
tersebut. Tidak terbentuknya lapisan tapak bajak pada pedon LS1 disebabkan
pada tanah ini mempunyai air tanah yang relatif dangkal serta lokasi pedonnya
yang dekat dengan sumber air, sehingga proses pembentukan lapisan tapak
bajaknya terhambat.
Tekstur Tanah
Tanah kering dan tanah yang disawahkan mempunyai tekstur yang hampir
sama, yaitu berpasir (Tabel 2). Hal ini disebabkan lokasi penelitian terbentuk
dari bahan alluvium yang umurnya relatif muda, sehingga banyak ditemukan
tekstur berpasir di semua pedon tanah yang diamati. Persentase pasir di tanah
sawah dan tanah kering juga tidak menunjukkan perbedaan yang besar. Hal
ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan Rayes (2000) yang menemukan
bahwa lahan kering mempunyai tekstur yang lebih kasar bila dibandingkan
dengan lahan yang disawahkan 1 kali atau 2 kali setahun.
SIFAT KIMIATANAH
pH Tanah
Kemasaman Tanah (pH) pada semua pedon, baik tanah kering dan tanah yang
disawahkan memiliki pH yang netral, yaitu berkisar antara 6,16-7,5 (Tabel 3).
Sehingga dapat disimpulkan bahwa proses penyawahan tidak mengakibatkan
perubahan nilai pH tanah pada tanah yang semula telah mempunyai pH netral.
Secara keseluruhan nilai pH pada tanah yang disawahkan menurun dengan
meningkatnya kedalaman tanah, walaupun tidak terlalu besar. Hal ini diduga
karena proses penggenangan menyebabkan dekomposisi bahan organik lebih
lambat sehingga menurunkan pH tanah. Proses penggenangan yang dilakukan
pada tanah sawah akan berpengaruh pada tanah tanah masam dan alkalis,
seperti yang telah dikemukakan oleh Hardjowigeno dan Rayes (2005) bahwa
penggenangan menyebabkan pH semua tanah mendekati 6,5-7,0, kecuali
pada gambut masam atau tanah dengan kadar Fe aktif (Fe2+) yang rendah.
Nutrisi
B. LAHAN LEBAK
Luas lahan rawa lebak di Indonesia sekitar 13,28 juta hektar, luas ini
diperkirakan sekitar sepertiga dari luas totallahan rawa. Luas lahan rawa lebak
yang telah dibuka untuk persawahan dan permukiman sekitar 1,55 juta hektar,
dari luasan tersebut sekitar 1,01 juta hektar (71%) dibuka meialui swadaya
masyarakat dan sisanya (29%) oleh pemerintah. Berdasarkan data terse but,
maka luas lahan rawa lebak yang belum dibuka masih cukup luas (sekitar
11,73 juta hektar). Namun menurut lrianto (2006) luas lahan rawa Iebak yang
berpotensi untuk pertanian dan belum dibuka hanya sekitar 1.411.317 ha
(10,6%). Lahan rawa lebak dangkal merupakan bagian yang paling potensial
untuk pertanian dibandingkan lahan rawa lebak tengahan dan dalam. Lahan
rawa lebak dangkal dan tengahan umumnya dijadikan persawahan dengan
pertanaman palawija dan sayuran di bagian guludanlbedengan pada sistem
surjan. Sementara lebak dalam, karena bentuknya mirip eekungan kondisi
airnya relatif masih tetap dalam walaupun pada musim kemarau, sehingga
lebih sesuai untuk budidaya perikanan air tawar. Indonesia mempunyai lahan
rawa lebak sangat luas sekitar 13,28 juta hektar yang tersebar di Sumatera
sekitar 2,79 juta hektar, Kalimantan 3,58 juta hektar, Papua 6,31 juta hektar,
dan Sulawesi 0,61 juta hektar. Lahan rawa lebak yang sudah dibuka oleh
pemerintah sekitar 578.934 ha (4,4%) dan yang dibuka oleh masyarakat
setempat secara swadaya sekitar 346.901 ha (2,6%), sementara lahan rawa
lebak yang berpotensi untuk pertanian dan belum dibuka terdapat sekitar
1.411.317 ha (10,6%) (Nugroho et al., 1992; Irianto, 2006).
Tabell. Potensi lahan rawa lebak untuk padi sawah berdasarkan elevasi
Tabel 2. Luas lahan rawa lebak berdasarkan posisi topografi, iklim dan kemasaman
tanah