Anda di halaman 1dari 20

KATA PENGANTAR

Puji Syukur Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan
limpahan rahmat-Nya dan meluangkan waktu kepada penulis, sehingga mampu menyelesaikan Makalah
Pengantar Bisnis ini yang berjudul "Tanggung Jawab Sosial Dan Etika Bisnis sesuai dengan waktu yang
kami rencanakan. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada beberapa pihak yang telah membantu
dalam penyelesaian makalah ini.Pembuatan makalah ini menggunakan metode studi pustaka, yaitu
denganmengumpulkan dan mengkaji materi Etika Dan Tanggung Jawab Sosial dari berbagai
referensi.Kami menggunakan metode pengumpulan data ini, agar makalah yang kami susun dapat
memberikan informasi yang akurat dan dapat dibuktikan, serta dapat memberikan pemahaman
terhadap pembaca dengan materi yang dilihat melalui berbagai subjek. Makalah ini ditujukan untuk
kelompok tugas persentasi Pengantar Bisnis. Penulisan makalah ini bertujuan untuk memberikan
informasi lebih jauh tentang etika dan tanggung jawab sosial, serta tantangan yang akan menghadang di
masa mendatang. Dalam penyajian ini pun disajikanbeberapa upaya yang bisa dilakukan untuk
menambah wawasan tentang tanggung jawab sosial dan etika bisnis

DAFTAR ISI

1
KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1.LATAR BELAKANG MASALAH

1.2.RUMUSAN MASALAH

1.3.TUJUAN MASALAH

BAB 2 PEMBAHASAN

2.1.TANGGUNG JAWAB SOSIAL BISNIS

2.2.ETIKA BISNIS

2.3.BUDAYA PERUSAHAAN SEBAGAI MORAL BISNIS

BAB 3 PENUTUP

3.1.SIMPULAN

3.2.SARAN

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

2
Semakin besar suatu organisasi, maka semakin besar pula tuntutan masyarakat terhadap organisasi
tersebut. Banyak lembaga bisnis yang menggunakan segala cara untuk memenangkan persaingan. Oleh
karena itu, pelaku bisnis yang dituduh dapat menjalankannya bisnis yang memenuhi syarat dalam etika
bisnis, baik secara moral maupun norma masyarakat. Organisasi sebagai suatu sistem juga diharapkan
dapat memikul tanggung jawab sosial terhadap masyarakat.

Stakeholder menghendaki agar pelaku bisnis atau perusahaan dengan segala bentuk bisnisnya
berperilaku etis dan bertanggung jawab terhadap komunitas, sosial, etika dan hukum. Sistem bisnis
beropersi dalam suatu lingkungan dimana perilaku etis, tanggung jawa sosial, peraturan pemerintah dan
pihak Stakeholder ini menentukan tingkat keberhasilan yang dapat dicapai perusahaan.

Inti dari kehidupan organisasi terletak pada budayanya. Dalam hal ini budaya tidak mengacu pada
keragaman ras, suku, atau latar belakang individu. Sebaliknya,budaya adalah cara hidup dalam suatu
organisasi. Budaya organisasi mencakup iklim dan atmosfer emosional dan psikologis. Ini mungkin
termasuk moral karyawan, sikap,dan tingkat produktivitas. Budaya organisasi juga mencakup simbol
(tindakan,rutinitas, percakapan, dll.) dan makna yang diberikan orang pada simbol-simbol ini.

1.2. RUMUSAN MASALAH

Dari latar belakang diatas, penulis dapat membuat rumusan masalah sebagai berikut.

1. Apa itu tanggung jawab sosial ?

2. Apa itu etika bisnis?

3. Apa itu budaya perusahaan sebagai moral bisnis?

1.3. TUJUAN PENULISAN

3
1. Ingin mengetahui tanggung jawab sosial.

2. Ingin mengetahui etika bisnis.

3.Ingin mengetahui budaya perusahaan.

BAB 2

PEMBAHASAN

2.1. Tanggung Jawab Sosial Bisnis

Ilustrasi

Tanggung Jawab Sosial dan Visi Starbucks

Adalah impian Howard Schultz mencampur kopi dengan romansa berani untuk mencapai
apa yang kata orang mustahil, menantang kebiasaan yang aneh-aneh dengan ide-ide yang
inovatif dan melakukan semua dengan elegan dan gaya. Starbuck!

4
Masih segar dalam ingatan kita semua, pada September 2001, siang itu, kawasan termahal
di dunia yang juga merupakan salah satu pusat industri keuangan global, Manhattan, porak
poranda, terjadi ledakan, debu beter- bangan bersama asap mengiringi gemuruh rubuhnya
gedung pencakar langit kembar yang menghancurkan gedung- gedung bertingkat di bawahnya.
Ribuan orang menjerit di jalanan, di antara bising sirene dan teriakan para anggota pemadam
kebakaran.

Pada 11 September 2001 siang itu, seorang awak ambulans Midwood berlari ke Starbucks
Cafe di dekat lokasi World Trade Center (WTC), New York, yang hancur ditabrak pesawat jumbo
jet. Ia mencari air dalam botol buat menolong para korban serangan teroris. Tak mau
memberikan air yang sangat dibutuhkan itu secara gratis, pelayan Starbucks meminta US$ 130-
yang terpaksa dibayar dari kantong pribadi sang awak ambulans-untuk tiga boks air.

Kesalahan kecil. Karena, manajer kafe tidak tahu harus berbuat: apa di tengah suasana
kalut. Begitulah, kalau saja ceritanya berhenti sampai di situ. Beberapa hari kemudian, Al
Rapisarda mengajukan komplain melalui telpon ke kantor pusat Starbucks. Seorang karyawan
Starbucks menjawab komplain bos Midwood ini dengan,"Nggak mungkin deh, yang begitu bisa
terjadi."

Tidak puas dengan respons ini, pada 17 September Rapisarda mengulangi komplainnya ke
Orin Smith, CEO Starbucks, melalui faks. la tidak mendapat tanggapan Baru, setelah ceritanya
beredar di Internet dan koran-koran besar, ia dihubungi Starbucks minta maaf dan
mengembalikan US$ 130 yang dikeluarkan awak ambulans Midwood. Merek nasional yang
dibangun dengan susah payah selama 30 tahun, telah tercoreng hanya gara-gara uang yang tak
seberapa, dan ketidakmampuan Starbucks menjalankan crisis plan.

Bandingkan dengan apa yang dilakukan waralaba McDonald's di lokasi yang sama. Gerai
McDonald's di situ tidak hanya tak menutup pintunya, tetapi mulai memasak dan memasak dan
terus memasak. Mereka buka 24 jam, menyediakan makanan, kopi, jus, minuman ringan
bahkan air dalam botol yang diberikan secara gratis kepada para rescue worker.

Sejak 11 September 2001, dengan dukungan pewar labaannya, gerai McDonald's di sekitar
Ground Zero mem bagikan lebih dari 650 ribu bungkus makanan, air dalam botol, minuman
ringan dan jus jeruk buat para pekerja dan sukarelawan. McDonald's bahkan mengerahkan
beberapa unit bergerak di sekitar WTC, Pentagon, dan tempat jatuhnya pesawat di Sommerset,
Pennsylvania, guna memastikan bahwa kalaupun tidak ada gerai McDonald's di dekat lokal itu,
para pahlawan Tragedi 11 September tidak bakal ke laparan.

Lebih dari itu, McDonald's mengumpulkan US$4,5 juta buat Palang Merah Amerika Serikat
plus tambahan US52 juta dan Ronald McDonald House Charities dan McDonald's Corp, buat
dana penanggulangan peristiwa yang dicanangkan sebagai bencana nasional itu. Kampiun

5
hamburger ini juga menyediakan kue dan jus untuk Donation Food Center di seluruh AS. "A
great brand and a great company acting with greatness in a time of national disaster," puji
Michael Seid dan Key Marie Ainsley dari Institute for Crisis Management.

Pada saat kritis tersebut, McDonald's dengan mulus menjalankan strategi krisis. Sementara itu,
Starbucks tidak tahu apa yang harus dilakukan. Maka, nama McDonald's pun melambung dan
Starbucks menuai cacian.

Kendati demikian, gerai Starbucks kawasan New York dan seantero AS tak lama disingkiri
pengunjung. Hanya dalam bilangan minggu telah sesak kembali. Gerai baru mereka pun terus
bermunculan mendongkrak nilai saham waralaba kopi yang sejak diluncurkan pada 1992
memang tak pemah merosot. Tidak heranlah, di tengah badai kritik yang belum reda, berbagai
majalah bisnis menempatkan Starbucks sebagai merek yang namanya menjulang paling finggi
dan meroket paling cepat Sebaliknya, gerai McDonalds banyak yang sepi dan beberapa harus
ditutup, menekan turunnya nilai saham waralaba berlogo busur keemasan ift.

Apa sebab paradoks ini? Dari sisi McDonald's jawabnya sederhana. Populasi gerai yang
kelewat sesak menyebabkan kanibalisme, saling rebut pelanggan antargerai McDonald's yang
ada. Padahal, pada saat yang sama, dengan meningkat- nya popularitas gaya hidup sehat,
pertumbuhan pelanggan kedai burger yang dipersepsikan sebagai junk-food itu terus menurun.
Apalagi, kualitas pelayanan McDonald's juga merosot, karena warung murah meriah gaya
Amerika ini cenderung mempekerjakan SDM murah untuk menekan biaya operasional.

Dalam hal fenomena Starbucks, waralaba yang dalam fase pertumbuhan dan populasi gerainya
masih rendah, kedai kopi tersebut dihadapkan pada pasang naik gaya hidup urban dan
menyasar ke pelanggan yang tak mempermasalah- kan harga. Konsekuensinya, diperlukan SDM
yang andal. Howard Schultz adalah mantan GM Hammarplast perusahaan peralatan dapur
bergaya dari New York-ber- alih menjadi nakoda Starbucks pada usia 34 tahun, men- ciptakan
gaya manajemen dengan atmosfer kekeluargaan di perusahaan yang dikembangkannya,
terutama gerai-gerai kafe yang langsung bersentuhan dengan pelanggan. Tidak heran, jika para
karyawan yang merasa aman di bawah ke- pemimpinan Schultz sejak awal secara sukarela
membubar- kan serikat buruh.

Sejak awal memanajemini Starbucks, Schultz mengingin kan agar Starbucks menjadi pemberi
kerja pilihan bagi setiap orang dengan memberi upah lebih besar dari upah yang pada
umumnya berlaku di restoran dan toko eceran, dengan menawarkan tunjangan yang tidak
dijumpai di manapun.. Menurutnya, sebuah paket tunjangan yang besar merupakan
keunggulan kompetitif kunci.

6
Schultz memerlukan barista, pelayan bar yang betul-betul profesional: menguasi produk
Starbucks, memiliki perhatian besar terhadap detail, mampu mengomunikasikan keinginan
perusahaan terhadap kopi berkualitas, berpersonalitas untuk secara konsisten memberi
pelayanan kepuasan kepada pelanggan. Permasalahannya, sebagian besar barista adalah
pekerja paro waktu, kebanyakan mahasiswa/i atau anak muda lainnya berusia 20-an, yang jelas
tak menganggap pekerjaan pelayar bar sebagai profesi karier. Untuk keperluan tersebut Schultz
menciptakan atmosfer kekeluargaan di Starbucks Cafe,

Tantangan yang dihadapi Schultz, menurut pandangany nya: Bagaimana menarik,


memotivasi, dan memberi reward para ujung tombak di gerai-gerai itu sedemikian rupa, se
hingga mereka tertarik berkarier di Starbucks. la ingin mem bangun kepercayaan antara
manajemen dengan mereka dengan menawarkan perlindungan asuransi kesehatan penuh,
bahkan sampai pada pekerja paro waktu. Schultz berargumentasi bahwa tenaga paro waktu itu
vital bagi Starbucks. Dalam kenyataannya, mereka mewakili dua per tiga dari jumlah tenaga
kerja di Starbucks, dan banyak dar pekerja tersebut adalah barista yang paham betul pelanggan
rutin mana, minum apa berikut perilakunya, sehingga jika mereka berhenti, hubungan mereka
dengan pelanggan setia bakal terputus, dan informasi yang berkaitan dengan pelayanan yang
eksklusif menjadi hilang. Apalagi, par pekerja paro waktu itulah yang banyak membantu gen
untuk buka lebih awal dan tutup lebih larut.

Schultz memandang paket asuransi kesehatan penuh yang diberikan ke seluruh karyawan yang
bekerja 20 jam minggu atau lebih dan pasangan tetapnya sebagai strategi untuk merebut
loyalitas seluruh karyawan, dan mempe teguh komitmen terhadap misi perusahaan.

Schultz berargumen "Memberikan asuransi kesehatan kepada pekerja paro waktu, merupakan
tanda bahwa pe usahaan betul-betul menghargai nilai dan kontribusi menda Sampai dengan
tahun 2000 Starbucks telah memiliki dari 2000 gerai yang tersebar di seantero dunia termasuk
kota-kota besar di Indonesia. Schultz berkata bahwa tidak ada perusahaan yang tidak pernah
melakukan kesalahari termasuk Starbucks. Lanjutnya, ketika anda menghadapi kesulitan dan
kekurangan, anda harus menghadapi secara tim serta dengan cara jujur dan konsisten untuk
berbuat lebih baik di masa datang.

Sejak 1997 Starbuck mendirikan Starbucks Foundation yang memberi bantuan di bidang
bantuan kemanusiaan, pendidikan dan kesehatan terutama untuk negara dunia ketiga, di
samping memberi batuan dalam usaha pelestarian lingkungan dan bisnis kecil-menengah serta
koperasi. Starbuck Foundation dan jaminan sosial terhadap seluruh karyawan merupakan
kepedulian dari Starbucks terhadap program tanggung jawab sosial perusahaan.

7
Disarikan dari: Schultz, Howard and Dori Jones Yang, 1997, Four Your Heart Into It: How
STARBUCKS Built a Company One Cup at a Time, Hyperion, Canada, dan Prih Saniarto, Reputasi
Emas Starbucks, Majalah Swa/26/XVIII/18 Desember 2002-8 Januari 2003.

Ilustrasi di atas menunjukkan bahwa setiap perusahaan mempunyai fungsi ganda, yaitu
memenuhi kebutuhan ma- syarakat secara komersial, dan meningkatkan kualitas hidup
lingkungan sosialnya-karyawan dan masyarakat luas dengan melalui berbagai program baik
internal maupun eksternal. Fungsi ganda perusahaan berkaitan erat dengan citra. Ilustrasi di
atas juga menggambarkan bahwa ling- kungan usaha merupakan bagian yang tidak dapat
dipisah- kan dari kegiatan perusahaan. Pemerintah, pelanggan dan masyarakat umum adalah
pihak-pihak berkepentingan yang mempunyai pengaruh terhadap eksistensi perusahaan.
Pelanggan kini makin rinci, menuntut, dan peduli terhadap kualitas produk yang akan
dikonsumsinya, serta me-merhatikan tindakan-tindakan perusahaan baik organisasi nal maupun
individual. Perilaku individual karyawan say perusahaan merupakan cermin dari perilaku
organisasional, oleh karenanya karyawan dan organisasi merupakan dua sisi mata uang.

1. Tanggung Jawab Sosial Perusahaan

Tanggung jawab sosial perusahaan adalah tindakan- tindakan dan kebijakan-kebijakan


perusahaan dalam ber- interaksi dengan lingkungannya yang didasarkan pada etika. Secara
umum etika dipahami sebagai aturan tentang prinsip-prinsip dan nilai-nilai moral yang
mengarahkan perilaku seseorang atau kelompok masyarakat mengenai baik atau buruk dalam
pengambilan kebijakan atau ke- putusan. Menurut Jones (1991), etika berkaitan dengan nilai-
nilai internal yang merupakan bagian dari budaya perusahaan dan membentuk keputusan yang
berhubungan dengan tanggung jawab sosialnya. Banyak perusahaan yang meng- utamakan
tanggung jawab sosial sebagai kepedulian ter- hadap masyarakat sekitar. Namun, sebenarnya
tanggung jawab sosial lebih luas dan lebih dinamis.

2. Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Menurut Para Ahli :

1. Hughes dan Kapoor (1985) mengatakan bahwa tanggung jawab sosial perusahaan adalah
pengakuan bahwa kegiatan- kegiatan bisnis mempunyai dampak pada masyarakat, dan dampak
tersebut menjadi pertimbangan dalam pengambilan keputusan bisnis.

2. Baron (2003) mendefinisikan tanggung jawab sosial perusahaan sebagai komitmen moral
terhadap prinsip-prinsip khusus atau mendistribusikan kembali se- bagian dari kekayaan
perusahaan kepada pihak lain.

8
3. O.C. Ferrell, G. Hirt dan Linda Ferrell (2006) mengatakan tanggung jawab sosial sebagai
kewajiban para pelaku bisnis untuk memaksimalkan dampak positif dan meminimal- kan
dampak negatif pada masyarakat.

Tiga pengertian tersebut menggambarkan bahwa tanggung jawab sosial perusahaan adalah
salah satu bentuk dari isi budaya perusahaan yang merupakan bagian integral dari interaksi
antarperusahaan dengan lingkungannya.

3. Terdapat tiga pendekatan dalam pembentukan tanggung jawab sosial:

1. Pendekatan moral yaitu kebijakan atau tindakan yang didasarkan pada prinsip kesantunan
dengan pe- ngertian bahwa apa yang dilakukan tidak melanggar atau merugikan pihak-pihak
lain secara sengaja.

2. Pendekatan kepentingan bersama, yaitu bahwa kebijakan-kebijakan moral harus didasarkan


pada standar kebersamaan, kewajaran dan kebebasan yang ber- tanggung jawab.

9
3. Pendekatan manfaat, adalah konsep tanggung jawab sosial yang didasarkan pada nilai-nilai
bahwa apa yang dilakukan oleh perusahaan menghasilkan manfaat besar bagi pihak-pihak
berkepentingan secara adil.

4. Teknik mengevaluasi kinerja tanggung jawab sosial perusahaan

Satu model evaluasi kinerja tanggung jawab sosial perusahaan telah dikembangkan oleh Archie
B. Carroll (1991). Model Carroll menunjukkan bahwa tanggung jawab sosial perusahaan dapat
dibagi ke dalam empat kriteria: tanggung jawab ekonomi, tanggung jawab legal, tanggung
jawab secara etik dan tanggung jawab sukarela. Semua tanggung jawab tersebut disusun dari
atas ke bawah sesuai tingkat kesulitan dan frekuensi yang dikendalikan oleh para manajer
dalam menangani permasalahan tersebut.

Alur keempat kriteria tanggung jawab sosial perusaha- an model Carroll dapat digambarkan
pada figur 3.1:

1. Pengertian pertama, tanggung jawab ekonomi (economic responsibility), menurut


Milton Friedman dan Rose Fried- man (1963; 1980), bahwa institusi bisnis adalah di atas
segala- nya, karena bisnis adalah unit ekonomi dasar masyarakat. Tanggung jawabnya adalah
menghasilkan barang dan jasa yang diinginkan masyarakat dan memaksimalkan keuntung- an
bagi pemiliknya serta pemegang saham. Tanggung jawab ekonomi yang dimaksudkan adalah
keuntungan finansial seperti yang dianjurkan oleh penerima Nobel ekonomi, Milton Friedman.
Pandangan ini mengatakan bahwa perusahaan harus dioperasikan dengan berbasis laba,
dengan misi tunggalnya yaitu meningkatnya keuntungannya selama berada dalam batas-batas
peraturan pemerintah. Pada per- kembangannya, pandangan memaksimalkan keuntungan
mumi mendapat tantangan di banyak negara baik di Amerika maupun Eropa. Penentangan
tersebut berlandaskan bahwa keuntungan ekonomi harus didasarkan pada tanggung jawab
sosial perusahaan yang berintikan pertimbangan etika sebagai titik sentral bisnis.

2. Tanggung jawab legal (legal responsibility) oleh Szwajkowski (1985) didefinisikan sebagai
apa yang dianggap penting oleh masyarakat sehubungan dengan perilaku perusahaan yang
layak. Kegiatan bisnis diharapkan untuk memenuhi tujuan ekonomi para pelaku dengan
berlandaskan kerangka kerja legal maupun nilai-nilai yang berkembang di masyarakat secara
bertanggung jawab. Contoh, McDonalds masuk di Indonesia tidak menyajikan makanan yang
dilarang oleh agama Islam, karena sebagian besar penduduk Indonesia beragama Islam. McD's
juga menyajikan menu gabungan antara berger dengan makanan khas masing-masing daerah di
mana McD's membuka gerai.

10
3.Tanggung jawab etika (ethical responsibility), adalah ke- bijakan dan keputusan perusahaan
yang didasarkan pada keadilan, bebas dan tidak memihak, menghormati hak-hak individu, serta
memberikan perlakuan berbeda untuk kasus yang berbeda yang menyangkut tujuan
perusahaan. Menurut Gellene (1996), perilaku tidak etis timbul ketika keputusan
memungkinkan individu atau perusahaan memperoleh ke- untungan dengan mengorbankan
masyarakat. Salah satu kasus yang baru-baru ini dipertanyakan adalah ketika perusahaan
Kellog, Nabisco, dan Frito-Lay memanfaatkan situs internet bagi anak-anak untuk kepentingan
kegiatan pemasaran. Kelompok pengawas menuduh bahwa perusahaan-perusahaan tersebut
bertindak tidak etis dengan menggunakan permainan, dan bentuk hiburan lainnya yang
dirancang untuk mengumpulkan data pemasaran dari anak-anak berusia empat tahun.

4. Tanggung jawab sukarela atau diskresioner adalah kebijakan perusahaan dalam tindakan
sosial yang murni sukarela dan didasarkan pada keinginan perusahaan untuk memberi
kontribusi sosial yang tidak memiliki kepentingan timbal balik secara langsung. Kegiatan
tanggung jawab sukarela meliputi kontribusi amal yang dilakukan perusahaan dan tidak
mengharapkan imbalan secara langsung. Namun secara tidak langsung kegiatan ini akan
membantu untuk membangun atau meningkatkan citra perusahaan.

5.Public Relations merupakan salah satu bentuk kegiatan tanggung jawab sosial sukarela
perusahaan, yaitu kegiatan komunikasi untuk menciptakan pengertian publik dan mem- bangun
citra organisasi tentang gagasan dan tindakan organisasi. Publik dalam konteks administrasi
bisnis diartikan sebagai sekelompok orang yang mempunyai perhatian, minat dan atau
kepentingan yang sama terhadap sesuatu misal, penggemar musik jazz, atau pelanggan produk
tertentu. Bentuk lain dari tanggung jawab sosial sukarela dapat berupa kegiatan sponsor
(sponsorship), seperti sponsor penerbitan buku-buku baik ilmiah maupun cerita.

5. Mengelola reaksi terhadap tuntutan sosial

Perusahaan sering dihadapkan pada banyak tuntutan sosial dari berbagai kalangan, terlebih
sekarang telah banyak bermunculan Lembaga Swadaya Masyarakat atau organi. sasi-organisasi
independen yang mempunyai kepentingan tertentu. Sebagai sebuah proses, administrasi bisnis
perlu menentukan kebijakan yang strategis dalam menghadapi tuntutan sosial dari berbagai
pihak, karena tidak semua tuntutan mempunyai kontribusi yang signifikan terhadap
kelangsungan organisasi. Dalam kaitan ini, para ilmuwan administrasi, manajemen dan
organisasi telah mengembang- kan sebuah model respons yang dapat dipilih untuk diguna- kan
perusahaan ketika mereka menghadapi sebuah masalah sosial. Model-model tersebut adalah:
obstruktif, defensif, akomodatif, dan proaktif.

11
1. Model obstruktif (obstructive response) adalah respons terhadap tuntutan masyarakat di
mana organisasi menolak tanggung jawab, menolak keabsahan dari bukti-bukti pe- langgaran,
dan memunculkan upaya untuk merintangi pe- nyelidikan.

Model defensif (defensive response) adalah bentuk respons terhadap tuntutan masyarakat, di
mana perusahaan mengaku sejumlah kesalahan yang berkaitan dengan keterlanjuran atau
kelalaian tetapi tidak bertindak obstruktif.

2. Model akomodatif (accomodative response) adalah bentuk respons terhadap masyarakat di


mana perusahaan melaksa nakan atau memberi tanggung jawab sosial atas tindakan-
tindakannya, selaras dengan kepentingan publik.

3. Model proaktif (proactive response) adalah respons ter- hadap permintaan sosial di mana
organisasi berada, melalui upaya mempelajari tanggung jawabnya kepada masyarakat, dan
melakukan tindakan-tindakan yang diperlukan tanpa tekanan dari mereka.

4. Sedangkan respons defensif perusahaan cenderung didasarkan pada aturan yang berlaku.
Perusahaan- perusahaan akomodatif merespons tuntutan sosial dengan pertimbangan etika,
sedangkan respons proaktif meng- gunakan konsep diskresioner sebagai bahan pertimbangan
untuk dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Keempat kategori respons perusahaan terhadap tun- tutan sosial tersebut masing-masing
memiliki bobot yang berbeda tergantung pada permasalahan yang muncul. Dalam respons
obstruktif tindakan perusahaan cenderung didasarkan pada pertimbangan ekonomis.

6. Budaya, Tanggung jawab Sosial dan Citra

Budaya organisasi adalah seperangkat asumsi yang di- bangun dan dianut bersama sebagai
moral organisasi dalam beradaptasi dengan lingkungan eksternal dan proses inte- grasi internal.
Budaya organisasi merupakan bauran dari elemen-elemen filosofi, nilai-nilai, norma-norma,
keyakinan, ide-ide, dan mitos yang terintegrasi untuk menentukan cara kerja dan perilaku
organisasional.

Menurut Schein (1997) terdapat tiga tingkatan budaya berinteraksi dalam proses
keorganisasian, yaitu: yang

• Artifak, yaitu produk-produk nyata dari organisasi seperti arsitektur lingkungan fisik, bahasa;
teknologi, kreasi artistik, tata ruang, cara berpakaian, cara ber- bicara, cara mengungkapkan
perasaan, cerita tentang mitos dan sejarah organisasi, daftar nilai-nilai yang di- publikasikan,
kegiatan ritual dan seremonial, serta perilaku.

12
• Nilai-nilai, adalah apa yang secara ideal menjadi alasan untuk berperilaku. Nilai-nilai
merupakan sesuatu yang berharga untuk dipahami, dan dikerjakan sebagai landasan dari
komitmen organisasi. Nilai-nilai biasanya ditemukan oleh para pendiri organisasi seperti
strategi- strategi, tujuan-tujuan, filosofi serta cara pencapaian tujuan-tujuan. Bentuk nyata nilai-
nilai dapat berupa filosofi, visi, disiplin, sistem balas jasa, cara berinteraksi.

• Asumsi-asumsi dasar, adalah apa yang tidak disadari, tetapi secara aktual menentukan
bagaimana anggota organisasi mengamati, berpikir, merasakan dan ber- tindak. Budaya
menetapkan cara yang tepat bagi organisasi untuk melakukan sesuatu sesuai dengan visi, misi,
dan tujuan yang telah ditetapkan. Keteladanan, cara atau pola komunikasi organisasi baik
internal maupun dengan lingkungan eksternal merupakan bagian dari tindakan nyata asumsi
dasar.

Tanggung jawab sosial merupakan salah satu isi dari budaya perusahaan yang dapat
membangun dan atau mem- pertahankan citra perusahaan-citra perusahaan adalah kesan
menyeluruh terhadap organisasi yang mencakup kualitas terhadap produk, layanan, tampilan
dan perilaku organisasional maupun individual karyawan. Citra perusahaan merupakan ujung
tombak performansi per- usahaan secara menyeluruh. Hubungan budaya perusahaan,
tanggung jawab sosial dan citra dapat digambarkan pada figur 3.3.

13
Perilaku karyawan sebagai motor penggerak organisasi akan berpengaruh pada citra
organisasi. Citra akan mem- bangun nilai dan kepuasan "stakeholders" utama yaitu pe- megang
saham, karyawan, pelanggan, dan masyarakat. Selanjutnya kepuasan kerja karyawan akan
menjadi dasar dari terciptanya rasa memiliki karyawan terhadap perusaha- an. Rasa memiliki
karyawan terhadap perusahaan akan berpengaruh pada prestasi, dan membentuk citra
perusahaan, yang selanjutnya menjadi pendorong persepsi pelanggan tentang perusahaan
serta produknya. Bagi pemegang saham, prestasi kerja merupakan nilai untuk menjadi
pendukung dalam jangka panjang dan mendorong komitmennya untuk tetap berpartisipasi
dalam pengembang- an berikutnya.

Tanggung jawab sosial dapat dilakukan secara ruti atau non-rutin. Kegiatan rutin dapat
berbentuk partisipa pada berbagai kegiatan masyarakat secara khusus ter program dan
dilaksanakan secara terus-menerus, sedangkan kegiatan non-rutin dilakukan berdasar pada
kondisi tertentu yang memungkinkan perusahaan mempunyai kemampuan dan kapasitas untuk
berpartisipasi.

Implementasi tanggung jawab sosial perusahaan akan menghasilkan nilai lebih bagi
stakeholders dan berkaitan dengan citra perusahaan. Inti dari tanggung jawab sosial
perusahaan adalah moral. Kepuasan pihak-pihak berkepen- tingan akan membangun citra
perusahaan dan yang selanjut- nya akan menjadi salah satu unsur penting dalam kelangsung an
hidup usaha dalam upaya untuk mendapat dukungan dari lingkungannya.

Keterkaitan antara budaya perusahaan dengan keempat stakeholders utama dalam kepuasan
dapat dilihat pada figur 3.4

14
2.1. Etika Bisnis

Pada akhir-akhir ini banyak pihak secara ekstrim mengatakan bahwa dunia kini sedang hidup
dalam jaman "krisis etika". Pernyataan tentang "krisis etika" dapat kita dengar, baca dan lihat
dari berbagai media setiap hari. Kontroversi tentang cara berkomunikasi internasional, ke-
giatan pemasaran global, gaya hidup dan praktik perdagang- an yang curang telah mendorong
berbagai pihak yang sadar dan peduli terhadap nilai-nilai untuk membangun kepeka- an sosial,
khususnya dalam kegiatan bisnis.

Etika bisnis merupakan standar perilaku dan nilai-nilai moral yang mengendalikan kebijakan
bisnis. Idealnya, bisnis harus mempertimbangkan masalah-masalah sosial secara luas, yang
mencakup pemikiran bahwa apa yang dilakukan akan mempunyai dampak bagi lingkungan
kerja baik internal maupun eksternal. Etika bisnis dibangun oleh iklim organisasi, yaitu aturan
nilai-nilai yang menjadi standar etis perusahaan untuk melakukan kegiatan Etika bisnis dapat
menciptakan kerangka kerja yang mendorong perilaku etis dan tanggung jawab sosial yang
tinggi terhadap pihak-pihak berkepentingan.

Etika bisnis adalah pendekatan sistematik sebagai ke- putusan moral yang didasarkan pada
alasan, analisis, sintesis, dan refleksi. Pada tingkat organisasi, etika merupakan jiwa dari

15
perilaku organisasional. Konsekuensinya, pengelola bisnis harus mampu mengubah perilaku
individual karyawan menjadi perilaku organisasional, karena perilaku organi- sasional karyawan
baik di dalam maupun di luar kegiatan perusahaan akan mencerminkan identitas, citra dan
produk perusahaan.

Bisnis adalah fenomena sosial yang secara universal harus berpijak pada tata nilai yang
berkembang di masyarakat yang mencakup:

1. Peraturan-peraturan yang dikembangkan oleh pe- merintah atau asosiasi yang berkaitan
dengan jenis kegiatan bisnis yang dilakukan, atau nilai-nilai yang dibangun oleh perusahaan itu
sendiri.

2. Kaidah-kaidah sosio-kultural yang berkembang di masyarakat.

Terdapat lima pendekatan yang relevan bagi organisasi: pendekatan individualisme,


pendekatan moral, pendekatan manfaat, pendekatan keadilan, dan pendekatan sosio-kultural.

1. Pendekatan individualisme, menyatakan bahwa suatu tindakan individual adalah bermoral


jika mendukung kepentingan jangka panjang individu yang bersangkutan dan mengarah kepada
kebaikan yang lebih besar. Tindakan pribadi individu menghitung pada manfaat jangka panjang
yang lebih besar bagi perusahaan daripada kepentingan pribadinya.

2. Pendekatan moral, menyatakan bahwa keputusan-ke- putusan organisasi yang berlandaskan


standar moral merupa- kan keputusan yang tidak melanggar hak asasi dari mereka yang
memperoleh atau berkaitan dengan keputusan tersebut. Untuk membuat keputusan etis,
organisasi harus dapat menghindari keterlibatan pihak-pihak yang tidak memiliki kepentingan
langsung terhadap persoalan yang dihadapi.

3. Pendekatan manfaat, menyatakan bahwa kebijakan dan perilaku organisasional harus


memberi manfaat dan meng- hasilkan perubahan yang lebih baik bagi pihak-pihak yang
berkepentingan. Pendekatan manfaat diharapkan untuk mempertimbangkan akibat dari setiap
pilihan keputusan yang akan dipilih terhadap semua pihak, dan memilih salah satu yang
memberikan kepuasan optimal bagi banyak pihak secara imbang.

4. Pendekatan keadilan, menyatakan bahwa keputusan-ke- putusan organisasi yang


berlandaskan moral harus didukung oleh standar, keadilan, kebebasan, dan tidak memihak.
Pendekatan keadilan cenderung mengasumsikan bahwa keadilan dapat diterapkan melalui
peraturan-peraturan.

16
5. Pendekatan sosio-kultural, menyatakan bahwa ke- putusan-keputusan organisasi harus
mampu memberi kón- tribusi yang lebih luas bagi masyarakat dengan didasarkan pada kondisi
dan dinamika sosio-kultural. Pendekatan ini merupakan bentuk dari adaptasi organisasi
terhadap ling- kungan eksternal di mana organisasi berada.

Membangun etika bisnis

Terdapat tiga dasar dalam membangun etika bisnis, yaitu kesadaran dan pertimbangan etis,
pemikiran etis, dan tindakan etis.

1. Kesadaran dan tindakan etis merupakan landasan dari perilaku organisasional yang
dibangun oleh aturan perilaku (code of conduct), yaitu pernyataan formal dari organisasi yang
merumuskan bagaimana karyawan harus berperilaku etis demi perusahaan.

2. Pemikiran etis adalah pola pikir karyawan terhadap nilai- nilai yang ditentukan dan
dikembangkan oleh perusahaan maupun dirinya dalam kaitan dengan apa yang harus di
lakukan.

3. Tindakan etis merupakan perilaku positif karyawan baik dalam melaksanakan tugas maupun
di luar tugas. Tindakan etis adalah tindakan yang selalu didasarkan pada aturan perilaku
perusahaan khususnya dalam melaksanakan tugas, serta perilaku di luar jam kerja yang tetap
mengacu pada pemikiran menjaga nama positif baik individu maupun perusahaan.

2.3. Budaya Perusahaan sebagai Moral Bisnis

Globalisasi telah menyebabkan perubahan secara dramatis di berbagai aspek kehidupan yang
berdampak pada kemerosotan moral sebagian masyarakat di dunia.

Pengusaha dan penguasa telah menjadi dua sisi mata u yang mendorong terjadinya praktik-
praktik kecurangan dalam uang bisnis. Sebagian masyarakat dunia hidup dalam komunitas
modern yang cenderung kurang mempedulikan kepentingan umum. Sekarang, moral telah
menjadi buah pembicaraan serius di berbagai kesempatan dan kepentingan dunia.

Perusahaan-perusahaan global telah menjadi pemimpin perubahan dalam proses produksi,


serta layanan yang di dasarkan pada program pembangunan berkelanjutan. Di Indonesia,
sebaliknya, yang terjadi adalah kemerosotan moral secara sistematik yang dimotori oleh
beberapa oknum birokrasi dan penegak hukum terkait. Kondisi tersebut meng- akibatkan biaya
tinggi yang berdampak pada melemahnya daya saing di pasar atas produknya. Perusahaan-

17
perusahaan multinasional yang beroperasi di Indonesia banyak yang meninggalkan Indonesia
dengan alasan utamanya adalah moral.

Di Indonesia, praktik-praktik kecurangan dalam ber- bagai kegiatan yang dilindungi atau
didukung oleh oknum birokrasi atau penegak hukum menjadi kehidupan sehari- hari yang
meresahkan. Korupsi, penebangan liar, dan atau penyelundupan, adalah contoh-contoh
perilaku amoral yang sudah mengakar. Contoh lain, tayangan acara di ber- bagai stasiun televisi
swasta di Indonesia banyak yang mencerminkan kepribadian bangsa. Dalam acara sinetron
maupun musik, baik artis maupun presenternya tidak meng gunakan bahasa Indonesia yang
benar, serta menggunakan tidak pakaian yang soronok. Demikian pula dalam acara lawak,
banyak pelawak yang lawakannya berangkat dari hal-hal yang sifatnya porno. Fenomena seperti
itu berlangsung terus tanpa ada yang dapat menghentikan atau menata ulang. Mengapa?
Karena pemilik televisi swasta menginginkan agar investasinya segera dapat kembali serta
mendatangkan untung sebesar-besarnya, sehingga mereka menggunakan segala cara tanpa
mempertimbangkan dampaknya terhadap moral masyarakat sebagai pelanggannya.

Kegiatan bisnis adalah kegiatan sosial yang berada dalam suatu sistem sosial tertentu. Sebagai
bagian dari sistem sosial, bisnis harus dapat memenuhi keinginan dan ke- butuhan pihak-pihak
berkepentingan yang terlibat dalam bisnis seperti, produsen, karyawan, distributor, pelanggan,
pemasok, pemerintah, dan masyarakat dengan memperoleh keuntungan yang wajar.

Moral organisasi adalah akhlak atau budi pekerti yang berkaitan dengan pemikiran, perbuatan
dan kebijakan yang didasarkan pada kepentingan bersama untuk menjaga ke- seimbangan agar
apa yang dilakukan tidak merugikan pihak lain maupun organisasi itu sendiri. Moral karyawan di
semua tingkatan merupakan aset terpenting bagi organisasi. Moral bisnis berbeda dengan
moral individu, tetapi dalam konteks keorganisasian keduanya tidak boleh dipisahkan dan atau
dibedakan, karena moral karyawan sebagai individu tidak dapat dipisahkan dengan posisinya
dalam organisasi.

Peran moral organisasi dalam perubahan global

Karyawan dan organisasi adalah dua sisi mata uang yang memiliki harga yang sama. Perilaku
karyawan secara indi- vidual merefleksikan perilaku organisasi. Krisis landa Indonesia sejak
1997 telah menyebabkan banyak yang me- perusahaan yang runtuh. Inti runtuhnya
perusahaan- perusahaan di Indonesia pada waktu itu adalah faktor manusia sebagai pengelola,
bukan karena sistem. Banyak pimpinan puncak pada waktu itu tidak memiliki itikad baik dalam
mengelola. Mereka hanya mementingkan individu atau kelompoknya saja dan bukan
kepentingan keber- langsungan usaha secara menyeluruh sebagai bagian dari sebuah sistem
terbuka.

18
Pemahaman terhadap organisasi sebagai sebuah sistem terbuka yang tindakan-tindakannya
akan memengaruhi atau dipengaruhi oleh sub sistem lain harus menjadi dasar pengelolaan
usaha. Dasar dari pemahaman terhadap organisasi sebagai sebuah sistem terbuka adalah moral
para pendiri atau pimpinan puncak. Pendiri dan para pimpinan puncak pada saat dimulainya
kegiatan adalah tokoh-tokoh yang nantinya akan menjadi contoh bagi karyawan berikut- nya.
Oleh karena itu, moral para pendahulu merupakan bagian terpenting dari fondasi bangan
organisasi. maupun dalam pengem

BAB 3

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Tanggung jawab sosial adalah suatu kepedulian organisasi bisnis untuk bertindak dengan cara-
cara mereka sendiri dalam melayani kepentingan organisasi dari kepentingan publik eksternal.

19
Etika bisnis merupakan kode etik perilaku pengusaha atau perusahaan berdasarkan nilai-nilai
moral dan normal yang dijadikan tuntukan dalam membuat keputusan bisnis.

Budaya perusahaan dapat dikatakan sebagai kombinasi ide, adat Istiadat, praktik tradisional,
nilai-nilai perusahaan dan artian bersama yang bekerja disuatu perusahaan. Budaya perusahaan
biasanya dimulai dari tindakan dan nilai-nilai dari sang pemimpin perusahaan dalam
kenyataannya banyak pemimpin perusahaan itu adalah pemilik atau pendiri perusahaan.

3.2. Saran

Semoga makalah ini dapat membantu seseorang dalam mengawali kegiatan bisnis sesuai
dengan etika dan tanggung jawab sosial, sehingga bisnisnya dapat berjalan dengan baik dan
lancar. Berperilaku lah jujur dalam semua hal guna melanjutkan kesuksesan kita dalam
berbisnis.

DAFTAR PUSTAKA

• Poerwanto, Jember 2006, News Busines Administration.

20

Anda mungkin juga menyukai