Anda di halaman 1dari 20

TUGAS INDIVIDU

MANAJEMEN LINTAS BUDAYA

DIMENSIONS OF CULTURE IN BUSINESS

Nama : JOSHUA RAYMOND TANWIJAYA

NRP : 130215149

KP :C

NP :

FAKULTAS BISNIS DAN EKONOMIKA

UNIVERSITAS SURABAYA

2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
berkat rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan seluruh rangkaian
kegiatan sejak awal hingga tersusunnya makalah ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penyusunan makalah ini dapat


diselesaikan karena adanya bantuan moral maupun material serta kerjasama
terutama dari teman-teman, dewan guru, dan berbagai pihak. Untuk kuliah,
penulis dengan segala kerendahan hati menyampaikan penghargaan dan terima
kasih kepada:

1. M. E. Lanny Kusuma Widjaja, S.E., M.M. selaku PJMK Manajemen


Lintas Budaya
2. Tim Dosen Manajemen Lintas Budaya

Akhir kata, penulis menerima secara terbuka saran dan kritik atas segala
kekurangan dalam makalah ini, dan penulis berharap makalah ini dapat
meningkatkan ilmu dan bermanfaat bagi semua pihak yang berkepentingan.

Surabaya, 27 September 2017

Penulis,
Statement of Authorship

Saya/kami yang bertandatangan dibawah ini menyatakan bahwa makalah/tugas


terlampir adalah murni hasil pekerjaan saya/kami sendiri. Tidak ada pekerjaan orang
lain yang saya/kami gunakan tanpa menyebutkan sumbernya.

Materi ini tidak/belum pernah disajikan/digunakan sebagai bahan untuk


makalah/tugas pada mata ajaran lain kecuali saya/kami menyatakan dengan jelas
bahwa saya/kami menyatakan dengan jelas menggunakannya.

Saya/kami memahami bahwa tugas yang saya/kami kumpulkan ini dapat diperbanyak
dan atau dikomunikasikan untuk tujuan mendeteksi adanya plagiarisme.

Mata Ajaran: Manajemen Lintas Budaya

Judul Makalah: Dimensions of Culture in Business

Tanggal: 26 September 2017

Dosen: M. E. Lanny Kusuma Widjaja, S.E., M.M.

Surabaya, 26 September 2017

(Joshua Raymond Tanwijaya)


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 PROFIL PERUSAHAAN

The Coca-Cola Company adalah sebuah perusahaan multinasional asal Amerika


Serikat dalam bidang minuman, termasuk pabrikan, pengecer dan pemasar
konsentrat minuman non alkohol dan sirup, yang bermarkas di Atlanta, Georgia,
Amerika Serikat.[3] Perusahaan ini terkenal dengan produk utama Coca-Cola,
yang formulanya ditemukan oleh seorang ahli farmasi John Stith Pemberton pada
tahun 1886 di Columbus, Georgia.[4] Formula dan dan merek Coca-Cola dibeli
pada 1889 oleh Asa Griggs Candler (30 Desember 1851-12 Maret 1929), yang
mendirikan perusahaan The Coca-Cola Company pada tahun 1892. Perusahaan ini
mempekerjakan 55.000 pekerja pada tahun 2005.

Perusahaan ini menjalankan sistem waralaba untuk distribusinya sejak tahun 1889
dimana The Coca-Cola Company hanya memproduksi sirup konsentrat yang dijual
ke berbagai perusahaan pembotolan di seluru dunia yang diberikan hak pemasaran
dan penjualan eksklusif. Perusahaan ini telah terdaftar di bursa saham NYSE dan
menjadi bagian dari indeks DJIA; S&P 500; Russell 1000 Index; dan Russell 1000
Growth Stock Index. Sejak 2015, perusahaan ini dipimpin oleh Muhtar Kent
sebagai Chairman dan CEO.

Merek-merek utama perusahaan ini adalah Coca-Cola (atau sering disebut Coke
saja), Fanta dan Sprite. The Coca-Cola Company juga pernah mengeluarkan
minuman cola lain dengan merek Coke, yang paling umum adalah Diet Coke,
kemudian Caffeine-Free Coca-Cola, Diet Coke Caffeine-Free, Coca-Cola Cherry,
Coca-Cola Zero, Coca-Cola Vanilla, dan beberapa varian khusus berperisa lemon,
jeruk nipis, atau kopi. Pada mulanya mereka tidak mendorong penggunaan kata
Coke, bahkan konsumen dianjurkan untuk membeli Coca-Cola dengan kata-kata
berikut: "Mintalah Coca-Cola sesuai namanya secara lengkap; nama sebutan hanya
akan mendorong penggantian produk dengan kata lain". Tetapi konsumen tetap
saja menghendaki Coke, dan akhirnya pada tahun 1941, perusahaan mengikuti
selera popular pasar. Tahun itu juga, nama dagang Coke memperoleh pengakuan
periklanan yang sama dengan Coca-Cola, dan sejak 27 Maret 1944, Coke resmi
menjadi merek dagang terdaftar The Coca-Cola Company di Amerika Serikat.

Menurut Interbrand pada tahun 2011, Coca-Cola adalah merek termahal di dunia.

1.2 Latar Belakang

Pada abad ke-20 ini, banyak perusahaan perusahaan yang sekarang tidak
hanya berada pada suatu negara dimana Perusahaan itu diciptakan dan dikembangkan
menjadi suatu perusahaan yang besar, akan tetapi pada saat ini perlu diperhatikan
bahwa mayoritas perusahaan itu telah beroperasi di berbagai negara di dunia. Seperti
yang kita ketahui, mungkin perusahaan itu berdomisili di 1 atau 2 negara, pada
kenyataannya sebuah perusahaan memiliki tingkat produktivitas yang tinggi karena
perusahaan itu tersebar di berbagai negara tidak hanya 1 atau 2 negara saja. Dengan
keadaan yang seperti ini, membuat sebuah perusahaan harus bisa mampu beradaptasi
dengan kebudayaan yang dimiliki oleh suatu negara dimana perusahaan itu
meletakkan namanya di negara itu. Kebudayaan yang ada di negara negara tempat
perusahaan itu berkembang itu berbeda-beda dan berbagai macam yang telah ada dan
sudah turun menurun di negara itu. Sebagai pemilik, harus lebih mampu menjalankan
sebuah perbedaan yang ada dan yang berbeda dari yang lain. Dalam menghadapi hal
ini perusahaan itu bisa disebut sebagai Multinational Corporation (MNC). Dalam
kebudayaan yang berbeda-beda ini, konteks sebuah perusahaan pasti akan mengarah
pada sebuah dimensi budaya yang bervariabel, fleksibel, dapat berubah-ubah sesuai
dengan peraturan dasar yang dibuat. Oleh karena itu, dimensi yang ada ini harus bisa
dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya, tujuannya agar perusahaan yang multinasional
itu akan dapat berjalan dengan lancar walaupun diterpa dengan banyaknya
kebudayaan yang beragam dan berbeda. Dengan kebudayaan yang beragam itu, tidak
membuat perusahaan itu cultural shock.

1.3 Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui dengan detail teori Hofstede dapat dianalisa sesuai dengan
konflik yang timbul dalam perusahaan Unilever.

2. Untuk melihat dengan detail dari 5 sisi dimensi kebudayaan menurut Hofstede
sesuai dengan konflik yang terjadi di perusahaan Unilever.

1.4 Manfaat Penulisan

Bagi pembaca dapat mengetahui bagaimana teori Hofstede yang lebih detail
dan bagaimana penerapan pada perusahaan multinasional. Serta untuk
menambah wawasan dan pengetahuan mengenai perusahaan multinasional.

Pada perusahaan manfaat yang dirasakan dari penerapan teori Hofstede,


dapat menjadi acuan untuk masa mendatang dalam pengambilan keputusan
dan strategi dalam perusahaan multinasional. Dan untuk perkembangan
perusahaan di masa depan.
BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Hofstedes Dimension

Teori Geert Hofstede (1980) dimensi budaya menggambarkan efek dari


budaya masyarakat pada nilai-nilai anggotanya, dan bagaimana nilai-nilai
berhubungan dengan perilaku, menggunakan struktur yang berasal dari analisis
faktor. Teori ini telah digunakan secara luas dalam beberapa bidangsebagai
paradigma untuk penelitian, khususnya dalam psikologi lintas-budaya,
manajemeninternasional, dan komunikasi lintas budaya. Hofstede mengembangkan
model aslinya sebagaihasil dari menggunakan analisis faktor untuk menguji hasil
survei di seluruh dunia dari nilai-nilaikaryawan oleh IBM pada tahun 1960 dan 1970-
an. Teori adalah salah satu yang pertama yang bisa diukur, dan dapat digunakan
untuk menjelaskan perbedaan yang diamati antara budaya.

2.2 Dimensi Kebudayaan Hofstede

Gerard Hendrik Hofstede sebagai psikolog social merumuskan bahwa terdapat


5 dimensi kebudayaan yang tertanam dalam perusahaan multinasional diantaranya
ada Power Distance, Avoidance of Insecurity, Individualism/Collectivism,
Masculinity/Feminity serta Short-term/Long-term orientation. Kelima dimensi ini
sangat berpengaruh dan berkaitan terhadap jalannya perusahaan multinasional dan
sebagai penunjang di masa yang akan datang dalam sebuah perusahaan multinasional.

2.2.1 Power Distance


Power Distance merupakan kekuatan jarak mengacu pada cara di mana
kekuatan didistribusikan dan sejauh mana yang kurang kuat menerima kuasa itu
didistribusikan tidak sama. Sederhananya, orang dalam beberapa budaya menerima
gelar yang lebih tinggi kekuasaan terdistribusi tidak merata daripada orang-orang
dalam budaya lain serta dapat diartikan sebagai ketidaksetaraan kekuasaan antara
individu yang lebih berkuasa dengan individu yang kurang berkuasa dalam suatu
sistem sosial. Power Distance ini dibagi menjadi 2 dalam penerapannya ke
perusahaan yaitu:

1. Low Power Distance, dengan karakteristik:

- Ketidaksetaraan dalam masyarakat harus diminimalkan.

- Hirarki diperbolehkan jika ada ketidaknyamanan.

- Atasan dan bawahan sama.

- Semua orang harus menikmati hak-hak privilege yang sama, tidak


adanya status/simbol yang lebih menguasai.

- Setiap individu harus saling dihormati.

2. High Power Distance, dengan karakteristik:

- Adanya hak-hak privilege sehingga bisa mengatur atau merubah.

- Status dan tingkat jabatan itu tidak berpengaruh.

- Superior atau subordinat itu berbeda dari anggapan orang-orang.

- Otoritas itu harus dihormati.

- Subordinat harus diberitahu apa yang akan dilakukan.


2.2.2 Individualism / Collectivism

Cara pertama adalah individualisme, yang menyatakan bahwa setiap individu


bertindak sendiri, membuat pilihan mereka sendiri, dan pada tingkat yang mereka
berinteraksi dengan sisa kelompok, itu adalah sebagai individu. Kolektivisme adalah
cara kedua, dan Tinjauan kelompok sebagai entitas yang utama, dengan orang-orang
yang hilang di sepanjang jalan.Serta pengertian lainnya sebagai menekankan motivasi
diri, hak dan kewajiban sendiri serta punya kebebasan sendiri.

1. Collectivism, karakteristik:

- Mentalitas nya pada Kami.

- Adanya keharmonisan, kolaborasi, tradisi, komunitas, dan lain


sebagainya.

- Pada kepentingan bersama.

2. Individualism, karakteristik:

- Mentalitas kepada Saya.

- Kebutuhan tugas lebih penting daripada hubungan.

- Standar nilai berlaku untuk semua.

- Menekankan pada inovasi dan kewajiban diri.

2.2.3 Masculinity / Feminity

Masyarakat maskulin yang memiliki ciri-ciri yang dikategorikan sebagai laki-


laki, kekuatan, dominasi, ketegasan dan perkata. Feminin masyarakat secara
tradisional dianggap sebagai memiliki ciri-ciri konvensional, seperti mendukung,
peduli, dan hubungan yang berorientasi. Setiap jenis masyarakat akan merespon
berbeda, sebagai penonton dalam dunia bisnis. Komunikator perlu memahami
berbagai budaya yang berbeda dan menyesuaikan pesan mereka dalam cara yang
maskulin atau feminin tergantung pada penonton.

1. Masculinity, karakteristik:

- Melihat pada hasil akhir saja.

- Adanya persaingan, inovasi, prestasi, ambisius yang tinggi.

- Manajer harus mampu menginspirasi bawahan serta memberikan


reward bagi yang berkontribusi lebih bagi perusahaan.

- Based on Meritt berdasarkan prestasi kerja.

2. Feminity, karakteristik:

- Mengutamakan keharmonisan, keselarasan, dan lain sebagainya.

- Melihat proses dalam bekerja.

- Adanya saling kesatuan antara yang 1 dengan yang lainnya.

- Based on Seniority diberikan berdasarkan masa kerja.

2.2.4 Avoidance of Insecurity

Dalam lintas budaya psikologi, ketidakpastian penghindaran adalah toleransi


masyarakat ketidakpastian dan ambiguitas. Hal ini mencerminkan sejauh mana
anggota masyarakat mencoba untuk mengatasi kecemasan dengan meminimalkan
ketidakpastian. Dalam pengertian disebutkan juga bahwa uncertainty avoidance ini
juga merupakan tingkat sejauh mana anggota masyarakat mampu beradaptasi dalam
perubahan dan dalam ketidakpastian / ambiguitas lingkungan.

1. Low Uncertainty Avoidance, karakteristik:

- Ketidakpastian dalam hidup yang mengancam itu harus dikurangi.

- Toleran terhadap orang-orang yang menyimpang dari ide.

- Lebih konsentrasi terhadap keamanan.

- Konsensus itu lebih baik daripada konflik.

2. High Uncertainty Avoidance, karakteristik:

- Adanya ketidakpastian sebuah fakta.

- Sebuah penyimpangan itu tidaklah dianggap sebagai kesalahan.

- Keambiguan itu bisa ditoleransi.

- Siap menerima resiko.

- Sangat bertoleransi terhadap resiko yang akan terjadi di masa


mendatang.

2.2.5 Short-term / Long-term Orientation

Orientasi jangka pendek adalah ketika Anda berfokus pada saat ini atau masa
lalu dan menganggap mereka lebih penting daripada masa depan. Jika Anda memiliki
orientasi jangka pendek, Anda nilai tradisi, hirarki sosial saat ini dan memenuhi
kewajiban sosial Anda. Anda lebih peduli tentang kepuasan segera daripada
pemenuhan jangka panjang.
Jangka panjang orientasi adalah ketika Anda berfokus pada masa depan. Anda
bersedia untuk menunda jangka pendek bahan atau keberhasilan sosial atau bahkan
jangka pendek kepuasan emosional untuk mempersiapkan untuk masa depan. Jika
Anda memiliki perspektif budaya ini, Anda nilai ketekunan, ketekunan, menyimpan
dan mampu beradaptasi.

1. Short-term Orientation, karakteristik:

- Lebih menghargai sebuah tradisi dan juga masa lalu.

- Hanya melihat keuntungan dalam jangka pendek sehingga tidak


melihat keadaan yang terjadi pada perusahaan di masa yang akan
datang.

- Antara manajer dan pekerja terjadi GAP ( Perbedaan ) yang sangat


dominan.

2. Long-term Orientation, karakteristik:

- Menekankan pada citra perusahaan.

- Melihat kelangsungan hidup perusahaan agar survive di masa


mendatang.

- Antara manajer dan bawahan tidak terjadi GAP yang dominan.

- Pemilik/Manajer dan juga pekerja itu sama-sama dituntut untuk


memiliki sebuah ide dan harus mengeluarkan aspirasinya itu untuk
peningkatan produktivitas perusahaan di masa yang akan datang.
BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Dimensi Dimensi Kebudayaan

Coca-cola Company termasuk dalam dimensi-dimensi yang ada pada dalam


kebudayaan karena kebudayaan merupakan tingkat pengukuran dari suatu negara
untuk melihat besar atau rendahnya produktivitas.

3.1.1 Power Distance

Terdapat kekuatan jarak atau yang di sebut dengan Power distance, Power
Distance sendiri dibagi menjadi 2 golongan , yaitu Low dan High. Dalam penjelasan
coca-cola dapat diambil kesimpulan bahwa perusahaan Coca-cola termasuk dalam
Low Power Distance. Karena dapat dilihat dari budaya yang ada di coca-cola bahwa
perusahaan ini termasuk dalam perusahaan Multi National Company sehingga
perusahaan ini harus meminimalkan ketidaksetaraan yang ada pada masyarakat
karena perlu untuk memotivasi karyawan yang ada didalam perusahaan tersebut
untuk mendapatkan kenyamanan bekerja diperusahaan.Sehingga perusahaan ini
menerapkan bahwa tidak adanya diskriminasi antara atasan dengan bawahan,hal ini
untuk mewujudkan individu saling menghormati dan mempunyai sikap toleransi
terhadap sesama karyawan.

3.1.2 Individualism / Collectivism

Dalam aspek Individualism / Collectivism , dalam dimensi ini menjelaskan


tentang bagaimana perusahaan menerapkan gaya kepemimpinan pada suatu
perusahaan. Sehingga seluruh karyawan dapat mengubah pola pikir dalam perusahaan
tanpa adanya sikap intoleran antar budaya.

Dalam Collectivism ini, perusahaan Coca-Cola juga ingin bagaimana dalam


suatu perusahaan yang begitu banyak kebudayaan yang berkumpul dapat
menimbulkan dampak positif sehingga timbul rasanya keharmonisan, komunitas
antar pekerja dan juga pimpinan. Selain itu, Collectivism yang diterapkan dalam
perusahaan Coca-Cola untuk mendorong rasa kepentingan bersama sehingga tidak
menimbulkan konflik.

3.1.3 Masculinity / Feminity

Dimensi yang ketiga yaitu Masculinity dan Feminity, kedua dimensi ini
sangat bertolakbelakang karakteristik nya karena masculinity melihat pada hasil
akhirnya. Berdasarkan analisa, Perusahaan Coca-Cola lebih mengarah pada feminity
karena Coca-Cola lebih melihat hasil proses mereka seperti saling bekerja sama
antara yang satu dengan yang lain agar dapat memecahkan masalah secara bersama-
sama dan kreatifitas, penyatuan kebudayaan satu dengan yang lainnya di lingkungan
sekitar dengan kebudayaan yang beragam, Perusahaan Coca-Cola juga melihat
seberapa pentingnya sebuah keharmonisan dan keselarasan demi kemajuan serta
meningkatan produktivitas dalam perusahaan Coca-Cola.

3.1.4 Avoidance of Insecurity

Perusahaan Coca-Cola ini ditantang untuk memiliki kemampuan dalam


beradaptasi terhadap sesuatu perubahan yang cepat berdasarkan artikel Perusahaan
Coca-Cola termasuk dalam Low Uncertainty Avoidance, dimana anggota perusahaan
ingin memberikan kesenjangan hidup anggota karena itu perusahaan membuah
kesepakatan untuk berubah dan menyingkirkan budaya-budaya yang di dapat pada
anggota yang negatif (mengancam) di perusahaan Coca-Cola.
3.1.5 Short-term / Long-term Orientation

Dalam perusahaan Coca-Cola Long-term Orientation karena menghadapi


budaya-budaya yang beragam sangatlah kompleks sehingga pemimpin yang
beranggapan bahwa perusahaan harus memiliki orientasi jangka panjang dan tidak
hanya memikirkan keuntungan perusahaan sekarang akan tetapi melihat sebuah
proses sehingga menambah pengetahuaan pekerja dan lebih mementingkan budaya
kolaboratif supaya komunikasi antar budaya dapat memiliki nilai-nilai dan juga
komitmen yang beragam yang bertujuan agar citra perusahaan tidak memiliki
persepsi jelek terhadap masyarakat dan juga agar citra perusahaan dapat terjaga
dengan baik.
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat disimpulkan dari pembahasan kasus dengan teori


yang ada atas dimensi-dimensi budaya yang sangat berkaitan pada perusahaan coca-
cola yang bergerak dalam bidang Multi National Company berdasarkan pandangan
Hofstede sangat perlu diperhatikan dan dipahami secara mendalam. Coca-Cola
sebagai perusahaan multinasional yang sangat besar dalam bidang minuman soda
dapat memberikan manajemen yang berkualitas melalui budaya nasional mereka yang
diterapkan dalam budaya bisnis. Dalam dimensi pertama budaya menurut Hofstede,
coca-cola termasuk bersifat low Power Distance ini timbul sebagai akibat adanya
kesetaraan akibat perusahaan coca-cola termasuk dalam perusahaan multinasional.
Lalu dimensi yang kedua perusahaan coca-cola termasuk dimensi Collectivism
dimana didorongnya rasa saling bekerja sama sehingga dan berkolaborasi antar
karyawan sehingga menimbulkan keharmonisan. Dimensi yang ketiga coca-cola
termasuk dimensi Feminity melihat pada sisi proses dalam sebuah pengkolaborasian
budaya. Dimensi ke empat coca-cola termasuk Low Uncertainty Avoidance yang
mengarah pada tingkat dimana sebuah anggota dalam perusahaan itu mampu / saling
bisa beradaptasi dengan lingkungan kebudayaan yang berubah-ubah. Dimensi
terakhir coca-cola termasuk dimensi Long-term Orientation karena perusahaan tidak
hanya mementingkan keuntungan semata serta menjaga citra perusahaan agar
perusahaan tidak terlihat jelek di mata masyarakat.

4.2 Saran
Dalam penggunaan dimensi budaya perusahaan coca-cola perlu di lakukan
karena sebagai perusahaan multinasional yang besar dan dikenal dikenal
dimasyarakat dunia , coca-cola perlu untuk mengetahui sifat atau karakteristik setiap
masyarakat yang berbeda-beda budayanya sehingga perlu untuk di analysis lagi serta
membuktikan bahwa dimensi budaya sangat di perlukan karena di negara yang lain
berbeda budaya dengan kita sehingga bisa menjalin hubungan yang baik di masa
yang akan datang dan kelangsungan hidup perusahaan kedepannya berjalan dengan
lancar.
DAFTAR PUSTAKA

Handout Manajemen Lintas Budaya

Andrews, Tim G. 2009. Cross Cultural Management (1st Edition). Routledge, USA.

https://en.wikipedia.org/wiki/The_Coca-Cola_Company

http://repository.upnyk.ac.id/3746/1/Nuruni_Ika.pdf

https://www.scribd.com/doc/172954987/Budaya-Teori-Dimensi-Hofstede
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai