Anda di halaman 1dari 15

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan YME yang telah memberikan
rahmat serta karunia-Nya kepada kami, sehingga kami berhasil menyelesaikan
makalah ini tepat pada waktunya mengenai mata kuliah Manajemen Pemasaran
Global. Makalah ini disusun sebagai salah satu tugas kelompok yang berisikan
tentang lingkungan pemasaran dalam konteks global, khususnya lingkungan sosial
budaya.

Diharapkan makalah ini dapat memberikan informasi kepada pembaca


mengenai lingkungan pemasaran dalam konteks global khususnya lingkungan
sosial budaya. Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh
karena itu kami perlu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun.

Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah
berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga
Tuhan YME senantiasa memberkati segala usaha kita.

Sleman, 9 September 2019

Penyusun

1
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Banyak produk yang dapat memperoleh sukses di luar lingkungan budaya
negara asalnya. Pemasar global harus mengenali dan menghadapi perbedaan-
perbedaan dalam lingkungan sosial dan budaya di pasar dunia. Oleh karena itu,
pemasar harus juga mengenali keunggulan dari karakteristik budaya yang
terbagi-bagi dan mengabaikan adaptasi bauran pemasaran yang tidak perlu dan
yang memerlukan biaya.
Selain lingkungan sosial budaya, pemasar juga harus memperhatikan
lingkungan politik. Setiap pemerintah nasional di dunia ini mengatur
perdagangan dan perniagaan dengan negara lain dan mencoba mengendalikan
akses dari perusahaan asing terhadap sumber daya nasional. Setiap negara
mempunyai keunikan sistem hukum dan regulasi sendiri yang mempengaruhi
operasi dan aktifitas perusahaan global, termasuk kemampuan pemasar global
untuk mengenali peluang pasar yang ada. Hukum dan regulasi memaksa
perpindahan produk, jasa, orang, uang dan keahlian melintasi batas-batas
negara.
Untuk membantu pemasar agar lebih memahami kedinamisan sosial budaya
dan politk dengan baik di pasar global, akan dijelaskan mengenai lingkungan
sosial budaya dan politik dalam makalah ini.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana aspek dasar dari budaya dalam Pemasaran Global?
2. Apa saja faktor – faktor pendekatan analitis budaya dalam Pemasaran Global?
3. Bagaimana pengaruh lingkungan sosial dan budaya dalam pemasaran
produk konsumen?
4. Bagaimana komplikasi lintas budaya dan saran pemecahannya?

C. Tujuan
2
1. Untuk mengetahui bagaimana aspek dasar dari budaya dalam Pemasaran
Global.
2. Untuk mengetahui apa saja faktor – faktor pendekatan analitis budaya dalam
Pemasaran Global.
3. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh lingkungan sosial dan budaya dalam
pemasaran produk konsumen.
4. Untuk bagaimana komplikasi lintas budaya dan saran pemecahannya.

BAB II

PEMBAHASAN

A. ASPEK DASAR DARI BUDAYA


3
Bagi ahli antropologi dan sosiologi, budaya adalah “cara hidup” yang dibentuk oleh
sekelompok manusia yang diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya.
Budaya termasuk kesadaran dan ketidaksadaran akan nilai, ide, sikap, dan simbol
yang membentuk perilaku manusia dan diteruskan dari satu generasi ke generasi
selanjutnya. Seperti didefinisikan oleh seorang ahli antropologi organisasi Geert
Hofstede, budaya adalah “tatanan kolektif dari pikiran yang membedakan anggota
tersebut dari satu kategori orang dengan orang lainnya.”

1. Mencari Budaya Universal

Budaya universal adalah modus tingkah laku yang ada dalam setiap budaya.
Aspek universal dari lingkup budaya menunjukkan peluang bagi pemasar global
untuk menstandarisasi beberapa atau seluruh elemen progam pemasaran. Pemasar
global yang cerdik sering menemukan bahwa keragaman budaya didunia
mengakibatkan cara yang berbeda dalam menyelesaikan hal yang sama.

Musik merupakan budaya universal, tidaklah mengherankan bahwa bisnis


musik telah menuju pada tahap global. Namun, ini tidak berarti bahwa dunia musik
itu seragam. Tabel menunjukkan pangsa pasar musik didalam pasar yang berbeda-
beda antara lokal versus “internasional”. Meskipun muatan pasar musik Turki
mungkin sangat unik, proses penciptaan nilai bagi pelanggan di Turki sama dengan
proses penciptaan nilai dimana saja.lagipula disetiap pasar segala sesuatunya terus-
menerus berubah, dan kecenderungan yang jelas terlihat dipasar musik global
adalah ke arah suara dan permainan yang baru.

Pemasar global yang berada didalam bisnis selalu bersiaga dengan potensi
perluasan kesuksesan mereka melampaui batas-batas negara. Dengan
bertambahnya tingkat perjalanan dan komunikasi banyak sikap nasional terhadap
gaya dalam pakaian, warna, musik, dan makanan serta minuman yang muncul.

Globalisasi budaya telah dikapitalisasi, dan secara signifikan telah


dipercepat oleh perusahaan yang mempunyai peluang besar untuk mendapatkan
pelanggan dari seluruh dunia. Coca-cola, Levi Straus, McDonald’s, IBM,
4
Heineken, dan BMG Entertainment merupakan beberapa contoh perusahaan A.S.
yang mendobrak ciri budaya dengan perluasan ke pasar baru dengan produk-produk
mereka.

2. Pandangan Ahli Antropologi


Seperti diutarakan oleh Ruth Benedict dalam karya klasiknya berjudul The
Chrysanthemum and the Sword, tidak peduli betapa aneh tindakan atau pendapat
seseorang , cara seseorang berpikir, merasa, dan bertindak mempunyai hubungan
dengan pengalamannnya di dunia ini. Tidak masalah jika tindakan dan opini
dirasakan sebagai gagasan yang aneh oleh orang lain. Pemasar global yang berhasil
harus memahami pengalaman manusia dari sudut pandang lokal dan menjadi orang
dalam melalui proses empati budaya.

3. Budaya Konteks Tinggi dan Rendah


Edward T. Hall menyarankan konsep konteks tinggi dan rendah sebagai
salah satu cara untuk memahami orientasi budaya yang berbeda. Dalam budaya
konteks rendah, pesan nyata; kata-kata membawa sebagian besar informasi dalam
komunikasi. Dalam budaya konteks tinggi, tidak terlalu banyak informasi berada
dalam pesan verbal. Jepang, Saudi Arabia, dan budaya konteks tinggi lainnya
sangat menekankan pada nilai dan posisi atau kedudukan seseorang di masyarakat.
Dalam budaya ini, pinjaman dari bank lebih mungkin didasarkan pada siapa Anda
daripada analisis formal laporan keuangan. Dalam budaya konteks rendah seperti
Amerika Serikat, Swis, atau Jerman, persetujuan dibuat dengan informasi yang jauh
lebih sedikit mengenai karakter, latar belakang, dan nilai-nilai. Keputusan lebih
didasarkan pada fakta dan angka dalam permintaan pinjaman.

4. Komunikasi dan Negosiasi


Jika bahasa dan budaya berubah, ada tantangan tambahan dalam
komunikasi. Misalnya, “ya” dan “tidak” dipergunakan dengan cara yang berbeda
antara Negara Jepang dan Negara barat. Hal ini menyebabkan kebingungan dan
kesalahpahaman. Dalam bahasa inggris jawaban “ya” atau “tidak” atas sebuah

5
pertanyaan didasarkan pada apakah jawabannya mengiyakan atau menolak. Dalam
bahasa Jepang, tidak demikian. Jawaban “ya” atau “tidak” dapat dipergunakan
untuk jawaban yang membenarkan atau menolak pertanyaan tadi.

5. Perilaku Sosial
Ada sejumlah perilaku sosial dan sebutan yang mempunyai arti yang
berbeda-beda di dalam budaya lain. Sebagai contoh, orang Amerika umumnya
menganggap tidak sopan jika makanan di atas piring membubung, membuat
keributan ketika sedang makan, dan bersendawa. Namun sejumlah masyarakat Cina
merasa bahwa merupakan hal yang sopan jika mengambil setiap porsi makanan
yang dihidangkan dan menunjukkan kepuasannya dengan bersendawa.
Perilaku sosial lainnya, jika tidak diketahui, akan merugikan bagi pelancong
internasional. Sebagai contoh, di Arab Saudi, merupakan penghinaan jika
menanyakan kepada pemilik rumah tentang kesehatan suami/istri.

6. Sosialisasi Antar-Budaya
Memahami suatu budaya berarti memahami kebiasaan, tindakan, dan alasan-
alasan di balik perilaku-perilaku yang ada. Sebagai contoh, di Amerika Serikat, bak
mandi dan toilet mungkin berada dalam ruang yang sama. Orang Amerika
mengasumsikan bahwa ini adalah norma yang berlaku di dunia. Namun, dalam
beberapa budaya seperti Jepang, menganggap itu tidak higienis. Bahkan budaya
lain menganggap duduk di atas toilet duduk itu tidak higienis. Di banyak budaya,
penggunaan tisu toilet bukanlah norma mereka.

B. PENDEKATAN ANALISIS FAKTOR-FAKTOR BUDAYA


Alasan mengapa faktor-faktor budaya merupakan tantangan bagi pemasar
global adalah semua ini tidak mudah terlihat. Budaya merupakan tingkah laku
yang dipelajari, yang diturunkan dari satu enerasi ke generasi berikutnya, sulit
bagi seseorang dari luar kalangan yang tidak berpengalaman atau tidak terlatih
untuk memahaminya. Menjadi seorang manajer global berarti bagaimana
menyingkirkan asumsi-asumsi budaya. Kesalahan dalam melakukan hal itu akan
6
menghambat pemahaman yang akurat tentang makna dan arti dari pernyataan
dan perilaku para rekan bisnis dari latar belakang budaya yang berbeda-beda.
Untuk mengatasi sikap etnosentris dan kecadokan budaya, para manajer harus
berusaha untuk mempelajari dan mennternalisasi perbedaan-perbedaan budaya
itu.
1. Hierarki Kebutuhan Maslow

Maslow membuat hipotesis bahwa keinginan manusia dapat disusun


menjadi hirarki lima kebutuhan. Karena kebutuhan individu telah terpenuhi,
ia akan melanjutkan ke kebutuhan yang lebih tinggi. Jikalau kebutuhan
fisiologis, keamanan, dan sosial telah terpuaskan, kedua tingkat kebutuhan
akan mendominasi. Pertama adalah kebutuhan untuk dihormati, ini adalah
keinginan untuk menghormati diri sendiri, dan penghormatan dari orang lain
serta merupakan kekuatan yang amat kuat yang mendorong terciptanya
permintaan akan barang guna meningkatkan status. Simbol status ini terdapat
di negara-negara berkembang yang dijelaskan di bab 2.
Tahap akhir dari kebutuhan adalah aktualisasi diri. Kalau semua
kebutuhan untuk pangan, keamanan, keselamatan, persahabatan, dan
penghargaan dari orang lain telah terpuaskan, rasa tidak puas dan kegelisahan
akan berkembang kecuali orang tersebut mengerjakan apa yang cocok
baginya.
Sudah jelas bahwa hirarki kebutuhan Maslow merupakan bentuk
penyederhanan dari perilaku manusia yang kompleks. Periset lain

7
menunjukan bahwa kebutuhan seseorang tidak berkembang secara teratur
dari satu tahap hirarki ke tahap berikutnya.
Model menyatakan bahwa sebagai negara yang menuju ke tahap
perkembangan ekonomi, semakin banyak anggota masyarakat yang berusaha
untuk mencapai tingkat kebutuhan akan penghargaan dan yang lebih tinggi
lagi, karena kebutuhan fisiologis, keamanan dan sosial telah terpuaskan. Hal
itu menimbulkan kebutuhan aktualisasi diri mulai mempengaruhi perilaku
konsumen. Sebagai contoh ada kecenderungan di negara-negara yang
berpendapatan tinggi untuk menolak materi sebagai “simbol status”.
2. Tipologi Budaya Hofstede
Ahli antropologi organisasi Geert Hofstede berasumsi bahwa budaya
bangsa yang berbeda-beda dapat diperbandingkan dengan empat dimensi.
Yang pertama, jarak kekuatan (power distance), tingkatan yang mengurangi
kekuatan didistribusikan secara tidak merata. Menurut George Orwell, semua
masyarakat itu berbeda tetapi beberapa ada yang lebih berbeda dari yang
lainnya.
Dimensi kedua adalah refleksi dari tingkatan dimana individu-individu
dalam masyarakat diintegrasikan dalam satu kelompok. Dalam budaya
individualis setiap anggota masyarakat sangat peduli kepentingannya sendiri
dan keluarga dekatnya. Dalam budaya kolektif (collectivist), semua anggota
masyarakat diintegrasikan kedalam kelompok-kelompok yang bersatu.
Dimensi ketiga, maskulinitas, menggambarkan suatu masyarakat
dimana pria diharapkan menjadi seseorang yang tegas, kompotitif, dan peduli
dengan kesuksesan materi, sementara wanita memenuhi peran mengasuh dan
peduli dengan masalah-masalah seperti keselamatan anak-anak. Di pihak
lain, feminitas menggambarkan suatu masyarakat yang dimana peran sosial
pria dan wanita saling melengkapi, yang mana tidak ada gender yang sangat
ingin menunnjukkan ambisi dan perilaku bersaing.
Hotstede mencatat bahwa tiga dimensi yang pertama mengacu pada
perilaku sosial yang diharapkan, dimensi keempat dalam bahasa Hotstede
dikatakan, “pencarian kebenaran pria”. Menghindarkan ketidakpastian
merupakan tingkat dimana anggota masyarakat tidak nyaman dengan kondisi
yang tidak jelas, mendua, atau tidak terstruktur.
8
Riset yang dilakukan oleh Hotstede meyakinkan dirinya bahwa
meskipun keempat dimensi itu menghasilkan interprestasi yang menarik dan
bermanfaat, namun dimensi-dimensi itu tidak menyediakan pengetahuan
dasar budya yang mungkin bagi pertumbuhan ekonomi.
Masalah metodologi ini diperbaiki dengan Chinese Value Survey (CVS)
yang dikembangkan oleh para ahli sosial Cina. Data CVS mendukung tiga
dimensi “perilaku sosial” budaya Hotstede, namun mengabaikan
ketidakpastian. Dengan menambah dimensi yang dilewatkan oleh periset
barat yang disebut Hotstede “confucian dynamism”, peduli dengan beberapa
aspek budaya yang mucul dan berkaitan dengan pertumbuhan ekonomi.
Hotstede menjelaskan bahwa dimensi ini peduli dengan “pencarian
masyarakat terhadap kebajikan”, daripada mencari kebenaran.
3. Kriteria dan Persepsi Referensi Diri Sendiri
Persepsi seseorang mengenai keutuhan pasar disusun oleh pengalaman
budayanya sendiri. Suatu kerangka yang secara sistematik mengurangi
hambatan perseptual dan distorsi ini dikembangkan oleh James Lee dan
diterbitkan oleh Harvard Business Review tahun 1996. Lee menamakan
referensi yang tidak disadari terhadap nilai budaya orang itu, kriteria referensi
diri sendiri atau disingkat SRC (Self Reference Criteria).
Pelajaran yang diberikan SRC ini sangat vital, keahlian kritis dari
pemasar global untuk tidak membuat persepsi yang standar, kemampuan
untuk melihat apa yang ada adalam suatu budaya. Meskipun keahlian ini sama
bernilainya baik dinegara asal maupun diluar negeri, bagi pemasar global
keahlian itu tetap merupakan sesuatu yang kritis karena kecenderungan yang
meluas terhadap etnosentrisme dan menggunakan kriteria referensi diri
sendiri. SRC dapat menjadi tekanan penolakan yang sangat kuat dalam bisnis
global, jika lupa untuk mengeceknya dapat memicu kesalahpahaman dan
kegagalan.
4. Sensitifitas Lingkungan

9
Sensitifitas lingkungan merupakan tingkat dimana produk-produk
harus diadaptasi terhadap kebutuhan budaya yang spesifik dipasar nasional
yang berbeda-beda. Manfaat dari pendekatan ini adalah untuk memandang
produk atas rangkaian kesatuan dari sensitifitas lingkungan. Pada tingkat
pertama dari ragkaian produk-produk yang tidak memiliki sensitifitas
lingkungan, tidak membutuhkan adaptasi yang signifikan terhadap
lingkungan pasar dunia yang beragam. Pada tingkat akhir dari rangkaian
kesatuan itu adalah produk-produk yang sangat sensitif terhadap faktor-faktor
lingkungan yang berbeda.
Perusahaan dengan produk-produk tidak sensitif terhadap lingkungan
akan menghabiskan sedikit waktu untuk menentukan kondisi pasar lokal yang
sfesifik dan unik karena produk itu pada dasarnya universal. Semakin tinggi
sensitifitas lingkungan produk, semakin tinggi kebutuhan bagi para manajer
untuk mengenali kekhususan negara atas ekonomi, regulasi, teknologi, sosial
dan kondisi lingkungan budaya. Sebagai contoh, McDonald memperoleh
sukses besar diluar Amerika Serikat dengan mengadaptasi jenis-jenis
menunya dengan selera lokal.

C. LINGKUNGAN SOSIAL DAN BUDAYA: PENGARUH PEMASARAN


PRODUK KONSUMEN
Pengamatan dan studi menunjukkan bahwa tanpa tergantung pada kelas
sosial dan pendapatan, budaya mempunyai pengaruh yang signifikan pada

10
tingkah laku konsumen, penggunaan media, dan kepemilikan barang yang tahan
lama. Produk konsumen mungkin lebih sensitive terhadap perbedaan budaya
daripada produk industri. Seperti contohnya adalah rasa lapar terhadap makanan
yang merupakan kebutuhan fisiologis manusia, yang sangat dipengaruhi oleh
budaya. Sebagai contoh adalah di Amerika Serikat CPC International gagal
mempopulerkan sup kering Knorr karena pasar sup di AS didominasi oleh
Campbell Soup Company. Hal ini disebabkan karena riset yang dilakukan oleh
Campbell Soup Company menunjukkan bahwa ibu rumah tangga di Amerika
Serikat memiliki budaya yang hanya memiliki waktu kurang dari 60 menit untuk
mempersiapkan makanan.
Selain itu, rasa haus juga menunjukkan bagaimana kebutuhan berbeda dari
keinginan. Meminum cairan adalah kebutuhan psikologis yang bersifat
universal, namun apa yang diminum seseorang amat ditentukan oleh budaya.
Sebagai contohnya adalah Coca-Cola Company melaporkan bahwa pada 1997
konsumsi per kapita produk minuman ringan adalah 376 botol isi 8-ons di AS,
203 botol di Jerman, 95 botol di Italia, dan 88 botol di Perancis. Perbedaan ini
banyak dihubungkan dengan budaya konsumsi minuman jenis lain per kapita
yanh lebih tinggi di Eropa. Di Perancis dan Italia, konsumsi anggur rata-rata per
kapita 30-40 kali lebih banyak daripada di AS. Orang Perancis lebih menyukai
air mineral daripada minuman ringan, sedangkan baru sedikit orang Amerika
yang pernah mencicipi air mineral. Kemudian, konsumsi bir rata-rata per kapita
orang Jerman jauh lebih tinggi daripada orang AS. Namun, pada kenyataannya
terdapat beberapa variabel lain yang menyebabkan terjadinya perbedaan antara
popularitas permintaan minuman di negara Eropa Bagian Barat dan Amerika
Serikat yaitu :
Y : ƒ (A, B, C, D, E, F, G)
Dimana :
Y = konsumsi minuman ringan
ƒ = fungsi dari
A = pengaruh dari harga, mutu, dan rasa relatif dari minuman yang lain
B = pengeluaran dan efektivitas iklan, semua kategori minuman
C = ketersediaan produk dalam saluran distribusi
D = unsur budaya, tradisi, kebiasaan
11
E = ketersediaan bahan baku (terutama air)
F = kondisi iklim, suhu, dan kelembapan relatif
G = tingkat pendapatan
Budaya merupakan unsur penting dalam menentukan tingkat permintaan
minuman ringan. Tetapi budaya hanyalah satu dari tujuh faktor dan oleh karena
itu, budaya lebih merupakan faktor yang mempengaruhi daripada penentu.
Pemasar masih dapat melakukan pemasaran global dengan menyusun program
pemasarannya (termasuk harga yang lebih murah, distribusi yang intensif, dan
iklan yang besar-besaran) untuk meningkatkan konsumsi produknya, namun
budaya juga dapat menghambat program pemasarannya tersebut.

D. KOMPLIKASI LINTAS BUDAYA DAN SARAN PEMECAHANNYA


Kegiatan pemasaran global dilaksanakan dalam lingkungan yang selalu
berubah oleh bauran ekonomi, budaya dan tekanan sosial. Dalam meletakkan
perspektif global kita harus menjawab satu hal: Bahkan dalam transaksi
komersial yang mana semua pihak termasuk dalam masyarakat konteks rendah
dan persyaratan perjanjian dituangkan dalam bentuk hitam dan putih,
permahaman yang berbeda atas masing-masing kewajiban setiap pihak
seringkali terjadi.
Eksekutif pemasaran dan manajer yang berkecimpung di pasar asing harus
memupuk rasa saling percaya, menjalin hubungan, dan empati dengan rekan
bisnisnya karena itulah yang diperlukan untuk mempertahankan hubungan yang
tahan lama. Menunjuk warga nasional sebagai perwakilan penjualan di luar
negeri tidak serta merta menghilangkan masalah tersebut. Perusahaan yang
memindah-mindahkan staf internasionalnya ke berbagai belahan dunia, akan
beresiko menghalangi terbentuknya apa yang disebut dengan “subbudaya
konteks tinggi” antara orang-orangnya dan warga setempat dan bisa mengurangi
peluang untuk mengatasi krisis bisnis.
1. Pelatihan dalam Kompetensi Lintas Budaya
Hubungan pribadi merupakan unsur utama untuk pengusaha
internasional. Pengusaha internasional harus mempunyai persiapan dan
kehendak yang sebanding untuk mempertimbangkan manfaat
mengakomodasi tata cara budaya negara tuan rumah dalam melakukan bisnis.

12
Samsung, GE, AT&T, dan perusahaan besar lainnya yang beroperasi
secara global mengambil langkah untuk melatih para manajernya dan
membuat mereka peka terhadap cara orang lain berpikir, merasa, dan
bertindak. Tujuannya adalah untuk meningkatkan kemampuan mereka agar
dapat berhubungan secara efektif dengan pelanggan, pemasok, atasan dan
karyawan dari negara dan kawasan lain. Manajer harus belajar
mempertanyakan keyakinannya untuk mengatasi SRC (Self Reference
Criterion) dan untuk menyesuaikan cara mereka berkomunikasi,
memecahkan masalah, dan bahkan membuat keputusan. Manajer
multibudaya harus belajar mangajukan pertanyaan dan mengevaluasi ulang
perasaan mereka yang menyangkut isu manajemen yang tidak berkembang
seperti kepemimpinan, motivasi, dan kerja kelompok. Akhirnya, manajer
harus belajar mengatasi stereotipe yang mereka anut mengenai individu dari
berbagai ras dan agama dari negara lain; mereka juga harus mengatasi
stereotipe yang dianut orang lain terhadap diri mereka secara diplomatis.
Pendekatan lainnya yang digunakan secara luas untuk mencapai
kepekaan adalah dengan lokakarya yang diperlengkapi dengan studi kasus,
bermain peran, dan berbagai latihan lain yang dirancang untuk
menghadapkan para peserta dengan situasi yang relevan, merenungkan apa
pemikiran dan tindakan mereka sendiri dalam situasi seperti itu, dan
menganalisis serta belajar dari hasilnya. Variasi teknik yang kurang dikenal
telah digunakan untuk pelatihan lintas budaya dengan tujuan untuk mengajari
anggota dari suatu budaya mengenai cara berinteraksi yang efektif dalam
budaya lain.

13
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Budaya “hasil pemikiran” masyarakat, yang memiliki pengaruh yang
dapat menembus dan mengubah sikap lingkungan pasar nasional. Pemasar
global harus mengetahui pengaruh dari budaya dan harus menyiapkan diri untuk
menjawab tantangan itu atau mengubahnya. Perilaku manusia merupakan suatu
fungsi kepribadian seseorang yang unik dan interaksi orang tersebut dengan
tekanan kolektif dari masyarakat dan budaya tertentu di mana dia berada.
Sejumlah konsep dapat membantu menuntun seseorang mencari wawasan
tentang permasalahan budaya. Bangsa-bangsa dapat diklasifikasikan sebagai
budaya konteks tinggi atau budaya konteks rendah, gaya berkomunikasi dan
bernegosiasi dapat berbeda dari satu negara ke negara lainnya. Hierarki Maslow,
tipologi Hofstede. dan kriteria referensi diri sendiri dapat memberikan petunjuk
tentang perbedaan dan persamaan budaya.
Pemasar global memainka peran penting bahkan dapat dikatakan
menentukan dalam mempengaruhi kecepatan tingkat perubahan di seluruh
dunia. Hal ini terlihat jelas dalam makanan, tetapi praktis menyangkut semua
industri, terutama produk konsumen. Pabrik sabun dan detergen telah mengubah
kebiasaan mencuci, industri elektronik telah mengubah pola hiburan, dan
pemasar pakaian telah mengubah gaya. Meskipun budaya juga dapat
mempengaruhi karakteristik poduk industri, yang lebih penting lagi karena
pengaruhnya pada proses pemasaran, terutama dalam cara menjalankan bisnis.
Pemasar global telah belajar untuk mengandalkan orang yang mengetahui dan
memahami alat serta sikap setempat untuk keahlian pemasaran. Meskipun
begitu, banyak orang yang menjalankan bisnis dalam suatu budaya yang baru
menggunakan, kesempatan bagi dirinya sendiri dengan berlatih untuk membantu
menghindari komplikasi lintas budaya yang potensial terjadi.

DAFTAR PUSTAKA

14
Keegan, Warren J. 2009. Manajemen Pemasaran Global Edisi Keenam, Jilid 1.
Jakarta: Indeks.

15

Anda mungkin juga menyukai