Anda di halaman 1dari 60

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

AKTIVITAS JAHE (Zingiber officinale) SEBAGAI


ANTIINFLAMASI: SYSTEMATIC LITERATURE REVIEW

SKRIPSI

NUR METI ANISA


NIM 11161020000003

FAKULTAS ILMU KESEHATAN


PROGRAM STUDI FARMASI
JAKARTA
DESEMBER 2020
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

AKTIVITAS JAHE (Zingiber officinale) SEBAGAI


ANTIINFLAMASI: SYSTEMATIC LITERATURE REVIEW

SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi

NUR METI ANISA


11161020000003

FAKULTAS ILMU KESAHATAN


PROGRAM STUDI FARMASI
JAKARTA
DESEMBER/2020

ii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


HALAMAN PERNYATAAN ORISINILITAS

Skripsi ini adalah hasil karya sendiri,


dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk
telah saya nyatakan dengan benar

Nama : Nur Meti Anisa


NIM : 11161020000003
Tanda Tangan :

Tanggal : Desember 2020

iii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING

Nama : Nur Meti Anisa


NIM : 11161020000003
Program Studi : Farmasi
Judul Skripsi : Aktivitas Jahe (Zingiber officinale) sebagai Antiinflamasi:
Systematic Literature Review

Disetujui oleh

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Apt. Azrifitria, M.Si Apt. Ismiarni Komala, M.Sc, Ph.D


NIP. 197211292005012004 NIP. 19780630200642001

Mengetahui,

Kepala Program Studi Farmasi


Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Dr. Apt. Nurmeilis, M.Si., Apt


NIP. 197407302005012003

iv UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI

Nama : Nur Meti Anisa


NIM : 11161020000003
Program Studi : Farmasi
Judul Skripsi : Aktivitas Jahe (Zingiber officinale) sebagai Antiinflamasi:
Systematic Literature Review

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima


sebagai persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana
Farmasi pada Program Studi Farmasi Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

DEWAN PENGUJI

Pembimbing 1 : Dr. apt. Azrifitria, M.Si. ( )

Pembimbing 2 : apt. Ismiarni Komala, M.Sc, Ph.D ( )

Penguji : apt. Yardi, Ph.D ( )

Penguji : apt. Marvel, M. Farm ( )

Ditetapkan di : Jakarta

Tanggal : 14 Desember 2020

v UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


ABSTRAK

Nama : Nur Meti Anisa


Program Studi : Farmasi
Judul : Aktivitas Jahe (Zingiber officinale) sebagai Antiinflamasi:
Systematic Literature Review

Penggunaan obat antiinflamasi dapat menimbulkan efek samping,


sehingga penggunaan obat tradisional dengan bahan alam dapat digunakan
sebagai alternatif pengobatan. Salah satunya yaitu menggunakan jahe sebagai
antiinflamasi. Systematic literature review ini bertujuan untuk mengetahui
penggunaan jahe sebagai antiinflamasi dengan mengkaji beberapa literatur yang
berkaitan dengan hal tersebut. Pencarian literatur yang akan digunakan hanya
terbatas pada penggunaan jahe sebagai antiinflamasi yang dipublikasikan pada
tahun 2010-2020. Proses pencarian dilakukan menggunakan PubMed dengan kata
kunci “ginger, Zingiber officinale, anti-inflammatory”. Hasil akhir pencarian
tersebut didapatkan 20 artikel yang digunakan. Berdasarkan systematic review
yang telah dilakukan menujukkan bahwa gingerol dan shogaol merupakan
kandungan jahe yang paling banyak memiliki kemampuan sebagai antiinflamasi
yang ditandai dengan menurunnya penanda proinflamasi.

Kata kunci: Jahe; Zingiber officinale; Inflamasi; Antiinflamasi; Gingerol; Shogaol

vi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


ABSTRACT

Name : Nur Meti Anisa


Department : Pharmacy
Title : Ginger (Zingiber officinale) Activity as an Anti-
inflammatory: Systematic Literature Review

The use of anti-inflammatory drugs can cause side effects, therefore


traditional medicines with natural ingredients can be used as an alternative
treatment. One way is to use ginger as an anti-inflammatory. This systematic
literature review aimed to determine the use of ginger as an anti-inflammatory by
examining several related literature. The literature search was limited to the use of
ginger as an anti-inflammatory, published in 2010-2020. The process of searching
was performed on the PubMed website with the keywords “ginger, Zingiber
officinale, anti-inflammatory”. As a result, the author obtained 20 articles to be
reviewed. Based on the systematic review that has been done, gingerol and
shogaol are the most superior components in ginger that work as anti-
inflammatory, signed by the reduction of proinflammatory markers.

Keywords: Ginger; Zingiber officinale; Inflammation; Anti-inflammatory;


Gingerol; Shogaol

vii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT yang telah
memberikah rahmat dan karunia-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan
penyusunan skripsi ini. Tidak lupa shalawat dan salam semoga terlimpahkan pada
Nabi Muhammad SAW, kepada keluarga, sahabat dan para pengikut beliau.
Penulisan skripsi dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk
mencapai gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Saya menyadari jika tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari
masa perkuliahan hingga penyusunan skripsi ini, maka akan sangat sulit bagi saya
untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih
kepada:
(1) Kedua orang tua saya tercinta, Bapak M. Noer Slamet dan Ibu Nuryati, yang
tiada hentinya memberikan cinta, kasih sayang, doa, motivasi, dan
dukungan baik moral maupun materil.
(2) Ibu Dr. Apt. Azrifitria, M.Si. sebagai dosen pembimbing pertama dan Ibu
Apt. Ismiarni Komala, M.Sc, Ph.D. sebagai dosen pembimbing skripsi
kedua, yang memiliki peran yang sangat besar dalam proses penyusunan
skripsi ini dan telah membimbing penulis dengan sabar.
(3) Ibu Dr. Apt. Zilhadia, M.Si. selaku Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
(4) Ibu Dr. Apt. Nurmeilis, M.Si. selaku Ketua Program Studi Farmasi dan Ibu
Apt. Ismiarni Komala, M.Sc, Ph.D. selaku Sekretaris Program Studi
Farmasi Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
(5) Bapak Apt. Yardi, Ph.D. selaku dosen pembimbing akademik yang telah
memberikan bimbingan dan dukungan selama masa perkuliahan.
(6) Bapak dan Ibu staf pengajar, laboran dan karyawan yang telah memberikan
bimbingan dan bantuan selama saya menempuh pendidikan di Program
Studi Farmasi Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.

viii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


(7) Kakak saya tersayang Nur Ari Pretiwi, serta seluruh keluarga besar Bapak
Paidi Purwodihardjo dan Bapak Muhtar yang telah memberikan motivasi,
doa dan dukungan.
(8) Sahabat-sahabat Tim Wacana, Laili Nur Cholidah, Dewi Anggun Lestari,
Dinda Chairun Nisa, Rara Praba Andari, Safna Prameswari, Thufailah
Firdausya, dan Nimas Cahya Sukma sebagai tempat berbagi semangat,
bercerita suka dan duka selama masa perkuliahan.
(9) Sahabat-sahabat DPH Squad, Alma Natasya dan Nur Astuty Purnamasari
yang telah memberi bantuan, doa, dan dukungan baik dalam maupun di luar
lingkungan perkuliahan.
(10) Sahabat-sahabat Huray, Eureka Qurrotul Ainiyah dan Nur Afifah Pulungan
untuk bantuan dan dukungannya, tidak hanya dalam perkuliahan, namun
juga dalam organisasi.
(11) Fadilla Nilna Hidayati, yang telah bersahabat sejak SMP sebagai tempat
bercerita dan memberikan semangat kepada penulis.
(12) Teman-teman seperjuangan, Fika, Amal, Ulfa, dan Nadilla yang telah
membantu dan memberi semangat selama proses penyusunan skripsi ini.
(13) Teman-teman Farmasi 2016 (Morphine) yang luar biasa dan telah berjuang
bersama sampai tahap ini serta selalu memberikan keseruan, kekeluargaan,
dukungan, dan kenangan selama perkuliahan.
(14) Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah
banyak membantu selama perkuliahan maupun penyusunan skripsi.
Akhir kata, penulis ucapkan terima kasih, semoga Allah SWT berkenan
membalas segala kebaikan dari semua pihak yang telah membantu. Penulis
menyadari bahwa masih banyak kekurangan, sehingga sangat mengharapkan
kritik dan saran yang membangun. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis
dan pembaca.

Jakarta, Desember 2020


Penulis

ix UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL............................................................................................... ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINILITAS .................................................... iii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .................................................... iv
HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI ................................................................. v
ABSTRAK ............................................................................................................. vi
ABSTRACT .......................................................................................................... vii
KATA PENGANTAR ......................................................................................... viii
DAFTAR ISI ........................................................................................................... x
DAFTAR TABEL ................................................................................................. xii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xiii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................... 3
1.3 Tujuan Penelitian ...................................................................................... 3
1.4 Manfaat Penelitian .................................................................................... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................. 5
2.1 Tanaman Jahe ........................................................................................... 5
2.1.1 Klasifikasi Tanaman.......................................................................... 5
2.1.2 Deskripsi Tanaman............................................................................ 5
2.1.3 Kandungan dan Manfaat Jahe ........................................................... 7
2.2 Inflamasi ................................................................................................... 9
2.2.1 Definisi Inflamasi .............................................................................. 9
2.2.2 Jenis Inflamasi ................................................................................. 10
2.2.3 Gejala Inflamasi .............................................................................. 10
2.2.4 Mediator Inflamasi .......................................................................... 11
2.2.5 Mekanisme Inflamasi ...................................................................... 12
2.2.6 Hubungan Inflamasi pada Penyakit Lain ........................................ 12
2.3 Antiinflamasi .......................................................................................... 15
2.3.1 Obat Antiinflamasi Steroid ............................................................. 15
2.3.2 Obat Antiinflamasi Non Steroid ..................................................... 16
BAB III METODOLOGI PENELITIAN.............................................................. 18
3.1 Desain Penelitian .................................................................................... 18
3.2 Pencarian Literatur ................................................................................. 18
3.3 Kriteria Inklusi dan Eksklusi .................................................................. 18
3.3.1 Kriteria Inklusi ................................................................................ 18
3.3.2 Kriteria Eksklusi.............................................................................. 18
3.4 Penelusuran Literatur ............................................................................. 19
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................. 20
4.1 Hasil........................................................................................................ 20
4.2 Pembahasan ............................................................................................ 30

x UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


BAB V PENUTUP ................................................................................................ 40
5.1 Kesimpulan ............................................................................................. 40
5.2 Saran ....................................................................................................... 40
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 41

xi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


DAFTAR TABEL

Tabel 2. 1 Karakteristik Tiga Jenis Jahe................................................................. 6


Tabel 2. 2 Mediator utama pada inflamasi ........................................................... 11
Tabel 4. 1 Hasil Temuan Artikel...........................................................................21
Tabel 4.2 Proses Pengolahan Jahe.........................................................................28

xii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Rimpang Jahe Emprit.........................................................................6


Gambar 2.2 Rimpang Jahe Gajah...........................................................................6
Gambar 2.3 Rimpang Jahe Merah..........................................................................6
Gambar 2.4 Struktur Kimia Kandungan Jahe........................................................7
Gambar 3.1 Alur Penelusuran Literatur...............................................................19

xiii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Inflamasi merupakan respon pada jaringan vaskular terhadap adanya
stimulasi bahaya seperti keberadaan patogen, kerusakan sel maupun iritan (Kumar
et al., 2013). Gejala terjadinya inflamasi ditandai dengan adanya kemerahan,
pembengkakan, nyeri, panas dan tidak berfungsinya jaringan (Takeuchi & Akira,
2010). Inflamasi dapat dibagi menjadi inflamasi akut dan inflamasi kronis.
Inflamasi akut disebabkan karena adanya rangsangan yang berlangsung sesaat
atau mendadak (akut). Inflamasi kronis merupakan inflamasi yang disebabkan
karena luka yang berlangsung beberapa waktu atau bersifat menetap dan
merupakan kelanjutan dari inflamasi akut (Sander, 2010).
Inflamasi berkaitan dengan beberapa penyakit seperti diabetes tipe dua,
rheumatoid arthritis, bahkan kanker (Kumar et al., 2018). Berdasarkan Riset Data
Kesehatan 2018 untuk wilayah Indonesia prevalensi diabetes pada semua umur
adalah 1,5%, untuk prevalensi penyakit sendi adalah 7,3% serta untuk penyakit
kanker adalah 1,8% per mil (Kemenkes RI, 2018).
Obat-obat yang digunakan untuk inflamasi biasa disebut dengan
antiinflamasi. Golongan obat atiinflamasi terdiri dari steroid dan non steroid.
Pemakaian obat antiinflamasi golongan steroid dapat menimbulkan efek samping
seperti iritasi gastrointestinal, kerusakan ginjal, diare, sakit kepala, depresi,
pankreatitis serta dalam beberapa kasus tidak efektif menggunakan terapi ini
(Dewi et al., 2015). Sedangkan obat antiinflamasi golongan non steroid
merupakan salah satu yang paling umum diresepkan untuk pengobatan nyeri dan
inflamasi. Obat tersebut memiliki efek samping yaitu dispepsia, hipertensi, infark
miokard, sindrom nefrotik dan lainnya (Wongrakpanich et al., 2018). Sebagai
alternatif, pengobatan tradisional menggunakan bahan alam juga dapat digunakan
sebagai antiinflamasi. Penggunaan obat tradisional pada umumnya lebih aman
dibandingkan dengan penggunaan obat modern karena efek samping yang relatif
lebih sedikit. Efek samping obat tradisional relatif kecil jika tepat penggunaannya
(Sumayyah & Salsabila, 2017).

1 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


2

Salah satu bahan alam yang dapat digunakan sebagai antiinflamasi adalah
jahe (Zingiber officinale). Berdasarkan data statistik tanaman biofarmaka,
produksi tanaman jahe pada tahun 2018 yaitu 207.411.867 kg (Badan Pusat
Statistik, 2018). Tanaman jahe tumbuh baik pada ketinggian tempat sekitar 200-
600 m di atas permukaan laut. Tanaman jahe juga masih bisa tumbuh dengan baik
hingga ketinggian 900 m di atas permukaan laut. Tanah dengan pH 6,8-7,4
dibutuhkan sebagai tempat tumbuh yang baik untuk jahe. Namun, tanaman jahe
masih dapat tumbuh baik dengan pH tanah minimal 4,5. Suhu tahunan optimal
yang diperlukan dalam pertumbuhan jahe rata-rata sekitar 25-30o C
(Setyaningrum & Saparinto, 2013).
Jahe di Indonesia telah dikembangkan menjadi produk makanan dan
minuman serta digunakan dalam produk farmasi. Produk jadi jahe dalam industri
makanan dan minuman diantaranya yaitu bumbu masak instan, sirup, permen, dan
wedang jahe. Contoh penggunaan jahe dalam bidang farmasi terdapat pada obat
batuk berbentuk sirup seperti komix dan OBH jahe, tablet/kapsul zinaxin rapid
sebagai obat rematik dan obat luar seperti balsam, param kocok, koyo, dan lain
sebagainya (Yuliani & Kailaku, 2009).
Kandungan 10-gingerol, 8-shogaol dan 10-shogaol yang terdapat dalam
jahe memiliki aktivitas antiinflamasi melalui penghambatan siklooksigenase-2
(COX-2) (Breemen et al., 2011). Berdasarkan penelitian sebelumnya yang
dilakukan secara in vitro, sel HaCat manusia yang sebelumnya telah disinari UVB
dengan dosis 100 mJ/cm2 dan dikultur dengan ekstrak air jahe (Zingiber
officinale) yang mengandung gingerol dan shogaol. Sedangkan untuk penelitian in
vivo menggunakan tikus yang terpapar UVB (200 mJ/cm2) berselang-seling
selama dua minggu dan diberikan ekstrak air jahe 1% dan 2,5%. Kandungan
gingerol dan shogaol dapat menghambat produksi sitokin proinflamasi seperti
TNF-α, IL-1β, IL-6, dan IL-8 pada sel HaCaT serta menurunkan IL-1β dan IL-6
pada tikus akibat paparan sinar UVB (Guahk et al., 2010).
Penelitian lainnya dilakukan oleh Mahluji et al. (2013) terhadap pasien
yang menderita diabetes tipe dua. Sitokin dikaitkan dengan patogenesis penyakit
diabetes tipe satu dan dua melalui percepatan apoptosis atau kematian pada sel
beta. Sebanyak 64 pasien diabetes tipe dua dibagi menjadi dua kelompok.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


3

Kelompok pertama diberikan tablet yang mengandung jahe satu gram dan
kelompok kedua merupakan kelompok plasebo. Tablet dikonsumsi dua kali sehari
sebanyak satu tablet segera setelah makan siang dan makan malam selama
delapan minggu. Hasil pemberian jahe dalam keadaan diabetes ternyata dapat
menurunkan kadar biomarker inflamasi TNF-α, hs-CRP dan IL-6 pada sampel
darah pasien.
Aktivitas jahe sebagai antiinflamasi juga sesuai dengan penelitian yang
dilakukan oleh Ramadan et al. (2010) secara in vivo pada tikus yang diinduksi
oleh Complete Freund’s Adjuvant (CFA) sehingga terjadi arthritis. Pada penelitian
tersebut terjadi penurunan kadar mediator proinflamasi IL-6, TNF-α dan IL-1β
setelah pemberian bubuk jahe secara oral dengan dosis 200 mg/kg berat badan
selama 28 hari dimulai setelah induksi arthritis dan selama 14 hari dimulai sejak
hari ke 15 setelah induksi pada tikus.
Berdasarkan latar belakang ini, maka saya ingin melakukan systematic
review tentang aktivitas jahe sebagai antiinflamasi. Penelitian ini bertujuan untuk
memudahkan dalam memahami penggunaan jahe sebagai antiinflamasi dengan
mengkaji beberapa literatur atau artikel yang berhubungan dengan aktivitas jahe
sebagai antiinflamasi.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, dapat diperoleh
rumusan masalah:
1. Apa kandungan dari jahe yang memiliki aktivitas sebagai antiinflamasi?
2. Bagaimana mekanisme aktivitas jahe (Zingiber officinale) sebagai
antiinflamasi?

1.3 Tujuan Penelitian


Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melakukan systematic review
kandungan kimia dalam jahe yang memberikan aktivitas sebagai antiinflamasi dan
mekanisme antiinflamasinya.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


4

1.4 Manfaat Penelitian


Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah dapat memberikan
informasi dan menambah ilmu pengetahuan terkait dengan kegunaan jahe
(Zingiber officinale) sebagai antiinflamasi serta dapat menjadi bahan referensi
bagi peneliti lain dalam mengkaji aktivitas antiinflamasi dari jahe.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Jahe


2.1.1 Klasifikasi Tanaman
Berdasarkan Rukmana (2000), tanaman jahe memiliki klasifikasi sebagai
berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Monocotyledonae
Ordo : Zingiberales
Famili : Zingiberaceae
Genus : Zingiber
Spesies : Zingiber officinale Roxb.
Tanaman jahe merupakan salah satu tanaman rempah-rempah yang telah
lama tumbuh di Indonesia. Pada beberapa daerah, jahe dikenal dengan berbagai
nama seperti halia (Aceh), sipodeh (Minangkabau), jahe (Sunda), jae (Jawa), jhai
(Madura), melito (Gorontalo), laia (Makasar), reja (Bima), lea (Flores) dan
sebagainya (Suprapti, 2003).

2.1.2 Deskripsi Tanaman


Struktur tanaman jahe terdiri atas batang, daun, bunga, buah dan
rimpang. Tanaman jahe memiliki tinggi 0,3 – 0,75 m. Batangnya merupakan
batang semu (pseudostems) dengan bentuk bulat, tegak, dan tidak bercabang.
Akar jahe berwarna putih sampai coklat, berbentuk bulat tetapi ramping, berserat
serta tumbuh mendatar dekat permukaan tanah dan bercabang. Daun jahe
memiliki panjang 15 – 23 cm dengan lebar 1 – 3 cm, tersusun berselang-seling
(folia disticha). Bunga jahe tersusun dalam rangkaian malai atau bulir (spica)
dengan bentuk silinder seperti jagung. Panjang bulir sekitar 4 – 7 cm dan lebarnya
1,5 – 2,5 cm. Buah jahe berkulit tipis, berbentuk panjang seperti kapsul dan berisi
biji-biji (Setyaningrum & Saparinto, 2013).

5 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


6

Terdapat tiga jenis jahe berdasarkan aroma, warna, bentuk dan ukuran
rimpang. Ketiga jenis jahe tersebut adalah jahe putih besar atau disebut juga
dengan jahe gajah, jahe putih kecil atau disebut juga dengan jahe emprit dan jahe
merah atau disebut juga dengan jahe sunti. (Rukmana, 2000).

Gambar 2. 2 Rimpang Jahe Gajah Gambar 2. 1 Rimpang Jahe Emprit


(sumber: https://isroi.com) (sumber: https://www.faunadanflora.com)

Gambar 2. 3 Rimpang Jahe Merah


(sumber: https://kesehatan.kontan.co.id)

Berikut ini merupakan karakteristik dari ketiga jenis jahe (Setyaningrum


& Saparinto, 2013):
Tabel 2. 1 Karakteristik Tiga Jenis Jahe

Karakteristik Jahe Putih Besar Jahe Putih Kecil Jahe Merah


Panjang akar 12,9 – 21,5 cm 20,5 – 21,1 cm 17,2 – 24 cm
Diameter akar 4,5 – 6,3 mm 4,8 – 5,9 mm 12,3 – 12,6 mm
Ruas rimpang Besar Kecil Kecil
Warna rimpang Putih kekuningan Putih Merah
Besar dan gemuk, Sedang, ruas agak Kecil, ruas agak
Ukuran rimpang ruas lebih rata dan sedikit rata dan sedikit
menggembung menggembung menggembung
Panjang rimpang 15,83 – 32,75 cm 6,13 – 31,7 cm 12,33 – 12,6 cm
Lebar rimpang 6,20 – 11,3 cm 6,38 – 11,1 cm 5,26 – 10,4 cm

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


7

Panjang daun 17,4 – 21,9 cm 17,4 – 19,8 cm 24,5 – 24,8 cm


Daun pelindung bunga Tersusun rapat Tersusun rapat Tersusun longgar
Rasa Kurang pedas Pedas Sangat pedas
Aroma Kurang tajam Tajam Sangat tajam

2.1.3 Kandungan dan Manfaat Jahe


Rimpang jahe mengandung lemak, lilin, karbohidrat, vitamin A, B dan C,
mineral senyawa-senyawa flavonoid dan polifenol (Hapsoh et al., 2010). Dalam
jahe segar terdapat beberapa kandungan senyawa yaitu paradol, gingerol, turunan
asetil gingerol, shogaol, 3-dihidroshogaol, gingerdiol, mono dan turunan turunan
diasetil gingerdiol, 1-dehidrogingerdion, diarilheptanoid, turunan metil eter.
Gingerol merupakan komponen utama dalam jahe segar, namun komponen utama
pada jahe kering adalah shogaol (Jolad et al., 2004; Jolad et al., 2005).
Senyawa yang terdapat pada jahe dibagi menjadi dua jenis, yaitu
senyawa volatil dan senyawa non volatil. Jahe mengandung sampai dengan 3%
minyak atsiri yang senyawa utamanya adalah sesquiterpen dengan zingiberene.
Senyawa volatil lain dari jahe terdiri atas mono dan sesquiterpen, camphene, β-
sesquiphellandrene, β-bisabolene, curcumene, cineole, citral, terpineol, terpenes,
borneol, β-elemene, zingiberenol, limonen, geraniol, zingiberol, linalool. Senyawa
non volatil jahe terdiri dari gingerol, shogaol, paradol dan zingerone (Mbaveng &
Kuete, 2017).

Gambar 2.4 Struktur Kimia Kandungan Jahe


(sumber: https://www.mdpi.com)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


8

Jahe dapat dimanfaatkan sebagai bumbu masak, pemberi aroma dan rasa
pada makanan maupun minuman, pestisida alami, minyak wangi serta sebagai
obat tradisional (Hapsoh et al., 2010). Dalam pengobatan tradisional, jahe dapat
digunakan untuk penyakit batuk, pegal-pegal, kepala pusing, sakit pinggang, dan
masuk angin (Santoso, 2008).
Pada pengujian antihipertensi, ekstrak metanol jahe dapat menginduksi
penurunan dose dependent (0,3-3 mg/kg) tekanan darah arteri pada tikus yang
dianastesi. Efek tersebut kemungkinan terjadi melalui sistem kanal ion kalsium
(Ghayur & Gilani, 2005). Selain sebagai antihipertensi, jahe juga dapat digunakan
sebagai antiemetik. Penambahan jahe 1,5 g/hari pada pengobatan standar
antiemetik (granisetron dengan dexamethasone) yang diberikan kepada pasien
dengan kanker payudara efektif dapat mengurangi mual 6-24 jam setelah
kemoterapi (Panahi et al., 2012).
Pemberian kapsul jahe 250 mg setiap 6 jam saat menstruasi sampai nyeri
berkurang yang berlangsung 2 siklus, dapat mengurangi nyeri pada dismenore
dengan penghambatan aktivitas tromboksan dan prostaglandin. Salah satu
mekanisme dari dismenore adalah produksi prostaglandin di endometrium.
Prostaglandin diproduksi oleh siklooksigenase dan lipoksigenase dari asam
arakidonat. Saat menstruasi, jumlah prostaglandin F2α dan E2 meningkat.
Kandungan jahe gingerol dan gingerdion dapat mengontrol aktivitas
siklooksigenase dan lipoksigenase, sehingga menghambat leukotrien dan
menginduksi efek antiinflamasi serta menekan produksi prostaglandin.
Mekanisme lainnya dengan penghambatan sintesis tromboksan, hasilnya dengan
mengaktifkan reseptor endorfin dan menghambat aktivitas noradrenergik yang
berlebihan. Penggunaan jahe kemungkinan berhubungan dengan penurunan
endotelin 1 dan meningkatkan NO. Nitrous oxide meningkatkan sirkulasi daeah
panggul dan mencegah agregasi prostaglandin (Shirvani et al., 2014).
Pada penelitian lainnya, jahe dapat digunakan sebagai antinflamasi.
Konsumsi suplemen jahe dengan dosis 3 gram/hari selama 12 minggu pada pasien
diabetes tipe 2 dapat menurunkan kadar glukosa dan resistensi insulin serta
menurunkan kadar hs-CRP (high-sensitivity C-reactive protein) dan MDA
(malondialdehid) yang merupakan biomarker dari inflamasi. Sebagai

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


9

antiinflamasi, jahe dapat menghambat metabolisme asam arakidonat seiring


dengan penghambatan jalur siklooksigenase dan lipoksigenase sehingga dapat
mengurangi sintesis prostaglandin dan menekan biosintesis leukotrien dengan
menghambat 5-lipoksigenase (Shidfar et al., 2015).

2.2 Inflamasi
2.2.1 Definisi Inflamasi
Inflamasi merupakan usaha tubuh untuk menginaktifkan atau
menghancurkan organisme penginvasi, menghilangkan iritan dan persiapan
tahapan untuk perbaikan jaringan (Harvey & Champe, 2013). Inflamasi juga
diartikan sebagai respon biologis dari sistem imun yang terpengaruh oleh
beberapa faktor, seperti patogen, kerusakan sel serta senyawa beracun. Faktor-
faktor tersebut dapat menyebabkan respon inflamasi akut atau kronis sehingga
berpotensi menyebabkan kerusakan jaringan atau penyakit (Chen et al., 2017).
Inflamasi dapat disebabkan oleh beberapa pemicu seperti (Kumar et al.,
2018):
a. Infeksi (bakteri, virus, jamur, parasit) merupakan salah satu penyebab
inflamasi yang paling umum. Infeksi dari patogen yang berbeda dapat
menimbulkan respon inflamasi yang berbeda, mulai dari peradangan akut
ringan hingga reaksi kronis yang menyebabkan cedera jaringan yang luas.
b. Nekrosis jaringan dengan sebab apapun, yang termasuk juga iskemia
(penyebab infark miokard), trauma dan cedera fisik maupun kimia.
c. Benda asing (serpihan, kotoran, jahitan) yang dapat menimbulkan peradangan
dan beberapa zat endogen seperti kristal urat dan kristal kolesterol merangsang
inflamasi yang berpotensi berbahaya jika disimpan dalam jumlah besar dalam
jaringan.
d. Reaksi imun (hipersensitivitas) yang merupakan reaksi kekebalan yang
melindungi kerusakan jaringan masing-masing. Respon imun dapat merugikan
jika ditujukan terhadap antigen sendiri dan menyebabkan penyakit autoimun
atau reaksi seperti alergi.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


10

2.2.2 Jenis Inflamasi


Peradangan dapat bersifat akut, sebagai respon terhadap cedera jaringan
dan dapat bersifat kronis yang mengarah pada kerusakan jaringan progresif seperti
pada infeksi yang kronis, autoimun dan kanker tertentu (Brunton et al., 2018).
a. Inflamasi Akut
Pada inflamasi akut, respon terhadap infeksi dan kerusakan jaringan
diberikan secara cepat dengan membutuhkan waktu beberapa menit hingga
beberapa hari. Karakteristik utama dari inflamasi akut adalah eksudasi cairan dan
protein plasma (edema) dan emigrasi leukosit yang didominasi neutrofil.
Inflamasi akut memiliki tiga komponen utama yaitu pelebaran pembuluh darah
halus sehingga meningkatkan aliran darah, peningkatan permeabilitas
mikrovaskulatur sehingga memungkinkan protein plasma dan leukosit
meninggalkan sirkulasi dan yang terakhir adalah emigrasi leukosit dari
mikrosirkulasi, mengakumulasikannya pada cedera dan mengaktifkannya untuk
menghilangkan agen yang menyebabkan inflamasi (Kumar et al., 2018).

b. Inflamasi Kronik
Inflamasi kronik terjadi karena adanya paparan agen inflamasi secara
terus-menerus. Hal ini bisa disebabkan karena persistensi patogen, kanker dan
penyakit autoimun dengan antigen yang terus-menerus mengaktifkan sel T. Ciri
dari inflamasi kronik yaitu adanya akumulasi dan aktivasi makrofag dan limfosit
serta fibroblas yang menggantikan jaringan asli, rusak maupun yang mengalami
nekrosis (Brunton et al., 2018).

2.2.3 Gejala Inflamasi


Terdapat lima ciri khas atau tanda-tanda dari inflamasi, yaitu (Price &
Wilson, 2006):
a. Kemerahan (rubor)
Kemerahan terjadi pada tahap pertama inflamasi karena di daerah jaringan
yang cedera terdapat darah yang terkumpul akibat adanya pelepasan mediator
kimia tubuh (kinin, prostaglandin, histamin), menyebabkan arteriol yang

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


11

mengalirkan darah ke daerah cedera mengalami pelebaran sehingga lebih


banyak darah yang mengalir ke dalam mikrosirkulasi lokal.
b. Panas (kalor)
Panas terjadi bersamaan dengan kemerahan karena lebih banyak darah yang
dialirkan ke daerah cedera, dan mungkin karena adanya pirogen yang
mengganggu pusat pengaturan panas pada hipotalamus.
c. Pembengkakan (tumor)
Pembengkakan terjadi karena adanya cairan dan sel-sel yang berpindah dari
sirkulasi darah ke jaringan intestinal pada daerah cedera.
d. Rasa sakit (dolor)
Rasa sakit dari inflamasi dapat disebabkan karena perubahan pH lokal atau
konsentrasi lokal ion-ion tertentu yang merangsang ujung saraf, pengeluaran
zat kimia tertentu seperti histamin yang dapat merangsang saraf, dan
pembengkakan jaringan yang meradang mengakibatkan peningkatan tekanan
lokal sehingga menimbulkan rasa sakit.
e. Perubahan fungsi (fungsiolaesa)
Perubahan fungsi disebabkan karena adanya penumpukan cairan dan rasa
nyeri yang disertai sirkulasi abnormal pada daerah cedera sehingga dapat
mengurangi mobilitas pada daerah tersebut.

2.2.4 Mediator Inflamasi


Mediator inflamasi adalah zat yang menimbulkan dan meregulasi reaksi
inflamasi. Berikut ini merupakan mediator utama pada inflamasi (Kumar et al.,
2018):
Tabel 2. 2 Mediator utama pada inflamasi
Mediator Asal Cara kerja
Vasodilatasi, meningkatkan
Sel mast, basofil,
Histamin permeabilitas vaskular,
platelet
mengaktifkan endotel
Prostaglandin Sel mast, leukosit Vasodilatasi, nyeri, demam
Meningkatkan permeabilitas
Leukotrin Sel mast, leukosit vaskular, kemotaksis, adhesi
leukosit
Sitokin (TNF, IL-1, Makrofag, sel endotel, Lokal: mengaktifkan endotel

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


12

IL-6) sel mast (ekspresi molekul adhesi)


Sistemik: demam, abnormal
metabolisme, hipotensi
Leukosit, makrofag Kemotaksis, mengaktifkan
Kemokin
teraktivasi leukosit
Vasodilatasi, meningkatkan
Platelet-activation permeabilitas vaskular, adhesi
Leukosit, sel mast
factor leukosit, kemotaksis, ledakan
oksidatif
Kemotaksis dan mengaktifkan
Plasma (diproduksi di
Komplemen protein leukosit, vasodilatasi (stimulasi
hati)
sel mast)
Meningkatkan permeabilitas
Plasma (diproduksi di
Kinin vaskular, kontraksi otot halus,
hati)
vasodilatasi, nyeri

2.2.5 Mekanisme Inflamasi


Inflamasi terjadi dimulai dari stimulus yang dapat mengakibatkan
kerusakan sel. Sebagai reaksi kerusakan sel, maka sel tersebut akan melepaskan
fosfolipid yang diantaranya adalah asam arakidonat. Asam arakidonat bebas akan
diaktifkan oleh beberapa enzim, diantaranya yaitu lipoksigenase dan
siklooksigenase. Enzim tersebut mengubah asam arakidonat menjadi bentuk yang
tidak stabil (hidroperoksid dan endoperoksid), kemudian dimetabolisme menjadi
leukotrin pada jalur lipoksigenase serta prostaglandin, prostasiklin, dan
tromboksan pada jalur siklooksigenase. Prostaglandin dan leukotrin dapat
menimbulkan gejala-gejala dari inflamasi (Katzung et al., 2012).

2.2.6 Hubungan Inflamasi pada Penyakit Lain


a. Inflamasi pada Diabetes
Diabetes merupakan penyakit kronis yang terjadi ketika pankreas tidak
menghasilkan insulin yang cukup atau ketika tubuh tidak dapat menggunakan
insulin secara efektif. Insulin merupakan hormon yang mengatur gula darah
(World Health Organization, 2020). Diabetes dapat diklasifikasikan menjadi
beberapa kategori, yaitu diabetes tipe 1, diabetes tipe 2, diabetes melitus

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


13

gestasional dan diabetes tipe lain dengan penyebab lain (American Diabetes
Association, 2020).
Inflamasi pada diabetes terjadi karena adanya kondisi kadar glukosa yang
meningkat yang menyebabkan produksi ROS berlebihan oleh mitokondria.
Peningkatan ROS akan menyebabkan pembentukan oksidan yang berlebihan dan
dapat menyebabkan aktivasi PARP melaui pemecahan DNA. Aktivasi PARP
tersebut dapat mengakibatkan inhibisi terhadap GAPDH dan meningkatkan jalur
poliol dan heksosamin. Adanya peningkatan jalur tersebut dapat menyebabkan
peningkatan glikasi non enzimatik, stres oksidatif, produksi AGEs yang
berlebihan, dan sintesis diacylglycerol (DAG), yang akan membuat protein kinase
C (PKC) diaktifkan. Pengaktifan PKC akan mengaktifkan NFκB yang
merangsang gen proinflamasi untuk mengeluarkan mediator inflamasi. Selain itu,
kondisi hiperglikemia yang berkepanjangan dapat menyebabkan akumulasi AGEs
dan hal tersebut dapat menyebabkan sel endotel dan monosit lebih mudah
terangsang sehingga mediator proinflamasi dapat diproduksi dalam jumlah yang
banyak oleh sel tersebut (Shita, 2015).

b. Inflamasi pada Artritis


Osteoartritis (OA) adalah gangguan yang terjadi terutama pada sendi
diartrodial dan sendi penopang beban, ditandai dengan kerusakan progresif,
hilangnya tulang rawan artikular, pembentukan osteofit, nyeri, gerak yang
terbatas, kelainan bentuk dan kelumpuhan (Dipiro et al., 2013). Mediator
inflamasi ikut berperan dalam OA. Pada pasien OA, kondrosit dan sel sinovial
meningkatkan produksi sitokin inflamasi seperti IL-1β dan TNF-α yang kemudian
dapat menurunkan sintesis kolagen dan meningkatkan mediator katabolik seperti
metalloproteases (MMPs) serta zat inflamatori lain seperti IL-8, IL-6, PGE2, dan
NO. Agen pengoksidasi, salah satunya NO dapat mendorong apoptosis kondrosit,
proses katabolik, dan degenerasi matriks (de Rezende et al., 2013).
Reumatoid artritis adalah penyakit kronik, sistemik yang menyebabkan
inflamasi sinovial sehingga terjadi kerusakan progresif kartilago artikular dan
deformitas (Imboden et al., 2013). RA terjadi karena adanya disregulasi imunitas
humoral dan seluler. Imunoglobulin (Ig) mengaktifkan sistem komplemen, yang

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


14

memperkuat respon imun dengan meningkatkan fagositosis, kemotaksis, dan


pelepasan sel mononuklear yang disampaikan ke limfosit T. Setelah antigen
diproses selanjutnya akan dikenali oleh protein kompleks histokompatibilitas
utama pada permukaan limfosit sehingga mengaktifkan sel T dan B. Pengaktifan
sel T menghasilkan sitotoksin dan sitokin yang merangsang proses inflamasi lebih
lanjut dan menarik sel ke daerah inflamasi. Makrofag merangsang pelepasan
prostaglandin dan sitotoksin. Pengaktifan sel B menghasilkan sel plasma yang
membentuk antibodi dan akan menghasilkam penumpukan leukosit
polimorfonuklear jika digabungkan dengan sistem komplemen. Leukosit tersebut
melepaskan sitotoksin, radikal bebas oksidan dan hidroksil yang menyebabkan
kerusakan sinovium dan tulang. Pelepasan zat vasoaktif (histamin, kinin,
prostaglandin) di tempat inflamasi dapat meningkatkan aliran darah dan
permeabilitaas vaskular sehingga menyebabkan edema, rasa hangat, eritema,
nyeri, dan memudahkan peripindahan granulosit dari pembuluh darah ke tempat
inflamasi. Inflamasi kronis pada jaringan sinovial menyebabkan proliferasi
jaringan atau pembentukan pannus yang akan menyerang tulang rawan hingga
permukaan tulang. Hal tersebut menyebabkan pengikisan tulang dan tulang rawan
serta sendi mengalami kerusakan (Dipiro et al., 2013).

c. Inflamasi pada Hiperkolesterol


Salah satu akibat hiperkolesterol adalah terjadinya steatosis, yaitu
keadaan akumulasi lemak yang dialami lebih dari 5% hepatosit. Patogenesis
terjadinya steatosis berkaitan dengan stres oksidatif yang meningkat. Stres
oksidatif dapat terjadi karena adanya peningkatan kadar asam lemak intra hepatik.
Stres oksidatif dapat menghasilkan radikal bebas. Radikal bebas dapat
menyebabkan peroksida lipid sehingga dapat menyebabkan kematian sel serta
pelepasan MDA serta HNE. Radikal bebas juga dapat menginduksi pembentukan
sitokin TNF-α, TGF-β, dan IL-8, sitokin tersebut dapat mengakibatkan aktivasi
kaspase dan kematian sel hepatosit. Berbagai sitokin ini berperan dalam terjadinya
inflamasi pada steatosis terutama yang disebabkan oleh interaksi sel kupfer
dengan radikal bebas. Fungsi khusus sel kupfer yaitu untuk fagositosis, presentasi
antigen, menghasilkan beberapa sitokin, prostanoid, dan nitric oxide. Pengaktifan

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


15

sel kupfer akan melepaskan PGE2 melalui jalur siklooksigenase-2 (COX-2)


dengan interaksi reseptor spesifik, sehingga akumulasi trigliserida di hepatosit
meningkat melalui mekanisme peningkatan cyclic adenosine monophosphate
(cAMP) (Fatmawati et al., 2012).

d. Inflamasi pada Kolitis Ulseratif


Inflammatory Bowel Disease (IBD) terdiri atas kolitis ulseratif dan
penyakit Crohn. Beberapa faktor penyebab IBD diantaranya infeksi, faktor
genetik, lingkungan, dan sistem imun. Mikroflora saluran pencernaan dapat
merangsang lingkungannya untuk menyebabkan inflamasi dan terlibat dalam
perkembangan IBD. Kolitis ulseratif merupakan kondisi inflamasi yang terjadi di
rektum dan kolon (Dipiro et al., 2013). Pada kolitis ulseratif terjadi peningkatan
ekspresi IL-5 yang merupakan sitokin Th2, namun tidak ada peningkatan IL-4
yang merupakan Th2 lain. Th2 kemungkinan berperan membantu respon antibodi,
karena pada kolitis ulseratif terdapat peningkatan IgG sel plasma yang diduga
dimediasi oleh sel T. Sitokin seperti IL-1, IL-6, dan IL-8 dapat menyebabkan
inflamasi melalui peningkatan vascular adhesion molecules yang menarik sel
inflamasi, produksi eikosanoid yang meningkat, menginduksi sintesis nitrat oksida
dan induksi produksi kolagen. Hal tersebut merangsang destruksi jaringan yang
menyebabkan jaringan fibrosis. Mediator-mediator tersebut mestimulasi sekresi
elektrolit yang akan menyebabkan diare (Yosy & Salwan, 2014)

2.3 Antiinflamasi
Tujuan dari pengobatan inflamasi adalah untuk menghilangkan gejala
dan menjaga fungsi dari jaringan yang terkena inflamasi serta untuk
memperlambat atau menghentikan proses dari kerusakan jaringan (Katzung,
2015).
2.3.1 Obat Antiinflamasi Steroid
Obat antiinflamasi steroid disebut juga dengan obat golongan
kortikosteroid. Kortikosteroid dibedakan menjadi dua golongan, yaitu
glukokortikoid dan mineralokortikoid. Glukokortikoid bekerja dengan
menghambat terbentuknya leukotrin dan prostaglandin. Glukokortikoid memiliki

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


16

pengaruh yang kecil terhadap keseimbangan air dan elektrolit serta berpengaruh
pada penyimpanan glikogen hepar. Mineralkortikoid lebih berefek pada
keseimbangan air dan elektrolit serta pengaruh teradap glikogen hepar kecil
(Katzung et al., 2009).
Kortikosteroid meningkatkan sintesis salah satu protein antiinflamasi
yaitu lipokortin-1 yang merupakan suatu inhibitor fosfolipase A2. Lipokortin
menghambat fosfolipase A2 dengan mengganggu pengikatan fosfolipid.
Fosfolipase A2 mengkatalisis pembentukan asam arakidonat. Rangsangan sintesis
lipokortin-1 oleh kortikosteroid akan membuat terhambatnya sintesis asam
arakidonat sehingga menyebabkan penghambatan pembentukan mediator melalui
jalur siklooksigenase maupun lipoksigenase. Mekanisme tersebut merupakan
mekanisme kerja dari kortikosteroid yang lebih luas dibandingkan golongan obat
antiinflamasi non steroid yang hanya menghambat jalur siklooksigenase (Ikawati,
2008).
Efek samping glukokortikoid diantaranya diabetes, osteoporosis, pada
lanjut usia dapat terjadi fraktur osteroporotik paa tulang pinggul dan tulang
belakang serta pada pemberian dosis tinggi dapat mengakibatkan nekrosis
avaskular pada kepala femur. Efek samping mineralokortikoid adalah hipertensi,
retensi natrium dan air serta kehilangan kalium. Obat-obatan yang termasuk ke
dalam golongan kortikosteroid yaitu kortison, hidrokortison, prednisolon,
betametason dan deksametason (Badan POM RI, 2015).

2.3.2 Obat Antiinflamasi Non Steroid


Efek antiinflamasi non steroid melalui penghambatan biosintesis
prostaglandin. Enzim dalam sintesis prostaglandin yaitu siklooksigenase (COX).
Enzim siklooksigenase mengubah asam arakidonat (AA) menjadi senyawa antara
yang tidak stabil yaitu PGG2 dan PGH2, yang akan diubah menjadi tromboksan A2
(TxA2) dan bentuk prostaglandin lainnya. Terdapat dua bentuk siklooksigenase
yaitu siklooksigenase-1 (COX-1) dan siklooksigenase-1 (COX-2). COX-1
diekspresikan secara konstitutif pada kebanyakan sel seperti pada sel epitel
lambung yang bersifat sitoprotektif. Sedangkan COX-2 diregulasi oleh sitokin dan
merupakan sumber utama pembentukan prostanoid pada inflamasi dan kanker
(Brunton et al., 2018).

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


17

Golongan obat antiinflamasi non steroid (OAINS) dibedakan menjadi


antiinflamasi non steroid non selektif yang menghambat COX-1 dan COX-2 serta
antiinflamasi non steroid selektif menghambat COX-2. Penghambatan COX-1
dapat menyebabkan efek samping pada lambung dan pembentukan TxA2 dalam
trombosit akan menyebabkan penyempitan pembuluh darah. Karena adanya efek
samping penghambatan COX-1 pada lambung, maka OAINS selektif
menghambat COX-2 dikembangkan untuk memberikan efikasi yang sama dengan
OAINS non selektif dengan keamanan terhadap gastrointestinal yang lebih baik
(Brunton et al., 2018).
Contoh obat yang termasuk dalam OAINS selektif menghambat COX-2
adalah celecoxib, yang termasuk dalam OAINS non selektif yaitu diklofenak,
ibuprofen, dan piroksikam. Selain itu, dalam OAINS juga terdapat aspirin yang
menghambat aktivitas COX secara ireversibel serta salisilat tidak terasetilasi
seperti natrium salisilat dan salisil salisilat yang lebih efektif sebagai
antiinflamasi, namun efek analgesiknya kurang jika dibandingkan aspirin karena
tidak menghambat COX secara kuat dan tidak menghambat agregasi platelet. Efek
samping OAINS secara umum yaitu sakit kepala, pusing, hipertensi, edema,
infark miokard, mual, muntah, pendarahan pada gastrointestinal, ruam pada kulit
dan gagal ginjal (Katzung, 2015).

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian


Penelitian ini adalah penelitian kualitatif menggunakan Systematic
Literature Review (SLR). Systematic Literature Review (SLR) adalah metode
mengidentifikasi, menilai, dan menginterpretasi seluruh temuan bukti penelitian
untuk menjawab pertanyaan penelitian yang telah ditentukan (Kitchenham &
Charters, 2007). Pada prinsipnya, systematic review merupakan rangkuman hasil
penelitian primer untuk menyajikan fakta yang lebih komprehensif dan berimbang
(Siswanto, 2012). Penelitian ini menggunakan systematic literature review untuk
mengetahui efektivitas jahe yang digunakan sebagai antiinflamasi.

3.2 Pencarian Literatur


Proses pencarian literatur dilakukan pada PubMed dengan menggunakan
kombinasi beberapa kata kunci yang berkaitan dengan topik penelitian, yaitu
“ginger and anti-inflammatory”, dan “Zingiber officinale and anti-
inflammatory”. Artikel atau jurnal literatur yang sudah didapatkan, kemudian
disesuaikan dengan kriteria inklusi dan eksklusi dan selanjutnya dilakukan review.

3.3 Kriteria Inklusi dan Eksklusi


3.3.1 Kriteria Inklusi
1. Artikel dipublikasi antara tahun 2010-2020
2. Artikel termasuk dalam Q1-Q3 dalam penilaian Scimago Journal
Rank (SJR)
3. Artikel yang dipublikasikan berkaitan dengan aktivitas farmakologis
jahe sebagai antiinflamasi
3.3.2 Kriteria Eksklusi
1. Artikel dengan desain review
2. Artikel selain menggunakan Bahasa Inggris
3. Artikel dengan penggunaan bahan alam campuran lain selain jahe

18 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


19

3.4 Penelusuran Literatur

Pencarian Literatur:
Basis data: PubMed
Batasan pencarian: artikel internasional dengan bahasa inggris yang
dipublikasi pada tahun 2010-2020
Kata kunci: “ginger and anti-inflammatory’ dan “Zingiber officinale and
anti-inflammatory”
n = 304

Judul tidak sesuai dan adanya duplikasi1


(n = 165)
(
n = 139 artikel
teridentifikasi

Abstrak tidak sesuai2


(n = 72)
(

n = 67 artikel teridentifikasi

Tidak memenuhi kriteria inklusi dan


eksklusi
(n = 47)
(
n = 20 artikel teridentifikasi

Gambar 3. 1 Alur Penelusuran Literatur

1
judul artikel dibaca sekilas sesuai dengan topik penelitian dan jika judul artikel
tidak sesuai dengan topik penelitian maka artikel tersebut dikeluarkan seperti
tidak adanya unsur penelitian mengenai jahe dan inflamasi. 2abstrak artikel dibaca
keseluruhan dan jika abstrak tidak sesuai dengan topik penelitian maka artikel
tersebut dikeluarkan seperti artikel yang tidak terdapat indikator keberhasilan
penggunaan jahe sebagai antiinflamasi dan artikel yang terdapat campuran bahan
lain selain jahe.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
Penelusuran artikel dilakukan melalui database Science Direct dan
Pubmed. Jumlah artikel yang diperoleh dari penelusuran tersebut yaitu 304 artikel.
Dari jumlah tersebut didapatkan 20 artikel terpilih yang termasuk ke dalam
kriteria inklusi dan eksklusi yang telah ditentukan. Dari telaah hasil artikel yang
terpilih didapatkan artikel dengan pengujian praklinik dan klinik. Artikel dengan
pengujian praklinik dibagi menjadi dua macam, yaitu pengujian secara in vitro
dan secara in vivo. Pengujian in vitro merupakan ikatan obat pada reseptor dengan
kultur sel atau organ yang terisolasi, sedangkan pengujian in vivo merupakan
pengujian praklinik yang dilakukan dengan hewan utuh seperti menggunakan
mencit, tikus, hamster dan kelinci. Pengujian klinik merupakan pengujian yang
dilakukan pada manusia (Hairunnisa, 2019). Jumlah artikel dengan desain
penelitian clinical trial atau uji klinik yaitu 10 artikel, sedangkan untuk desain
penelitian eksperimental in vivo didapatkan tujuh artikel serta tiga artikel dengan
desain penelitian eksperimental in vivo dan in vitro.
Pada artikel yang digunakan, diketahui bahwa inflamasi dapat terjadi
pada berbagai kondisi penyakit. Inflamasi dapat menyebabkan beberapa penyakit
seperti rheumatoid arthritis, kanker, kolitis, dan kerusakan kulit. Selain itu,
inflamasi juga dapat terjadi bersamaan dengan penyakit lain seperti inflamasi pada
diabetes, kerusakan hati, inflamasi pada olahraga atau aktivitas fisik yang
berlebihan, dan tuberkulosis. Parameter yang diamati pada artikel adalah hasil
pemeriksaan marker inflamasi setelah pemberian jahe sebagai antiinflamasi.
Hasil temuan dari 20 artikel tersebut disajikan dalam tabel 4.1.

20 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


Tabel 4. 1 Hasil Temuan Artikel

Penulis Tipe Fase Kondisi/ Kandungan Hasil


No. Tempat Subjek Intervensi Pembanding
(tahun) studi Uji Klinis penyakit Kimia Intervensi
Pemberian 1
tablet jahe 2 Pemberian 1
Randomized Fase 1
kali sehari tablet Signifikan
double-blind dengan 64 Pasien
Mahluji et Diabetes selama 8 plasebo Gingerol, ↓ TNF-α,
1 Iran placebo subjek diabetes
al. (2013) melitus tipe 2 minggu. Setiap (pati) 2 kali shogaol IL-6, hs-
controlled dalam 2 melitus tipe 2
tablet sehari selama CRP
trial kelompok
mengandung 1 8 minggu
gram jahe
Pemberian
Double- Fase 1 Pemberian kapsul
Signifikan
blinded, dengan 63 Pasien kapsul jahe 800 plasebo
Arablou et Diabetes Gingerol, ↓ PGE2,
2 Iran placebo- subjek diabetes mg 2 kali sehari (tepung) 800
al. (2014) melitus tipe 2 shogaol CRP,
controlled dalam 2 melitus tipe 2 selama 12 mg 2 kali
TNF-α
clinical trial kelompok minggu sehari selama
12 minggu
3 Pemberian
Pemberian tablet tablet yang
Pasien
Double- Fase 1 diabetes yang mengandung
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

diabetes Signifikan
blinded, dengan 46 melitus tipe 2 mengandung 500 mg
Javid et al. melitus tipe 2 Gingerol, ↓ IL-6, hs-
Iran placebo- subjek dengan 500 mg jahe 2 tepung
(2019) dengan shogaol CRP,
controlled dalam 2 periodontitis kali sehari 2 kacang 2 kali
periodontitis TNF-α
clinical trial kelompok kronis tablet selama 8 sehari 2
kronis
minggu tablet selama
8 minggu
4 Al Hroob Jordan Eksperimen- - Tikus Diabetes tipe Pemberian Gliclazide 5 6-gingerol, Signifikan

21
21
et al. tal in vivo diinduksi 1 ekstrak jahe 400 mg/kg setiap 6-shogaol ↓ TNF-α,
(2018) dengan mg/kgBB, 800 hari selama 6 IL-1β, IL-
streptozotocin mg/kgBB setiap minggu 6
hari selama 6
minggu
Pemberian
Fase 1 Pemberian
Randomized, kapsul
Mozaffari- dengan kapsul yang
double-blind, plasebo Signifikan
Khosravi 100 Pasien berisi bubuk Gingerol,
5 Iran placebo- Osteoarthritis (pati) 500 mg ↓ TNF-α,
et al. subjek osteoarthritis jahe 500 mg dua shogaol
controlled dua kali IL-1β↓
(2016) dalam 2 kali sehari
clinical trial sehari selama
kelompok selama 3 bulan
3 bulan
Pemberian
Fase 1 Pemberian
Double-blind kapsul
dengan kapsul yang
randomized plasebo
Naderi et 100 Pasien dengan berisi bubuk Gingerol,
6 Iran placebo- Osteoarthritis (pati) 500 mg CRP, NO↓
al. (2016) subjek osteoarthritis jahe 500 mg dua shogaol
controlled dua kali
dalam 2 kali sehari
clinical trial sehari selama
kelompok selama 3 bulan
3 bulan
7 Pemberian
serbuk
kunyit 200
Tikus yang Pemberian
mg/kgBB
diinduksi bubuk jahe 200 IL-6,
selama 28
Ramadan dengan mg/kgBB TNF-α,
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Arab Eksperimen- hari dan Gingerol,


et al. - Complete Arthritis selama 28 hari IL-1β↓
Saudi tal in vivo selama 14 shogaol
(2010) Freund’s dan selama 14 IL-4, IL-
hari berturut-
Adjuvant hari berturut- 10↑
turut
(CFA) turut
Pemberian
indometasin
1 mg/kgBB

22
22
selama 28
hari dan
selama 14
hari berturut-
turut
Inflamasi
Pemberian
Monosit yang
ekstrak jahe Signifikan
Eksperimen- leukemia diinduksi 6-gingerol,
- merah 1, 3, 10, - ↓ PGE2
tal in vitro tikus (sel dengan 6-shogaol
30, dan 100 dan NO
RAW264) lipopolisaka-
µg/Ml
rida
Inflamasi Pemberian
Tikus yang Frekuensi
Shimoda et akut (tingkah ekstrak jahe
8 Jepang diinduksi - geliat
al. (2010) laku geliat merah 10, 50,
asam asetat tikus↓
tikus) dan 100 mg/kg
Eksperimen- Inflamasi 6-shogaol,
-
tal in vivo kronis Pemberian gingerdiol Edema
Tikus yang Pemberian
(arthritis ekstrak jahe pada
diinduksi indometasin
dengan merah 1 dan 10 telapak
adjuvant 0,5 mg/kg
edema pada mg/kg kaki↓
telapak kaki)
Pemberian Signifikan
bubuk kayu ↓ IL-6
Pemberian
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Randomized, Fase 1 manis 3 gram


bubuk jahe 3 Gingerol,
Mashhadi double-blind, dengan 60 per hari
Atlet gram per hari shogaol,
9 et al. Iran placebo- subjek Nyeri otot dengan
perempuan dengan makanan paradol,
(2013) controlled dalam 2 makanan
apapun selama zingerone
clinical study kelompok apapun
6 minggu
selama 6
minggu

23
23
Pemberian
bubuk
plasebo 3
gram per hari
dengan
makanan
apapun
selama 6
minggu
Pemberian
Pemberian
kapsul
kapsul yang
plasebo
Fase 1 Daya tahan berisi bubuk
Randomized, (toast Signifikan
dengan 28 tubuh pelari jahe 500 mg tiga
Zehsaz et double-blind, powder) 500 ↓ IL-1β,
10 Iran subjek Pelari pria pria dengan kali sehari 6-gingerol
al. (2014) cotrolled mg tiga kali TNF-α,
dalam 2 latihan yang selama 6
clinical trial sehari selama IL-6
kelompok baik minggu pada
6 minggu
periode latihan
pada periode
kedua
latihan kedua
Pemberian
Pemberian
kapsul yang
Fase 1 Pasien dengan kapsul yang Signifikan
Double-blind Non- berisi
dengan 50 non-alcoholic berisi bubuk ↓ hs-CRP
Rafie et al. Randomized Alcoholic plasebo Gingerol,
11 Iran subjek fatty liver jahe 500 mg 3 Tidak
(2020) Clinical Fatty Liver (tepung) 500 zerumbone
dalam 2 disease kali sehari signifikan
Trial Disease mg 3 kali
kelompok (NAFLD) selama 12 ↓ TNF-α
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

sehari selama
minggu
12 minggu
Tikus yang Pemberian
Pemberian Signifikan
Choi et al. Eksperimen- diinduksi Kerusakan ekstrak jahe Gingerol,
12 Korea - air selama 3 ↓ IL-6,
(2013) tal in vivo dengan hati kering 100 shogaol
hari IFN-γ
lipopolisakari mg/kg dan 1000

24
24
-da mg/kg per hari
selama 3 hari
Pemberian Pemberian
Tikus yang ekstrak jahe 1% Na CMC
Signifikan
Eksperimen- diberikan Inflamasi 400 mg/kg satu satu kali
- ↓ IL-6,
tal in vivo makanan hati kali sehari sehari
TNF-α↓
tinggi lemak selama 6 selama 6
minggu minggu
Li et al. Australi Diinkubasi Gingerol,
13 Diinkubasi
(2011) a dengan shogaol Mengu-
dengan jahe
DMSO rangi
Sel human 100µg/mL
Eksperimen- Inflamasi selama 24 ekspresi
- hepatocyte selama 24 jam
tal in vitro hati jam dan gen IL-6,
(HuH-7) dan distimulasi
distimulasi IL-8 dan
dengan IL-1β
dengan IL-1β SAA1
selama 3 jam
selama 3 jam
14 Tikus yang
diberi Pemberian
makanan ekstrak jahe 1% IL-6,
He et al. Eksperimen- tinggi Hiperkoleste- pada makanan Gingerol, TNF-α,
China - -
(2019) tal in vivo kolesterol dan rol yang diberikan shogaol IL-1β,
trimethylamin selama 12 MCP-1↓
e-N-oxide minggu
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

(TMAO)
Pemberian
Tikus yang Pemberian 0,5% CMC
Inflamasi
Eksperimen- diinduksi ekstrak jahe 108 per hari Signifikan
Mansour et pada hati,
15 Mesir tal - dengan mg/kg dan 216 selama 28 Gingerol ↓ IL-1β,
al. (2019) perut dan
in vivo diethylnitrosa mg/kg per hari hari TNF-α
usus
-mine selama 28 hari (kelompok
kontrol

25
25
normal)
Pemberian
Tikus yang
ekstrak jahe
diinduksi Pemberian Signifikan
dengan dosis Gingerol,
Kim et al. Eksperimen- dengan aquades ↓ TNF-α,
16 Korea - Kolitis 100 mg/kg, 300 shogaol,
(2018) tal in vivo dextran selama 21 IL-1β, IL-
mg/kg, dan 500 zingerone
sulfate hari 6
mg/kg per hari
sodium
selama 21 hari
Pemberian
Pemberian
ekstrak jahe 250
Fase 1 kapsul
Randomized mg (ekuivalen Signifikan
dengan 69 Pasien dengan plasebo
Kulkarni et and placebo- Tuberkulosis dengan 1,5 g Gingerol, ↓ TNF-α,
17 India subjek tuberkulosis (pati) 250 mg
al. (2016) controlled (TB) bubuk jahe shogaol ferritin,
dalam 2 (TB) paru dua kali
study murni) dua kali MDA↓
kelompok sehari selama
sehari selama 30
30 hari
hari
Pemberian 6-
Gingerol-rich
Tikus yang Pemberian
Inflamasi fraction (GRF) Signifikan
diinduksi minyak
Abolaji et Eksperimen- pada otak, dengan dosis 50 ↓ MPO,
18 Nigeria - dengan jagung 6-gingerol
al. (2017) tal in vivo ovarium dan mg/kg dan 100 NO, TNF-
chlorpyrifos selama 35
uterus mg/kg satu kali α
(CPF) hari
sehari selama 35
hari
Signifikan
Sel HaCaT Dikultur dengan Dikultur
↓ IL-1β,
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Eksperimen- yang Kerusakan jahe pada tanpa


- TNF-α,
Guahk et tal in vitro diinduksi kulit konsentrasi pemberian Gingerol,
19 Korea IL-6 dan
al. (2010) dengan UVB 10µg/mL jahe shogaol
IL-8
Eksperimen- Tikus yang Kerusakan Pemberian Pemberian Signifikan
-
tal in vivo diinduksi kulit ekstrak jahe 1% aquades ↓ IL-1β,

26
26
dengan UVB dan 2,5% selama 2 IL-6
setelah minggu
dipaparkan
dengan sinar
UVB setiap hari
bergantian
selama 2
minggu
Pemberian
Fase 1 Pasien dengan Pemberian kapsul
dengan 40 berat badan kapsul jahe 750 plasebo Signifikan
Ayaz et al. Randomized Kanker Gingerol,
20 Iran subjek berlebih dan mg 4 kali sehari (pati) 1 g 4 ↓ hs-CRP,
(2012) clinical trial payudara shogaol
dalam 2 kanker selama 6 kali sehari IL-6
kelompok payudara minggu selama 6
minggu
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

27
27
28

Tabel 4.2 Proses Pengolahan Jahe

No Penulis (Tahun) Jenis Jahe Pengolahan Jahe


Rimpang jahe segar dikeringkan
dan dihaluskan menjadi partikel
1 Mahluji et al. (2013) Zingiber officinale halus, bubuk jahe disiapkan
menjadi tablet yang masing-masing
mengandung 1 gram bubuk jahe
Rimpang jahe kering dihaluskan
menjadi partikel halus dan
2 Arablou et al. (2014) Zingiber officinale dimasukkan ke kapsul masing-
masing mengandung 800 mg bubuk
jahe
3 Javid et al. (2019) Zingiber officinale -
Rimpang jahe segar dipotong
menjadi beberapa bagian,
dikeringkan dan dihaluskan. Serbuk
jahe diesktrak dengan etanol 80%
4 Al Hroob et al. (2018) Zingiber officinale
selama 72 jam pada suhu ruang,
disaring dan diuapkan. Ekstrak
dilarutkan dengan cairan saline
untuk pemberian oral
Mozaffari-Khosravi et al.
5 Zingiber officinale -
(2016)
6 Naderi et al. (2016) Zingiber officinale -
7 Ramadan et al. (2010) Zingiber officinale -
Jahe merah dipotong dan
dikeringkan, kemudian dihaluskan
dan dihilangkan lemaknya dengan
Jahe merah (Zingiber
8 Shimoda et al. (2010) n-heksan diikuti dengan ekstraksi
officinale var. Rubra)
dengan 40% etanol kemudian
diuapkan. Ekstrak dijadikan bubuk
dengan spray-drying
9 Mashhadi et al. (2013) Zingiber officinale -
Rimpang jahe dikeringkan pada
tempat yang gelap pada suhu ruang
10 Zehsaz et al. (2014) Zingiber officinale dan dihaluskan menjadi bubuk
kemudian dimasukkan ke dalam
kapsul masing-masing 500 mg
11 Rafie et al. (2020) Zingiber officinale Roscoe -
Jahe kering diekstraksi dengan cara
dekok, filtrat dipekatkan di bawah
12 Choi et al. (2013) Zingiber officinale
tekanan dan diliofilisasi. Setelah
difiltrasi, cairan ekstrak dipekatkan

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


29

di evaporator, freeze dried selama 3


hari dan disimpan pada suhu 4oC.
Sebelum digunakan, ekstrak
dilarutkan dengan air suling dan
divortex
Ekstrak jahe dengan etanol 95%
terstandardisasi. Rimpang jahe
segar dikeringkan dengan vakum
pada suhu rendah, diparut dan
13 Li et al. (2011) Zingiber officinale direfluks 3 kali dengan 95% etanol
pada suhu dan tekanan rendah,
filtrat dipekatkan pada suhu dan
tekanan rendah dan dikeringkan
dengan vakum
14 He et al. (2019) Zingiber officinale -
15 Mansour et al. (2019) Zingiber officinale -
Ekstrak jahe disiapkan dengan
menambah etanol 50% pada 50oC
16 Kim et al. (2018) Zingiber officinale Roscoe
selama 35 menit. Ekstrak kemudian
disaring dan diliofilisasi
17 Kulkarni et al. (2016) Zingiber officinale -
Rimpang jahe segar dicuci,
dipotong, dicacah, dikering-
anginkan, dihaluskan dan diekstrak
dengan etanol 95% selama 72 jam,
18 Abolaji et al. (2017) Zingiber officinale diulang 2 kali diikuti pemisahan
dan kemudian disaring dengan
kertas saring Whatman grade-1 dan
dipekatkan pada suhu 45oC dengan
rotary evaporator
Rimpang jahe dibersihkan dan
diekstrak dengan air dalam
sonikator selama 2 jam pada suhu
19 Guahk et al. (2010) Zingiber officinale ruang sampai benar-benar larut.
Ekstraksi diulang 2 kali, kemudin
disaring dan freeze-dried, disimpan
pada suhu -4oC
20 Ayaz et al. (2012) Zingiber officinale -

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


30

4.2 Pembahasan
Inflamasi adalah respon jaringan vaskular terhadap infeksi dan kerusakan
jaringan dengan membawa sel dan molekul pertahanan tubuh ke tempat yang
diperlukan untuk menghilangkan agen penyebab inflamasi. Reaksi inflamasi
terjadi dimulai dari agen penyebab inflamasi yang terdapat di jaringan
ekstravaskular, dikenali oleh sel dan molekul inang. Kemudian leukosit dan
protein plasma dikerahkan dari sirkulasi ke tempat agen penyebab inflamasi
berada, leukosit dan protein diaktifkan dan bekerja untuk menghancurkan dan
menghilangkan subtansi penyebab inflamasi. Reaksi tersebut dikendalikan dan
dihentikan serta jaringan yang rusak diperbaiki (Kumar et al., 2018).
Biomarker didefinisikan sebagai karakteristik yang diukur dan dievaluasi
secara objektif sebagai indikator dari proses biologis normal, proses patogenesis
dan respon farmakologis terhadap intervensi terapetik (Cavaillon & Singer, 2018).
Beberapa agen proinflamasi yang juga merupakan penanda inflamasi yaitu C-
reactive protein (CRP), interleukin-6 (IL-6), tumor necrosis factor alpha (TNF-α)
dan interferon gamma (INF-γ). Peningkatan kadar pro-inflamator tersebut
menandakan adanya keadaan inflamasi (Moulia et al., 2017).
Jahe mengandung komponen bioaktif seperti fenolik dan terpen.
Kandungan fenol pada jahe yaitu gingerol, shogaol dan paradol. Gingerol seperti
6-gingerol, 8-gingerol, dan 10-gingerol merupakan kandungan polifenol yang
utama yang terdapat dalam jahe segar. Gingerol dapat berubah menjadi shogaol
dalam penyimpanan yang lama maupun jika dilakukan pemanasan. Perubahan
bentuk shogaol menjadi paradol dapat terjadi setelah adanya hidrogenasi.
Kandungan fenolik lainnya yang terdapat dalam jahe adalah quersetin, zingeron,
gingerenone-A dan 6-dehydrogingerdione. Beberapa kandungan terpen yang
dianggap sebagai komponen utama dari minyak atsiri jahe yaitu β-bisabolene, α-
curcumene, zingiberene, α-farnesene dan β-sesquiphellandrene (Mao et al., 2019).
Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kandungan pada
jahe. Proses pengeringan dapat mempengaruhi bioaktivitas jahe. Dalam penelitian
Andriyani et al. (2015) menunjukkan bahwa ekstrak etanol dari jahe yang
dikeringkan pada suhu 50oC selama 24 jam memiliki bioaktivitas antioksidan dan
jumlah fenol tertinggi dibandingkan ekstrak lainnya (Andriyani, Budiati, &

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


31

Pudjiraharti, 2015). Selain itu, metode esktraksi juga dapat mempengaruhi


kandungan jahe seperti penelitian yang dilakukan oleh Sharif dan Bennett (2016)
yang menunjukkan perbedaan kandungan fenol total pada metode maserasi dan
refluks. Dari penelitian tersebut diketahui bahwa ekstrak etanol dengan cara
maserasi mengandung fenol total yang paling tinggi (Sharif & Bennett, 2016).
Pengaruh temperatur terjadi pada kandungan 6-shogaol. Kandungan 6-shogaol
tertinggi didapatkan setelah pengeringan dan proses ekstraksi dengan etanol 95%
pada suhu 80oC dibandingkan pada suhu ruang dan suhu 60oC (Ok & Jeong,
2012).
Efek antiinflamasi pada penyakit diabetes terlihat pada beberapa
penelitian yang ditandai dengan penurunan kadar biomarker inflamasi. Pada
penelitian yang dilakukan oleh Mahluji et al. (2013), kelompok pasien diabetes
melitus tipe 2 yang diberikan tablet dengan kandungan jahe 1 gram sebanyak dua
kali sehari selama 8 minggu signifikan mengurangi TNF-α (P=0.006), hs-CRP
(P=0.02), dan IL-6 (P=0.012) dibandingkan dengan kelompok plasebo. Di sisi
lain, hasil analisis kovarian menunjukkan perbedaan signifikan pada kadar TNF-α
(P=0.005) dan hs-CRP (0.016) pada hasil akhir penelitian antara dua kelompok,
sedangkan untuk kadar IL-6 (P>0.05) tidak ada perbedaan yang signifikan. Hasil
penelitian ini juga tidak ada efek samping atau gejala yang serius yang dilaporkan
karena pemberian jahe, kecuali dua pasien yang mengalami heart burn ringan saat
awal intervensi (Mahluji et al., 2013).
Sedangkan penelitian lain yang dilakukan oleh Arablou et al. (2014) pada
pasien diabetes melitus tipe 2 terjadi penurunan secara signifikan pada kadar
PGE2 (p=0.000), CRP (p=0.01), TNF-α (p=0.005) pada kelompok yang
mengonsumsi kapsul 800 mg jahe dua kali sehari dibandingkan dengan kelompok
plasebo setelah 12 minggu. Penelitian juga dilakukan oleh Javid et al. (2019)
pada kelompok pasien diabetes melitus tipe 2 dengan periodontitis kronis yang
menjalani terapi periodontal non-bedah. Pada penelitian ini terjadi penurunan
signifikan kadar IL-6, TNF-α, dan hs-CRP pada kelompok pasien sebelum dan
setelah diberikan tablet yang berisi jahe dengan dosis 2 gram/hari selama 8
minggu dan juga terjadi penurunan signifikan IL-6 (p=0.009), TNF-α (p=0.049),
dan hs-CRP (p=0.049) dibandingkan dengan kelompok kontrol. Sedangkan

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


32

penelitian secara in vivo dilakukan oleh Al Hroob et al. (2018) untuk penyakit
diabetes tipe 1 pada tikus yang diinduksi oleh streptozotocin dengan hasil terjadi
penurunan signifikan kadar TNF-α (P<0.001), IL-1β (P<0.05), dan IL-6 (P<0.05)
pada pemberian jahe dengan dosis 400 mg/kg dan penurunan signifikan kadar
TNF-α (P<0.001), IL-1β (P<0.001), dan IL-6 (P<0.01) juga terjadi pada
pemberian dosis 800 mg/kg pada ginjal dibandingkan dengan kelompok tikus
diabetes kontrol.
Kandungan pada jahe yang memiliki aktivitas antiinflamasi adalah
gingerol dan shogaol dengan melalui pengurangan sintesis prostaglandin dengan
menghambat siklooksigenase-1 (COX-1) dan siklooksigenase-2 (COX-2) serta
jahe dapat menekan biosintesis leukotrien dengan menghambat 5-lipoksigenase.
Aktivitas jahe dengan penghambatan ganda siklooksigenase dan lipoksigenase
membuat jahe menjadi agen antiinflamasi yang lebih efektif. Jahe juga
menyebabkan pengurangan aktivitas NF-κB, menghambat TNF-α dan sitokin
inflamasi lainnya. Selain itu, komponen 6-gingerol dan 6-shogaol yang terdapat
dalam jahe juga bersifat sebagai antioksidan yang dapat menghambat stres
oksidatif dan menurunkan sitokin inflamasi pada diabetes. Keadaan hiperglikemia
dapat menginduksi stres oksidatif sehingga produksi reactive oxygen species
(ROS) akan meningkat lalu mengaktifkan NF-κB yang akan meningkatkan
pelepasan sitokin inflamasi dan akhirnya terjadi inflamasi, sehingga sifat
antioksidan pada jahe yang menghambat stres oksidatif dapat mengurangi
inflamasi (Mahluji et al., 2013; Arablou et al. 2014; Al Hroob et al. 2018; Javid et
al., 2019).
Pada studi yang dilakukan oleh Mozaffari-Khosravi et al. (2016) pada
pasien osteoarthritis (OA) menunjukkan penurunan signifikan TNF-α (P<0.001)
dan IL-1β (P<0.001) pada kedua kelompok pengujian, namun penurunan lebih
besar terjadi pada pasien kelompok pemberian kapsul jahe 500 mg sebanyak dua
kali sehari selama tiga bulan dibandingkan dengan kelompok plasebo. Masih
dengan perlakuan yang sama, penelitian yang dilakukan Naderi et al. (2016) juga
memberikan penurunan signifikan kadar CRP (P<0.001) dan nitric oxide (NO)
(P<0.001) yang lebih besar pada kelompok pemberian jahe dibandingkan dengan
kelompok plasebo. Kandungan jahe yaitu gingerol dan shogaol memiliki aktivitas

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


33

antiinflamasi dengan mengurangi ekspresi mRNA dan protein TNF-α,


mengurangi produksi COX-2 dan menekan sintesis prostaglandin dan leukotrien
dengan menghambat jalur COX-2 dan lipoksigenase (Mozaffari-Khosravi et al.,
2016; Naderi et al., 2016).
Penelitian yang dilakukan oleh Ramadan et al. (2011) secara in vivo
menunjukkan bahwa jahe dengan dosis 200 mg/kg dapat menurunkan jumlah IL-
6, TNF-α, dan IL-1β serta terjadi peningkatan pada sitokin antiinflamasi IL-4 dan
IL-10 tikus arthritis yang diinduksi dengan Complete Freund’s Adjuvant (CFA).
Induksi arthritis juga dilakukan pada penelitian Shimoda et al. (2010) dengan
adjuvan, dimana pengobatan dengan esktrak jahe merah 10 mg/kg/hari selama 13
hari dapat menekan edema pada telapak kaki tikus. Induksi dengan adjuvan akan
meningkatkan kadar TNF-α, IL-1β dan IL-6 yang menandakan adanya kerusakan
kartilago pada arthritis dan terlibat pada gejala klinis seperti pembengkakan.
Gingerol dan shogaol pada jahe dapat menghambat induksi gen yang terlibat
dalam respon inflamasi, gen tersebut akan mengkode proinflamasi sitokin,
kemokin serta menginduksi enzim COX-2. Jahe juga akan menekan ekspresi
protein aktif MCP-1 dan IFN-γ-activated protein (IP-10) pada sinoviosit
(Ramadan et al., 2011).
Pada penelitian yang dilakukan oleh Mashhadi et al. (2013)
menghasilkan penurunan signifikan kadar IL-6 (P<0.001) pada kelompok atlet
bela diri perempuan yang diberikan bubuk jahe tiga gram per hari selama enam
minggu. Penurunan tersebut lebih besar dibandingkan dengan penurunan pada
kelompok kayu manis maupun kelompok kontrol. Namun, tidak ada perubahan
yang signifikan dalam kelompok pemberian kayu manis dan jahe jika
dibandingkan dengan kelompok kontrol.
Penurunan kadar sitokin IL-1β, IL-6, dan TNF-α juga ditunjukkan dari
penelitian Zehsaz et al. (2014) pada pelari pria setelah pemberian kapsul yang
berisi bubuk jahe 500 mg tiga kali sehari selama enam minggu pada periode
latihan kedua. Terdapat perbedaan signifikan konsentrasi IL-1β (p=0.01) pada
akhir minggu ke-12 antara kedua kelompok. Dalam kelompok pemberian jahe
sendiri, terdapat perbedaan signifikan konsentrasi IL-1β rata-rata (p<0.01) pada
akhir minggu ke-6 dan ke-12 dan rata-rata pada akhir minggu ke-12 18.95% lebih

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


34

rendah dibandingkan pada akhir minggu ke-6. Untuk konsentrasi IL-6 pada kedua
kelompok terdapat perbedaan yang signifikan (p=0.01) pada akhir minggu ke-12.
Dalam kelompok pemberian jahe sendiri, terdapat perbedaan signifikan rata-rata
konsentrasi IL-6 (p<0.01) pada akhir minggu ke-6 dan ke-12 serta rata-rata pada
akhir minggu ke-12 17.5% lebih rendah daripada akhir minggu ke-6. Konsentrasi
TNF-α antara dua kelompok terdapat perbedaan yang signifikan (p=0.01) pada
akhir minggu ke-12. Dalam kelompok pemberian jahe, terdapat perbedaan
signifikan rata-rata konsentrasi TNF-α (p<0.01) pada akhir minggu ke-6 dan ke-
12 dan rata-rata pada minggu ke-12 11.14% lebih rendah dibandingkan pada akhir
minggu ke-6.
Latihan fisik yang berat dan berkepanjangan dapat menginduksi
peningkatan sitokin proinflamasi IL-1β, IL-6, dan TNF-α sehingga akan
mengganggu sistem kekebalan dari atlet. Cedera otot karena olahraga dengan
durasi lama juga berpengaruh dalam respon inflamasi. Mekanisme jahe sebagai
antiinflamasi diketahui melalui penghambatan sintesis prostaglandin. Kandungan
jahe seperti gingerol, shoagol, paradol, dan zingerone dapat mengurangi ekspresi
gen sitokin IL-6 dan TNF-α serta dapat menghambat COX-1 dan COX-2.
Kandungan 6-gingerol pada jahe dapat menghambat produksi sitokin proinflamasi
dari makrofag, namun tidak mempengaruhi fungsi dari sel penyaji antigen
(Mashhadi et al., 2013; Zehsaz et al., 2014).
Penelitian antiinflamasi jahe juga dilakukan pada penderita penyakit hati.
Pada penyakit non-alcoholic fatty liver disease (NAFLD) yang diteliti oleh Rafie
et al. (2020) terjadi penurunan hs-CRP yang signifikan (P=0.006) pada kelompok
pasien yang mengonsumsi jahe dengan dosis 1500 mg per hari dibandingkan
dengan kelompok kontrol, namun perubahan TNF-α (P=0.496) tidak signifikan
pada kedua grup. Tidak ada satupun pasien yang menunjukkan reaksi alergi atau
efek samping dari penelitian ini. Penyebab dari NAFLD berhubungan dengan
resistensi insulin, stres oksidatif dan inflamasi. Komponen jahe seperti gingerol
dan zerumbon dapat mengurangi aktivitas NF-κB sehingga menghambat gen
TNF-α dan dengan demikian produksi protein fase akut CRP juga terhambat
(Rafie et al., 2020).

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


35

Penelitian pada inflamasi hati juga dilakukan oleh Choi et al. (2013)
secara in vivo dengan induksi lipopolisakarida yang menunjukkan adanya nekrosis
hemoragik dan inflamasi portal dengan area yang luas pada hati. Pretreatment
dengan jahe kering dapat mengurangi respon inflamasi karena induksi
lipopolisakarida yang ditandai dengan menurunnya kadar IFN-γ (P<0.01) pada
dosis jahe 100 dan 1000 mg/kg dibandingkan dengan kelompok kontrol yang
hanya diinduksi lipopolisakarida. Penurunan signifikan juga terlihat pada kadar
IL-6 (P<0.001) dengan dosis pemberian 100 dan 1000 mg/kg dibandingkan
dengan kelompok kontrol yang hanya diinduksi lipopolisakarida. Selain itu, pada
kelompok pemberian jahe dosis 1000 mg/kg dapat mengurangi nekrosis
hemoragik. Induksi dengan lipopolisakarida juga dilakukan secara in vitro pada
sel RAW264 oleh Shimoda et al. (2010). Dengan pemberian ekstrak jahe merah
1-10 µg/ml dapat menekan produksi PGE2 dan NO pada dosis tinggi.
Penghambatan produksi PGE2 dianggap sebagai mekanisme dari antiinflamasi
jahe (Shimoda et al., 2010). Jahe kering menghambat produksi IFN-γ dan IL-6
dan menekan NF-κB melalui degradasi IκB-α. Lipopolisakarida juga merangsang
iNOS dan COX-2 yang berkaitan dengan ekspresi berlebih dari NF-κB dan
pemberian jahe kering mengurangi ekspresi iNOS dan COX-2. Efek
hepatoprotektif dari jahe kering ini mungkin disebabkan oleh senyawa
antiinflamasi seperti gingerol dan shogaol (Choi et al., 2013).
Efek dari gingerol dan shogaol pada jahe yang kemungkinan memiliki
efek antiinflamasi hati juga ditunjukkan oleh penelitian Li et al. (2012) secara in
vivo. Pada kelompok tikus yang diberikan makanan tinggi lemak dan ekstrak jahe
dengan dosis 400 mg/kg selama enam minggu dapat menurunkan kadar mRNA
IL-6 dan TNF-α (p<0.05) serta signifikan menurunkan kadar NF-κB (p<0.05)
dalam hati dibandingkan dengan kelompok yang hanya diberikan makanan tinggi
lemak. Penelitian in vitro juga dilakukan dengan menggunakan sel hepatosit
manusia (HuH-7) yang diberikan ekstrak jahe sebelum diaktivasi dengan IL-1β
yang meningkatkan aktivitas NF-κB. Inkubasi sel dengan jahe dapat mengurangi
aktivitas NF-κB termasuk dalam menekan ekspresi gen IL-6, IL-8, dan serum
amyloid A1 (SAA1) yang mencapai respon maksimal pada dosis 100 µg/ml. Efek
antiinflamasi jahe terlihat melalui jalur pensinyalan NF-κB. Selain itu,

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


36

pengurangan kadar marker proinflamasi IL-6, MCP-1, IL-1β, dan TNF-α terlihat
pula pada penelitian He et al. (2019) yang dilakukan secara in vivo dengan
makanan tinggi kolesterol ditambah trimethylamine-N-oxide (TMAO) dan
diberikan ekstrak jahe 1% selama 12 minggu. Pemberian makanan dengan tinggi
lemak akan meningkatan kolesterol total sehingga menyebabkan aterosklerosis
dan inflamasi vaskular yang dapat diperparah dengan TMAO (Li et al., 2012; He
et al., 2019).
Diethylnitrosamine (DENA) merupakan karsinogen yang dikaitkan
dengan hepatocellular carcinoma (HCC) serta terlibat dalam perkembangan stres
oksidatif, inflamasi kronis, dan proliferasi sel sebagai respon terhadap kerusakan
jaringan yang menyebabkan hepatokarsinogenesis. Pengobatan dengan jahe secara
in vivo pada tikus yang diinduksi DENA dapat menurunkan kandungan IL-1β
secara signifikan pada hati, lambung, dan usus dengan dosis 108 dan 216 mg/kg,
sedangkan pemberian jahe dengan dosis tinggi secara signifikan menurunkan IL-
1β pada hati dan usus namun dengan tidak ada perbedaan yang bermakna dari
kelompok kontrol normal. Penurunan signifikan juga terjadi terhadap TNF-α pada
lambung tikus terdapat pada dosis 216 mg/kg jika dibandingkan dengan
pemberian dosis 108 mg/kg. Pengukuran imunohistokimia COX-2 menunjukkan
imunoreaktivitas kuat pada jaringan hati dalam seminggu setelah pemberian
DENA dan pemberian ekstrak jahe 216 mg/kg memperlihatkan imunoreaktivitas
yang lebih ringan dibandingkan dosis 108 mg/kg. Efek antiinflamasi dari jahe ini
terlihat melalui penghambatan COX-2 (Mansour et al., 2019).
Penelitian inflamasi pada pencernaan juga dilakukan oleh Kim et al.
(2018) secara in vivo dengan penyakit kolitis yang dinduksi dextran sulfate
sodium (DSS). Tikus diberikan jahe dengan dosis 100, 300, dan 500 mg/kg sekali
sehari selama 21 hari. Dalam kolitis terdapat peran dari mediator proinflamasi
seperti IL-1β, IL-6, dan TNF-α. Dengan induksi DSS, jumlah mediator
proinflamasi meningkat. Mediator proinflamasi tersebut berkurang signifikan
pada jaringan kolon dengan pemberian jahe dibandingkan dengan kelompok tikus
yang hanya diinduksi kolitis tanpa ada pemberian jahe. Hanya pada dosis 500
mg/kg terjadi penurunan kadar IL-1β yang mirip dengan kelompok kontrol,
sedangkan penurunan IL-6 dan TNF-α yang mirip dengan kelompok kontrol

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


37

terjadi pada semua dosis pemberian jahe. Pengujian juga dilakukan dengan qRT-
PCR yang menunjukkan adanya penekanan ekspresi mRNA IL-1β, IL-6, dan
TNF-α dengan pemberian ekstrak jahe (Kim & Kim, 2018).
Efek jahe dalam inflamasi yang berkaitan dengan tuberkulosis (TB) paru
terdapat pada penelitian yang dilakukan oleh Kulkarni & Deshpande (2016).
Penelitian ini dilakukan pada pasien tuberkulosis paru yang dibagi menjadi dua
kelompok yaitu pemberian jahe dengan dosis 3 gram ekstrak per hari selama satu
bulan dan kelompok kontrol plasebo. Pada kelompok dengan pemberian jahe
terjadi penurunan signifikan kadar TNF-α (p=0.001), MDA (p=0.001), dan ferritin
(p<0.02). Kelompok plasebo juga menunjukkan penurunan signifikan pada semua
parameter tersebut (p<0.05), namun penurunan lebih signifikan terjadi pada
kelompok pemberian jahe dibandingkan kelompok plasebo. TNF-α berkaitan
dengan patogenesis dari infeksi mycobacterial, konsentrasi MDA juga merupakan
pengukuran peroksidasi lipid yang menunjukkan stres oksidatid yang meningkat
pada pasien TB dan ferritin merupakan kelompok protein yang mengatur
pertahanan selular melawan stres oksidatif dan inflamasi. Sifat jahe sebagai
antioksidan dapat mengurangi stres oksidatif dan dengan sifat antioksidannya
tersebut jahe juga dapat menjadi antiinflamasi (Kulkarni & Deshpande, 2016).
Pengujian jahe terutama kandungan 6-gingerol sebagai antiinflamasi
terdapat pada penelitian Abolaji et al. (2017) pada tikus yang diinduksi
chlorpyrifos (CPF). CPF merupakan pestisida yang digunakan dalam bidang
pertanian. Penggunaan CPF dapat menyebabkan toksisitas pada hewan melalui
peningkatan stres oksidatif. Marker inflamasi seperti myleoperoksidase (MPO),
NO, dan TNF-α pada tikus meningkat setelah diberikan CPF. Perbedaan
signifikan jumlah NO (P<0.05) di otak dan uterus terjadi pada kelompok
pemberian fraksi 6-gingerol dengan dosis 100 mg/kg dibandingkan yang hanya
diinduksi CPF, sedangkan pada ovarium, pemberian fraksi 6-gingerol dengan
dosis 50 dan 100 mg/kg memiliki perbedaan signifikan pada kelompok yang
hanya diberi CPF. Untuk kadar MPO (P<0.05) di otak terdapat perbedaan
signifikan pada kelompok yang diberi fraksi 6-gingerol dengan dosis 50 dan 100
mg/kg dibandingkan dengan kelompok CPF, sedangkan untuk di ovarium dengan
pemberian dosis 50 mg.kg memiliki perbedaan MPO yang signifikan

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


38

dibandingkan dengan kelompok kontrol maupun kelompok CPF serta pada dosis
100 mg/kg terdapat signifikan jika dibandingkan dengan kelompok CPF. Di
uterus, kadar MPO memiliki perbedaan yang signifikan pada kelompok
pemberian dosis 100 mg/kg dibandingkan dengan kelompok CPF. Terdapat
perbedaan signifikan yang terjadi terhadap penurunan kadar TNF-α (P<0.05) di
otak, ovarium, dan uterus pada kelompok pemberian fraksi 6-gingerol dengan
dosis 50 dan 100 mg/kg dibandingkan kelompok yang hanya diinduksi CPF,
namun pada pemberian fraksi 6-gingerol dengan dosis 50 mg/kg terdapat
perbedaan signifikan TNF-α jika dibandingkan dengan kelompok kontrol (Abolaji
et al., 2017).
Inflamasi juga dapat terjadi pada kulit yang disebabkan karena paparan
sinar UV dari matahari. Untuk mengetahui efek dari pemberian jahe pada
inflamasi kulit karena paparan sinar UV, maka dilakukan penelitian oleh Guahk et
al. (2010) secara in vitro menggunakan sel HaCaT dan in vivo dengan hewan uji
tikus. Radiasi sinar UVB pada sel HaCaT dan tikus dapat melepaskan sitokin dan
kemokin yang dapat mengaktifkan fagosit, termasuk neutrofil, basofil, dan
monosit. Leukosit yang aktif dapat menghasilkan ROS dan membuat inflamasi
pada kulit. Penelitian secara in vitro dengan sel HaCaT menunjukkan bahwa
ekstrak jahe dengan dosis sampai 10 µg/ml yang diberikan dapat menurunkan
produksi TNF-α, IL-1β, IL-6, dan IL-8 secara signifikan pada sel yang diradiasi
dengan sinar UVB. Penurunan kadar IL-1β dan IL-6 juga terlihat pada pengujian
secara in vivo dengan tikus yang disinari UVB. Penurunan signifikan pada IL-1β
terjadi dalam kelompok pemberian jahe 1% (P<0.05) dan 2.5% (P<0.01)
dibandingkan dengan kelompok yamg tidak diberikan jahe. Penurunan signifikan
juga terjadi pada IL-6 (P<0.01) dengan pemberian jahe 2.5% dibandingkan
dengan kelompok yang tidak diberikan jahe. Namun pada dosis 1% penurunan IL-
6 tidak terdapat perbedaan yang signifikan dibandingan kelompok tanpa
pemberian jahe. Ekstrak jahe dengan gingerol dan shogaol menunjukkan
kemampuan sebagai antiinflamasi dalam perlindungan kulit karena dapat
menghambat produksi sitokin proinflamasi akibat paparan sinar UVB pada sel
HaCaT dan tikus (Guahk et al., 2010).

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


39

Penelitian yang berkaitan dengan efek jahe sebagai antiinflamasi pada


penyakit kanker dilakukan oleh Ayaz & Roshan (2012). Pemberian jahe 3 gram
sehari selama enam minggu dapat menurunkan kadar hs-CRP dan IL-6 masing-
masing 34% dan 41% pada pasien wanita yang memiliki berat badan berlebih
dengan kanker payudara. Terdapat perbedaan signifikan hasil CRP dan IL-6
(p<0.001) kelompok yang hanya diberikan jahe dengan kelompok plasebo serta
pada kelompok olahraga air dan pemberian jahe dengan kelompok plasebo.
Penurunan kadar tersebut lebih efektif ketika pemberian jahe digabungkan dengan
olahraga air, dimana penurunan hs-CRP dan IL-6 mencapai 47% dan 42% jika
dibandingkan dengan sebelum olahraga dan diberi jahe. Adanya sitokin
proinflamasi dapat memudahkan pertumbuhan tumor dan metastasis, selain itu
dapat meningkatkan risiko kekambuhan kanker payudara. Aktivitas fisik yang
teratur dapat meningkatkan fungsi kekebalan. Jahe yang kaya akan kandungan
gingerol dan shogaol dapat menghambat pelepasan sitokin dan mediator
proinflamasi seperti prostaglandin dan leukotrien (Ayaz & Roshan, 2012).

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan review yang telah dilakukan mengenai aktivitas jahe
(Zingiber officinale) sebagai antiinflamasi, maka kesimpulan yang didapat yaitu:
- Kandungan pada jahe yang paling banyak mempunyai kemampuan sebagai
antiinflamasi yaitu gingerol dan shogaol.
- Jahe dapat digunakan sebagai antiinflamasi pada berbagai penyakit yang
dibuktikan dengan menurunnya penanda proinflamasi seperti IL-6, IL-1β, dan
TNF-α melalui berbagai mekanisme seperti menekan sintesis mediator
proinflamasi, menghambat sintesis prostaglandin dan leukotrien, menghambat
jalur siklooksigense dan lipoksigenase, mengurangi aktivitas NF-κB dan
menghambat stres oksidatif.

5.2 Saran
Melakukan penelitian lanjutan mengenai aktivitas jahe sebagai
antiinflamasi di Indonesia dan mekanisme aktivitasnya serta meneliti terkait
manfaat kandungan lainnya yang terdapat pada jahe sebagai pengobatan suatu
penyakit.

40 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


DAFTAR PUSTAKA

Abolaji, A. O., Ojo, M., Afolabi, T. T., Arowoogun, M. D., Nwawolor, D., &
Farombi, E. O. (2017). Protective Properties of 6-Gingerol-Rich Fraction
from Zingiber officinale (Ginger) on Chlorpyrifos-Induced Oxidative
Damage and Inflammation in The Brain, Ovary and Uterus of Rats.
Chemico-Biological Interactions, 270, 15–23.
Al Hroob, A. M., Abukhalil, M. H., Alghonmeen, R. D., & Mahmoud, A. M.
(2018). Ginger Alleviates Hyperglycemia-Induced Oxidative Stress,
Inflammation and Apoptosis and Protects Rats Against Diabetic
Nephropathy. Biomedicine and Pharmacotherapy, 106(June), 381–389.
American Diabetes Association. (2020). Classification and Diagnosis of Diabetes:
Standards of Medical Care in Diabetes-2020. Diabetes Care, 43(Suppl. 1),
S14–S31.
Andriyani, R., Budiati, T. A., & Pudjiraharti, S. (2015). Effect of Extraction
Method on Total Flavonoid, Total Phenolic Content, Antioxidant and Anti-
bacterial Activity of Zingiberis officinale Rhizome. Procedia Chemistry,
16(2015), 149–154.
Arablou, T., Aryaeian, N., Valizadeh, M., Sharifi, F., Hosseini, A., & Djalali, M.
(2014). The Effect of Ginger Consumption on Glycemic Status, Lipid Profile
and Some Inflammatory Markers in Patients with Type 2 Diabetes Mellitus.
International Journal of Food Sciences and Nutrition, 65(4), 515–520.
Askari, G., Aghajani, M., Salehi, M., Najafgholizadeh, A., Keshavarzpour, Z.,
Fadel, A., Pourmasoumi, M. (2020). The effects of ginger supplementation
on biomarkers of inflammation and oxidative stress in adults: A systematic
review and meta-analysis of randomized controlled trials. Journal of Herbal
Medicine, (February), 100364.
Ayaz, A., & Roshan, V. D. (2012). Effects of 6-Weeks Water-Based Intermittent
Exercise with and without Zingiber officinale on Pro-Inflammatory Markers
and Blood Lipids in Overweight Women with Breast Cancer. Journal of
Applied Pharmaceutical Science, 2(5), 218–224.
Badan POM RI. (2015). Informatorium Obat Nasional Indonesia (IONI). Diambil

41 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


42

dari http://pionas.pom.go.id/ioni/bab-6-sistem-endokrin/63-
kortikosteroid/632-glukokortikoid
Badan Pusat Statistik. (2018). Statistik Tanaman Biofarmaka Indonesia. Jakarta.
Brunton, L. L., Hilal-Dandan, R., & Knollmann, B. C. (2018). Goodman &
Gilman’s The Pharmacological Basis of Therapeutics (13 ed.). New York:
McGraw-Hill Education.
Cavaillon, J.-M., & Singer, M. (2018). Inflammation From Molecular and
Cellular Mechanism to the Clinic. Weinheim: Wiley-VCH.
Chen, L., Deng, H., Cui, H., Fang, J., Zuo, Z., Deng, J., Zhao, L. (2017).
Inflammatory Responses and Inflammation-Associated Diseases in Organs.
Oncotarget, 9(6), 7204–7218.
Choi, Y. Y., Kim, M. H., Hong, J., Kim, S. H., & Yang, W. M. (2013). Dried
Ginger (Zingiber officinalis) Inhibits Inflammation in a Lipopolysaccharide-
Induced Mouse Model. Evidence-based Complementary and Alternative
Medicine, 2013, 1–9.
de Rezende, M. U., de Campos, G. C., & Pailo, A. F. (2013). Current concepts in
osteoarthritis. Acta Ortopedica Brasileira, 21(2), 120–122.
Dipiro, J. T., Wells, B. G., Schwinghammer, T. L., & Dipiro, C. V. (2013).
Pharmacotherapy Handbook (9 ed.). New York: Mc-Graw-Hill Education.
Fatmawati, N. K., Ali, M., & Widjajanto, E. (2012). Efek Proteksi Kombinasi
Minyak Wijen (Sesame Oil) dengan α-Tocopherol terhadap Steatosis melalui
Penghambatan Stres Oksidatif pada Tikus Hiperkolesterolemia. The Journal
of Experimental Life Sciences, 2(2), 56–64.
Ghayur, M. N., & Gilani, A. H. (2005). Ginger lowers blood pressure through
blockade of voltage-dependent calcium channels. Journal of Cardiovascular
Pharmacology, 45(1), 74–80.
Guahk, G.-H., Ha, S. K., Jung, H.-S., Kang, C., Kim, C.-H., Kim, Y.-B., & Kim,
S. Y. (2010). Zingiber officinale Protects HaCaT cells and C57BL/6 Mice
from Ultraviolet B-Induced Inflammation. Journal of Medicinal Food, 13(3),
673–680.
Hairunnisa, H. (2019). Sulitnya Menemukan Obat Baru di Indonesia. Majalah
Farmasetika, 4(1), 16–21.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


43

Hapsoh, Hasanah, Y., & Julianti, E. (2010). Budidaya dan Teknologi Pascapanen
Jahe. Medan: USU Press.
Harvey, R. A., & Pamela, C. C. (2013). Farmakologi Ulasan Bergambar (4 ed.).
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
He, Z., Lei, L., Kwek, E., Zhao, Y., Liu, J., Hao, W., Chen, Z. Y. (2019). Ginger
Attenuates Trimethylamine-N-Oxide (TMAO)-Exacerbated Disturbance in
Cholesterol Metabolism and Vascular Inflammation. Journal of Functional
Foods, 52(2019), 25–33.
Ikawati, Z. (2008). Pengantar Farmakologi Molekuler. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
Imboden, J. B., Hellmann, D. B., & Stone, J. H. (2013). Current Diagnosis &
Treatment: Rheumatology (3 ed.). New York: McGraw-Hill.
Javid, A. Z., Bazyar, H., Gholinezhad, H., Rahimlou, M., Rashidi, H., Salehi, P.,
& Haghighi-zadeh, M. H. (2019). The Effects of Ginger Supplementation on
Inflammatory, Antioxidant, and Periodontal Parameters in Type 2 Diabetes
Mellitus Patients with Chronic Periodontitis under Non-Surgical Periodontal
Therapy. A Double-Blind, Placebo-controlled Trial. Diabetes, Metabolic
Syndrome and Obesity: Targets and Therapy, 12, 1751–1761.
Jolad, S. D., Lantz, R. C., Chen, G. J., Timmermann, B. N., & Bates, R. B. (2005).
Commercially processed dry ginger (Zingiber officinale): Composition and
effects on LPS-stimulated PGE 2 production. 66, 1614–1635.
Jolad, S. D., Lantz, R. C., Solyom, A. M., Chen, G. J., Bates, R. B., &
Timmermann, B. N. (2004). Fresh organically grown ginger (Zingiber
officinale): composition and effects on LPS-induced PGE2 production. 65,
1937–1954.
Katzung, B. G., Masters, S. B., & Trevor, A. J. (2009). Basic & Clinical
Pharmacology (11 ed.). New York: McGraw-Hill Education.
Katzung, B. G., Masters, S. B., & Trevor, A. J. (2012). Basic & Clinical
Pharmacology (12 ed.). New York: McGraw-Hill Education.
Katzung, B. G., & Trevor, A. J. (2015). Basic & Clinical Pharmacology (13 ed.).
New York: McGraw-Hill Education.
Kementerian Kesehatan RI. (2018). Riset Kesehatan Dasar; RISKESDAS. Jakarta:

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


44

Balitbang Kemenkes RI.


Kim, M. S., & Kim, J. Y. (2018). Ginger Attenuates Inflammation in a Mouse
Model of Dextran Sulfate Sodium-Induced Colitis. Food Science and
Biotechnology, 27(5), 1493–1501.
Kitchenham, B., & Charters, S. (2007). Guidlines for Performing Systematic
Literature Reviews in Software Engineering. EBSE Technical Report Version
2.3.
Kulkarni, R. A., & Deshpande, A. R. (2016). Anti-Inflammatory and Antioxidant
Effect of Ginger in Tuberculosis. Journal of Complementary and Integrative
Medicine, 13(2), 201–206.
Kumar, S., Bajwa, B., Kuldeep, S., & Kalia, A. (2013). Anti-Inflammatory
Activity of Herbal Plants : A Review. International Journal of Advances in
pharmacy, Biology and Chemistry, 2(2), 272–281.
Kumar, V., Abbas, A. K., & Aster, J. C. (2018). Basic Pathology (10 ed.).
Philadelphia: Elsevier.
Li, X. H., McGrath, K. C. Y., Nammi, S., Heather, A. K., & Roufogalis, B. D.
(2012). Attenuation of Liver Pro-Inflammatory Responses by Zingiber
officinale via Inhibition of NF-kappa B Activation in High-Fat Diet-Fed
Rats. Basic and Clinical Pharmacology and Toxicology, 110(3), 238–244.
Mahluji, S., Ostadrahimi, A., Mobasseri, M., Attari, V. E., & Payahoo, L. (2013).
Anti-Inflammatory Effects of Zingiber officinale in Type 2 Diabetic Patients.
Advanced Pharmaceutical Bulletin, 3(2), 273–276.
Mansour, D. F., Abdallah, H. M. I., Ibrahim, B. M. M., Rehab, R., Esmail, R. S.
E., & Abdel-salam, L. O. (2019). The Carcinogenic Agent
Diethylnitrosamine Induces Early Oxidative Stress , Inflammation and
Proliferation in Rat Liver , Stomach and Colon : Protective Effect of Ginger
Extract. Asian Pacific Journal of Cancer Prevention, 20(8), 2551–2561.
Mao, Q. Q., Xu, X. Y., Cao, S. Y., Gan, R. Y., Corke, H., Beta, T., & Li, H. Bin.
(2019). Bioactive Compounds and Bioactivities of Ginger (Gingiber
officinale Roscoe). Foods, 8(185), 1–21.
Mashhadi, N. S., Ghiasvand, R., Askari, G., Feizi, A., & Hariri, M. (2013).
Influence of Ginger and Cinnamon Intake on Inflammation and Muscle

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


45

Soreness Endued by Exercise in Iranian Female Athletes Influence of Ginger


and Cinnamon Intake on Inflammation and Muscle Soreness Endued by
Exercise in Iranian Female Athletes. (April).
Mbaveng, A. T., & Kuete, V. (2017). Zingiber officinale. In Medicinal Spices and
Vegetables from Africa: Therapeutic Potential Against Metabolic,
Inflammatory, Infectious and Systemic Diseases.
Moulia, M., Sulchan, M., & Nissa, C. (2017). Kadar Pro-Inflamator High
Sensitive C-Reactive Protein (hsCRP) Pada Remaja Stunted Obese di SMA
Kota Semarang. Journal of Nutrition College, 6(2), 119–127.
Mozaffari-Khosravi, H., Naderi, Z., Dehghan, A., Nadjarzadeh, A., & Fallah
Huseini, H. (2016). Effect of Ginger Supplementation on Proinflammatory
Cytokines in Older Patients with Osteoarthritis: Outcomes of a Randomized
Controlled Clinical Trial. Journal of Nutrition in Gerontology and
Geriatrics, 35(3), 209–218.
Naderi, Z., Mozaffari-Khosravi, H., Dehghan, A., Nadjarzadeh, A., & Huseini, H.
F. (2016). Effect of Ginger Powder Supplementation on Nitric Oxide and C-
Reactive Protein in Elderly Knee Osteoarthritis Patients: A 12-Week Double-
Blind Randomized Placebo-Controlled Clinical Trial. Journal of Traditional
and Complementary Medicine, 6(3), 199–203.
Ok, S., & Jeong, W. S. (2012). Optimization of extraction conditions for the 6-
shogaol-rich extract from ginger (Zingiber officinale Roscoe). Preventive
Nutrition and Food Science, 17(2), 166–171.
Panahi, Y., Saadat, A., Sahebkar, A., Hashemian, F., Taghikhani, M., &
Abolhasani, E. (2012). Effect of ginger on acute and delayed chemotherapy-
induced nausea and vomiting: A pilot, randomized, open-label clinical trial.
Integrative Cancer Therapies, 11(3), 204–211.
Price, S. A., & Wilson, L. M. (2006). Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit (6 ed.). Jakarta: EGC.
Rafie, R., Hosseini, S. A., Hajiani, E., Malehi, A. S., & Mard, S. A. (2020). Effect
of Ginger Powder Supplementation in Patients with Non-Alcoholic Fatty
Liver Disease: A Randomized Clinical Trial. Clinical and Experimental
Gastroenterology, 13, 35–45.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


46

Ramadan, G., Al-Kahtani, M. A., & El-Sayed, W. M. (2011). Anti-Inflammatory


and Anti-Oxidant Properties of Curcuma longa (Turmeric) versus Zingiber
officinale (Ginger) Rhizomes in Rat Adjuvant-Induced Arthritis.
Inflammation, 34(4), 291–301.
Rukmana, R. (2000). Usaha Tani Jahe. Yogyakarta: Kanisius.
Sander, M. A. (2010). Atlas Berwarna Patologi Anatomi. Jakarta: Rajawali Pers.
Santoso, H. B. (2008). Ragam & Khasiat Tanaman Obat. Jakarta: Agromedia
Pustaka.
Setyaningrum, H. D., & Saparinto, C. (2013). Jahe. Jakarta: Penebar Swadaya.
Sharif, M. F., & Bennett, M. T. (2016). The Effect of Different Methods and
Solvents on the Extraction of Polyphenols in Ginger (Zingiber officinale).
Jurnal Teknologi, 78(11–2), 49–54.
Shidfar, F., Rajab, A., Rahideh, T., Khandouzi, N., Hosseini, S., & Shidfar, S.
(2015). The Effect of Ginger (Zingiber officinale) on Glycemic Markers in
Patients with Type 2 Diabetes. Journal of Complementary and Integrative
Medicine, 12(2), 165–170.
Shimoda, H., Shan, S.-J., Tanaka, J., Seki, A., Seo, J.-W., Kasajima, N.,
Murakami, N. (2010). Anti-Inflammatory Properties of Red Ginger (Zingiber
officinale var. Rubra) Extract and Suppression of Nitric Oxide Production by
Its Constituents. Journal of Medicinal Food, 13(1), 156–162.
Shirvani, M. A., Motahari-Tabari, N., & Alipour, A. (2014). The Effect of
Mefenamic Acid and Ginger on Pain Relief in Primary Dysmenorrhea: a
Randomized Clinical Trial. Archives of Gynecology and Obstetrics, 291(6),
1277–1281.
Shita, A. D. P. (2015). Perubahan Level TNF-α dan IL-1 pada Kondisi Diabetes
Mellitus. An Update of Basic and Clinical Sciences in Dentistry, 1–7.
Siswanto, S. (2012). Systematic Review sebagai Metode Penelitian untuk
Mensintesis Hasil-Hasil Penelitian (Sebuah Pengantar). Buletin Penelitian
Sistem Kesehatan, 13.
Sumayyah, S., & Salsabila, N. (2017). Obat Tradisional : Antara Khasiat dan Efek
Sampingnya. Farmasetika.com (Online), 2(5), 1.
Suprapti, M. L. (2003). Aneka Awetan Jahe. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


47

Takeuchi, O., & Akira, S. (2010). Review Pattern Recognition Receptors and
Inflammation. Cell, 140(6), 805–820.
Tia Santika Dewi, A., Puspawati, N., & Suarya, P. (2015). Aktivitas Antiinflamasi
Ekstrak Eter Kulit Batang Tenggulun (Protium Javanicum Burm) Terhadap
Edema Pada Tikus Wistar Yang Diinduksi Dengan Karagenan. Jurnal Kimia,
9(1), 13–19.
Van Breemen, R. B., Tao, Y., & Li, W. (2011). Cyclooxygenase-2 inhibitors in
ginger (Zingiber officinale). Fitoterapia, 82(1), 38–43.
Wongrakpanich, S., Wongrakpanich, A., Melhado, K., & Rangaswami, J. (2018).
A comprehensive review of non-steroidal anti-inflammatory drug use in the
elderly. Aging and Disease, 9(1), 143–150.
World Health Organization. (2020). Diabetes.
Yosy, D. S., & Salwan, H. (2014). Inflammatory Bowel Disease Pada Anak.
Majalah Kedokteran Sriwijaya, 46(2), 158–163.
Yuliani, S., & Kailaku, S. I. (2009). Pengembangan Produk Jahe Kering dalam
Berbagai Jenis Industri. Buletin Teknologi Pascapanen Pertanian, 5, 61–68.
Zehsaz, F., Farhangi, N., & Mirheidari, L. (2014). The Effect of Zingiber
officinale R. Rhizomes (Ginger) on Plasma Pro-inflammatory Cytokine
Levels in Well-trained Male Endurance Runners. 39(2), 174–180.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Anda mungkin juga menyukai