SKRIPSI
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi
Disetujui oleh
Pembimbing I Pembimbing II
Mengetahui,
DEWAN PENGUJI
Ditetapkan di : Jakarta
Alhamdulillah, puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT yang telah
memberikah rahmat dan karunia-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan
penyusunan skripsi ini. Tidak lupa shalawat dan salam semoga terlimpahkan pada
Nabi Muhammad SAW, kepada keluarga, sahabat dan para pengikut beliau.
Penulisan skripsi dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk
mencapai gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Saya menyadari jika tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari
masa perkuliahan hingga penyusunan skripsi ini, maka akan sangat sulit bagi saya
untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih
kepada:
(1) Kedua orang tua saya tercinta, Bapak M. Noer Slamet dan Ibu Nuryati, yang
tiada hentinya memberikan cinta, kasih sayang, doa, motivasi, dan
dukungan baik moral maupun materil.
(2) Ibu Dr. Apt. Azrifitria, M.Si. sebagai dosen pembimbing pertama dan Ibu
Apt. Ismiarni Komala, M.Sc, Ph.D. sebagai dosen pembimbing skripsi
kedua, yang memiliki peran yang sangat besar dalam proses penyusunan
skripsi ini dan telah membimbing penulis dengan sabar.
(3) Ibu Dr. Apt. Zilhadia, M.Si. selaku Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
(4) Ibu Dr. Apt. Nurmeilis, M.Si. selaku Ketua Program Studi Farmasi dan Ibu
Apt. Ismiarni Komala, M.Sc, Ph.D. selaku Sekretaris Program Studi
Farmasi Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
(5) Bapak Apt. Yardi, Ph.D. selaku dosen pembimbing akademik yang telah
memberikan bimbingan dan dukungan selama masa perkuliahan.
(6) Bapak dan Ibu staf pengajar, laboran dan karyawan yang telah memberikan
bimbingan dan bantuan selama saya menempuh pendidikan di Program
Studi Farmasi Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
HALAMAN JUDUL............................................................................................... ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINILITAS .................................................... iii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .................................................... iv
HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI ................................................................. v
ABSTRAK ............................................................................................................. vi
ABSTRACT .......................................................................................................... vii
KATA PENGANTAR ......................................................................................... viii
DAFTAR ISI ........................................................................................................... x
DAFTAR TABEL ................................................................................................. xii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xiii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................... 3
1.3 Tujuan Penelitian ...................................................................................... 3
1.4 Manfaat Penelitian .................................................................................... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................. 5
2.1 Tanaman Jahe ........................................................................................... 5
2.1.1 Klasifikasi Tanaman.......................................................................... 5
2.1.2 Deskripsi Tanaman............................................................................ 5
2.1.3 Kandungan dan Manfaat Jahe ........................................................... 7
2.2 Inflamasi ................................................................................................... 9
2.2.1 Definisi Inflamasi .............................................................................. 9
2.2.2 Jenis Inflamasi ................................................................................. 10
2.2.3 Gejala Inflamasi .............................................................................. 10
2.2.4 Mediator Inflamasi .......................................................................... 11
2.2.5 Mekanisme Inflamasi ...................................................................... 12
2.2.6 Hubungan Inflamasi pada Penyakit Lain ........................................ 12
2.3 Antiinflamasi .......................................................................................... 15
2.3.1 Obat Antiinflamasi Steroid ............................................................. 15
2.3.2 Obat Antiinflamasi Non Steroid ..................................................... 16
BAB III METODOLOGI PENELITIAN.............................................................. 18
3.1 Desain Penelitian .................................................................................... 18
3.2 Pencarian Literatur ................................................................................. 18
3.3 Kriteria Inklusi dan Eksklusi .................................................................. 18
3.3.1 Kriteria Inklusi ................................................................................ 18
3.3.2 Kriteria Eksklusi.............................................................................. 18
3.4 Penelusuran Literatur ............................................................................. 19
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................. 20
4.1 Hasil........................................................................................................ 20
4.2 Pembahasan ............................................................................................ 30
Salah satu bahan alam yang dapat digunakan sebagai antiinflamasi adalah
jahe (Zingiber officinale). Berdasarkan data statistik tanaman biofarmaka,
produksi tanaman jahe pada tahun 2018 yaitu 207.411.867 kg (Badan Pusat
Statistik, 2018). Tanaman jahe tumbuh baik pada ketinggian tempat sekitar 200-
600 m di atas permukaan laut. Tanaman jahe juga masih bisa tumbuh dengan baik
hingga ketinggian 900 m di atas permukaan laut. Tanah dengan pH 6,8-7,4
dibutuhkan sebagai tempat tumbuh yang baik untuk jahe. Namun, tanaman jahe
masih dapat tumbuh baik dengan pH tanah minimal 4,5. Suhu tahunan optimal
yang diperlukan dalam pertumbuhan jahe rata-rata sekitar 25-30o C
(Setyaningrum & Saparinto, 2013).
Jahe di Indonesia telah dikembangkan menjadi produk makanan dan
minuman serta digunakan dalam produk farmasi. Produk jadi jahe dalam industri
makanan dan minuman diantaranya yaitu bumbu masak instan, sirup, permen, dan
wedang jahe. Contoh penggunaan jahe dalam bidang farmasi terdapat pada obat
batuk berbentuk sirup seperti komix dan OBH jahe, tablet/kapsul zinaxin rapid
sebagai obat rematik dan obat luar seperti balsam, param kocok, koyo, dan lain
sebagainya (Yuliani & Kailaku, 2009).
Kandungan 10-gingerol, 8-shogaol dan 10-shogaol yang terdapat dalam
jahe memiliki aktivitas antiinflamasi melalui penghambatan siklooksigenase-2
(COX-2) (Breemen et al., 2011). Berdasarkan penelitian sebelumnya yang
dilakukan secara in vitro, sel HaCat manusia yang sebelumnya telah disinari UVB
dengan dosis 100 mJ/cm2 dan dikultur dengan ekstrak air jahe (Zingiber
officinale) yang mengandung gingerol dan shogaol. Sedangkan untuk penelitian in
vivo menggunakan tikus yang terpapar UVB (200 mJ/cm2) berselang-seling
selama dua minggu dan diberikan ekstrak air jahe 1% dan 2,5%. Kandungan
gingerol dan shogaol dapat menghambat produksi sitokin proinflamasi seperti
TNF-α, IL-1β, IL-6, dan IL-8 pada sel HaCaT serta menurunkan IL-1β dan IL-6
pada tikus akibat paparan sinar UVB (Guahk et al., 2010).
Penelitian lainnya dilakukan oleh Mahluji et al. (2013) terhadap pasien
yang menderita diabetes tipe dua. Sitokin dikaitkan dengan patogenesis penyakit
diabetes tipe satu dan dua melalui percepatan apoptosis atau kematian pada sel
beta. Sebanyak 64 pasien diabetes tipe dua dibagi menjadi dua kelompok.
Kelompok pertama diberikan tablet yang mengandung jahe satu gram dan
kelompok kedua merupakan kelompok plasebo. Tablet dikonsumsi dua kali sehari
sebanyak satu tablet segera setelah makan siang dan makan malam selama
delapan minggu. Hasil pemberian jahe dalam keadaan diabetes ternyata dapat
menurunkan kadar biomarker inflamasi TNF-α, hs-CRP dan IL-6 pada sampel
darah pasien.
Aktivitas jahe sebagai antiinflamasi juga sesuai dengan penelitian yang
dilakukan oleh Ramadan et al. (2010) secara in vivo pada tikus yang diinduksi
oleh Complete Freund’s Adjuvant (CFA) sehingga terjadi arthritis. Pada penelitian
tersebut terjadi penurunan kadar mediator proinflamasi IL-6, TNF-α dan IL-1β
setelah pemberian bubuk jahe secara oral dengan dosis 200 mg/kg berat badan
selama 28 hari dimulai setelah induksi arthritis dan selama 14 hari dimulai sejak
hari ke 15 setelah induksi pada tikus.
Berdasarkan latar belakang ini, maka saya ingin melakukan systematic
review tentang aktivitas jahe sebagai antiinflamasi. Penelitian ini bertujuan untuk
memudahkan dalam memahami penggunaan jahe sebagai antiinflamasi dengan
mengkaji beberapa literatur atau artikel yang berhubungan dengan aktivitas jahe
sebagai antiinflamasi.
Terdapat tiga jenis jahe berdasarkan aroma, warna, bentuk dan ukuran
rimpang. Ketiga jenis jahe tersebut adalah jahe putih besar atau disebut juga
dengan jahe gajah, jahe putih kecil atau disebut juga dengan jahe emprit dan jahe
merah atau disebut juga dengan jahe sunti. (Rukmana, 2000).
Jahe dapat dimanfaatkan sebagai bumbu masak, pemberi aroma dan rasa
pada makanan maupun minuman, pestisida alami, minyak wangi serta sebagai
obat tradisional (Hapsoh et al., 2010). Dalam pengobatan tradisional, jahe dapat
digunakan untuk penyakit batuk, pegal-pegal, kepala pusing, sakit pinggang, dan
masuk angin (Santoso, 2008).
Pada pengujian antihipertensi, ekstrak metanol jahe dapat menginduksi
penurunan dose dependent (0,3-3 mg/kg) tekanan darah arteri pada tikus yang
dianastesi. Efek tersebut kemungkinan terjadi melalui sistem kanal ion kalsium
(Ghayur & Gilani, 2005). Selain sebagai antihipertensi, jahe juga dapat digunakan
sebagai antiemetik. Penambahan jahe 1,5 g/hari pada pengobatan standar
antiemetik (granisetron dengan dexamethasone) yang diberikan kepada pasien
dengan kanker payudara efektif dapat mengurangi mual 6-24 jam setelah
kemoterapi (Panahi et al., 2012).
Pemberian kapsul jahe 250 mg setiap 6 jam saat menstruasi sampai nyeri
berkurang yang berlangsung 2 siklus, dapat mengurangi nyeri pada dismenore
dengan penghambatan aktivitas tromboksan dan prostaglandin. Salah satu
mekanisme dari dismenore adalah produksi prostaglandin di endometrium.
Prostaglandin diproduksi oleh siklooksigenase dan lipoksigenase dari asam
arakidonat. Saat menstruasi, jumlah prostaglandin F2α dan E2 meningkat.
Kandungan jahe gingerol dan gingerdion dapat mengontrol aktivitas
siklooksigenase dan lipoksigenase, sehingga menghambat leukotrien dan
menginduksi efek antiinflamasi serta menekan produksi prostaglandin.
Mekanisme lainnya dengan penghambatan sintesis tromboksan, hasilnya dengan
mengaktifkan reseptor endorfin dan menghambat aktivitas noradrenergik yang
berlebihan. Penggunaan jahe kemungkinan berhubungan dengan penurunan
endotelin 1 dan meningkatkan NO. Nitrous oxide meningkatkan sirkulasi daeah
panggul dan mencegah agregasi prostaglandin (Shirvani et al., 2014).
Pada penelitian lainnya, jahe dapat digunakan sebagai antinflamasi.
Konsumsi suplemen jahe dengan dosis 3 gram/hari selama 12 minggu pada pasien
diabetes tipe 2 dapat menurunkan kadar glukosa dan resistensi insulin serta
menurunkan kadar hs-CRP (high-sensitivity C-reactive protein) dan MDA
(malondialdehid) yang merupakan biomarker dari inflamasi. Sebagai
2.2 Inflamasi
2.2.1 Definisi Inflamasi
Inflamasi merupakan usaha tubuh untuk menginaktifkan atau
menghancurkan organisme penginvasi, menghilangkan iritan dan persiapan
tahapan untuk perbaikan jaringan (Harvey & Champe, 2013). Inflamasi juga
diartikan sebagai respon biologis dari sistem imun yang terpengaruh oleh
beberapa faktor, seperti patogen, kerusakan sel serta senyawa beracun. Faktor-
faktor tersebut dapat menyebabkan respon inflamasi akut atau kronis sehingga
berpotensi menyebabkan kerusakan jaringan atau penyakit (Chen et al., 2017).
Inflamasi dapat disebabkan oleh beberapa pemicu seperti (Kumar et al.,
2018):
a. Infeksi (bakteri, virus, jamur, parasit) merupakan salah satu penyebab
inflamasi yang paling umum. Infeksi dari patogen yang berbeda dapat
menimbulkan respon inflamasi yang berbeda, mulai dari peradangan akut
ringan hingga reaksi kronis yang menyebabkan cedera jaringan yang luas.
b. Nekrosis jaringan dengan sebab apapun, yang termasuk juga iskemia
(penyebab infark miokard), trauma dan cedera fisik maupun kimia.
c. Benda asing (serpihan, kotoran, jahitan) yang dapat menimbulkan peradangan
dan beberapa zat endogen seperti kristal urat dan kristal kolesterol merangsang
inflamasi yang berpotensi berbahaya jika disimpan dalam jumlah besar dalam
jaringan.
d. Reaksi imun (hipersensitivitas) yang merupakan reaksi kekebalan yang
melindungi kerusakan jaringan masing-masing. Respon imun dapat merugikan
jika ditujukan terhadap antigen sendiri dan menyebabkan penyakit autoimun
atau reaksi seperti alergi.
b. Inflamasi Kronik
Inflamasi kronik terjadi karena adanya paparan agen inflamasi secara
terus-menerus. Hal ini bisa disebabkan karena persistensi patogen, kanker dan
penyakit autoimun dengan antigen yang terus-menerus mengaktifkan sel T. Ciri
dari inflamasi kronik yaitu adanya akumulasi dan aktivasi makrofag dan limfosit
serta fibroblas yang menggantikan jaringan asli, rusak maupun yang mengalami
nekrosis (Brunton et al., 2018).
gestasional dan diabetes tipe lain dengan penyebab lain (American Diabetes
Association, 2020).
Inflamasi pada diabetes terjadi karena adanya kondisi kadar glukosa yang
meningkat yang menyebabkan produksi ROS berlebihan oleh mitokondria.
Peningkatan ROS akan menyebabkan pembentukan oksidan yang berlebihan dan
dapat menyebabkan aktivasi PARP melaui pemecahan DNA. Aktivasi PARP
tersebut dapat mengakibatkan inhibisi terhadap GAPDH dan meningkatkan jalur
poliol dan heksosamin. Adanya peningkatan jalur tersebut dapat menyebabkan
peningkatan glikasi non enzimatik, stres oksidatif, produksi AGEs yang
berlebihan, dan sintesis diacylglycerol (DAG), yang akan membuat protein kinase
C (PKC) diaktifkan. Pengaktifan PKC akan mengaktifkan NFκB yang
merangsang gen proinflamasi untuk mengeluarkan mediator inflamasi. Selain itu,
kondisi hiperglikemia yang berkepanjangan dapat menyebabkan akumulasi AGEs
dan hal tersebut dapat menyebabkan sel endotel dan monosit lebih mudah
terangsang sehingga mediator proinflamasi dapat diproduksi dalam jumlah yang
banyak oleh sel tersebut (Shita, 2015).
2.3 Antiinflamasi
Tujuan dari pengobatan inflamasi adalah untuk menghilangkan gejala
dan menjaga fungsi dari jaringan yang terkena inflamasi serta untuk
memperlambat atau menghentikan proses dari kerusakan jaringan (Katzung,
2015).
2.3.1 Obat Antiinflamasi Steroid
Obat antiinflamasi steroid disebut juga dengan obat golongan
kortikosteroid. Kortikosteroid dibedakan menjadi dua golongan, yaitu
glukokortikoid dan mineralokortikoid. Glukokortikoid bekerja dengan
menghambat terbentuknya leukotrin dan prostaglandin. Glukokortikoid memiliki
pengaruh yang kecil terhadap keseimbangan air dan elektrolit serta berpengaruh
pada penyimpanan glikogen hepar. Mineralkortikoid lebih berefek pada
keseimbangan air dan elektrolit serta pengaruh teradap glikogen hepar kecil
(Katzung et al., 2009).
Kortikosteroid meningkatkan sintesis salah satu protein antiinflamasi
yaitu lipokortin-1 yang merupakan suatu inhibitor fosfolipase A2. Lipokortin
menghambat fosfolipase A2 dengan mengganggu pengikatan fosfolipid.
Fosfolipase A2 mengkatalisis pembentukan asam arakidonat. Rangsangan sintesis
lipokortin-1 oleh kortikosteroid akan membuat terhambatnya sintesis asam
arakidonat sehingga menyebabkan penghambatan pembentukan mediator melalui
jalur siklooksigenase maupun lipoksigenase. Mekanisme tersebut merupakan
mekanisme kerja dari kortikosteroid yang lebih luas dibandingkan golongan obat
antiinflamasi non steroid yang hanya menghambat jalur siklooksigenase (Ikawati,
2008).
Efek samping glukokortikoid diantaranya diabetes, osteoporosis, pada
lanjut usia dapat terjadi fraktur osteroporotik paa tulang pinggul dan tulang
belakang serta pada pemberian dosis tinggi dapat mengakibatkan nekrosis
avaskular pada kepala femur. Efek samping mineralokortikoid adalah hipertensi,
retensi natrium dan air serta kehilangan kalium. Obat-obatan yang termasuk ke
dalam golongan kortikosteroid yaitu kortison, hidrokortison, prednisolon,
betametason dan deksametason (Badan POM RI, 2015).
Pencarian Literatur:
Basis data: PubMed
Batasan pencarian: artikel internasional dengan bahasa inggris yang
dipublikasi pada tahun 2010-2020
Kata kunci: “ginger and anti-inflammatory’ dan “Zingiber officinale and
anti-inflammatory”
n = 304
n = 67 artikel teridentifikasi
1
judul artikel dibaca sekilas sesuai dengan topik penelitian dan jika judul artikel
tidak sesuai dengan topik penelitian maka artikel tersebut dikeluarkan seperti
tidak adanya unsur penelitian mengenai jahe dan inflamasi. 2abstrak artikel dibaca
keseluruhan dan jika abstrak tidak sesuai dengan topik penelitian maka artikel
tersebut dikeluarkan seperti artikel yang tidak terdapat indikator keberhasilan
penggunaan jahe sebagai antiinflamasi dan artikel yang terdapat campuran bahan
lain selain jahe.
4.1 Hasil
Penelusuran artikel dilakukan melalui database Science Direct dan
Pubmed. Jumlah artikel yang diperoleh dari penelusuran tersebut yaitu 304 artikel.
Dari jumlah tersebut didapatkan 20 artikel terpilih yang termasuk ke dalam
kriteria inklusi dan eksklusi yang telah ditentukan. Dari telaah hasil artikel yang
terpilih didapatkan artikel dengan pengujian praklinik dan klinik. Artikel dengan
pengujian praklinik dibagi menjadi dua macam, yaitu pengujian secara in vitro
dan secara in vivo. Pengujian in vitro merupakan ikatan obat pada reseptor dengan
kultur sel atau organ yang terisolasi, sedangkan pengujian in vivo merupakan
pengujian praklinik yang dilakukan dengan hewan utuh seperti menggunakan
mencit, tikus, hamster dan kelinci. Pengujian klinik merupakan pengujian yang
dilakukan pada manusia (Hairunnisa, 2019). Jumlah artikel dengan desain
penelitian clinical trial atau uji klinik yaitu 10 artikel, sedangkan untuk desain
penelitian eksperimental in vivo didapatkan tujuh artikel serta tiga artikel dengan
desain penelitian eksperimental in vivo dan in vitro.
Pada artikel yang digunakan, diketahui bahwa inflamasi dapat terjadi
pada berbagai kondisi penyakit. Inflamasi dapat menyebabkan beberapa penyakit
seperti rheumatoid arthritis, kanker, kolitis, dan kerusakan kulit. Selain itu,
inflamasi juga dapat terjadi bersamaan dengan penyakit lain seperti inflamasi pada
diabetes, kerusakan hati, inflamasi pada olahraga atau aktivitas fisik yang
berlebihan, dan tuberkulosis. Parameter yang diamati pada artikel adalah hasil
pemeriksaan marker inflamasi setelah pemberian jahe sebagai antiinflamasi.
Hasil temuan dari 20 artikel tersebut disajikan dalam tabel 4.1.
diabetes Signifikan
blinded, dengan 46 melitus tipe 2 mengandung 500 mg
Javid et al. melitus tipe 2 Gingerol, ↓ IL-6, hs-
Iran placebo- subjek dengan 500 mg jahe 2 tepung
(2019) dengan shogaol CRP,
controlled dalam 2 periodontitis kali sehari 2 kacang 2 kali
periodontitis TNF-α
clinical trial kelompok kronis tablet selama 8 sehari 2
kronis
minggu tablet selama
8 minggu
4 Al Hroob Jordan Eksperimen- - Tikus Diabetes tipe Pemberian Gliclazide 5 6-gingerol, Signifikan
21
21
et al. tal in vivo diinduksi 1 ekstrak jahe 400 mg/kg setiap 6-shogaol ↓ TNF-α,
(2018) dengan mg/kgBB, 800 hari selama 6 IL-1β, IL-
streptozotocin mg/kgBB setiap minggu 6
hari selama 6
minggu
Pemberian
Fase 1 Pemberian
Randomized, kapsul
Mozaffari- dengan kapsul yang
double-blind, plasebo Signifikan
Khosravi 100 Pasien berisi bubuk Gingerol,
5 Iran placebo- Osteoarthritis (pati) 500 mg ↓ TNF-α,
et al. subjek osteoarthritis jahe 500 mg dua shogaol
controlled dua kali IL-1β↓
(2016) dalam 2 kali sehari
clinical trial sehari selama
kelompok selama 3 bulan
3 bulan
Pemberian
Fase 1 Pemberian
Double-blind kapsul
dengan kapsul yang
randomized plasebo
Naderi et 100 Pasien dengan berisi bubuk Gingerol,
6 Iran placebo- Osteoarthritis (pati) 500 mg CRP, NO↓
al. (2016) subjek osteoarthritis jahe 500 mg dua shogaol
controlled dua kali
dalam 2 kali sehari
clinical trial sehari selama
kelompok selama 3 bulan
3 bulan
7 Pemberian
serbuk
kunyit 200
Tikus yang Pemberian
mg/kgBB
diinduksi bubuk jahe 200 IL-6,
selama 28
Ramadan dengan mg/kgBB TNF-α,
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
22
22
selama 28
hari dan
selama 14
hari berturut-
turut
Inflamasi
Pemberian
Monosit yang
ekstrak jahe Signifikan
Eksperimen- leukemia diinduksi 6-gingerol,
- merah 1, 3, 10, - ↓ PGE2
tal in vitro tikus (sel dengan 6-shogaol
30, dan 100 dan NO
RAW264) lipopolisaka-
µg/Ml
rida
Inflamasi Pemberian
Tikus yang Frekuensi
Shimoda et akut (tingkah ekstrak jahe
8 Jepang diinduksi - geliat
al. (2010) laku geliat merah 10, 50,
asam asetat tikus↓
tikus) dan 100 mg/kg
Eksperimen- Inflamasi 6-shogaol,
-
tal in vivo kronis Pemberian gingerdiol Edema
Tikus yang Pemberian
(arthritis ekstrak jahe pada
diinduksi indometasin
dengan merah 1 dan 10 telapak
adjuvant 0,5 mg/kg
edema pada mg/kg kaki↓
telapak kaki)
Pemberian Signifikan
bubuk kayu ↓ IL-6
Pemberian
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
23
23
Pemberian
bubuk
plasebo 3
gram per hari
dengan
makanan
apapun
selama 6
minggu
Pemberian
Pemberian
kapsul
kapsul yang
plasebo
Fase 1 Daya tahan berisi bubuk
Randomized, (toast Signifikan
dengan 28 tubuh pelari jahe 500 mg tiga
Zehsaz et double-blind, powder) 500 ↓ IL-1β,
10 Iran subjek Pelari pria pria dengan kali sehari 6-gingerol
al. (2014) cotrolled mg tiga kali TNF-α,
dalam 2 latihan yang selama 6
clinical trial sehari selama IL-6
kelompok baik minggu pada
6 minggu
periode latihan
pada periode
kedua
latihan kedua
Pemberian
Pemberian
kapsul yang
Fase 1 Pasien dengan kapsul yang Signifikan
Double-blind Non- berisi
dengan 50 non-alcoholic berisi bubuk ↓ hs-CRP
Rafie et al. Randomized Alcoholic plasebo Gingerol,
11 Iran subjek fatty liver jahe 500 mg 3 Tidak
(2020) Clinical Fatty Liver (tepung) 500 zerumbone
dalam 2 disease kali sehari signifikan
Trial Disease mg 3 kali
kelompok (NAFLD) selama 12 ↓ TNF-α
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
sehari selama
minggu
12 minggu
Tikus yang Pemberian
Pemberian Signifikan
Choi et al. Eksperimen- diinduksi Kerusakan ekstrak jahe Gingerol,
12 Korea - air selama 3 ↓ IL-6,
(2013) tal in vivo dengan hati kering 100 shogaol
hari IFN-γ
lipopolisakari mg/kg dan 1000
24
24
-da mg/kg per hari
selama 3 hari
Pemberian Pemberian
Tikus yang ekstrak jahe 1% Na CMC
Signifikan
Eksperimen- diberikan Inflamasi 400 mg/kg satu satu kali
- ↓ IL-6,
tal in vivo makanan hati kali sehari sehari
TNF-α↓
tinggi lemak selama 6 selama 6
minggu minggu
Li et al. Australi Diinkubasi Gingerol,
13 Diinkubasi
(2011) a dengan shogaol Mengu-
dengan jahe
DMSO rangi
Sel human 100µg/mL
Eksperimen- Inflamasi selama 24 ekspresi
- hepatocyte selama 24 jam
tal in vitro hati jam dan gen IL-6,
(HuH-7) dan distimulasi
distimulasi IL-8 dan
dengan IL-1β
dengan IL-1β SAA1
selama 3 jam
selama 3 jam
14 Tikus yang
diberi Pemberian
makanan ekstrak jahe 1% IL-6,
He et al. Eksperimen- tinggi Hiperkoleste- pada makanan Gingerol, TNF-α,
China - -
(2019) tal in vivo kolesterol dan rol yang diberikan shogaol IL-1β,
trimethylamin selama 12 MCP-1↓
e-N-oxide minggu
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(TMAO)
Pemberian
Tikus yang Pemberian 0,5% CMC
Inflamasi
Eksperimen- diinduksi ekstrak jahe 108 per hari Signifikan
Mansour et pada hati,
15 Mesir tal - dengan mg/kg dan 216 selama 28 Gingerol ↓ IL-1β,
al. (2019) perut dan
in vivo diethylnitrosa mg/kg per hari hari TNF-α
usus
-mine selama 28 hari (kelompok
kontrol
25
25
normal)
Pemberian
Tikus yang
ekstrak jahe
diinduksi Pemberian Signifikan
dengan dosis Gingerol,
Kim et al. Eksperimen- dengan aquades ↓ TNF-α,
16 Korea - Kolitis 100 mg/kg, 300 shogaol,
(2018) tal in vivo dextran selama 21 IL-1β, IL-
mg/kg, dan 500 zingerone
sulfate hari 6
mg/kg per hari
sodium
selama 21 hari
Pemberian
Pemberian
ekstrak jahe 250
Fase 1 kapsul
Randomized mg (ekuivalen Signifikan
dengan 69 Pasien dengan plasebo
Kulkarni et and placebo- Tuberkulosis dengan 1,5 g Gingerol, ↓ TNF-α,
17 India subjek tuberkulosis (pati) 250 mg
al. (2016) controlled (TB) bubuk jahe shogaol ferritin,
dalam 2 (TB) paru dua kali
study murni) dua kali MDA↓
kelompok sehari selama
sehari selama 30
30 hari
hari
Pemberian 6-
Gingerol-rich
Tikus yang Pemberian
Inflamasi fraction (GRF) Signifikan
diinduksi minyak
Abolaji et Eksperimen- pada otak, dengan dosis 50 ↓ MPO,
18 Nigeria - dengan jagung 6-gingerol
al. (2017) tal in vivo ovarium dan mg/kg dan 100 NO, TNF-
chlorpyrifos selama 35
uterus mg/kg satu kali α
(CPF) hari
sehari selama 35
hari
Signifikan
Sel HaCaT Dikultur dengan Dikultur
↓ IL-1β,
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
26
26
dengan UVB dan 2,5% selama 2 IL-6
setelah minggu
dipaparkan
dengan sinar
UVB setiap hari
bergantian
selama 2
minggu
Pemberian
Fase 1 Pasien dengan Pemberian kapsul
dengan 40 berat badan kapsul jahe 750 plasebo Signifikan
Ayaz et al. Randomized Kanker Gingerol,
20 Iran subjek berlebih dan mg 4 kali sehari (pati) 1 g 4 ↓ hs-CRP,
(2012) clinical trial payudara shogaol
dalam 2 kanker selama 6 kali sehari IL-6
kelompok payudara minggu selama 6
minggu
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
27
27
28
4.2 Pembahasan
Inflamasi adalah respon jaringan vaskular terhadap infeksi dan kerusakan
jaringan dengan membawa sel dan molekul pertahanan tubuh ke tempat yang
diperlukan untuk menghilangkan agen penyebab inflamasi. Reaksi inflamasi
terjadi dimulai dari agen penyebab inflamasi yang terdapat di jaringan
ekstravaskular, dikenali oleh sel dan molekul inang. Kemudian leukosit dan
protein plasma dikerahkan dari sirkulasi ke tempat agen penyebab inflamasi
berada, leukosit dan protein diaktifkan dan bekerja untuk menghancurkan dan
menghilangkan subtansi penyebab inflamasi. Reaksi tersebut dikendalikan dan
dihentikan serta jaringan yang rusak diperbaiki (Kumar et al., 2018).
Biomarker didefinisikan sebagai karakteristik yang diukur dan dievaluasi
secara objektif sebagai indikator dari proses biologis normal, proses patogenesis
dan respon farmakologis terhadap intervensi terapetik (Cavaillon & Singer, 2018).
Beberapa agen proinflamasi yang juga merupakan penanda inflamasi yaitu C-
reactive protein (CRP), interleukin-6 (IL-6), tumor necrosis factor alpha (TNF-α)
dan interferon gamma (INF-γ). Peningkatan kadar pro-inflamator tersebut
menandakan adanya keadaan inflamasi (Moulia et al., 2017).
Jahe mengandung komponen bioaktif seperti fenolik dan terpen.
Kandungan fenol pada jahe yaitu gingerol, shogaol dan paradol. Gingerol seperti
6-gingerol, 8-gingerol, dan 10-gingerol merupakan kandungan polifenol yang
utama yang terdapat dalam jahe segar. Gingerol dapat berubah menjadi shogaol
dalam penyimpanan yang lama maupun jika dilakukan pemanasan. Perubahan
bentuk shogaol menjadi paradol dapat terjadi setelah adanya hidrogenasi.
Kandungan fenolik lainnya yang terdapat dalam jahe adalah quersetin, zingeron,
gingerenone-A dan 6-dehydrogingerdione. Beberapa kandungan terpen yang
dianggap sebagai komponen utama dari minyak atsiri jahe yaitu β-bisabolene, α-
curcumene, zingiberene, α-farnesene dan β-sesquiphellandrene (Mao et al., 2019).
Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kandungan pada
jahe. Proses pengeringan dapat mempengaruhi bioaktivitas jahe. Dalam penelitian
Andriyani et al. (2015) menunjukkan bahwa ekstrak etanol dari jahe yang
dikeringkan pada suhu 50oC selama 24 jam memiliki bioaktivitas antioksidan dan
jumlah fenol tertinggi dibandingkan ekstrak lainnya (Andriyani, Budiati, &
penelitian secara in vivo dilakukan oleh Al Hroob et al. (2018) untuk penyakit
diabetes tipe 1 pada tikus yang diinduksi oleh streptozotocin dengan hasil terjadi
penurunan signifikan kadar TNF-α (P<0.001), IL-1β (P<0.05), dan IL-6 (P<0.05)
pada pemberian jahe dengan dosis 400 mg/kg dan penurunan signifikan kadar
TNF-α (P<0.001), IL-1β (P<0.001), dan IL-6 (P<0.01) juga terjadi pada
pemberian dosis 800 mg/kg pada ginjal dibandingkan dengan kelompok tikus
diabetes kontrol.
Kandungan pada jahe yang memiliki aktivitas antiinflamasi adalah
gingerol dan shogaol dengan melalui pengurangan sintesis prostaglandin dengan
menghambat siklooksigenase-1 (COX-1) dan siklooksigenase-2 (COX-2) serta
jahe dapat menekan biosintesis leukotrien dengan menghambat 5-lipoksigenase.
Aktivitas jahe dengan penghambatan ganda siklooksigenase dan lipoksigenase
membuat jahe menjadi agen antiinflamasi yang lebih efektif. Jahe juga
menyebabkan pengurangan aktivitas NF-κB, menghambat TNF-α dan sitokin
inflamasi lainnya. Selain itu, komponen 6-gingerol dan 6-shogaol yang terdapat
dalam jahe juga bersifat sebagai antioksidan yang dapat menghambat stres
oksidatif dan menurunkan sitokin inflamasi pada diabetes. Keadaan hiperglikemia
dapat menginduksi stres oksidatif sehingga produksi reactive oxygen species
(ROS) akan meningkat lalu mengaktifkan NF-κB yang akan meningkatkan
pelepasan sitokin inflamasi dan akhirnya terjadi inflamasi, sehingga sifat
antioksidan pada jahe yang menghambat stres oksidatif dapat mengurangi
inflamasi (Mahluji et al., 2013; Arablou et al. 2014; Al Hroob et al. 2018; Javid et
al., 2019).
Pada studi yang dilakukan oleh Mozaffari-Khosravi et al. (2016) pada
pasien osteoarthritis (OA) menunjukkan penurunan signifikan TNF-α (P<0.001)
dan IL-1β (P<0.001) pada kedua kelompok pengujian, namun penurunan lebih
besar terjadi pada pasien kelompok pemberian kapsul jahe 500 mg sebanyak dua
kali sehari selama tiga bulan dibandingkan dengan kelompok plasebo. Masih
dengan perlakuan yang sama, penelitian yang dilakukan Naderi et al. (2016) juga
memberikan penurunan signifikan kadar CRP (P<0.001) dan nitric oxide (NO)
(P<0.001) yang lebih besar pada kelompok pemberian jahe dibandingkan dengan
kelompok plasebo. Kandungan jahe yaitu gingerol dan shogaol memiliki aktivitas
rendah dibandingkan pada akhir minggu ke-6. Untuk konsentrasi IL-6 pada kedua
kelompok terdapat perbedaan yang signifikan (p=0.01) pada akhir minggu ke-12.
Dalam kelompok pemberian jahe sendiri, terdapat perbedaan signifikan rata-rata
konsentrasi IL-6 (p<0.01) pada akhir minggu ke-6 dan ke-12 serta rata-rata pada
akhir minggu ke-12 17.5% lebih rendah daripada akhir minggu ke-6. Konsentrasi
TNF-α antara dua kelompok terdapat perbedaan yang signifikan (p=0.01) pada
akhir minggu ke-12. Dalam kelompok pemberian jahe, terdapat perbedaan
signifikan rata-rata konsentrasi TNF-α (p<0.01) pada akhir minggu ke-6 dan ke-
12 dan rata-rata pada minggu ke-12 11.14% lebih rendah dibandingkan pada akhir
minggu ke-6.
Latihan fisik yang berat dan berkepanjangan dapat menginduksi
peningkatan sitokin proinflamasi IL-1β, IL-6, dan TNF-α sehingga akan
mengganggu sistem kekebalan dari atlet. Cedera otot karena olahraga dengan
durasi lama juga berpengaruh dalam respon inflamasi. Mekanisme jahe sebagai
antiinflamasi diketahui melalui penghambatan sintesis prostaglandin. Kandungan
jahe seperti gingerol, shoagol, paradol, dan zingerone dapat mengurangi ekspresi
gen sitokin IL-6 dan TNF-α serta dapat menghambat COX-1 dan COX-2.
Kandungan 6-gingerol pada jahe dapat menghambat produksi sitokin proinflamasi
dari makrofag, namun tidak mempengaruhi fungsi dari sel penyaji antigen
(Mashhadi et al., 2013; Zehsaz et al., 2014).
Penelitian antiinflamasi jahe juga dilakukan pada penderita penyakit hati.
Pada penyakit non-alcoholic fatty liver disease (NAFLD) yang diteliti oleh Rafie
et al. (2020) terjadi penurunan hs-CRP yang signifikan (P=0.006) pada kelompok
pasien yang mengonsumsi jahe dengan dosis 1500 mg per hari dibandingkan
dengan kelompok kontrol, namun perubahan TNF-α (P=0.496) tidak signifikan
pada kedua grup. Tidak ada satupun pasien yang menunjukkan reaksi alergi atau
efek samping dari penelitian ini. Penyebab dari NAFLD berhubungan dengan
resistensi insulin, stres oksidatif dan inflamasi. Komponen jahe seperti gingerol
dan zerumbon dapat mengurangi aktivitas NF-κB sehingga menghambat gen
TNF-α dan dengan demikian produksi protein fase akut CRP juga terhambat
(Rafie et al., 2020).
Penelitian pada inflamasi hati juga dilakukan oleh Choi et al. (2013)
secara in vivo dengan induksi lipopolisakarida yang menunjukkan adanya nekrosis
hemoragik dan inflamasi portal dengan area yang luas pada hati. Pretreatment
dengan jahe kering dapat mengurangi respon inflamasi karena induksi
lipopolisakarida yang ditandai dengan menurunnya kadar IFN-γ (P<0.01) pada
dosis jahe 100 dan 1000 mg/kg dibandingkan dengan kelompok kontrol yang
hanya diinduksi lipopolisakarida. Penurunan signifikan juga terlihat pada kadar
IL-6 (P<0.001) dengan dosis pemberian 100 dan 1000 mg/kg dibandingkan
dengan kelompok kontrol yang hanya diinduksi lipopolisakarida. Selain itu, pada
kelompok pemberian jahe dosis 1000 mg/kg dapat mengurangi nekrosis
hemoragik. Induksi dengan lipopolisakarida juga dilakukan secara in vitro pada
sel RAW264 oleh Shimoda et al. (2010). Dengan pemberian ekstrak jahe merah
1-10 µg/ml dapat menekan produksi PGE2 dan NO pada dosis tinggi.
Penghambatan produksi PGE2 dianggap sebagai mekanisme dari antiinflamasi
jahe (Shimoda et al., 2010). Jahe kering menghambat produksi IFN-γ dan IL-6
dan menekan NF-κB melalui degradasi IκB-α. Lipopolisakarida juga merangsang
iNOS dan COX-2 yang berkaitan dengan ekspresi berlebih dari NF-κB dan
pemberian jahe kering mengurangi ekspresi iNOS dan COX-2. Efek
hepatoprotektif dari jahe kering ini mungkin disebabkan oleh senyawa
antiinflamasi seperti gingerol dan shogaol (Choi et al., 2013).
Efek dari gingerol dan shogaol pada jahe yang kemungkinan memiliki
efek antiinflamasi hati juga ditunjukkan oleh penelitian Li et al. (2012) secara in
vivo. Pada kelompok tikus yang diberikan makanan tinggi lemak dan ekstrak jahe
dengan dosis 400 mg/kg selama enam minggu dapat menurunkan kadar mRNA
IL-6 dan TNF-α (p<0.05) serta signifikan menurunkan kadar NF-κB (p<0.05)
dalam hati dibandingkan dengan kelompok yang hanya diberikan makanan tinggi
lemak. Penelitian in vitro juga dilakukan dengan menggunakan sel hepatosit
manusia (HuH-7) yang diberikan ekstrak jahe sebelum diaktivasi dengan IL-1β
yang meningkatkan aktivitas NF-κB. Inkubasi sel dengan jahe dapat mengurangi
aktivitas NF-κB termasuk dalam menekan ekspresi gen IL-6, IL-8, dan serum
amyloid A1 (SAA1) yang mencapai respon maksimal pada dosis 100 µg/ml. Efek
antiinflamasi jahe terlihat melalui jalur pensinyalan NF-κB. Selain itu,
pengurangan kadar marker proinflamasi IL-6, MCP-1, IL-1β, dan TNF-α terlihat
pula pada penelitian He et al. (2019) yang dilakukan secara in vivo dengan
makanan tinggi kolesterol ditambah trimethylamine-N-oxide (TMAO) dan
diberikan ekstrak jahe 1% selama 12 minggu. Pemberian makanan dengan tinggi
lemak akan meningkatan kolesterol total sehingga menyebabkan aterosklerosis
dan inflamasi vaskular yang dapat diperparah dengan TMAO (Li et al., 2012; He
et al., 2019).
Diethylnitrosamine (DENA) merupakan karsinogen yang dikaitkan
dengan hepatocellular carcinoma (HCC) serta terlibat dalam perkembangan stres
oksidatif, inflamasi kronis, dan proliferasi sel sebagai respon terhadap kerusakan
jaringan yang menyebabkan hepatokarsinogenesis. Pengobatan dengan jahe secara
in vivo pada tikus yang diinduksi DENA dapat menurunkan kandungan IL-1β
secara signifikan pada hati, lambung, dan usus dengan dosis 108 dan 216 mg/kg,
sedangkan pemberian jahe dengan dosis tinggi secara signifikan menurunkan IL-
1β pada hati dan usus namun dengan tidak ada perbedaan yang bermakna dari
kelompok kontrol normal. Penurunan signifikan juga terjadi terhadap TNF-α pada
lambung tikus terdapat pada dosis 216 mg/kg jika dibandingkan dengan
pemberian dosis 108 mg/kg. Pengukuran imunohistokimia COX-2 menunjukkan
imunoreaktivitas kuat pada jaringan hati dalam seminggu setelah pemberian
DENA dan pemberian ekstrak jahe 216 mg/kg memperlihatkan imunoreaktivitas
yang lebih ringan dibandingkan dosis 108 mg/kg. Efek antiinflamasi dari jahe ini
terlihat melalui penghambatan COX-2 (Mansour et al., 2019).
Penelitian inflamasi pada pencernaan juga dilakukan oleh Kim et al.
(2018) secara in vivo dengan penyakit kolitis yang dinduksi dextran sulfate
sodium (DSS). Tikus diberikan jahe dengan dosis 100, 300, dan 500 mg/kg sekali
sehari selama 21 hari. Dalam kolitis terdapat peran dari mediator proinflamasi
seperti IL-1β, IL-6, dan TNF-α. Dengan induksi DSS, jumlah mediator
proinflamasi meningkat. Mediator proinflamasi tersebut berkurang signifikan
pada jaringan kolon dengan pemberian jahe dibandingkan dengan kelompok tikus
yang hanya diinduksi kolitis tanpa ada pemberian jahe. Hanya pada dosis 500
mg/kg terjadi penurunan kadar IL-1β yang mirip dengan kelompok kontrol,
sedangkan penurunan IL-6 dan TNF-α yang mirip dengan kelompok kontrol
terjadi pada semua dosis pemberian jahe. Pengujian juga dilakukan dengan qRT-
PCR yang menunjukkan adanya penekanan ekspresi mRNA IL-1β, IL-6, dan
TNF-α dengan pemberian ekstrak jahe (Kim & Kim, 2018).
Efek jahe dalam inflamasi yang berkaitan dengan tuberkulosis (TB) paru
terdapat pada penelitian yang dilakukan oleh Kulkarni & Deshpande (2016).
Penelitian ini dilakukan pada pasien tuberkulosis paru yang dibagi menjadi dua
kelompok yaitu pemberian jahe dengan dosis 3 gram ekstrak per hari selama satu
bulan dan kelompok kontrol plasebo. Pada kelompok dengan pemberian jahe
terjadi penurunan signifikan kadar TNF-α (p=0.001), MDA (p=0.001), dan ferritin
(p<0.02). Kelompok plasebo juga menunjukkan penurunan signifikan pada semua
parameter tersebut (p<0.05), namun penurunan lebih signifikan terjadi pada
kelompok pemberian jahe dibandingkan kelompok plasebo. TNF-α berkaitan
dengan patogenesis dari infeksi mycobacterial, konsentrasi MDA juga merupakan
pengukuran peroksidasi lipid yang menunjukkan stres oksidatid yang meningkat
pada pasien TB dan ferritin merupakan kelompok protein yang mengatur
pertahanan selular melawan stres oksidatif dan inflamasi. Sifat jahe sebagai
antioksidan dapat mengurangi stres oksidatif dan dengan sifat antioksidannya
tersebut jahe juga dapat menjadi antiinflamasi (Kulkarni & Deshpande, 2016).
Pengujian jahe terutama kandungan 6-gingerol sebagai antiinflamasi
terdapat pada penelitian Abolaji et al. (2017) pada tikus yang diinduksi
chlorpyrifos (CPF). CPF merupakan pestisida yang digunakan dalam bidang
pertanian. Penggunaan CPF dapat menyebabkan toksisitas pada hewan melalui
peningkatan stres oksidatif. Marker inflamasi seperti myleoperoksidase (MPO),
NO, dan TNF-α pada tikus meningkat setelah diberikan CPF. Perbedaan
signifikan jumlah NO (P<0.05) di otak dan uterus terjadi pada kelompok
pemberian fraksi 6-gingerol dengan dosis 100 mg/kg dibandingkan yang hanya
diinduksi CPF, sedangkan pada ovarium, pemberian fraksi 6-gingerol dengan
dosis 50 dan 100 mg/kg memiliki perbedaan signifikan pada kelompok yang
hanya diberi CPF. Untuk kadar MPO (P<0.05) di otak terdapat perbedaan
signifikan pada kelompok yang diberi fraksi 6-gingerol dengan dosis 50 dan 100
mg/kg dibandingkan dengan kelompok CPF, sedangkan untuk di ovarium dengan
pemberian dosis 50 mg.kg memiliki perbedaan MPO yang signifikan
dibandingkan dengan kelompok kontrol maupun kelompok CPF serta pada dosis
100 mg/kg terdapat signifikan jika dibandingkan dengan kelompok CPF. Di
uterus, kadar MPO memiliki perbedaan yang signifikan pada kelompok
pemberian dosis 100 mg/kg dibandingkan dengan kelompok CPF. Terdapat
perbedaan signifikan yang terjadi terhadap penurunan kadar TNF-α (P<0.05) di
otak, ovarium, dan uterus pada kelompok pemberian fraksi 6-gingerol dengan
dosis 50 dan 100 mg/kg dibandingkan kelompok yang hanya diinduksi CPF,
namun pada pemberian fraksi 6-gingerol dengan dosis 50 mg/kg terdapat
perbedaan signifikan TNF-α jika dibandingkan dengan kelompok kontrol (Abolaji
et al., 2017).
Inflamasi juga dapat terjadi pada kulit yang disebabkan karena paparan
sinar UV dari matahari. Untuk mengetahui efek dari pemberian jahe pada
inflamasi kulit karena paparan sinar UV, maka dilakukan penelitian oleh Guahk et
al. (2010) secara in vitro menggunakan sel HaCaT dan in vivo dengan hewan uji
tikus. Radiasi sinar UVB pada sel HaCaT dan tikus dapat melepaskan sitokin dan
kemokin yang dapat mengaktifkan fagosit, termasuk neutrofil, basofil, dan
monosit. Leukosit yang aktif dapat menghasilkan ROS dan membuat inflamasi
pada kulit. Penelitian secara in vitro dengan sel HaCaT menunjukkan bahwa
ekstrak jahe dengan dosis sampai 10 µg/ml yang diberikan dapat menurunkan
produksi TNF-α, IL-1β, IL-6, dan IL-8 secara signifikan pada sel yang diradiasi
dengan sinar UVB. Penurunan kadar IL-1β dan IL-6 juga terlihat pada pengujian
secara in vivo dengan tikus yang disinari UVB. Penurunan signifikan pada IL-1β
terjadi dalam kelompok pemberian jahe 1% (P<0.05) dan 2.5% (P<0.01)
dibandingkan dengan kelompok yamg tidak diberikan jahe. Penurunan signifikan
juga terjadi pada IL-6 (P<0.01) dengan pemberian jahe 2.5% dibandingkan
dengan kelompok yang tidak diberikan jahe. Namun pada dosis 1% penurunan IL-
6 tidak terdapat perbedaan yang signifikan dibandingan kelompok tanpa
pemberian jahe. Ekstrak jahe dengan gingerol dan shogaol menunjukkan
kemampuan sebagai antiinflamasi dalam perlindungan kulit karena dapat
menghambat produksi sitokin proinflamasi akibat paparan sinar UVB pada sel
HaCaT dan tikus (Guahk et al., 2010).
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan review yang telah dilakukan mengenai aktivitas jahe
(Zingiber officinale) sebagai antiinflamasi, maka kesimpulan yang didapat yaitu:
- Kandungan pada jahe yang paling banyak mempunyai kemampuan sebagai
antiinflamasi yaitu gingerol dan shogaol.
- Jahe dapat digunakan sebagai antiinflamasi pada berbagai penyakit yang
dibuktikan dengan menurunnya penanda proinflamasi seperti IL-6, IL-1β, dan
TNF-α melalui berbagai mekanisme seperti menekan sintesis mediator
proinflamasi, menghambat sintesis prostaglandin dan leukotrien, menghambat
jalur siklooksigense dan lipoksigenase, mengurangi aktivitas NF-κB dan
menghambat stres oksidatif.
5.2 Saran
Melakukan penelitian lanjutan mengenai aktivitas jahe sebagai
antiinflamasi di Indonesia dan mekanisme aktivitasnya serta meneliti terkait
manfaat kandungan lainnya yang terdapat pada jahe sebagai pengobatan suatu
penyakit.
Abolaji, A. O., Ojo, M., Afolabi, T. T., Arowoogun, M. D., Nwawolor, D., &
Farombi, E. O. (2017). Protective Properties of 6-Gingerol-Rich Fraction
from Zingiber officinale (Ginger) on Chlorpyrifos-Induced Oxidative
Damage and Inflammation in The Brain, Ovary and Uterus of Rats.
Chemico-Biological Interactions, 270, 15–23.
Al Hroob, A. M., Abukhalil, M. H., Alghonmeen, R. D., & Mahmoud, A. M.
(2018). Ginger Alleviates Hyperglycemia-Induced Oxidative Stress,
Inflammation and Apoptosis and Protects Rats Against Diabetic
Nephropathy. Biomedicine and Pharmacotherapy, 106(June), 381–389.
American Diabetes Association. (2020). Classification and Diagnosis of Diabetes:
Standards of Medical Care in Diabetes-2020. Diabetes Care, 43(Suppl. 1),
S14–S31.
Andriyani, R., Budiati, T. A., & Pudjiraharti, S. (2015). Effect of Extraction
Method on Total Flavonoid, Total Phenolic Content, Antioxidant and Anti-
bacterial Activity of Zingiberis officinale Rhizome. Procedia Chemistry,
16(2015), 149–154.
Arablou, T., Aryaeian, N., Valizadeh, M., Sharifi, F., Hosseini, A., & Djalali, M.
(2014). The Effect of Ginger Consumption on Glycemic Status, Lipid Profile
and Some Inflammatory Markers in Patients with Type 2 Diabetes Mellitus.
International Journal of Food Sciences and Nutrition, 65(4), 515–520.
Askari, G., Aghajani, M., Salehi, M., Najafgholizadeh, A., Keshavarzpour, Z.,
Fadel, A., Pourmasoumi, M. (2020). The effects of ginger supplementation
on biomarkers of inflammation and oxidative stress in adults: A systematic
review and meta-analysis of randomized controlled trials. Journal of Herbal
Medicine, (February), 100364.
Ayaz, A., & Roshan, V. D. (2012). Effects of 6-Weeks Water-Based Intermittent
Exercise with and without Zingiber officinale on Pro-Inflammatory Markers
and Blood Lipids in Overweight Women with Breast Cancer. Journal of
Applied Pharmaceutical Science, 2(5), 218–224.
Badan POM RI. (2015). Informatorium Obat Nasional Indonesia (IONI). Diambil
dari http://pionas.pom.go.id/ioni/bab-6-sistem-endokrin/63-
kortikosteroid/632-glukokortikoid
Badan Pusat Statistik. (2018). Statistik Tanaman Biofarmaka Indonesia. Jakarta.
Brunton, L. L., Hilal-Dandan, R., & Knollmann, B. C. (2018). Goodman &
Gilman’s The Pharmacological Basis of Therapeutics (13 ed.). New York:
McGraw-Hill Education.
Cavaillon, J.-M., & Singer, M. (2018). Inflammation From Molecular and
Cellular Mechanism to the Clinic. Weinheim: Wiley-VCH.
Chen, L., Deng, H., Cui, H., Fang, J., Zuo, Z., Deng, J., Zhao, L. (2017).
Inflammatory Responses and Inflammation-Associated Diseases in Organs.
Oncotarget, 9(6), 7204–7218.
Choi, Y. Y., Kim, M. H., Hong, J., Kim, S. H., & Yang, W. M. (2013). Dried
Ginger (Zingiber officinalis) Inhibits Inflammation in a Lipopolysaccharide-
Induced Mouse Model. Evidence-based Complementary and Alternative
Medicine, 2013, 1–9.
de Rezende, M. U., de Campos, G. C., & Pailo, A. F. (2013). Current concepts in
osteoarthritis. Acta Ortopedica Brasileira, 21(2), 120–122.
Dipiro, J. T., Wells, B. G., Schwinghammer, T. L., & Dipiro, C. V. (2013).
Pharmacotherapy Handbook (9 ed.). New York: Mc-Graw-Hill Education.
Fatmawati, N. K., Ali, M., & Widjajanto, E. (2012). Efek Proteksi Kombinasi
Minyak Wijen (Sesame Oil) dengan α-Tocopherol terhadap Steatosis melalui
Penghambatan Stres Oksidatif pada Tikus Hiperkolesterolemia. The Journal
of Experimental Life Sciences, 2(2), 56–64.
Ghayur, M. N., & Gilani, A. H. (2005). Ginger lowers blood pressure through
blockade of voltage-dependent calcium channels. Journal of Cardiovascular
Pharmacology, 45(1), 74–80.
Guahk, G.-H., Ha, S. K., Jung, H.-S., Kang, C., Kim, C.-H., Kim, Y.-B., & Kim,
S. Y. (2010). Zingiber officinale Protects HaCaT cells and C57BL/6 Mice
from Ultraviolet B-Induced Inflammation. Journal of Medicinal Food, 13(3),
673–680.
Hairunnisa, H. (2019). Sulitnya Menemukan Obat Baru di Indonesia. Majalah
Farmasetika, 4(1), 16–21.
Hapsoh, Hasanah, Y., & Julianti, E. (2010). Budidaya dan Teknologi Pascapanen
Jahe. Medan: USU Press.
Harvey, R. A., & Pamela, C. C. (2013). Farmakologi Ulasan Bergambar (4 ed.).
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
He, Z., Lei, L., Kwek, E., Zhao, Y., Liu, J., Hao, W., Chen, Z. Y. (2019). Ginger
Attenuates Trimethylamine-N-Oxide (TMAO)-Exacerbated Disturbance in
Cholesterol Metabolism and Vascular Inflammation. Journal of Functional
Foods, 52(2019), 25–33.
Ikawati, Z. (2008). Pengantar Farmakologi Molekuler. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
Imboden, J. B., Hellmann, D. B., & Stone, J. H. (2013). Current Diagnosis &
Treatment: Rheumatology (3 ed.). New York: McGraw-Hill.
Javid, A. Z., Bazyar, H., Gholinezhad, H., Rahimlou, M., Rashidi, H., Salehi, P.,
& Haghighi-zadeh, M. H. (2019). The Effects of Ginger Supplementation on
Inflammatory, Antioxidant, and Periodontal Parameters in Type 2 Diabetes
Mellitus Patients with Chronic Periodontitis under Non-Surgical Periodontal
Therapy. A Double-Blind, Placebo-controlled Trial. Diabetes, Metabolic
Syndrome and Obesity: Targets and Therapy, 12, 1751–1761.
Jolad, S. D., Lantz, R. C., Chen, G. J., Timmermann, B. N., & Bates, R. B. (2005).
Commercially processed dry ginger (Zingiber officinale): Composition and
effects on LPS-stimulated PGE 2 production. 66, 1614–1635.
Jolad, S. D., Lantz, R. C., Solyom, A. M., Chen, G. J., Bates, R. B., &
Timmermann, B. N. (2004). Fresh organically grown ginger (Zingiber
officinale): composition and effects on LPS-induced PGE2 production. 65,
1937–1954.
Katzung, B. G., Masters, S. B., & Trevor, A. J. (2009). Basic & Clinical
Pharmacology (11 ed.). New York: McGraw-Hill Education.
Katzung, B. G., Masters, S. B., & Trevor, A. J. (2012). Basic & Clinical
Pharmacology (12 ed.). New York: McGraw-Hill Education.
Katzung, B. G., & Trevor, A. J. (2015). Basic & Clinical Pharmacology (13 ed.).
New York: McGraw-Hill Education.
Kementerian Kesehatan RI. (2018). Riset Kesehatan Dasar; RISKESDAS. Jakarta:
Takeuchi, O., & Akira, S. (2010). Review Pattern Recognition Receptors and
Inflammation. Cell, 140(6), 805–820.
Tia Santika Dewi, A., Puspawati, N., & Suarya, P. (2015). Aktivitas Antiinflamasi
Ekstrak Eter Kulit Batang Tenggulun (Protium Javanicum Burm) Terhadap
Edema Pada Tikus Wistar Yang Diinduksi Dengan Karagenan. Jurnal Kimia,
9(1), 13–19.
Van Breemen, R. B., Tao, Y., & Li, W. (2011). Cyclooxygenase-2 inhibitors in
ginger (Zingiber officinale). Fitoterapia, 82(1), 38–43.
Wongrakpanich, S., Wongrakpanich, A., Melhado, K., & Rangaswami, J. (2018).
A comprehensive review of non-steroidal anti-inflammatory drug use in the
elderly. Aging and Disease, 9(1), 143–150.
World Health Organization. (2020). Diabetes.
Yosy, D. S., & Salwan, H. (2014). Inflammatory Bowel Disease Pada Anak.
Majalah Kedokteran Sriwijaya, 46(2), 158–163.
Yuliani, S., & Kailaku, S. I. (2009). Pengembangan Produk Jahe Kering dalam
Berbagai Jenis Industri. Buletin Teknologi Pascapanen Pertanian, 5, 61–68.
Zehsaz, F., Farhangi, N., & Mirheidari, L. (2014). The Effect of Zingiber
officinale R. Rhizomes (Ginger) on Plasma Pro-inflammatory Cytokine
Levels in Well-trained Male Endurance Runners. 39(2), 174–180.