Anda di halaman 1dari 19

JURNAL

IMPLEMENTASI TEKNOLOGI DALAM BIDANG INDUSTRI JASA


KEUANGAN

LOGO

Disusun Oleh:

Nama:

NIM:

PROGRAM STUDI (ISI)

FAKULTAS (ISI)

UNIVERSITAS NEGERI (ISI)

2023
LEMBAR PENGESAHAN

PENULISAN ARTIKEL JURNAL

Artikel Jurnal dengan Judul :

Implementasi Teknologi Dalam Bidang Industri Jasa Keuangan

Yang disusun oleh :

Nama :

NIM :

Jurusan :

Fakultas :

Bahwa artikel jurnal tersebut dibuat sebagai persyaratan penugasan pada mata
kuliah

Kota, 13 November 2023

Dosen Pengampu

i
IMPLEMENTASI TEKNOLOGI DALAM BIDANG INDUSTRI
JASA KEUANGAN

Abstrak

Dengan berbagai dampaknya, peran regulator menjadi sangat krusial, terutama


dalam merancang dan menerapkan regulasi keuangan yang sesuai. Keberadaan
Financial Technology (FinTech) menuntut regulasi yang tidak hanya bergantung
pada entitas atau aktivitas semata, melainkan lebih menekankan regulasi berbasis
aktivitas. Langkah yang diambil oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melalui
penerbitan Peraturan OJK Nomor 77/POJK.01/2016 mengenai Layanan Pinjam
Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi menjadi indikasi awal adanya
penekanan khusus pada regulasi berbasis aktivitas di sektor jasa keuangan
Indonesia. Meskipun demikian, tujuan regulasi tersebut tidak hanya terbatas pada
melindungi kepentingan konsumen terkait keamanan dana dan data. POJK
tersebut juga memiliki tujuan yang lebih luas, mencakup perlindungan
kepentingan nasional terkait pencegahan pencucian uang, pendanaan terorisme,
dan stabilitas sistem keuangan. Kesimpulan ini menyoroti perlunya kerangka
regulasi yang adaptif dan komprehensif untuk mengelola dinamika antara
teknologi dan industri jasa keuangan, sekaligus menjaga keseimbangan antara
inovasi, perlindungan konsumen, dan keamanan nasional.
Abstract

With its various impacts, the role of regulators becomes highly crucial, especially
in designing and implementing appropriate financial regulations. The presence of
Financial Technology (FinTech) demands regulations that not only rely on entities
or activities alone but rather emphasizes activity-based regulations. The steps
taken by the Financial Services Authority (OJK) through the issuance of OJK
Regulation No. 77/POJK.01/2016 concerning Technology-Based Lending and
Borrowing Services indicate an early emphasis on activity-based regulations in
the Indonesian financial services sector. Nevertheless, the objectives of these
regulations are not solely limited to protecting consumer interests related to fund
and data security. The OJK regulation also has broader objectives, encompassing
the protection of national interests related to preventing money laundering,
terrorism financing, and the stability of the financial system. This conclusion
highlights the need for an adaptive and comprehensive regulatory framework to
manage the dynamics between technology and the financial services industry
while maintaining a balance between innovation, consumer protection, and
national security.
Kata kunci: Otoritas Jasa Keuangan, Bank, Fintech.

1
1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pesatnya kemajuan teknologi digital belakangan ini telah mengubah cara
bisnis berjalan dan memunculkan model-model bisnis baru. Salah satu bentuk
teknologi digital yang sedang banyak diterapkan di Industri Jasa Keuangan
(IJK) saat ini adalah Kecerdasan Buatan (AI). Penggunaan AI memberikan
berbagai keuntungan bagi IJK, seperti peningkatan efektivitas dan efisiensi
dalam menjalankan proses bisnis. Beberapa manfaat yang dapat dinikmati
oleh IJK termasuk pengurangan biaya operasional, membuat produk dan
layanan lebih terjangkau, meningkatkan efektivitas penyaringan dan
pemantauan pelanggan melalui teknologi Know Your Customer (KYC)
berbasis AI, serta memungkinkan pemasaran produk dan layanan yang lebih
sesuai dengan target dan kebutuhan pelanggan (Ostmann, 2021).
OJK baru saja merilis Rencana Induk Transformasi Digital Sektor Jasa
Keuangan Indonesia (RITD SJKI) 2021-2025 untuk mempercepat proses
adaptasi dan inovasi industri keuangan. Rencana ini bertujuan untuk
mengoptimalkan teknologi seperti blockchain, cloud computing, dan
kecerdasan buatan (AI). Walaupun teknologi AI membawa sejumlah
keuntungan, namun ada risiko kerugian yang perlu diperhatikan. Berdasarkan
penelitian dari The Alan Turing Institute tahun 2021, terdapat setidaknya 5
potensi kerugian jika penggunaan teknologi AI tidak dilakukan dengan
cermat. Pertama, kinerja sistem yang kurang baik dapat mempengaruhi
penilaian risiko pelanggan dan penetapan harga yang berbeda. Kedua,
kelemahan sistem dapat mengurangi efektivitas pencegahan kejahatan
keuangan. Ketiga, adanya potensi kolusi terhadap sistem perdagangan surat
berharga. Keempat, jika kualitas data bermasalah, maka bisa mengakibatkan
kegagalan dalam meramalkan dan mencegah dampak pasar yang berisiko.
Kelima, ada risiko peningkatan keamanan siber.
Jumlah penduduk Indonesia saat ini mencapai 270,2 juta orang, dengan
197,71 juta orang menjadi pengguna internet. Situasi pandemi Covid19 saat
ini memperkirakan pertumbuhan ini akan terus meningkat. Banyak

2
3

perusahaan yang sebelumnya menggunakan metode bisnis tradisional telah


beralih ke platform digital dengan menciptakan aplikasi baru untuk
mendukung operasional mereka selama pandemi. Kemunculan aplikasi ini
mendorong perusahaan untuk mempertimbangkan peningkatan efisiensi,
terutama dalam hal penyimpanan data. Oleh karena itu, banyak pengembang
aplikasi beralih ke penggunaan teknologi cloud. Adopsi cloud di perusahaan
semakin mendalam, dan transformasi digital semakin cepat, terutama dengan
pemanfaatan analisis big data. Oleh karena itu, sektor perbankan, sebagai
salah satu sektor strategis nasional, perlu meningkatkan layanannya dengan
menyediakan infrastruktur jaringan yang lebih efisien untuk memenuhi
kebutuhan nasabah dan menjaga stabilitas sistem keuangan di Indonesia.
Perbankan saat ini menghadapi tantangan baru untuk meningkatkan
kemampuan, keandalan, dan keamanan jaringannya seiring dengan
pertumbuhan transaksi digital. Dengan meningkatnya aktivitas digital di
sektor perbankan, risiko kejahatan siber dan penipuan digital juga semakin
tinggi. Oleh karena itu, perbankan perlu meningkatkan tingkat keamanan
digital dengan mengadopsi teknologi terbaru. Salah satu teknologi terkini
yang banyak diterapkan oleh perbankan adalah kecerdasan buatan (Artificial
Intelligence/AI).
Melihat cakupannya yang sangat luas, pendefinisian AI masih belum bisa
ditetapkan. Penerapan AI di sektor perbankan dapat memberikan 4 (empat)
manfaat positif bagi bank itu sendiri yaitu meningkatkan profit, personalisasi
skala besar, menggarap pasar omnichanel (belanja online), dan meningkatkan
inovasi di perusahaan. Dari penelitian McKinsey, ditemukan juga bahwa
hampir 60% perbankan besar telah memanfaatkan AI pada sitem bisnis
mereka. Sebagian besar dari mereka memanfaatkan AI untuk virtual
assistant (CS robot), sebagai alat deteksi fraud, dan monitoring risiko secara
realtime.

1.2. Batasan Masalah


4

Dalam penulisan jurnal ini, penuulis memberikan Batasan masalah yang


focus pada industry jasa keuangan bank. Definisi Bank menurut Undang-
Undang RI
Nomor 10 Tahun 1998 adalah badan usaha yang menghimpun dana dari
masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat
dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka
meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.

1.3. Rumusan Masalah


1.3.1. Bagaimana Peran AI dalam industry jasa keuangan?
1.3.2. Bagaimana implementasi AI dalam industry jasa keuangan Bank?

1.4. Tujuan
1.4.1. Mengetahui Peran AI dalam industry jasa keuangan
1.4.2. Memahami implementasi AI dalam industry jasa keuangan Bank

2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Artificial Intelligence
Kecerdasan Buatan atau Artificial Intelligence (AI) adalah suatu teknik yang
digunakan untuk meniru kecerdasan yang dimiliki oleh makhluk hidup atau
benda mati guna menyelesaikan suatu masalah. Mesin menggunakan teknik
ini untuk menyesuaikan diri dengan kondisi sebagaimana yang dilakukan oleh
makhluk hidup, menghasilkan keputusan yang tidak hanya terbatas pada nilai
0 atau 1, melainkan menciptakan sistem logika fuzzy yang lebih fleksibel.
Salah satu contoh penerapan logika fuzzy ini dapat ditemui dalam sistem
pengereman kereta api di Jepang. Pendekatan ini melibatkan skema evolusi
dengan melibatkan sejumlah besar individu dan melakukan seleksi terhadap
individu terbaik untuk menciptakan generasi berikutnya. Proses seleksi ini
bertujuan untuk mencari solusi dari suatu permasalahan.

2.2. Financial Technology (Fintech)


Fintech merupakan bagian baru di sektor jasa keuangan yang
mengombinasikan teknologi keuangan untuk mendukung perusahaan,
perdagangan, dan memberikan layanan kepada pengguna. Fintech diartikan

5
6

sebagai disiplin lintas-bidang yang menggabungkan Finance, manajemen


teknologi, dan manajemen inovasi untuk meningkatkan efektivitas layanan
keuangan. Menurut Bank Indonesia, Fintech adalah teknologi yang dapat
memberikan dampak positif terhadap stabilitas moneter, sistem keuangan,
keandalan sistem pembayaran, efisiensi, kelancaran, dan keamanan. Namun,
perlu diwaspadai bahwa jika tidak diantisipasi dengan baik, Fintech juga bisa
mengganggu sistem keuangan di Indonesia. Dari definisi tersebut, dapat
disimpulkan bahwa Fintech adalah sektor dalam keuangan yang
menggabungkan layanan keuangan dan teknologi, menghasilkan inovasi
dalam industri keuangan yang berpotensi mengganggu industri perbankan
jika tidak diatur dengan cermat.

2.3. Ekosistem Fintech


Ekosistem Fintech terdiri dari lima komponen, meliputi Fintech Startups yang
berperan sebagai penggerak inovasi dalam setiap kemajuan layanan keuangan
dan menjadi sumber semangat kewirausahaan; Pemerintah yang berfungsi
sebagai regulator untuk pengelolaan perusahaan Fintech; Institusi Keuangan
Tradisional seperti bank, yang bisa menjadi mitra sekaligus pesaing bagi
Fintech; Pelanggan Keuangan yang menggunakan layanan Fintech dan juga
menjadi sumber utama pendapatan bagi Fintech Startups; serta Pengembang
Teknologi yang menyediakan platform digital untuk perusahaan Fintech.

2.4. Model Bisnis Fintech


Lee dan Shin (2018:38) menyatakan bahwa Fintech dapat dibagi menjadi
beberapa model bisnis. Pertama, model bisnis Payment bertujuan untuk
mempermudah dan mempercepat pengguna dalam melakukan pembayaran.
Kedua, Wealth Management menawarkan layanan konsultasi keuangan
otomatis, atau yang dikenal sebagai robo-advisor, yang memberikan saran
keuangan dengan biaya lebih terjangkau dibandingkan penasihat keuangan
manusia. Ketiga, Crowdfunding adalah model bisnis Fintech yang
7

mengumpulkan dana untuk proyek atau unit usaha melibatkan masyarakat


luas.
Keempat, model bisnis Capital Market menawarkan layanan di bidang
pasar modal seperti investasi, trading, pertukaran mata uang asing,
manajemen risiko, dan riset. Terakhir, Insurtech adalah model bisnis Fintech
yang menawarkan layanan asuransi dengan lebih efisien kepada pengguna.

3. PEMBAHASAN
3.1. Peran AI Dalam Industry Jasa Keuangan
Pada tanggal 4 April 2018, Presiden Indonesia Joko Widodo meresmikan
Making Indonesia 4.0, sebuah rencana dan strategi untuk memasuki era
digital global. Penyusunan rencana ini melibatkan berbagai pihak, termasuk
pemerintah, asosiasi industri, pelaku usaha, penyedia teknologi, serta lembaga
riset dan pendidikan. Dengan strategi Making Indonesia 4.0, pemerintah akan
menitikberatkan pada lima teknologi utama.:
(1) internet of things,
(2) artificial intelligence,
(3) human-machine interface,
(4) teknologi robotik dan sensor, dan
(5) teknologi 3D iprinting.
Kelima jenis teknologi tersebut berkontribusi besar terhadap Pendapatan
Kotor Domestik (Product Domestic Bruto) Indonesia dan memiliki daya
saing internasional (Abdullah, 2019).
Masuk tahun 2018, semua aspek kehidupan modern mengalami
perubahan pesat sebagai bagian dari Revolusi Industri keempat, yang sering
disebut sebagai Revolusi Industri 4.0. Revolusi Industri 4.0 membawa
peningkatan teknologi yang sangat canggih, seperti kecerdasan buatan
(artificial intelligence), perdagangan digital (e-commerce), data besar,
teknologi keuangan, ekonomi berbagi, dan penggunaan robot, yang
berdampak besar pada kehidupan manusia (Prasetiantono, 2018). Perubahan
ini mencerminkan peristiwa sejarah terkait dengan Revolusi Industri pertama
yang terjadi di Eropa pada tahun 1750-1830.

8
9

Industri keuangan saat ini lebih dinamis dibandingkan sebelumnya, berkat


kemunculan teknologi baru seperti blockchain, mata uang digital, dan
kecerdasan buatan (AI). Berdasarkan penelitian dari ResearchAndMarkets,
diperkirakan bahwa pasar AI global di sektor perbankan akan mengalami
pertumbuhan yang signifikan, dengan tingkat pertumbuhan tahunan rata-rata
mencapai 31,38% dari tahun 2020 hingga 2025. Pertumbuhan ini utamanya
disebabkan oleh adopsi teknologi AI oleh bank dan lembaga keuangan, yang
bertujuan untuk meningkatkan layanan pelanggan dan efisiensi operasional.
Salah satu keunggulan utama penggunaan AI dalam bidang keuangan
adalah kemampuannya untuk mengotomasi proses dan mengurangi
keterlibatan manual. Hal ini dapat mengurangi biaya operasional sambil
meningkatkan kecepatan dan akurasi dalam proses keuangan. Contohnya,
sejumlah proses yang kompleks dalam perusahaan biasanya terletak di
departemen akuntansi, pajak, dan keuangan.
Setiap bagian dalam organisasi memerlukan data terkait pendapatan,
pengeluaran, peramalan, dan pelaporan. Mengumpulkan dan memverifikasi
data, serta menyusun laporan yang informatif dapat menjadi tugas yang
menantang. Namun, dengan bantuan AI, banyak tugas dan prosedur ini dapat
diotomatisasi, membantu menghemat waktu dan biaya.
AI adalah teknologi yang dikembangkan untuk memahami dan meniru
proses berpikir manusia serta merancang mesin agar dapat menirukan
perilaku manusia (Asih, 2020). Penerapan teknologi AI yang memungkinkan
mesin melakukan aktivitas serupa dengan manusia telah menimbulkan
keprihatinan di masyarakat, karena AI dapat melakukan tindakan hukum atau
perbuatan hukum sebagaimana yang dilakukan manusia. AI memerlukan data
untuk membangun pengetahuan, mirip dengan manusia, dan dapat diterapkan
dalam berbagai konteks dengan fokus pada kecerdasan mesin untuk
memberikan respons seperti manusia. Learning, reasoning, dan self-
correction adalah poin penting dalam proses AI (Bagana, 2021).
Kemajuan AI sangat bermanfaat untuk berbagai sektor bisnis saat ini,
terutama di bidang keuangan dan perbankan. Menurut working paper
10

McKinsey on Bughin, penerapan AI di sektor perbankan dapat memberikan 4


manfaat positif bagi bank, yakni peningkatan profit, personalisasi skala besar,
pemanfaatan pasar omnichannel (belanja online), dan peningkatan inovasi di
perusahaan. Hasil penelitian McKinsey menunjukkan bahwa hampir 60%
perbankan besar telah mengintegrasikan AI dalam operasional bisnis mereka.
Mayoritas dari mereka menggunakan AI untuk virtual assistant (CS robot),
deteksi kecurangan, dan pemantauan risiko secara real-time.
AI diakui sebagai sesuatu yang strategis di seluruh dunia, termasuk dalam
konteks Ekonomi AI. Hampir setiap negara memiliki strategi nasional terkait
AI, termasuk Indonesia, di mana terdapat potensi dialektika positif antara
teknologi dan kemanusiaan. AI dianggap dapat membantu manusia menjadi
lebih efisien, akurat, dan produktif. Di industri perbankan Indonesia, AI
berperan dalam fenomena perbankan terbuka (open banking) yang
menggantikan model perbankan tertutup (closed banking). Open banking
melibatkan kolaborasi dengan mitra baru yang berbasis pada platform mobile,
seperti fintech payment, pelaku bisnis digital, e-commerce, dan lainnya.
Kolaborasi ini memerlukan manajemen data yang lebih baik untuk
meningkatkan efisiensi manajemen risiko. Meskipun AI membawa inovasi di
sektor perbankan, namun juga berpotensi menimbulkan dampak negatif
seperti keamanan siber yang berkembang seiring dengan pertumbuhan open
banking. Dalam konteks perbankan, AI mengoptimalkan bagian back office,
middle office, front office, dan saluran pelayanan. Peran utamanya terletak
pada middle office, di mana AI berkontribusi dalam manajemen risiko.
Pentingnya AI yang ditujukan untuk membangun kepercayaan publik dan
dapat dipertanggungjawabkan tercermin dalam persyaratan yang harus
dipenuhi. AI harus aman, artinya dapat diuji dan digunakan tanpa mengancam
keselamatan dan hak asasi manusia. Keterbukaan juga menjadi kriteria
penting, di mana pengembangan AI harus dapat diketahui oleh pemerintah
dan masyarakat untuk memastikan keamanan dan kepercayaan dalam
penggunaannya. Transparansi dari pengembang mengenai pengembangan AI
diperlukan, sehingga sistem AI dapat dipertanggungjawabkan oleh
11

pembuatnya. Sistem AI juga harus memiliki kemampuan untuk selalu dapat


diakses atau memiliki tingkat layanan minimum sesuai perjanjian. (Sari,
2023).

3.2. Implementasi AI dalam Industry Jasa Keuangan Bank


Bagi sektor keuangan, inovasi teknologi sebetulnya bukan hal baru karena
hubungan panjang antara teknologi dan keuangan. Oleh karena itu, teknologi
keuangan atau yang lebih akrab disebut FinTech tidak bisa dianggap sebagai
perkembangan baru dalam industri jasa keuangan. Meskipun begitu,
pembahasan dan penelitian tentang hubungan keduanya meningkat
belakangan ini, terutama karena pertumbuhan FinTech yang sangat cepat. Isu
ini juga menarik perhatian banyak pihak di Indonesia, termasuk pengambil
keputusan, akademisi, praktisi bisnis keuangan, dan masyarakat umum
sebagai konsumen atau pengguna FinTech.

FinTech diartikan sebagai penerapan teknologi digital untuk memecahkan


masalah-masalah dalam transaksi keuangan. Dalam konteks yang lebih luas,
FinTech juga dianggap sebagai industri yang terdiri dari perusahaan-
perusahaan yang menggunakan teknologi untuk meningkatkan efisiensi
sistem keuangan dan penyediaan layanan keuangan. FinTech juga dapat
didefinisikan sebagai inovasi teknologi dalam layanan keuangan yang
menghasilkan model bisnis, aplikasi, proses, atau produk dengan dampak
signifikan terhadap penyediaan layanan keuangan ((FSB), 2017).
Secara umum dan dalam arti luas, FinTech menunjuk pada pengunaan
teknologi untuk memberikan solusi-solusi keuangan (Arner, 2015). Secara
khusus, FinTech dapat diartikan sebagai penerapan teknologi digital untuk
mengatasi berbagai permasalahan dalam transaksi keuangan. Dalam konteks
yang lebih umum, FinTech diidentifikasi sebagai sebuah industri yang terdiri
dari perusahaan-perusahaan yang memanfaatkan teknologi untuk
meningkatkan efisiensi dalam sistem keuangan dan penyampaian layanan
keuangan (World Bank, 2016). FinTech juga dapat dijelaskan sebagai inovasi
12

teknologi dalam layanan keuangan yang menghasilkan model bisnis, aplikasi,


proses, atau produk dengan dampak nyata terkait dengan penyediaan layanan
keuangan (FSB, 2017).

Perkembangan FinTech yang terlihat belakangan ini sebenarnya bermula


dari inovasi kartu kredit pada tahun 1960-an, kemudian kartu debit dan
terminal yang menyediakan uang tunai seperti mesin ATM pada tahun 1970-
an (Arner et al, 2015; FSB, 2017b). Ini kemudian diikuti dengan munculnya
layanan telephone banking pada tahun 1980-an, dan berbagai produk
keuangan menyusul deregulasi pasar modal dan obligasi pada tahun 1990-an.
Perkembangan selanjutnya mencakup internet banking, yang mendorong
keberadaan perbankan tanpa cabang (branchless banking) dan aktivitas
perbankan yang dapat dilakukan dari jarak jauh. Dengan perubahan ini,
nasabah tidak lagi perlu bertemu langsung dengan bank. Lebih lanjut,
teknologi perangkat selular (mobile) menjadi signifikan dalam memudahkan
transaksi keuangan. Perubahan tersebut telah mendorong munculnya
pembiayaan dan intermediasi langsung, yang diprediksi akan menggantikan
pembiayaan tidak langsung dan intermediasi keuangan yang mahal dan tidak
efisien.
Aktivitas-aktivitas FinTech dalam layanan jasa keuangan dapat
diklasifikasikan ke dalam 5 (lima) kategori, yaitu sebagai berikut:
a. Pembayaran, transfer, kliring, dan penyelesaian (payment, clearing and
settlement).
Kegiatan ini sangat terkait dengan pembayaran melalui ponsel
(baik melalui bank maupun lembaga keuangan non-bank), dompet
digital, mata uang digital, dan pemanfaatan teknologi buku besar
terdistribusi (distributed ledger technology, DLT) untuk infrastruktur
pembayaran (Griffoli, 2017). Tujuan dari model-model ini adalah untuk
meningkatkan inklusi keuangan dan memastikan bahwa konsumen
memiliki akses yang lebih luas terhadap layanan pembayaran, sambil
menjaga agar sistem pembayaran berjalan dengan lancar. Model ini juga
13

dapat membantu dalam mengelola sejumlah besar transaksi serta transfer


dan penyelesaian besar antar lembaga keuangan.
b. Deposito, pinjaman dan penambahan modal (deposits, lending and
capital raising).
Inovasi FinTech yang sering ditemui dalam industri ini melibatkan
crowdfunding, platform pinjaman peer-to-peer (P2P) secara daring, mata
uang digital, dan teknologi buku besar terdistribusi (DLT). Aplikasi-
aplikasi ini memiliki hubungan yang erat dengan perantaraan keuangan.
c. Manajemen risiko (risk management.).
Perusahaan FinTech di sektor asuransi (InsurTech) memiliki potensi
untuk memengaruhi tidak hanya pemasaran dan distribusi asuransi, tetapi
juga dalam proses underwriting, penentuan harga risiko, dan
penyelesaian klaim. Manajemen risiko juga mencakup kewajiban dan
catatan jaminan serta penjaminan dalam operasi kredit.
d. Dukungan pasar (market support).
Bagian teknologi FinTech dapat memberikan proses yang lebih
sederhana atau efisien, seperti e-aggregators, big data, verifikasi ID
secara digital, penyimpanan dan pemrosesan data menggunakan cloud
computing, atau pelaksanaan perintah melalui kontrak "pintar" (smart
contracts). Isu krusial di sini adalah akses dan kontestabilitas informasi.
e. Manajemen investasi (investment management).
Aspek ini mencakup platform e-trading yang memungkinkan konsumen
berinvestasi secara langsung melalui komputer di berbagai jenis aset,
kontrak "pintar" (smart contracts), dan inovasi FinTech yang memberikan
saran otomatis (robo-advice) mengenai layanan keuangan, termasuk
manajemen investasi dan portofolio oleh penasihat keuangan.

Langkah yang diambil oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melalui


penerbitan Peraturan OJK Nomor 77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam
Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi, setidaknya bisa dianggap
sebagai tanda awal adopsi proporsi khusus dalam regulasi jasa keuangan
berbasis aktivitas di Indonesia.
Sebaliknya, Bank Indonesia juga telah menetapkan regulasi untuk pelaku
FinTech yang terlibat dalam sistem pembayaran. Hal ini dijelaskan dalam
Peraturan Bank Indonesia (PBI) No.19/12/PBI/2017 tentang Penyelenggaraan
Teknologi Finansial, dan peraturan turunannya seperti Peraturan Anggota
Dewan Gubernur (PADG) No. 19/14/PADG/2017 mengenai Ruang Uji Coba
Terbatas (Regulatory Sandbox) Teknologi Finansial, serta PADG No.
19/15/PADG/2017 tentang Tata Cara Pendaftaran, Penyampaian Informasi,
dan Pemantauan Penyelenggara Teknologi Finansial. Salah satu aspek kunci
dalam regulasi tersebut adalah adanya kewajiban bagi pelaku FinTech di
sektor sistem pembayaran keuangan untuk mendaftar kepada Bank Indonesia.

4. KESIMPULAN
Dengan berbagai konsekuensi yang muncul, peran regulator menjadi
sangat penting, terutama dalam merancang dan menerapkan regulasi
keuangan yang sesuai. Keberadaan FinTech menuntut regulasi yang tidak
hanya bergantung pada entitas atau aktivitas semata, melainkan lebih
menekankan regulasi berbasis aktivitas. Langkah yang diambil oleh Otoritas
Jasa Keuangan (OJK) dengan menerbitkan Peraturan OJK Nomor
77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis
Teknologi Informasi, setidaknya dapat dianggap sebagai bukti awal adanya
penekanan khusus pada regulasi jasa keuangan berbasis aktivitas di
Indonesia. Meskipun demikian, tujuan dari regulasi tersebut lebih luas. Selain
untuk melindungi kepentingan konsumen terkait keamanan dana dan data,
POJK juga memiliki tujuan melindungi kepentingan nasional terkait dengan
pencegahan pencucian uang, pendanaan terorisme, dan stabilitas sistem
keuangan.
Di sisi lain, Bank Indonesia juga telah mengeluarkan peraturan untuk
para pelaku industri FinTech yang berfokus pada sistem pembayaran.
Ketentuan ini diatur dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI)
No.19/12/PBI/2017 tentang Penyelenggaraan Teknologi Finansial, dan

14
15

rinciannya diatur dalam Peraturan Anggota Dewan Gubernur (PADG) No.


19/14/PADG/2017 mengenai Ruang Uji Coba Terbatas (Regulatory Sandbox)
Teknologi Finansial, serta PADG No. 19/15/PADG/2017 tentang Tata Cara
Pendaftaran, Penyampaian Informasi, dan Pemantauan Penyelenggara
Teknologi Finansial. Poin krusial dalam peraturan tersebut adalah adanya
kewajiban bagi pelaku FinTech di sektor layanan sistem pembayaran
keuangan untuk melakukan registrasi kepada Bank Indonesia. Selain itu,
mereka diharuskan menjalani uji coba terbatas terhadap produk layanan
teknologi dan model bisnis keuangan mereka dalam regulatory sandbox.
Pendekatan regulatory sandbox ini membantu regulator memahami potensi
risiko yang mungkin timbul jika suatu produk FinTech digunakan secara luas,
namun tetap berada dalam lingkungan yang terkontrol. Hal ini memberikan
kesempatan bagi pelaku FinTech, terutama start-up, untuk menguji produk
mereka tanpa harus menghadapi beban penuh regulasi atau risiko tindakan
hukum.
16
5. DAFTAR PUSTAKA

(FSB), F. S. (2017). FinTech credit : Market structure, business models and


financial stability implications. Financial Stability Boar.

Abdullah. (2019). Fenomena digital era revolusi industri 4.0. Jurnal Dimensi
DKV Seni Rupa dan Desain, 4, 47-58.

Arner, D. B. (2015). The evolution of FinTech : A new post-crises paradigm. Hong


Kong: University of Hong Kong.

Asih, S. &. (2020). Implementasi Artificial Intelligence (Ai) Di Bidang


Administrasi Publik Pada Era Revolusi Industri 4.0. Jurnal RASI, 2, 12-22.

Bagana, I. M. (2021). Artificial Intelligence as a Human Substitution? Customer's


Perception of the Conversational User Interface in Banking Industry Based
on Utaut Concept. Review of Management and Entrepreneurship, 5, 33-44.

Helmi Azizati Manel, W. S. (2023). Implementasi Artificial Intelligence dalam


Sistem Informasi Akuntansi dan Manajemen . Jurnal Akuntansi Bisnis dan
Ekonomi, 3463.

Morales, S. D. (2020). The application of Artificial Intelligence ( AI ) in the


recruitment process: An approach to the application guideline and future
implications. 1-36.

Ostmann, F. a. (2021). AI in financial services. The Alan Turing Institute.

Pirdaus, P. D. (2022). Dampak Teknologi Artificial Intelligence Pada Profesi


Akuntansi. EKOMA, 2, 131-137.

Sari, D. N. (2023). tantangan dan peluang imlementasi Artificial nteligence pada


perbankan. JMBA-Jurnal Manajemen dan Bisnis, 09, 6.

17

Anda mungkin juga menyukai