Anda di halaman 1dari 6

INOVASI DIGITAL BANK PERKREDITAN RAKYAT DALAM MENGAHADAPI

TANTANGAN DI ERA TEKNOLOGI


Ma’ruf Abdillah
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

PENDAHULUAN
Fitur teknologi memiliki makna yang berbeda dalam konteks yang berbeda. Tetapi
secara umum, fitur merupakan atribut, karakteristik atau funsgi dari teknologi. Secara khusus,
fitur digunakan sebagai kriteria ketika pengguna memilih perangkat keras atau perangkat
lunak (Griffifth, 1999). Arti dari fitur perangkat lunak menekankan pada fungsi yang
disediakan perangkat lunak tersebut dan juga fitur audit perangkat lunak seperti data dan
sampling yang penting dilakukan ketika melakukan evaluasi paket software audit. Dalam hal
ini, fitur teknologi berarti adalah vendor yang menciptakan perangkat lunak yang digunakan
auditor atau user dalam menyelesaikan pekerjaan (Harrison dan Datta, 2007).
Seiring dengan pesatnya perkembangan Teknologi Informasi yang terjadi saat ini
khususnya di Indonesia, maka teknologi tidak lagi menjadi barang yang aneh, bahkan sangat
diperlukan untuk mendukung kinerja dari suatu organisasi. Untuk saat ini tanpa dukungan
teknologi informasi sebuah perusahaan mungkin sangat mustahil untuk dapat berkembang.
Perkembangan teknologi informasi memberikan dampak perubahan yang besar bagi dunia
bisnis. Transaksi bisnis dapat disajikan dalam bentuk elektronik, tanpa dokumentasi fisik
(paperless). Selain itu informasi keuangan dapat disajikan secara realtime, kualitas
pengambilan keputusan dapat ditingkatkan mengingat dapat dapat tersedia secara tepat waktu
dan akurat (Rezaee et.al., 2001 dan Bierstaker et.al., 2001).
Dalam konteks ini, teknologi informasi dapat dikatakan menjadi kunci untuk
mendukung dan meningkatkan manajemen Bank Perkreditan Rakyat agar dapat
memenangkan persaingan yang semakin lama akan semakin meningkat. Bank dituntut untuk
mampu memenuhi kebutuhan masyarakat yang ingin serba cepat dan mudah dalaam segala
keperluan sehari-hari. Teknologi informasi merupakan suatu faktor dalam menentukan
apakah cepat atau lamanya suatu proses, karena pada zanan ini segala sesuatu yang telah
disentuh oleh teknologi akan menjadi mudah dan capat. Namun karena dalam Bank bergerak
dalam bidang jaaa fan pelayanan masyarakat, maka dalah ini peran manusia masih sangat
penting. Karena Teknologi tersebut tidak berguna sepenuhnya atau rendah produktivitasnya
apabila tidak disiapkan sumber daya manusia yang berkualitas dalam memanfaatkan
teknologi tersebut. Selain itu, pengelolaan teknologi yang baik dapat meningkatkan
efektivitas dan efisiensi dari laporan keuangan, penghematan waktu, biaya, serta melindungi
asset perusahaan Bank yang terjadi dalam sistem informasi akuntansi yang dikomputerisasi
meliputi prosedur-prosedur pencatatan, pemasukan data, proses data kompetensi personal,
maupun mekanisme kontrol yang diterapkan.
Perubahan ini juga mempunyai dampak serius terhadap kegiatan auditing. Kenyataan
dimasyarakat bahwa perkembangan perangkat lunak akuntansi jauh lebih cepat maju
dibanding perangkat lunak auditing. Profesi auditor internal sangat dipengaruhi adanya
teknologi informasi, terutama manakala klien yang diaudit (auditee) menyerahkan laporan
keuangan hasil proses komputer, jika auditor internal tidak siap dengan pengetahuan yang
cukup tentang teknologi informasi, maka ia akan “ ditinggalkan” oleh akuntan yang lebih
siap. Pemanfaatan teknologi ini pada akhirnya akan menimbulkan kerumitan baru dalam
pengauditan dikarenakan akan menambah beban kerja yang semakin besar mengingat
semakin banyaknya transaksi resiprokal.
Semakin berkembangnya era teknologi juga menuntut auditor untuk bisa
mengantisipasinya, yaitu dengan memahami dan menguasai sistem informasi tersebut.
Apabila auditor tidak melakukan peningkatan akan pemahaman dan penguasaan sistem
informasi yang terus berkembang, maka segmen audit untuk auditorpun juga terbatas dengan
hanya untuk perusahaan yang tidak menggunakan teknologi informasi. Pemahaman auditor
terhadap sistem informasi akan sangat membantu untuk menunjang kelancaran kegiatan
pengauditan dan menghasilkan laporan yang lebih baik (Bierstaker, et.al. 2001). Dengan
adanya bantuan teknologi informasi diharapkan auditor dapat menyajikan informasi secara
lebih cepat, akurat, dan handal (Halim, 2004). Pemahaman terhadap sistem informasi akan
membantu auditor internal dalam menentukan prosedur audit yang tepat dan menyelesaikan
tugas dengan lebih baik.
Di Indonesia secara umum keberadaan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dapat
dikatakan telah mampu membantu perkembangan usaha masyarakatnya, apalagi untuk usaha
mikro, kecil dan menengah (UMKM) dengan lokasi yang juga dekat dengan tempat tinggal
masyarakat yang membutuhkan (Chou & Buchdadi, 2016). Sebagai salah satu dari lembaga
keuangan perbankan, peran dari BPR juga sangat menentukan keberhasilan dari ekonomi
masyakat yang ada dilingkungannya. Ruang lingkup usaha BPR dapat dikatakan terbatas bila
dibanding dengan Bank Umum. Hal ini sesuai dengan ketentuan yang tertera pada Undang-
Undang perbankan (Undang-undang RI No. 10, 1998).

PENJELASAN
Digitalisasi merupakan suatu hal yang pasti terjadi bagi perbankan. Pasalnya, nasabah
semakin menginginkan kecepatan dan kemudahan dalam melakukan transaksi keuangan di
tengah perkembangan teknologi informasi. Jika tak bertransformasi menuju digital maka
pelan-pelan bank bakal ditinggalkan nasabahnya. Karena seiring dengan pesatnya
perkembangan Teknologi Informasi yang terjadi saat ini khususnya di Indonesia, maka
teknologi tidak lagi menjadi barang yang aneh, bahkan sangat diperlukan untuk mendukung
kinerja dari suatu organisasi. Untuk saat ini tanpa dukungan teknologi informasi sebuah
perusahaan mungkin sangat mustahil untuk dapat berkembang. Perkembangan teknologi
informasi memberikan dampak perubahan yang besar bagi dunia bisnis. Transaksi bisnis
dapat disajikan dalam bentuk elektronik, tanpa dokumentasi fisik (paperless). Selain itu
informasi keuangan dapat disajikan secara realtime, kualitas pengambilan keputusan dapat
ditingkatkan mengingat dapat dapat tersedia secara tepat waktu dan akurat (Rezaee et.al.,
2001 dan Bierstaker et.al., 2001).
Bank Perkreditan Rakyat (BPR)/ Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) yang
memiliki pangsa pasar Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) harus sudah
mempersiapkan diri dalam menghadapi perubahan-perubahan yang tercipta karena
perkembangan teknologi tersebut. Bank harus bisa adaptif dengan kebutuhan masyarakat.
Perhimpunan Bank Perkreditan Rakyat Indonesia (Perbarindo) sebagai organisasi yang
menaungin BPR/BPRS telah menginisiasi Tiga Inovasi bagi anggota untuk menjalankan
transformasi digital.
Pertama, Inovasi pertama yang akan dilakukan oleh BPR adalah menyusun skema
kolaborasi dengan berbagai pihak. Saat ini, Perbarindo tengah menjalankan piloting atau
proyek percontohan kerjasama channeling antara BPR dan fintech. Kolaborasi dengan pihak
lain merupakan kunci utama bagi BPR untuk bisa melakukan tranformasi digital. Hal tersebut
perlu dimaklumi karena pada dasarnya modal BPR tidak sebesar pada bank-bank umum lain.
Sementara yang kita bicarakan saat ini adalah mengenai digitalisasi akan terkait dengan
teknologi, maka modal itu sendiri menjadi sumber penentu utama dalam jal ini.
Pengembangan teknologi tentu membutuhkan investasi yang besar. Otoritas Jasa Keuangan
(OJK) telah memberikan lampu hijau bagi BPR dan fintech lending dalam melakukan
kerjasama melalui dua skema yakni channelling dan skema referral. Itu tertuang dalam Buku
Panduan Kerja Sama BPR dan fintech Lending yang disusun oleh OJK yang diterbitkan pada
Maret 2021 lalu. Proyek percontohan kolaborasi channeling kerjasama BPR dan fintech telah
dimulai jauh sebelum buku panduan kerjasama dikeluarkan OJK. Jika dilihat secara
sederhana, tahap pertama yang dipersiapkan memang masih sebatas kerjasama channeling
dulu. Namun jika pola ini bisa berjalan dengan baik ke depan maka tidak tertutup
kemungkinan dikembangkan dengan pola-pola yang lain.
Skema kerjasama channeling akan dilakukan dalam bentuk tripartid atau melibatkan
tiga pihak yakni BPR, fintech dan perusahaan asuransi. BPR akan bertindak sebagai super
lender dan fintech bertugas underwriter dan mengakuisisi nasabah. Sementara perusahaan
asuransi digandeng sebagai penjamin kredit untuk memitigasi resiko yang berpotensi muncul
ke depan. Tahap piloting ini diikuti beberapa anggota BPR yang sudah melakukan kerjasama
dengan fintech. Namun tentu pada saat proses ini masih ada hal-hal teknis yang harus
diperbaiki dan kedepannya mungkin akan terjadi beberapa permasalahan kecil. Namun dalam
kerjasama ini memiliki peluang keberhasilan yang sangat besar dan mudah-mudahan skema
kerjasama ini sudah bisa diluncurkan dalam waktu dekat.
Kedua, Bank mengisiasi pengembangan BPR e-Cash dengan cara bekerjasama
dengan Finnet Indonesia. BPR e-Cash ini semacam uang elektronik berbasis mobile web
yang nantinya bisa digunakan untuk beragam transaksi seperti pembayaran QR, isi pulsa,
kirim uang, dan lain-lain. Dengan hadirnya BPR e-Cach yang ditargetkan bisa meluncurkan
secepatnya maka BPR diharapkan bisa melayani nasabah secara digital dengan smartphone.
Tahap pertama, e-Cash ini baru akan hadir di android. Memang du tahun-tahun terakhir,
inovasi pada instrumen pembayaran elektronis dengan menggunakan kartu telah berkembang
menjadi bentuk yang lebih praktis. Saat ini di Indonesia sedang berkembang suatu instrumen
pembayaran yang dikenal dengan uang elektronik. Walaupun memuat karakteristik yang
sedikit berbeda dengan instrumen pembayaran lainnya seperti kartu kredit dan kartu
ATM/Debit, namun penggunaan instrumen ini tetap sama dengan kartu kredit dan kartu
ATM/Debit yaitu ditujukan untuk pembayaran.
Secara sederhana, uang elektronik didefinisikan sebagai alat pembayaran dalam
bentuk elektronik dimana nilai uangnya disimpan dalam media elektronik tertentu.
Penggunanya harus menyetorkan uangnya terlebih dahulu kepada penerbit dan disimpan
dalam media elektronik sebelum menggunakannya untuk keperluan bertransaksi. Ketika
digunakan, nilai uang elektronik yang tersimpan dalam media elektronik akan berkurang
sebesar nilai transaksi dan setelahnya dapat mengisi kembali (top-up). Media elektronik
untuk menyimpan nilai uang elektronik dapat berupa chip atau server. Penggunaan uang
elektronik ini sebagai alat pembayaran yang inovatif dan praktis diharapkan dapat membantu
kelancaran pembayaran kegiatan ekonomi yang bersifat massal, cepat dan mikro, sehingga
perkembangannya dapat membantu kelancaran transaksi di jalan tol, di bidang transportasi
seperti kereta api maupun angkutan umum lainnya atau transaksi di minimarket, food court,
atau parkir. Perkembangan uang elektronik diharapkan pula dapat digunakan sebagai
alternatif alat pembayaran non tunai yang dapat menjangkau masyarakat yang selama ini
belum mempunyai akses kepada sistem perbankan.
Seperti halnya inovasi yang lain, inovasi E-Cash atau uanh elektronik ini memiliki
manfaat dan tentunya juga resiko. Manfaat Uang Elektronik disini antara lain adalah
memberikan kemudahan dan kecepatan dalam melakukan transaksi transaksi pembayaran
tanpa perlu membawa uang tunai. Tidak lagi menerima uang kembalian dalam bentuk barang
(seperti permen) akibat padagang tidak mempunyai uang kembalian bernilai kecil (receh).
Sangat applicable untuk transaksi massal yang nilainya kecil namun frekuensinya tinggi,
seperti: transportasi, parkir, tol, fast food, dll. Selanjutnya jika ada manfaat pastinya juga
diimbangi dengan beberapa resiko yaitu antara lain Risiko uang elektronik hilang dan dapat
digunakan oleh pihak lain, karena pada prinsipnya uang elektronik sama seperti uang tunai
yang apabila hilang tidak dapat diklaim kepada penerbit. Risiko karena masih kurang
pahamnya pengguna dalam menggunakan uang elektronik, seperti pengguna tidak menyadari
uang elektronik yang digunakan ditempelkan 2 (dua) kali pada reader untuk suatu transaksi
yang sama sehingga nilai uang elektronik berkurang lebih besar dari nilai transaksi.
Ketiga, Inovasi yang akan dikeluarkan bersamaan dengan e-cash adalah BPR Digi
atau Bank Digital. Ini merupakan aplikasi mobile mirip mobile banking namun hanya bisa
digunakan untuk layanan dasar seperti cek saldo dan tidak bisa transfer dana. Peraturan OJK
no 12/POJK/K.03/2021 tentang Bank Umum menjelaskan : Berdasarkan Bab I Ketentuan
Umum Pasal 1 peraturan tersebut, bank digital adalah bank berbadan hukum Indonesia (BHI)
yang menyediakan dan menjalankan kegiatan usaha terutama melalui saluran elektronik tanpa
kantor fisik selain kantor pusat atau menggunakan kantor fisik terbatas. Produk BPR Digi
merupakan produk layanan digital berbasis rekening (number of account) yang memberikan
kemudahan akses informasi dan berbagai layanan transaksi kepada nasabah BPR, cukup
menggunakan telepon seluler dan koneksi internet tanpa harus datang ke kantor BPR.
Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) menyatakan, kehadiran fintech akan
memberikan solusi yang bisa melengkapi ekosistem perbankan melalui berbagai layanan
yang diberikan. Kehadiran fintech sangat penting untuk memberikan akses keuangan bagi
masyarakat unbanked dan underbanked. Strategi yang akan digunakan dalam hal partnership
disini bisa dibilang sangat lengkap yang mana dalan hal ini Kehadiran fintech bisa
melengkapi dan kolaborasi dengan perbankan arahnya ke partnership. Misalnya untuk
lending, fasilitas loan-nya dari perbankan, sedangkan fintech yang menyalurkannya ke
masyarakat, atau dari credit scoring kita bantu perbankan menyasar target yang lebih luas
lagi. Melihat tren fintech belakangan ini yang juga sangat dinamis. Apalagi pada faktanya
sampai saat ini masih banyak masyarakat yang kesulitan mengakses pendanaan dari
perbankan, baik individu maupun pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM).
Bank Hasamitra merupakan salah satu BPR yang tengah melakukan penjajakan
kerjasama dengan fintech dalam penyaluran kredit. Dalam kerjasama tersebut BPR Hasamitra
memiliki rencana penandatangan perjanjian kerjasama yang akan dilakukan dalam waktu
dekat. Selain itu, bank ini telah menyiapkan rencana lain menuju transformasi digital.
Perseroan sedang mengajukan izin mengembangkan mobile banking ke Bank Indonesia (BI).
Fitur mobile banking yang akan dubuat ini direncanakan terdiri dari pembukaan deposito
online, pembukaan tabungan online, penarikan tunai di ATM tanpa kartu, pembayaran, dan
pembelian. Dari pihak BPR memang mengaku bawa pemenuhan digitalisasi BPR merupakan
tantangan diregulasi sebab semua mesti berproses. Apalagi pada saat ini BPR belum pulih
sempurna pasca diterjang gelombang Pandemi. Namun Industri BPR secara umum masih bisa
bertahan di tengah tekanan pandemi Covid-19. Hal itu tercermin dari kredit yang masih
berhasil tumbuh dengan likuiditas yang terjaga aman. Berdasarkan data Otoritas Jasa
Keuangan (OJK), kredit BPR per Mei tercatat sebesar Rp 113,34 triliun atau tumbuh 2,26%
secara year on year (yoy) dari Rp 110,83 triliun. Dana Pihak Ketiga (DPK) tercatat sebesar
Rp 109,43 triliun, tumbuh 10% dari Rp 99,44 triliun pada periode yang sama tahun lalu.
Dimana tabungan mencapai Rp 32,01 triliun atau tumbuh 6,4% yoy. Jumlah BPR mencapai
1.496 bank atau sudah berkurang dari akhir tahun lalu yang tercatat sebanyak 1,506 bank.
Total aset BPR per Mei mencapai Rp 157,39 triliun, meningkat 7,9% dari 145,8 triliun pada
periode yang sama tahun sebelumnya.
KESIMPULAN
Dalam mengahadapi era teknologi ini Bank Perkreditan Rakyat telah menyiapkan
Tiga Inovasi yang akan digunakan. Pertama, Inovasi pertama yang akan dilakukan oleh BPR
adalah menyusun skema kolaborasi dengan berbagai pihak. Saat ini, Perbarindo tengah
menjalankan piloting atau proyek percontohan kerjasama channeling antara BPR dan fintech.
Kolaborasi dengan pihak lain merupakan kunci utama bagi BPR untuk bisa melakukan
tranformasi digital. Hal tersebut perlu dimaklumi karena pada dasarnya modal BPR tidak
sebesar pada bank-bank umum lain. Kedua, Bank mengisiasi pengembangan BPR e-Cash
dengan cara bekerjasama dengan Finnet Indonesia. BPR e-Cash ini semacam uang elektronik
berbasis mobile web yang nantinya bisa digunakan untuk beragam transaksi seperti
pembayaran QR, isi pulsa, kirim uang, dan lain-lain. Dengan hadirnya BPR e-Cach yang
ditargetkan bisa meluncurkan secepatnya maka BPR diharapkan bisa melayani nasabah
secara digital dengan smartphone. Ketiga, Inovasi yang akan dikeluarkan bersamaan dengan
e-cash adalah BPR Digi atau Bank Digital. Ini merupakan aplikasi mobile mirip mobile
banking namun hanya bisa digunakan untuk layanan dasar seperti cek saldo dan tidak bisa
transfer dana. Produk BPR Digi merupakan produk layanan digital berbasis rekening (number
of account) yang memberikan kemudahan akses informasi dan berbagai layanan transaksi
kepada nasabah BPR, cukup menggunakan telepon seluler dan koneksi internet tanpa harus
datang ke kantor BPR.
DAFTAR PUSTAKA

Harrison dan Datta, 2007


Griffifth, 1999
Rezaee et.al., 2001 dan Bierstaker et.al., 2001
Bierstaker, et.al. 2001Halim, 2004
Undang-undang RI No. 10, 1998
https://keuangan.kontan.co.id/news/bpr-bersiap-lakukan-trasformasi-digital?page=2
https://www.kompasiana.com/yupiter/618b6deaffe7b56c042c02e3/mungkinkah-bank-digi-
akan-menjadi-jenis-baru?page=2

Anda mungkin juga menyukai