Anda di halaman 1dari 21

(WORKING PAPER STRATEGI DIGITALISASI BANK)

ANALISA STRATEGI DIGITAL PERBANKAN DI


INDONESIA
Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mandiri Mata Kuliah
Manajemen Digital Perbankan

Diampu oleh:
Dr. Ir. Budi Purwanto, M.E

Raden Muhammad Jiddan Aziz


H2501211075
Reguler Ilmu Manajemen Angkatan 2021

PROGRAM STUDI ILMU MANAJEMEN


SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
TAHUN 2022
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur hanyalah untuk Allah SWT. Yang selalu melimpahkan nikmat
dan karunianya kepada hambanya secara adil dan sempurna. Sholawat dan salam semoga selalu
tercurah kepada baginda Rasulullah SAW, beserta keluarga dan para sahabatnya. Segala rasa
syukur penulis panjatkan karena dengan izinnya dapat menyelesaikan tugas manajemen digital
perbankan yang berjudul “Analisa Strategi Digital Perbankan Di Indonesia”

Penulis berharap working paper strategi digitalisasi ini dapat berguna untuk menambah
wawasan serta pengetahuan dan pembaca mengenai era digital khususnya perbankan saat ini.
Penulis menyadari bahwa working paper strategi digitalisasi yang tertuang masih belum
sempurna. Karena itu diharapkan masukan kritik maupun saran yang membangun demi
sempurnanya working paper strategi digitalisasi ini.

Atas bantuan dari semua pihak yang sudah penulis terima dalam menyelesaikan tugas
manajemen digital perbankan ini terutama bapak Dr. Ir. Budi Purwanto, M.E. yang telah
banyak memberikan pengetahuan baru tentang manajemen keuangan perbankan digital,
semoga Allah SWT membalas dengan pahala yang berlipat ganda AMIN.
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI.............................................................................................................................. i
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................................. i

BAB 1 PENDAHULUAN ........................................................................................................ 1


1.1 Latar Belakang ............................................................................................................ 1
1.2 Tujuan Working Paper ................................................................................................ 2

BAB 2 ANALISIS DAN SINTESIS ........................................................................................ 3


2.1 Digitalisasi Perbankan Setara dengan Era Industri tapi Berbeda ................................ 3
2.2 Digitalisasi Mengikuti Strategi—Keputusan Model Bisnis Yang Diutamakan .......... 4
2.3 Jalan Menuju Strategi Digitalisasi—Tingkat Digitalisasi (Indonesia) ........................ 6
2.3.1 Frontend Menghadapi Pelanggan .................................................................... 6
2.3.2 Capsulate Now untuk Mendigitalkan Sekarang ............................................... 7
2.4 Analisa SWOT perbankan digital Indonesia ............................................................... 8
2.5 Analisa Strategi SWOT perbankan digital di Indonesia ........................................... 11

BAB 3 STUDI KASUS : Jurnal Internasional Keterkaitan Strategi Perbankan ........... 12

BAB 4 PENUTUP .................................................................................................................. 17


4.1 Kesimpulan................................................................................................................ 17

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 18

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Ilustrasi kebutuhan digitalisasi untuk melawan tekanan margin .............................. 2


Gambar 2 Analisis SWOT Digital Perbankan Indonesia ........................................................... 9
Gambar 3 Strategi analisa SWOT perbankan digital di Indonesia .......................................... 11
Gambar 4 Protokol Pemilihan Literatur ................................................................................... 13
Gambar 5 Konseptual Penelitian ............................................................................................. 14
Gambar 6 Tanggapan Wawancara ........................................................................................... 15

i
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat di era digital saat
ini telah memengaruhi pola perilaku manusia dalam mengakses beragam informasi dan
berbagai fitur layanan elektronik. Salah satu perkembangan teknologi yang menjadi bahan
kajian terkini di Indonesia adalah Teknologi Finansial atau Financial Technology (FinTech)
dalam lembaga perbankan. Menurut definisi yang dijabarkan oleh National Digital Research
Centre (NDRC), teknologi finansial adalah istilah yang digunakan untuk menyebut suatu
inovasi di bidang jasa finansial, di mana istilah tersebut berasal dari kata “financial” dan
“technology” (FinTech) yang mengacu pada inovasi finansial dengan sentuhan teknologi
modern (Sukma 2016). Konsep FinTech tersebut mengadaptasi perkembangan teknologi
yang dipadukan dengan bidang finansial pada lembaga perbankan, sehingga diharapkan bisa
memfasilitasi proses transaksi keuangan yang lebih praktis, aman serta modern, meliputi
layanan keuangan berbasis digital yang saat ini telah berkembang di Indonesia, yaitu payment
channel system, digital banking, online digital insurance, Peer to Peer (P2P) Lending, serta
crowd funding (Siregar 2016). Konsep di atas senada dengan apa yang disampaikan oleh
Deputi Direktur Direktorat Perizinan dan Informasi Perbankan OJK, Tris Yulianta,
mengungkapkan bahwa lembaga perbankan perlu memanfaatkan penerapan teknologi
finansial untuk meningkatkan efisiensi kegiatan operasional dan mutu pelayanan bank
kepada nasabahnya, sebab pemanfaatan teknologi finansial tersebut sejalan dengan semakin
berkembangnya kebutuhan masyarakat akan layanan keuangan berbasis online dan
penggunaan media internet untuk akses data digital (Apriyani 2016).
Hal ini berarti dengan adanya kemajuan teknologi perbankan tersebut, maka efektivitas
waktu dapat dipercepat dalam sistem transaksi perbankan antar nasabah (Firmansyah dan
Widiati 2016). Pernyataan tersebut juga didukung oleh hasil survei yang dipublikasikan oleh
Asosiasi Penyedia Jasa Internet Indonesia (APJII) pada bulan Maret 2015, yang menyatakan
bahwa jumlah pengguna internet di Indonesia naik dari 71,9 juta di 2013 menjadi 88,1 juta
pengguna hingga akhir 2014, atau sekitar 34,9 persen dari total jumlah penduduk saat ini
(Heriyanto 2015). Hal ini menunjukkan bahwa dalam hal jumlah, penetrasi pemanfaatan
teknologi digital di Indonesia sangat besar, bahkan melebihi populasi gabungan negara-
negara lain di ASEAN, dan telah mengubah perilaku masyarakat hampir pada semua aspek
kehidupan, seperti jual beli secara online (e-commerce), interaksi sosial secara digital, buku
elektronik, koran elektronik, transportasi publik (taksi dan ojek), layanan pendukung
pariwisata, serta financial technology (Siregar 2016). Jika dibandingkan dengan tahun 2014
yang hanya mencapai 83,7 juta tingkat pengguna teknologi finansial, dalam hal ini akses
internet di Indonesia, telah menunjukkan peningkatan yang signifikan dan dapat
dicermati(Julianto 2016)
Selain faktor penggunaan teknologi finansial untuk akses ke lembaga perbankan yang
masih relatif rendah, faktor lain yang menjadikan masyarakat Indonesia masih kesulitan
dalam mengakses layanan perbankan, khususnya di daerah 3T (Terdepan, Terluar, dan
Terpencil) adalah tidak meratanya akses terhadap layanan perbankan tersebut. Tidak
meratanya akses terhadap layanan perbankan hingga kini masih menjadi permasalahan yang

1
terus dihadapi oleh lembaga perbankan, khususnya masyarakat di daerah terpencil yang tidak
dapat dijangkau oleh lembaga perbankan dan jasa keuangan tersebut, yang disebabkan oleh
kondisi masyarakat yang belum sepenuhnya mengenal layanan perbankan dan jasa keuangan
lainnya, sehingga berpotensi dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab
(Habibi 2016).
Tetapi ada faktor lain yang memaksa industri pembiayaan untuk bertindak: model
bisnis bank berada di bawah tekanan karena pandemi COVID-19 saat ini, yang juga
memperlihatkan kelemahan yang ada dalam akses dan komunikasi pelanggan
Selanjutnya, kebutuhan dan tuntutan pelanggan sendiri akan berubah: Generasi Y dan Z
telah tumbuh dengan smartphone dan media sosial dan mengharapkan pemikiran
keberlanjutan untuk tertanam dalam penawaran layanan dan dalam tindakan penyedia
layanan keuangan itu sendiri. Hal ini mengakibatkan perubahan kebutuhan dalam
antarmuka lembaga keuangan dengan pelanggan. Untuk mengatasi masalah yang luas
dan terkadang kompleks ini, perlu untuk mendapatkan strategi yang cocok secara
individual. Inti dari implementasinya kemudian terletak pada penggunaan yang masuk
akal dari instrumen baru yang tersedia dalam konteks digitalisasi dari perspektif biaya-
manfaat.

Gambar 1 Ilustrasi kebutuhan digitalisasi untuk melawan tekanan margin

Organisasi keuangan jauh dari mudah. Namun, ini perlu menjadi agenda utama
organisasi mana pun. Pada bagian berikut, kami memberikan panduan tentang cara
mendapatkan strategi transformasi digital. Sebagai titik awal, kami menganalisis evolusi
ekosistem lembaga keuangan.
1.2 Tujuan Working Paper

Tujuan dari penyusunan working paper strategi digitalisasiini adalah :


1. Untuk mengukur kemampuan perbankan digital di indonesia.
2. Melihat Strategi Perbankan digital di Indonesia.

2
BAB 2

ANALISIS DAN SINTESIS

2.1 Digitalisasi Perbankan Setara dengan Era Industri tapi Berbeda

Transformasi perbankan saat ini mengingatkan kita pada inovasi dalam proses
produksi mobil, yaitu Model T Ford, pada masa revolusi industri. Pemikiran ulang Ford
dan penyederhanaan proses produksi memungkinkan hampir semua bagian kendaraan
yang diproduksi secara berurutan dan diproduksi dengan biaya lebih murah—sehingga
kendaraan menjadi arus utama
Selain isu-isu yang terkait dengan tanggung jawab pergerakan kendaraan otonom,
literatur juga menganalisis masalah seperti definisi kendaraan otonom. Dengan demikian,
ada dua jenis kendaraan otonom (yaitu kendaraan yang terhubung dan kendaraan yang
tidak terhubung). Perbedaan di antara mereka terletak pada hal itu, kendaraan yang tidak
terhubung digunakan untuk pergerakan otomatis dari seluruh rangkaian sensor dan
kamera, laser, dll., sedangkan kendaraan yang terhubung hanya menggunakan teknologi
yang memungkinkan pengumpulan informasi tentang lingkungan melalui komunikasi
dengan kendaraan lain. "Topik yang menarik juga adalah analisis profiling data pribadi
konsumen berdasarkan data yang diproses oleh kendaraan otonom.
Dalam apa yang disebut Dalam e-Privacy Directive, pembuatan profil didefinisikan
sebagai "pembuatan profil berarti segala bentuk pemrosesan otomatis data pribadi, yang
terdiri dari penggunaan data pribadi untuk menilai faktor pribadi tertentu dari seseorang,
khususnya untuk menganalisis atau aspek ramalan yang terkait dengan efek pekerjaan
orang itu, situasi ekonominya, kesehatannya, preferensi pribadinya, minatnya,
keandalannya, perilakunya, lokasinya atau pergerakannya". Masalah pembuatan profil
yang digunakan dalam kaitannya dengan konsumen juga hadir dalam pekerjaan legislatif
yang berlangsung di tingkat UE. Sebagai contoh, dapat diindikasikan bahwa peraturan
tentang tampilan harga yang dipersonalisasi termasuk dalam amandemen Directive
2011/83/EU. Selain itu, rancangan Kode Layanan Digital yang diusulkan pada 15
Desember 2020 menetapkan kewajiban informasi mengenai tampilan iklan yang
dipersonalisasi.
Nowak, M. Węgłowska, M. Gapsa menunjukkan: “Analisis Directive 2005/29 / EC
tentang praktik komersial yang tidak adil telah menunjukkan kesenjangan yang dapat
dihilangkan hanya dengan bantuan inisiatif legislatif di tingkat Uni Eropa. Secara khusus,
penerapan praktik komersial agresif dalam konteks personalisasi pesan iklan terlalu
terbatas." Masalah lain yang ditandai dalam literatur terkait dengan pengembangan
kecerdasan buatan adalah privasi konsumen online. Sebagai contoh, dapat ditunjukkan
bahwa di Amerika Serikat masalah ini diatur di negara bagian California, serta di negara
bagian lain. Peraturan yang diperkenalkan, misalnya, di negara bagian Virginia
menyangkut, antara lain, pembatasan kemampuan penjual untuk memindai dokumen
identifikasi (misalnya surat izin mengemudi) secara jelas untuk situasi tertentu. Ini
termasuk situasi seperti, misalnya, verifikasi identitas pembeli yang membayar
pembelian secara non-tunai atau meminta pengembalian uang atau penggantian barang.

3
Tentu saja, yang disebut UE sebagai e-Privacy Directive, Literatur juga menunjukkan
bahwa salah satu isu terkini mengenai regulasi kecerdasan buatan adalah status orang
elektronik dan konsumen. Hal ini terkait dengan tindakan legislatif yang diambil dalam
hukum UE, yang saat ini dinyatakan dalam Resolusi Parlemen Eropa 2015/2103 (INL)
16/02/2017, yang mencakup rekomendasi kepada Komisi mengenai ketentuan hukum
perdata tentang robotika. Mereka menunjukkan, antara lain, bahwa pengembangan
kecerdasan buatan harus berkembang dengan menghormati privasi dan keamanan.
Seperti yang ditunjukkan oleh A. Anusz, penggunaan konsep konsumen oleh legislator
Eropa dalam Resolusi ini "menentukan hubungan hukum dalam hubungan dengan robot
dengan kecerdasan buatan. Di satu sisi, itu wajar, karena undang-undang UE memberikan
perlindungan yang luas kepada konsumen. Di sisi lain, penggunaan konsep konsumen
tidak serta merta dibenarkan oleh kepentingan orang yang menggunakan aktivitas yang
dilakukan oleh robot dengan kecerdasan buatan. Merujuk langsung pada isu-isu terkait
penggunaan kecerdasan buatan di sektor keuangan terhadap konsumen pasar keuangan,
hal-hal berikut perlu dikemukakan. Dalam hal sektor keuangan, istilah FinTech biasanya
digunakan, yang mengacu pada berbagai solusi teknologi yang terkait dengan keuangan.
Ini termasuk, antara lain, layanan keuangan seperti perbankan ritel, perbankan seluler,
pembayaran. Ada juga risiko khusus yang terkait dengan sektor ini.
Hal itu antara lain menyangkut percepatan transaksi keuangan dan pertumbuhan
serangan siber. Perkembangan sektor FinTech juga membawa konsekuensi tersendiri
bagi konsumen di pasar keuangan. Mereka terkait dengan, antara lain, keamanan siber
dan perlindungan informasi. Masalah yang juga harus ditekankan sehubungan dengan
penggunaan kecerdasan buatan di sektor FinTech adalah risiko bahwa konsumen tidak
akan memahami sistem kecerdasan buatan karena kompleksitasnya.
Jika dilihat bidang etika data semakin terlibat dengan sifat sosio-teknis yang
kompleks dari inovasi data-intensif, sektor swasta biasanya mengejar pendekatan
instrumental terbatas untuk etika data. Pendekatan sektor swasta terhadap etika data atau
AI yang bertanggung jawab sering dikritik karena mewakili “pencucian etika” atau
“belanja etika”. Dengan meningkatnya minat pada konsep Corporate Digital
Responsibility (CDR), penting untuk membangun pendekatan baru yang melampaui
tokenisme atau PR. Sama seperti CSR telah dikritik karena didefinisikan oleh
kepentingan bisnis yang sempit dan membatasi sejauh mana kepentingan publik yang
lebih luas ditangani ada risiko bahwa jika CDR memprioritaskan pandangan kelompok
profesional dan “ahli”, hal itu dapat menyebabkan fokus yang sempit pada area yang
telah ditentukan sebelumnya. CDR kemudian mungkin menjadi mekanisme lain untuk
memvalidasi praktik data yang ada dan mengarah pada peningkatan “pencucian etika”.
2.2 Digitalisasi Mengikuti Strategi—Keputusan Model Bisnis Yang Diutamakan

Bank dapat mengubah model bisnisnya dan pada dasarnya menjadi perusahaan IT
dengan lisensi perbankan, tetapi perlu memutuskan apakah akan menjadi distributor,
orkestra, atau produsen. Saat mengembangkan model bisnis, dimensi kunci berikut harus
dipertimbangkan dan dikaitkan satu sama lain:
• Dalam banyak kasus, efisiensi perusahaan Fintech, misalnya, dihasilkan dari
pendekatan lapangan hijau (Negenman2021) menggabungkan kreasi dari awal,
teknologi dan budaya. Pendekatan ini dikenal untuk elemen tertentu dari rantai nilai
4
atau spesialisasi dalam penawaran produk tertentu, seperti robo-advisors. Di sini,
berbeda dengan manajemen aset tradisional yang biasanya membutuhkan
pendapatan minimum yang tinggi, algoritme AI diterapkan, memungkinkan
qkeputusan investasi berkualitas tinggi pada kondisi yang menguntungkan untuk
basis pelanggan yang luas. Ketika merumuskan strategi, keputusan mendasar harus
dibuat, apakah manfaat pelanggan dicapai melalui spesialisasi tingkat tinggi dari
portofolio produk atau apakah, sebaliknya, portofolio produk yang luas yang
ditawarkan dalam pendekatan "satu pintu". adalah tujuannya.
• Tujuan lain dalam mendefinisikan model bisnis adalah untuk mencapai penciptaan
nilai dalam perluasan hubungan pelanggan yang berkelanjutan melalui digitalisasi
tingkat tinggi dalam antarmuka pelanggan eksternal dan pengalaman pelanggan
yang luar biasa. Dalam hal ini, strategi ditujukan pada customer leadership. Sebagai
alternatif, tujuan strategis juga dapat mengupayakan kepemimpinan biaya melalui
proses yang efisien. Di sini, digitalisasi tingkat tinggi dalam proses internal
organisasi menciptakan nilai yang juga dapat disediakan, misalnya, melalui label
putih kepada penyedia layanan keuangan lain seperti perusahaan Insurtech dan
Fintech yang lebih tertarik pada kepemimpinan pelanggan.
• Penyesuaian dalam model bisnis dan juga budaya biasanya dikaitkan dengan
investasi yang signifikan dalam teknologi canggih. Dalam konteks ini, perlu untuk
menentukan jumlah dan struktur investasi ini dari waktu ke waktu. Untuk tujuan ini,
harus ditimbang sampai sejauh mana ada kemauan untuk menerima beban dalam
laporan laba rugi saat ini demi laba masa depan. Ini juga disebut sebagai
keseimbangan nilai dan visi. Perubahan status quo yang dihasilkan harus
dikoordinasikan dengan pemangku kepentingan terkait. Dan bahkan jika
kesepakatan tercapai dalam proses penyeimbangan ini, biasanya ada penolakan
terhadap teknologi masa depan yang belum sepenuhnya berkembang. Dalam
konteks ini, harus dipertimbangkan bahwa berpegang pada teknologi, proses, dan
metode yang telah terbukti lebih berisiko, terutama di masa yang dinamis ini.
Perubahan mendasar dalam paradigma kami yang telah terbukti!
• Dalam semua keputusan mengenai juara pelanggan atau pabrikan, penyedia layanan
penuh atau spesialis, dan dalam pertanyaan nilai versus visi, perlu untuk terus-
menerus memeriksa orientasi (kembali) model bisnis. Ini hanya mungkin dalam
kerangka pendekatan organisasi yang gesit, karena adaptasi berkelanjutan terhadap
kondisi kerangka kerja yang berubah secara permanen telah terbukti terlalu lamban
di masa lalu dengan metode air terjun tradisional.
• Setelah model bisnis masa depan atau setidaknya visinya ditentukan, kami
merekomendasikan untuk memvalidasi langkah yang menentukan ini untuk proses
transformasi di bawah perspektif "keseluruhan ekosistem". Mengubah perspektif
dari organisasi individu ke gambaran besar ekosistem keuangan, dampak digitalisasi
dan dekomponenisasi mengarah pada transformasi 90°. Transformasi ini tidak.

5
2.3 Jalan Menuju Strategi Digitalisasi—Tingkat Digitalisasi (Indonesia)

2.3.1 Frontend Menghadapi Pelanggan

Ditinjau dari definisinya, maka kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang
berpengaruh terhadap produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan yang memenuhi atau
melebihi harapan (Tjiptono 2001). Sedangkan definisi layanan menurut (Kotler 2002:83)
yaitu setiap tindakan atau kegiatan yang dapat ditawarkan oleh suatu pihak kepada pihak
lain, yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak mengakibatkan kepemilikan apapun.
Sehingga jika kita berbicara mengenai kualitas layanan, maka istilah tersebut dapat
didefinisikan sebagai upaya pemenuhan kebutuhan dan keinginan konsumen serta ketepatan
penyampaiannya dalam mengimbangi harapan konsumen (Tjiptono 2001). Atau dengan
pernyataan lain, pengertian kualitas layanan adalah sebuah kata yang bagi penyedia jasa
merupakan sesuatu yang harus dikerjakan dengan baik (Supranto 2006:226).
Bertolak dari definisi tersebut, kajian mengenai kualitas layanan perbankan (banking
service quality), dapat diketahui dengan cara membandingkan persepsi nasabah (customer)
terhadap pelayanan yang mereka terima, disesuaikan dengan standar kualitas layanan
perbankan yang dimaksud kepada nasabahnya. Hal ini berarti apabila layanan perbankan
yang diterima atau yang dirasakan (perceived service) oleh nasabah sesuai dengan apa yang
diharapkan, maka kualitas layanan tersebut dipersepsikan baik atau berkualitas tinggi.
Sebaliknya, apabila tingkat layanan yang diterima oleh nasabah lebih rendah daripada yang
diharapkan, maka kualitas layanan perbankan tersebut dapat dipersepsikan buruk atau
berkualitas rendah. Dengan demikian, persepsi yang ditunjukkan oleh nasabah akan
memengaruhi loyalitas mereka terhadap perbankan dan akan menyampaikan persepsinya
tersebut kepada nasabah yang lain. Hal ini berarti persepsi yang ditunjukkan oleh nasabah
akan memengaruhi loyalitas nasabah secara langsung (Nursiana 2015). Hal senada juga
disampaikan oleh Tobing et al. (2016), bahwa nasabah yang loyal cenderung bersedia
menceritakan pengalaman positifnya kepada orang lain.
Bertolak dari beragam pernyataan di atas, pengkajian terhadap kualitas layanan
perbankan dapat dicermati berdasarkan dimensi kualitas layanan atau yang biasa disebut
dengan istilah service quality. Adapun dimensi kualitas layanan yang dimaksud dapat
dijelaskan sebagai berikut (Lupiyoadi 2001:148).
1. Tangibles, yaitu kemampuan suatu perusahaan dalam menunjukkan eksistensinya
kepada pihak eksternal. Penampilan dan kemampuan sarana dan prasarana fisik
perusahaan dan keadaan lingkungan sekitarnya adalah bukti nyata dari pelayanan yang
diberikan oleh pemberi jasa, meliputi fasilitas fisik (gedung, gudang, dan lain
sebagainya), perlengkapan dan peralatan yang dipergunakan (teknologi), serta
penampilan pegawainya.
2. Reliability, yaitu kemampuan perusahaan untuk memberikan pelayanan sesuai yang
dijanjikan secara akurat dan terpercaya. Kinerja harus sesuai dengan harapan pelanggan
yang berarti ketepatan waktu, pelayanan yang sama untuk semua pelanggan tanpa
kesalahan, sikap yang simpatik, dan dengan akurasi yang tinggi.
3. Responsiveness, yaitu kemauan untuk membantu dan memberikan pelayanan yang cepat
(responsif) dan tepat kepada pelanggan, dengan penyampaian informasi yang jelas.
4. Assurance, yaitu pengetahuan, kesopansantunan, dan kemampuan para pegawai
perusahaan untuk menumbuhkan rasa percaya para pelanggan kepada perusahaan.

6
Terdiri dari beberapa komponen antara lain komunikasi, kredibilitas, keamanan,
kompetensi, dan sopan santun.
5. Emphaty, yaitu memberikan perhatian yang tulus dan bersifat individual atau pribadi
yang diberikan kepada para pelanggan dengan berupaya memahami keinginan
konsumen. Di mana suatu perusahaan diharapkan memiliki pengertian dan pengetahuan
tentang pelanggan, memahami kebutuhan pelanggan secara spesifik, serta memiliki
waktu untuk pengoperasian yang nyaman bagi pelanggan.
6. Berdasarkan kajian terhadap dimensi kualitas layanan di atas, maka dapat dikatakan
bahwa kualitas layanan merupakan salah satu faktor utama yang selama ini
memengaruhi kepuasan nasabah lembaga perbankan. Pemberian pelayanan yang terbaik
kepada para nasabah oleh lembaga perbankan diperlukan untuk menjaga loyalitas
nasabah dan kredibilitas bank.
2.3.2 Capsulate Now untuk Mendigitalkan Sekarang

Mengacu pada data pengguna internet yang telah dijabarkan pada bagian pendahuluan,
pemanfaatan teknologi digital dalam kehidupan masyarakat Indonesia sehari-hari ternyata
telah mengubah perilaku masyarakat hampir pada semua aspek kehidupan, seperti jual beli
secara online (e-commerce), interaksi sosial secara digital, buku elektronik, koran elektronik,
transportasi publik (taksi dan ojek), layanan pendukung pariwisata, dan juga teknologi
finansial (Siregar 2016). Data ini juga didukung oleh kajian kuantitatif yang menyatakan
bahwa pemanfaatan teknologi informasi digital telah banyak membantu masyarakat
Indonesia dalam menjalankan roda perekonomian menjadi lebih efektif dan efisien dari
sebelumnya, khususnya pada sektor keuangan, khususnya perbankan (Margaretha 2015).
Hal ini direspon positif oleh Bank Indonesia melalui penyediaan akses kemudahan dan
ketersediaan layanan keuangan di seluruh wilayah Indonesia, di mana Bank Indonesia telah
melakukan kajian awal dan uji coba branchless banking yang diluncurkan pada Mei 2013.
Uji coba dimaksud dilakukan oleh 5 bank dan 2 telco pada 5 provinsi (Jawa Barat, Jawa
Tengah, Jawa Timur, Bali, dan Sumatera Selatan). Tujuan dari uji coba dimaksudkan adalah
untuk mencari apakah terdapat buying need dari masyarakat dan provider, bentuk model
bisnis, dan pengaturan yang sesuai dengan kondisi Indonesia. Branchless banking ini
terutama dilakukan dengan memanfaatkan tingginya penggunaan telepon genggam, serta
kerjasama dengan unit lokal atau agen (Bank Indonesia 2016). Hal tersebut semakin
memantapkan kinerja perbankan dalam memberikan layanan kepada nasabah melalui sistem
informasi teknologi finansial. Senada dengan pendapat di atas, technology finansial dinilai
menjadi faktor penting dalam mendorong inklusi keuangan dan perbankan digital Indonesia
(Julianto 2016). Demikian halnya dengan Sutojo (1997:119) menyatakan bahwa teknologi
electronic data processing, di mana sekarang dikembangkan menjadi teknologi finansial
telah banyak membantu bank dalam kecepatan dan akurasi pemrosesan data operasi bisnis
dan pemasaran produk mereka. Senada dengan pendapat di atas, penerapan sistem informasi
sangat berpengaruh pada industri perbankan, di mana penerapan sistem informasi pada
industri perbankan mempunyai dampak yang luar biasa mengingat industri perbankan
merupakan salah satu industri yang paling tinggi tingkat ketergantungannya pada aktivitas-
aktivitas pengumpulan, pemprosesan, analisa dan penyampaian laporan (informasi) yang
diperlukan untuk memenuhi kebutuhan para nasabahnya (Kurnia et al., 2015).

Bertolak dari kajian konseptual di atas, saat ini perbankan Indonesia masih memiliki
pengaruh yang paling besar dalam mendukung stabilitas sistem keuangan (Otoritas Jasa

7
Keuangan 2016:5), sehingga implementasi teknologi finansial sangat diharapkan berperan
aktif untuk menjangkau setiap elemen masyarakat, khususnya masyarakat di daerah 3T
(Terdepan, Terluar, dan Terpencil) yang masih belum terakses kehadiran kantor cabang dari
lembaga perbankan. hal ini didukung juga oleh OJK, yang saat ini tengah mengembangkan
sistem teknologi finansial untuk digunakan dalam layanan di industri jasa keuangan,
khususnya aplikasi layanan perbankan di Indonesia (Fajriah 2016).
2.4 Analisa SWOT perbankan digital Indonesia

Analisis SWOT adalah penilaian menyeluruh terhadap kekuatan (strengths), kelemahan


(weaknesses), peluang (opportunities), dan ancaman (threats) suatu perusahaan (Kotler &
Armstrong 2008:64). Atau dengan kata lain, S-W-O-T digunakan untuk menilai kekuatan-
kekuatan dan kelemahan-kelemahan dari sumber-sumber daya yang dimiliki perusahaan dan
kesempatan-kesempatan eksternal dan tantangan-tantangan yang dihadapi (Hartono
2005:46). Menurut (David 2006:8) semua organisasi memiliki kekuatan dan kelemahan
dalam area fungsional bisnis, yang dapat digunakan sebagai dasar untuk tujuan dan
penetapan strategi suatu organisasi. Jadi, analisis SWOT merupakan instrumen yang
bermanfaat dalam melakukan analisis strategi, dalam konteks artikel ini ditujukan untuk
menilai kualitas layanan perbankan, sehingga diharapakan mampu meminimalisasi
kelemahan yang terdapat dalam suatu lembaga perbankan serta menekan dampak ancaman
yang timbul dan harus dihadapi. (Adhitya Wulanata, 2017).
Implementasi teknologi finansial dalam lembaga perbankan memberikan terobosan
dalam layanan perbankan yang lebih cepat, mudah, dan aman sehingga seluruh elemen
masyarakat Indonesia dapat menikmati akses terhadap layanan tersebut. Berikut ini akan
dibahas secara detail mengenai kajian terhadap kekuatan (Strengths), kelemahan
(Weaknesses), peluang (Opportunities), dan ancaman (Threats):

8
Gambar 2 Analisis SWOT Digital Perbankan Indonesia
Sumber : Analisa Penulis 2022

Analisis Kekuatan (Strengths Analysis)


Teknologi finansial yang akan diimplementasikan dalam lembaga perbankan di Indonesia
memiliki analisis kekuatan sebagai berikut:
1. Kemudahan dalam memanfaatkan akses data layanan perbankan dalam ukuran besar dan
kemudahan untuk melakukan transaksi kapan saja dan di mana saja.
2. Kemampuan untuk menjangkau kelompok masyarakat yang tidak terlayani oleh kantor
cabang lembaga perbankan, khususnya di daerah 3T.
3. Lebih hemat biaya operasional dan biaya pemasaran karena lembaga perbankan cukup
berkolaborasi dengan penyedia jasa teknologi finansial dalam menawarkan produk
perbankan kepada masyarakat.
4. Varian produk lembaga perbankan yang telah banyak dikenal luas oleh masyarakat,
termasuk aplikasi layanan 24 jam, seperti mobile banking, internet banking, sms banking,
dan call banking (Rahadi & Zanial 2015). Meskipun layanan perbankan ini belum banyak
dimaksimalkan penggunaannya, namun ketika lembaga perbankan berkolaborasi dengan
penyedia jasa teknologi finansial, maka masyarakat akan semakin mudah mengakses
produk layanan perbankan yang dimaksud.

9
Analisis Kelemahan (Weaknesses Analysis)
Teknologi finansial yang akan diimplementasikan dalam lembaga perbankan di
Indonesia memiliki analisis kelemahan sebagai berikut: Pertama, membutuhkan koneksi
internet yang mendukung, baik dari segi kecepatan akses maupun server yang stabil dalam
mengirimkan file data, karena transaksi finansial akan berlangsung dengan lancar ketika
akses internet tidak mengalami gangguan. Kedua, timbulnya aksi kejahatan online seperti
penyadapan, pembobolan, dan cybercrime dalam transaksi finansial perbankan, membuat
masyarakat menjadi ragu untuk melakukan transaksi online, sehingga membuat mereka tetap
berharap adanya kantor cabang lembaga perbankan hadir di daerah mereka. Ketiga, tidak
semua penyedia jasa layanan teknologi finansial yang memiliki lisensi untuk menjalin
kerjasama dengan lembaga perbankan atau melakukan transaksi finansial secara tersistem
dan legal, sehingga dimungkinkan terjadinya praktik penyalahgunaan wewenang atau
penyimpangan transaksional, yang justru akan merugikan lembaga perbankan itu sendiri.
Keempat, pengetahuan masyarakat akan teknologi finansial yang relatif rendah
memungkinkan mereka tidak dapat maksimal dalam mengakses layanan perbankan,
sehingga pemerintah, dalam hal ini OJK dan BI, berkolaborasi dengan lembaga perbankan
dan penyedia jasa teknologi finansial perlu melakukan sosialisasi penggunaan teknologi
finansial tersebut. Keima, ketimpangan akses layanan perbankan karena infrastruktur
teknologi komunikasi yang tidak merata antara daerah perkotaan dengan daerah 3T,
menyebabkan masyarakat kesulitan melakukan transaksi finansial secara online, sehingga
layanan perbankan tidak dapat dirasakan secara maksimal.
Analisis Peluang (Opportunities Analysis)
Teknologi finansial yang akan diimplementasikan dalam lembaga perbankan di
Indonesia memiliki analisis peluang sebagai berikut: Pertama, kesadaran masyarakat yang
mulai tumbuh untuk menyimpan dan meminjam kebutuhan finansial melalui jasa perbankan,
karena dianggap lebih aman dan menguntungkan dengan harapan tingkat penerimaan bunga
yang tinggi ketika menyimpan dana maupun biaya bunga yang relatif terjangkau ketika
melakukan transaksi peminjaman dana perbankan. Kedua, adanya Otoritas Jasa Keuangan
(OJK) yang menetapkan regulasi dan pengawasan terhadap transaksi finansial perbankan,
sehingga meminimalisasi tindak kriminalitas perbankan dan kekuatiran masyarakat untuk
menggunakan layanan teknologi finansial yang diselenggarakan oleh lembaga perbankan.
Analisis Ancaman (Threats Analysis)
Teknologi finansial yang akan diimplementasikan dalam lembaga perbankan di
Indonesia memiliki analisis ancaman sebagai berikut: pertama, penggunaan teknologi yang
semakin canggih oleh penyedia jasa teknologi finansial, namun tanpa disertai dengan
peningkatan kualitas sumber daya manusia perbankan, menjadikan ketimpangan dalam
melayani masyarakat pengguna layanan perbankan tersebut. Kedua, adanya trend globalisasi
dan keterbukaan dalam melakukan transaksi lintas negara, memungkinkan penyedia jasa
layanan teknologi finansial semakin beragam dan menimbulkan kompetisi dalam menarik
minat masyarakat untuk menggunakan jasa layanan perbankan. Ketiga, situasi politik yang
kurang kondusif dan kecenderungan terjadinya inflasi yang relatif tinggi di Indonesia,
menyebabkan lembaga perbankan harus lebih berhati-hati dalam menyalurkan pinjaman
kepada masyarakat, sehingga akan berdampak pada rumitnya birokrasi perbankan dan biaya
administrasi yang dibebankan kepada masyarakat sebagai jaminan semakin tinggi.

10
2.5 Analisa Strategi SWOT perbankan digital di Indonesia

Dengan mencocokan faktor-faktor kunci Internal (kekuatan dan kelemahan) serta


faktor-faktor kunci eksternal (peluang dan ancaman) merupakan cara yang efektif untuk
menghasilkan startegi yang layak. Strategi yang dihasilkan pada matriks IE hanya secara
umum tanpa adanya implementasi yang lebih fokus pada tingkat perusahaan. Oleh karena
itu, matriks IE dilengkapi oleh matriks SWOT. Matriks SWOT merupakan langkah-
langkah konkrit yang sebaiknya dilakukan oleh perusahaan berdasarkan pengembangan
dari matriks IE.
Tujuan matriks SWOT adalah untuk menghasilkan alternatif strategi yang dapat
dijalankan oleh perusahaan dengan cara memindahkan hasil analisis data matriks IFE dan
EFE ke dalam matriks SWOT. Empat tipe strategi yang disarankan yaitu Strategi SO
(Strengths-Opportunities), Strategi WO (Weakness-Oppurtunities), Strategi ST
(Strengths-Threaths), Strategi WT (Weakness-Threaths). Dimana startegi SO berarti
menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang, startegi WO berarti mengatasi
kelemahan dengan memanfaatkan peluang, startegi ST berarti menggunakan kekuatan
untuk menghindari ancaman, dan strategi WT berarti minimalkan kelemahan dan hindari
ancaman. Perumusan masing-masing startegi mengacu pada hasil posisi yang didapat
pada matriks IE yaitu pertahankan dan pelihara dengan strategi umum untuk penetrasi
pasar dan pengembangan produk. Hasil analisis matriks SWOT dapat dilihat pada
Gambar berikut :

Gambar 3 Strategi analisa SWOT perbankan digital di Indonesia


Sumber : Analisa Penulis 2022

11
BAB 3
STUDI KASUS :
Jurnal Internasional keterkaitan strategi perbankan digital

Judul : Developing banking intelligence in emerging markets: Systematic review and agenda
Oleh : Arjun R a, Abhisek Kuanr, Suprabha
Tahun : 2021

(R et al., 2021)
A. Pendahuluan
Penelitian tentang sistem pendukung keputusan cerdas untuk perbankan dimulai
lebih dari empat dekade. Collins (1984) merancang sistem pakar personal selling pada
aplikasi perbankan. Tetapi banyak penelitian memiliki kekurangan model berbasis
pengetahuan yang mempengaruhi pengambilan keputusan manajerial. Sekitar tahun
1990-an, model keputusan cerdas menggunakan penambangan data yang menambah
operasi bank dasar untuk asuransi, Perbankan sebagai sektor layanan utama dengan
kemampuan lokal masih belum dijelajahi, khususnya dari fungsi sistem pakar. Oleh
karena itu, penelitian ini dimotivasi oleh tiga pertanyaan penelitian empiris.
 RQ1: Bagaimana adopsi sistem pendukung keputusan cerdas (DSS) mengubah sistem
perbankan di pasar negara berkembang?.
 RQ2: Proses organisasi konvensional mana yang dipengaruhi oleh teknologi baru
(mis.: kecerdasan buatan, pembelajaran mesin, Internet of things, big data, dll.)?
 RQ3: Faktor-faktor apa yang menentukan diadik staf nasabah-ke-bank dalam
meningkatkan hasil organisasi?

B. Literatur Review
Bidang manajemen informasi di perbankan telah berkembang, menggabungkan
pandangan teoretis yang beragam. Penyelarasan IS terbukti penting untuk industri
perbankan, dan karya empiris telah menekankan perannya di pasar maju Ruang lingkup
model pendukung keputusan cerdas selama kemudian dieksplorasi dalam pemasaran,

12
rekayasa ulang proses bisnis atau perspektif sistem informasi, berikut adalah pembagian
proporsi dalam literarut riview di dalamnya :
1. Proposisi 1.Ada dampak positif pada praktik penjualan dengan mengadopsi sistem
pendukung keputusan penjualan (DSS) yang cerdas di industri perbankan.
 Proposisi 1B. Terdapat hubungan positif yang signifikan antara pengaruh
Bisnis teknologi informasi dan kepercayaan pelanggan dengan penawaran
produk/jasa.
 Proposisi 1C. Ada hubungan yang signifikan antara model customer lifetime
valuasi (CLV) dan profitabilitas bank jangka panjang.

2. Proposisi 2. Ada dampak pada kinerja penjualan bank menggunakan antarmuka


teknologi (Mobile/e-banking, Chatbot, Robo-advice, Virtual/ Augmented reality/)
 Proposisi 2A. Terdapat hubungan yang signifikan antara kecerdasan dan
interaktivitas layanan chatbot dengan loyalitas/kepercayaan nasabah dalam
menggunakan saluran perbankan.
 Proposisi 2B. Terdapat pengaruh yang signifikan antara tingkat penggunaan
aplikasi m-banking nasabah terhadap kinerja produk/layanan bank.
 Proposisi 2C. Ada dampak signifikan pada pengalaman pelanggan dari
teknologi virtual/augmented yang mengarah ke penjualan.

3. Proposisi 3. Ada hubungan yang signifikan antara Perceived information


technology business value dan sales performance of bank-firm.
 Proposisi 3A. Ada dampak yang signifikan dari memperkenalkan teknik
penjualan tingkat lanjut kepada customer-salesperson dyadic di antara bank-
bank.
 Proposisi 3B. Terdapat pengaruh yang signifikan antara layanan produk
perbankan terhadap customer engagement dengan penjualan produk/jasa.
 Proposisi 3C. Terdapat pengaruh signifikan komitmen Leaders to sales
technology terhadap purchase intention nasabah yang mengarah pada kinerja
penjualan bank.

Gambar 4 Protokol Pemilihan Literatur

13
C. Metodologi
Strategi penelitian secara keseluruhan mengikuti analisis eksplorasi dengan inferensi
deduktif. Untuk survei artikel yang relevan dengan topik, literatur diekstraksi sebagai
berikut. Pencarian kata kunci sederhana menggunakan "bank Keahlian" DAN
"manajemen informasi" di Google Cendekia mengembalikan lebih dari 1.98.000 hasil.
1. Studi Survei
Data primer dikumpulkan melalui e-mail, WhatsApp/Telepon, dll, secara virtual
akibat pandemi dari responden manajer bank (tingkat cabang). Jawaban diperoleh
melalui pertanyaan terbuka dan ditranskripsikan untuk analisis eksplorasi. Karyawan
mewakili kategori publik dan swasta yang dipilih melalui convenience sampling.
2. Pengembangan Konseptual
Model konseptual yang diusulkan disintesis menggunakan literatur dan jaringan
antar-nomologis. Alat penemuan konstruk dapat digunakan untuk menghubungkan
hubungan variabel yang belum dieksplorasi lebih lanjut (Larsen dan Bong, 2016)

Gambar 5 Konseptual Penelitian

Hasil Diskusi
1. Kontribusi dan implikasi teoretis
Studi saat ini tampaknya telah mengintegrasikan model karakteristik pekerjaan
dan kerangka kerja UTAUT di bawah perbankan pasar berkembang. Sementara ini
tercapai, kemajuan teknis seperti penggunaan Arsitektur Berorientasi Layanan
(SOA) memiliki potensi untuk lembaga perbankan besar (Basias, Themistocleous &
Morabito, 2013). API perbankan yang sudah terbuka (Application Programming
Interface) dipromosikan, melayani fungsionalitas plug-andplay bagi para bankir
untuk merancang dan membuat layanan. Dari perspektif manajerial, ditemukan
bahwa pembukaan atau penutupan cabang bank ritel dapat memperkenalkan efek
limpahan pembelajaran, menyebabkan transaksi saluran digital yang lebih tinggi
atau lebih rendah oleh pelanggan (Zhou, Geng, Abhishek & Li, 2020). Karya terbaru
telah menunjukkan bahwa jaminan struktural oleh bank memoderasi e-satisfaction

14
dan e-loyalty, dan pangsa pasar penting untuk mengoptimalkan loyalitas pelanggan
(Malhotra, Sahadev, Leeflang & Purani, 2020). Oleh karena itu, bank yang lebih
kecil akan membutuhkan masukan yang substansial di mana loyalitas konsumen
terkikis untuk mempertahankan kepuasan.
Oleh karena itu penerapan TIK dan praktik pengelolaan informasi memerlukan
pedoman dan pelatihan yang jelas bagi karyawan. Dengan teknologi yang berubah
dengan cepat, prinsip teori perilaku terencana (TPB) membutuhkan interpretasi
ulang yang dinamis dalam konteks pasar yang sedang berkembang.
2. Implikasi Pelatihan
Sebuah survei rinci sangat penting untuk memahami hubungan yang rumit
dalam implementasi sistem informasi penjualan yang cerdas. Ada skeptisisme dari
manajer tentang kehilangan pekerjaan dari pengambilalihan teknologi, menekankan
perlunya pelatihan. Realitas virtual (VR) dan realitas tertambah (AR)

Gambar 6 Tanggapan Wawancara

Ditemukan juga aplikasi perbankan lainnya seperti kesadaran pelanggan dengan


headset VR tentang barang tidak berwujud, tabungan jangka panjang, dan program
pensiun untuk pengalaman layanan yang imersif. Mühlematter & Donno
(2016)menyelidiki harapan pengguna karyawan bank dan penerimaan teknologi
untuk augmented reality (AR) menggunakan kacamata pintar untuk lokalisasi objek
visual dan menemukan mereka sebagai 'pengadopsi awal' dengan sedikit
perlawanan.
Demikian pula, 5 G dan Wi-Fi 6 menawarkan bandwidth yang lebih tinggi dan
konektivitas yang lebih cepat. Ini dapat memungkinkan bank ritel untuk
menggunakan teknologi Internet of things (IoT) untuk memanfaatkan lebih banyak
wawasan dari data internal. Misalnya, bank dapat menggunakan data lokasi yang
dikombinasikan dengan penginderaan jarak IoT untuk memprediksi lalu lintas
pejalan kaki, memutuskan kapan harus membuka dan menutup cabang. Studi saat

15
ini memperkuat bukti tentang dampak digitalisasi pada kesejahteraan karyawan di
bank (Umans, Kockum, Nilsson & Lindberg, 2018). Lebih penting lagi, kondisi
batas yang tepat ditetapkan untuk pengambilan keputusan berbasis AI meningkatkan
kualitas interaksi di antara karyawan (Strich, Mayer & Fiedler, 2021). Untuk
nasabah, tradeoff antara risiko aktual/persepsi dan kenyamanan mempengaruhi niat
m-banking mereka (Sobat, Herath & Rao, 2020)

16
BAB 4

PENUTUP
4.1 Kesimpulan

Penggunaan teknologi seperti perbankan digital dalam inovasi layanan untuk


memenuhi kebutuhan nasabah paling baik dipahami dalam hubungannya dengan
penggunaan layanan dan bagaimana mereka merasakan layanan. Pelayanan (service)
bukan sebatas melayani, melainkan mengerti, memahami, dan merasakan. Dengan
demikian, penyampaian dalam pelayanan akan mengenai heart share pelanggan . Heart
share dan mind share tersebut dapat menumbuhkan loyalitas pelanggan terhadap suatu
produk. Sehingga memberikan dampak positif bagi citra perusahaan. Pemberian
pelayanan dalam perusahaan berbasis islam dan konvensional tidak memiliki perbedaan
yang signifikan. Perbedaannya hanya terletak pada proses penggunaan, yaitu ketika
pelaku bisnis memberikan pelayanan dalam bentuk fisik sebaiknya tidak menonjolkan
kemewahan. Sama halnya dalam mengukur SERVQUAL menggunakan indikator
keandalan, jaminan, tangibles, responsiveness, dan empati.
Setelah melakukan analisis kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman (SWOT)
terhadap implementasi teknologi finansial, maka dapat disimpulkan bahwa teknologi
finansial tersebut memiliki tingkat efektivitas yang baik untuk meningkatkan kualitas
layanan perbankan di Indonesia, sehingga pihak manajemen perbankan dapat
mengimplementasikannya untuk menjangkau seluruh lapisan masyarakat Indonesia,
khususnya bagi masyarakat yang tinggal di daerah 3T (Terdepan, Terluar, dan Terpencil).
Diperlukannya inovasi digital untuk pendapatan serta laba bersih mereka jauh lebih
tinggi diatas rata-rata dibandingkan bank lainnya di Indonesia, sejalan menurut
(Tampubolon, 2004) Perkembangan teknologi informasi telah mempengaruhi kebijakan
dan strategi dunia usaha perbankan yang selanjutnya lebih mendorong inovasi dan
persaingan di bidang layanan terutama jasa layanan pembayaran melalui Bank. Inovasi
jasa layanan perbankan yang berbasis teknologi tersebut terus berkembang mengikuti
pola kebutuhan nasabah Bank.
Transaksi perbankan berbasis elektronis, termasuk internet merupakan salah satu
bentuk pengembangan penyediaan jasa layanan Bank yang memberikan peluang usaha
baru bagi Bank yang berakibat kepada perubahan strategi usaha perbankan, dari berbasis
manusia (tradisional) menjadi berbasis teknologi informasi yang lebih efisien bagi Bank
dan praktis bagi nasabah.

17
DAFTAR PUSTAKA

Adhitya Wulanata, I. (2017). Analisis SWOT Implementasi Teknologi Finansial Terhadap


Kualitas Layanan Perbankan di Indonesia. Jurnal Ekonomi Dan Bisnis, 20(1), 133–144.
https://core.ac.uk/download/pdf/190864220.pdf
Aitken, M., Ng, M., Horsfall, D., Coopamootoo, K. P. L., van Moorsel, A., & Elliott, K. (2021).
In pursuit of socially-minded data-intensive innovation in banking: A focus group study
of public expectations of digital innovation in banking. Technology in Society, 66(July),
101666. https://doi.org/10.1016/j.techsoc.2021.101666
Apriyani. 2016. “OJK: waspadai dampak teknologi perbankan.” Infobanknews. 2016.
Bastari, A., Eliyana, A., Syabarrudin, A., Arief, Z., & Emur, A. P. (2020). Digitalization in
banking sector: the role of intrinsic motivation. Heliyon, 6(12).
https://doi.org/10.1016/j.heliyon.2020.e05801
Firmansyah, dan Widiati. 2016. “Maksimalisasi nilai perbankan syariah melalui teknologi
pelayanan nasabah terkini.” Jurnal Keuangan dan Perbankan 20 (2): 274–81.
Rahadi, dan Zanial. 2015. “Analisis technology acceptance model pada industri perbankan.” Jurnal
Sistem Informasi (JSI) 7 (2): 837–51.
Feld, M., Giacobbo, T. S. F. de B., & Schuster, W. E. (2021). Technological progress and
finance: The effects of digitization on Brazilian banking fees. EconomiA, 22(2), 85–99.
https://doi.org/10.1016/j.econ.2021.09.001
Habibi, Y. 2016. “Refleksi setahun laku pandai.” Republika. 2016
Julianto, P.A. 2016. “Cara perbankan penuhi kebutuhan nasabah.” Kompas. 2016.
Nizioł, K. (2021). The challenges of consumer protection law connected with the development
of artificial intelligence on the example of financial services (chosen legal aspects).
Procedia Computer Science, 192, 4103–4111.
https://doi.org/10.1016/j.procs.2021.09.185
R, A., Kuanr, A., & KR, S. (2021). Developing banking intelligence in emerging markets:
Systematic review and agenda. International Journal of Information Management Data
Insights, 1(2), 100026. https://doi.org/10.1016/j.jjimei.2021.100026
Sukma, D. 2016. “Fintechfest, mempopulerkan teknologi finansial di Indonesia.” Arena LTE.
2016.
Siregar, A. 2016. “Financial technology tren bisnis keuangan ke depan.” Infobanknews. 2016.
Tampubolon, N. (2004). Penerapan manajemen risiko pada aktivitas pelayanan jasa bank
melalui internet (internet banking). August, 24(April), 2005.

(Nizioł, 2021), (Feld et al., 2021)(Bastari et al., 2020)(Aitken et al., 2021) (Adhitya Wulanata,
2017)

18

Anda mungkin juga menyukai