Anda di halaman 1dari 26

(WORKING PAPER)

ANALISA PRINSIP DAN PERBANDINGAN PENERAPAN BANK


DIGITAL DAN KONVENSIONAL TERHADAP TRANSFORMASI
DIGITAL DI INDONESIA
(Studi Literatur pada Bank Neo, Bank Jenius, Bank BCA dan Bank
Mandiri)

Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mandiri Mata Kuliah


Manajemen Digital Perbankan

Diampu oleh:
Dr. Ir. Budi Purwanto, M.E

Raden Muhammad Jiddan Aziz


H2501211075
Reguler Ilmu Manajemen Angkatan 2021

PROGRAM STUDI ILMU MANAJEMEN


SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
TAHUN 2022
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur hanyalah untuk Allah SWT. Yang selalu melimpahkan nikmat
dan karunianya kepada hambanya secara adil dan sempurna. Sholawat dan salam semoga selalu
tercurah kepada baginda Rasulullah SAW, beserta keluarga dan para sahabatnya. Segala rasa
syukur penulis panjatkan karena dengan izinnya dapat menyelesaikan tugas manajemen digital
perbankan yang berjudul “Analisa Perbandingan Penerapan Bank Digital Dan Konvensional
Terhadap Transformasi Digital Di Indonesia (Studi Literatur pada Bank Neo, Bank Jenius,
Bank BCA dan Bank Mandiri)”

Penulis berharap working paper ini dapat berguna untuk menambah wawasan serta
pengetahuan dan pembaca mengenai era digital khususnya perbankan saat ini. Penulis
menyadari bahwa working paper yang tertuang masih belum sempurna. Karena itu diharapkan
masukan kritik maupun saran yang membangun demi sempurnanya working paper ini.

Atas bantuan dari semua pihak yang sudah penulis terima dalam menyelesaikan tugas
manajemen digital perbankan ini terutama bapak Dr. Ir. Budi Purwanto, M.E. yang telah
banyak memberikan pengetahuan baru tentang manajemen keuangan perbankan digital,
semoga Allah SWT membalas dengan pahala yang berlipat ganda AMIN.
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................................


DAFTAR ISI ............................................................................................................................... i
DAFTAR GAMBAR .................................................................................................................. i
BAB 1 PENDAHULUAN ......................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah Working Paper : ............................................................................ 3
1.3 Tujuan Working Paper ................................................................................................ 4
BAB 2 ANALISIS DAN SINTESIS ......................................................................................... 5
2.1 Analisis Keterkaitan Literatur Kebijakan Penerapan Digital Perbankan Indonesia ... 5
2.2 Analisis Identifikasi Umum Digital Perbankan .......................................................... 8
2.3 Analisis Rasio Keuangan Perbankan Digital dan Konvensional .............................. 11
2.4 Peran Accounting dan Controlling sektor perbankan................................................ 14
2.5 Manajemen Resiko Digital Perbankan ...................................................................... 16
2.6 Penerapan Strategi Digital Perbankan ....................................................................... 17
BAB 3 PENUTUP ................................................................................................................... 19
3.1 Kesimpulan................................................................................................................ 19
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 22

DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Pengguna Digital ....................................................................................................... 2
Gambar 2 Peringkat Bank Digital .............................................................................................. 2
Gambar 3 Gambar tata cara perbankan digital .......................................................................... 7
Gambar 4 Transaksi Sepanjang tahun 2015-2021 ..................................................................... 9
Gambar 5 Jumlah Uang Elektronik Beredar ............................................................................ 10

i
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kemajuan industri perbankan memberikan dampak yang signifikan terhadap


kehidupan sehari-hari masyarakat, adanya revolusi industri 4.0 menandakan kemajuan
teknologi saat ini, Kolaborasi dan juga hubungan pelanggan terhadap sistem yang
disempurnakan akan memastikan sedikit atau tidak ada kesalahan, meningkatkan
jaminan kualitas. Keputusan yang andal dapat dibuat untuk mencapai hasil yang lebih
efektif melalui informasi yang memadai, Teknologi dan konsep yang inovatif
mengurangi keduanya konstruksi dan waktu pengiriman produk. Teknologi juga akan
mengurangi biaya seperti biaya tenaga kerja dan material Revolusi digital industri akan
mendorong lingkungan kerja yang lebih inovatif daripada kondisi konvensional sambil
meningkatkan mitra (Alaloul et al., 2020)
Prediksi bahwa 93,9% variasi dalam keputusan perilaku digital dijelaskan oleh sikap
digital, norma sosial digital, persepsi kontrol perilaku digital, praktik transformasi digital,
dan COVID-19 (Srisathan & Naruetharadhol, 2022) Pendekatan deduktif untuk
membangun konsep baru dan mengidentifikasi batas teori tradisional agar sesuai dengan
konteks baru transformasi digital dari perilaku terencana—perilaku yang direncanakan
dan diubah secara digital. (Srisathan & Naruetharadhol, 2022)
Di awal tahun 2020 ini, dunia dikejutkan dengan kejadian infeksi berat dengan
penyebab yang belum diketahui, yang berawal dari laporan dari Cina kepada World
Health Organization (WHO) terdapatnya 44 pasien pneumonia yang berat di suatu
wilayah yaitu Kota Wuhan, Provinsi Hubei, China, tepatnya di hari terakhir tahun 2019
Cina. Dugaan awal hal ini terkait dengan pasar basah yang menjual ikan, hewan laut dan
berbagai hewan lain. Pada 10 Januari 2020 penyebabnya mulai teridentifikasi dan
didapatkan kode genetiknya yaitu virus corona baru. Pada akhir Januari 2020 WHO
menetapkan status Global Emergency pada kasus virus Corona ini dan pada 11 Februari
2020 WHO menamakannya sebagai COVID-19. Menurut Worldometer hingga saat ini
jumlah orang yang positif mencapai 168.000.175 jiwa, kematian 3.487.572 jiwa, dan
sembuh 149.342.494. (Sumber : worldometer)
Akibat pandemi COVID-19 mengharuskan masyarakat melakukan aktivitas dirumah
saja baik itu penggunaan virtual dari gadget, melihat informasi, transaksi, berbelanja
secara online, industri perbankan merupakan sektor yang banyak menarik perhatian
masyarakat selama pandemic, baik itu masyarakat pada umumnya maupun masyarakat
yang sebagian besar ada di dunia bisnis. Berbagai macam transaksi keuangan yang
melibatkan pihak perbankan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari transaksi
finansial. Fitur transaksi keuangan yang ada di perbankan menjadikan hal yang menarik
bagi pengguna transaksi keuangan. Fitur transaksi keuangan berbasis digital banyak
dipergunakan oleh nasabah dalam transaksi pembayaran baik itu transfer, pembayaran,
kredit, maupun pembelian produk ataupun transaksi keuangan lainnya. Berbagai fitur
transaksi keuangan berbasis digital tersebut tidak terlepas dari bank umum milik

1
negara yang sebagian besar nasabahnya melakukan transaksi keuangan berbasis digital
tersebut.

Gambar 1 Pengguna Digital


Sumber/Source: BPS, Survei Sosial Ekonomi Nasional/BPS-Statistics
Indonesia, National Socio-Economic Survey

Dari data diatas memperlihatkan bahwa perkembangan indikator TIK yang paling
pesat terlihat pada penggunaan internet dalam rumah tangga yang mencapai angka 78,18
persen di tahun 2020. Pertumbuhan penggunaan internet dalam rumah tangga ini diikuti
pula oleh pertumbuhan penduduk yang menggunakan telepon Seluler pada tahun 2020
mencapai 62,84 persen. Kepemilikan komputer dalam rumah tangga tahun 2020
mengalami kenaikan menjadi 18,83 persen. Penduduk yang menggunakan internet juga
mengalami peningkatan selama kurun waktu 2016—2020, yang ditunjukkan dari
meningkatnya persentase penduduk yang mengakses internet pada tahun 2016 sekitar
25,37 persen menjadi 53,73 persen pada tahun 2020. Sebaliknya kepemilikan telepon
tetap kabel dalam rumah tangga mengalami penurunan dari tahun ke tahun, pada tahun
2016 persentase rumah tangga yang memiliki/menguasai telepon kabel sekitar 3,49
persen, turun menjadi 1,65 persen pada tahun 2020.

Gambar 2 Peringkat Bank Digital


Sumber: metadata BI

2
Tingkat kepercayaan masyarakat dalam bank digital semakin tahun memiliki
kenaikan, ini dibuktikan bahwa data nasabah dalam perbankan berbasis digital
mengalami kenaikan, data diatas menunjukan bahwa jenius mendominasi hingga 64,2
dari bank digital lainnya, bukan hanya itu proses digitalisasi menjadi kehidupan sehari
hari, Dalam transaksi ekonomi terdapat interaksi antara penjual dengan pembeli untuk
memperkuat hubungan jangka panjang antara penjual dan pembeli begitu juga dalam
transaksi internet banking, pihak bank berusaha untuk membangun dan menjaga
hubungan atau ikatan jangka panjang dengan nasabahnya. Dalam internet banking,
adanya pemisahan secara fisik antara bank dengan konsumen nya dan tidak adanya
interaksi secara fisik antara konsumen dengan karyawan bank dalam internet banking
menyebabkan situasi yang unik, sehingga kepercayaan dari konsumen adalah yang
terpenting bagi bank, Untuk membangun hubungan jangka panjang dengan nasabahnya
maka bank harus selalu berkomunikasi dengan nasabahnya sehingga nasabah merasa
aman dan percaya terhadap bank tersebut karena nasabah dapat dengan mudah
memperoleh informasi yang mereka inginkan dari bank tersebut. Pada tahap dimana
suatu web site dapat mempertinggi komunikasinya (communication) yang meliputi
openness, speed of response dan quality of information akan mempengaruhi kemampuan
situs tersebut untuk memenuhi kebutuhan pengguna internet (Purnama et al., 2019)
Kepercayaan secara jelas sangat bermanfaat dan penting untuk membangun
relationship, walaupun menjadi pihak yang terpercaya perbankan tidak mudah untuk
meraihnya dan memerlukan usaha bersama, keyakinan satu pihak (konsumen) pada
keamanan data pribadi (security), adanya ruang privasi (privacy), dan unsur etika (ethic)
pada pihak bank akan memberikan nilai lebih. Nilai-nilai yang terkandung dalam suatu
produk merupakan hal mendasar untuk mengembangkan kepercayaan. Pihakpihak dalam
relationship yang memiliki perilaku, tujuan dan kebijakan yang sama akan
mempengaruhi kemampuan mengembangkan kepercayaan. Pihak-pihak yang terlibat
sulit untuk saling percaya apabila ide masing-masing pihak tidak konsisten. Maka dari
itu untuk menumbuhkan kepercayaan mutlak dibutuhkan shared value (nilai lebih)
(Talahatu, 2013)
Maka dari itu penulis sangat tertarik untuk melihat perbandingan perbankan digital
dengan perbankan konvensional yang menerapkan sistem tradisional dengan judul
Analisa Perbandingan Penerapan Bank Digital Dan Konvensional Terhadap
Transformasi Digital Di Indonesia (Studi Literatur pada Bank BCA, Bank Mandiri, Bank
Neo dan Bank Jenius).
1.2 Rumusan Masalah Working Paper :

Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis membuat rumusan masalah sebagai
berikut:
1. Apakah Bank Konvensional penerapan tradisional di indonesia lebih mendominasi
daripada bank digital ?
2. Apakah kinerja keuangan perbankan konvensional biasa lebih baik daripada bank
digital ?
3. Apakah bank digital di indonesia masih belum layak ?

3
1.3 Tujuan Working Paper

Tujuan dari penyusunan working paper ini adalah :


1. Untuk mengetahui kesiapan digital perbankan digital di Indonesia.
2. Membuktikan bahwa bank konvensional dengan penerapan tradisional lebih
mendominasi daripada bank digital.
3. Untuk mengetahui perbandingan kinerja keuangan perbankan konvensional dan
perbankan digital.
4. Untuk mengetahui kelayakan perbankan digital.

4
BAB 2

ANALISIS DAN SINTESIS

2.1 Analisis Keterkaitan Literatur Kebijakan Penerapan Digital Perbankan Indonesia

Maraknya perbankan digital saat ini masih banyak yang belum memenuhi badan
hukum sesuai perundang-undangan di indonesia, maka dari itu pemenuhan kewajiban
persyaratan sesuai ketentuan sangat lah di perlukan, disamping untuk memberikan faktor
keamanan dan kenyamanan nasabah, perbankan juga harus dapat dipercaya, maka dari
itu berikut adalah analisis keterkaitan literatur kebijakan penerapan perbankan digital
yang ada di Indonesia : (RI, 2008)
A. Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik nomor 11 tahun 2008
Penggunaan fasilitas perbankan akan terus meningkat yang dikarenakan
kebutuhan dari nasabah yang juga kian meningkat akibat perkembangan teknologi
informasi. Pasal 4 UU ITE, “Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi
Elektronik dilaksanakan dengan tujuan untuk:
a) Mencerdaskan kehidupan bangsa sebagai bagian dari masyarakat informasi
dunia;
b) Mengembangkan perdagangan dan perekonomian nasional dalam rangka
meningkatkan kesejahteraan masyarakat;
c) Meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan publik;
d) Membuka kesempatan seluas-luasnya kepada setiap orang untuk memajukan
pemikiran dan kemampuan di bidang penggunaan dan pemanfaatan teknologi
informasi seoptimal mungkin dan bertanggung jawab; dan
e) Memberikan rasa aman, keadilan, dan kepastian hukum bagi pengguna dan
penyelenggaraan teknologi informasi.”
Bank sebagai pelaku usaha penyedia aplikasi internet banking, maka perlu
menperhatikan mengenai privacy atau keamanan dari data pribadi nasabahnya.
Ditinjau dari Pasal 28G ayat (1) UUD 1945 yang menyatakan:
“Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan,
martabat, dan harta benda yang dibawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa
aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat sesuatu yang
merupakan hak asasi.”
Dalam Pasal 29 ayat (4) UU Perbankan menyatakan “Untuk kepentingan
nasabah, bank wajib menyediakan informasi mengenai kemungkinan timbulnya
risiko kerugian sehubungan dengan transaksi nasabah yang dilakukan melalui bank.”
Hal ini dikarenakan bank mendapatkan sumber dana dari masyarakat yang kemudian
disetor ke bank didasari dengan kepercayaan. Penerapan aturan ini sangat penting
diterapkan bagi perbankan untuk memberikan perlindungan hukum kepada nasabah
mereka karena bank harus bertindak lebih aktif dalam membagikan informasi kepada
nasabah terkait dengan ancaman kerugian dalam penggunaan internet banking.
Memperkuat peran Pemerintah dalam memberikan perlindungan dari segala jenis

5
gangguan akibat penyalahgunaan informasi dan transaksi elektronik dengan
menyisipkan kewenangan tambahan pada ketentuan Pasal 40:
a) Pemerintah wajib melakukan pencegahan penyebarluasan Informasi Elektronik
yang memiliki muatan yang dilarang;
b) Pemerintah berwenang melakukan pemutusan akses dan/atau memerintahkan
kepada Penyelenggara Sistem Elektronik untuk melakukan pemutusan akses
terhadap Informasi Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar hukum.

B. Masterplan sektor jasa keuangan di indonesia tahun 2021-2025


Masterplan merupakan dokumen perencanaan kedepan baik itu jangka panjang
atau jangka pendek, Arah kebijakan ke depan tersebut dituangkan dalam Master Plan
Sektor Jasa Keuangan Indonesia (MPSJKI). MPSJKI berisikan kerangka dasar arah
strategis pengembangan SJK terintegrasi dan komprehensif yang berfungsi sebagai
pedoman pengembangan SJK untuk menciptakan industri keuangan yang stabil,
kontributif dan inklusif dalam mendukung pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Secara umum, pilar kontributif diimplementasikan melalui pendanaan
infrastruktur dan sektor ekonomi prioritas antara lain pariwisata, perumahan,
perkebunan sawit, industri berorientasi ekspor dan ekonomi kreatif; peningkatan
peran SJK dalam mendukung kegiatan ekonomi melalui penguatan permodalan dan
pemberdayaan peran asosiasi; pengembangan produk dan layanan SJK serta
peningkatan inklusi dan literasi keuangan; dan penguatan SJK syariah antara lain
dengan pendirian Bank Wakaf Mikro (BWM) untuk mendorong peningkatan
pemerataan akses keuangan dan kesejahteraan masyarakat terutama di kawasan
sekitar pondok pesantren. (Otoritas Jasa Keuangan, 2020b, p. 11) Pilar stabil
diimplementasikan dengan penguatan pengawasan SJK antara lain melalui
pengawasan terintegrasi, penegakan hukum, penerapan protokol manajemen krisis
dan penataan SJK sesuai dengan standar internasional. Pilar inklusif dilaksanakan
dengan pengembangan potensi ekonomi daerah antara lain dengan penerbitan
pengaturan Perusahaan Efek Daerah; perluasan akses keuangan antara lain dengan
pengaturan dan pengawasan Fintech Peer-to-Peer (P2P) Lending, Layanan
Keuangan Tanpa Kantor dalam rangka Keuangan Inklusif (Laku Pandai), Inovasi
Keuangan Digital (IKD) dan Equity Crowdfunding (ECF) dan perlindungan
konsumen.
Kerangka Struktural 2021-2025: meningkatkan Ketahanan dan Daya Saing
Penguatan Ketahanan dan Daya Saing, pengembangan Ekosistem Jasa Keuangan,
akselerasi Transformasi Digital. Seiring dengan perubahan gaya hidup dan
kebutuhan konsumen yang mengedepankan layanan non-fisik/digital ditambah
dengan Adaptasi Kebiasaan Baru (AKB) selama pandemi Covid-19 yang
menyebabkan terbatasnya ruang gerak fisik manusia, semakin mempertegas urgensi
untuk mengakselerasi transformasi dan ekosistem digital ekonomi dan keuangan.
Peningkatan layanan melalui kanal digital menjadi salah satu fokus pengembangan
yang dilakukan oleh beberapa industri yang telah siap beradaptasi dengan kebutuhan
konsumen. Sebagai regulator, OJK mendukung percepatan transformasi dan
pengembangan ekosistem digital di SJK melalui kebijakan yang akomodatif.
(Otoritas Jasa Keuangan, 2020b, p. 24)

6
C. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Nomor 12/POJK.03/2021 tentang
Penyelenggaraan Perbankan Digital oleh Bank Umum
Pada pasal 3 menerangkan Bank menyelenggarakan Layanan Perbankan
Elektronik dengan memanfaatkan saluran distribusi (delivery channel), pasal 4 Bank
yang menyelenggarakan Layanan Perbankan Elektronik sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 3 wajib termasuk dalam kelompok Bank Umum berdasarkan kegiatan
usaha sebagaimana diatur dalam ketentuan Otoritas Jasa Keuangan, Indonesia
menganut sistem negara hukum, yang berdasar pada asas legalitas, dengan sistem
pembagian kekuasaan pada pelaksanaan pemerintahan. pemerintah pusat yakni
Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara
Republik Indonesia yang dibantu oleh wakil presiden dan menteri yang diamanatkan
dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Izin sebagai
instrumen yang bisa dipakai dalam hukum administrasi, yang dimaksudkan suatu
mempengaruhi para warganya, agar supaya mau mengikuti yang dianjukan guna
mencapai tujuan yang konkrit (Kotijah, n.d., p. 19)
Didalam bagian ketiga mengenai tata cara permohonan persetujuan layanan
perbankan elektronik/digital, penerapan pengajuan pada dasarnya telah diatur
didalam kebijakan, fungsi skema tersebut dibuat agar pelayanan digital sejalan dan
terarah.

Gambar 3 Gambar tata cara perbankan digital


Sumber: Hasil Analisa 2022

Tata cara untuk mendirikan badan hukum bank digital telah diatur di dalam
peraturan OJK, untuk yang pertama dipastikan rencana penerbitan produk layanan
perbankan elektronik dalam rencana bisnis bank, yang kedua sebagai pemohon bank
menerbitkan produk layanan elektronik /digital yang bersifat transaksional wajib
memperoleh persetujuan OJK, yang ketiga memperoleh persetujuan OJK dengan
mengajukan permohonan persetujuan produk hukum layanan perbankan digital,

7
yang keempat permohonan produk layanan dengan administrasi dokumen dengan
bukti kesiapan untuk penyelenggaraan layanan perbankan elektronik yang paling
sedikit memuat :
1. Struktur organisasi yang mendukung termasuk pengawasan dari pihak
manajemen;
2. Kebijakan, sistem, prosedur, dan kewenangan dalam penerbitan produk layanan
perbankan elektronik;
3. Kesiapan infrastruktur teknologi informasi untuk mendukung produk layanan
perbankan elektronik;
4. Hasil analisis dan identifikasi risiko yang melekat pada produk layanan
perbankan elektronik;
5. Kesiapan penerapan manajemen risiko khususnya pengendalian pengamanan
(security control) untuk memastikan terpenuhinya prinsip kerahasiaan
(confidentiality), integritas (integrity), keaslian (authentication), tidak dapat
diingkari (non repudiation), dan ketersediaan (availability);
6. Hasil analisis bisnis mengenai proyeksi produk layanan perbankan elektronik
baru yang diterbitkan pada periode 1 (satu) tahun mendatang; dan
7. Dokumen pendukung lain dalam hal diperlukan
Selanjutnya penyampaian permohonan persetujuan harus dilengkapi dengan
hasil pemeriksaan dari pihak independen untuk memberikan pendapat atas
karakteristik produk dan kecukupan pengamanan sistem Teknologi Informasi terkait
produk serta kepatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan di
Indonesia, dan/atau praktik atau standar yang berlaku secara nasional maupun
internasional, Harus diajukan kepada otoritas jasa keuangan paling lambat 2 (dua)
bulan sebelum implementasi, dan Bank yang menyelenggarakan Layanan Perbankan
Elektronik wajib memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan Otoritas Jasa
Keuangan dan/atau otoritas terkait, dipertegas di dalam pasal 24 Bank BHI yang
beroperasi sebagai Bank Digital) harus memenuhi persyaratan:
a. Memiliki model bisnis dengan penggunaan teknologi yang inovatif dan aman
dalam melayani kebutuhan nasabah;
b. Memiliki kemampuan untuk mengelola model bisnis perbankan digital yang
pruden dan berkesinambungan;
c. Memiliki manajemen risiko secara memadai;
d. Memenuhi aspek tata kelola termasuk pemenuhan direksi yang mempunyai
kompetensi di bidang teknologi informasi dan kompetensi lain sesuai dengan
ketentuan OJK mengenai penilaian kemampuan dan kepatutan bagi pihak utama
lembaga jasa keuangan;
e. Menjalankan perlindungan terhadap keamanan data nasabah; dan
f. Memberikan upaya yang kontributif terhadap pengembangan ekosistem
keuangan digital dan/atau inklusi keuangan.
2.2 Analisis Identifikasi Umum Digital Perbankan

Menurut Kominfo Masyarakat yang sudah aware dengan internet baru mencapai 40
juta penduduk atau 20% dari jumlah penduduk keseluruhan Sementara jumlah penduduk
Indonesia sekira 200 juta lebih, kehidupan digital menjadi aktivitas yang biasa, dalam
8
berbelanja maupun bertransaksi, dari 40 juta penduduk tersebut dapat dilihat untuk
penggunaan layanan perbankan digital itu sendiri pada gambar dibawah ini melihat
transaksi yang ada di sepanjang tahun 2015 – 2021 :

5.000.000.000

4.500.000.000

4.000.000.000

3.500.000.000

3.000.000.000

2.500.000.000

2.000.000.000

1.500.000.000

1.000.000.000

500.000.000

-
Tahun 2015 Tahun 2016 Tahun 2017 Tahun 2018 Tahun 2019 Tahun 2020 Tahun 2021

Tunai Belanja Transfer Elektronik

Gambar 4 Transaksi Sepanjang tahun 2015-2021


Sumber : Data Bank Indonesia tahun 2022

Dari data diatas menunjukan sepanjang tahun 2015 hingga 2021 mengalami
fluktuasi transaksi elektronik, jika dibandingkan dengan tunai perbandingannya hingga
50%, menurut (Tarantang et al., 2019, p. 14) dengan adanya sistem transfer elektronik
ini juga dapat meminimalisir terjadinya inflasi di negeri ini akibat banyaknya uang yang
beredar di masyarakat. Tentunya perkembangan sistem pembayaran digital ini harus
diawasi agar tidak terkandung unsur maisir, ghoror, dan riba. Serta dengan adanya sistem
perkembangan sistem digital di era revolusi industri 4.0 ini, dapat membantu tercapainya
tujuan syariah untuk kemaslahatan masyarakat.
Dasar hukum yang mengatur mengenai transaksi elektronik adalah Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Transaksi elektronik adalah perbuatan hukum yang dilakukan dengan menggunakan
komputer, jaringan komputer, dan/atau media elektronik lainnya. Dari pengertian
tersebut dapat ditarik dua hal penting dalam transaksi elektronik, yaitu adanya perbuatan
hukum dan adanya penggunaan media elektronik. Jadi, secara sederhana dapat
disimpulkan bahwa transaksi elektronik digital banking yang dilakukan oleh nasabah
merupakan salah satu perbuatan hukum, sedangkan penggunaan media elektronik
menunjukkan bahwa dalam transaksi elektronik digital banking segala sesuatunya tidak
lagi menggunakan dokumen-dokumen konvensional, seperti kertas dan pena, tetapi
sudah beralih menggunakan dokumen elektronik.

Dalam buku yang berjudul ‘e-Banking’, Otoritas Jasa Keuangan Republik Indonesia
menyebutkan bahwa bentuk-bentuk layanan e-Banking yang dapat digunakan pada bank
konvensional dan bank syariah yaitu:

9
1. ATM (Automated Teller Machine)
2. EDC (Electronic Data Capture)
3. Internet banking
4. SMS banking
5. Mobile banking
6. e-Commerce
7. Phone banking
8. Video banking.

7.000.000.000
6.000.000.000
5.000.000.000
4.000.000.000
3.000.000.000
2.000.000.000
1.000.000.000
-
Tahun Tahun Tahun Tahun Tahun Tahun Tahun
2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021

Jumlah Instrumen

Gambar 5 Jumlah Uang Elektronik Beredar


Sumber : Data Bank Indonesia tahun 2022

Pembayaran menggunakan uang elektronik dalam berbagai bentuk semakin menjadi


pilihan yang disukai karena kemudahan, efektivitas, dan efisiensinya. Secara ekonomi,
teori kuantitas uang yang dikemukakan mantan ekonom Amerika Serikat Irving
Fisher menjelaskan ini bisa terjadi karena inflasi meningkat seiring dengan tingginya
peredaran uang. Ketika jumlah uang yang beredar bertambah lebih cepat dibanding
dengan persediaan barang yang ada di pasar, maka harga barang-barang akan meningkat.
Pada akhirnya, peningkatan transaksi menggunakan uang elektronik bisa meredam
kenaikan harga karena akan menurunkan jumlah uang tunai (koin dan kertas) yang
beredar. Transaksi non-tunai tidak hanya memberikan kenyamanan, penghematan waktu
transaksi, dan potongan harga dari promosi yang diadakan perusahaan layanan tersebut
bagi pengguna, tetapi ternyata juga dapat membantu ekonomi negara. Selain menahan
laju inflasi, misalnya, penurunan jumlah uang tunai yang beredar akan mempengaruhi
tingkat suku bunga di pasar uang.
Ketika masyarakat memilih menggunakan alat pembayaran non tunai yang dibarengi
dengan penyimpanan uang di perusahaan teknologi finansial yang menyediakan layanan
tersebut, biaya pinjaman perbankan jadi lebih kompetitif dan menarik karena persaingan
berbagai perusahaan dan layanan.
Ini mendorong investasi dan juga dapat meningkatkan produksi barang dan jasa
nasional – yang semakin berkontribusi juga terhadap penekanan laju inflasi karena suplai
barang meningkat. Selain itu, penggunaan uang elektronik juga membantu
pemerintah menekan produksi uang tunai.

10
Pada akhirnya ini menghemat biaya ongkos percetakan uang, mengurangi peredaran
uang palsu di masyarakat, serta mempercepat kebijakan digitalisasi sistem pembayaran
yang pada akhirnya mendukung pemulihan laju pertumbuhan ekonomi nasional di tengah
krisis akibat pandemi.
2.3 Analisis Rasio Keuangan Perbankan Digital dan Konvensional

Setiap jenis usaha atau perusahaan mempunyai catatan laporan keuangan yang
berguna untuk menguji dan mengetahui serta menilai kondisi dan posisi keuangan
perusahaan tersebut. “Laporan keuangan adalah laporan yang menunjukkan kondisi
keuangan perusahaan pada saat ini atau dalam suatu periode tertentu”, Analisis laporan
keuangan sangat bergantung pada informasi yang diambil dari laporan keuangan.
Menurut (A.Sultoni, et. al., 2018, p. 10) “Laporan keuangan merupakan ringkasan dari
suatu proses pencatatan. Merupakan ringkasan dari transaksi-transaksi keuangan yang
terjadi selama tahun buku yang bersangkutan, Menurut Ikatan Akuntansi Indonesia,
mendefinisikan laporan keuangan sebagai berikut: Laporan keuangan merupakan bagian
dari proses pelaporan keuangan. Laporan keuangan yang lengkap biasanya meliputi
neraca, laporan rugi/laba, laporan perubahan posisi keuangan (yang dapat disajikan
dalam berbagai cara seperti misalnya sebagai laporan arus kas atau laporan arus dana),
catatan dan laporan lain serta materi penjelasan yang merupakan bagian dari laporan
keuangan. Berikut adalah identifikasi 142 rasio keuangan yang telah diambil dari data
laporan pertahunan pada tahun 2020 – 2021 :

11
Tabel 1 Rasio Keuangan Perbankan

Rasio Keuangan
Rasio Aset
Rasio Aset produktif produktif
Nama Bank Rasio KPMM bermasalah dan aset bermasalah Rasio CKPN NPL GROSS NPL Net
non- produktif terhadap total
aset produktif
2020 2021 2020 2021 2020 2021 2020 2021 2020 2021 2020 2021
Bank Digital

BANK NEO 29,35% 32,78% 5,16% 4,42% 4,33% 3,67% 4,52% 3,34% 4,32% 4,05% 1,63% 2,67%
BANK JENIUS 25,51% 27,19% 0,44% 0,55% 0,68% 0,92% 0,77% 1,63% 0,78% 1,15% 0,45% 0,53%
Bank Konvensional

BANK BCA 23,80% 25,83% 0,85% 0,93% 0,98% 0,82% 1,89% 2,78% 1,34% 1,79% 0,47% 0,74%
BANK MANDIRI 21,39% 19,90% 1,68% 1,91% 2,15% 2,36% 5,36% 2,88% 2,39% 3,29% 0,43% 0,84%

Rasio Keuangan
Nama Bank ROA ROE NIM BOPO CIR LDR
2020 2021 2020 2021 2020 2021 2020 2021 2020 2021 2020 2021
Bank Digital

BANK NEO 0,37% 0,34% 2,27% 1,62% 4,86% 4,03% 96,71% 97,24% 108,95% 109,46% 94,14% 92,95%
BANK JENIUS 1,29% 1,01% 7,05% 5,68% 4,79% 4,44% 89,71% 91,72% 75,57% 75,66% 171,28% 138,17%
Bank Konvensional

BANK BCA 4,02% 3,32% 17,97% 16,54% 6,24% 5,70% 59,09% 63,45% 41,33% 37,43% 80,47% 65,77%
BANK MANDIRI 3,03% 1,64% 15,08% 9,36% 5,46% 4,48% 64,44% 80,03% 42,25% 22,89% 96,37% 82,95%
Sumber :
1 Laporan Keuangan Konsolidasi PT BANK BTPN TBK 31 Desember 2021 dan 2020 (Bank Jenius)
2 Laporan Keuangan Konsolidasi PT BANK NEO COMMERCE TBK 31 Desember 2020 dan 2021 (Bank Neo)
3 Laporan Keuangan Konsolidasi PT BANK CENTRAL ASIA TBK 31 Desember 2020 dan 2021 (Bank BCA)
4 Laporan Keuangan Konsolidasi PT BANK MANDIRI PERSERO 31 Desember 2020 dan 2021 (Bank Mandiri)

12
Dalam menganalisis dan menilai posisi keuangan serta seberapa jauh kesanggupan
bank dalam memperoleh keuntungan atau laba maka diperlukan keefektifan kegiatan
operasional atau kinerja bank, yang dapat diketahui dari rasio profitabilitas bank (Fernos,
2017) dari data tabel 1 diatas terdapat 12 rasio kepungan perbandingan antara bank digital
yaitu Bank neo oleh pt bank neo commerce dan bank jenius oleh PT bank BTPN, dan
untuk bank konvensional yaitu bank BCA dan Bank mandiri, dalam rasio ketentuan
penyediaan modal minimum (KPMM) bank digital dan konvensional dapat di katakan
sehat lebih dari 14%, namun bank konvensional lebih kecil dari pada bank digital salah
satunya bank mandiri ini memungkinkan bahwa adanya resiko pada bank mandiri
sebagai konvensional memiliki resiko paling besar dari pada bank digital.
Capital Adequacy Ratio CAR merupakan variabel control yang mempengaruhi
profitabilitas yang didasarkan hubungannya dengan tingkat risiko bank. Dengan tingkat
kecukupan modal atau kemampuan modal yang cukup maka dapat digunakan untuk
meredam timbulnya risiko. CAR merupakan indikator terhadap kemampuan bank untuk
menutupi penurunan aktivitasnya sebagai akibat dari kerugian- kerugian bank yang
disebabkan oleh aktiva berisiko. Semakin besar rasio Capital Adequacy Ratio (CAR),
maka akan semakin rendah kemungkinan timbulnya bank bermasalah dan juga dapat
meningkatkan kepercayaan terhadap masyarakat. Dengan semakin rendah kemungkinan
timbulnya bank bermasalah, maka semakin besar pula tingkat profitabilitas suatu bank.
Dengan demikian, semakin besar rasio CAR maka semakin besar pula profitabilitas suatu
bank sehingga dapat disimpulkan bahwa CAR berpengaruh signifikan positif terhadap
profitabilitas bank. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh (Pangestuti &
Diponegoro, 2020) yang menyatakan bahwa rasio CAR berpengaruh positif terhadap
profitabilitas bank.
Selanjutnya dalam Rasio Aset produktif bermasalah dan aset non- produktif, dimana
bank digital yaitu bank neo lebih tinggi risikonya, sedangkan bank jenius memiliki resiko
leih rendah, namun pada bank konvensional yaitu BCA dan mandiri memiliki resiko
lebih rendah aset beresiko keduanya, artinya semakin besar persentase maka semakin
banyak porsi aset yang bermasalah, selanjutnya aset produktif bermasalah dari
perbandingan aset produktif yang memiliki tingkat asetnya bank neo ditahun 2020
sebesar 4,33% namun pada tahun 2021 sebesar 3,67% masih mendominasi lebih tinggi
lebih rentan dari pada bank jenius, bank BCA dan bank Mandiri dengan rata-rata 1%.
Rasio CKP adalah perbandingan cadangan kerugian yang diantisipasi oleh bank
dalam penanaman modal pada aset produktif bermasalah, pada hasil rasio yang telah di
rangkum lagi-lagi untuk bank neo memiliki persentase lebih besar dari pada ke 3 bank
yang memiliki rata-rata 1%, dapat disimpulkan bahwa jika semakin besar maka kredit
macet gagal bayar semakin tinggi, sedangkan semakin kecil membebani keuntungan
bank dan menurunkan cadangan resiko.
Rasio NPL menunjukkan kemampuan manajemen bank dalam mengelola kredit
bermasalah yang diberikan oleh bank. Semakin tinggi rasio NPL maka semakin buruk
kualitas kredit yang menyebabkan jumlah kredit bermasalah semakin besar sehingga
dapat menyebabkan kemungkinan suatu bank dalam kondisi bermasalah semakin besar.
Maka dalam hal ini semakin tinggi rasio NPL maka semakin rendah profotabilitas suatu
bank. kualitas NPL gross jenius lebih baik sebesar 0,78% ditahun 2020, dan 1,15% di

13
tahun 2021, dari pada bank neo, bank BCA dan Bank Mandiri, sejalan dengan NPL Net
yang ada bank jenius lebih mendominasi dari pada bank konvensional.
Net Interest Margin (NIM), Rasio NIM digunakan untuk mengukur kemampuan
manajemen bank dalam mengelola aktiva produktif nya untuk menghasilkan pendapatan
bunga bersih. Pendapatan bunga bersih diperoleh dari pendapatan bunga dikurangi beban
bunga. Semakin besar rasio ini maka akan meningkatkan pendapatan bunga atas aktiva
produktif yang dikelola bank sehingga kemungkinan suatu bank dalam kondisi
bermasalah semakin kecil atau tingkat profitabilitas nya semakin besar.
Return of assets ROA merupakan alat untuk mengetahui besarnya tingkat efektiftas
bank di dalam mendatangkan laba atau profit dengan memanfaatkan semua asset yang
dimiliki (Afriyeni & Fernos, 2018), ROE yaitu tingkat pemulangan modal bank, yang
digunakan untuk mengukur kemampuan bank dengan mengendalikan modal yang
dimiliki untuk menghasilkan keuntungan, Dari data diatas ROA dan ROE menunjukan
bahwa bank konvebsional memiliki tingkat return lebih besar dari pada bank digital,.
BOPO (Belanja Operasional terhadap Pendapatan Operasional) menilai semakin tinggi
efisiensi operasional yang dicapai bank, berarti semakin efisien aktivitas bank dalam
menghasilkan keuntungan. Hal ini dapat disimpulkan bahwa semakin besar rasio BOPO,
maka kemungkinan bank dalam kindisi bermasalah juga semakin besar sehingga
profitabilitas bank menurun. Hal ini sesuai dengan penelitian Wisnu Mawardi (2005) dan
Yuliani (2007) bahwa BOPO memiliki pengaruh signifikan negatif terhadap
profitabilitas. Dari data tabel rasio keuangan efektifitas yang ada di bank digital lebih
mendominasi dengan rata-rata 80% dari pada bank konvensional dengan rata-rata hanya
65%.
LDR (Loan to Deposits Ratio) adalah rasio yang mengukur kemampuan bank dalam
memenuhi kewajiban jangka pendek (bisa disebut likuiditas) dengan membagi total kredit
terhadap total Dana Pihak Ketiga (DPK). Likuiditas perbankan perlu dikelola guna
memenuhi kebutuhan saat nasabah mengambil dananya dan menyalurkan pinjaman (kredit)
kepada peminjam (debitur). Bank digital dalam pemenuhan kemampuan kewajiban jangka
pendeknya lebih besar dari pada bank konvensional, bank neo pada tahun 2020 sebesar
94,14% di tahun 2021 109,46%, Bank jenius tahun 2020 sebesar 171,28%, sedangkan tahun 2021
138,17%, namun pada bank konvensional BCA dan mandiri rata-rata sebesar 80%.

Dari kesimpulan diatas rasio keuangan perbankan digital lebih besar dari bank
konvensional, inovasi digital banking memberikan kontribusi untuk mendukung lembaga
keuangan perbankan dalam meningkatkan menguntungkan perusahaan, mulai dari
keuntungan bersih yang dihasilkan dari penggunaan aktiva, keuntungan bersih yang
dihasilkan bagi pemiliknya, dan kinerja yang efisiensi dengan menekan biaya operasional
serta meningkatkan pendapatan operasionalnya. Di beberapa negara maju, digital
banking memberikan kontribusi meningkatkan kinerja perbankan, sejalan dengan
penelitian ini yang menunjukkan bahwa Indonesia sebagai negara berkembang, inovasi
digital banking juga meningkatkan kinerja perbankan di Indonesia (Susanti, 2019, p. 63).
2.4 Peran Accounting dan Controlling sektor perbankan

Pengendalian Internal dan Peran Pentingnya dalam Sistem Informasi Akuntansi


menyatakan bahwa pengendalian (control) merupakan proses mempengaruhi atau

14
mengarahkan sebuah aktivitas, objek, organisasi atau sistem. Dalam SIA salah satu
tujuanya adalah membantu manajemen dalam mengarahkan atau mengendalikan
organisasi bisnis. American Institute of Certified Public Accountants (AICPA)
mendefinisikan Sistem Pengendalian Internal (SPI) meliputi struktur organisasi, semua
metode dan ketentuan-ketentuan yang terkoordinasi yang dianut perusahaan untuk
melindungi harta kekayaan, memeriksa ketelitian, dan memeriksa seberapa jauh data
akuntansi dapat dipercaya meningkatkan efisiensi usaha dan mendorong ditaati nya
kebijakan perusahaan yang telah ditetapkan.
Committee of Sponsoring Organizations of the Treadway Commissions (COSO)
dalam (Handayani, 2019) memberikan definisi bahwa pengendalian internal sebagai
suatu proses yang dijalankan oleh dewan komisaris, manajemen, dan personil lain yang
didesain untuk memberikan keyakinan yang memadai tentang pencapaian tiga kelompok
tujuan utama yaitu efektivitas dan efisiensi operasi, keandalan pelaporan keuangan dan
kepatuhan terhadap hukum yang berlaku. Sistem Pengendalian Internal (SPI) terdiri atas
berbagai kebijakan dan prosedur yang ditetapkan perusahaan untuk mencapai tujuan
umum sebagai berikut:
1. Menjaga aktiva perusahaan;
2. Memastikan keandalan dan akurasi informasi akuntansi;
Sistem kontrol internal harus memenuhi peraturan Bank Indonesia; memenuhi
aturan internal bank yang ditetapkan oleh dewan pengawas dan manajemen;
menggunakan informasi finansial dalam proses pelaporan yang komprehensif, akurat dan
terbaru; mampu mendukung manajemen dalam membuat keputusan untuk menerima
atau menurunkan risiko; membangun budaya pelaporan berbasis risiko diseluruh bank.
Menurut Murtanto (2005:3) yang di kutip dari pernyataan COSO (the Commitee of the
Sponsoring Organizations) 5 komponen Internal Control adalah :
1. Lingkungan Pengendalian Lingkungan pengendalian menetapkan warna organisasi,
yang mempengaruhi kesadaran orang-orangnya terhadap pengendalian. Faktor-
faktor lingkungan pengendalian meliputi integritas, nilai etika, dan kompetensi
orang entitas tersebut; filosofi manajemen dan gaya operasi; cara manajemen
memberi tanggungjawab dan wewenang mengorganisasi dan mengembangkan
orang-orangnya; dan perhatian serta arah yang diberikan oleh dewan direktur.
2. Penaksiran Risiko Setiap entitas menghadapi berbagai risiko dan sumber internal
dan eksternal yang harus Penaksiran risiko merupakan identifikasi dan analisis
risikio relevan pada pencapaian tujuan, yang membentuk basis untuk menentukan
bagaimana risiko harus dikelola. Karena kondisi perekonomian dan politik terus
mengalami perubahan, mekanisme diperlukan untuk mengidentifikasi dan
menangani risiko khusus yang berkaitan dengan perubahan.
3. Aktivitas Pengendalian Aktivitas pengendalian terjadi pada seluruh organisasi, pada
seluruh level dan seluruh fungsi. Aktivitas pengendalian membantu meyakinkan
bahwa tindakan yang diperlukan telah diambil dalam menghadapi risiko sehingga
tujuan entitas dapat tercapai. Aktivitas ini meliputi berbagai kegiatan dengan
persetujuan pemberian wewenang verifikasi, rekonsiliasi, tinjauan kinerja operasi,
keamanan aset dan pemisahan tugas.

15
4. Informasi dan Komunikasi Informasi yang berlaku harus diidentifikasi, diperoleh,
dan dikomunikasikan dalam suatu bentuk dan kerangka waktu yang memungkinkan
orang untuk melaksanakan tanggung jawab mereka. Sistem informasi tidak hanya
berkenaan dengan data yang dihasilkan secara internal saja, tapi juga dari pihak
eksternal yang diperlukan untuk pengambilan keputusan bisnis. Komunikasi yang
efektif juga terjadi dalam arti yang lebih luas, yang mengalir ke bawah, melintasi
dan naik pada organisasi. Semua personil harus menerima pesan yang jelas dari
manajemen tertinggi bahwa tanggung jawab pengendalian harus dilaksanakan secara
sungguh-sungguh.
5. Monitoring Seluruh sistem internal control harus dimonitor, suatu proses yang
menilai kualitas kinerja sistem dalam waktu tertentu. Ini dilaksanakan melalui
kegiatan pemantauan terus menerus, evaluasi terpisah atau kombinasi dari keduanya.
2.5 Manajemen Resiko Digital Perbankan

Suatu ketidakpastian tentunya akan selalu dihadapi oleh setiap entitas organisasi/
perusahaan baik di sektor manufaktur maupun sektor jasa. Ketidakpastian yang dihadapi
tersebut bisa berbentuk peluang atau ancaman di dalam usaha mencapai tujuan dan
sasaran yang ditetapkan. Sumber ketidakpastian ini bisa berasal dari lingkungan internal
maupun eksternal organisasi. Ancaman dan peluang yang merupakan manifestasi dari
bentuk ketidakpastian ini disebut dengan risiko apabila tidak dikelola dengan baik dapat
menjadi gangguan dalam mencapai tujuan dan sasaran organisasi.
Menurut ISO 31000 (2018) dinyatakan bahwa risiko adalah ketidakpastian yang
berdampak pada sasaran. Dari definisi ini, terdapat beberapa hal yang memerlukan
pemahaman lebih mendalam:
1. Sasaran (objectives); sasaran yang akan dicapai oleh suatu organisasi dapat
berbentuk sasaran finansial, sasaran produksi, sasaran penjualan, dan lain-lain.
Sasaran ini juga mempunyai berbagai macam bentuk dan kategori, yang dalam
penerapannya dapat disesuaikan dengan tingkat organisasi. Oleh karena itu setiap
2. Organisasi harus memiliki sasaran yang jelas, agar dalam mengidentifikasi dan
mengelola potensi risiko yang dimilikinya dapat dilakukan dengan benar.
3. Ketidakpastian (uncertainty); yaitu adanya kekurangan (ketidakjelasan) informasi
mengenai sesuatu, seberapa besar tingkat kemungkinan terjadinya, serta berapa
besar dampaknya terhadap sasaran.
4. Dampak (effect); yaitu penyimpangan (deviasi) dari sasaran yang diharapkan.
Penyimpangan disini adalah penyimpangan yang tidak hanya negatif, namun juga
bisa penyimpangan yang positif, atau bahkan bisa keduanya.
Berdasarkan penjelasan tersebut tentunya bisa diketahui bahwa terdapat perbedaan
antara risiko dengan masalah. Risiko adalah peristiwa yang belum (mungkin) terjadi yang
memiliki potensi dampak terhadap sasaran. Dan dampak tersebut bisa mungkin positif
dan mungkin pula negatif. Sedangkan masalah didefinisikan sebagai suatu peristiwa yang
telah terjadi dan mempunyai dampak negatif terhadap sasaran. Dampak negatif ini jika
tidak dapat ditangani dengan baik, bisa mengakibatkan krisis bahkan bisa berubah
menjadi bencana (Susilo & Victor, 2019).

16
Cara penanganan risiko dengan masalah juga memiliki perbedaan. Penanganan
risiko dilakukan dengan manajemen risiko yang memiliki dua aspek, yaitu: 1. mitigasi
kemungkinan terjadinya peristiwa yang berisiko; 2. melakukan mitigasi dampak, yaitu
melakukan antisipasi untuk mengatasi dampak apabila peristiwa yang berisiko tersebut
terjadi. Sedangkan penanganan masalah harus dilakukan secepat mungkin saat ini juga,
dan sifatnya mitigasi bencana.
Jika dampaknya besar, harus dilakukan manajemen krisis yang lengkap dengan
krisis center-nya serta upaya-upaya lainnya. Selain pembahasan atribut kemungkinan dan
dampak pada risiko, terdapat dua hal lain yang juga perlu diperhatikan yaitu velositas
risiko (risk velocity) dan persistensi risiko (risk persistence). Velositas risiko untuk
mengetahui indikasi seberapa cepat waktu mulai dari suatu risiko hingga dampaknya
mulai terasa terhadap pencapaian sasaran.
Kegagalan bank selama krisis mungkin telah mendistorsi data akuntansi dan
menutupi masalah signifikan dalam industri perbankan AS. FDIC melaporkan hanya
empat dari lebih dari 5.000 bank AS yang gagal pada tahun 2020, termasuk satu
kegagalan pada 14 Februari sebelum COVID-19 memperlambat ekonomi AS. Bank-
bank gagal telah menggabungkan aset hanya $458 juta dalam sebuah industri dengan aset
lebih dari $17 triliun (Berger, 2021, p. 12)
2.6 Penerapan Strategi Digital Perbankan

Menurut (Otoritas Jasa Keuangan, 2020a) diperlukan Kolaborasi dengan bentuk


platform sharing memiliki bentuk Bank bertindak sebagai penyedia platform melalui satu
aplikasi mobile. Mitra Bank dapat memanfaatkan platform Bank untuk memberikan
layanan kepada nasabah Bank. Nasabah dapat mengakses berbagai layanan baik layanan
keuangan atau layanan non keuangan melalui layanan digital milik Bank. Hal tersebut
dapat mempermudah konsumen dalam menjelajah ekosistem digital dalam satu
genggaman aplikasi Bank.
Selanjutnya, bentuk kerja sama dengan institusi keuangan dan non-keuangan
dibedakan menjadi sharing service dan distribusi produk serta layanan. Salah satu bentuk
sharing service yang dapat dilakukan melalui infrastructure sharing bagi Kelompok
Usaha Bank (KUB) yang bertujuan untuk mendorong efisiensi operasional. Sinergi Bank
Berbadan Hukum Indonesia (BHI) (sebagai perusahaan induk atau pelaksana perusahaan
induk) dengan Bank BHI yang tergabung dalam KUB dapat dalam bentuk pemanfaatan
infrastruktur teknologi seperti aplikasi, data center, atau data recovery center.
Di samping itu, bentuk kerja sama lainnya adalah dalam hal distribusi dan penawaran
produk dilakukan untuk memperluas akses konsumen terhadap produk Bank, termasuk
Bank yang memiliki kegiatan usaha terbatas. Beberapa skema distribusi dan penawaran
produk antara lain
1) Skema channeling,
2) Skema referral,
3) Skema sistem pembayaran,
4) Penyediaan escrow/cash management bagi peer to peer lending, dan
5) Penyediaan akses terhadap data melalui open api.

17
Pelaksanaan kolaborasi atau pembentukan mitra perlu dituangkan dalam suatu
perjanjian kerja sama (PKS) secara tertulis antar kedua belah pihak. Aspek yang diatur
dalam PKS minimal mencakup antara lain 1) pihak yang melakukan PKS, 2) tujuan dan
ruang lingkup PKS, dan 3) jangka waktu PKS.
Dalam rangka transformasi digital perbankan, Bank harus memiliki kepemimpinan
digital (digital leadership) yang diartikan sebagai kepemimpinan strategis yang dapat
memanfaatkan aset digital perusahaan untuk mencapai tujuan organisasi. Menurut riset
), digital leadership merupakan kombinasi dari pengembangan kapasitas digital (digital
capabilities) dan kapasitas kepemimpinan (leadership capabilities). Digital capabilities
meliputi kemampuan dalam penggunaan teknologi untuk mengubah proses bisnis Bank
antara lain dalam hal interaksi Bank dengan nasabah (customer experience),
pengembangan talenta dan organisasi (talent and organization), operasionalisasi proses
internal (operations), dan perumusan model bisnis (business model innovation).
Sementara leadership capabilities meliputi kemampuan untuk menggerakkan dan
memimpin transformasi digital dalam hal teknologi dan bisnis, visi dan tujuan,
pemberdayaan tenaga kerja, tata kelola, serta budaya dan keterlibatan.

18
BAB 3

PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Penggunaan teknologi seperti perbankan digital dalam inovasi layanan untuk


memenuhi kebutuhan nasabah paling baik dipahami dalam hubungannya dengan
penggunaan layanan dan bagaimana mereka merasakan layanan. Pelayanan (service)
bukan sebatas melayani, melainkan mengerti, memahami, dan merasakan. Dengan
demikian, penyampaian dalam pelayanan akan mengenai heart share pelanggan . Heart
share dan mind share tersebut dapat menumbuhkan loyalitas pelanggan terhadap suatu
produk. Sehingga memberikan dampak positif bagi citra perusahaan. Pemberian
pelayanan dalam perusahaan berbasis islam dan konvensional tidak memiliki perbedaan
yang signifikan. Perbedaannya hanya terletak pada proses penggunaan, yaitu ketika
pelaku bisnis memberikan pelayanan dalam bentuk fisik sebaiknya tidak menonjolkan
kemewahan. Sama halnya dalam mengukur SERVQUAL menggunakan indikator
keandalan, jaminan, tangibles, responsiveness, dan empati.
Rasio keuangan perbankan digital dapat dikatakan cukup sehat melebihi perbankan
konvensional dikarenakan kepercayaan nasabah dan masyarakat pada era transformasi
digital sudah cukup percayaan dan telah memenuhi keamanan sesuai aspek menurut
Dony Arius Menurut Dony Ariyus meliputi
1. Authentication, agar penerima informasi dapat memastikan keaslian pesan tersebut
datang dari orang yang dimintai informasi.
2. Integrity, keaslian pesan yang dikirim melalui sebuah jaringan dan dapat dipastikan
bahwa informasi yang dikirim tidak dimodifikasi oleh yang berhak dalam perjalanan
informasi tersebut.
3. Nonrepudiation, merupakan hal yang bersangkutan dengan si pengirim. Si pengirim
tidak dapat mengelak bahwa dialah yang mengirim informasi tersebut.
4. Authority, Informasi yang berada pada sistem jaringan tidak dapat dimodifikasi oleh
pihak yang tidak berhak atas akses tersebut.
5. Confidentiality, merupakan usaha untuk menjaga informasi dari orang yang tidak
berhak mengakses.
6. Privacy, merupakan lebih mengarah pada data yang sifatnya pribadi.
7. Availability, aspek ketersediaan berhubungan dengan ketersediaan informasi ketika
dibutuhkan.
8. Access control, aspek ini berhubungan dengan cara pengaturan akses kepada
informasi.
Diperlukannya inovasi digital untuk pendapatan serta laba bersih mereka jauh lebih
tinggi diatas rata-rata dibandingkan bank lainnya di Indonesia, sejalan menurut
(Tampubolon, 2004) Perkembangan teknologi informasi telah mempengaruhi kebijakan
dan strategi dunia usaha perbankan yang selanjutnya lebih mendorong inovasi dan
persaingan di bidang layanan terutama jasa layanan pembayaran melalui Bank. Inovasi
jasa layanan perbankan yang berbasis teknologi tersebut terus berkembang mengikuti
pola kebutuhan nasabah Bank.

19
Transaksi perbankan berbasis elektronis, termasuk internet merupakan salah satu
bentuk pengembangan penyediaan jasa layanan Bank yang memberikan peluang usaha
baru bagi Bank yang berakibat kepada perubahan strategi usaha perbankan, dari berbasis
manusia (tradisional) menjadi berbasis teknologi informasi yang lebih efisien bagi Bank
dan praktis bagi nasabah.
Namun demikian, disamping Bank memperoleh manfaat signifikan dari inovasi
teknologi melalui transaksi perbankan berbasis internet tersebut, Bank juga menghadapi
risiko yang melekat pada kegiatan dimaksud, antara lain risiko strategik, risiko reputasi,
risiko operasional termasuk risiko keamanan dan risiko hukum, risiko kredit, risiko pasar
dan risiko likuiditas. Internet banking pada dasarnya tidak menimbulkan risiko baru yang
berbeda dari produk layanan jasa perbankan melalui media lain, tetapi disadari bahwa
internet banking meningkatkan risiko tersebut. Secara khusus internet banking
meningkatkan risiko strategik, risiko operasional termasuk risiko keamanan dan risiko
hukum serta risiko reputasi. Oleh karena itu, disamping memanfaatkan peluang baru
tersebut, Bank harus mengidentifikasi, mengukur, memantau dan mengendalikan risiko-
risiko tersebut dengan prinsip kehati-hatian. Pada dasarnya prinsip-prinsip yang
diterapkan dalam manajemen risiko Bank secara umum berlaku pula untuk aktivitas
internet banking, namun prinsip-prinsip tersebut perlu disesuaikan dengan
memperhatikan risiko-risiko spesifik yang melekat pada aktivitas tersebut. Berdasarkan
hal tersebut, prinsip manajemen risiko internet banking dibagi dalam tiga bagian yang
tidak terpisahkan dan saling melengkapi yaitu pengawasan aktif komisaris dan direksi
Bank, pengendalian pengamanan, serta manajemen risiko hukum dan risiko reputasi
sebagai berikut:
1. Pengawasan Aktif Komisaris dan Direksi Bank Mengingat Komisaris dan Direksi
Bank bertanggung jawab dalam mengembangkan strategi bisnis Bank serta
menetapkan pengawasan manajemen yang efektif atas risiko maka penyelenggaraan
aktivitas internet banking harus didasarkan atas kebijakan tertulis yang informatif
dan jelas yang ditetapkan oleh Komisaris dan Direksi Bank. Pengawasan manajemen
yang efektif meliputi antara lain persetujuan dan kaji ulang terhadap aspek utama
dari proses pengendalian pengamanan Bank.
2. Pengendalian Pengamanan Proses pengendalian pengamanan memerlukan perhatian
khusus dari manajemen karena adanya risiko pengamanan yang meningkat yang
ditimbulkan oleh aktivitas internet banking. Sehubungan dengan itu, Bank perlu
melakukan pengujian identitas nasabah, pengujian keaslian transaksi, penerapan
prinsip pemisahan tugas, pengendalian terhadap penggunaan hak akses terhadap
sistem, dan perlindungan terhadap integritas data maupun kerahasiaan informasi
penting pada internet banking.
3. Manajemen Risiko Hukum dan Risiko Reputasi Untuk melindungi Bank dari risiko
hukum dan risiko reputasi, pelayanan jasa internet banking harus dilaksanakan
secara konsisten dan tepat waktu sesuai dengan harapan nasabah. Agar dapat
memenuhi harapan nasabah, Bank harus memiliki kapasitas, kontinuitas usaha dan
perencanaan darurat yang efektif. Mekanisme penanganan kejadian (incident
response mechanism) yang efektif juga sangat penting untuk meminimalkan risiko
operasional, risiko hukum dan risiko reputasi yang timbul dari kejadian yang tidak

20
diharapkan. Selain itu Bank perlu memahami dan mengelola risiko yang timbul dari
hubungan Bank dengan pihak ketiga dalam menyelenggarakan internet banking

21
DAFTAR PUSTAKA

A.Sultoni, et. al. (2018). Sistem Informasi Akuntansi Accounting Information Systems. In
Lembaga Informasi:Bandung (Vol. 3, Issue 2).
Afriyeni, A., & Fernos, J. (2018). Analisis Faktor-Faktor Penentu Kinerja Profitabilitas Bank
Perkreditan Rakyat (Bpr) Konvensional Di Sumatera Barat. Jurnal Benefita, 3(3), 325.
https://doi.org/10.22216/jbe.v3i3.3623
Alaloul, W. S., Liew, M. S., Zawawi, N. A. W. A., & Kennedy, I. B. (2020). Industrial
Revolution 4.0 in the construction industry: Challenges and opportunities for
stakeholders. Ain Shams Engineering Journal, 11(1), 225–230.
https://doi.org/10.1016/j.asej.2019.08.010
Berger, A. N. K. (2021). Banking research in the time of COVID-19. Journal of Financial
Stability, 57(July), 100939. https://doi.org/10.1016/j.jfs.2021.100939
Fernos, J. (2017). ANALISIS RASIO PROFITABILITAS UNTUK MENGUKUR KINERJA
(Studi Kasus Pada PT. Bank Pembangunan Daerah Provinsi Sumatera Barat). Jurnal
Pundi, 1(2), 107–118. https://doi.org/10.31575/jp.v1i2.25
Handayani, I. (2019). PENGARUH EFEKTIVITAS PENGENDALIAN INTERNAL,
KESESUAIAN KOMPENSASI, MORALITAS MANAJEMEN, KETAATAN
ATURAN AKUNTANSI, DAN ASIMETRI INFORMASI TERHADAP
KECENDERUNGAN KECURANGAN AKUNTANSI. Economic Modelling, 3(1),
1689–1699.
Kotijah, S. (n.d.). Buku Bahan Ajar Hukum Legalitas.
Leo J. Susilo, and Victor Riwu Kaho.2018. Manajemen Risiko. jilid I. PT.Grasindo.Jalan
Palmerah Barat
Otoritas Jasa Keuangan. (2020a). Cetak Biru Transformasi Digital Perbankan. Angewandte
Chemie International Edition, 6(11), 951–952., 5–24.
Otoritas Jasa Keuangan. (2020b). Master Plan jasa keuanagn indonesia 2021-2025. Otoritas
Jasa Keuangan, 1–52.
Pangestuti, I., & Diponegoro, U. (2020). FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
PROFITABILITAS BANK. April.
Purnama, B., Wijaya, I. S., & Yani, H. (2019). STUDI LAYANAN INTERNET BANKING
DITINJAU DARI ASPEK KEAMANAN SISTEM INFORMASI (Studi kasus KlikBCA
dan BSMNetbanking). Academia.Edu, August.
RI, P. (2008). UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2008
TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK (p. 121).
Srisathan, W. A., & Naruetharadhol, P. (2022). A COVID-19 disruption: The great acceleration
of digitally planned and transformed behaviors. Technology in Society, 68, 101912.
https://doi.org/10.1016/j.techsoc.2022.101912
Susanti, E. (2019). Inovasi digital perbankan yang ada di indonesia. Universitas Sebelas Maret,
8(5), 55.

22
Talahatu, I. (2013). Bauran Pemasaran Jasa : Pengaruhnya terhadap Loyalitas Nasabah pada
PT Bank Indonesia (Persero) Tbk, Cabang Ambon. Journal of Chemical Information and
Modeling, 53(9), 1689–1699.
Tampubolon, N. (2004). Penerapan manajemen risiko pada aktivitas pelayanan jasa bank
melalui internet (internet banking). August, 24(April), 2005.
Tarantang, J., Awwaliyah, A., Astuti, M., & Munawaroh, M. (2019). Perkembangan Sistem
Pembayaran Digital Pada Era Revolusi Industri 4.0 Di Indonesia. Jurnal Al-Qardh, 4(1),
60–75. https://doi.org/10.23971/jaq.v4i1.1442

23

Anda mungkin juga menyukai