Anda di halaman 1dari 2

Nama : I Nyoman Gama Yasa

No : 20
Kelas : XI AP B1

Jangan lihat dari Belakang, Lihatlah dari Depan

Pada siang itu, Viktor dan Budi duduk di taman. Tak lama kemudian, seorang wanita dengan
rambut panjang dan sepatu berhak tinggi melintas di depan mereka. Keduanya seketika
memperhatikan wanita itu dan merasa tertarik untuk mengikutinya.
Dipenuhi rasa penasaran, Viktor dan Budi memutuskan untuk mengikuti langkah wanita
tersebut. Mereka melacak perjalanannya hingga ia berhenti di sebuah kafe. Keduanya pun
mengikutinya masuk ke dalam kafe, tetapi sayangnya tidak dapat menemukan wanita tersebut.
Mereka terus mencari hingga sampai ke lantai dua kafe, di mana akhirnya mereka menemukan
wanita yang mereka ikuti. Namun, keduanya tidak berani untuk berbicara dengannya dan hanya
bisa mendengarkan dari kejauhan. Setelah beberapa waktu, Viktor akhirnya mengumpulkan
keberanian dan menyapanya dari belakang dengan sapaan “Hai.”
Wanita itu pun menoleh ke arah Viktor, yang kemudian kaget dan merasa malu setelah
menyadari bahwa wanita yang mereka ikuti adalah seorang pria yang menyamar sebagai wanita.
Di suatu hari, Ali dan Indra duduk di pinggir lapangan selama istirahat sekolah. Mereka berdua
adalah teman sekelas di kelas 12, dan mereka telah menyadari bahwa teman mereka, Andi, telah
absen selama seminggu.
Kabar yang beredar adalah bahwa Andi sedang sakit dan dirawat di rumah sakit. Indra, yang juga
tetangga Andi, sering ditanyai oleh teman-teman tentang kondisi Andi. Ali pun ikut bertanya
kepada Indra tentang keadaan terbaru Andi.
“Ndra, bagaimana keadaan Andi? Apakah dia sudah pulang dari rumah sakit?” tanya Ali.
Indra menjawab dengan nada lemas, “Andi sudah meninggal, Li.”
Namun, suara di sekitar lapangan terlalu bising, dan Ali salah mendengar.
“Apa? Andi sudah meninggal, Ndra?” tanya Ali terkejut.
Indra menyadari bahwa Ali salah mendengar dan menjawab dengan suara yang lebih keras,
“Sembarang kamu, Ali! Maksudku, Andi sudah sembuh, bukan meninggal.”
Ali tertawa setelah menyadari kesalahpahaman tersebut.
Si Gareng dan si Semar pergi ke pasar baru untuk membeli sepatu futsal. Si Gareng senang
membeli sepatu dan juga senang membayarnya, termasuk sepatu untuk si Semar. Setelah
berkeliling di sekitar pasar, mereka berhenti di sebuah toko yang menjual sepatu futsal yang
mereka inginkan.
Mereka sepakat dengan penjual tentang harga, yaitu Rp300.000 untuk dua pasang sepatu.
Namun, setelah membayar, mereka menyadari bahwa Gareng hanya membawa uang tunai
sebesar Rp100 ribu. Gareng memutuskan untuk mengirim Semar ke ATM untuk mengambil
uang tambahan. Gareng memberikan dompetnya kepada Semar.
Gareng: “Mar!”
Semar: “Ya, Reng, ada apa?”
Gareng: “Kamu pergi ke ATM dan ambil Rp200 ribu dari kartu ATMku. Kamu tahu caranya,
kan?”
Semar: “Tentu saja, tidak perlu meremehkan saya. Saya tahu cara mengambil uang dari ATM.”
Gareng: “Baiklah, bawa dompet saya dan telepon saya jika ada masalah. Buruan pergi, saya
tidak ingin terlihat seperti orang yang hanya pura-pura membeli tetapi tidak punya uang.”
Setelah menunggu selama 15 menit, Semar akhirnya menelepon Gareng.
Semar: “Reng, kita dalam masalah.”
Gareng: “Masalah apa?”
Semar: “Saya tidak bisa mengambil uang dari ATM. Kartu Anda ditolak oleh mesin ATM. Saya
sudah bertanya kepada petugas keamanan, dan katanya kartu Anda tidak bisa digunakan, mesin
ATM akan terus mengeluarkan kartu jika dimasukkan.”
Gareng: “Benarkah? Kartu baru saya seharusnya berfungsi. Itu aneh. Batal beli sepatunya saja
dan coba hubungi bank mengenai masalah kartu ini besok.”
Semar: “Baiklah, Gareng. Saya akan berangkat dan memberitahu Anda jika ada perkembangan.”

Anda mungkin juga menyukai