Anda di halaman 1dari 4

Aat waktu istirahat tiba Amanda langsung meninggalkan kelasnya.

Sepeti kemarin, Amanda tidak ke


kantin, lapangan basket atau perpustakaan. Amanda justru berjalan untuk ke rooftop, gadis itu
penasaran sih dengan apa yang ada di atas itu. Sampai diatas Amanda langsung merentangkan
tangannya merasakan angin sepoi-sepoi yang membelai wajahnya. Gadis itu menghirup udara
dengan tenang. Amanda tidak peduli pada beberapa orang yang juga ada di rooftop ini. Amanda
memejamkan matanya untuk beberapa saat, gadis itu tidak peduli dengan bunyi langkah yang
mendekati dirinya.

Di lain tempat, saat tiba waktu istirahat Bara langsung segera menuju kantin untuk membuat
pesanan buat dirinya. Dengan wajah yang terlihat semringah, pria itu menatap orang-orang yang
berdatangan di kantin itu. Bara tiba-tiba menyeringai, melihat anak-anak yang sekelas dengan
Amanda datang ke kantin. Kevin dan Andrew mengangkat alisnya, sejak dalam kelas mereka semua
merasa aneh minat perubahan Bara pagi ini.

“Ngapain lo celingak-celinguk seperti mencari seseorang?” Bara hanya mengangkat bahunya,


mengabaikan Andrew yang bertanya padanya. Pria itu masih menatap orang-orang yang memasuki
kantin satu per satu, Bara menghela napasnya malas ketika melihat Jennifer dan sahabat-sahabatnya
yang kini mendekati dirinya. Bara sedang tidak ingin diganggu eh Jennifer saat ini. Tanpa menunggu
Jennifer duduk, Bara segera meninggalkannya tempat duduknya.

“Sayang, kok kamu langsung pergi? Aku baru datang lo!” Suara Jennifer memekakkan telinga, namun
bara terlihat mengabaikan dirinya. Melihat bara yang sepeti itu, Jennifer berdiri ikut meninggalkan
tempat itu dengan kesal. Kevin dan lainnya hanya menggelengkan kepala melihat tingkah bara dan
Jennifer. Jennifer mengepalkan tangannya, ketika melihat Bara menjuju kelas murid baru itu. Benar-
benar harus diberi pelajaran tuh cewek. Jennifer mengepalkan tangannya. Jennifer sedikit berlari
mengikuti bara.

“Bara, oke gue tahu gue salah. Tapi tolong maafin gue, gue udah berkorban banyak buat lo. Masa lo
tega ninggalin gue.” Jennifer langsung memeluk pria itu dari belakang, Bara tertegun. Bara tidak
berani untuk melepaskan pelukan dari wanita itu, Bara hanya menghela napas dan berbalik lalu
tersenyum pada Jennifer. Pria itu merapikan anak rambut milik Jennifer, Bara menelan ludah agar
bisa mencari kata yang tepat untuk meyakinkan gadis ini.

“Temanin aku makan yuk, aku lapar.” Jennifer bersuara dengan manja yang membuat Bara merasa
geli. Pria itu menggelengkan kepalanya.

“Maaf banget, soalnya aku lagi taruhan dengan Kevin, kalau aku bisa membuat murid baru itu jatuh
cinta pada gue. Gue bakal dapat mobil Tesla dia, gue harap lo mengerti hal ini. Dan jangan buat
keributan, gue janji ini hanya sekedar taruhan.” Bara mengatakan dengan tatapan tepat di kedua
mata Jennifer sehingga membuat gadis itu menganggukkan kepalanya.

“Tapi kamu nggak perlu taruhan, aku bis kok beliin kamu mobil apa pun yang kamu mau. Kamu
nggak perlu taruhan ini.” Bara menghembuskan napas tenang. Jennifer kini menatapnya dengan
wajah tak puas. Ngapain Bara, harus taruhan. Gue bisa memberikan segalanya yang dia punya.

“Jen, gue cuma minta lo mengerti. Gue selalu mengerti, lagian lo selalu saja menjadi yang terbaik
diantara mereka. Mereka itu hanya untuk taruhan, untuk main-main saja.” Jennifer kembali
tersenyum, memang benar apa yang dikatakan bara, buktinya setelah menang taruhan pria itu akan
menjauh dari mereka. Gadis itu akhirnya mengangguk.

“Tapi kalau lo bohong, habis lo!” Jennifer berkata dengan tegas, lalu meninggalkan bara yang kini
menghembuskan napas sedikit lega. Pria itu mengepalkan tangannya, pokoknya gue harus
memenangkan taruhan ini. Bara segera kek kelas Amanda, namun gadis itu tidak terlihat disana.
Bara mengepalkan tangannya, pria itu lalu menuju ke perpus, dan hasilnya masih sama. Bara kembali
berlari tanpa sengaja pria itu berpapasan dengan anak-anak OSIS..

“Lihat Amanda, nggak?” Ian mengangkat alisnya, pria itu melepaskan kacamatanya. Ian menatap
bara yang terlihat berkeringat.

“Amanda yang murid baru?” Bara mengangguk dengan tidak sabar.

“Tadi rooftop,” setelah mendengar penuturan Ian, tanpa terima kasih dan basa-basi bara langsung
berlari menuju rooftop. Justin dan lainnya yang masih bersama Ian, menatap kepergian Bara dengan
tatapan aneh.

“Ngapain dia cari, Amanda dengan tergesa-gesa?” Keanu masih menatap Bara yang terlihat makin
jauh.

“Lo bisa tahu dari mana, Amanda ada di rooftop?” ujar Justin dan yang lainnya berbarengan. Ian
hanya mengendikan bahunya. Pria itu tidak menjawab dan memilih untuk melanjutkan langkahnya.
Justin menatap Keanu yang hanya tersenyum tipis.

“mungkin saja, dia kan mata-mata disekolah ini.” Justin malah menjitak Keanu. Keanu, meringis, dan
balas menjitak Justin. Ian yang menoleh ke belakang, menggelengkan kepalanya. Kebiasaan, batin
pria itu. Devin yang berada di samping Ian, menatap pria itu penuh selidik.

“Lo sebenarnya ada hubungan apa dengan Amanda?” Ian, menatap Devin laku tertegun beberapa
saat.

“nggak ada pa-apa. Klain kenapas ih? Kok pada aneh?” Devin melongo? Mereka aneh, bukaannya Ian
yang aneh??

“Lo yang aneh, sejak tadi sama-sama kita, kok bisa Lo tahu, kalau Amanda ada di rooftop?” Ian hanya
mengangkat bahunya, dengan acuh pria itu mengeluarkan buku dari tasnya.

“Asal nebak sih,” Keanu dan Justin yang mendengar, malah mendekati Ian.

“Nggak mungkin” teriak kedua pria tersebut yang membuat telinga Ian seprti mau pecah.

“Mu gkin, apasih yang nggak mungkin. Lagian lo berdua nggak perlu teriak, gue belum budek kok.”
Ian berkata dengan dingin sambil mengelus telinganya. Setelah itu Ian, sengaja mengeluarkan buku-
bukunya agar tidak diintrogasi lagi oleh teman-temannya.

Bara yang sampai di rooftop, sedikit terpesona melihat Amanda yang masih memejamkan matanya.
Pria itu perlahan mendekati gadis itu. Melihat Amanda yang tidak mengeluarkan reaksi sedikitpun.
Bara menepuk pundak gadinitu.

“Fokus banget sih.” Amand ayang membuka matanya melirik pria itu dengan ekor matanya, masih
tidak mengeluarkan sepatah katapun. Nagapain lgi dia menemui gue?

“Ada apa?” Amanda masih fokus kedepan, gadis itu lebih tertarik melihat siswa-siswi yang ada di
bawah. Bara masih tersenyum, pria itu tidak tersinggung sedikitp un
“ nggak ada sih, gue tadi tiba-tiba kepikiran Lo ajaa. Jadi gue cariin, dan ternyata Lo sedng.
Memnikamati udara yang ada disini.” Amanda mengehela napas, tumben banget kallwm. Tadi saja
neyebelin banget.

“Ngapain Lo nyariin gue. FYI ya Lo itu bukan siapa-siapa gue. Jadi kalau gak penting lebih baik
locpergi atau gue yang pergi dari sini “ Amanda menatap bara dengan galak, kali ini tidak ada raut
bercanda dari wajah gadi itu. Bara memasukkan kedua tangannya kedalam saku celananya. Pria itu
berjalan kedepan sehingga sejajar dengan Amanda, pria itu juga menatap kebawah.

“Gue mau minta maaf, kalau gara-gara gue Lo sampai dihukum. Nggak enak gue.” Amnda hanya
mengangguk dengan malas. Kalau nggak enak, ya harusnya dari tadi Bambang. Ngapain sekarang,
udah jadi bubur duluan nasinya.

“Oke, gue maafin kalau o pergi dari sini.” Amanda menjawab dengan ketus. Bara mengangyuk,
setelah itu melangkah beberapa langkah bara kembali. Manda mengertukan alisnya, Ngapaian lagi ni
anak, bukakanya pergi malah balik?

“Amanda Alexander, hafu ini memang gue bukan siapa-siapa. Tapi nanti gue bakal jadi siapa-siapa
untuk Lo. Oh iya, sebelum gue lupa. Gue Cuma mau bilang, hati ini Lo cantik banget. Bye!” Manda
menatap bara dengan delikan tajam, gue juga tahu kakaij gue cantik . Gadis itu hanya memutar
kedua bola matanya, malas. Amanda menatap orang-orang yang kini membicarakan mereka.

“Yah, palingan juga Cuma jadi selinga.” Tawa seorang siswa yang berambut pendek. Amanda hanya
menatap gadis itu datar. Amanda memilih tersenyum miring lalu meninggalkan rooftop urnuk
menuju kelasnya. Gadis itu berjalan dengan santi, seperti tidak ada apa-apa.

Amanda yang menju kelasnya, meliha mt Ian, yng berjalan tergesa, pria itu juga mengepalkan
tangannya. Ketika meta mereka bertatapan, Manda malah memalingkan pandangannya. Amanda
tidak lupa, dengan tampang dingin yang diterimanya tadi pagi. Amanda masih menyimpan dendam.
Sama halnya dengan Ian, pri itu masih menatap gadis itu dengan dingin.

Maria yang berada di sekitar situ segra menghampiri Maria, dengn pelan menepuk pundak Maria.

“Ngapain bengong?” amand terssdar, Gadi situ menggeleng dengan pelan. Setelah itu berjalan
bersama Amanda menuju kelasnya.

“ nggak ada apa-apa.” Maria mengangguk, ketika berjalan bersama Amanda, tanpa sengaja, Maria
melihat Ian yang menatap Amanda dengan penuh arti. Gadis itu sedikit tersentak, lalu buru-buru
melarikan pandangannya, agar tidak ketahuan oleh Ian. Sampai di kelas, kelas belum ramai. Amanda
melirik jam ditangannya, masih ada 8 menit untuk waktu istrahat. Gadi itu mengeluarkan bukunya,
kemudain m ngecek handphone miliknya.

“lo sebelumnya ouanya kenalan nggak, anak-anak di sekolah in? Ian atau bara misalnya?” amsdna
yang sednag mengetik di ponselnya,meneileh pada Maria. Gadiz itu mengerutkan alisnya, lalu
menggelengkan kepalanya.

“nggak ada sih. Mengapa kamu menanyakan hal itu?” Amanda mentap Maria yang melihat sekitar,
lalu dengan oela gadinitu membisikkan sesuatu.
“Tadi Ian, memliat locdengan tatapan penuh arti. Gue nggak tahu apa arti baik atau buruk.” Amanda
kangsung tertawa, gadis itu menatap Maria dan kembali tertawa.

“Nggak ada apa-apa kok, kan Lo tahu sendir tadi pfi gue kena hukuman. Jadi wajarlah kalau gue kena
tatapan tajamnya. “mansa lalu kembali sibuk dengan ponselnya. Maria hanya menganggukkan
kepalanya, lagian untuk apa juga Manda berbohong kepdanya.

Anda mungkin juga menyukai