Perayaan Ekaristi ini dirayakan oleh Bapak Uskup bersama para imamnya
sebagai konselebrasi. Perayaan ini, yang diselenggarakan setahun sekali,
menunjukkan dengan jelas persatuan Uskup, sebagai pimpinan Gereja setempat,
dengan para imamnya. Oleh karena itu diupayakan sedapat mungkin agar semua
imam di Keuskupan Agung Jakarta ikut ambil bagian dalam perayaan ini dan
menerima komuni dalam dua rupa, untuk menandakan kesatuan itu.
Dalam perayaan ini Bapak Uskup akan memberkati minyak suci, yaitu: minyak
katekumen, minyak krisma dan minyak pengurapan orang sakit.
Tema Misa Krisma 2014 ini adalah: “Dipilih untuk Melayani”. Dalam kesadaran
sebagai orang yang telah dipilih, para imam akan memperbaharui janji-janji imamat
mereka.
RITUS PEMBUKA
Kata Pengantar
Seruan Tobat
Uskup Saudara-saudari terkasih, sungguh besar kasih Allah kepada kita, kendati
kita penuh keterbatasan dan kelemahan. Maka dengan penuh kerendahan
hati, marilah kita mohon kerahiman Allah, agar kita semua layak ikut
dalam Perjamuan Kudus ini.
Uskup Tuhan Yesus kristus, Engkau datang untuk menunjukkan belas kasih Bapa
kepada dunia.
Uskup Dalam sejarah manusia, Engkau membimbing kami supaya kami dipenuhi
dengan cinta kasih sehingga dapat mengasihi Allah dan memahami dengan
budi dan hati akan sesama kami.
Uskup Engkau menghendaki kami agar tergerak hati kami oleh belas kasihan,
untuk mau berpeduli dan melayani sesama kami.
Uskup Semoga Allah, sumber kasih sejati, mengasihani kita, mengampuni dosa
kita, dan mengantar kita ke hidup yang kekal.
Umat Amin.
Doa Pembuka
2
Uskup Marilah kita berdoa (hening sejenak)
Allah Bapa kami yang maha pemelihara, Roh-Mu yang penuh kuasa telah
meneguhkan Putera-mu Yesus dalam tugas dan perutusan serta pelayanan
untuk mewartakan Kabar Gembira. Engkau juga berkenan memanggil dan
mengutus kami untuk ambil bagian dalam perutusan Putera-Mu itu.
Umat Ajarilah kami mendengarkan Dia, supaya kami juga mampu, tidak hanya
sebagai pendengar melainkan pelaksana sabda-sabda-Nya, mampu
meneladan karya pelayanan-Nya dalam setiap tugas perutusan. Murnikan
motivasi pelayanan kami, dalam membangun persaudaraan yang sejati,
dengan iman yang pantang redup, dengan hati yang benar-benar berbela
rasa, berbelas kasih dan berpeduli.
Uskup Dengan perantaraan Yesus Kristus, Putera-Mu, Tuhan kami, yang bersama
dengan Dikau dalam persatuan Roh Kudus, hidup dan berkuasa, Allah,
sepanjang segala masa.
Umat Amin.
LITURGI SABDA
4
belakangan ini?” Kata-Nya kepada mereka, “Apakah itu?” Jawab mereka,
“Apa yang terjadi dengan Yesus orang Nazaret! Dia adalah seorang nabi
yang berkuasa dalam pekerjaan dan perkataan di hadapan Allah dan di
depan seluruh bangsa kami. Tetapi imam-imam kepala dan pemimpin-
pemimpin kami telah menyerahkan Dia untuk dihukum mati, dan mereka
telah menyalibkan-Nya. Padahal kami dahulu mengharapkan bahwa Dialah
yang datang untuk membebaskan bangsa Israel. Tetapi sementara itu telah
lewat tiga hari, sejak semuanya itu terjadi. Dan beberapa perempuan dari
kalangan kami telah mengejutkan kami: Pagi-pagi buta mereka telah pergi
ke kubur, dan tidak menemukan mayat-Nya. Lalu mereka datang dengan
berita, bahwa telah kelihatan kepada mereka malaikat-malaikat, yang
mengatakan bahwa Yesus hidup. Dan beberapa teman kami telah pergi ke
kubur itu dan mendapati bahwa memang benar yang dikatakan
perempuan-perempuan itu, tetapi Yesus sendiri tidak mereka lihat.” Lalu Ia
berkata kepada mereka, “Hai kamu orang bodoh, betapa lambannya
hatimu, sehingga kamu tidak percaya akan segala sesuatu yang telah
dikatakan para nabi! Bukankah Mesias harus menderita semuanya itu
untuk masuk ke dalam kemuliaan-Nya? Lalu Ia menjelaskan kepada
mereka apa yang tertulis tentang Dia dalam seluruh Kitab Suci, mulai dari
kitab-kitab Musa dan segala kitab nabi-nabi. Sementara itu mereka
mendekati kampung yang mereka tuju. Ia berbuat seolah-olah hendak
meneruskan perjalanan-Nya. Tetapi mereka mendesak-Nya dengan sangat,
“Tinggallah bersama-sama dengan kami, sebab hari telah menjelang malam
dan matahari hampir terbenam.” Lalu masuklah Ia untuk tinggal bersama-
sama dengan mereka. Waktu duduk makan dengan mereka, Ia mengambil
roti, mengucap berkat, lalu memecah-mecahkan roti itu dan
memberikannya kepada mereka. Ketika itu terbukalah mata mereka, dan
mereka pun mengenali Dia. Tetapi Yesus lenyap dari tengah-tengah
mereka. Kata mereka seorang kepada yang lain, “Bukankah hati kita
berkobar-kobar, ketika Ia berbicara dengan kita di tengah jalan, dan ketika
Ia menerangkan Kitab Suci kepada kita?” Lalu bangunlah mereka dan
langsung kembali ke Yerusalem. Di situ mereka mendapati kesebelas
murid. Mereka sedang berkumpul bersama teman-teman mereka. Kata
mereka kepada kedua murid itu, “Sungguh, Tuhan telah bangkit, dan telah
menampakkan diri kepada Simon.” Lalu kedua murid itu pun menceritakan
apa yang terjadi di tengah jalan, dan bagaimana mereka mengenali Yesus
pada waktu Ia memecah-mecahkan roti.
Demikianlah Injil Tuhan.
Umat Terpujilah Kristus.
Homili
5
Pembaharuan Janji Imamat
Uskup Saudara-saudara seimamat, kini marilah kita kenangkan saat Kristus Tuhan
kita mengikutsertakan para rasul dan kita dalam martabat imamatNya.
Pada saat ini kami minta kepada saudara-saudara agar memperbaharui janji
imamat yang pernah Saudara ucapkan di hadapan uskup dan umat
Imam Kami berjanji di hadapan Uskup dan umat untuk bersatu lebih erat dengan
Kristus dan menjadi lebih serupa denganNya, dengan menyangkal diri dan
menepati janji kami terhadap tugas suci yang sudah kami terima dengan
gembira pada hari pentahbisan, demi cinta akan Kristus dan GerejaNya
Kami berjanji untuk menjadi pelayan misteri Allah dalam perayaan ekaristi
kudus dan dalam upacara liturgi lainnya; serta setia menunaikan tugas suci
mengajar umat, dengan meniru teladan Kristus, pemimpin dan gembala
kita, bukan sebagai orang-orang yang ingin akan harta benda, melainkan
semata-mata karena hasrat menyelamatkan sesama.
Uskup Sekarang saya minta kepada seluruh umat supaya berdoa bagi para imam.
Uskup Dan berdoalah pula bagi saya yang hina dina ini, agar saya setia pada tugas
kerasulan yang dipercayakan kepada saya.
Uskup Semoga Tuhan melindungi kita sekalian dengan kasih sayangNya dan
menghantar kita, para gembala dan kawanan domba menuju hidup abadi.
Umat Amin.
Pemberkatan Minyak
Tiga bejana berisi minyak katekumen, minyak krisma dan minyak pengurapan orang sakit dibawa ke altar oleh
petugas dengan perarakan. Salah seorang petugas menyerahkan kepada Uskup dengan berkata:
6
Umat Bapak Uskup yang terhormat, kami menyerahkan minyak katekumen,
minyak krisma dan minyak pengurapan orang sakit. Sudilah Bapak Uskup
memberkatinya agar dapat dipergunakan demi kepentingan seluruh umat
Bapak Uskup menerima tiga bejana minyak tersebut. Setelah kembali ke altar, dimulailah pemberkatan minyak.
7
Maka kami mohon, ya Allah, kuduskanlah minyak ini dengan rahmatMu.
Curahkanlah ke dalamnya kekuatan RohMu demi Yesus Kristus. Dari Dia
minyak ini mendapat nama “krisma”.
Karena Kristus itu juga, telah Kauurapi para imam, raja, nabi, martir dan
seluruh umat yang sudah lahir baru dalam permandian. Mereka telah
menerima bantuanMu guna melaksanakan tugas panggilan mereka dan
dengan demikian memperoleh kemuliaan abadi. Dengan pengantaraan
Kristus, Tuhan kami.
Umat Amin.
Doa Umat
Imam Bapa, Yesus Kristus Putera-Mu yang Engkau utus telah memberi perintah
baru agar kami saling mencintai, dengan melayani, berpeduli dan berbela
rasa. Kami ingin menghaturkan doa-doa kami ini, Bapa, agar kami dapat
melaksanakan dan menghayati perintah baru itu, dengan mengatakan
kepada-Nya:
Umat Kabulkanlah doa kami, ya Tuhan.
Lektor Marilah berdoa bagi Paus Fransiskus, Bapak Uskup Ignatius Suharyo, para uskup
dan para imam yang memperbaharui janji imamat.
Semoga para pemimpin Gereja kami senantiasa dengan hati sukacita dalam
pelayanan yang penuh kasih kepada umat dan masyarakat, menjadi garam
dan terang bagi kehidupan seluruh umat dan masyarakat.
Marilah kita mohon:
Umat Kabulkanlah doa kami, ya Tuhan.
Lektor Marilah berdoa bagi semua yang bertanggungjawab dalam penyelenggaraan
negara, baik di bidang eksekutif, yudikatif maupun legislatif.
Semoga mereka Engkau beri rahmat kebijaksanaan-Mu, supaya mereka
mau dan mampu melayani rakyat dan memperjuangkan kesejahteraan
umum, keutuhan lingkungan hidup, kerukunan, keadilan dan kesatuan
bangsa dan negeri kita. Marilah kita mohon:
8
Umat Kabulkanlah doa kami, ya Tuhan.
Lektor Marilah berdoa untuk karya evangelisasi Gereja.
Semoga Roh Kudus-Mu mengurapi dan menggerakkan warga Gereja kami
baik klerus maupun awam untuk memperhatikan karya Evangelisasi, baik
pewartaan ke dalam maupun ke luar, baik perutusan lewat profesi mereka
masing-masing, maupun perutusan lewat persahabatan dan bertetangga
baik. Mampukan kami semua, lewat pembinaan-pembinaan, untuk aktif
terlibat di dalam karya itu. Marilah kita mohon:
Umat Kabulkanlah doa kami, ya Tuhan.
Lektor Marilah berdoa bagi saudara-saudara kita yang masih hidup di bawah garis
kemiskinan, yang sakit dan menderita dan yang tak dapat bersuara dalam
masyarakat.
Semoga kita yang dipilih dan diutus ini mau menjadi pelayanan dan
sahabat bagi mereka itu, sehingga mereka dapat diberdayakan sehingga
memiliki pengharapan akan masa depan yang lebih baik. Marilah kita
mohon:
Umat Kabulkanlah doa kami, ya Tuhan.
Lektor Marilah berdoa bagi negeri kita yang baru berpesta demokrasi dalam memilih wakil
rakyat.
Semoga tetap terjaga rasa aman dan damai, dijunjung tinggi prinsip
kejujuran, keadilan dan kebebasan, sehingga terpilihlah wakil-wakil rakyat
dan negarawan yang berintegritas tinggi yang berpeduli melayani dan
mengayomi rakyat negeri yang pluralis ini. Marilah kita mohon:
Umat Kabulkanlah doa kami, ya Tuhan.
Lektor Bagi kita sendiri.
Semoga kami semakin beriman menyadari martabat kami, sebagai putera-
puteri Kerajaan, bahwa diri kami dipilih untuk melayani. Pelayanan
dengan hati yang tulus dan gembira, hati yang mudah tergerak untuk
berbela rasa, berbagi dan selalu bersikap baik terhadap sesama. Marilah
kita mohon:
Umat Kabulkanlah doa kami, ya Tuhan.
Imam Itulah ya Bapa, doa-doa kami. Semua kami percayakan kepada-Mu, lewat
perantara kami yang tunggal, Yesus Kristus, yang Engkau utus, untuk
melayani kami. Dialah Tuhan dan Pengantara kami, sekarang dan
selamanya.
Umat Amin.
9
LITURGI EKARISTI
10
Do = F 4/4 Lagu: Hanna M. Priharto
Selebran 1:
Bapa, perhatikanlah GerejaMu yang tersebar di seluruh bumi.
Sempurnakanlah umatMu dalam cinta kasih, dalam persatuan dengan Paus
kami Fransiskus dan Uskup kami Ignatius Suharyo, serta para imam,
diakon, dan semua pelayan sabdaMu.
Selebran 2:
11
Ingatlah akan saudara-saudari kami, kaum beriman, yang telah meninggal
dengan harapan akan bangkit, dan akan semua orang yang telah berpulang
dalam kerahimanMu. Terimalah mereka dalam cahaya wajahMu.
Uskup Kasihanilah kami semua agar kami Engkau terima dalam kebahagiaan
abadi bersama Santa Maria, Perawan dan Bunda Allah, bersama para rasul
dan semua orang kudus dari masa ke masa yang hidupnya berkenan di
hatiMu. Semoga kami pun Engkau perkenankan turut serta memuji dan
memuliakan Dikau, dengan pengantaraan Yesus Kristus, PutraMu.
Persiapan Komuni
12
Uskup Saudara-saudari terkasih, inilah Anak Domba Allah yang telah mengajar
kita untuk menjadi pelayan dan sahabat, dengan berbagi kasih hati yang
berpeduli dan berbela rasa. Berbahagialah kita yang diundang ke
perjamuanNya.
Umat Ya Tuhan, saya tidak pantas Tuhan datang pada saya, tetapi bersabdalah
saja maka saya akan sembuh.
Reff:
Kami bersyukur kepada-Mu Yesus, Kau gembalakan kami, dombaMu, dengan penuh kasih dan setia, karna
Engkaulah Sang Gembala Baik. Ajarilah kami menjadi Gembala yang baik sepertiMu bagi sesama kawanan
domba demi mulyalah namaMu. Ajarilah kami menjadi Gembala yang baik sepertiMu bagi sesama kawanan
domba demi mulyalah namaMu.
3. Di kala musuh datang menyerang iman kami, Kau jaga kami, Kau kuatkan kami dengan kasih cinta-Mu.
Reff.
Coda:
Bagi sesama kawanan domba, demi mulyalah namaMu.
Berkat
Uskup Tuhan sertamu.
Umat Dan sertamu juga.
Uskup Dimuliakan nama Tuhan.
Umat Kini dan sepanjang masa.
Uskup Pertolongan kita dalam nama Tuhan.
Umat Yang menjadikan langit dan bumi.
Uskup Semoga saudara sekalian diberkati oleh Allah yang mahakuasa: (†) Bapa
dan Putera dan Roh Kudus.
Umat Amin.
Perutusan
Uskup Saudara sekalian, dengan ini Perayaan Ekaristi sudah selesai.
Umat Syukur kepada Allah.
Uskup Marilah pergi, kita diutus.
Umat Amin.
14
RENUNGAN TENTANG JANJI IMAMAT
KAMIS PAGI, jelang Jumat Suci, kita kenal dengan Kamis pagi tanpa Perayaan Ekaristi
di gereja-gereja Paroki, sebab semua Imam berkumpul bersama Uskup Diosesan merayakan
“Misa Krisma” di Gereja Katedral Diosis bersangkutan. Memang ada beberapa Keuskupan
yang luas sekali daerah cakupan pelayanan pastoralnya, sehingga Misa Krisma
diselenggarakan Rabu siang atau sore, hari sebelumnya.
Di Jakarta, Misa Krisma selalu diadakan pada Kamis pagi pukul 08.00, sebelum Kamis
Putih Perjamuan Agung. Hadir para imam dari delapan Dekanat yang mencakup 63 Paroki,
plus ‘expatriate’, ditambah dengan para imam, baik diosesan maupun dari hidup bhakti, yang
tidak berkarya di Paroki. Mereka-mereka ini berkarya di Kuria Keuskupan, pelayanan
Kategorial, mereka yang bertugas di KWI, maupun para imam yang studi dan mengajar, dan
para imam yang berada di rumah-rumah pimpinan Kongregasi atau ordo yang membantu
pelayanan pastoral di KAJ dan mereka-mereka yang bertugas mengelola ‘wisma transit’ dari
kongregasi/ordo mereka.
Melihat prosesi khas di Kamis Putih dari Pendapa Keuskupan ke Pintu masuk Gereja
Katedral, seribu lima ratusan umat yang ikut menghadiri Misa Krisma berdecak kegamuman
bercampur syukur atas hadirnya 250-an imam yang ada di KAJ. Prosesi para imam yang
kidmat diiringi dengan nyanyian “Ke depan altar, aku melangkah…”, yang sering dipakai
sebagai lagu awal prosesi Misa Tahbisan Imamat, menciptakan suasana yang lain.
Sekali setahun Umat menyaksikan Misa khusus ini di mana selain dipimpin oleh Uskup
Diosesan, juga dalam perayaan disaksikan para imam bersama Uskup memperbarui Janji
Imamatnya. Di samping itu juga ada upacara pemberkatan Minyak Katekumin, Minyak
Krisma dan Minyak Pengurapan Orang sakit.
Adanya kebersamaan para imam dengan Uskupnya dalam Liturgi memang
mengungkapkan apa yang ada dalam Dekrit Presbyterorum Ordinis, atau ‘Tentang Pelayanan
15
dan Kehidupan Para Imam’ (PO 7). “Semua imam bersama para Uskup berperan serta
menghayati satu imamat dan satu pelayanan Kristus, sedemikian rupa, sehingga kesatuan
pentahbisan dan perutusan itu sendiri menuntut persekutuan hirarkis mereka dengan Dewan
para Uskup. Persekutuan itu kadang-kadang dengan jelas sekali mereka tampilkan dalam
konselebrasi Liturgi; di situ sekaligus mereka ungkapkan, bahwa mereka merayakan
Perjamuan Ekaristi dalam persatuan dengan para Uskup”.
Salah satu kekhasan Misa Krisma seperti tersebut di atas ialah “Pembaruan Janji
Imamat” yang dilakakukan setelah Homili dari Bapak Uskup. Para Imam mengatakan: “Kami
berjanji di hadapan Uskup dan umat untuk bersatu erat dengan Kristus dan menjadi lebih
serupa dengannya, dengan menyangkal diri dan menepati janji kami terhadap tugas suci
yang sudah kami terima dengan gembira pada hari petahbisan kami..”
Tugas suci mereka ialah “menjadi pelayan misteri Allah dalam Ekaristi kudus dan dalam
upacara Liturgi lainnya” (pelayanan Sabda dan pelayanan Meja); mengajar umat dan
menggembalakan umat beriman, “bukan sebagai orang-orang yang ingin akan harta benda,
melainkan karena hasrat menyelamatkan sesama”.
Apa yang diucapkan para imam dalam Pembaharuan Janji Imamat mereka, ini selaras
dengan apa yang ada dalam Dekrit Konsili Vatikan II, tentang Pelayanan dan Kehidupan para
Imam (PO 12), yang mengamanatkan agar panggilan para imam untuk kesucian itu
disegarkan, diteguhkan, “di tengah kelemahan manusiawi” dan penatnya kesibukan
pelayanan pastoral yang rutin.
Kelemahan manusiawi dan kepenatan sibuknya pelayanan bisa menimbulkan kebosanan.
Kebosanan bisa tanpa disadari membuat para imam bisa “loyo’ dalam pelayanan pastoral.
Dalam keadaan yang demikian tentu muncul beberapa alternative pilihan-pilihan kesibukan.
Lebih diperparah kalau ada tanda-tanda kehilangan “cinta yang semula”.
16
engkau tidak bertobat.” (Why 2:5). Umat diajak kembali ke kasih yang semula ke perbuatan-
perbuatan yang saleh semula.
Untuk menangkap kembali ‘kasih yang semula’ kita perlu kembali ke saat “kira-kira
pukul empat”, sewaktu pertama kali para rasul bertemu dan melihat tempat Yesus tinggal
(Yoh 1:39; atau kita kembali pukul tiga, waktu Yesus wafat di salib untuk kita (Mrk 15: 34)
dan kembali sewaktu Yesus bangkit menghibur dan meneguhkan kita dalam perjalanan
sebagai mana kedua murid-Nya dari Emmaus, yang bersedih dan kehilangan asa dan iman
(Luk 24: 13-35). Entah itu empat puluh tahun bagi mereka umat Gereja Perdana atau dua
ribunan tahun bagi kita, kita balik ke semula kita memulai. Kita para imam kembali ke saat
suci ‘penumpangan tangan’ oleh uskup entah itu kapan dan di mana. (Dan memang tetap saya
kenang, peristiwa penumpangan tangan dari Bapak Kardinal Darmojuwono, di tanggal 16
Desember 1970, di Gereja St. Antonius Kotabaru, Jogyakarta.)
Dalam Kisah Emmaus, kedua orang murid Yesus, yang pulang kembali dari Yerusalem,
sedih susah dan bingung serta kehilangan harapan dan antusiasme awal. Mereka ingin
kembali “ke dunia lama mereka” ke Emmaus.
Campur tangan Tuhan nampak dalam pergumulan hidup beriman mereka. Dalam hal ini
ada tiga peristiwa penting yang menyebabkan kedua murid itu bersemangat kembali. Mereka
kembali ke Kitab Suci, Ekaristi dan Gereja.
Pertama, sewaktu Yesus menjelaskan isi Kitab Suci. Yesus menegur mereka berdua:
“Hai kamu orang bodoh, betapa lambannya hatimu, sehingga kamu tidak percaya segala
sesuatu, yang telah dikatakan para nabi! Bukankah Mesias harus menderita semuanya itu
untuk masuk ke dalam kemuliaan-Nya?” Lalu Ia menjelaskan kepada mereka apa yang
tertulis tentang Dia dalam seluruh Kitab Suci, mulai dari kitab-kitab Musa dan segala kitab
nabi-nabi” (Luk 24: 25-27). Setelah terbuka pikiran dan mata hatinya mereka mengucap:
“Bukankah hati kita berkobar-kobar, ketika Ia berbicara dengan kita di tengah jalan dan
ketika Ia menerangkan Kitab Suci kepada kita?” (Kis 24: 32).
Kedua, kedua murid mengajak kita kembali ke Ekaristi. Kisah yang sangat menggerakkan
hati, sewaktu Yesus berpura-pura mau meneruskan perjalananannya. Dan apa yang terjadi?
Kedua murid mengajak Yesus: “Tinggallah bersama-sama dengan kami, sebab hari telah
menjelang malam dan matahari hampir terbenam.” Lalu masuklah Ia untuk tinggal bersama-
sama dengan mereka. “Waktu Ia duduk makan dengan mereka, Ia mengambil roti, mengucap
berkat, lalu memecah-mecahkannya dan memberikannya kepada mereka. Ketika itu
terbukalah mata mereka dan mereka pun mengenal Dia, tetapi Ia lenyap dari tengah-tengah
mereka” (Luk 24: 30-31).
Ketiga, kedua murid mengajak kita meninggalkan Emmaus dan balik ke Yerusalem,
meskipun waktu telah jauh malam dan tujuh mil jauhnya. Lalu bangunlah mereka dan terus
kembali ke Yerusalem. Di situ mereka mendapati kesebelas murid itu. Mereka sedang
berkumpul bersama-sama dengan teman-teman mereka. Kata mereka itu: “Sesungguhnya
Tuhan telah bangkit dan telah menampakkan diri kepada Simon.” Lalu kedua orang itu pun
menceriterakan apa yang terjadi di tengah jalan dan bagaimana mereka mengenal Dia pada
waktu Ia memecah-mecahkan roti (Luk 24: 33-25).
Balik ke Yerusalem memiliki makna yang banyak. Mereka balik kembali ke kota
Yerusalem, tempat Yesus Kristus, Junjungan mereka melaksanakan puncak karya
keselamatannya, dengan sengsara dan wafat-Nya. Yerusalem tempat terjadi Pentakosta
pertama Roh Kudus, dan lahirnya Gereja, Jemaat Pertama. Yerusalem tempat berkumpulnya
para rasul dan para murid Yesus yang lain, sebagai ‘embrio’ pimpinan Gereja.
Mereka berdua telah balik kembali dari kegundahan mereka ke pangkuan Gembala
mereka. Ini mereka lakukan meski jaraknya tujuh mil atau kurang lebih sepuluh kilo meter
dan dan tengah malam. Bedanya mereka kembali dengan hati yang baru dan semangat yang
baru, karena telah menemukan kembali “kasih yang semula”.
17
Pembaharuan Janji Imamat yang kita lakukan baru berdampak dan berdaya guna kalau
kita balik ke Kitab Suci, dengan tekun membaca serta merenungkan Sabda Allah; kita balik
kembali ke Ekaristi, ke Meja Perjamuan, yang ‘kita lakukan untuk mengenang Dia’ yang
membuka mata kita akan kehadiran-Nya. Dan akhirnya, kita perlu tetap menyatu dengan
sesama rekan imam sepanggilan dan seperutusan dalam reksa pastoral untuk menguduskan,
mengajar dan menggembalakan, untuk berbagi dan saling meneguhkan, di bawah bimbingan
dan pimpinan Uskup sebagai gembala.
*****
18
ANEKA REFLEKSI
PELAYANAN PARA IMAM
Tersenyum adalah satu kata yg menggambarkan banyak hal tentang situasi dan kondisi
hidup seseorang:
Pertama: Orang tersenyum karena gembira, berhasil dalam tugas dan karya, lulus ujian dan
lamaran kerjanya diterima, sembuh dari sakit, berjumpa dengan keluarga atau teman yg
sudah lama tidak bertemu, dll.
19
Kedua: Orang tersenyum yg menandai persahabatan dan persaudaraan sejati. Orang yg selalu
tersenyum tiap kali bertemu dengan orang lain menunjukkan bahwa orang itu bukanlah orang
yg menakutkan bagi yang lain. Orang ini biasanya dalam pergaulan tanpa pilih kasih. Dia
bisa berdamai dengan semua orang. Baginya semua orang itu sama di hadapan Allah.
Ketiga: Tersenyum menandai orang itu selalu tegar menghadapi setiap kenyataan hidupnya,
entah baik atau tidak situasi hidupnya. Orang seperti ini selalu optimis tentang masa
depannya, dan tidak mudah putus asa bila menghadapi kesulitan atau gagal dalam hidupnya.
Seperti syair sebuah lagu,”Hadapilah dengan senyum”. Masih banyak lagi hal yg
mengungkapkan kata tersenyum bila dikenakan dalam hidup seseorang. Bagaimana hal ini
kita wujudkan dalam hidup harian kita?
Bagiku, tersenyum adalah suatu energi yg memberikan kekuatan dari dalam agar tetap
optimis menghadapi kenyataan hidup ini yg mungkin tidak selalu baik adanya. Inilah juga yg
saya alami ketika saya pertama kali bertugas di Keuskupan Agung Jakarta ini. Senyum yg
tulus dan keramahan dari umat untuk menerima diriku apa adanya sangat membahagiakan
saya. Hal ini memberikan motivasi tersendiri bagiku dalam melayani mereka. Tapi terkadang
terlintas dalam pikiranku, “Mampukah aku membuat umat ini tetap tersenyum ketika saya
melayani mereka?” Pertanyaan ini yg mendorong saya untuk melayani mereka dengan
sepenuh hati, dengan segala keterbatasanku. Maklum saya berangkat dari Paroki Kampung
yg tentu cara hidup umatnya sangat berbeda dengan hidup umat yg ada di KAJ ini, baik dari
segi kemajemukannya, status sosialnya dan tentu yg mencolok adalah sumber daya
manusianya. Namun satu hal yg menjadi pemersatu adalah iman akan Yesus Kristus.
Dalam konteks iman akan Yesus Kristus inilah saya melayani umat dengan segala
keterbatasanku. Hari demi hari saya lalui bersama umat yg kulayani, dan berusaha untuk
menyesuaikan diri dengan cara hidup mereka. Meski kuakui tidaklah gampang bagiku untuk
menyesuaikan diri dengan cara hidup mereka. Awalnya saya kuatir apakah saya mampu
membahagiakan umat yg saya layani? Tapi saya percaya bahwa jika Tuhan menghendaki
pastilah Ia akan membantu saya dalam melayani umat yg dipercayakan kepadaku, karena
untuk itulah aku ditahbiskan dan diutus.
Satu hal yg sangat menarik untuk saya dari cara hidup umat di KAJ ini, khususnya umat
yg di Paroki St. Fransiskus Asisi-Tebet, yakni semangat hidup menggereja yg sangat tinggi.
Meski tingkat kesibukan mereka sangat tinggi, tapi mereka tetap setia untuk hadir di gereja
dalam misa pagi dan misa hari minggu serta misa lingkungan. Usia yg sudah tidak muda lagi
serta kesibukan yg sangat tinggi tidak menghalangi mereka untuk terlibat dalam hidup
menggereja. Kesadaran akan semangat umat yg begitu tinggi inilah yg mendorong saya juga
untuk melayani mereka dengan gembira dan penuh semangat. Apalagi di Tahun Pelayanan -
menurut ARDAS KAJ dengan tema: “Dipilih untuk Melayani”, suatu tema yg sangat mulia
yg mendorong para pelayan umat untuk melayani umatnya dengan ramah dan gembira hati.
Saya sadar bahwa tugas ini bukanlah hal yg mudah untuk diaplikasikan mengingat akan
keterbatasanku dan tingkat kesulitan yg terjadi di lapangan. Tapi saya percaya bahwa Tuhan
akan membuat semuanya indah pada waktunya. Saya percaya bahwa Tuhanlah yg akan
menggembalakan umatNya, saya hanyalah alat di tanganNya.
“Tuhan semoga saya mampu membahagiakan umatMu dan membuat mereka tetap tersenyum
serta mengenal Engkau lebih dalam lagi. Amin.”
20
Menemukan Cinta di bawah Kolong Tol
Rm. YR Wisnu Pr - Paroki Pasar Minggu
Tahun 2008 yang lalu, saya mendapat tugas perutusan sebagai seorang diakon di Paroki
Fransiskus Xaverius, Tanjung Priok selama tiga bulan. Sebelumnya, saya mendapat tugas
perutusan di Paroki Regina Caeli, Pantai Indah Kapuk. Mendengar dua paroki ini tentu akan
membayangkan dua dunia yang berbeda. Sama-sama terletak di Utara Jakarta, tetapi
memiliki dinamika dan gerak pastoral yang berbeda. Salah satu tugas saya di paroki
Fransiskus Xaverius adalah turut bersama suster-suster AK dan beberapa OMK mengajar
anak-anak marginal yang tinggal di bawah atau di sekitar jalan tol Tanjung Priok - Ancol.
Saya menjalani tugas ini dengan senang hati karena bisa melayani anak-anak yang kurang
beruntung ini. Awalnya saya enjoy mengajar dan menjalankan tugas ini. Tetapi lama-
kelamaan ada sesuatu yang mengganjal saya. Bukan karena relasi antara saya dan para
pengajar. Atau ada sesuatu yang kurang tepat dalam program ini. Yang menggajal di hati
saya adalah karena kehadiran seorang anak perempuan yang lain dari teman-teman
sebayanya. Sebut saja namanya Dini.
Dini ini adalah seorang anak perempuan berusia kurang lebih sembilan tahun dan
kebetulan dia menderita Syndrom Down. Karena kelainannya ini, ia memiliki tingkah laku
mirip anak-anak berusia tiga tahun. Yang membuat saya kesal bukan karena kelainannya ini,
tetapi karena kebiasannya yang tidak mau mandi dan mencuci rambutnya. Bisa dibayangkan
betapa semerbaknya anak ini. Saya selalu menahan nafas bila berdekatan dengannya. Saya
tidak bisa lama-lama berada di dekatnya karena akan membuat perut saya tidak nyaman.
Namun, anehnya semakin saya menghindari dia, semakin dia mendekati saya. Bahkan bisa
dibilang dia selalu mencari dan menempel pada saya.
Si Dini ini yang membuat saya sering kali enggan melangkahkan kaki untuk mengajar
anak-anak kolong tol ini. Sampai suatu ketika dalam sebuah permenungan saya menemukan
suatu insight yang cukup menohok saya. Dalam permenungan ini saya mendengar sebuah
suara dalam hati saya, “Nung, katanya mau jadi pastor? Kok males mendekati si Dini yang
kucel, bau, dekil dan tidak menyenangkan kayak gitu, sih? Kalo kamu hanya mau mendekati
yang rapi, wangi, cantik, ganteng dan menyenangkan saja maka kamu gak pantas jadi pastor.
Kan, nanti umat kamu gak yang baik-baik aja. Pasti adalah umat kamu yang seperti si Dini
21
ini. Kalau kamu dari sekarang gak mau mendekati mereka, gak usah tahbisan saja. Keluar
aja!”
Begitulah suara itu berseru. Saya terhenyak dan tersadar. Menjadi pastor itu harus juga
berkubang lumpur dan kalau perlu berdarah-darah untuk menjadi pelayan dan gembala umat.
Kalau menolak yang seperti Dini ini, saya pasti akan menolak juga umat-umat lain yang tidak
menyenangkan saya saat saya jadi Pastor kelak. Maka, esoknya saya bertekad untuk
mendekati dan melayani siapa saja yang harus saya layani, apapun keadaan mereka. Semua
diberikan Tuhan sebagai bagian dari tugas perutusan dan pelayanan saya.
“Kalau engkau melayani mereka yang paling kecil di antara kamu, kamu melayani Aku.....”
22
Manusia Perutusan
Rm. Sudrianta SJ - Paroki Blok Q
Hingga umur saya sekarang 45 tahun, menjalani tugas perutusan sebagai Jesuit 25 tahun
dan sebagai Imam 15 tahun, saya masih sering bertanya, “Apa tujuan hidupku?”, “Apa
kehendak Tuhan bagiku?”, “Apa sesungguhnya yang menjadi panggilanku?”
Pertanyaan seperti di atas sesungguhnya tidak berbeda dengan pertanyaan ini, “Apa yang
membuat hidup ini sungguh bergairah, bersemangat, bermakna, betul-betul hidup?” Saya
menemukan kebenaran ini bagi diri saya sendiri, “Kalau Anda menemukan apa yang
membuat Anda bisa menjalani kehidupan secara penuh, bahagia, dan damai, maka Anda pasti
tahu apa artinya kehendak Tuhan bagi Anda, apa tujuan hidup bagi Anda, apa yang menjadi
panggilan hidup Anda.”
Panggilan kita di tengah dunia adalah unik. Ada banyak profesi seperti akademisi, guru,
dokter, wartawan, politisi, pebisnis, tukang kotbah, tukang sulap, juru parkir, buruh, dst. Ada
beragam kegiatan kita lakukan, misalnya, sebagai ibu rumah tangga, anggota sebuah
keluarga, komunitas atau organisasi. Ada yang terpanggil untuk menikah atau tidak menikah.
Tetapi cara orang menjalankan kegiatan, profesi dan panggilannya tidak ada yang persis sama
satu dengan yang lain.
Kita bukanlah manusia-manusia dari dunia yang memiliki pengalaman spiritual, tetapi
kita adalah makhluk-makhluk spiritual yang terjun aktif di tengah dunia. Kita masing-masing
membawa misi spiritual di tengah dunia. Profesi bisa berbeda-beda, tetapi misi spiritual kita
tidak berbeda.
Misi spiritual kita, Anda dan saya, di tengah dunia tidak lain adalah menolong jiwa-jiwa
dan segala makhluk untuk merealisasikan Kesucian dan Kedamaian, Kebaikan dan
Kesejatian, Kebahagiaan dan Kekuatan, Keindahan dan Kepenuhan hidup. Itu berlaku pula
untuk diri sendiri. Dengan menolong orang lain dan segala makhluk, kita menolong diri
sendiri; begitu pula sebaliknya.
Apa yang dibutuhkan dunia adalah sumbangsih unik kita dalam menjalani kehidupan
spiritual yang terjun aktif. Maka inilah yang saya lakukan, “Jangan tanyakan diri Anda apa
yang dibutuhkan keluarga, komunitas, dan dunia. Tetapi tanyakan pada diri Anda, apa yang
sekiranya membuat diri Anda merasa hidup, dan lakukanlah, karena apa yang dibutuhkan
dunia ini adalah orang-orang yang sungguh-sungguh hidup.”
Dalam pengolahan hidup yang bertujuan menghubungkan praktik spiritual dengan
tindakan di muka bumi, saya sering merasa belum puas dengan apa yang saya lakukan. “Saya
belum cukup melakukan sesuatu”; “Saya merasa terlalu kecil dan lemah di hadapan begitu
banyak tantangan dan masalah”; “Saya tidak tahu tindakan efektif seperti apa yang harus
dilakukan”.
Sedikitnya terdapat lima cara kita terlibat di tengah dunia.
Pertama, melakukan apapun kegiatan dan pekerjaan kita, sekalipun sederhana, dengan cinta
dan belas kasih yang besar. Nilai dari sebuah kegiatan atau pekerjaan bukan ditentukan oleh
rumit tidaknya pekerjaan tersebut, melainkan pada besar kecilnya landasan cinta dalam
melakukan pekerjaan tersebut. Semangat ini menjadi landasan bagi semua tindakan yang lain
di bawah ini.
Kedua, pelayanan karitatif, seperti pemberian bantuan emergency bagi para korban
kekerasan, kerusuhan, bencana alam, penyakit, dan kemiskinan. Cara kita menolong akan
menentukan perubahan yang kita harapkan dari mereka yang ditolong.
23
Ketiga, pelayanan pemberdayaan, seperti pengembangan kesadaran, kegiatan dan lembaga
alternative untuk memecahkan akar masalah di bidang social, financial, ekonomi, kesehatan,
pendidikan, politik, dst.
Keempat, mendorong perubahan kebijakan public entah di luar atau di dalam system politik,
ekonomi, hukum, dst.
Kelima, penyelaman pada ranah-ranah baru yang belum terselami melalui penelitian, seni,
praktik meditasi, sehingga terdapat pemahaman baru terhadap diri kita, sesama dan dunia.
Kita tidak bisa melakukan segalanya. Tetapi kita dapat bertindak sesuai dengan panggilan
dan bakat kita, serta menyesuaikan dengan siklus karya batiniah dan karya fisik di luar.
Pada kesempatan tertentu, kita membutuhkan waktu diam, doa, refleksi, evaluasi, dan
pembaharuan. Pada kesempatan lain, kita perlu pergi keluar, menjalankan secara nyata karya-
karya dalam menyembuhkan dan mengubah dunia ini ke arah yang lebih baik, apapun cara
kita.
Pekerjaan (occupation) dan panggilan (vocation) adalah dua hal yang berbeda, tetapi bisa
saling berhubungan. Pekerjaan pertama-tama adalah kegiatan yang hampir menghabiskan
sebagian besar dari waktu kita setiap hari; sementara panggilan adalah cara kita menjalani
hidup dan kegiatan kita secara unik berlandaskan cinta dan belas kasih.
Ada pribadi-pribadi yang giat melakukan pekerjaannya dengan gembira, tetapi bukan
panggilannya; ada pribadi-pribadi lain yang giat melakukan pekerjaannya sekaligus sebagai
panggilannya. Kalau ada orang-orang yang mengalami transformasi diri dalam kegiatan,
pekerjaan dan hidup yang dijalani - betapapun sederhana pekerjaan tersebut - sekaligus
kehadirannya membawa perubahan di lingkungannya, pastilah mereka adalah orang-orang
yang sudah menemukan panggilan uniknya.
Selain menemukan apa yang sungguh bermakna bagi hidup kita dan apa yang membuat
kita menyaksikan perubahan hidup di dalam batin maupun di luar, kita juga menyadari
adanya kesalingterkaitan antara aspek-aspek individual, relasional, dan kolektif. Kebanyakan
dari kita barangkali bukan berada di garis depan dalam gerakan perubahan sosial, namun kita
mengetahui bahwa kita merupakan bagian mendasar yang sama, bahwa seluruh sumbangsih
kita dibutuhkan dan seluruhnya saling terjalin satu dengan yang lain.
Menemukan pekerjaan sejati adalah menemukan panggilan unik bagi setiap pribadi.
Untuk menemukan panggilan unik, bukan hanya dibutuhkan talenta atau bakat dan minat,
tetapi juga semangat dan komitment jangka panjang. Tidak cukup sekedar belajar
ketrampilan atau keahlian khusus yang diperlukan untuk dapat bekerja, tetapi lebih jauh perlu
menemukan apa yang sesungguhnya menjadi minat dan bakat, semangat dan komitment kita.
Menjelajahi dan mengembangkan minat dan talenta yang belum sepenuhnya terwujud,
menyalakan semangat dan komitment akan menolong menemukan apa yang membuat diri
kita betul-betul hidup.
Kita barangkali sudah sibuk dengan banyak kegiatan atau pekerjaan, tetapi belum tentu
menemukan panggilan unik dan karya spiritual sejati yang kita alami dan kita bagikan di
tengah dunia. Yesus pernah berkata, “Tuaian memang banyak, tetapi pekerja sedikit” (Luk
10:2a). Yang dimaksud pekerja di sini adalah pekerja sejati yang adalah orang-orang yang
menemukan panggilan uniknya dalam kegiatan dan pekerjaannya setiap hari berlandaskan
cinta dan belas kasih.
Kedamaian, Keindahan dan Kepenuhan hidup perlu ditemukan setiap hari dan kita
bagikan melalui setiap kegiatan dan pekerjaan kita. Sama halnya dengan memetik buah di
kebun buah. Buah-buah itu sudah ada. Tetapi harus ada orang yang memetiknya. Buah-buah
itu tidak bisa langsung masuk ke mulut kita atau kita bagikan kepada orang lain, kalau tidak
ada orang yang memetiknya.
“Karena itu mintalah kepada tuan yang empunya tuaian, supaya Ia mengirimkan pekerja-
pekerja untuk tuaian itu” (Luk 10:2b).
24
Di antara pekerja sejati itu adalah kita, Anda dan saya.
Bulan Maret yang lalu daerah Riau sempat menjadi pusat berita nasional gara-gara hasil
buminya yang diekspor ke mana-mana: asap. Bahkan Presiden pun sampai meninggalkan
kegiatan kampanyenya sebagai ketua umum partai untuk menangani langsung bencana ini.
Bagi saya Riau selalu masih menarik, kalau melintas kabar tentangnya, indra dan pikiran
menjadi terpaut ke situ, hampir seperti kalau mendengar sesuatu tentang kota kelahiran
sendiri.
Itu semua karena saya pernah tinggal di Riau, tepatnya di sebuah desa kecil bernama
Pasir Pengarayan, sekitar 200 km dari ibukota propinsi Pekanbaru. Tidak lama saya tinggal di
situ, tiga setengah tahun saja (1994-1998). Namun itu waktu yang cukup lama untuk
menjalani Tahun Orientasi Kerasulan, yang biasanya hanya dua tahun untuk yesuit, bahkan
hanya setahun untuk beberapa tarekat lain. Sebabnya apa? Bukan cakupan dari tulisan kecil
ini.
Cakupan tulisan ini adalah refleksi atas pelayanan sebagai imam di Jakarta ini. Namun
ketika memulai refleksi ini, melintaslah berita tentang kebakaran hutan di Riau itu, sehingga
tidak bisa tidak saya padukan keduanya. Ya, memang pengalaman saya di sana
mempengaruhi cara pandang saya terhadap beberapa sisi pelayanan saya sekarang di Jakarta,
kota metropolitan ini.
1. Alangkah bersyukurnya di Jakarta ini kalau naik motor ke misa wilayah, meskipun
(justru karena) jalanan macet!
25
Saya pernah ke salah satu stasi di Pasir Pengarayan yang namanya: SKP-F, jaraknya
sekitar 40 km dari pastoran, dengan mengendarai motor trail (Yamaha Enduro). Kebetulan
habis hujan. Jalanan berlumpur dan lumpur di sana memang jahat. Rantai dan gigi motor
cepat sekali aus bergesekan dengan lumpur tanah liat ini. Kebetulan waktu itu motor kepater:
terjebak dalam kubangan dan nggak mau jalan meski digas pol. Tidak ada orang yang bisa
membantu, terpaksanya dorong-dorong dikit-dikit. Akhirnya dengan tenaga yang masih ada,
dan sambil putus asa dan juga jengkel, saya dorong kuat-kuat sambil teriak: Asu! (maaf,
dibaca dalam hati saja, jangan diucapkan, apalagi di depan orang). Keluarlah motor itu dari
kubangan lumpur tanah liat.
Di Jakarta ini…..biar jalanannya macet, asap kendaraan, banjir, tetap tidak separah
perjalanan ke stasi SKP-F itu.
2. Alangkah bersyukurnya bahwa di Jakarta ini mudah mengajak berdoa rosario dan
mengadakan pertemuan lingkungan APP, BKSN maupun Adven!
Pada bulan Oktober pertama yang saya lewati di Pasir Pengarayan, saya rindu suasana
rosario yang biasa saya alami di Jawa. Doa yang paling sederhana. Maka dalam perkumpulan
stasi yang paling dekat dengan pastoran, saya menawarkan doa rosario. Ternyata….tidak ada
yang kenal doa itu! Bahkan rosario pun tidak pada punya. Akhirnya saya ajari doa itu;
hitungan sepuluh Salam Maria memakai jari. Baru beberapa bulan setelahnya saya
memperoleh kiriman rosario yang bisa dibagi-bagikan kepada sejumlah orang. Mereka
memang umat translok (transmigran lokal) dari Sumatera Utara. Sebagian mengaku: “Kami
ini Katolik HKBP.” Saya tanya: “Apa maksudnya?” Jawabnya: “Huria Katolik Berbau
Protestan!”
Masa-masa Prapaskah dan Adven ternyata juga lewat tanpa ada suatu kegiatan penanda
sedikitpun. Ibadat Jalan Salib ternyata sama saja: tidak mereka kenal. Yang paling meriah
memang Natal. Tapi Adven-nya tenggelam.
Di Jakarta ini…..melimpah aneka bahan pertemuan Prapaskah, Bulan Liturgi, Bulan
Kitab Suci, Adven untuk lingkungan. Bahkan untuk event sejam pun ada bahannya: Rosario
Earth Hour. Acara rosario tetap acara favorit, yang mudah untuk mengumpulkan umat. Bagi
saya, biarpun ada aneka pendapat tentang mutu bahan-bahan itu: kekanak-kanakan-lah, nggak
teologis-lah, tetaplah syukur dan terimakasih bahwa semuanya sudah disiapkan…. Mau cari
apa lagi? Mau cari yang lebih susah?
3. Alangkah bersyukurnya bahwa di Jakarta ini persiapan perkawinan rapi dan tertib!
Di Pasir Pengarayan saya membantu seorang pastor yang sudah cukup lama tinggal di
situ, Rm. I. Haryoto SJ (†). Salah satu keluhan yang sering saya dengar adalah
keprihatinannya terhadap pasangan-pasangan calon pengantin yang ia berkati. Bagaimana
tidak prihatin? Pastor datang ke stasi, langsung dihadapkan pada pasangan yang minta
dinikahkan. Yang jamin ketua stasi. “Penyelidikan kanonik” dilaksanakan saat itu juga, dan
pasti jadi terburu-buru karena acara pokok adalah misa stasi, plus pernikahannya itu. Dan dari
sharing-nya kedengaran Rm. Haryoto sangat prihatin melihat situasi para calon itu sendiri:
pemahamannya tentang keluarga Katolik, kedewasaan para calon itu (benar-benar masih
anak-anak, karena ditanya nama bapak-ibunya saja tidak bisa jawab!). Perkawinan itu terjadi
begitu saja tanpa persiapan.
Di Jakarta ini…… kosa kata kita dalam Kursus Persiapan Perkawinan sudah soal:
“pandangan yang benar tentang hakekat perkawinan Katolik”, “memiliki pemahaman yang
benar tentang kesepakatan perkawinan”, dll. Didukung dengan sarana yang well-prepared:
buku pegangan yang terus diperbaharui sesuai dengan perkembangan keadaan (terakhir
26
ditonjolkan materi “kawin campur”, yang konon adalah hasil survey, hebat!), ada penataran
bagi pemberi materi, ada kerjasama dalam tiap dekenat.
Problem perkawinan di manapun barangkali intinya memang sama saja, perkawinan juga
akan terus terjadi di manapun, tetapi yang membuat perbedaan adalah: sejauh mana
diselenggarakan upaya pendampingan yang memadai bagi mereka yang mau menikah.
Sebenarnya ada no. 4, 5, dst, namun saya cukupkan sampai di sini karena ingat: masak
kumpulan tulisan di belakang jauh lebih panjang daripada teks misanya sendiri….. Kisah di
atas bukan mau membanding-bandingkan antara sana dengan sini. Lha wong ke sana dan ke
sini juga bukan maunya saya sendiri. Itu urusan pembesar. Namun bisa bersyukur atas
semuanya, itulah urusan saya. Saya bersyukur pernah melayani di Pasir Pengarayan. Tinggal
di sana membuat hidup lebih hidup: banyak tantangan. Namun saya juga bersyukur sekarang
melayani di Jakarta. Tinggal di sini membuat saya sadar bahwa butuh sedikit untuk bisa
bersyukur banyak.
27