Anda di halaman 1dari 11

vol, 1,1 (Oktober, 2023)

Pentingnya Tauhid dalam Pendidikan


Dhea Alfira
Siti Vidian Ramadani
Rosalinda Amanda Sari

Program Studi BKPI, Falkultas Ilmu Tarbiyah dan


Keguruan
Universitas Islam Negeri Sumatera Utara

Abstrak
Melihat keadaan yang sekarang ini akan banyaknya paham baru yang muncul, apabila tidak
dibentengi dengan pendidikan tauhid tidak akan kuat dalam pendirian seorang diri. Penelitian ini
bertujuan untuk menyadarkan akan pentingnya pendidikan tauhid, akan tertanamnya tauhid
dalam jiwa manusia secara kuat, sehingga dapat. Dapat menjadikan benteng bagi manusia agar
tidak mudah terombang ambing dan tidak terpengaruh dengan paham-paham. Tauhid dikatakan
penting karena tauhid adalah bentuk pengetahuan kita dalam mengenal Allah Swt. Pondasi
tauhid yang kuatakan menjadikan jiwa manusia menjadi baik yang mana akan memberikan
cerminan baik pula dalam diri akhlak manusia. Ketika pengimplementasian pendidikan tauhid
yang diberikan sejak kecil, akan kuatnya nilai tauhid yang diberikan sejak kecil, akan kuatnya
nilai tauhid yang dimiliki seseorang. Pendidikan berbasis tauhid merupakan salah satu solusi
untuk Pendidikan di Indonesia, Pendidikan berbasis tauhid adalah keseluruhan kegiatan
Pendidikan yang meliputi pembimbingan, pembinaan dan pengembang anpotensi diri manusia
sesuai dengan bakat, kadar kemampuan dan keahlian masing-masing yang bersumber dan
bermuara kepada Tuhan, Allah SWT. Selanjutnya ilmu dan keahlian yang dimilki diaplikasikan
dalam kehidupan sebagai realisasikokret pengabdian dan kepatuhan kepada Allah. Upaya kearah
itu diawali dari menanamkan nilai-nala iakhlaq al karimah (budi pekerti, tata krama, (menuru
tistialah local kita di indonesia) dalam diri setiap peserta didik kemudian diimplementasikan
kelak melalui peran kekhalifahan sebagai pemakmur dan pemelihara kehidupan didunia ini.
Kata Kunci:Sistem Pendidikan, tauhid ilmu, paham baru, ajaran islam

Pendahuluan
Tantangan terbesar muslim dan pendidikan Islam hari ini adalah tantangan yang dibawa
peradaban Barat.1 Tantangan ini semakin terasa dengan pengaruh globalisasi berupa
perkembangan informasi dan teknologi yang sangat pesat. Di satu sisi kondisi ini menimbulkan
permasalahan-permasalahanbaru yang kerap ditemukan pada diri individu juga masyarakat. Di
samping itu, catatan trend negative anak muda yang ditandai dengan maraknya seks bebas di
vol, 1,1 (Oktober, 2023)

kalangan remaja dan dewasa, munculnya kenakalan remaja, tawuran antar pelajar, antar
mahasiswa, antar etnis, banyaknya remaja dan pelajar yang terlibat narkoba, kekerasan, dan
berbagai penyimpangan penyakit kejiwaan, seperti depresi, dan kecemasan semakin membuat
keruh wajah pendidikan. Fenomena ini juga menjadi bukti dari dampak negative kemajuan
peradaban manusia yang tidak dilandasi dan diiringi oleh nilai keimanan.2 Pada akhirnya secara
tidak langsung memberikan pengaruh negative terhadap tatanan kehidupan masyarakat.3
Oleh karena itu, pendidikan di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir ini diingatkan akan
pentingnya menanamkan karakter dalam semua proses pembelajaran.4 Pendidikan karakter
menjadi pusat perhatian, karena selama ini pendidikan di Indonesia hanya berkonsentrasi pada
meraih angka semata. Hal tersebut bisa dilihat dari bobot mata pelajaran yang lebih diarahkan
pada dimensia kademik pelajar semata, yang biasa diukur dengan kemampuan logika matematika
dan abstraksi (kemampuan bahasa, menghafal, abstraksi atau ukuran IQ), sehingga generasi yang
dihasilkan adalah generasi yang tidak pekater hadap problematika sosial di sekitarnya. 51
Menurut hipotesa peneliti, solusi terhadap problem di atas bukan pada pendidikan karakter,
melainkan pendidikan keimanan atau tauhid. Iman memiliki peran yang sangat urgen bagi
manusia, sebab darinya terlahir perbuatan perbuatan baik dalam aktivitas keseharian.
Sebagaimana yang diungkapkan Ahmad Tafsir6 bahwa manusia sangat dipengaruhi oleh
pandangan hidupnya. Karena iman adalah suatu pandangan hidup maka manusia dikendalikan
oleh imannya dan menjadi inti dari seorang manusia. Iman terletak di dalam hati, sehingga bisa
disimpulkan bahwa inti manusia adalah hatinya.
Oleh sebab itu, seharusnya hati yang menjadi sasaran pendidikan selayaknya diisi dengan
keimanan. Hal ini senada dengan penjelasan Hamid fahmy Zarkasyi dalam artikelnya tentang
pentingnya World view islami, sebabia merupakan kepercayaan dan pikiran yang berfungsi
sebagai asas atau motor bagi segala perilaku manusia.7Ulwan8 juga menjelaskan bahwa kekuatan
iman akan menumbuhkan sikap istiqamah (teguh pendirian) ketika berhadapan dengan
berbagaima camujian, cobaan, dan tantangan yang menghiasi hidup. Darinya akan memunculkan
buah berwujud amal shalih serta akhlak bagus dalam kehidupan sehari-hari.
Tauhid dalam pandangan Islam merupakan akar yang melanda setiap aktivitas manusia.
Kekokohan dan tegaknya tauhid mencerminkan luasnya pandangan, timbulnya semangat
beramal dan lahirnya sikap optimistik. Sehingga tauhid dapat digambarkan sebagai sumber
segala perbuatan (amal shalih) manusia. Sebenarnya formulasi tauhid terletak pada realitas
sosial. Adapun bentuknya, tauhid menjadi titik sentral dalam melandasi dan mendasari aktivitas.
Tauhid harus diterjemahkan kedalam realitas. Tauhid harusnya dapat menjawab semua
problematika kehidupan modernitas, dan merupakan senjata pamungkas yang mampu
memberikan alternatif yang lebih anggun dan segar.92
1
Adian Husaini, Wajah Peradaban Barat: Dari Hegemoni Kristen Ke DominasiSekularLiberal,, (Jakarta: GemaInsani, 2005), 3.
Syed Muhammad Naquib al-Attas, Islam Dan Sekularisme, Terj. Khalif Muammar, M.A,, (Bandung: PIMPIN, 2010), 169.
2
Ghazi Abdullah Muttaqien, “Pandangan Syed Muhammad Naquibals-Attas TentangIslamisasiIlmu,” dalamJaqfi: JurnalAkidah
dan Filsafat Islam, Vol. 4, No. 2,, (2019): 93–130.
3
Vialinda Siswati, “PesantrenTerpaduSebagai Solusi Problematika Pendidikan Agama Islam Di Era Globalisasi,” dalamJurnal
Pendidikan Islam Indonesia, Vol. 2, No. 2,, (2018): 123–138.
4
DapipSahroni, “Pentingnya Pendidikan Karakter Dalam Pembelajaran,” dalamHumaniora,, (2017).
5
Mahmud, Pendidikan Karakter,, (Malang: Insani Press, 2018), 29.
26
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Islami, (Bandung: Rosda, 2012), 107
7
Hamid fahmyZarkasyi, “Worldview Sebagai Asas Epistemologi Islam,” dalamJurnalPemikiran dan Peradaban Islam Islamia,
Vol. II, No. 5, (2005): 9–20.
vol, 1,1 (Oktober, 2023)

Dalam QS. Ibrahim [14]: 24-25 dijelaskan bahwa tauhid yang kuat ibarat pohon yang
akarnya kokoh menghujam tanah, dahannya menjulang keangkasa dan mampu menghasilkan
buah pada setiap musimnya. Maka pendidikan tauhid semestinya menjadi pusat perhatian para
pendidik dan juga orang tua. Pentingnya mengangkat nilai tauhid menjadi penyeimbang terhadap
kemajuan dunia dan pesatnya arus globalisasi.10 Sementara itu, masih sangat minim ilmuwan,
lembaga, bahkan perguruan tinggi yang mengembangkan pendidikan tauhid sebagai salah satu
kajian, padahal lapangan kajian pendidikan tauhid sangatlah luas dan banyak potensi yang dapat
dikembangkan. Maka pendidikan tauhid perlu diangkat dan dijadikan sebagai landasan dalam
berbagai aspek kehidupan terutama pendidikan, baik dalam pendidikan formal, non formal
maupun informal, sehingga pendidikan tauhid menjadi bagian integral dalam pendidikan pada
umumnya.11
Pendidikan tauhid menjadi materi pokok pendidikan dan dakwah para rasul kepada umatnya
sebagaimana dijelaskan dalam QS. al-Anbiya’ [21]: 25, QS. al-A’raaf [7]: 59, 65, 73, dan 85.
Ayat-ayat tersebut menjelaskan bahwa isi dakwah dan pengajaran para rasul sangat
memperhatikan masalah keimanan. Dampaknya melahirkan orang-orang yang selalu sadar
bahwa tujuan penciptaan manusia dimuka buni ini adalah untuk beribadah kepada Allah. 12
Sementara itu pondok pesantren adalah salah satu institusi pendidikan agama Islam yang
menitik beratkan pendidikannya pada pendidikan tauhid dan ketakwaan. Di Indonesia, pesantren
merupakan lembaga tertua yang terbukti mampu menghadapi gelombang penjajahan dan
perannya terus diharapkan untuk menghadapi tantangan pesatnya arus globalisasi. Pesantren
telah menjadi benteng pertahanan umat Islam dari westernisasi. Namun demikian, pesantren
tidak hanya menjadi sekadar benteng, tetapi pesantren juga mampu memainkan peran untuk
mengimbangi laju globalisasi. Oleh karena itu, pesantren selalu berbenah dari segala trend
negatif yang menyertainya untuk kemajuan umat manusia, khususnya muslim yang menjadi
mayoritas pemeluk agama Islam di Indonesia. Sebagian pondok pesantren tradisional ada
kecenderungan untuk mengembangkan system pendidikannya menjadi sitem pendidikan modern
demi menjawab tantangan perubahan zaman.13

Metode
Kajian ini menggunakan metode studi Pustaka, di mana literatur-literatur yang relavan dikaji
dan dianalisis secara kritis. Sumber literature digunakan meliputi buku-buku hasil penelitian,
artikel ilmiah pada jurnal kredibel, artikel prosiding ilmiah, dokumen yang dirilis Lembaga
terpecaya. Data-data yang diperoleh dari literatul itu kemudian dikaji dan dianalisis untuk
kemudian dituang kandala martikel ini.

8
Abdullah NashihUlwan, TarbiyatulAulad, Terj. Arif Rahman, (Surakarta: InsanKamil, 2016), xvi.
9
Abu Abdillah Nurul Yaqin, “Tauhid Education Concept by Sheikh Abdurrahman bin Nâsir al-Sa’di, (Study of Book of Taisîr al-
Karîm al-Rahmân fi TafsîrKalâmi al-Mannân),”dalam Studia religia, Vol. 4, No. 2, (2020): 249–257, http://journal.um-
surabaya.ac.id/index.php/Studia/article/view/6776/pdf
10
Muhammad HambalShafwan, Intisari Sejarah Pendidikan Islam, (Solo: Pustaka
Arafah, 2019), 24.
11
Fuad, Strategi Mendidik Anak Di Zaman Global, (Malang: Mizania, 2019), 37.
12
Hilma Fauzia Ulfa, Aam Abdussalam, and Cucu Surahman, “Metode Pendidikan
Tauhid Dalam Kisah Ibrahim As. Dan ImplikasinyaTerhadapPembelajaran Pai Di Sekolah,”
dalam TARBAWY : Indonesian Journal of Islamic Education, Vol. 4, No. 2, (2018): 80
13
Hamid Fahmy Zarkasyi, “Modern PondokPesantren: Maintaining Tradition in Modern System, “dalamTsaqafah, Vol. 8, No. 2,
(2017): 85-103
vol, 1,1 (Oktober, 2023)

Tauhid Ilmu dalam Sistem Pendidikan Nasional


Sumber-sumber pengetahuan adalah Al Qur'an dan alam. Al Qur'an merupakan kitab suciumat
Islam yang diturunkan Allah SWT kepada rasulNya Muhammad SAW. Kitab ini berfungsi
sebaga ipedoman hidup, nasihat, penyembuh berbagai penyakit hati, petunjuk dan rahmat umat
manusia, juga sebagai inspirator perkembangan ilmu-ilmu pengetahuan di dunia.18 Segala
pengetahuan yang berasal dari alam tidak mungkin bertentangan dengan Al Qur’an dan tidak
mungkin bersifat “salah”.16
Pendidikan Nasional adalah pendidikan yang berakar kebudayaan bangsa dan berdasarkan
Pancasila dan UUD 45. Tujuannya adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan
manusia Indonesia seutuhnya ... (UUNo .2/1989 tentang UUSPN). Dalam GBHN 1999
dituliskan tiga misi utama system pendidikan nasional yang ternyata hasilnya tidak sesuai target.
Kebanyakan para pelajar.3
Lulusan sekolah yang sekarang ini dipercaya rakyat mengatur Negara berakhlak kurang baik
sehingga menyebabkan Negara kita mengalami kemunduran seperti saat ini.
Bahkan para pelajar yang belum lulus pun ada yang bersikap negative seperti tawuran,
memakai dan menjual narkoba, melawan gurudan orang tua, merusak fasilitas umum dan
sebagainya. Kegagalan lainnya terlihat pada kualitas pelajar Indonesia yang kemampuannya
sekarang jauh tertinggal disbanding pelajar Malaysia serta standar kelulusan Indonesia yang jauh
dari stan dari nternasional.
Pendidikan berbasis tauhid adalah salah satu ide besar Hidayatullah dalam berbagi solusi
pendidikan Islam dalam mempersiapkan generasi Islam masadepan. Sehingga diperlukan sebuah
identitas yang jelas dalam eksistensinya. Ada pilar- pilar penumpu pendidikan tauhid, yang mana
di dalamnya dikembangkan system nilai sebagai berikut sebagai pilar dasarnya:

1) Berpegang Teguh Pada Nilai-nilai Tauhid


Siswa/siswa harus memiliki kesadaran sebagai hamba dari Al Khaliq,makhluk dari Sang
Pencipta, dan posisi manusia yang dibekali akal oleh Allah SWT, dilebihkan dari yang lain.
Konskuensi dari kesadaran itu, setiap individu yang ada memiliki pemahaman bahwa setiap
aktivitasnya diatur oleh yang Maha Mengetahui, yaitu Allah SWT. Dari pemahaman ini
diharapkan pula santri-santri yang dihasilkan memiliki landasan keimanan yang kuat yang
dihasilkan/terlahir dari proses berpikir secara jernih dan mendalam. Dengan budaya ini, maka
tindakan-tindakan harian /perilaku sehari-hari akan mencerminkan dan dilandasi nilai-nilai
keimanan/ tauhid sebagai penampakan pemahaman wajibnya terikat pada aturan Sang Pencipta.
2) Ketaatan Yang Tinggi (budaya Sami’nawaatho’na)
Implikasi dari tingkat keimanan yang kuat dan keterikatan dengan ketaatan yang tinggi. Baik
ketaatan pada Allah SWT, seruan Rasul-Nya, Ulil Amri yang menjalankan perintah Allah dan
Rasul-Nya, maupun ketaatan pada pimpinannya. Ketaatan ini bisa dipahami sebagai wujud
kepercayaan dan pengabdian seseorang kepada sesuatu yang diluar dirinya sesuai dengan
3

16 Drs. H. Ayat Dimyati,M.ddk. 2000. Tauhid Ilmu dan Implementasinyadalam Pendidikan. Nuansa: Bandung. Hal.40
18 Drs.H.Ayat Dimyati,M.ddk.2000. Tauhid Ilmu dan Implementasinyadalam Pendidikan. Nuansa Bandung. Hal.78
vol, 1,1 (Oktober, 2023)

aturan-aturan Allah SWT. Dalam prakteknya, konsep ketaatan ini akan terwujud dalam
kehidupan sehari-hari siswa/siswa seperti ibadah, pakaian, tingkah laku, proses belajar mengajar,
ujian, termasuk ketaatan pada pimpinan dan aturan-aturan pesantren.
3) UkhuwahIslamiyyah dan silaturrahim
Sifat khas dari kaum muslimin adalah tertanamnya semangat dan nilai-nilai
ukhuwahIslamiyyah yang tinggi pada mereka. Nilai-nilai ini juga akan ditanamkan pada siswa\i
sebagai wujud proses penyadaran bahwa mereka adalah bagian dari kaum muslimin yang harus
mengetahui apa itu Ukhuwah dan UkhuwahIslamiyyah. Semangat UkhuwahIslamiyyah muncul
dalam sikap saling membantu dalam kebenaran dan taqwa dan tidak saling bantu dalam
kejahatan dan dosa, serta saling menasehati dalam kebenaran dan kesabaran.
4) Kerja Keras (mujahadah dan sa’ I)
Siswa-siswa diharapkan memiliki semangat untuk bekerja keras dan semangat pantang
menyerah. Semangat ini perlu ditanamkan sejak dini sebagai upaya untuk mendidik para siswa-
siswa agar mereka siap untuk mengadapi realitas / kenyataan hidup di masa depan, tantangan-
tantangan,hambatan-hambatan, dan segala macam problem hidup yang akan ditemui.Semangat
ini dilandasi dari sirah Rasul dimana Rasul sangat senang dan memuji para sahabat yang telapak
tangannya keras sebagai wujud kerja keras mereka. Jadi etos kerja harus menjiwai semangat
hidup para santri.
5) Belajarterus (budayaIgro’)
Sebagai seorang muslim kewajiban yang tidak bisa ditinggalkan adalah mencari ilmu, baik
ilmu yang termasuk fardhu ‘ain(tsaqofah Islam),maupun ilmu yang termasuk fardhu kifayah
(ilmu kehidupan). Yang pertama diperlukan seorang muslim agar menjadi orang yang kuat
imannya dan tinggi kesalahannya. Sedang ilmu yang kedua diperlukan untuk meraih kemajuan
material bagi diri dan masyarakat dalam rangka pelaksanaan tugas ke khilafahan. Sikap
kecintaan dan kegairahan menuntut ilmu harus menjiwai setiap siswa. Untuk itulah siswa harus
memiliki konsep-konsep dasar keilmuan yang cukup sebagai pilar rujukan dari masyarakat.
Dalam hal keilmuan ini tentut saqofah Islam harus menjadi pemahaman yang lebih dari ilmu-
ilmu yang lain. Artinya pemahaman tentangt saqofah Islam dalam segala aspek akan menjadi
modal yang sangat potensial dan cemerlang untuk proses interaksi dan perubahan tatanan
masyarakat sesuai syari’at Islam.
6) Perjuangan dan Pengorbanan (Jihad dan hijrah)
Yang tidak pernah lepas dari para sahabat Rasul adalah semangat juang dan semangat tempur
yang tinggi dalam membela Islam. Semangat juang ini juga akn menjadi semangat para
santri/siswa dalam kehidupan sehari-hari. Santri/siswa harus memilki kesadaran bahwa Islam
memerlukan perjuangan, kerja keras dan pengorbanan. Semangat untuk berjuang juga
ditanamkan dari sisi bahwa mereka akan terjundengan kehidupan nyata yang sangat keras,
jahiliyah, dan brutal, untuk itu para santri/siswa ditanamkan untuk selalu memiliki semangat
perjuangan yang tinggi dan pantang menyerah.
7) Keikhlasan
Sebagai seorang muslim, sudah selayaknya seorang santri/siswa memiliki sifat-sifat yang
mulia seperti yang pernah dicontohkan oleh Rasul SAW. Salah satu sifat yang selalu dicontohkan
vol, 1,1 (Oktober, 2023)

oleh Rasul adalah sikap ikhlas. Sikap ikhlas ini merupakan salah satu syarat supaya amal
diterima oleh Allah SWT.
8) Kejujuran (Shidiq)
Sifat dan karakteristik yang juga harus dimiliki oleh santri adalah sifat jujur. Jujur bukan
semata-mata norma yang berlaku di masyarakat, namun sikap jujur yang Sifat ini akan
menanamkan image dan pandangan pada masyarakat bahwa santri/siswa yang dihasilkan
memang orang-orang yang memiliki sifat-sifat yang sesuai dengan pandangan Islam. Dari sikap
ini akan muncul kepercayaan dari masyarakat,sikap simpati, dan kerja sama berlandaskan
kejujuran sebagai salah satu landasan moril yang ada di masyarakat.
9) Kemandirian dan Ulet
Siswa/santri dibekali dengan semangat dan tekad untuk memiliki kemandirian dalam
hidupnya. Artinya dalam menghadapi segala permasalahan hidup sangat ditekankan untuk
bersikap dan berbuat semaksimal dan seoptimal mungkin dengan kekuatan dan sumber daya
sendiri. Selama siswa/santri sendiri mampu mengatasi maka diprioritaskan untuk diselesaikan
dengan sumber dayanya sendiri. Sikap mandiri merupakan modal dasar bagi santrinya untuk
sukses dalam berwirausaha apabi latelah selesai masa pendidikan mereka.
10)Keteladanan (Uswatun Hasanah)
Apabila telah berbaur dan menyatu dengan masyarakat, maka yang dibutuhkan adalah
istiqomah dan suriteladan. Begitu bagi parasiswa santri , sikap untuk selalu istiqomah berpegang
teguh dengan aturan Allah, dan mengaplikasikan dalam perbuatan sehari-hariakan
memberikancitra positif di masyarakat. Keteladan ini perlu ditanamkan pada para santri, karena
mereka adalah unsur dari masyarakat yang notabene memiliki pemahaman Islam yang cukup,
dan telah dididik untuk menjadi uswah bagi masyarakat.
11) Kebersihan, Kerapihan, dan Keindahan
Siswa/santri sejak dini harus diberikan kesadaran dan pemahaman tentang kewajiban untuk
memelihara kebersihan, menjaga kerapihan, dan mengatur lingkungannya agar selalu indah.
Karena dengan demikian maka ia akan mendapatkan pahala dari Allah SWT. di satusisi,
mendapat berkah sehat disisi lain, dan mendapat simpati masyarakat karena kebersihan dan
kerapihannya.
12) Kedisiplinan
Salah satu kunci keberhasilan Rasul dan para sahabat dalam membangun masyarakat
Madinah adalah kedisiplinan Rasul mendidik para sahabat. Rasul memberikan suritauladan
dengan contoh akhlak-akhlak mulia berupa menepati janji, jujur dan tepat waktu. Untuk itu santri
/siswa sejak awal dididik untuk memiliki sifat disiplin yang tinggi, tepat waktu dan selalu
berpegang teguh pada akad yang dibuat. Kedisiplinan akan membawa santri/siswa pada
pekerjaan dan hasil yang optimal. Secara manajerial dipahami bahwa kedisiplinan merupakan
awal dari suatu keberhasilan.
13) Inovatif dan Kreatif
Inovatif adalah suatu suatu daya upaya yang dilakukan untuk menemukan hal-hal baru yang
sebelumnya belum ada. Sedangkan kreatif adalah suatu upaya untuk mengembangkan sesuatu
vol, 1,1 (Oktober, 2023)

yang sudah ada menjadi sesuatu yang lain yang lebih baik. Sikap inovatif dan kreatif juga
ditanamkan pada santri/siswa sejak dini, agar para santri/siswa mampu menciptakan karya baru,
serta mampu mengembangkan teknologi yang ada agar memilki nilai yang lebih dari nilai
sebelumnya.17

Kontribusi Pendidikan dalam Meningkatkan Kualitas Bangsa


Indonesia
Mengacu pada laporan Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNDP) 2004, tingkat
kesejahteraan masyarakat Indonesia diukur dari indikator kesehatan, pendidikan, dan ekonomi
jauh tertinggal dibandingkan dengan negara-negara di Asia Tenggara. Indeks Pembangunan
Manusia (HDI) Indonesia berada pada peringkat 111 dari 175 negara, jauh di bawah Singapura
(25), Brunai Darussalam (33), Malaysia (58), Thailand (76), dan Filipina (85). Indikator
pendidikan dalam komponen HDI memang tidak serta merta mencerminkan posisi pendidikan
suatu negara karena ukuran ukurannya yang bersifat kuantitatif. Namun melalui ukuran-ukuran
tersebut kita dapat melihat bahwa, pendidikan di Indonesia secara makro sesungguhnya masih
berada pada posisi tertinggal.
Disadari bahwa di era tahun 1950-an semua lulusan perguruan tinggi langsung mendapatkan
pekerjaan yang layak. Pasalnya, jumlah lulusan dan pasar tenaga ahli masih menguntungkan
alumni perguruan tinggi. Kemudian, di era 1980-an, pasar tenaga kerja mulai selektif dan
bervariasi. Untuk itu lulusan lembaga pendidikan tinggi tersebut harus menambah
kemampuannya, semisal mengetik. Selanjutnya ada tuntutan menguasai bahasa Inggris dan
Mandarin. Sekarang ini tuntutan makin ketat. Semua alumni perguruan tinggi harus menguasai
sejumlah bahasa asing, teknologi informasi, pengetahuan teknologi tepat guna, serta menguasai
perkembangan yang terjadi di dunia internasional. Semua tuntutan itu harus dipenuhi oleh
institusi pendidikan tinggi, karena mereka berkepentingan menghasilkan lulusan yang
berkemampuan optimal dan sanggup bersaing di era global nanti.19
Pendidikan sebagai kunci peningkatan kualitas bangsa Indonesia masih di pandang sebelah
mata oleh pihak-pihak pengambil keputusan, terutama pemerintah sebagai pengayom
masyarakat. Padahal sejarah membuktikan bahwa negara-negara maju seperti Inggris, Rusia,
Jepang, Cina, dan juga India menjadi maju karena negara-negara tersebut membangun pondasi
pembangunannya melalui sektor pendidikan. Mereka membangun sistem pendidikan yang
berkualitas. Cina dan India sekarang telah menjadi negara besar yang tumbuh berkembang
setelah kualitas sumber daya manusianya maju.20 Pada sisi lain, bidang pendidikan di Indonesia
menunjukkan, profesi guru dan dosen belum mendapatkan penghargaan yang baik. Padahal
profesi guru dan dosen harus menjadi profesi yang bergengsi seperti di Jerman.4

Dengan berbagai krisis yang melanda bangsa ini, pendidikan belum mampu berfungsi
sebagaimana mestinya dalam mendukung kualitas bangsa Indonesia yang terpuruk21 (Pikiran

417
Tim editor, Orientasi Nilai Dasar Islam, (Yogyakarta : UII Pres, (2004)
19
A Malik Fadjar, dalam Media Indonesia (6 September 2004)
20
Muhammad Surya dalam Pikiran Rakyat (28 Juni 2003)
vol, 1,1 (Oktober, 2023)

Rakyat, 22 Mei 2004). Lulusan dari lembaga pendidikan di Indonesia juga kurang relevan
dengan kebutuhan tenaga yang diperlukan, sehingga hasilnya kurang efektif dan mendorong
terjadinya pengangguran intelektual. Ada dua hal yang harus dilakukan untuk mengatasi masalah
mutu pendidikan yang masih rendah di Indonesia, yaitu pertama, adalah revitalisasi budaya
bangsa. Artinya bangsa ini harus kembali berpedoman kepada pembukaan UUD 1945, bahwa
pendidikan adalah upaya utama untuk mencerdaskan kehidupan bangsa yang berbudaya, yang
beriman kepada Tuhan Yang Maha Esa, memiliki semangat juang yang tinggi dan memiliki
kreativitas pribadi yang terpuji. Kedua adalah manajemen pendidikan, dimana sistem pendidikan
nasional yang disempurnakan dan disahkan pada 2003, implementasinya harus dilakukan dengan
manajemen yang proporsional dan profesional, baik ditingkat makro maupun mikro.
Mangunwidjaya, dalam Taliziduhu Ndraha (1999:31), menyatakan arti pentingnya pendidikan
dalam mencerdaskan bangsa. Menurutnya bangsa yang tidak cerdas hanya mengikuti emosi
belaka atau dangkal cara penggagasannya. Tidak mengetahui hubungan kausal sebab dan akibat,
apalagi urusan prioritas. Akhirnya hanya tahu kekerasan, penindasan hakhak asasi warganegara,
khususnya kaum lemah, suka berbahasa teror serta merekayasa paksaan-paksaan yang justru
senjata makan tuan. Orang yang tidak cerdas biasanya mudah memakai kekerasan sebagai cara
penyelesaian sosial. Gejala-gejala kekerasan dalam dasawarsa-dasawarsa terakhir ini merupakan
indikator yang harus kita perhatikan secara sungguh-sungguh.

Hakikat Pendidikan Islam dan Konsep Tauhid & Rosionalitas


Bagi seorang muslim, bertauhid merupakan pangkal sekaligus ujung (tujuan) dari seluruh
kehidupan. Artinya, seluruh aktivitas kehidupannya selalu ada dan tetap dalam bingkai (frame)
tauhid. Tauhid tidak hanya mengisi "sisi kosong" kesadarannya, tetapi selalu mengaliri seluruh
ruang kesadarannya dalam waktu kapan pun dan dalam keadaan bagaimana pun (faainama tuwall
fatsamma wajhu Allah). Gagasan tentang Tuhan dalam konsep tauhid, hendaknya meresap ke
dalam setiap aspek kesadaran, pemikiran dan perilaku Muslim.
Dalam kerangka berpikir seperti ini, seluruh kehidupan umat Islam harus didasarkan pada
pandangan dunia tauhid. Artinya, tidak boleh ada pemisahan atau pembedaan antara kegiatan
dunyawiyyah dan kegiatan ukhrawiyyah. Dalam pandangan tauhid, semua aktivitas muslim
merupakan manifestasi dari ketakwaan total kepada Allah ('ibadah). Jadi, tidak boleh terjadi
"teritorialisasi" (sekularisasi) antara aktivitas mental-spiritual (ukhrawi) untuk Tuhan, dan
aktivitas fisik-jasmani (duniawi) selain Tuhan.
Dengan demikian, tauhid bukan sekedar konsep "melangit", tetapi juga "membumi"; bukan
sekedar menyangkut Tuhan dengan zat, sifat, dan af 'al-Nya, tetapi juga beruhubungan dengan
dunia manusia. Murtadha Muthahhari membagi pemahaman tauhid kepada dua bagian, yaitu
tauhid teoretis dan tauhid praktis. Tauhid teoretis, menurutnya, adalah tauhid yang membahas
tentang keesaan zat, sifat, dan perbuatan Tuhan. Pembahasan keesaan zat, sifat, dan perbuatan
Tuhan ini adalah khusus berkaitan dengan kepercayaan, pengetahuan, persepsi, dan pemikiran
kita tentang Tuhan. Adapun tauhid praktis yang juga dia sebut tauhid ibadah berhubungan
dengan kehidupan praktis manusia, dunia nyata, dunia sosial, dan cultural manusia.
Dalam kerangka ini, maka tauhid sangat signifikan dijadikan landasan bagi tegaknya
bangunan peradaban manusia. Dengan keluasan muatan nilai yang terkandung dalam konsep
tauhid in mengandung implikasi ideologis bagi terciptanya tata peradaban das pranata sosial
yang adil, maju dan berkeadilan, beradab, egaliter, demokratis, dan humanis, bukan saja untuk
vol, 1,1 (Oktober, 2023)

kepentingan antropologis & sosiologis , tetapi sebuah pranata yang terbingkai oleh etik dan
moral Islam (tauhid). Etik dan moral yang akan mengarahkan proses-proses sosial yang semakin
menggelem bung dalam membentuk kebudayaan dan peradaban.
Pendidikan, sebagai bagian dari proses kreatif peradaban memiliki nilai strategis untuk
melakukan proses kulturisasi, yakin memasyarakatkan nilai-nilal normatif etis ketataran realitas.
Dengan kata lain, pendidikan adalah jembatan yang menghubungkan atau mentransformasikan
nilai-nilai yang masih berada di wilayah ontologis (seperti konsep masyi'ah, iradah, qudrah) ke
tataran epistemologis dan aksiologis. Agar ontologi nilai itu dapat dipahami dan diaktualisasikan
pada tataran aksiologis, perlu dirumuskan pada tataran epistemologis. Dengan demikian,
pendidikan harus dibangun dari kebenaran merumuskan ontologis, epistemologis, dan aksiologis
Pendidikan Islam, sebagai bagian dari struktur bangunan Islam, yang memiliki kaitan
fungsional dengan nilai dan moral Islam, sangat berkepentingan untuk memfungsikan dan
mangaktualisasikan nilai- nilai tauhid dalam proses pendidikannya. Untuk kepentingan ini ikhtiar
yang harus dilakukan pada tataran awal adalah melakukan konseptualisiasi pada tataran teologi
dan filosofi pendidikan Islam. Pada tataran teologi dimaksudkan agar kehadiran dan proses
pendidikan Islam memiliki landasan atau dasar teologis. Pemahaman teologis yang dimaksud
tentu harus bersumber dari nilai-nilai dasar al-Quran. Hal ini diperlukan, agar kecuali pendidikan
Islam tetap mempunyai keterkaitan secara organik dan sistematis dengan ajaran Islam yang
membedakan dengan karakteristik pendidikan lainnya juga pemikiran teologis yang baik dan
jelas berguna dalam mengarahkan jalannya pendidikan Islam itu sendiri. Sebab, refleksi teologis
menjadi semacam keyakinan yang selanjutnya memberi warna terhadap kehadiran dan kerja
manusia. Sedangkan pada tataran filosofis dimaksudkan agar penyusunan konsep pendidikan
Islam berlandaskan pemikiran yang tersistemalisasi secara filosofis. Pada level ini, tidak hanya
memuat pemikiran-pemikiran yang bercorak normatif-spekultif yang menjadikan pendidikan
Islam kehilangan daya aktualisasinya, tetapi upaya pemikiran yang sungguh-sungguh untuk
merumuskan kembali konsep pendidikan Islam secara lebih bermakna dan kontekstual dengan
persoalan kemanusiaan.
Filsafat adalah cara untuk mencari dan merumuskan kebenaran yang dalam kehidupan
muslim selalu merujuk kepada al-Quran dan Sunnah. Dari rumusan ini akan tersusun suatu bagan
filosofis mengenai pandangan dunia yang menjadi landasan ideologis dan moral pendidikan
Islam. Berangkat dari persepektif ini, pemikiran, perumusan dan penyusunan kerangka dasar
pendidikan Islam harus bertitik tolak dari nilai-nilai dasar al-Quran. Selain menjamin keterkaitan
dengan ajaran Islam, juga dalama rangka fungsionalisasi pendidikan Islam dalam mengarahkan
jalannya perubahan masyarakat dan peradaban.
Dari perspektif ini, dapat diambil formulasi bahwa tauhid dalam pemikiran pendidikan Islam
berfungsi untuk mentransformasikan setiap individu anak didik menjadi "manusia tauhid" yang
lebih kurang ideal, dalam arti memiliki sifat-sifat mulia dan komitmen kepada penegakan
kebenaran dan keadilan. Berbagai atribut manusia tauhid yang diharapkan lahir dari "rahim"
pendidikan, menurut Irfan dan Mastuki, adalah pertama, memiliki komitmen utuh, tunduk dan
patuh pada Allah. la berusaha secara maksimal menjalankan pesan dan perintah Tuhan sesuai
dengan kadar kemampuannya. Kedua, menolak segala pedoman dan pandangan hidup yang
bukan datang dari Allah. Dalam konteks masyarakat manusia, penolakan ini berarti emansipasi
dan restorasi kebebasan esensialnya dari seluruh belenggu buatan manusia supaya komitmennya
pada Allah menjadi utuh dan kokoh.
vol, 1,1 (Oktober, 2023)

Ketiga, bersikap progresif dengan selalu melakukan penilaian terhadap kualitas hidupnya,
adat istiadat, tradisi, dan paham hidupnya. Bila dalam penilaiannya terdapat unsur-unsur syirik
dalam arti luas maka ia tidak segan-segan berubah dan mengubahnya agar sesuai dengan
ketentuan-ketentuan Allah. Manusia tauhid akan selalu bersikap progresif-inovatif karena ia
tidak pernah menolak setiap perubahan yang positif.
Atribut keempat, tujuan hidupnya amat jelas. Ibadahnya, kerja kerasnya, hidup dan matinya
selalu ditujukan untuk dan demi Allah semata. Inilah komitmen yang selalu diucapkan berkali-
kali dalam setiap shalatnya.
Pendidikan merupakan suatu proses yang dimulai jauh sebelum seorang anak dilahirkan,
berlangsung saat kelahiran anak itu, dan berlangsung terus sampai anak itu mencapai usia
dewasa. Pendidikan anak sangat penting dan menjadi tanggung jawab kedua orang tua. Sehingga
orang tua memiliki kewajiban dalam pemilihan sekolah yang baik, memilih dan menciptakan
lingkungan hidup yang baik dan mengisi semua ruang yang diperlukan bagi anak.21
Pendidikan Tauhid berarti proses bimbingan untuk menguatkan hati dalam mewujudkan
Keesaan Allah. Pendidikantauhid adalah proses menanamkan tuntunan, ajaran dan akhlak kepada
seseorang agar memiliki keyakinan yang kuat dan teguh kepada Allah SWT sebagai satu-satunya
Tuhan yang berhak disembah.22

Kesimpulan
Berdasarkan pemaparan di atas, dapat simpulkan bahwa tauhid adalah nilai sentral dari ajaran
Islam. Tauhid merupakan landasan pokok yang paling inti. Yakni, dengan lafadz la illahailla
Allah yang artinya tidak ada Tuhan selain Allah, yang dalam aspek aksiologi bukannya hanya
sekedar ibadah ritual saja yang harus dilaksanakan sabagai makhluk-Nya namun juga sebagai
landasan dari semua aktiftas makhluk-Nya. Maka, pendidikan Islam berbasis nilai tauhid dapat
diartikan sebagai suatu usaha yang dilakukan dalam mengoptimalkan potensi peserta didik agar
satu kesatuan dengan keyakinan terhadap ke-Esaan Allah. Sehingga jika dihubungkan dengan
materi pendidikan Islam, dasar pemikiran nya akan selalu berkaitan dengan nilai-nilai
ketauhidan. Adapun implikasi dari pendidikan berbasis nilai tauhid ini dapat berupa (1) membuat
kurikulum yang berbasis nilai tauhid; (2) pemaparan materi dalam bidang ilmu apapun dikaitkan
dengan nilai tauhid; dan (3)pembelajaran dilakukan lebih menekankan untuk berpikirholistik
baik pendidik maupun peserta didik. Sedang kanaplikasinya dalam pembelajaran yakni
pembelajarannya berusaha mengaitkan fenomena sehari-hari yang terjadi dengan menyelipkan
pandangan dalam segi keagamaannya.

Daftar Pustaka
Muttaqien, Ghazi Abdullah. “Pandangan Syed Muhammad Naquib Al-attas
TentangIslamisasiIlmu,” dalamJaafi: Jurnal Akidah dan Filsafatislam, Vol. 4, No (2019).
Fuat. Strategi Mendidik Anak Di Zaman Global, (Malang: Mizania,2019).
R.H. Setiawan, Pendidikan Tauhid dalam Al-Qur’an, Misykat al-Anwar Jurnal Kajian Islam
dan Masyarakat, Vol. 30 (2), 2019.
vol, 1,1 (Oktober, 2023)

Hamid Fahmy Zarkasyi. “Modren Pokok Pesantren: Maintaining Tradition in Modren


System.” Dalam Tsaqafah, Vol. 8, No.2(2017).
Prastiwi, R. G., & Sauri, S. (2021). Penerapan Pendidikan Tauhid dalam Pembelajaran Aqidah
Akhlaq. Prosiding Konstelas iIlmiah Mahasiswa Unissula (KIMU) Klaster Humaniro, 2021, 1.1.
SHAFWAN, Muhammad Hambal; ZAKARIYAH, Din Muhammad. Analisis Model
Pendidikan Tauhid di Pesantren al-Ikhlash Lamongan. TSAQAFAH, 2021, 17.1: 141-162.
Surya, Muhammad, Integrasi Tauhid Ilmu dalam Sistem Pendidikan Nasional, dalam Hender
Riyadi (ed.), Tauhid Ilmu dan Implementasinya dalam Pendidikan, Bandung: Penerbit Nuansa,
2000.
Tim editor, Orientasi Nilai Dasar Islam, Yogyakarta: UII Press, 2004.
Basyid, Abdul. “pengaruh pemikiran Ibn Taymiyyah Di Dunia Islam,” dalam Rausyan Fikr :
JurnalPemikiran dan Pencerahan, Vol. 15,No.2 (2019).
Ulfa, Hilma Fauzia, Aam Abdussalam, and Cucu Surahman. “Metode Pendidikan Tauhid
Dalam Kisah Ibrahim AS dan ImmplikasinyaTerhadapPembelajaran Pai Di Sekolah,” dalam
TARBAWY : Indonesian Journal of Islamic Education, Vol. 4, No. 2, (2018).
Surya, Mohamad. 2004. “Pendidikan Murah, Mungkinkah?” Dalam Pikiran Rakyat 5 juni.
Bandung: PT. Percetakan Offset GRANESIA.
AbdulHaq, Ihsan. Hakikat Pendidikan Islam dalam Konsep Tauhid & Rasionalitas. Jakarta:
STAI Persis, 2023
Suryani, I., Daulay, L. S., Elmi, N,. & Parapat, I. K. (2019). PENDIDIKAN TAUHID DAN
AKIDAH PADA ANAK DENGAN MEMBANGUN CINTA PADA ISLAM. Reflektika, 14(2),
171-188.
Ayat Dimyati, M. ddk, Tauhid Ilmu dan Implementasinya dalam Pendidikan,
Nuansa : Bandung, 2000
Tafsir, ahmad. Ilmu Pendidikan Islami, (Bandung: Rosda, 2012), 107

Anda mungkin juga menyukai