Anda di halaman 1dari 11

Bab IV

ANALISA GAYA INERSIA MEKANISME


Dalam menganalisa percepatan mekanisme yang batangbatangnya bergerak, terdapat
percepatan-percepatan tertenu, yang bisa ditentukan. Menurut Hukum Newton II, bahwa dalam
mekanime terdapat gaya-gaya atau kopel-kopel yang mengakibatkan percepatan ini.
Yang dibahas disini adalah percepatan dari gerak bidang, yang merupakan gabungan dari gerak
translasi lurus dan rotasi. Konsep gaya-gaya inersia dikemukakan sesudah membahas masalah
gaya resultan yang mengakibatkan gerakan.
4.1 Gaya dalam Gerak Bidang (Plane Motion)
Suatu batang bentuk sebarang, gambar-4.1, mempunyai massa M, bergerak dengan kecepatan
sudut, ω (radian/detik) dan percepatan sudut, a (radian/detik2), arah keduanya berlawanan
jarum jam. Pada titik P ditinjau elemen massa dM, sedang di titik A terdapat percepatan
translasi lurus dA. Percepatan di P adalah :
𝑎 =𝑎 +𝑎
𝑎 =𝑎 +𝑎 +𝑎 (4-1)

Gambar 4.1. Komponen gaya inersia benda


Dimana :
𝑎 , komponen normal yang berimpit dengan 𝐴𝑃 , 𝑎 : komponen tangensial yang tegak lurus
𝐴𝑃 = 𝛼 . 𝐴𝑃 = 𝛼. 𝑟 , Maka persamaan (4-1) menjadi:
𝑎 = 𝑎 + 𝜔 . 𝑟 + 𝛼. 𝑟 (4-2)
Akibat percepatan 𝑎 , elemen gaya terhadap elemen massa dM di P :
𝑑𝐹 = 𝑑𝑀 . 𝑎 = 𝑎 . 𝑑𝑀 + (𝜔 . 𝑟). 𝑑𝑀 + (𝛼. 𝑟). 𝑑𝑀 (4-3)
Dalam hal ini, (𝜔 . 𝑟). 𝑑𝑀 = 𝑑𝐹 , adalah elemen gaya normal di P, berimpit dengan 𝐴𝑃 .
(𝛼. 𝑟). 𝑑𝑀 = 𝑑𝐹 , adalah elemen gaya tangensial di P, tegak lurus dengan 𝐴𝑃.
𝑎 . 𝑑𝑀 = 𝑑𝐹 , adalah elemen gaya translasi di P yang sejajar dengan 𝑎

Halaman | 1
Dalam analisa ini supaya tidak terdapat variabel besaran yang terlalu banyak, maka sistem
sumbu cartesian x-y, originnya ditempatkan berimpit dengan titik A, dan absisnya berimpit
dengan arah percepatan 𝑎 . Benda atau batang dalam kondisi bebas, maka derajad kebebasan
geraknya (degree of freedom) tiga buah, yaitu: 1) gerak translasi lurus ke arah sumbu-y, 2)
gerak translasi lurus ke arah sumbu-x, dan 3) rotasi terhadap A. Komponen-komponen gaya di
P, sekarang diamati berdasarkan sistem sumbu cartesian tersebut, sehingga harus diuraikan.
Komponen-komponen gaya di P yang sejajar // sumbu-x :
1. 𝑑𝐹 = 𝑎 . 𝑑𝑀 (4-4)
2. 𝑑𝐹 = 𝑑𝐹 . 𝑐𝑜𝑠𝜃 = (𝜔 . 𝑟). 𝑑𝑀. 𝑐𝑜𝑠𝜃 (4-5)
3. 𝑑 = 𝑑𝐹 . 𝑠𝑖𝑛𝜃 = (𝛼. 𝑟). 𝑑𝑀. 𝑠𝑖𝑛𝜃 (4-6)

Komponen-komponen gaya di P yang // sumbu -y:


1. 𝑑𝐹 = 𝑑𝐹 . 𝑠𝑖𝑛𝜃 = (𝜔 . 𝑟). 𝑑𝑀. 𝑠𝑖𝑛𝜃 (4-7)
2. 𝑑𝐹 = 𝑑𝐹 . 𝑐𝑜𝑠𝜃 = (𝛼. 𝑟). 𝑑𝑀. 𝑐𝑜𝑠𝜃 (4-8)

Resultan elemen gaya di P ke arah sumbu-x : dari Gambar 4.2. Komponen dF di P. persamaan
(4 -4), (4-5), dan (4-7) :
𝑑𝐹 = 𝑑𝐹 − 𝑑𝐹 − 𝑑𝐹
𝑑𝐹 = 𝑎 . 𝑑𝑀 − (𝜔 . 𝑟. 𝑐𝑜𝑠𝜃). 𝑑𝑀 − (𝛼. 𝑟. 𝑠𝑖𝑛𝜃). 𝑑𝑀 (4-9)
Dalam hal ini:
𝑟. 𝑐𝑜𝑠𝜃 = 𝑥
𝑟. 𝑠𝑖𝑛𝜃 = 𝑦, disubtitusikan ke persamaan (4-9)
𝑑𝐹 = 𝑎 . 𝑑𝑀 − 𝜔 . 𝑥. 𝑑𝑀 − 𝛼. 𝑥. 𝑑𝑀 (4-10)
dengan cara yang sama komponen gaya searah sumbu-y, dari persamaan (4-7), (4-8)
𝑑𝐹 = 𝛼. 𝑥. 𝑑𝑀 − 𝜔 . 𝑥. 𝑑𝑀 (4-11)

Apabila kedua persamaan (4-10) dan (4-11), untuk seluruh massa benda atau batang, yaitu
dengan mengintegralkan, sehingga menjadi :
𝐹 = 𝑀. 𝑎 − 𝜔 ∫ 𝑥. 𝑑𝑀 − 𝛼 ∫ 𝑦. 𝑑𝑀 (4-12)
𝐹 = 𝛼 ∫ 𝑥. 𝑑𝑀 − 𝜔 ∫ 𝑦. 𝑑𝑀 (4-13)

Halaman | 2
Komponen gaya-gaya dari elemen massa dM pada titik P, masing-masing menimbulkan
momen terhadap titik A sebesar :
𝑑𝑇 = 𝑑𝐹 . 𝑟 − 𝑑𝐹 . 𝑟𝑠𝑖𝑛𝜃 (4-14)
Substitusikan persamaan (4-3) ke (4-14)
𝑑𝑇 = 𝛼. 𝑟. 𝑑𝑀. 𝑟 − 𝑎 . 𝑑𝑀. 𝑦
momen untuk seluruh benda terhadap A, adalah
𝑇 = 𝛼 ∫ 𝑟 . 𝑑𝑀 − 𝑎 ∫ 𝑦. 𝑑𝑀 (4-15)
Bila titik A merupakan titik berat benda atau batang, c, maka suku-suku persamaan (4-12), (4-
13) dan (4 -15) yang berisi :

∫ 𝑦. 𝑑𝑀 = ∫ 𝑦. 𝑑𝑀 = 0, didapatkan
𝐹 = 𝑀. 𝑎 = 𝑀. 𝑎 (4-16)
𝐹 =0 (4-17)

𝑇 = (∫ 𝑟 . 𝑑𝑀)𝛼 = 𝐼. 𝛼 (4-18)
Dimana :

∫ 𝑟 . 𝑑𝑀 = 𝐼, adalah momen inersia massa pollar, (kgm-m2)


Persamaan (4-18) bisa dirumuskan TA = I. a = Fx. h , dari pers. (4-16)
maka :
I. a = M. aG .h
.
Jadi posisi gaya resultan terhadap titik berat, G : ℎ = (4-19)
.

Gambar 4.3. Kemungkinan posisi gaya resultan


Momen inersia massa dalam jari-jari girasi (k) adalah, I = M.k2, ( 4 – 20 )
.
posisi gaya resultan menjadiℎ = (4-21)

Arti dari dari tiga persamaan (4-16), (4-17), dan (4-18) di atas,
1) Gaya resultan yang diberikan kepada batang adalah sama dengan massa seluruh batang
dikalikan percepatan pada titik beratnya.
2) Arah gaya resultan // dengan arah percepatan titik berat.

Halaman | 3
3) Garis kerja vektor percepatan adalah sumbu-x batang yang melalui titik berat.
4) Gaya resultan tadi menempati pada suatu posisi tertentu, sehingga menghasilkan
momen [ torsi ] terhadap titik beratnya sebesar I.a.
5) Arah momen gaya resultan terhadap titik berat, sama dengan arah percepatan sudut
batang.
Gambar-4.4 memperlihatkan dua kemungkinan posisi gaya resultan, di atas atau di bawah G.
Posisi yang benar bila arah momen yang dihasilkannya oleh gaya terhadap titik berat arahnya
sama dengan arah percepatan sudut batang, jadi yang beradi di bawah. ( yang beradi di atas
salah ).

Gambar 4.4. Gaya resultan batang (a), gaya inersia batang (b).
4.2 Gaya Inersia Batang
Gaya resultan pada suatu batang, R, seperti gambar-4.4, merupakan jumlah vektor dari gaya-
gaya F1 dan F2, yang dikenakan pada batang tersebut, melalui sambungan pena-pena batang.
Berarti F1 dan F2 merupakan komponen -komponen dari R yang bekerja pada pena batang.
Maka, R = F 1 + F2 (4 – 22)
dimana : R = M . aG (4 – 23)
Persamaan (4-23) merupakan hukum Newton II identik dengan persamaan (4-16), yang bisa
dirumuskan menjadi :
R - M . aG = 0 (4 – 24)
R-f=0 (4 – 25)

Halaman | 4
yang dikenal sebagai Prinsip d’Alembert, merupakan persamaan dari keseimbangan dinamik
suatu benda atau batang. Suku kedua persamaan (4-24) dalam kondisi ini disebut sebagai gaya
inersia benda (f), yang merupakan respon terhadap gaya luar untuk mencapai kondisi
keseimbangan, walaupun benda pada keadaan dipercepat. Tanda minus memnunjukkan bahwa
arah gaya inersia selalu melawan arah gaya resultan. Tentunya besar gaya inersia sama dengan
gaya resultan, yaitu massa benda dikalikan percepatan titik berat.
Posisi dari gaya inersia berada pada garis kerja gaya resultan, sedemikian rupa mengakibatkan
momen terhadap titik berat yang arahnya melawan arah percepatan sudut benda atau batang.
4.3 Analisa Gaya Inersia Mekanisme Luncur
Mekanisme luncur empat batang , gambar-4.5a, yang mana batang-2 berputar melawan jarum
sebesar 10 radian/detik. Dan θ2 = 60°. Massa batang-2 adalah 5 kgm ; massa batang-3 = 10
kgm; dan batang-4 = 4 kgm . Momen inersia dari batang-2 = 0,345 kgm-m2 ; momen inersia
dari batang-3 = 0,454 kgm-m2 ; Momen inersia dari batang-4 = 0,065 kgm-m2.
Data-data ukuran batang adalah 𝑂 𝐴 = 20 𝑐𝑚, 𝐴𝐵 = 60 𝑐𝑚, 𝑂 𝐺 = 14 𝑐𝑚, 𝐴𝐺 = 25 𝑐𝑚.
Akan ditentukan besarnya gaya-gaya resultan dan gaya-gaya inersia pada masing-masing
batang, akibat putaran batang-2 yang konstan tersebut.

Halaman | 5
Gambar 4.5. Analisa Gaya Inersia Mekanisme Luncur
Penyelesaian :
1. Gambar mekanisme dilukis dengan skala 1 : 10, lihat gambar 4.5a.
2. Analisa kecepatan.
a) 𝑉 = 𝜔 . 𝑂 𝐴 = 10 𝑥20 𝑐𝑚 = 200 =2 ,⊥𝑂 𝐴
b) 𝑉 = 𝑉 + 𝑉 , VB : horizontal, VBA : ⊥ 𝐴𝐵
c) Melukis poligon kecepatan, gambar-4.5b, skala kecepatan 1cm = 1m/detik.
didapat: VB = 2,05 m/detik = 205 cm/detik
VBA = 1,05 m/detik = 105 cm/detik
/
d) 𝜔 = = = 1,75

Gambar 4.6. Arah kecepatan sudut batang-3


3. Analisa Percepatan.
a) 𝑎 = 𝑎 + 𝑎 ,
𝜔 konstan = 10 radian/detik, b.j.j, maka 𝛼 = 0 → 𝑎 = 0
𝑎 = (𝜔 ) . 𝑂 𝐴 = (10𝑟𝑎𝑑/𝑑𝑒𝑡𝑖𝑘) 𝑥20𝑐𝑚 = 2000𝑐𝑚/𝑑𝑒𝑡𝑖𝑘 , berimpit dengan
batang-2, mengarah ke O2.
b) 𝑎 = 𝑎 + 𝑎 + 𝑎 ,
𝑎 : mengarah horisontal, besarnya dicari,
𝑎 ∶⊥ 𝐴𝐵, besarnya dicari
𝑎 : berimpit 𝐴𝐵 , arahnya dari B menuju A,

Halaman | 6
𝑟𝑎𝑑 𝑐𝑚
= (𝜔 ) . 𝐴𝐵 = 1,75 𝑥60 𝑐𝑚 = 183,75
𝑑𝑒𝑡𝑖𝑘 𝑑𝑒𝑡𝑖𝑘
c) Melukis poligon percepatan, dengan skala 1cm = 500 cm/detik2. gambar-4.5c,
memperlihat percepatan pada sambungan (joint) batang.
d) Menentukan percepatan pada masing-masing titik berat batang.
1) di batang-2, percepatan titik beratnya di G2, aG2, karena G2 segaris dengan A
pada batang-2, maka garis vector percepatan aG2 berimpit dengan aA. Besar
ditentukan dari perbandingan percapatan = perbandingan jaraknya.

𝑎 𝑂 𝐺
=
𝑎 𝑂 𝐴
2) di batang-3, percepatan titik beratnya di G3, aG3,
3) aG3 = aA + aG3A, aA sudah diketahui lengkap (basar dan arahnya sudah ada),
𝑎 ⊥ 𝐴𝐺 tetapi besarnya belum tahu, tetapi bisa ditentukan berdasarkan
perbandingan percepatan = perbandingan jaraknya, karena A dan G3 segaris
pada batang-3, maka besar aG3A didapatkan.
4) Di batang-4, titik berat G4 berimpit dengan titik sambungan B, maka
𝑎 =𝑎
e) Melukis poligon percepatan titik berat, dengan skala 1cm = 500 cm/detik2. gambar-
4.5d, dari lukisan didapatkan :

𝑎 = 2,8 𝑐𝑚 = 2,8 𝑐𝑚 𝑥 500 = 1400


𝑐𝑚
𝑑𝑒𝑡𝑖𝑘 𝑐𝑚
𝑎 = 2,65 𝑐𝑚 = 2,65 𝑐𝑚 𝑥 500 = 1325
𝑐𝑚 𝑑𝑒𝑡𝑖𝑘
𝑐𝑚
𝑑𝑒𝑡𝑖𝑘 𝑐𝑚
𝑎 = 𝑎 = 1,35 𝑐𝑚 = 1,35 𝑐𝑚 𝑥 500 = 675
𝑐𝑚 𝑑𝑒𝑡𝑖𝑘
f) Menentukan percepatan sudut masing-masing batang.
1) Untuk batang-2, karena ω2 konstan → 𝛼 = 0
2) Batang-4, bergerak translasi lurus, → 𝛼 = 0
3) Pada batang-3, dari poligon kecepatan didapat :
𝑐𝑚
𝑎 = 3,5 𝑐𝑚 = 3,5 𝑥 500 = 1750
𝑑𝑒𝑡𝑖𝑘
𝑐𝑚
𝑎 1750
𝛼 = = 𝑑𝑒𝑡𝑖𝑘 = 29,17 𝑟𝑎𝑑 , 𝑏. 𝑗. 𝑗
𝐴𝐵 60 𝑐𝑚 𝑑𝑒𝑡𝑖𝑘

Gambar 4.7. Arah percepatan sudut batang -3


g) Melukis vektor-vektor percepatan pada mekanisme, gambar4.5e.

h) Menghitung gaya resultan batang diketahui, M2=5 kgm , M3=10 kgm , M2=4 kgm
1) pada batang-2, R2 = M2 . aG2 = 5 kgm x 14 m/detik2 = 70 N.
2) pada batang-3, R3 = M3 . aG3 = 10 kgm x 13,25 m/detik2 = 132,5 N.
Halaman | 7
3) pada batang-4, R4 = M4 . aG4 = 4 kg m x 6,75 m/detik2 = 27 N.
i) Menentukan posisi gaya resultan. diketahui/ditentukan : I2=0,345 kgm-m2, I3=0,454
kgm-m2, I4=0,75 kgm-m2.
𝑟𝑎𝑑𝑖𝑎𝑛
𝛼 = 𝛼 = 0, 𝛼 = 29,17
𝑑𝑒𝑡𝑖𝑘
1) pada batang-2, h2 = 0
2) pada batang-4, h4 = 0
3) pada batang-3,

. , ,
ℎ = .
= = 0,099949 m = 10 cm.
( ) ,

j) Melukis gaya resultan dan posisinya pada mekanisme, gambar4.5f.

k) Menentukan gaya inersia batang.


A. Besar gaya inersia sama dengan gaya resultan,
a. pada batang-2, f2 = R2 = 70 N.
b. pada batang-3, f3 = R3 = 132,5 N.
c. pada batang-4, f4 = R4 = 27 N.
B. Arah gaya inersia melawan arah gaya resultan (tinggal membalik saja, lokasi tetap
pada titik singgung gaya resultan), gambar-4.5g.
l) Transformasi gaya resultan dari posisinya kepada titik berat batang, akan menjadi gaya
yang tersebut disertai kopel yang nilai sama dengan momen inersia batang kali
percepatan sudut batang.
Dalam hal ini haya terjadi pada batang-3, karena batang-2 dan batang-4 percepatan
sudut batangnya nol.
Kopel batang-3, T3 = I3.a3 = (0,454 kgm-m2)(29,17rad/detik2) = 13,243 Nm,
b.j.j.gambar-4.5h.
4.4 Analisa Gaya Inersia Rocker Crank Mechanism
Suatu rocker crank mechanism dengan diagram percepatan yang dihasilkan, seperti pada
gambar-4.8. Skala pengukuran untuk panjang batang dan besar percepatan seperti yang
dicantumkan.

Gambar 4.8. Diagram Mekanisme dan percepatan untuk Rocker Crank Mechanism.
Berat dari masing-masing batang :

Halaman | 8
W2 = 50 N, W3 = 80 N, W4 = 70 N.
Momen inersia massa polar masing-masing batang :
I2 = 0,030 kgm-m2 , I3 = 0,075 kgm-m2 , I4 = 0,038kgm-m2
1) Besar percepatan berdasarkan poligon percepatan gambar 4.8 :
a. Percepatang titik berat masing-masing batang :
𝑚 𝑚 𝑚
𝑎 = 2,950 , 𝑎 = 6,000 , 𝑎 = 2,150
𝑑𝑒𝑡𝑖𝑘 𝑑𝑒𝑡𝑖𝑘 𝑑𝑒𝑡𝑖𝑘
b. Percepatang sudut berat masing-masing batang :
𝑟𝑎𝑑 𝑟𝑎𝑑 𝑟𝑎𝑑
𝛼 = 12,000 , 𝑠. 𝑗. 𝑗, 𝛼 = 9,300 , 𝑏. 𝑗. 𝑗. , 𝛼 = 40,000 , 𝑏. 𝑗. 𝑗
𝑑𝑒𝑡𝑖𝑘 𝑑𝑒𝑡𝑖𝑘 𝑑𝑒𝑡𝑖𝑘
2) Menentukan besarnya gaya resultan masing-masing batang batang.
𝑊 50 𝑁
𝑅 = 𝑀 .𝑎 = .𝑎 = 2,950 𝑚 𝑑𝑒𝑡 = 15,050 𝑁
𝑔 9,81 𝑚 𝑑𝑒𝑡
𝑊 80 𝑁
𝑅 = 𝑀 .𝑎 = .𝑎 = 6,000 𝑚 𝑑𝑒𝑡 = 48,980 𝑁
𝑔 9,81 𝑚 𝑑𝑒𝑡
𝑊 70 𝑁
𝑅 = 𝑀 .𝑎 = .𝑎 = 2,150 𝑚 𝑑𝑒𝑡 = 15,360 𝑁
𝑔 9,81 𝑚 𝑑𝑒𝑡
3) Menentukan posisi dari gaya resultan terhadap titik berat masing-masing batang
𝐼 .𝛼 (0,03𝑘𝑔 𝑚 )(12 𝑟𝑎𝑑⁄𝑑𝑒𝑡 )
ℎ = = = 0,0239𝑚 = 2,39 𝑐𝑚
𝑀 .𝑎 15,05 𝑁
𝐼 .𝛼 (0,075𝑘𝑔 𝑚 )(9,3 𝑟𝑎𝑑⁄𝑑𝑒𝑡 )
ℎ = = = 0,0142𝑚 = 1,42 𝑐𝑚
𝑀 .𝑎 48,98 𝑁
𝐼 .𝛼 (0,038𝑘𝑔 𝑚 )(40 𝑟𝑎𝑑 ⁄𝑑𝑒𝑡 )
ℎ = = = 0,0990𝑚 = 9,9 𝑐𝑚
𝑀 .𝑎 15,36 𝑁

Gambar 4.9. Gaya resultan pada masing -masing batang


4) Melukis gaya resultan dan posisinya terhadap titik berat masingmasing batang gambar-
4.9

Halaman | 9
Gambar 4.10. Gaya-gaya inersia yang dihasilkan Rocker Crank Mechanism
5) Menentukan gaya inersia setiap batang.
Besar gaya inersia = gaya resultan,
f2 = R2 = 15,050N, f2 = - R2
f3 = R3 = 48,980N, f3 = - R3
f4 = R4 = 15,360N, f4 = - R4
6) Melukis gaya inersia pada mekanisme, gambar-4.10.
4.5 Sistem ekivalen kinetik
Sistem ekivalen kinetik adalah dua atau lebih benda yang tergabung secara tegar, sebagai
pengganti sebuah benda, yang akan memberikan percepatan-percepatan yang sama seperti
sebuah benda yang tergantikan di bawah aksi gaya-gayaluar yang sama.
Tiga syarat yang harus dipenuhi untuk menjadi suatu sistem ekivalen kinetik :
1. Kedua sistem harus mempunyai massa yang sama.
2. Mempunyai titik berat yang terletak mempunyai di posisi yang sama.
3. Keduanya mempunyai mempunyai momen inersia yang sama.
Gambar-4.11. Adalah sistem ekivalen, suatu benda dengan massa M akan diganti menjadi dua
benda yang masing-masing dengan massa m1 dan m2, dengan posisi masing-masing titik berat
benda tunggal yang telah ditentukan.
Dari definisi maka percepatan pada kedua benda pengganti dengan percepatan benda
tunggalnya: a1 = a2 = aG.

Gambar 4.11. Sistem ekivalen kinetic


Dari hukum Newton II, bila gaya P dikenakan pada benda tunggal
P = M . aG
Maka berlaku juga untuk dua benda prngganti, yaitu :
P = m1.a1 + m2.a2
Karena ketiga percepata dalam dua persamaan diatas sama, maka
M = m 1 + m2 (4 – 26)

Halaman | 10
Momen statis yang ditimbulkan berat benda tunggal, W harus sama dengan momen dari
komponen-komponennya. Ketika masing benda tunggal momen gaya berat terhadap titik berat
= nol, karena garis kerja gaya resultan tepat pada titik berat, maka :
∑𝑀 = 0 :
𝑊. 0 = (𝑚 . 𝑔). ℎ − (𝑚 . 𝑔). ℎ
Maka : m1. h1 = m2. h2 (4 – 27)
Momen putar ( rotasi ) yang ditimbulkan berat benda tunggal terhadap titik berat benda atau
batang, harus sama dengan momen putar dari komponen -komponennya.
𝑇 = 𝐼. 𝛼
momen putar benda pengganti,
𝑇 = 𝑚 .ℎ + 𝑚 .ℎ (4 – 28)
maka,
𝐼. 𝛼 = 𝑚 . ℎ + 𝑚 . ℎ (4 – 29)
Bila jari-jari girasi benda tunggal k, maka momen inersia massa benda
𝐼 = 𝑀. 𝑘
Sehingga didapat :
𝑀. 𝑘 = 𝑚 . ℎ + 𝑚 . ℎ (4 – 30)
dari persamaan (4-27) didapatkan,

𝑚 =𝑚 , disubstitusikan ke persamaan (4-26)( 4 – 31 )


𝑀=𝑚 +𝑚

Sehingga didapatkan antara massa-massa penganti dengan massa benda tunggal

𝑚 =𝑀 (4 - 32)

disubstitusikan ke persamaan (4-31),

𝑚 =𝑀 (4 - 33)

didapatkan,
ℎ ℎ
𝑀. 𝑘 = 𝑀 ℎ +𝑀 ℎ
ℎ +ℎ ℎ +ℎ
sehingga didapatkan hubungan persamaan radius girasi benda tunggal dengan jarak atau posisi
benda pengganti terhadap titik berat benda tunggal:
k2 = h1. h2 (4 – 34)

Halaman | 11

Anda mungkin juga menyukai