Anda di halaman 1dari 2

1.) Tidak.

Karena Berdasarkan Pasal 3 Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2013
tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2005,Peraturan Presiden Nomor 11 Tahun
2005, Keppres Nomor 9 Tahun 2004, Keppres Nomor 30 Tahun 2003, Keppres Nomor 46 tahun 2002,
Keppres Nomor 3 Tahun 2002 dan Keppres Nomor 103 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi,
Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Nonkementerian, LPNK terdiri
dari berikut ini. Terdapat juga kelembagaan pemerintah yang tidak disebutkan konstitusi, tetapi diatur
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang lebih rendah dari konstitusi seperti, Badan
Pertanahan Nasional (BPN) Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI), pemerintahan desa (pasal 200 ayat
(1) UU 32 tahun 2004) dan lain-lain. Kelembagaan yang tidak mempunyai fungsi pemerintahan
walaupun disebut atau diatur dalam konstitusi atau peraturan perundang-undangan dibawahnya,
seperti kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat (pasal 18 B ayat (2) amandemen kedua UUD 1945),
perseroan terbatas (UU 1 Tahun 1995) yayasan (UU Nomor 16 Tahun 2001), dan lain lain adalah bukan
kelembagaan pemerintahan karena tidak mempunyai fungsi pemerintahan.

2.) Status keberadaan kelembagaan pemerintahan desa dalam sitim pemerintahan daerah adalah;
Dalam kaitan susunan dan penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, setelah perubahan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pengaturan desa atau disebut dengan nama lain dari segi
pemerintahannya mengacu pada ketentuan Pasal 18 ayat (7) yang menegaskan bahwa “Susunan dan
tata cara penyelenggaraan Pemerintahan Daerah diatur dalam undang-undang”. Hal itu berarti bahwa
Pasal 18 ayat (7) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 membuka kemungkinan
adanya susunan pemerintahan dalam sistem pemerintahan Indonesia.
Melalui perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pengakuan terhadap
kesatuan masyarakat hukum adat dipertegas melalui ketentuan dalam Pasal 18B ayat (2) yang berbunyi
“Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak
tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara
Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang”.
Dalam sejarah pengaturan Desa, telah ditetapkan beberapa pengaturan tentang Desa, yaitu Undang-
Undang Nomor 22 Tahun 1948 tentang Pokok Pemerintahan Daerah, Undang-Undang Nomor 1 Tahun
1957 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah, Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1965 tentang
Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah, Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1965 tentang Desa Praja Sebagai
Bentuk Peralihan Untuk Mempercepat Terwujudnya Daerah Tingkat III di Seluruh Wilayah Republik
Indonesia, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok- Pokok Pemerintahan di Daerah,
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa, Undang-Undang Nomor 22 Tahun
1999 tentang Pemerintahan Daerah, dan terakhir dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah.
Desa memiliki hak otonomi asli berdasarkan hukum adat, dapat menentukan susunan pemerintahan,
mengatur dan mengurus rumah tangga, serta memiliki kekayaan dan aset. oleh karena itu, eksistensi
desa perlu ditegaskan untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat desa. Namun, deregulasi dan
penataan desa pasca beberapa kali amandemen terhadap konstitusi negara serta peraturan
perundangannya menimbulkan perspektif baru tentang pengaturan desa di Indonesia. Dengan di
undangkannya Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 Tentang Desa , sebagai sebuah kawasan yang otonom
memang diberikan hak-hak istimewa, diantaranya adalah terkait pengelolaan keuangan dan alokasi dana
desa, pemilihan kepala desa serta proses pembangunan desa .
Otonomi desa merupakan otonomi asli, bulat, dan utuh serta bukan merupakan pemberian dari
pemerintah. Sebaliknya pemerintah berkewajiban menghormati otonomi asli yang dimiliki oleh desa
tersebut. Sebagai kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai susunan asli berdasarkan hak istimewa,
desa dapat melakukan perbuatan hukum baik hukum publik maupun hukum perdata, memiliki
kekayaan, harta benda serta dapat dituntut dan menuntut di muka pengadilan.
Bagi desa, otonomi yang dimiliki berbeda dengan otonomi yang dimiliki oleh daerah propinsi maupun
daerah kabupaten dan daerah kota. Otonomi yang dimiliki oleh desa adalah berdasarkan asal-usul dan
adat istiadatnya, bukan berdasarkan penyerahan wewenang dari pemerintah. Desa atau nama lainnya,
yang selanjutnya disebut desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki kewenangan untuk
mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat-istiadat
setempat yang diakui dalam sistem pemerintahan nasional dan berada di daerah kabupaten. Landasan
pemikiran yang perlu dikembangkan saat ini adalah keanekaragaman, partisipasi, otonomi asli,
demokrasi, dan pemberdayaan masyarakat.
Daerah kabupaten atau kota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Otonomi desa
merupakan hak, wewenang dan kewajiban untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan
dan kepentingan masyarakat berdasarkan hak asal-usul dan nilai-nilai sosial budaya yang ada pada
masyarakat untuk tumbuh dan berkembang mengikuti perkembangan desa tersebut. Urusan
pemerintahan berdasarkan asal-usul desa, urusan yang menjadi wewenang pemerintahan Kabupaten
atau Kota diserahkan pengaturannya kepada desa.

Sumber Referensi :
( Modul ipem 4425 hubungan pusat dan daerah)
(Modul ipem 4321 hukum tata pemerintahan)
(Otonomi Desa Menurut Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa)
https://lbhsembilandelapan.wordpress.com/2015/08/10/otonomi-menurut-undang-undang-no-6-
tahun-2014-tentang-desa/

Anda mungkin juga menyukai