Anda di halaman 1dari 34

OTONOMI DESA

KRISHNO HADI
DOSEN ILMU PEMERINTAHAN
FISIP - UMM
PENDAHULUAN
 Sebagai kesatuan masyarakat dan sekaligus kesatuan
masyarakat hukum, desa telah ada jauh sebelum republik ini
berdiri;
 Desa sebagai model pemerintahan asli dan bukan hasil dari
bentuk Belanda. (Ingat Belanda pun tetap menghormati desa
dengan segala hak-hak yang melekat padanya).
 Sebagai kesatuan masyarakat, desa memiliki tradisi dan adat
istiadat yang dijunjung tinggi oleh masyarakat.
 Sebagai kesatuan masyarakat hukum, desa memiliki kaidah-
kaidah normatif dalam rangka menyelenggarakan pemerintahan
desa dan kemasyarakatan.
 Bahkan Ter Har, menyebut desa sebagai dorp republieken
(Republik Desa), ia berkuasa atas bidang legislatif, eksekutif,
dan yudikatif.
KONSEP OTONOMI
 Otonomi berasal dari bahasa yunani “ autonomie” yang
tersusun dari kata “auto” yang artinya sendiri dan “nomos”
yang artinya hukum atau peraturan perundang-undangan.
 Jadi secara harpiah otonomi dapat diartikan sebagai hak dan
kekuasaan untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya
sendiri bagi unit pemerintahan, Badan, komunitas, maupun
kesatuan masyarakat.
 Otonomi adalah kebebasan untuk membuat keputusan sendiri
dengan tetap menghormati perundang-undangan.Otonomi
adalah wewenang untuk menyelenggarakan pemerintahan
sendiri dengan mematuhi aturan Undang- undang,
HAKIKAT OTONOMI
1. Penghormatan dan pengakuan atas
Kepentingan sekelompok penduduk yang
berdiam dalam suatu lingkungan wilayah
tertentu yang mencakup mengatur,
mengurus, dan mengendalikan, dan
mengembangkan berbagai hal yang perlu
bagi kehidupan penduduk.
2. Komponen utama pengertian otonomi, yaitu
komponen wewenang dalam menetapkan
dan melaksanakan kebijakan .
PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN

 Ultra Vires Doctrine:


Daerah Otonom hanya dapat menyelenggarakan urusan
pemerintahan yang diserahkan secara konkrit oleh
Pemerintah berdasarkan hukum;
 Daerah otonom tergolong intra vires;
 Melahirkan otonomi materiil;
 General Competence atau Open End Arrangement atau
Universal Power:
 Daerah Otonom dapat menyelenggarakan urusan
pemerintahan yang secara khusus tidak dilarang oleh
undang – undang atau tidak termasuk kompetensi
pemerintah atau daerah lain;
 Melahirkan otonomi formil dan otonomi seluas-luasnya;
FILOSOFI OTONOMI DESA
 Keberadaan Desa sebagai unit pemerintahan telah ada jauh
sebelum RI ada;
 Baik Belanda maupun Jepang Mengakui dan menghormati
keberadaan desa dengan segala hak-haknya termasuk dalam
menyelenggarakan urusan rumah tangga (urusan
pemerintahan);
 Hukum dasar atau Konstitusi kita yaitu UUD 1945, dalam pasal
18 B ayat (2), menyatakan bahwa Negara mengakui dan
menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat
beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan
sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip
NKRI yang diatur dalam Undang-undang.
 Selama masa pemerintahan Orde Baru hingga sekarang, desa
tetap diakui memiliki hak otonomi, meski berbeda-beda
kadarnya.
SISTEM RUMAH TANGGA DAERAH
(BAGIR MANAN)
 Sistem Rumah Tangga Formil
 Dalam sistem ini pembagian wewenang , tugas dan tanggung
jawab antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah untuk
mengatur urusan pemerintahan tertentu, tidak ditetapkan
secara rinci dan berpangkal pada prinsip bahwa tidak ada
perbedaan sifat antara urusan yang diselenggarakan oleh pu
sat maupun oleh pemerintah daerah.
 Secara teoretik, sistem ini memberi keleluasan kepada daerah
untuk mengatur dan mengurus urusan rumah tangga daerah,
satu-satunya pembatasan adalah bahwa daerah tidak boleh
mengatur apa yang telah diatur oleh undang!undang.
SISTEM RUMAH TANGGA MATERIIL

 Dalam sistem ini ada pembagian wewenang, tugas


dan tangungjawab yang rinci antara pemerintah pusat dan
pemerintah daerah, yang berpangkal tolak dari prinsip bahwa
memang ada perbedaan mendasar antara urusan pemerintah
pusat dan pemerintah daerah.
 Urusan yang masuk dalam urusan rumah tangga daerah
ditetapkan secara pasti, sementara pemerintah daerah hanya
boleh mengatur dan mengurus urusan rumah tangganya yang
diserahkan kepada daerah ; di luar itu tidak diperbolehkan.
 Sehingga dalam sistem ini tidak tergantung pada inisiatif
dan prakarsa daerah yang bersangkutan, melainkan
bergantung pada kehendak pusat.
SISTEM RUMAH TANGGA RIEL
 Dalam sistem ini terdapat urusan rangkap (Materiil
dan formil) dan Daerah diberikan kebebasan untuk
mengatur dan mengurus segala urusan yang
dianggap penting bagi daerahnya, sepanjang belum
diatur dan diurus oleh Pemerintah Pusat.
 Isi rumah tangga ditentukan oleh faktor-faktor nyata
di daerah.
 Sistem ini memberi peluang pelaksanaan otonomi
luas untuk daerah di Indonesia yang mejemuk sesuai
dengan keadaan daerah masing-masing.
 Daerah bebas berinisiatif dalam mengembangkan
urusan rumah tangganya.
PASANG SURUT OTONOMI DESA
MEMUDARNYA OTONOMI DESA, SEJAK PENERAPAN UU NO.
5 TAHUN 1979 TENTANG PEMERINTAHAN DESA
OTONOMI DESA PADA MASA
PENJAJAHAN BELANDA [1/2]
 PADA MASA PENGATURAN REGERINGS
REGLEMENT
 Melalui Pasal 71 RR Belanda hendak
menegaskan bahwa Desa beserta
kelembagaan Desa yang sudah ada harus
dihormati, bahkan dimungkinkan Pasal 71 RR
tidak perlu dilaksanakan.
 Artinya adanya penegasan bahwa Desa
memiliki hak untuk mengatur rumah
tangganya sendiri.
OTONOMI DESA PADA MASA
PENJAJAHAN BELANDA [2/2]
 PADA MASA IGO DAN IGOB
 Melalui UU ini Pemerintah Hindia Belanda
juga mengakui adanya otonomi desa,
 Oleh karena itu yang di atur hanya
menyangkut Pemilihan Kepala Desa, dan
Pemberhentian Kepala Desa, selebihnya
mengenai struktur pemerintahan dan
kelembagaan desa diserahkan sepenuhnya
kepada Desa.
 Pengakuan masa jabatan kepala desa yang
sesuai adat (tidak terbatas).
OTONOMI DESA PADA MASA IS-
1948
 Pada zaman penjajahan Belanda, telah diterbitkan Indische
Staatsregeling pada tahun 1848, yang mulai berlaku pada
tahun 1854. Adapun ketentuan mengenai Desa diatur dalam
Pasal 128, sebagai berikut:
1. Desa-Desa bumiputera dibiarkan memilih kepala desa, anggota
pemerintahan Desanya sendiri, dengan persetujuan penguasa
yang ditunjuk untuk itu menurut ordonansi. Gubernur Jenderal
menjaga hak tersebut terhadap segala pelanggarannya.
2. Dengan ordonansi dapat ditentukan keadaan dimana Kepala Desa
dan anggota pemerintah Desa diangkat oleh penguasa yang
ditunjuk untuk itu.
3. Kepala Desa bumiputera diberikan hak mengatur dan mengurus
rumah tangganya dengan memperhatikan peraturan-peraturan
yang dikeluarkan oleh Gubernur Jenderal, pemerintah wilayah dan
residen atau pemerintah otonom yang ditunjuk dengan ordonansi.

.
OTONOMI DESA PADA MASA IS-
1948
4. Jika yang ditentukan dalam ayat (1) dan (3) dari pasal ini tidak
sesuai dengan lembaga masyarakat atau dengan hak-hak yang
diperkenankan dimiliki, maka berlakunya ditangguhkan.
5. Dengan Ordonansi dapat diatur wewenang dari Desa Bumiputera
untuk: (a) memungut pajak di bawah pengawasan tertentu; (b)
didalam batas-batas tertentu menetapkan hukuman terhadap
pelanggaran atas aturan yang diadakan oleh Desa;
6. Desa yang sebagian atau seluruhnya berada dalam batas suatu
kota, dimana telah dibentuk dewan menurut ayat (2) pasal 21 atau
ayat (2) pasal 124 sepanjang mengenai daerah yang termasuk di
dalam batas termaksud; dapat dihapuskan dengan ordonansi atau
bila dianggap perlu dikecualikan dari berlakunya aturan yang
ditetapkan dalam ayat (3) pasal ini. Sebagai akibat dari tidak
diberlakukannya aturan tersebut, jika perlu dapat dibuat ordonansi
(Suhartono, 2001: 46-47).
OTONOMI DESA PADA MASA
PENJAJAHAN JEPANG
 MASA PENGATURAN JEPANG MELALUI
OSAMU SEIREI
 Jepang tidak banyak mengatur mengenai
Desa;
 Sedianya akan mengatur Pemilihan Kepala
Desa dan Pembatasan masa jabatan Kepala
Desa yang hanya 4 (empat) tahun, namun
peraturan ini ditolak oleh Kepala Desa.
 Masa jabatan kembali ke IGO dan IGOB 
tidak terbatas.
OTONOMI DESA BERDASARKAN UU NO. 5
TAHUN 1979
OTONOMI DESA HAMPIR PUNAH
PENGANTAR
 Paradigma pengaturan desa adalah, keseragaman,
partisipasi, pemberdayaan, demokratisasi.
 Penekanan pada keseragaman, dalam struktur
organisasi, nomenklatur, dan sistem administrasinya.
 Pengertian hak menyelenggarakan urusan rumah
tangganya sendiri BUKANLAH hak otonomi
sebagaimana dinyatakan dalam UU No. 5 Tahun
1974 tentang pemerintahan di daerah.
 Otonomi desa diakui namun sangat terbatas, hanya
pada penyelenggaraan adat istiadat.
 Pada prinsipnya otonomi desa tidak dikehendaki oleh
pemerintah pusat.
INDIKASI MEMUDARNYA OTONOMI DESA

 Menurut Taliziduhu nDraha (1990) memetakan adanya indikasi


memudarnya otonomi desa dengan melihat beberapa indikator
sebagai berikut :
1. Pembatasan hak menyelenggarakan pemerintahan desa menurut
penjelasan umum UU no 5 tahun 1979 mendudukkan desa tidak
lebih sebagai wilayah administratif. Disamping itu adanya
kecenderungan desa berotonomi dijadikan desa administratif.
2. Satu persatu urusan yang dulu merupakan urusan rumah tangga
desa, diambil alih atau dijadikan urusan pemerintah yang lebih
atas.
3. Fungsi mengatur (legislatif) seperti rembug desa atau rapat desa
secara bertahap berubah dan ketika lembaga ini di akomodasikan
oleh ketentuan UU no 5 tahun 1979 menjadi LMD dan menjadi
unsur pemerintah desa, bukan subtitusi atau peningkatan rembug
desa.
OTONOMI DESA BERDASARKAN UU NO.
22 TAHUN 1999
BANGKITNYA KEMBALI OTONOMI DESA
PENGANTAR
 UU No. 22 Tahun 1999 adalah tentang Pemerintahan
Daerah, namun didalamnya mengatur pula tentang
pemerintah desa.
 Paradigma pengaturannya adalah, Demokratisasi,
Separateness, Non Hirarki, Partisipasi, dan otonomi
seluas-luasnya;
 Dalam konteks ini, desa juga diberikan kesempatan
untuk menggali hak otonominya, terutama sekali
yang berkaitan dengan hak asal-usul desa.
 Momentum ini dianggap sebagai kebangkitan
otonomi desa.
OTONOMI DESA
 Dengan dikeluarkannya UU no 22 tahun 1999 tentang
pemerintahan daerah yang didalamnya diatur pula mengenai
desa, telah memunculkan harapan baru bagi tumbuh dan
berkembangnya kembali otonomi desa.
 Beberapa kalangan menyatakan bahwa meskipun desa telah
diatur secara seragam selama masa orde baru melalui UU no 5
tahun 1979 namun akar keragaman masih melekat kuat seiring
dengan penyelenggaraan adat istiadat desa.
 UU no 22 tahun 1999 dalam penjelasan umum nomer 9 poin 1
bahwa landasan pemikiran yang mengatur pemerintahan desa
adalah keanekaragaman, partisipasi, otonomi asli,
demokratisasi, dan pemberdayaan masyarakat.
 Otonomi Desa memiliki peluang untuk tumbuh dan berkembang
kembali.
PERBANDINGAN PRINSIP PENYELENGGARAAN
PEMERINTAHAN DESA BERDASARKAN UU NO 5 TAHUN 1979
DENGAN UU NO 22 TAHUN 1999 (Tinjauan Otonomi Desa)

UU NO 5 TAHUN 1979 UU NO 22 TAHUN 1999


Hak menyelenggarakan urusan Desa memiliki hak otonomi yang
rumah tangganya sendiri bukanlah disebut dengan otonomi asli yaitu
hak otonomi sebagaimana dipahami hak otonomi yang bersumber pada
dalam UU No 5 tahun 1974. hak asal usul desa tersebut.
Prinsip penyelenggaraan Prinsip penyelenggaraan
pemerintahan desa adalah pemerintahan desa adalah
keseragaman dan sub ordinasi keanekaragaman, partisipasi,
(pemerintah desa sebagai bawahan otonomi asli, demokratisasi, dan
pemerintah camat). Sebutan desa pemberdayaan masyarakat.
berlaku di seluruh kesatuan Sebutan untuk desa berbeda-beda
masyarakat yang ada dalam wilayah sesuai dengan sebutan aslinya.
NKRI.
UU NO 5 TAHUN 1979 UU NO 22 TAHUN 1999
Penggabungan lembaga legislatif Adanya pemisahan antara eksekutif
(LMD) dan eksekutif (Kepala Desa) dan legislatif.
pada satu tangan yaitu Kepala Eksekutif adalah Kepala Desa
Desa. Kepala Desa disamping dibantu perangkat desa, dan
sebagai kepala pemerintahan, legislatif adalah Badan Perwakilan
sekaligus juga sebagai ketua umum Desa (BPD). (Split model).
lembaga musyawarah desa. (fused
model)
Pertanggung jawaban Kepala Desa Pertanggung jawaban Kepala Desa
kepada Bupati melalui Camat. kepada BPD atas nama masyarakat
desa (Jika pertanggung jawaban
ditolak untuk kedua kalinya maka,
BPD dapat mengusulkan
pemberhentian Kepala Desa).
Pengendalian langsung oleh Pengendalian/pengawasan tidak
pemerintah supra desa (Camat atau langsung misalnya produk peraturan
Bupati) misalnya produk peraturan desa dapat langsung dilaksanakan
desa baru bisa diterapkan apabila setelah mendapat persetujuan BPD
sudah disahkan oleh pejabat yang tanpa pengesahan bupati (Pemdes
berwenang. wajib menyampaikan perdes kepada
Bupati).
UU NO 5 TAHUN 1979 UU NO 22 TAHUN 1999
Penyelenggaraan pemerintahan Pengaturan penyelenggaraan
desa diatur terpusat. pemerintahan desa diserahkan
kepada pemerintah daerah
(Kabupaten/Kota).
Peraturan daerah yang mengatur
desa WAJIB mengakui dan
menghormati hak, asal usul, dan
adat istiadat desa (Pasal 111 ayat
2).
Desa merupakan bagian integral Desa merupakan unit pemerintahan
dari sistem pemerintahan RI yaitu mandiri dan bukan menjadi
sebagai unit pemerintahan terendah bawahan Camat.
langsung dibawah Camat.
Jika ada pihak ke tiga yang akan Desa harus diikutsertakan dalam
mengadakan investasi ke wilayah perencanaan, pelaksanaan, dan
desa, izin nya kepada pemerintah pengawasan jika di desa tersebut
pusat (Desa harus menerima akan diadakan pembangunan
keberadaan pihak ke tiga). pemukiman, industri, dan jasa, oleh
pihak ke tiga atau pemerintah supra
desa (pasal 110 )
PENERAPAN OTONOMI DESA DI BERBAGAI DAERAH

DAERAH NAMA KEPALA NAMA BPD LEMBAGA


DESA ADAT
Solok Sumatera Nagari, Wali Dewan Majelis Tungku
Barat Nagari Perwakilan Tigo Sajarangan
Rakyat Nagari (MTTS)
(DPRN)
Lombok Timur Desa, Kepala BPD, Badan
Desa, atau nama Kerama Desa
lain
Kabupaten Lahat Marga, Pasirah Dewan Marga
Sumsel
Muara Enim, Dusun, Kerio Badan
Sumsel Perwakilan
Dusun
Ngadisari, Desa, Petinggi BPD Rembug Desa,
Probolinggo Dukun
OTONOMI DESA
PENGAKUAN KEMBALI OTONOMI DESA, SEJAK
BERLAKUNYA UU NO. 6 TAHUN 2014 TENTANG DESA
OTONOMI DESA MENURUT UU NO 6 TAHUN 2014

 Dengan disahkannya UU yang baru tentang Desa pada 18 Desember


2013 yang lalu, memunculkan secercah harapan dan sekaligus
kekhawatiran bagi sejumlah kalangan berkaitan dengan
penyelenggaraan pemerintahan desa ke depan.
 Terlepas dari permasalahan tersebut , hadirnya UU Baru tentang desa,
paling tidak telah mengembalikan kesadaran baru dari pemerintah
tentang eksistensi desa sebagaimana tertuang dalam konsideran
menimbang pada huruf a:
 bahwa Desa memiliki hak asal usul dan hak tradisional dalam
mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat dan
berperan mewujudkan cita-cita kemerdekaan berdasarkan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
 Meskipun agak terlambat, karena eksistensi desa pernah hampir punah
pada saat diterapkannya UU No. 5 Tahun 1979, namun momentum
semacam ini tetap menjadi babak baru dalam penataan pemerintahan
desa.
DESA, EKSISTENSI HAMPIR PUNAH
 Sebagai bagian dari pembangunan nasional, Pembangunan Masyarakat Desa (PMD)
dikonseptualisasikan sebagai proses pengkonsolidasian berbagai wilayah teritorial dan
pengintegrasian kehidupan masyarakat dalam berbagai dimensi (sosial, kultural,
ekonomi maupun politik) ke dalam satu unit yang utuh.
 Dalam perspektif ini, program PMD yang dilakukan oleh pemerintah Orde Baru
mengandung dua proses yang berjalan serentak namun kontradiktif.
 Pertama, PMD merupakan proses "memasukkan Desa ke dalam negara", yaitu
melibatkan masyarakat Desa agar berperan serta dalam masyarakat yang lebih
luas. Ini dilakukan melalui pengenalan kelembagaan baru dalam kehidupan Desa
dan penyebaran gagasan modernitas.
 Kedua, PMD juga berwujud "memasukkan negara ke Desa". Ini adalah proses
memperluas kekuasaan dan hegemoni negara sehingga merasuk ke dalam
kehidupan masyarakat Desa dan sering mengakibatkan peningkatan
ketergantungan Desa terhadap negara.

Mochtar Mas’oed (1994)


KEWENANGAN UMUM
 Berdasarkan Pasal 33, PP No. 43 Tahun 2014,
kewenangan desa dapat digolongkan menjadi 4
(empat) bagian:
1. Kewenangan berdasarkan hak asal usul;
2. Kewenangan lokal berskala desa;
3. Kewenangan yang ditugaskan oleh pemerintah,
pemerintah daerah provinsi, atau pemerintah
daerah kabupaten/kota;
4. kewenangan lain yang ditugaskan oleh
Pemerintah, pemerintah daerah provinsi, atau
pemerintah daerah kabupaten/kota sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
KEWENANGAN DESA BERDASARKAN
ASAL USUL
 Dalam Pasal 34 PP No. 43 Tahun 2014, ayat
(1) Kewenangan Desa berdasarkan hak asal
usul sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33
huruf a paling sedikit terdiri atas:
a. sistem organisasi masyarakat adat;
b. pembinaan kelembagaan masyarakat;
c. pembinaan lembaga dan hukum adat;
d. pengelolaan tanah kas Desa; dan
e. pengembangan peran masyarakat Desa.
KEWENANGAN BERSKALA DESA
 Kewenangan lokal berskala Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal
33 huruf b paling sedikit terdiri atas kewenangan:
a. pengelolaan tambatan perahu;
b. pengelolaan pasar Desa;
c. pengelolaan tempat pemandian umum;
d. pengelolaan jaringan irigasi;
e. pengelolaan lingkungan permukiman masyarakat Desa;
f. pembinaan kesehatan masyarakat dan pengelolaan pos pelayanan
terpadu;
g. pengembangan dan pembinaan sanggar seni dan belajar;
h. pengelolaan perpustakaan Desa dan taman bacaan;
i. pengelolaan embung Desa;
j. pengelolaan air minum berskala Desa; dan
k. pembuatan jalan Desa antarpermukiman ke wilayah pertanian.
DESA ADAT
 Berdasarkan Pasal 35 PP No. 43 Tahun 2014 Penyelenggaraan
kewenangan berdasarkan hak asal usul oleh desa adat paling
sedikit meliputi:
a. penataan sistem organisasi dan kelembagaan masyarakat
adat;
b. pranata hukum adat;
c. pemilikan hak tradisional;
d. pengelolaan tanah kas desa adat;
e. pengelolaan tanah ulayat;
f. kesepakatan dalam kehidupan masyarakat desa adat;
g. pengisian jabatan kepala desa adat dan perangkat desa
adat; dan
h. masa jabatan kepala desa adat.
BEBERAPA NAMA DESA DAN DUSUN
SEKIAN DAN TERIMA KASIH
MEMPELAJARI DESA, MENGENAL JATI DIRI BANGSA

Anda mungkin juga menyukai