Anda di halaman 1dari 3

NASKAH TUGAS MATA KULIAH

UNIVERSITAS TERBUKA
SEMESTER: 2022/23.2 (2023.1)

Nama : Rustam Kapaur


Fakultas : FHISIP/Fakultas Hukum, Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Kode/Nama MK : IPEM4208/Sistem Pemerintahan Desa
Tugas :2

1. Paradigma dan Strateginya adalah:


Pada Masa Orde Lama
Setelah periode kemerdekaan kebijakan pembangunan Pemerintahan Soekarno diarahkan
menuju kepada peningkatan produktivitas dan produksi pertanian Indonesia. Pada waktu
kemerdekaan Indonesia diakui Belanda pada tahun 1949, ekonomi Indonesia tidak hanya di porak-
porandakan oleh kekacauan yang diakibatkan pendudukan Jepang dan oleh perang kemerdekaan,
tetapi juga dipengaruhi oleh kebijakan ekonomi Belanda.Belanda masih menganggap Indonesia
sebagai daerah koloni, dengan perkebunan modern untuk ekonomi ekspor dan sektor pertanian
subsisten untuk sebagian besar penduduk Indonesia mencari penghidupan. Pendekatan seperti ini
disebut sebagai kebijakan ekonomi ganda (dual econonmy policy). Pada awal tahun 1950-an
pemerintahan Soekarno mulai mengahadapi masalah yang tumbuh akibat penurunan produksi beras
dalam negeri dan meningkatnya kebutuhan untuk mengguanakan devisa yang langka guna membeli
pangan pasar di dunia. Dalam rangka mengatasi masalah ini, pemerintah menyimpulkan bahwa
produksi pangan harus memeperoleh prioritas tertinggi dalam mempromosikan pembangunan
pedesaan. Pemerintah percaya bahwa keberhasilan pembanguan daerah pedesaan menjadi prakondisi
untuk mempertahankan kestabilan dan keseimbangan pertumbuhan ekonomi.Kepercayaan utama
strategi pembanguan daerah pedesaan Indonesia mencakup dua hal, yakni komitmen pemerintah
untuk mengadopsi transformasi teknologi dan melakukan reorganisasi institusi agraria. Pemerintah
percaya bahwa usaha-usaha untuk meningkatkan produksi pangan seharusnya melibatkan
transformasi teknologi dalam arti meningkatkan distribusi pupuk dan pestisida, penyebaran bibit
unggul dan perbaikan sarana irigasi. Dalam usaha memperbaiki kondisi kehidupan petani miskin,
pemerintah pada tahun 1960 meloloskan undang-undang reformasi agraria (land reform) yang
dinamakan Undang-undang Pokok Agraria. Undang-undang ini mengatur tentang hak atas tanah,
sewa-menyewa, pengaturan sewa tanah, dan batas kepemilikan tanah.

Pada Masa Orde Baru:


Pada masa pemerintahan Orde Baru kembali peraturan perundang-undangan mengenai desa
mengalami perubahan yang ditandai dengan terbitnya menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun
1979, pengaturan yang tidak menyeragamkan pemerintahan desa kadang-kadang merupakan
hambatan untuk melaksanakan pembinaan dan pengendalian yang intensif guna peningkatan taraf
hidup masyarakat. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979, desa adalah suatu wilayah
yang ditempati sejumlah penduduk sebagai kesatuan masyarakat termasuk di dalamnya kesatuan
masyarakat hukum yang mempunyai organisasi pemerintahan terendah langsung di bawah Camat
dan berhak menyelenggarakan rumah tangganya sendiri dalam ikatan Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Hak menyelenggarakan rumah tangganya dalam pengertian ini bukanlah merupakan hak
otonomi, sehingga dapat dikatakan bahwa dengan Undang-Undang Nomor 5 tahun 1979 administrasi
desa dipisahkan dari hak adat istiadat dan hak asal usul. Desa diharuskan mengikuti pola yang baku
dan seragam sedangkan hak otonominya yaitu hak untuk mengatur diri sendiri, ditiadakan. Desa
sekedar satuan administratif dalam tatanan pemerintah. Dari pengertian ini jelas bahwa secara
struktural dengan ditempatkannya desa sebagai organisasi pemerintahan langsung dibawah camat
menunjukkan bahwa hubungan antar desa dengan supra desa bersifat hierarkis sampai ke tingkat
Pusat. Hal ini dikarenakan posisi Camat sebagai kepala wilayah yang menjalankan asas dekonsentrasi
atau merupakan unsur Pemerintah Pusat yang ada di daerah. Karena pola hubungan yang bersifat
hierarkis maka seluruh peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang desa dibuat oleh
Pemerintah Pusat dan diberlakukan sama secara nasional.
Pada Masa Reformasi:
Setelah terjadi gerakan reformasi pada tahun 1998, pengaturan mengenai desa mengalami perubahan
seiring dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah.
Undang-Undang ini secara nyata mengakui otonomi desa. Otonomi yang dimiliki oleh desa menurut
Undang-Undang Nomor 22Tahun 1999 adalah berdasarkan asal-usul dan adat istiadatnya bukan
berdasarkan penyerahan wewenang dari Pemerintah. Sehingga yang disebut Desa atau nama lainnya,
yang selanjutnya disebut Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki kewenangan untuk
mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat-istiadat
setempat yang diakui dalam sistem Pemerintahan Nasional dan berada di Daerah Kabupaten. Dengan
demikian, otonomi yang dimiliki desa adalah Otonomi Asli, yaitu otonomi yang berdasarkan asal-
usul dan adat-istiadat setempat. Sehingga dalam kenyataannya pasti akan timbul berbagai
keanekaragaman, baik dari segi nama, susunan pemerintahan, maupun bentuk-bentukan
geografisnya. Tegasnya, terdapat keadaan-keadaan khusus yang berbeda satu dengan yang lainnya.
Dari sinilah sebenarnya prinsip-prinsip "Kebhinekaan" itu ada dan berkembang secara nyata dalam
masyarakat. Sehingga secara riil hak-hak, asal- usul, dan istiadat dihormati sebagai modal
pembangunan desa. Ketika reformasi menemukan momentum untuk melakukan perubahan di tahun
1998, Orde baru digantukan dengan Orde Reformasi. Eksistensi desa dan kesatuan masyarakat
hukum adat kembali mendapatkan pengakuan, tetapi eksistensi dan kesatuan tersebut direduksi
menjadi bagian dari wilayah atau daerah kabupaten/kota yang pengaturannya disatukan dalam
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, yang kemudian diganti
dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Dengan terbitnya
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 juga terjadi perubahan dalam aspek pemerintahan desa.
Menurut ketentuan di dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 di desa dibentuk Pemerintah
Desa dan Badan Perwakilan Desa, yang merupakan Pemerintahan Desa. Pemerintah Desa sebagai
unsur eksekutif dan Badan Perwakilan Desa sebagai unsur Legislatif, yang tidak dikenal dalam
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979. Dengan konsep pemerintahan desa yang seperti ini maka
dalam pelaksanaan tugasnya Kepala Desa bertanggungjawab kepada rakyat melalui BPD.

2. Desa adalah wilayah yang ditempati oleh sejumlah penduduk sebagai kesatuan masyarakat,
termasuk didalamnya kesatuan
masyarakat hukum yang
mempunyai organisasi
pemerintahan terendah lansung
dibawah camat dan berhak
menyelenggarakan rumah
tangganya sendiri dalam ikatan
negara kesatuan republik
Indonesia. . Desa berwenang
untuk mengatur dan mengurus
kepentingan masyarakat
setempat. Dalam mengatur dan
mengurus kepentingan
masyarakat tersebut harus
berdasarkan peraturan yang
berlaku. Istilah desa dapat
disebut dengan nama lain
misalnya nagari di Sumatera
Barat, kampung di Papua, dan
gampong di Nanggroe Aceh
Darussalam (NAD). Begitu pula segala istilah dan lembaga-lembaga di desa dapat disebut dengan
nama lain sesuai dengan karakteristik adat istiadat desa tersebut. Sesuai dengan sifat Negara Kesatuan
Republik Indonesi, maka kedudukan Pemerintah Desa sejauh ini harus diseragamkan,agar
pemerintah desa mampu menggerakkan masyarakat untuk berpartisipasi dalam pembangunan dan
penyelenggaraan administrasi Desa yang kian meluas dan efektif. Sehubungan dengan itu, pada
tanggal 1 desember 1979 telah dikeluarkan undang-undang no 5 tahun 1979 tentang tentang
pemerintahan desa yang disingkat UUPD. Yang dimaksud dengan pemerintahan desa dalam undang-
undang ini adalah kegiatan dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan yang dilaksanakan oleh
pemerintahan desa dan pemerintah kelurahan.

3. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, yang selanjutnya disebut UU Desa. Sebagai
ujung tombak pembangunan masyarakat, desa sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yang selanjutnya disebut UU Pemda merupakan
kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah, yang berwenang untuk mengatur dan
mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan prakarsa masyarakat,
hak asal-usul dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Desa yang merupakan lingkup organisasi atau susunan pemerintahan
terkecil dan lebih dekat dengan masyarakat, mempunyai peran penting dalam menjalankan otonomi
yang diamanatkan oleh konstitusi sebagai jalan menuju rakyat yang sejahtera. Dari sinilah dapat
ditentukan keberhasilan pemerintah dalam pembangunan, baik itu dari tingkat Daerah maupun Pusat
melalui tugas pembantuan yang diberikan kepada Pemerintah Desa, kemudian menyalurkan program
pembangunan tersebut kepada masyarakat. Dalam UU Desa telah disebutkan bahwa: “Desa
merupakan desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut desa, adalah
kesatuan hukum memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan
pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal-usul,
dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem Negara Kesatuan Republik
Indonesia. ”Desa merupakan bagian penting bagi keberadaan bangsa Indonesia. pengertian desa
menurut UU Nomer 6 tahun 2014, desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama
lain, selanjutnya disebut desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang
berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan Pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat
berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati
dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.8 Serta desa dalam artian
administaratif menurut Kartohadikusumo dalam Daldjoeni yaitu desa dijelaskan sebagai suatu
kesatuan hukum yang mana tempat tinggal suatu masyarakat yang berkuasa mengadakan
pemerintahan sendiri. Tujuan pembentukan desa adalah untuk meningkatkan kemampuan
penyelenggaraan pemerintahan secara berdaya guna dan berhasil guna dan peningkatan pelayanan
terhadap masyarakat sesuai dengan tingkat perkembangan dan kemajuan pembangunan. Dalam
menciptakan pembangunan hingga di tingkat akar rumput, maka terdapat beberapa syarat yang harus
dipenuhi untuk pembentukan desa yakni: Pertama, faktor penduduk, minimal 2500 jiwa atau 500
kepala keluarga, kedua, faktor luas yang terjangkau dalam pelayanan dan pembinaan masyarakat,
ketiga, faktor letak yang memiliki jaringan perhubungan atau komunikasi antar dusun, keempat,
faktor sarana prasarana, tersedianya sarana perhubungan, pemasaran, sosial, produksi, dan
saranapemerintahan desa, kelima, faktor sosial budaya, adanya kerukunan hidup beragama dan
kehidupan bermasyarakat dalam hubungan adat istiadat, keenam, faktor kehidupan masyarakat, yaitu
tempat untuk keperluan mata pencaharian masyarakat. Kepala Desa dipilih langsung oleh dan dari
penduduk desa warga Negara Republik Indonesia yang syarat selanjutnya dan tata cara pemilihannya
sudah diatur Oleh Undang –undang Desa yaitu UU No 6 Tahun 2014, Dan Peraturan Pemerintah No
43 Tahun 2014 tentang peraturan pelaksana UU No 6 tahun 2014 Tentang Desa. Serta Peraturan
Menteri Dalam Negeri RI Nomor 111 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Kepala Desa. Calon kepala
desa yang memperoleh suara terbanyak dalam pemilihan Kepala Desa ditetapkan sebagai Kepala
Desa.Pemilihan Kepala Desa dalam kesatuan masyarakat hukum dapat beserta hak tradisionalnya
sepanjang masih hidup dan diakui keberadaannya berlaku ketentuan, hukum adat setempat yang
ditetapkan dalam Perda dengan berpedoman pada Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah.

Anda mungkin juga menyukai