Anda di halaman 1dari 27

The Potential & The Challenges of Developing

Renewable Energy in Indonesia

Pengembangan & Pemanfaatan PLTS sebagai


Solusi Permasalahan Energi di Indonesia
Ahmad Rahma Wardhana
(Pusat Studi Energi UGM)

Dewan Energi Mahasiswa


UPN “VETERAN” YOGYAKARTA
28 Oktober 2023
TAUTAN TAUTAN TAUTAN
TRANSISI ENERGI ADALAH KENISCAYAAN
TRANSISI ENERGI ADALAH KENISCAYAAN
❑ Merupakan bagian dari mitigasi perubahan iklim
❑ Akibat dari antroposentrisme → konsumsi energi dan sumber daya yang eksponensial sejak
revolusi industri → melipatgandakan Gas Rumah Kaca → meningkatkan suhu rata-rata
permukaan bumi (pemanasan global) → pendidihan global dan perubahan iklim.

❑ Bukan silver bullet: melakukannya saja tidak serta merta mengubah semesta, apalagi jika tidak
melakukannya!
❑ Laporan IPCC terbaru terkait kontributor GRK: 34% sektor energi & 15% sektor transportasi;
maka mengendalikan keduanya berarti mengontrol 49% sumber GRK.
❑ Tantangan transisi energi di transportasi:
❑ biosolar berbasis sawit yang mendisruspsi jasa ekologis hutan heterogen;
❑ bioetanol berbasis jagung, tebu, dan singkong akan memicu persaingan tiga fungsi
tanaman, yakni energi vs pangan vs pakan;
❑ biofuel berbasis microalgae masih membutuhkan riset panjang agar efisien;
❑ kendaraan listrik → 84,98% listrik fosil (54,94% batubara; 24,85% gas; 5,19% minyak solar)

Sumber: Transisi energi di Indonesia, tiga hal yang perlu kamu tahu (theconversation.com)
TRANSISI ENERGI ADALAH KENISCAYAAN
❑ Kunci Transisi adalah LISTRIK –yang penuh dengan tantangan
❑ Listrik adalah bentuk layanan energi yang sangat fleksibel, termasuk kendaraan listrik
❑ Transisi energi di sektor listrik berarti mengganti 54,94% pembangkit batubara dengan energi
terbarukan.
❑ Co-firing dihadapkan pada penggunaan lahan yang luas (energi vs hutan vs pangan vs pakan)
❑ Energi air skala besar dihadapkan pada perubahan landscape dan lifescape akibat bendung
❑ Energi matahari dan angin dihadapkan pada intermitensi (berjeda), importasi komponen, dan
lemahnya penegakan hukum lingkungan pada industri komponen dalam negeri.

Bukankah solusi dari sebuah keruwetan persoalan dimulai dari


memahami di mana ruwetnya berada, sehingga kita bisa tahu
dari mana keruwetan tersebut bisa mulai diurai?

Sumber: Transisi energi di Indonesia, tiga hal yang perlu kamu tahu (theconversation.com)
TRANSISI ENERGI ADALAH KENISCAYAAN

❑ Produksi skala besar atas nama efisiensi adalah warisan terbesar Revolusi Industri, termasuk
pembangkitan listrik: yang efisien adalah berskala besar dan dengan bahan bakar fosil.
❑ Model ini terbukti merusak lingkungan dan menghadirkan bencana terbesar dalam sejarah umat
manusia. Murahnya harga pembangkitan dari fosil adalah karena eksternalitas tersebut: biaya
kerusakan lingkungan yang tak pernah diperhitungkan dalam neraca biaya pembangkitan.
❑ Maka transisi energi mencakup dua hal: dari pembangkitan energi yang sentralistik ke
desentralistik dan dari bahan bakar fosil ke sumber terbarukan.
FLEKSIBILITAS PLTS
FLEKSIBILITAS PLTS
FLEKSIBILITAS PLTS
FLEKSIBILITAS PLTS

JAMBI
FLEKSIBILITAS PLTS
FLEKSIBILITAS PLTS

SUMATERA
BARAT
FLEKSIBILITAS PLTS
DEMOKRATISASI LISTRIK LEWAT PANEL SURYA:
DARI, OLEH, DAN UNTUK SIAPA?
TAUTAN SUMBER
DEMOKRATISASI LISTRIK LEWAT PANEL SURYA

❑ Tak ada transisi yang mudah, apalagi jika dimaknai untuk mengubah kemapanan yang berabad
lamanya. Termasuk mapannya dominasi listrik batubara di Indonesia yang ternyata menghadirkan
kesejahteraan semu belaka.
❑ Sebenarnya ada banyak opsi yang memungkinkan bagi kita untuk move on dari batubara. Salah
satunya adalah beralih ke panel surya yang teknologinya tidak rumit, praktis dalam instalasinya,
dan harga yang kian terjangkau.
❑ Bagaimana peluang panel surya menggeser peran listrik batubara?
KARAKTERISTIK YANG INTERMITEN

❑ Tantangan terbesar panel surya adalah sifatnya yang intermiten alias tidak stabil atau berjeda. Berbeda
dengan pembangkit batubara yang dapat disesuaikan dengan permintaan listrik di sepanjang 24 jam, panel
surya hanya bisa bekerja selama terpapar sinar matahari. Selebihnya, panel surya membutuhkan baterai.
Termasuk dalam intermiten adalah penyinaran matahari yang seringkali terhalang mendung bahkan hujan.

❑ Sifat intermiten memang menjadi ciri khas energi terbarukan yang alamiah ini. Seperti halnya energi angin
yang tak mungkin stabil 24 jam terus menerus. Sementara sifat intermiten bagi energi air di antaranya
diselesaikan dengan pembangunan bendung: mengatur air agar tak berjeda pasokannya untuk memutar
turbin.

❑ Kelemahan panel surya ini terselesaikan dengan kemajuan teknologi melalui sistem smart grid. Smart grid
dimaknai sebagai jaringan listrik yang membuka komunikasi antara pemasok dan pengguna, mengatur
permintaan, memproteksi jaringan distribusi, menghemat energi, dan mengurangi biaya (Kylili dan Fokaides,
2015). Smart grid didesain untuk berfungsi pada listrik yang dibangkitkan dari banyak sumber, yang
intermiten satu sama lain, namun stabilitasnya dapat dicapai dengan saling support satu sama lain.
KARAKTERISTIK YANG INTERMITEN

❑ Artinya, pada sistem smart grid, sumber listriknya tidak tunggal alias beragam, dengan spesifikasi yang
konteksnya sangat lokal, di mana lebihnya listrik pada sebuah tempat digunakan untuk memasok kurangnya
listrik di tempat yang lain. Sistem smart grid memungkinkan bagi dimanfaatkannya banyak sumber energi
terbarukan yang intermiten untuk menggeser hegemoni energi fosil. Pada konteks panel surya, menjadi
sangat memungkinkan bagi banyak pihak untuk memasangnya secara independen namun dipersatukan
secara sistemik oleh smart grid. Hadirlah era kewargaan berbasis listrik, yang bukan hanya tentang memakai
listrik saja, tetapi juga bagaimana memproduksinya.

❑ Sounds familiar? Ya! Mirip dengan prinsip demokrasi yang mampu menyatukan banyak perbedaan
(ketimpangan sumber sekaligus kebutuhan energi) untuk mencapai tujuan bersama (semua mendapat akses
energi), lewat partisipasi yang berkeadilan (dikomunikasikan oleh smart grid). Para akademisi seperti
Wahlund dan Palm (2022) mengelompokkan dinamika semacam ini dalam terminologi “transisi energi
partisipatif” (participatory energy transition) yang merupakan irisan dari isu “demokrasi energi” (energy
democracy) dan “kewargaan energi” (energy citizenship).
Revolusi Teknis, Finansial, dan Kelembagaan PLN

❑ Namun sayangnya upaya demokratisasi energi tersebut belum terwujud lantaran membutuhkan revolusi
teknis dan finansial, utamanya pada diri PT PLN (Persero) sebagai satu-satunya entitas bisnis yang
mendapatkan privilege oleh negara untuk melistriki Indonesia.

❑ Sistem listrik Indonesia terlanjur mapan dengan ‘model searah’ di mana listrik mengalir dari pembangkit,
dialirkan melalui jaringan transmisi, kemudian masuk ke jaringan distribusi untuk diantar ke konsumen.
Kehadiran demokratisasi energi, di mana konsumen mampu memproduksi listrik, menuntut model aliran
baru yang ‘banyak arah’. Model yang memungkinkan konsumen juga saling berbagi listrik. Sesuatu yang
disruptif karena PLN akan membutuhkan investasi teknologi baru yang berbiaya mahal.

❑ Sementara dari segi finansial, kondisi normalnya adalah: listrik hasil produksi pembangkit dibeli oleh PLN
berdasarkan perjanjian jual beli (PPA, power purchase agreement) dan PLN kemudian menjualnya kepada
konsumen dengan harga yang ditentukan oleh negara. Jadilah ini barang sebagai bisnis yang menggiurkan:
PPA mewajibkan PLN membeli setiap listrik yang diproduksi pembangkit (baca: jaminan produknya laku)
dan PLN menjualnya kepada masyarakat dengan harga yang diatur (baca: dijamin stabil) oleh negara.
Revolusi Teknis, Finansial, dan Kelembagaan PLN

❑ Bayangkan ketika demokratisasi energi berlangsung, di mana berkat panel surya, rumah-rumah masyarakat
menjadi ‘pembangkit’ listrik mandiri. Masyarakat akan saling memasok listrik satu sama lain, sehingga
permintaan listrik PLN dari masyarakat menurun drastis. Datanglah disrupsi finansial: PLN tetap membeli
listrik dari pembangkit sebagai ketundukan atas PPA, sekalipun tak dibeli oleh masyarakat.
Revolusi Teknis, Finansial, dan Kelembagaan PLN

IPP BATUBARA IPP

PPA PPA

PLN Pelanggan PLN Pelanggan

Pelanggan Pelanggan Pelanggan Pelanggan


EBT EBT
Revolusi Teknis, Finansial, dan Kelembagaan PLN

❑ Dua realitas teknis dan finansial tersebut yang menjadikan PLN enggan mengizinkan masyarakat memasang
panel surya yang dikoneksikan dengan jaringan distribusi PLN, sekalipun Peraturan Menteri ESDM RI No. 26
Tahun 2021 telah mengatur caranya bagaimana agar perizinan tersebut diajukan dan diproses. Apalagi
ditambah dengan pasokan listrik dari pembangkit konvensional yang saat ini posisinya sedang oversupply
akibat kesalahan proyeksi pembangunan di masa lalu, membuat PLN tak mau menambah lagi suplai listrik.
Termasuk menutup peluang tumbuhnya produksi listrik dari masyarakat lewat panel surya.

❑ Meskipun dua ajang internasional yang diselenggarakan di Indonesia, KTT G20 (2022) dan KTT ASEAN Plus
Three (2023), side events-nya menggambarkan ingar bingar visi Pimpinan PLN yang terus menjanjikan
transisi energi, realitasnya di lapangan jauh panggang dari api. Nyata adanya bahwa PLN tak hanya
membutuhkan revolusi teknis dan finansial, tetapi juga revolusi kelembagaan, sehingga visi pimpinan yang
optimis terkait transisi energi dapat tercermin pula secara kelembagaan.
Pembiayaan untuk Revolusi Energi dari Masyarakat

❑ Mengingat revolusi di PLN membutuhkan keberanian politik yang kuat dan stabil, serta sangat mungkin
membutuhkan waktu yang tidak sebentar, bolehlah masyarakat memulai revolusi menuju demokratisasi
energi dengan memasang panel surya untuk kebutuhan sendiri. Kiat ini akan secara alamiah mengurangi
konsumsi listrik PLN dan secara bertahap tergantikan oleh listrik panel surya yang berbaterai.

❑ Harga panel surya saat ini relatif terjangkau, namun untuk beberapa merek baterai masih agak mahal.
Untungnya, Indonesia sedang merintis industri baterai di kawasan Sulawesi dan Maluku. Meskipun industri
tersebut spesifik memproduksi baterai untuk mobil listrik, ada baiknya lini produksi baterai panel surya
juga disiapkan karena pasarnya yang terus tumbuh. Tentu saja isu dampak lingkungan yang menjadi efek
samping industri baterai serta membebani lingkungan alam dan sosial masyarakat wajib untuk terus
disuarakan, agar negara tegas menegakkannya dan entitas bisnis taat menjalankannya. Hal serupa wajib
pula diserukan pada pembangunan industri sel dan manufaktur panel surya dalam negeri yang kabarnya
akan hadir di masa mendatang.
Pembiayaan untuk Revolusi Energi dari Masyarakat

❑ Lembaga keuangan perlu membuka opsi kredit murah untuk memulai demokratisasi listrik lewat panel
surya. Opsi lain adalah bagaimana perusahaan pengembang panel surya menyediakan jasa one stop service
yang bukan hanya teknologi, instalasi, dan pemeliharaan, tetapi juga mencakup pembiayaan sistem leasing.
Model semacam ini secara natural akan turut mendidik masyarakat untuk lebih melek di sektor keuangan
sekaligus mampu mempraktikkan manajemen energi yang efisien.

❑ Opsi lain adalah revolusi di tingkat komunitas. Masyarakat dapat menghimpun dana melalui koperasi,
lembaga keuangan mikro, atau bentuk lain (CSR, wakaf produktif BAZDA atau BAZNAS, BUMDES) untuk
menghadirkan secara mandiri panel surya. Pembiayaan model komunitas diarahkan pada produktivitas
yang menghasilkan barang dan jasa. Produktivitas tersebut akan menghasilkan profit yang dapat digunakan
untuk memelihara sistem panel surya dan mengembangkan skala usahanya. Pada titik inilah, peran
komunitas keteknikan dari sekolah kejuruan dan perguruan tinggi perlu terlibat aktif menjadi bagian tak
terpisahkan dari gerakan revolusi untuk demokratisasi listrik bersama masyarakat.
Pembiayaan untuk Revolusi Energi dari Masyarakat

❑ Bagaimanapun, gagasan demokratisasi listrik tersebut didasari pada perspektif tentang rantai karma buruk
akibat pemenuhan rantai pasok batubara berupa kerusakan lingkungan. Perspektif serupa harus menjadi
point of view semua pihak, ya PLN, ya masyarakat, ya utamanya bagi pemain di sektor batubara sendiri.
Kesuksesan transisi dari batubara ke panel surya juga membutuhkan kesadaran hakiki dari orang batubara
untuk mengalihkan sumber dayanya ke arah yang lebih sustainable secara sosial, ekonomi, dan lingkungan.

❑ Lebih dari itu, gagasan revolusioner demokratisasi listrik dari rakyat melalui berbagai opsi pembiayaan
tersebut sebenarnya merupakan persiapan nyata untuk menyambut revolusi teknis, finansial, dan
kelembagaan yang diharapkan segera hadir di tubuh PLN. Revolusi yang sifatnya semesta dan menyeluruh:
dari, oleh, dan untuk Indonesia.
Kontak

wardhanahmad@mail.ugm.ac.id

@wardhanahmad

@wardhanahmad

Ahmad Rahma Wardhana

wardhanahmad.id

Anda mungkin juga menyukai