Anda di halaman 1dari 22

TUGAS KEWIRAUSAHAAN MAKALAH

CARA BERFIKIR KREATIF DALAM MASYARAKAT KITA


TENTANG ADANYA COVID19 YANG BERDAMPAK PADA
PRILAKU EKONOMI MASYARAKAT
Untuk Memenuhi Tugas Kewirausahaan

Disusun Oleh :
M.Nouval Ghifari 021118043

PROGRAM STUDI MANAJEMEN


FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS PAKUAN
2021

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena hanya dengan
rahmat-Nya kami akhirnya bisa menyelesaikan makalah yang berjudul “ CARA
BERFIKIR KREATIF DALAM MASYARAKAT KITA TENTANG ADANYA COVID19 YANG
BERDAMPAK PADA PRILAKU EKONOMI MASYARAKAT ” ini dengan baik dan tepat

pada waktunya.
Tidak lupa kami menyampaikan rasa terima kasih kepada kaka
pembimbing yang telah memberikan banyak bimbingan serta masukan yang
bermanfaat dalam proses penyusunan makalah ini. Rasa terima kasih juga
hendak kami ucapkan kepada rekan - rekan mahasiswa yang telah memberikan
kontribusinya baik secara langsung maupun tidak langsung sehingga makalah
ini bisa selesai pada waktu yang telah ditentukan.
Meskipun kami sudah mengumpulkan banyak referensi untuk menunjang
penyusunan makalah ini, namun kami menyadari bahwa di dalam makalah yang
telah kami susun ini masih terdapat kesalahan serta kekurangan. Sehingga kami
mengharapkan saran serta masukan dari para pembaca demi tersusunnya
makalah selanjutnya yang lebih baik lagi. Akhir kata, kami berharap agar karya
ilmiah ini bisa memberikan banyak manfaat kepada para pembaca. Sebelumnya
kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata atau kata – kata yang kurang
berkenan

Bogor, 08 Maret 2021


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG MASALAH
1.2 BATASAN MASALAH
1.3 MAKSUD DAN TUJUAN
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Covid-19
2.2. Pergeseran Perilaku Konsumen Akibat Dampak New Normal
2.2.1 Bagaimana pandemi mempengaruhi perilaku konsumen
2.2.2 Perubahan perilaku konsumen di masa new normal
2.2.3 Dalam kegiatan sehari-hari
2.2.4 Aktivitas dengan minim kontak fisik
2.2.5 Munculnya kebiasaan baru
2.2.6 Apakah perubahan perilaku konsumen akan bersifat permanen?
2.2.7 Konsumen menjadi lebih aware dengan kesehatan
2.2.8 Lebih mendukung bisnis lokal
2.3 Dampak COVID-19 dan peluang
2.4 Berfikir kreatif saat pandemi
2.4.1 Perubahan Perilaku
2.4.2 Kemampuan Beradaptasi
2.5 Mengatasi masalah ekonomi saat pandemi
BAB III PENUTUPAN
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH


Penyakit corona virus 2019 atau Corona Virus Disease-19 (COVID-19) adalah infeksi
saluran pernapasan yang disebabkan oleh jenis virus corona. Nama lain dari penyakit ini adalah
Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus-2 (SARS-COV2). Kasus COVID-19 pertama
kali dilaporkan di Kota Wuhan, Provinsi Hubei, Tiongkok, pada Desember 2019. Dalam
beberapa bulan saja, penyebaran penyakit ini telah menyebar ke berbagai negara, baik di Asia,
Amerika, Eropa, dan Timur Tengah serta Afrika. Pada tanggal 11 Maret 2020, Organisasi
Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO) mendeklarasikan penyebaran
COVID-19 dikategorikan sebagai pandemi.

Menyebarnya wabah COVID-19 ini hingga ke wilayah Indonesia, termasuk Provinsi Aceh, tentu
sangat mengkhawatirkan semua pihak. Seperti dapat dicermati dari pengalaman beberapa negara
serta wilayah lain, penangangan COVID-19 tidak mungkin dapat dilakukan oleh Pemerintah
semata. Dibutuhkan keterlibatan terpadu dari semua pihak, termasuk Pemerintah, pihak swasta
dan dunia usaha, perguruan tinggi (PT), serta masyarakat.

Sebagai institusi PT paling tua dan terbesar di Aceh, Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) yang
mempunyai misi tridharma turut memikul tanggung jawab dalam penanganan virus COVID-19
ini –yang telah memakan korban di banyak tempat. Dengan sumber daya yang ada, Unsyiah
dipercaya dapat berkontribusi signifikan. Untuk itu, pimpinan Unsyiah membentuk Satuan
Tugas (Satgas) Penanganaan Corona Virus Disease (COVID-19), yang disingkat menjadi
Satgas COVID-19.

walaupun banyak beberapa negara yang dapat menangani masalah virus covid-19 di
dalam negaranya masing-masing, tetapi masih ada negara-negara yang belum dapat menangani
masalah virus tersebut dan berdampak terhadap perekonomian di dalam negaranya. Baik dalam
keuangan negara nya maupun masalah ekonomi yang dialami oleh masyarakatnya sendiri.
Pemikiran atau ide-ide kreatif saangat dibutuhkan disaat pandemi seperti ini guna
mencari peluang dan mengatasi masalah-masalah yang dialami oleh masyarakt maupun
pemerintah saat ini.

1.2 BATASAN MASALAH


Agar masalah pembahasan tidak terlalu luas dan lebih terfokus pada masalah dan tujuan dalam
hal ini pembuatan makalah ini, maka dengan ini penyusun membatasi masalah hanya pada ruang
lingkup tentang kisah awal mulanya Covid 19.

1.3 MAKSUD DAN TUJUAN


Sebagai mengetahui cara berfikir kreatif disaat pandemi di yang berpengaruh terhadap ekomi
masyaraak disaat pandemi dan dituangkan kedalam tugas makalah kewirausahaan ini.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Covid-19


Dunia saat ini sedang menghadapi pandemi yang disebabkan oleh SARS-CoV-2 (virus
Corona) dan infeksinya yang disebut COVID-19. Infeksi virus ini awalnya ditemukan di Wuhan,
Cina pada Desember 2019 dan telah menyebar dengan cepat ke berbagai belahan dunia. Pandemi
ini mempengaruhi berbagai perubahan di sektor sosial ekonomi seluruh wilayah yang terjangkit,
dan bukan hanya Cina saja. Berdasarkan data yang dilansir dari Satgas COVID-19, tertanggal 21
April 2020, sudah terkonfirmasi bahwa COVID-19 telah menginfeksi 6760 orang di Indonesia
dengan angka kematian sebesar 590 orang dan 747 orang dinyatakan telah berhasil sembuh.

Di awal kemunculannya, virus ini mendapat beragam respons yang muncul dari masyarakat
Indonesia. Sebagian mulai berhati-hati dan menerapkan pola hidup sehat, tetapi lebih banyak
yang tidak peduli dan terkesan meremehkan; bahkan menjadikan virus ini sebagai bahan
candaan. Bukan hanya masyarakat biasa, pejabat-pejabat pun banyak yang meremehkan
keberadaan virus ini dan tidak melakukan persiapan maupun antisipasi munculnya wabah ini di
Indonesia. Bahkan ketika COVID-19 mulai menyebar dengan cepat ke berbagai daerah dan
beberapa negara telah menutup akses keluar masuk, pemerintah dan warga Indonesia masih
terkesan santai dan kurang melakukan tidakan pencegahan terhadap virus ini.

Sebenarnya, orang-orang yang bersikap masa bodoh dengan kemunculan virus Corona
jumlahnya lebih sedikit daripada orang yang peduli dengan pencegahan virus ini. Tetapi
ketidakpedulian mereka itulah yang kemudian mempercepat penyebaran virus. Orang-orang
dalam kelompok ini biasanya adalah orang-orang yang merasa dirinya kebal dan orang yang
menganggap bahwa sains tidak sepenuhnya benar (Ghaemi, 2020).

Ketidakpastian, kebingungan, dan keadaan darurat yang diakibatkan oleh virus Corona dapat
menjadi stressor bagi banyak orang. Ketidakpastian dalam mengetahui kapan wabah akan
berakhir membuat banyak golongan masyarakat terutama golongan menengah ke bawah bingung
memikirkan nasib mereka. Kehidupan yang berjalan seperti biasa tanpa adanya mata pencaharian
membuat mereka kesulitan memenuhi kebutuhan hidup. Keberadaan virus Corona yang
mengancam setiap orang berpeluang menjadi stressor bagi sebagian besar orang, dan dampaknya
bisa jadi sama parahnya dengan dampak yang ditimbulkan jika terinfeksi virus Corona itu sendiri
(Taylor, 2019).

Ketakutan akan kematian merupakan konflik psikologis dasar pada manusia (Knoll, 2020) dan
sesuai dengan Teori Manajemen Teror, ketakutan akan kematian yang tidak pasti datangnya
membuat manusia melakukan berbagai hal untuk mempertahankan kehidupannya (Greenberg,
Pyszczynski, Solomon, 1986). Adanya COVID-19 tentu membuat teror yang dirasakan semakin
intens. Tentunya, ada beberapa hal positif dan negatif yang dilakukan orang-orang untuk
bertahan hidup.

Untuk mengurangi kecemasan di masyarakat, sudah sepatutnya kita melakukan berbagai hal
untuk meningkatkan optimisme masyarakat di tengah pandemi ini. Masyarakat yang masih
mampu mencukupi kebutuhan hidupnya banyak yang meningkatkan kepeduliannya dengan
berkontribusi untuk membantu golongan yang tidak mampu dengan cara melakukan
penggalangan dana, melakukan donasi. Ada juga kelompok-kelompok lain yang membantu
menjahitkan APD untuk tenaga kesehatan serta memproduksi masker dalam jumlah besar untuk
dibagikan kepada orang-orang yang masih harus bekerja di luar. Karena adanya virus Corona ini,
masyarakat juga menjadi lebih peduli dan menjalankan pola hidup yang sehat. Hal-hal tersebut
merupakan sebagian kecil upaya pertahanan diri yang dilakukan oleh masyarakat untuk
menghindari infeksi COVID-19.

COVID-19 juga mendorong sebagian orang untuk bertindak secara salah dalam rangka bertahan
hidup. Fenomena panic buying merupakan salah satu contohnya. Tindakan panic buying dan
menimbun barang-barang kebutuhan sehari-hari merupakan bentuk ketidakmampuan sebagian
dari kita untuk mentoleransi stress yang timbul karena ketidakpastian yang muncul akibat adanya
virus Corona. Isolasi diri yang dilakukan sebagai tindakan preventif terhadap infeksi COVID-19
juga merupakan faktor pendorong psikologis sebagian dari kita akhirnya melakukan penimbunan
(Norberg & Rucker, 2020).

Seperti yang telah diketahui, alasan mereka melakukan penimbunan adalah untuk berjaga-jaga,
tetapi mereka malah terdorong untuk membeli barang-barang yang tidak diperlukan. Padahal,
tindakan seperti itu akan merugikan kelompok masyarakat lain yang tidak mampu untuk
berbelanja dalam skala besar sehingga mereka akan kesulitan untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya. Fenomena panic buying juga kemudian dimanfaatkan oleh sebagian pihak yang hanya
mencari keuntungan dengan cara menaikkan harga ke angka yang tidak rasional dan juga
melakukan penipuan yang biasanya dilakukan melalui toko online.

Untuk mengontrol perilaku tersebut, kita harus berusaha untuk tetap berpikir rasional walaupun
sulit dilakukan di saat seperti ini. Dalam situasi seperti ini, kita dapat menggunakan metode
Cognitive Behavioural Therapy (CBT) untuk menghindari pengambilan keputusan yang
didasarkan pada emosi sesaat dan tindakan yang terburu-terburu (Norberg & Rucker, 2020).
Metode ini dapat membantu kita untuk meningkatkan kemampuan mengatur emosi, membantu
kita untuk tidak terjebak dalam pemikiran yang salah, dan mengembangkan kemampuan kita
dalam memecahkan suatu masalah (Beck, 2011 & Benjamin, dkk 2011). Metode CBT bisa
membantu kita untuk mengurangi kecemasan serta rasa takut yang timbul karena adanya
pandemi COVID-19 ini.

Contoh aplikasi metode ini dapat kita terapkan untuk menghindari panic buying dengan cara
membuat daftar barang yang memang kita perlukan untuk bertahan hidup selama 2-3 minggu ke
depan. Selain itu, kita bisa menggunakan metode ini untuk menganalisis berita-berita yang kita
terima terkait COVID-19 ini, agar kita tidak mudah termakan hoax yang akan meningkatkan
kecemasan kita.

Pandemi COVID-19 telah merubah berbagai aspek dalam keseharian kita. Kecemasan dan rasa
tidak aman yang dialami sebagian besar dari kita harus bisa disikapi dengan rasional agar kita
bisa bertahan hidup dan juga membantu orang lain bertahan. Penerapan pola hidup sehat dan
mengikuti anjuran pemerintah juga harus kita lakukan sebagai upaya mencegah penyebaran
COVID-19.

2.2. Pergeseran Perilaku Konsumen Akibat Dampak New Normal


Kehadiran pandemi baru ini mengejutkan dunia. Masyarakat seluruh dunia saat ini masih
berusaha untuk beradaptasi dengan kondisi yang mengharuskan kita semua untuk selalu
mengikuti protokol kesehatan. Sehingga munculnya pergeseran dan perubahan perilaku
konsumen yang menyebabkan bisnis turut beradaptasi dengan perubahan tersebut.

Lantas, perubahan apa saja yang terjadi setelah munculnya pandemi, terlebih pada saat
kondisi yang dianggap ‘new normal’? Apakah perubahan serta pergeseran perilaku
konsumen yang terjadi saat ini dapat menjadi hal yang berlangsung lama? Dibawah ini
Vutura akan membahas mengenai perubahan perilaku konsumen di masa pandemi.

2.2.1 Bagaimana pandemi mempengaruhi perilaku konsumen

Kehadiran pandemi ini memunculkan perasaan-perasaan serta kebiasaan baru pada


masyarakat. Mulai dari kebiasaan kecil pada kehidupan sehari-hari hingga kebiasaan yang
mengubah gaya hidup. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh DAC Group mengenai
perubahan kebiasaan masyarakat, Hampir 90% Gen Z telah mengubah rutinitas harian
mereka, dibandingkan dengan generasi baby boomer yang hanya 75%. Selain itu, 44% dari
Gen X yang mengindikasikan bahwa mereka membaca berita lebih sering untuk tetap
mendapat informasi, diikuti oleh Gen Z pada 40%. Sepertiga dari Gen Y memeriksa media
sosial lebih sering untuk mendapatkan informasi terbaru.

Selain itu, karena adanya pembatasan dalam berkegiatan, konsumen tentu saja mencari
alternatif lain untuk tetap memenuhi keperluan serta keinginan hidup mereka. Maka dari itu,
munculnya perubahan perilaku konsumen pada masa pandemi adalah sebagai bentuk adaptasi
pada kondisi yang sedang dihadapi saat ini.

2.2.2 Perubahan perilaku konsumen di masa new normal

Nyatanya, terdapat banyak pergeseran serta perubahan perilaku konsumen yang terjadi
setelah munculnya pandemi. Kali ini Vutura akan membagi penjelasan ini berdasarkan jenis
kebiasaan yang dilakukan.

2.2.3 Dalam kegiatan sehari-hari

Penelitian yang dilakukan oleh Valassis mengenai pergeseran perilaku konsumen


menemukan bahwa 57% konsumen lebih sering untuk berbelanja online, 51% konsumen
meluangkan waktu lebih banyak pada media sosial dan 55% menghabiskan lebih banyak
waktu untuk streaming platform TV dibandingkan sebelum adanya pandemi COVID-19.
Saat ini konsumen memilih untuk berbelanja online sebagai pilihan yang paling aman guna
menghindari kontak fisik, bahkan saat ini masyarakat mulai terbiasa untuk berbelanja
kebutuhan pokok secara online. Bisa dilihat dari meningkatnya antusiasme masyarakat
terhadap layanan belanja bahan pokok online seperti Sayurbox, Happyfresh, dan juga
munculnya layanan serupa untuk memenuhi kebutuhan konsumen di tengah kondisi pandemi
hingga saat ini.

Kenaikan penggunaan media sosial pun dapat terlihat pada meningkatnya animo generasi Z
dan milenial untuk membuat konten seperti vlog atau video singkat TikTok. Hal ini tentu saja
dapat menjadi peluang bagi brand Anda untuk memanfaatkan tren ini untuk meningkatkan
awareness dan engagement pada konsumen muda.

2.2.4 Aktivitas dengan minim kontak fisik

Dengan adanya beberapa protokol kesehatan yang perlu dilakukan untuk menghindari
persebaran virus menyebabkan menurunnya ketertarikan konsumen untuk membeli tiket
konser, tiket pesawat, serta kegiatan outdoor lainnya yang menyebabkan perkumpulan.
Berdasarkan survei yang dilakukan oleh IBM mengenai perilaku konsumen pada masa
pandemi, 75% responden menunjukkan bahwa mereka tidak berminat untuk mengunjungi
atau menghadiri kegiatan di luar rumah pada tahun 2020. Terkecuali bar dan restoran yang
diprediksi aman dalam beberapa bulan ke depan.
2.2.5 Munculnya kebiasaan baru

Sektor bisnis dan pendidikan

Sejak adanya perintah untuk bekerja dan belajar di rumah, konsumen tentu saja
membutuhkan teknologi dan perlengkapan yang dapat menunjang produktivitas mereka.
Seperti tingginya permintaan atas provider internet yang sesuai dengan kebutuhan mereka
atau pencarian atas aplikasi yang dapat mendukung kegiatan bisnis atau belajar-mengajar
seperti Zoom dan Google Classroom.

Self-care

Tidak keluar rumah dalam jangka waktu yang cukup lama tentu saja dapat meningkatkan
rasa stress dan juga rasa bosan. Seperti yang dilansir pada Think with Google bahwa selama
pandemi hingga saat ini, meningkatnya kebutuhan akan alat olahraga yang dapat dilakukan
dirumah seperti dumbell dan juga yoga mat.

Selain itu, meningkatnya video-video tentang resep makanan yang juga berhasil
meningkatkan animo masyarakat untuk mencoba memasak resep-resep yang belum pernah
dicoba sebelumnya. Hal ini pula yang mempengaruhi meningkatnya bisnis lokal.

2.2.6 Apakah perubahan perilaku konsumen akan bersifat permanen?

Perubahan perilaku konsumen saat ini tentu saja terjadi karena adanya dorongan dari
perubahan kondisi yang memaksa mereka untuk beradaptasi dengan kondisi tersebut.
Namun, ada kemungkinan perilaku konsumen saat ini bertahan hingga jangka waktu yang
cukup lama. Hal ini disebabkan karena konsumen pun membutuhkan waktu untuk melakukan
penyesuaian kembali pada kebiasaan dan perilaku lama mereka. Konsumen tentu saat ini
sudah terbiasa untuk berbelanja atau melakukan aktivitas dengan kontak fisik yang minim
dan melakukan protokol kesehatan kapan dan dimana saja karena masih belum merasa aman
sejak hadirnya pandemi ini.

Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Accenture mengenai pergeseran kebiasaan


masyarakat saat pandemi, terdapat beberapa kebiasaan yang akan bertahan pada jangka
waktu lama, yaitu:

2.2.7 Konsumen menjadi lebih aware dengan kesehatan

Tidak dapat dipungkiri bahwa pandemi ini mendorong konsumen untuk lebih peduli dengan
kesehatannya untuk meminimalisir tertularnya virus Corona. Orang-orang akan terbiasa
untuk mencuci tangan dan menggunakan hand sanitizer pada saat keluar rumah. Selain itu
masyarakat akan terbiasa untuk melakukan social distancing untuk mencegah persebaran
virus apabila pandemi muncul kembali.

2.2.8 Lebih mendukung bisnis lokal

Meningkatnya berbagai bisnis rumahan nyatanya sesuai dengan jumlah demand konsumen.
Ditambah dengan munculnya gerakan mendukung bisnis lokal yang dilangsungkan pada
media sosial sebagai dukungan bagi pelaku bisnis yang membuka bisnis di tengah pandemi.
Sehingga lebih banyak konsumen memilih untuk membeli produk hasil produksi rumahan
sebagai bentuk support pada bisnis lokal.

Tentu banyak adaptasi yang perlu dilakukan oleh bisnis Anda untuk beradaptasi serta
menyesuaikan perilaku konsumen saat ini, salah satunya adalah proses digitalisasi. Vutura
tentu dapat menjadi solusi bagi bisnis Anda. Daftarkan bisnis Anda untuk mendapatkan
layanan chatbot 24 jam dan teks respon instan untuk konsumen.
2.3 DAMPAK COVID-19 DAN PELUANG

PENYEBARAN virus korona (covid-19) hingga saat ini masih menjadi isu hangat di
dunia internasional, termasuk di Indonesia. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada Rabu
(11/3) secara resmi menyatakan wabah korona sebagai pandemi global. Hal itu didasari oleh
cepat dan masifnya penyebaran virus ini ke sejumlah negara. Dalam waktu kurang dari tiga
bulan, telah terdapat 118 ribu kasus di 114 negara, termasuk Indonesia. Di negeri ini warga
negara yang dinyatakan positif terjangkit virus korona pun terus bertambah jumlahnya.
Tentunya hal ini memberikan dampak terhadap mobilisasi dan produktivitas, baik bagi
profesional ataupun masyarakat umum.

Berbagai situasi dan kondisi yang saya hadapi dalam perjalanan hidup, telah banyak
mengajarkan dan memberikan pelajaran sangat berharga. Begitu juga terkait isu kesehatan
yang sedang kita hadapi bersama belakangan ini dan isu penyebarannya. Situasi dan kondisi
ini menjadi masalah serius di seluruh dunia yang perlu penanganan tepat dan seksama,
termasuk di Indonesia. Saya sangat prihatin dan berempati terhadap penyebaran covid-19
termasuk keadaan mereka yang dinyatakan positif terjangkit virus ini, baik dari aspek
kesehatan maupun psikologis. Namun sayangnya, belum banyak bantuan yang dapat
diberikan kepada mereka sampai penanganannya mampu dan berhasil dikembangkan para
ahli. Sehingga hanya tindakan pencegahan yang bisa kita lakukan hingga saat ini.
Beruntungnya, berkat adanya media sosial, informasi seputar pencegahan virus korona dapat
dengan mudah dan cepat tersebar ke seluruh masyarakat. Menyikapi hal tersebut, saya selalu
percaya pasti ada 'terang dalam gelap', tinggal tergantung bagaimana kita menyikapinya dan
apakah mau coba melihat sisi lain dari isu ini.

Beberapa peluang yang bisa saya sarankan dalam situasi dan kondisi seperti sekarang
ini di antaranya; Bagi personal atau individu 1. Kebiasaan baru Kekhawatiran ataupun
ketakutan adalah salah satu motivator paling besar dalam hidup bagi individu. Contohnya;
dengan adanya isu penyebaran covid-19, kita lebih sadar dan tergerak untuk menjaga
higienitas yang membangun kebiasaan diri untuk selalu menjaga kebersihan diri. Perilaku
dan kebiasaan ini bisa kita bangun pada anak-anak kita ataupun orang-orang yang kita kasihi.
Tentunya tidak berupa nasihat yang berlebihan, akan tetapi melalui contoh atau perilaku
nyata.

2.4 BERFIKIR KREATIF SAAT PANDEMI


Kita tidak pernah membayangkan sebelumnya akan terjadi wabah yang berdampak pada setiap
sisi kehidupan kita. Interaksi sosial sebagian besar dilakukan secara virtual. Pandemi ini telah
memunculkan kebiasan-kebiasaan baru yang melompati apa yang biasanya kita lakukan. Banyak
hal yang dulu dengan leluasa kita lakukan, saat ini sudah tidak dapat lagi kita lakukan. Sebentar
lagi kita akan menyambut Hari Raya Idul Fitri 1441 H dengan suasana yang berbeda. Biasanya
pada hari-hari ini, pasar dan pusat perbelanjaan penuh sesak orang berbelanja menyambut
lebaran. Layar kaca kita dihiasi dengan berita-berita kepadatan arus mudik. Itu dulu dan menjadi
bagian cerita kita, saat ini sungguh berbeda.

Selamat datang “kehidupan baru” dan mau tidak mau kita dipaksa untuk beradaptasi dengan
kebiasaan-kebiasaan baru yang bisa jadi merupakan norma baru dalam kehidupan kita. Paling
tidak sampai dengan vaksin virus corona ditemukan. Bekerja, belajar,dan beribadah dilakukan di
rumah. Kita mulai terbiasa mencuci tangan pada saat akan memasuki kantor atau pertokoan,
yang sebagian besar telah menyediakan perlengkapannya berikut cek suhu tubuh. Pembatasan
jarak saat berinteraksi dengan sesama. Penggunaan masker menjadi hal yang wajib kita lakukan
apabila akan keluar rumah. Virus ini telah mendorong kita untuk lebih peduli dengan kebersihan
dan memaksa kita untuk mematuhi protokol kesehatan demi mencegah penyebarannya.

Hal ini menunjukkan bahwa virus covid 19 telah mengubah cara hidup kita dan pertanyaan
kapan vaksin akan ditemukan, hingga saat ini belum ada jawaban dan kepastiannya. Kita tentu
tidak akan menunggu vaksin ditemukan untuk dapat beraktivitas kembali. Menarik kata-kata
motivasi William Arthurd Word, “Orang yang pesimistis komplain tentang angin, seorang yang
optimis berharap angin untuk berubah, seorang realistis menyesuaikan layar.” Kita tentu
menginginkan vaksin segera ditemukan agar kita dapat hidup normal lagi walaupun tidak akan
sama dengan hidup kita sebelum virus ini muncul. Selama vaksin belum ditemukan kita dapat
menyesuaikan layar kehidupan kita untuk mencapai tujuan.
Inilah momentum kita untuk beradaptasi dengan cara hidup baru sehingga dapat melewati
pandemi yang telah menyebar secara global. Perubahan hidup memang menyakitkan dan
seringkali membuat kita tidak nyaman karena perubahan ini berjalan dengan cepat dan
mengagetkan. Namun masalah ini tentu harus kita sikapi dengan sabar, terus belajar, berpikir
positif dan beradaptasi dengan perubahan. Kita terpilih untuk melalui episode hidup ini.

2.4.1 Perubahan Perilaku

Dunia memang mengalami goncangan dan risiko ketidakpastian semakin besar. Cara mensikapi
akan menjadi perhatian agar kita tetap bertahan di masa pandemi sehingga akan memunculkan
perilaku dan kebiasaan baru. Belajar dan bekerja dilakukan dirumah sehingga interaksi dilakukan
melalui zoom. Kita tidak pernah membayangkan hari-hari dilalui dengan interaksi secara virtual.
Anak-anak melakukan belajar secara online, dan mungkin mereka sudah kangen dapat bermain
bersama dengan teman-temannya. Kita sekarang begitu familiar dan dipaksa untuk beradaptasi
dengan rapat-rapat atau pelatihan yang dilakukan melalui zoom. Bisa jadi hal ini akan
memunculkan generasi virtual.

Kita memahami saat ini untuk memenuhi kebutuhan sebagian besar dilakukan melalui
pemesanan secara online. Dengan memperhatikan protokol kesehatan untuk mencegah
penyebaran virus maka transaksi-transaksi yang kita lakukan akan cenderung lebih banyak
dilakukan secara online. Kita juga menjadi saksi bagaimana rumah makan, warung-warung kopi,
cafe-cafe yang menawarkan kenyamanan untuk bersosialisasi sudah tidak memungkinkan lagi
dijalankan. Perilaku masyarakat telah berubah dengan menjaga jarak, mengurangi kontak dan
membeli sebatas pembelian dibawa pulang sehingga konsumsi yang dilakukan lebih mengarah
ke pembelian sesuai kebutuhan sehari-hari dan kenyamanan tempat sudah tidak relevan lagi.

Saatnya kita beradaptasi dan tidak menyalahkan keadaan yang sedang kita alami. Menteri
Keuangan menyampaikan berbagai skenario terkait dampak pandemi virus ini terhadap
perekonomian Indonesia. Skenario berat maka pertumbuhan ekonomi 2020 sebesar 2,3 persen
dan skenario sangat berat maka pertumbuhan ekonomi hanya sebesar 0,4 persen. Dengan
skenario sangat berat tersebut kemiskinan bisa meningkat 4,86 juta jiwa dan pengangguran
meningkat 5,23 juta. Pemerintah tentu senantiasa mengupayakan segala cara agar pandemi ini
segera berakhir, mensiasatinya dan merancang langkah-langkah untuk upaya pemulihan ekonomi
nasional.

2.4.2 Kemampuan Beradaptasi

Namun tentu kita juga harus mulai berfikir untuk memulai kehidupan baru dengan cara-cara
baru. Kita harus mulai melakukan perubahan dengan kreatifitas dan kegigihan untuk membuat
cara-cara yang dilakukan relevan dengan perubahan yang terjadi. Kompetensi SDM yang harus
dimiliki di abad 21 menurut “21 Century Partnership Learning Framework” relevan untuk kita
implementasi sehingga kita dapat survive dan melewati episode pendemi ini. Kompetensi
tersebut meliputi:

1. Critical Thinking dan Problem Solving (Berpikir Kritis dan Pemecahan Masalah)

Di masa pandemi ini, kita dituntut untuk mampu memahami masalah yang saat ini sedang
dialami dan memunculkan perspektif baru dengan kemampuan mengkoneksikan satu informasi
dengan informasi lainnya dan menemukan solusi yang tepat untuk memulai “kehidupan baru”.
Kita dituntut memilah informasi yang ada terutama di era digital saat ini. Selanjutnya memahami
dan membuat opsi-opsi, menganalisis dan menyelesaikan masalah yang saat ini kita hadapi.

2. Creativity dan Innovation (Kreativitas dan Inovasi)

Di “kehidupan baru” kita dituntut mampu mengembangkan gagasan baru, bersikap responsif dan
menerima secara terbuka terhadap perspektif yang baru dan berbeda karena adanya pandemi ini.
Cara-cara lama sudah tidak relevan lagi untuk kita pertahankan, karena itu kita dituntut
mewujudkan ide-ide baru dan inovasi baru. Perubahan mendasar telah dialami oleh semua orang
dan di era digital saat ini, maka inovasi yang terkait teknologi akan sangat berperan dalam
memenuhi kebutuhan hidup setiap orang. Karena itu, wabah ini dapat menjadi pendorong
munculnya ide-ide atau teknologi baru.

3. Collaboration (Kolaborasi)

Kita dituntut untuk bersinergi, bekerja sama secara produktif dengan pihak lain, beradaptasi
dalam berbagai tanggung jawab dan peran, menghormati perspektif yang berbeda serta
menempatkan empati di saat melewati masa-masa sulit penuh tantangan ini. Kolaborasi ini akan
memunculkan lebih banyak kelebihan yang dapat dikapitalisasi sehingga memunculkan
keunggulan kompetitif. Bukan saatnya lagi kita saling mengalahkan atau menaklukkan, namun
saatnya kita bekerjasama, kolaborasi dan sinergi guna meraih tujuan bersama.

4. Communication (Komunikasi)

Kita juga dituntut mampu mengkomunikasi informasi-informasi yang ada agar pesan kita dapat
diterima dan dimengerti oleh pihak lain. Di masa pandemi ini, komunikasi kita banyak yang
dilakukan secara virtual dan tanpa komunikasi secara langsung. Kita tentu tidak mampu
memahami secara jelas bahasa tubuh dari masing-masing pihak. Kita tentu juga harus
menunjukkan empati dalam berkomunikasi. Karena itu, dalam komunikasi di saat-saat sekarang
ini harus jelas, transparan dan rinci sehingga dapat tersampaikan dengan baik dan tidak salah
persepsi.

Episode pandemi covid 19 merupakan sejarah bagi kita yang terpilih untuk menghadapi
tantangan ini. Kita tidak sendiri dan hampir seluruh dunia mengalami hal yang sama. Tidak elok
apabila kita hanya menyalahkan keadaan ini. Saatnya kita beradaptasi dengan “kehidupan baru”
dan kita jadikan setiap langkah kita relevan dalam merespon perubahan sehingga mampu
melewati pandemi ini. “Bukanlah yang terkuat atau terpintar yang dapat bertahan, melainkan
mereka yang paling mampu beradaptasi dengan perubahan”. Kutipan dari Charles Darwin
tersebut relevan dengan masa-masa pandemi dan semoga kita dapat melewati tantangan ini
dengan beradaptasi dengan “kehidupan baru”.
2.5 Mengatasi masalah ekonomi saat pandemi
Pandemi Covid-19 telah mengantar dunia menuju krisis yang mengerikan. Padahal,
penemuan dan pengembangan vaksin butuh waktu setidaknya sampai akhir 2020. Alhasil,
pemerintah global harus mengulur waktu agar fasilitas kesehatan tidak semakin kewalahan
menghadapi wabah ini. Target akhirnya adalah memperkecil jumlah orang yang sakit dan
meninggal, paling tidak mengurangi tingkat penularan virus corona. Di negara-negara kaya, cara
yang digunakan untuk memperkecil jumlah korban Covid-19 adalah social distancing, karantina,
menutup usaha yang tidak terkait dengan kebutuhan pokok, dan mengharuskan pemakaian
masker. Walaupun biaya ekonomi dari langkah-langkah fase pertama ini sangat mengerikan,
mereka memilih langkah tersebut daripada membiarkan penyebaran virus corona kian tak
terkendali. Adapun langkah kedua dapat dilakukan tatkala jumlah kasus baru dan kematian mulai
tidak bertambah atau menurun, dan kemampuan contact-tracing telah meluas guna mendeteksi
dan menangani kemungkinan potensi ledakan baru wabah tersebut. Tetapi pandemi tidak pernah
akan dapat dikontrol selama masih terjadi peningkatan infeksi di belahan dunia lain. Karena
penularan virus ini bisa diumpamakan bencana kebakaran hebat, dan hanya butuh beberapa
pemicu sehingga virus ini mengamuk kembali. Apapun usaha negara kaya agar terhindar dari
infeksi baru akan sia-sia sepanjang masih ada negara miskin yang terinfeksi virus corona.
Karena itu, untuk memerangi pandemi Covid-19 sebelum ditemukan vaksinnya, virus
corona di negara miskin juga harus diberantas. Permasalahannya, sebagian besar negara miskin
kekurangan sumber daya untuk mengatasi virus corona. Sebagaimana dimaklumi, kebijakan
lockdown di negara miskin kurang efektif karena masalah sanitasi dan toilet bersama di
perkotaan, serta keberadaan warga yang hidup dengan upah harian sehingga tetap harus keluar
rumah mencari nafkah. Bahkan kalau kebijakan tersebut tetap dipaksakan, merupakan
penderitaan bagi sebagian besar penduduk urban di negara-negara miskin. Selain itu,
infrastruktur perawatan kesehatan di sebagian besar negara miskin tidak memadai, serta
minimnya dana dan keterbatasan kemampuan pekerja kesehatan di sistem kesehatan masyarakat.
Mereka juga kekurangan sumber daya domestik untuk pembiayaan program sosial, terbatasnya
cadangan devisa untuk kebutuhan impor peralatan, obat-obatan dan perlengkapan kesehatan.
Bahkan pemerintahan di negara-negara miskin sudah menghadapi kendala fiskal yang
dibutuhkan untuk minimal membantu rakyatnya yang tidak bekerja. Dengan demikian, negara-
negara miskin membutuhkan dua hal utama. Pertama, mereka membutuhkan bantuan tambahan
untuk sistem kesehatan, sehingga mampu memberikan pelayanan kesehatan yang memadai bagi
penduduknya yang terinfeksi virus corona. Jika tidak, kasus Covid-19, termasuk tingkat
mortalitasnya, akan berkembangan secara eksponensial.
Kedua, mereka membutuhkan bantuan pendanaan untuk menangani bencana ekonomi
bagi penduduknya. Hanya sedikit dari mereka yang mempunyai ruang fiskal untuk meningkatkan
pengeluaran. Oleh karena itu, dibutuhkan koordinasi dari negara-negara kaya untuk membantu
permasalahan tersebut. Sejauh ini, terdapat kemajuan yang signifikan terhadap bantuan
pendanaan. Tetapi untuk mengatasi krisis kesehatan di negara-negara miskin belum ada
kemajuan yang berarti. Dalam masalah pendanaan, negara-negara berkembang telah melakukan
ekspansi fiskal dengan jalan mencari tambahan pinjaman baru guna menopang pertumbuhan
ekonomi sebelum terjadi pandemi. Sehingga negara-negara seperti Argentina dan Libanon telah
mengalami krisis pembayaran utang yang mendalam, dan masih banyak negara berkembang
yang telah terbebani utang sehingga terlalu berisiko memperoleh pinjaman eksternal tambahan.
Untuk memecahkan masalah ini, G20 telah menyetujui sebanyak 76 negara berkembang untuk
tidak melakukan pembayaran utang bilateral sampai dengan akhir tahun 2020, dan kreditur
swasta dianjurkan untuk melakukan langkah yang sama. Pada saat yang sama International
Monetary Fund (IMF) telah membatalkan pembayaran selama 6 bulan untuk 25 negara yang
utangnya sebenarnya sudah harus dibayar. Selain itu, IMF menyediakan dana tambahan untuk
pencairan segera. Sedangkan Bank Dunia dan Bank Pembangunan Regional telah berkomitmen
untuk menambah pendanaan yang siap dipinjamkan. Dunia pada hakikatnya membutuhkan
mekanisme yang lebih baik untuk mengatasi utang publik yang tidak layak dari negara
berkembang. Tetapi hal tersebut menjadi tugas yang akan datang. Selama terjadi krisis terdapat
usulan untuk membekukan pembayaran cicilan utang dan bunga melalui fasilitas IMF. Langkah
tersebut sangat diperlukan oleh negara berkembang untuk menyediakan sumber daya yang
dibutuhkan untuk membatasi penyebaran virus corona dan mencegah bencana kemanusiaan yang
lebih dalam. Tetapi koordinasi yang erat dan efektif untuk membantu sistem kesehatan publik
yang rapuh juga sangat diperlukan saat ini.
Menurut catatan sejarah, Amerika Serikat (AS) dan Top of FormWorld Health
Organization (WHO) telah memimpin penanggulangan epidemi seperti wabah Ebola 2014-2016
di West Africa. Tetapi di bawah Presiden Amerika Serikat Donald Trump, AS telah melepaskan
perannya sebagai pemimpin global dan melakukan perang politik terhadap WHO, bahkan telah
membekukan pendanaan terhadap WHO. Tiongkok menyikapinya dengan jalan menambah
pendanaan untuk WHO sebesar US$ 2 miliar. Mencermati perkembangan tersebut, kebutuhan
sumber daya untuk menanggulangi pandemi Covid-19 jauh melebihi dana yang tersedia. Karena
itu mengharuskan bantuan perawatan kesehatan untuk dialokasikan seefesien mungkin agar
efektif. Itu hanya dapat dilakukan dengan koordinasi yang cermat dan hati-hati. Kalau negara
miskin dibiarkan tergantung pada bantuan bilateral, maka beberapa negara menerima lebih
banyak dari yang dibutuhkan dan negara lainnya menjadi tidak kebagian. Dengan demikian
dapat kami simpulan bahwa membantu negara miskin tidak hanya keputusan yang tepat, tetapi
itu juga merupakan satu-satunya cara untuk mengatasi pandemi Covid-19. Kita saat ini
membutuhkan kepemimpinan WHO dan AS lebih dari sebelumnya. Negara-negara kaya harus
segera memberikan bantuan sumber dayanya semaksimal mungkin kepada negara-negara miskin
yang alokasinya melalui WHO berdasarkan kebutuhan bantuan dari negara-negara miskin.
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat diambil dari makalah ini bahwa kita sebagai manusia tidak tau
bahwa bencana akan datang saat kapan saja dan sebaiknya ketika kita dalam kondisi apapun kita
harus berfikir positif dan kreatif untuk menghadapi permasalahan yang ada didepan agar tidak
terhenti atau stuk di permasalahan tersebut contohnya seperti pandemi.

3.2 SARAN
Masih banyak kekurangan dalam membuat makalah ini semoga untuk makalah
selanjutnya bisa lebih baik lagi dalam menyusun makalah yang sejenisnya.
DAFTAR PUSTAKA
https://vutura.io/blog/perubahan-perilaku-konsumen-di-masa-new-normal
https://www.setneg.go.id/baca/index/ekonomi_kreatif_masa_depan_indonesia
https://www.djkn.kemenkeu.go.id/artikel/baca/13107/Kehidupan-Baru-
Adaptasi-Hadapi-Pandemi.html
https://fisip.ub.ac.id/?p=10282&lang=id

Anda mungkin juga menyukai