Anda di halaman 1dari 55

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Mewakili sumber daya penting adalah salah satu isu yang masih dibahas.

Sumber daya yang autentik merupakan salah satu sumber daya yang sangat

penting bagi kehidupan dan sejarah negara serta penting bagi kepribadian bangsa.

Kehadiran sumber daya yang dapat diverifikasi tidak digunakan untuk

mendapatkan bayaran, namun digunakan untuk tujuan lain seperti pelatihan dan

budaya. Sumber daya yang dapat diingat diperoleh sebagai produk terbuka yang

dapat dibagikan namun tidak tersedia untuk dibeli.

Sumber daya asli juga dapat dianggap sebagai sumber daya khusus karena

cara memperolehnya berbeda-beda dan perhatian serta dukungannya dilindungi

oleh pemerintah setempat. Hal ini sesuai Peraturan Republik Indonesia No. 11

Tahun 2010 tentang Warisan Sosial (I Umum-Pasal 5) dimana warisan sosial

sebagai suatu aset bersifat halus, luar biasa, tidak umum, terbatas dan tidak

berkelanjutan. Sebagaimana dikemukakan oleh Barton, (2000) Sumber daya yang

dapat diingat memiliki karakteristik yang jelas dan tidak dapat ditiru serta

mempunyai jangka waktu hidup yang tidak terbatas. Sesuai dengan ketentuan

materiil, keabsahan suatu sumber daya yang dapat diverifikasi dapat ditunjukkan

dengan keabsahan dalam menjaga keberadaan sumber daya yang autentik tanpa

henti.

Dari berbagai definisi di atas, para ilmuwan beranggapan bahwa sumber

daya yang patut diperhatikan adalah sumber daya yang layak dengan harapan

1
hidup yang tidak terbatas yang dimiliki oleh otoritas publik sehingga harus tetap

dijaga perlindungannya sehingga cenderung dijadikan sebagai bukti sejarah di

masa lalu. sehingga daerah setempat dapat memperoleh keuntungan di kemudian

hari.

Otoritas publik mempunyai kewajiban untuk menjaga dan melindungi

sumber daya asli dan insentifnya untuk masa kini dan masa depan. Sesuai dengan

Pedoman Pembukuan Area Publik Internasional 17 - Properti, Pabrik, dan

Perangkat Keras bagian 11, beberapa sumber daya warisan memberikan banyak

manfaat yang diharapkan kepada otoritas publik yang mengawasinya, terlepas dari

manfaat nilai yang dapat diverifikasi seperti potensi industri perjalanan, misalnya

suaka. , landmark, bangunan penting, lokasi kuno, kawasan pelestarian,

kemungkinan digunakan sebagai tempat kerja, sekolah, klinik darurat di mana

standar serupa berlaku untuk sumber daya ini sebagai sumber daya tetap lainnya

atau kemungkinan keuntungan terbatas, misalnya karya agung dan sisa-sisa.

Semua potensi ini harus muncul dalam laporan keuangan pemerintah daerah yang

merupakan hasil dari kegiatan khusus dan bertujuan untuk memberikan data

berharga sebagai perantara atau sarana korespondensi untuk menghubungkan

individu-individu yang terlibat erat dan juga sebagai alat untuk membantu

navigasi keuangan.

Hambatan laporan moneter dalam memahami nilai organisasi menyiratkan

bahwa perincian moneter sering kali dianggap kurang memadai sebagai laporan

pelaksanaan keuangan (Rumini et al., 2019). Oleh karena itu, hingga saat ini

pengungkapan sumber daya yang dapat diverifikasi masih menjadi pertanyaan

2
diskusi di kalangan pakar keuangan yang melihat pengakuannya sebagai sesuatu

yang memiliki warisan yang dapat diverifikasi, apakah sumber daya tersebut harus

dianggap sebagai sumber daya atau apakah sumber daya tersebut harus dianggap

dengan cara yang tidak terduga. Penjelasannya adalah tidak semua sumber daya

administrasi diperlakukan sama dalam pengakuan dan penilaiannya. Sehingga

memerlukan penanganan unik yang akan berdampak pada arah kemandirian.

Terdapat banyak definisi yang dapat memahami sumber daya yang dapat

diverifikasi, namun tidak ada peraturan yang jelas atau definisi pembukuan yang

dapat memahami sumber daya yang autentik. Properti sumber daya yang dapat

diverifikasi yang mengandung komponen, misalnya pengerjaan, budaya, dan

sejarah tidak diperkirakan dalam satuan yang berhubungan dengan uang.

Perlakuan pembukuan untuk sumber daya penting sangat bervariasi tergantung

pada konsep sumber daya dan juga konsep substansi yang menampungnya.

Karena adanya keterkaitan antara satu dengan yang lain, maka kedua kualitas ini

tidak dapat dipisahkan. Dalam situasi ini, permasalahan dalam mempersepsikan

sumber daya yang dapat diingat adalah masih adanya diskusi tentang

mengkarakterisasi sumber daya yang patut dicatat sebagai sumber daya atau

liabilitas (Anggraini dan Chariri, 2014). Kemudian permasalahan yang dilihat

pada tahap evaluasi adalah belum adanya model penilaian yang dapat

dimanfaatkan secara mendalam terhadap sumber daya asli yang diklaim. Jadi

penilaian sumber daya yang dapat diverifikasi di setiap negara memiliki model

yang berbeda-beda tergantung pada pengaturan masing-masing pemerintahan.

3
Tahapan utama dalam mengawasi sumber daya yang dapat diverifikasi

adalah cara mengungkap sumber daya otentik dalam laporan moneter. Oleh

karena badan publik dalam hal ini bertindak sebagai unsur yang mengawasi dan

memelihara sumber daya yang ada, maka badan publik harus menyajikan laporan

keuangan yang memenuhi keterusterangan dan tanggung jawab kepada

masyarakat luas sesuai PSAP Nomor 07 Tahun 2010 tentang Asas Pembukuan

Pemerintahan yang Berbasis Pengumpulan. (GETAH).

Berdasarkan pengalaman negara-negara yang melakukan pembukuan

berbasis akumulasi, kemajuan tersebut mempunyai kesulitan tersendiri, salah

satunya adalah kesulitan dalam merepresentasikan sumber daya publik seperti

sumber daya yang dapat diverifikasi. Pemerintah sering menghadapi kesulitan

dalam menjalankan pengelolaan keuangan dan tanggung jawab atas berbagai

sumber daya penting lainnya. Hambatannya terletak pada strategi pemerintah

pusat yang tidak memerlukan legislatif daerah untuk memasukkan sumber daya

yang dapat diverifikasi dalam laporan posisi moneter, namun pengungkapan

tersebut harus dituangkan dalam Catatan Ringkasan Anggaran (CaLK). Dengan

pengecualian beberapa sumber daya yang dapat diverifikasi yang memberikan

keuntungan potensial selain nilai aslinya bagi otoritas publik, standar serupa akan

diterapkan pada sumber daya tetap lainnya yang tampilannya akan diingat dalam

catatan moneter.

Menurut Financial Reporting Statement (FRS) 30 (2009) aset bersejarah

memungkinkan dicantumkan dalam Catatan Atas Laporan Keuangan (CaLK)

4
atau neraca. Aset bersejarah yang dimasukkan dalam neraca setidaknya

memperhatikan beberapa hal berikut :

a. Nilai aset bersejarah yang tercatat pada awal periode laporan keuangan dan

pada tanggal neraca, termasuk analisis pengelompokkan aset bersejarah

yang dilaporkan pada biaya maupun penilaian kembali (revaluation).

b. Saat aset dilaporkan dengan model penilaian kembali (revaluation), entitas

cukup melaporkan informasi yang membantu dalam hal pemahaman

tentang penilaian yang digunakan dan bagaimana signifikansinya.

Dengan asumsi kita melihat lebih gamblang kekhasan yang ada saat ini,

dari beberapa kajian yang lalu mengenai perlakuan pembukuan sumber daya

kenangan, Ruslin dan Pratiwi, (2021) menyatakan bahwa pemerintah belum

melakukan perlakuan pembukuan yang sesuai dengan pembukuan yang

bersangkutan. norma. Oleh karena itu, keanehan ini menyinggung pencipta yang

memimpin pemeriksaan di Taman Purbakala Lumpang Batu Vatunonju.

Taman Arkeologi Lumpang Batu Vatunonju terletak di Kota Watunonju,

Kawasan Sigi Biromaru, Rezim Sigi, Wilayah Sulawesi Tengah. Tempat ini

merupakan salah satu tempat wisata yang banyak dijadikan sebagai lokasi

kunjungan peninjauan oleh para pelajar dan mahasiswa baik yang berasal dari

Kota Palu maupun daerah lain, misalnya saja dengan melihat peninggalan-

peninggalan kuno seperti lesung batu dari jaman dahulu kala (tugu batu) sebagai

batu. Patung (menhir), Palaya (rumah adat), Buho (gudang), dan kuburan

disucikan untuk penghuni lingkungan, sehingga tempat ini memiliki potensi

wisata yang harus terus dijaga.

5
Kehadiran sumber daya autentik yang memiliki kualitas imajinatif, sosial,

instruktif, dapat diverifikasi, logis, dan berbeda menjadikannya sangat penting

untuk menjaga realitasnya dengan membuat kerangka pengendalian dan

pencatatan yang tepat terhadap sumber daya berkesan tersebut. Selain pencatatan

sebagai salah satu bentuk pengendalian keberadaan sumber daya yang dapat

diingat mengingat setiap tahunnya selalu ada barang-barang lama yang hilang atau

rusak, pencatatan pembukuan juga diperlukan agar sumber daya yang dapat

diverifikasi yang diingat untuk salah satu sumber daya provinsi dapat

diperkirakan, disurvei dan diperkenalkan secara tepat dalam laporan moneter,

sehingga realitasnya dan situasi dengan sumber daya ini secara resmi jelas.

Oleh karena itu, kekhasan ini menyinggung pencipta yang memimpin

eksplorasi di Taman Arkeologi Lumpang Batu Vatunonju bertekad untuk melihat

apakah kebijaksanaan pemerintah telah mengawasi dengan baik atau tidak

sehubungan dengan perlakuan pembukuan sumber daya asli di Taman Arkeologi

Lumpang Batu Vatunonju. Atas dasar pemikiran tersebut, para ilmuwan tertarik

untuk mengarahkan kajian pada pokok bahasan “Perlakuan Pembukuan Sumber

Daya Asli (Studi di Taman Arkeologi Lumpang Batu Vatunonju)”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah diatas, maka rumusan

masalah yang diangkat dalam penelitian ini yaitu bagaimana perlakuan akuntansi

aset bersejarah di Taman Purbakala Lumpang Batu Vatunonju?

6
1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perlakuan akuntansi aset

bersejarah di Taman Purbakala Lumpang Batu Vatunonju.

1.4 Manfaat Penelitian

Pemeriksaan ini diharapkan dapat memberikan keuntungan bagi setiap individu

yang berkepentingan dalam eksplorasi, yaitu:

1. Penggunaan Hipotetis

Pengujian ini diyakini dapat menambah informasi mengenai hipotesis

pembukuan tambahan, khususnya yang berkaitan dengan pembukuan

sumber daya autentik. Terdapat dampak sudut pandang sosial dan dapat

diverifikasi dalam praktik pembukuan, yang dapat memicu eksplorasi dan

peningkatan informasi pembukuan yang logis. Serta memberikan

pemahaman dan informasi mengenai perlakuan pembukuan sumber daya

autentik sesuai kaidah pembukuan.

2. Penggunaan yang Layak

Eksplorasi ini diyakini dapat memberikan informasi dan pemikiran kepada

kepala taman arkeologi dalam mengawasi sumber daya yang dapat

diverifikasi. Eksplorasi ini bermanfaat untuk memberikan pemahaman

terhadap sumber daya yang dapat diverifikasi yang dapat dijadikan bahan

pemikiran dalam penatausahaan dan pengamanan sumber daya warisan

bagi Pemerintah Daerah, khususnya pada warisan sosial Sulawesi Focal.

7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penelitian Terdahulu


Penelitian yang diarahkan oleh Sunanto, (2017) berjudul “Perlakuan

Pembukuan Sumber Daya yang Dapat Diverifikasi pada Pemerintahan Musi

Banyuasin”. Eksplorasi ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana perlakuan

pembukuan terhadap sumber daya penting di Rezim Musi Banyuasin yang

meliputi pengakuan, penilaian, penyajian dan pemaparan dalam laporan keuangan.

Dalam pengujian ini, faktor-faktor yang digunakan adalah perlakuan pembukuan

variabel otonom, dan variabel ketergantungan sumber daya yang dapat

diverifikasi. Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa Legend's Landmark dinilai

oleh otoritas publik berdasarkan evaluasi yang mendasari sumber daya yang dapat

diingat dalam kaitannya dengan biaya perolehannya. The Legend's Landmark

sendiri telah diperkenalkan belum ditentukan lembar dan diingat untuk struktur

dan desain tetapi belum terungkap dalam kerangka ringkasan anggaran.

Penelitian subyektif yang diarahkan oleh Sholikah dan Achadiyah, (2017)

berjudul “Perlakuan Pembukuan Sumberdaya Terverifikasi Suaka Margasatwa

Jombang Rimbi”. Tujuan dari pemeriksaan ini adalah untuk memutuskan

pengakuan, penilaian, pertunjukan dan pengungkapan sumber-sumber otentik,

khususnya Cagar Alam Rimbi di Kabupaten Jombang. Dalam pengujian ini

faktor-faktor yang digunakan adalah faktor bebas yang menggunakan perlakuan

pembukuan dan variabel dependennya sendiri menggunakan sumber daya asli.

Contoh yang digunakan adalah hasil pertemuan, persepsi dan dokumentasi. Hasil

8
eksplorasi menunjukkan bahwa BPCB memandang sumber daya penting pada

biaya dan menggunakan strategi pengeluaran pada saat estimasi.

Daryanti, (2018) dengan judul Pemeriksaan Perlakuan Pembukuan Sumber

Daya yang Dapat Diverifikasi (Konsentrasi Pada Tata Usaha Post Rotterdam

Makassar). Eksplorasi ini bertujuan untuk memecah dan mengungkap

permasalahan yang berkaitan dengan perlakuan pembukuan sumber daya penting

mengenai penilaian, pengakuan serta pengungkapan dan penyajian sumber daya

penting dalam laporan moneter. Titik fokus dari eksplorasi ini adalah untuk

mengkaji perlakuan pembukuan yang diterapkan dalam administrasi situs

kenangan Post Rotterdam dan menguraikan kesesuaian pedoman pembukuan

terkait di wilayah otoritas publik. Pemeriksaan ini merupakan eksplorasi subyektif

yang memanfaatkan pandangan dunia interpretatif dengan metodologi etnografi.

Konsekuensi dari eksplorasi ini menunjukkan bahwa situs kenangan Stronghold

Rotterdam adalah sumber daya tetap yang dapat diverifikasi dan dianggap sebagai

persediaan. Dari segi evaluasi, Stronghold Rotterdam belum melalui penilaian

apapun, hal ini disebabkan belum adanya strategi yang jelas terkait dengan

penilaian warisan yang dapat diverifikasi. Sejauh pertunjukan dan

pengungkapannya, sumber daya penting Stronghold Rotterdam diperkenalkan dan

diungkapkan dalam Catatan Singkat Properti Negara (CaRBMN).

Penelitian yang dipimpin oleh Narayani, (2019) berjudul “Investigasi

fenomenologis sumber daya otentik di landmark kapal selam Surabaya”. Inti dari

eksplorasi ini adalah untuk mengetahui bagaimana para penghibur memahami

pengalaman dikaitkan secara langsung dengan pengawasan sumber daya warisan

9
di Surabaya Submarine Landmark. Hasil eksplorasi menunjukkan bahwa para

saksi memahami makna warisan sumber daya menurut sudut pandang model

sumber daya tetap. Temuan lainnya adalah bahwa sumber daya warisan yang

dapat dilihat dalam laporan aset adalah sumber daya yang diperoleh dari tiket

transaksi.

Penelitian yang diarahkan oleh Ruslin dan Pratiwi, (2021) berjudul

“Perlakuan Pembukuan Sumberdaya Otentik (Investigasi Fenomenologi Masjid

Agung Puri Buton)”. Tujuan dari eksplorasi ini adalah untuk mengetahui arti

penting sumber daya autentik (legacy resource), memahami teknik yang

digunakan dalam mengevaluasi Balai Pameran Baadia Kota Baubau, memahami

pengungkapan Galeri Baadia Kota Baubau dalam laporan keuangan, dan

menguraikan kewajaran norma pembukuan yang berlaku pada pembukuan saat

ini. Dampak lanjutan dari penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada arti pasti

dari sumber daya warisan. Hal ini ditunjukkan dengan keterbukaan sebagian besar

saksi yang pada umumnya menyandingkan makna yang dapat diverifikasi dari

makna sumber daya Warisan sehingga terjadi kekisruhan di antara keduanya.

Berdasarkan uraian di atas maka penelitan terdahulu di sajikan dalam

Tabel seperti yang terlihat di bawah ini :

Tabel 2. 1
Persamaan dan Perbedaan Dengan Penelitian Terdahulu

No Penelitian Terdahulu Persamaan Perbedaan

1 Sunanto, (2017)“Perlakuan Metode kualitatif, Pendekatan ini


Akuntansi untuk Aset menganalisis perlakuan menggunakan
Bersejarah di Kabupaten akuntansi aset bersejarah studi kasus
Musi Banyuasin” terkait pengakuan,
penilaian, pengungkapan

10
No Penelitian Terdahulu Persamaan Perbedaan

dan penyajian dalam


laporan keuangan.

2 Sholikah & Achadiyah, Menggunakan metode Pendekatan ini


(2017) “Perlakuan Akuntansi kualitatif, menggunakan
Aset Bersejarah Candi Rimbi pengakuan,penyajian,dan studi kasus
Jombang” pengungkapan aset
bersejarah dan juga
menggunakan metode
kualitatif.

3 Daryanti, (2018) Analisis Menganalisi perlakuan lokasi penelitian


Perlakuan Akuntansi Pada aset bersejarah yang berbeda ,
Aset Bersejarah paradigma
interpretif dengan
(Studi pada Pengelolaan Fort pendekatan
Rotterdam Makassar) etnografi

4 Narayani, (2019) “Studi Menggunakan metode Lokasi penelitian


fenomenologi aset bersejarah kualitatif, yang berbeda,
pada monumen kapal selam pengakuan,pengukuran, pendekatan
surabaya” pengungkapan dan deskriptif
penyajian.

5 Ruslin & Pratiwi, (2021) “ Menggunakan metode Lokasi penelitian


Perlakuan Akuntansi kualitatif , pengungkapan yang berbeda,
Terhadap Aset Bersejarah dalam laporan keuangan pendekatan
(Studi Fenomenologi Pada aset bersejarah. deskriptif
Mesjid Agung Keraton
Buton)”

Sumber: Data primer diolah (2022)

11
2.2 Landasan Teori

2.2.1 Pengertian Aset Bersejarah

Sumber daya penting adalah sumber daya khusus yang memiliki nilai yang

dapat diverifikasi dan diklaim oleh suatu negara yang terkait erat dengan latar

belakang sejarah suatu negara. dimana sumber daya ini harus dilindungi dari

pencuri yang memperdagangkan barang rampasan mereka di pasar bajakan global

karena minat yang terus-menerus dari para pengumpul barang antik yang pada

akhirnya mengakibatkan negara kehilangan uang.

Prinsip Pembukuan Pemerintah (SAP) mencirikan bahwa sumber daya

yang berkesan adalah sumber daya tetap yang dimiliki atau dibatasi oleh otoritas

publik yang karena usia dan kondisinya, harus dilindungi oleh pedoman material

dari berbagai kegiatan yang dapat merugikan sumber daya yang layak. Standar

Pembukuan Area Publik Global (IPSAS) 17 Properti, Pabrik, dan Peralatan

menyatakan bahwa suatu sumber daya dinyatakan sebagai sumber daya warisan

karena memiliki nilai sosial, alam, atau dapat diverifikasi. Sementara itu,

Monetary Revealing Norm (FRS) 30 (2009) mencirikan sumber daya yang dapat

diingat sebagai sumber daya tetap yang mempunyai nilai yang dapat diverifikasi,

kreatif, logis, mekanis, dan ekologis yang perlindungannya dijaga sebagai

komitmen terhadap budaya dan ilmu pengetahuan.

2.2.2 Karakteristik Aset Bersejarah


Karakteristik-karakteristik dibawah ini sering dianggap sebagai ciri khas

dari suatu aset bersejarah Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintah No 07 Tahun

2010 sebagai berikut :

12
a. Nilai kultural, lingkungan, pendidikan, dan sejarahnya tidak mungkin

secara penuh dilambangkan dengan nilai keuangan berdasarkan harga

pasar.

b. Peraturan dan hukum yang berlaku melarang atau membatasi secara ketat

pelepasannya untuk dijual.

c. Tidak mudah untuk tergantikan serta nilainya akan terus meningkat selama

waktu berjalan walaupun kondisi fisiknya semakin menurun.

d. Sulit untuk mengestimasi masa manfaatnya. Untuk beberapa kasus

mencapai ratusan tahun.

Sebagaimana diungkapkan Juliyanti dan K. Wibowo, (2020)

mengungkapkan bahwa sumber daya yang dapat diverifikasi memiliki

beberapa perspektif yang membedakannya dengan sumber daya lain,

antara lain:

1. Kualitas sosial, alam, instruktif dan otentik yang terkandung dalam

sumber daya tidak sepenuhnya tercermin dalam istilah finansial.

2. Ada kesulitan dalam mengenali nilai buku berdasarkan harga pasar

yang sepenuhnya mencerminkan nilai kreatif, sosial, alami,

instruktif, dan dapat diverifikasi.

3. Terdapat larangan dan pembatasan yang sah dalam masalah

kesepakatan.

4. Kehadiran sumber daya sangat diperlukan dan nilai sumber daya

memungkinkan sumber daya tersebut bertambah setelah beberapa

13
waktu, terlepas dari apakah kondisi sumber daya tersebut

memburuk.

5. Ada tantangan dalam menilai kehidupan berharga yang tak ada

habisnya, dan terkadang hal itu tidak dapat dikarakterisasi.

6. Sumber daya ini dijaga, benar-benar dipusatkan dan dijaga.

Dari berbagai atribut di atas, dapat beralasan bahwa meskipun sumber

daya yang dapat diverifikasi adalah sumber daya tetap yang didelegasikan, sumber

daya autentik bersifat unik jika dibandingkan dengan sumber daya tetap lainnya

sehingga tidak dapat diperlakukan secara serupa. Oleh karena itu, diperlukan

prosedur penilaian keuangan yang sesuai untuk mengevaluasinya.

2.2.3 Jenis-jenis Aset Bersejarah

Seperti yang dikemukakan oleh Agustini dan Putra, (2011) estimasi dan

evaluasi suatu sumber daya sejarah akan berdampak pada sumber daya di masa

depan. Meskipun sumber daya yang mudah diingat memenuhi standar sumber

daya tetap, hal ini tidak berarti bahwa semua sumber daya penting harus dicatat

dalam laporan fiskal. Ada dua sudut pandang yang harus dilihat dalam

memandang sumber daya penting, antara lain:

1. Sumber daya otentik untuk latihan fungsional (Sumber daya warisan

fungsional). Sumber daya memiliki dua fungsi, yaitu sebagai bukti warisan

yang dapat diverifikasi dan sebagai tempat pelaksanaan fungsi suatu

pemerintahan. Jadi sumber daya yang mengesankan ini harus

dipromosikan dan dicatat dalam catatan keuangan sebagai sumber daya

yang layak. Sesuai arahan PSAP No 71 pasal 70.

14
2. Sumber daya yang dapat diverifikasi tidak benar-benar untuk pelaksanaan

fungsional (Sumber daya warisan non-fungsional). Sumber daya penting

semacam ini merupakan sumber daya yang mempunyai nilai murni dan

dimanfaatkan karena nilai seni dan keasliannya. Berbeda dengan sumber

daya warisan fungsional, sumber daya warisan non-fungsional hanya

memiliki satu kemampuan, khususnya sebagai situs warisan yang dapat

diverifikasi. Jenis sumber daya warisan nonoperasional ini dibagi menjadi

tiga jenis, yaitu:

a) Tanah dan bangunan bersejarah (Culltural Type Heritage Assets)

b) Karya Seni (Collection Type Heritage Assets)

c) Situs-situs purbakala (Natural Heritage Assets)

Dalam PSAP Nomor 07 Tahun ini dimaklumi bahwa sumber daya

semacam ini tidak perlu dianggap masih dalam Lembaran tetapi pada dasarnya

dapat dipertanggungjawabkan dalam Catatan atas Laporan Moneter (CaLK).

Sampai saat ini alasan yang digunakan untuk tidak menganggap sumber daya

warisan non-fungsional adalah sulitnya mendapatkan nilai yang kuat, hal ini

karena sulitnya menentukan biaya yang digabungkan dengan sumber daya

kenangan jika tidak ada informasi. atau catatan atau bukti yang menunjukkan

biaya pengadaan sumber daya penting, dengan asumsi bahwa nilai hibah Jika

pasal sulit untuk diputuskan, sumber daya yang dapat diverifikasi belum dapat

disimpan dalam lembar yang ditentukan dan ada pertimbangan biaya dan

keuntungan untuk mendapatkan ukuran nilai wajar sumber daya kenangan yang

diperoleh pada periode sebelumnya. Sementara itu, jenis sumber daya warisan

15
non-fungsional yang masih dapat diketahui dan belum ditetapkan adalah sumber

daya tanah dan bangunan asli yang diperoleh dalam jangka waktu yang sedang

berjalan. Hal ini sesuai dengan pengakuan bahwa sumber daya yang dapat

diverifikasi dapat dianggap sebagai sumber daya tetap yang belum ditentukan

dengan asumsi bahwa sumber daya tersebut mempunyai biaya.

2.2.4 Pengakuan Aset Bersejarah

Ketika keuntungan finansial yang diperoleh pemerintah mempunyai nilai atau

biaya yang dapat diperkirakan dan direpresentasikan, maka pada saat itulah

sumber daya tersebut dapat dirasakan. Pengakuan sumber daya bergantung pada

pengumpulan makna sumber daya keuntungan finansial yang mengalir ke

substansi dan memiliki nilai serta biaya yang dapat diperkirakan dengan andal.

Meskipun sumber daya yang dapat diverifikasi adalah sumber daya tetap yang

didelegasikan, pada kenyataannya beberapa sumber daya asli tidak dapat

diperkirakan dengan andal. Seperti halnya evaluasi, pengungkapan sumber daya

yang dapat diverifikasi dalam laporan keuangan juga memiliki beberapa jenis.

Sesuai PSAP Nomor 07 Tahun 2010, sumber daya yang dapat diverifikasi

diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Moneter (CaLK) tanpa penghargaan,

selain dari beberapa sumber daya yang dapat diverifikasi yang memberikan

kemungkinan keuntungan kepada otoritas publik selain nilai asli, sumber daya

tersebut diingat untuk akuntansi. laporan. Agar dapat dianggap sebagai sumber

daya tetap, berikut adalah aturan-aturan untuk sumber daya otentik yang harus

dipenuhi:

1. Memiliki keberadaan yang bermanfaat selama setahun

16
2. Biaya pengadaan dapat diperkirakan dan direpresentasikan

3. Diperoleh atau dikerjakan bertekad untuk dimanfaatkan dan tidak

tersedia untuk dibeli.

Norma pembukuan di setiap negara bersifat unik, hal ini berdampak pada cara

paling umum dalam memandang sumber daya otentik. Secara praktis, pengakuan

atas sumber daya yang dapat diverifikasi di setiap negara memiliki pandangan

yang berbeda-beda.

2.2.5 Pengukuran Aset Bersejarah


Estimasi adalah cara paling umum untuk memutuskan berapa banyak uang

tunai yang perlu dipahami dan diingat setiap komponen laporan fiskal untuk

catatan moneter dan penjelasan pembayaran. Siklus ini menyangkut penentuan

premis estimasi tertentu. Sesuai PSAP Nomor 07 Tahun 2010, masuk akal

mengenai estimasi sumber daya tetap. Sumber daya tetap dinilai berdasarkan

biayanya, jika menilai sumber daya tetap berdasarkan biaya berada di luar

kemungkinan, maka nilai sumber daya yang tepat bergantung pada nilai wajar

pada saat sumber daya tersebut diperoleh. Pencatatan dalam ikhtisar fiskal

menggunakan nilai autentik, yaitu perolehan nilai atau nilai wajar yang dirasakan

ketika sumber daya atau tanggung jawab diperoleh pemerintah daerah.

Estimasi sumber daya yang dapat diverifikasi jika mereka memiliki

kualitas yang sama dengan sumber daya dapat diperlakukan setara dengan sumber

daya tetap, khususnya dengan menggunakan strategi khusus untuk menentukan

biaya yang terkait dengan suatu produk. Misalnya dengan memanfaatkan biaya

17
sebenarnya atau nilai wajar pada jam estimasi menjelang dimulainya pengakuan

sumber daya penting.

Monetary Revealing Framework (FRS) 30 (2009) menyatakan bahwa

suatu substansi harus melaporkan sumber daya yang dapat diverifikasi sebagai

sumber daya tetap yang substansial dan diperkirakan sesuai dengan estimasi

sumber daya tetap yang jelas. Sumber daya tetap dinilai berdasarkan biaya

substitusi dan harga penggunaan yang lebih rendah. Sementara itu, jenis sumber

daya warisan non-fungsional yang dapat dipromosikan harus dihargai dengan

beberapa kondisi, khususnya: jika terdapat peluang bisnis untuk sumber daya

yang sebanding, maka sumber daya tersebut dihargai pada periode yang lebih

rendah dan ada Jika tidak ada pasar untuk sumber daya yang sebanding, maka

sumber daya tersebut dihargai dengan menggunakan biaya substitusi, kecuali jika

sumber daya tersebut merupakan struktur atau sumber daya yang mudah diingat.

tidak akan benar-benar dirubah maka nilainya nol.

Berdasarkan PSAP Nomor 07 Tahun 2010, dalam hal sumber daya

kenangan diingat sebagai sumber daya warisan fungsional, maka sumber daya

penting akan dihargai dengan menggunakan biaya asli atau nilai wajar pada saat

pengamanan dan perlakuan pembukuannya setara dengan biaya tetap lainnya.

sumber daya. Untuk sementara, sumber daya warisan non-fungsional tidak dapat

diperlakukan setara dengan sumber daya lain karena pada perkiraan awal nilainya

belum sepenuhnya ditetapkan. PSAP Nomor 07 Tahun 2010 juga menyatakan

bahwa “sumber daya tetap diperkenalkan dengan mempertimbangkan biaya

pengadaan sumber daya yang tepat dikurangi devaluasi agregat. Dengan asumsi

18
terjadi keadaan yang memungkinkan revaluasi, sumber daya tetap diberikan

penyesuaian pada setiap catatan dan perhitungan nilai sumber daya yang layak.”

Tidak semua teknik devaluasi berlaku untuk sumber daya yang mudah diingat.

Pada umumnya Perceived Bookkeeping Practice (GRAP) (2012) yang

mengelola sumber daya penting, evaluasi sumber daya kenangan menggunakan

dua model, yaitu model revaluasi dan model biaya. Saat menggunakan model

biaya, biaya devaluasi harus dikurangkan untuk menentukan nilainya pada akhir

periode. Namun, karena sumber daya yang mudah diingat adalah sumber daya

yang disimpan untuk jangka waktu yang tidak terbatas, maka devaluasi tidak

diterapkan. Strategi revaluasi diterapkan jika pada saat pengakuan sumber daya

penting tersebut memiliki nilai yang dapat diukur. Waktu revaluasi sumber daya

penting akan bergantung pada perubahan nilai wajarnya. Untuk sumber daya

kenangan yang tidak mengalami perubahan nilai wajar yang besar, revaluasi akan

diselesaikan setiap tiga atau lima tahun. Apabila penyesuaian nilai wajar sangat

penting, maka revaluasi akan dilakukan secara konsisten.

2.2.6 Pengungkapan dan Penyajian Aset Bersejarah

Divulgence adalah pengenalan data sebagai laporan moneter sebagai

langkah terakhir menuju sistem pembukuan. Data ini mencakup laporan

keuangan, catatan atas laporan keuangan, dan wahyu tambahan yang terkait

dengan laporan keuangan. Fase terakhir dari beberapa proses pengakuan sumber

daya yang mengesankan adalah melaporkan sumber daya penting dalam laporan

moneter pemerintah. Hal tersebut tertuang dalam PSAP Nomor 07 Tahun 2010

pasal 64, 68, 69 dan 70 yang memuat :

19
1. PSAP No. 07 pasal 64 menyatakan bahwa otoritas publik tidak perlu

memasukkan sumber daya warisan ke dalam catatan moneter, namun

sumber daya ini harus diungkapkan dalam catatan ringkasan anggaran.

2. PSAP No.07 pasal 68 memberikan arti bahwa sumber daya yang dapat

diverifikasi harus dimasukkan dalam struktur unit, tanpa nilai.

3. PSAP No. 07 pasal 69 mengatur bahwa biaya perolehan, pengembangan,

perbaikan dan reproduksi dibebankan sebagai konsumsi pada tahun

terjadinya penggunaan. Biaya-biaya ini mencakup semua biaya yang

dikeluarkan untuk membawa sumber daya kenangan untuk kondisi dan

lokasi saat ini selama jangka waktu yang sedang berlangsung.

4. PSAP No. 07 pasal 70 memahami bahwa hanya sedikit sumber daya yang

dapat diverifikasi yang juga memberikan manfaat lain bagi otoritas publik

di luar nilai aslinya, misalnya bangunan terkenal digunakan untuk ruang

kantor. Untuk kasus-kasus ini, standar serupa akan diterapkan pada

sumber daya ini seperti halnya sumber daya tetap lainnya.

2.3 Kerangka Pemikiran

Pada umumnya, pengelolaan sumber daya penting penting bagi otoritas

publik dan lebih jauh lagi bagi daerah. Dewan dimulai dengan mengetahui arti

dari sumber daya penting. Setelah mengetahui pengertian sumber daya yang dapat

diingat, para ahli juga harus mengetahui ciri-ciri dan jenis sumber daya penting

yang diingat untuk model objek yang akan dianalisis sebanding dengan perlakuan

terhadap sumber daya pemerintah, khususnya sumber daya penting, terlepas dari

apakah pemerintah telah melaksanakan PSAP Nomor 07 Tahun 2010.

20
Ilmuwan berusaha memahami perbedaan pandangan para saksi yang

diajak bicara mengenai sumber daya yang dapat diverifikasi, dan bagaimana

sistem penilaian dilakukan oleh pihak-pihak setempat dengan menggunakan

pendekatan pemeriksaan yang jelas, sehingga akibat dari pelaksanaan perlakuan

pembukuan sumber daya yang sebenarnya. yang meliputi pengakuan, estimasi,

pemaparan dan pertunjukan serta pertunjukan diperoleh. laporan pembukuan

untuk sumber daya penting.

Berdasarkan uraian di atas, maka struktur penalaran dalam eksplorasi ini

dapat digambarkan pada gambar berikut:

Aset Bersejarah

Karakteristik Implementasi

Perlakuan
Akuntansi

Pengakuan

Pengukuran

Pengungkapan

Penyajian

Gambar 2. 1 Bagan Kerangka Pemikiran


Sumber: Data diolah (2022)

21
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Paradigma Metode Penelitian


Worldview merupakan cara pandang ilmuwan terhadap dunia, kebenaran

yang terjadi bahkan cara melihat suatu keanehan, serta pendekatan para spesialis

dalam menguraikan penemuannya melalui praduga esensial yang berhubungan

dengan Tuhan, manusia, bahkan alam semesta Denzim dan Lincoln, (2009 ).

Moleong (2011:49) mengartikan bahwa pandangan dunia adalah pendekatan

kunci dalam melihat, berpikir, mensurvei dan melakukan sesuatu yang

berhubungan dengan sesuatu secara eksplisit tentang dunia nyata.

Mengingat inti penelitian ini, khususnya untuk memahami perlakuan

pembukuan sumber daya yang dapat diverifikasi berdasarkan pembuktian dan

praktik lapangan, dapat dikatakan bahwa eksplorasi ini diingat karena pandangan

dunia postpositivisme. Menurut Cresswell (2014:31), pandangan dunia

postpositivisme tidak mempercayai keadaan yang tidak berubah-ubah dan hasil

yang logis, namun lebih memandang bahwa semua keadaan dan hasil akhir adalah

probabilitas yang mungkin terjadi. Pada hakikatnya, pandangan dunia

postpositivistik memandang bahwa pemeriksaan adalah upaya mengumpulkan

informasi secara lugas pada sumbernya. Oleh karena itu, para ahli yang

memahami pandangan dunia ini memulai penalarannya yang umumnya

didasarkan pada bukti, realitas, atau informasi sebagai tahap awal untuk

membangun atau menciptakan informasi.

22
3.2 Metode Penelitian

Teknik pemeriksaan ini sangat subjektif. Strategi ini digunakan karena

pemeriksaan ini merupakan suatu jenis eksplorasi yang melukiskan atau

melukiskan suatu obyek pemeriksaan berdasarkan sifat-sifatnya. Eksplorasi

subjektif yang berbeda diharapkan dapat memahami keanehan sedalam mungkin

melalui pengumpulan informasi. Moleong, (2011: 4) mengartikan bahwa teknik

subjektif adalah penelitian yang bertujuan untuk memahami kekhasan apa saja

yang mampu dimiliki oleh subjek penelitian, misalnya menurut sudut pandang

yang mencakup segala tingkah laku, wawasan, inspirasi, aktivitas, dan

sebagainya. Teknik subyektif pada umumnya dilakukan melalui penggambaran

dalam bentuk kata-kata dan bahasa, dalam latar yang khas dan dengan

menggunakan strategi reguler yang berbeda. Selain itu, Yin (2014:283)

memahami bahwa pemeriksaan subjektif digunakan ketika seseorang ingin

memahami bagaimana orang menghadapi kenyataan saat ini.

Metodologi yang jelas dipilih mengingat penelitian momentum berkaitan

dengan perkembangan zaman dan menyangkut kondisi pasang surut. Menurut

Nazir (2011:52) metodologi tersendiri adalah suatu cara untuk mengeksplorasi

suatu keadaan dengan kumpulan manusia, suatu subjek, sekumpulan kondisi,

suatu tatanan pemikiran atau suatu kelompok peristiwa di masa sekarang. Maksud

dari eksplorasi grafis ini adalah membuat penggambaran, gambar atau kanvas

secara sengaja serta keterkaitan antar kekhasan yang diteliti.

23
3.3 Rancangan Prosedur Penelitian

3.3.1 Lokasi Penelitian


Area penelitian dapat dicirikan sebagai tempat eksplorasi diarahkan, di

mana ilmuwan menggambarkan apa yang terjadi pada objek yang diteliti untuk

memperoleh informasi atau data yang ideal. Penentuan wilayah eksplorasi

merupakan strategi penting dalam penelitian subjektif karena penentuan wilayah

penelitian mengandung arti bahwa pasal dan tujuan tidak sepenuhnya ditetapkan

sehingga memudahkan para ahli dalam mengarahkan penelitian. Sesuai dengan

isu yang digambarkan di bagian sebelumnya, lokasinya masih mengudara di Kota

Watunonju, Daerah Sigi Biromaru, Kabupaten Sigi.

Gambar 3. 1
Lokasi Penelitian Taman Megalitik Vatunonju
Sumber : Dokumentasi Lapangan, 2022

3.3.2 Informan
Saksi adalah orang yang memberikan data. Dalam pemeriksaan subjektif,

saksi memberikan data dari atas ke bawah yang dibutuhkan oleh dokter spesialis.

Permasalahan utama yang akan diteliti oleh narasumber adalah mengenai

pemahaman pengurus warisan sosial Vatunonju Gigantic Park mengenai

24
perlakuan pembukuan sumber daya yang dapat diverifikasi jika dilihat dari sudut

pandang pengakuan, estimasi, evaluasi dan pertunjukan.

3.3.3 Metode Pengumpulan dan Analisis Data

1. Sumber Data

Penelitian ini menggunakan data primer, yaitu data utama yang diperoleh

secara langsung melalui pengamatan dan wawancara dengan informan atau

responden yang memenuhi kriteria yaitu pihak pengelola Cagar Budaya Teman

Megalitik Vatunonjo

2. Teknik Pengumpulan Data

Prosedur pengumpulan informasi merupakan langkah utama menuju

penelitian, karena tujuan utama penelitian adalah memperoleh informasi. Oleh

karena itu, strategi pengumpulan informasi yang digunakan dalam pemeriksaan

ini meliputi:

A. Persepsi

Persepsi adalah suatu proses yang teratur, sah, bertujuan dan waras dalam

memperhatikan dan mencatat berbagai keanehan, baik dalam keadaan

nyata maupun dalam keadaan palsu untuk mencapai tujuan tertentu

sehubungan dengan efek samping yang muncul pada objek eksplorasi.

Persepsi dalam pemeriksaan ini digunakan untuk meningkatkan

kemampuan spesialis dalam hal proses berpikir, keyakinan pertimbangan,

cara berperilaku yang lupa, kecenderungan, dll. Jadi persepsi

memungkinkan saksi mata melihat dunia seperti yang dilihat oleh subjek

penelitian Moleong, (2011: 175)

25
B. Wawancara

Dalam pemeriksaan ini, para ahli akan menggunakan strategi pertemuan

terbuka dengan prosedur semi terorganisir, yaitu pertemuan khusus yang

diarahkan lebih bebas yang merupakan perpaduan antara metode

pertemuan terorganisir dan tidak terstruktur. Eksekusi khusus adalah

bahwa ilmuwan pada awalnya mengajukan serangkaian pertanyaan yang

terorganisir, kemudian, kemudian, mengembangkannya secara individual

dengan menghapus data tambahan. Tujuan dari wawancara semacam ini

adalah untuk melacak permasalahan-permasalahan lain yang masih

terbuka dan memperoleh tanggapan dan data yang lebih lengkap dan

menyeluruh. Wawancara diarahkan secara lugas dimana narasumber

menyadari bahwa mereka diajak berkonsultasi dan memahami apa alasan

dan tujuan pertemuan tersebut. Tindakan ini dilakukan sebagai upaya

memperoleh informasi dari sumber dengan mencari tahu sentimen dan

makna suatu hal. Dalam wawancara dengan para saksi, para spesialis

memberi mereka kesempatan untuk menjawab semua pertanyaan, sehingga

memperkuat informasi melalui persepsi.

C. Dokumentasi

Metode ini digunakan untuk mengumpulkan berbagai informasi tambahan

yang berisi data spesifik yang diperoleh dari arsip-arsip yang tersusun.

Laporan umumnya muncul dalam bentuk tulisan, misalnya jurnal, kronik

kehidupan, catatan, pedoman, strategi perubahan-perubahan dalam gaya

hidup suatu unsur seperti file, arsip yang tersusun tanpa henti seperti foto

26
dan lain-lain. Catatan mempunyai nilai yang berharga karena dapat

memberikan landasan yang lebih luas berkenaan dengan pokok bahasan

pemeriksaan, dapat dijadikan bahan triangulasi untuk benar-benar melihat

kewajaran suatu informasi dan merupakan bahan pokok dalam penelitian.

3. Analisis Data

Dalam pemeriksaan subjektif, pemeriksaan informasi merupakan upaya

tanpa henti, berulang, dan efisien. Pemeriksaan informasi dilakukan dalam

dua tahap, yaitu pada saat pengumpulan informasi dan setelah informasi

dikumpulkan. Pemeriksaan informasi adalah interaksi yang dilakukan

secara efisien untuk mencari, menemukan, dan mengumpulkan catatan

wawancara, catatan lapangan, dan berbagai bahan yang telah dikumpulkan

para ilmuwan dengan menggunakan metode pengumpulan informasi yang

berbeda. Miles dan Huberman, (1992) mengungkapkan tahapan tindakan

dalam pemeriksaan informasi subjektif, khususnya: penurunan informasi,

menampilkan informasi dan mencapai kesimpulan.

A. Penurunan Informasi (Penurunan Informasi)

Penurunan informasi merupakan fase terpenting dalam mengurai

informasi. Mengurangi informasi mengandung arti menyimpulkan,

memilih hal-hal yang pokok, memusatkan perhatian pada hal-hal yang

penting, mencari topik dan contoh serta membuang yang tidak diperlukan

Sugiyono, (2010: 338). Bertekad untuk bekerja dengan pemahaman

informasi yang didapat. Oleh karena itu, penurunan informasi akan

27
memberikan gambaran yang jelas, dan memudahkan para ahli dalam

melakukan pengumpulan informasi yang lebih mudah.

B. Pertunjukan Informasi (Pertunjukan Informasi)

Setelah informasi yang didapat sudah berkurang, tahap selanjutnya adalah

menampilkan informasi tersebut. Dalam pemeriksaan subjektif, tampilan

informasi dilengkapi dengan gambaran singkat, grafik, hubungan antar

kelas, diagram alur, dan lain-lain. Dalam eksplorasi ini, para ilmuwan akan

lebih sering menggunakan tampilan informasi dalam struktur teks cerita.

Dengan menunjukkan informasi ini, analis akan lebih mudah memahami

apa yang terjadi di lapangan dan berguna untuk mengatur pekerjaan lebih

lanjut berdasarkan apa yang telah dirasakan.

C. Mencapai Kesimpulan dan Pemeriksaan (Gambar Resolusi/Konfirmasi)

Mencapai determinasi dan konfirmasi merupakan gerakan terakhir yang

diselesaikan dalam mengurai informasi yang ada. Permasalahan dan

rencana permasalahan dalam eksplorasi subyektif yang masih singkat akan

tetap berkembang setelah pemeriksaan terjadi di lapangan. Oleh karena itu,

tujuan yang akan diambil oleh ilmuwan akan benar-benar bergantung pada

informasi dan bukti-bukti substansial lainnya ketika penciptanya berada di

lapangan. Pemeriksaan informasi akan terus dilakukan sesuai dengan

keragaman informasi. Dalam situasi ini, ilmuwan tidak akan memahami

banyaknya informasi yang diperoleh, namun hanya informasi yang

berkaitan dengan batasan penelitian.

28
4. Legitimasi Informasi

Menurut Zuldafrial, (2012: 89) legitimasi informasi sangat penting untuk

mengkondisikan gagasan legitimasi dan ketergantungan mengingat variasi

eksplorasi kuantitatif dan disesuaikan dengan susunan informasi, tatanan

dan penggambaran contoh-contohnya sendiri. Legitimasi informasi dapat

diperoleh melalui penyelesaian proses pengumpulan informasi yang

sesuai, teknik yang paling sering digunakan untuk legitimasi informasi

adalah siklus triangulasi. Siklus triangulasi dicirikan sebagai suatu

interaksi untuk memeriksa informasi yang diperoleh dari berbagai sumber

dan referensi dengan menggunakan prosedur dan strategi yang berbeda.

Metode pemeriksaan keakuratan informasi dengan memanfaatkan

instrumen yang berbeda di luar informasi untuk membedakan dan

informasi yang diperoleh merupakan signifikansi strategi triangulasi

Afifuddin (2009: 143). Sementara itu, Patton dalam Afifuddin, (2009: 143)

juga mengungkapkan bahwa ada empat macam triangulasi sebagai strategi

untuk memeriksa keabsahan informasi yang diteliti, yaitu:

a. Triangulasi data

Teknik keabsahan yang dilakukan dengan menggunakan berbagai sumber

perolehan data, seperti dokumen, arsip, hasil wawancara, hasil observasi

atau juga dengan mewawancarai lebih dari satu subjek yang memiliki

fenomena yang berbeda sehingga menemukan data dari sudut pandang

subjek yang berbeda. Pada teknik ini lebih ditekankan untuk menganalisis

apakah data yang diperoleh sudah valid, akurat, dan terpercaya. Perlu

29
adanya bukti melalui dokumentasi atau laporan hasil wawancara agar data

penelitian yang diperoleh terjamin keabsahannya.

b. Triangulasi pengamat

Proses keabsahan data dilakukan dengan mengutamakan hasil pemeriksaan

dari pengamat diluar peneliti. Adaya pengamat diluar peneliti yang ikut

andil dalam membantu memeriksa kebenaran data yang diperoleh.

Sebaiknya pihak yang menjadi pengamat dalam hal ini adalah pembimbing

yang memberikan masukan dan saran mengenai keabsahan data yang

dikumpulkan. Pembimbing juga sebagai penilai dalam memberikan

pendapat jika ada data yang perlu diperbaiki atau dilengkapi agar analisis

data dilakukan secara valid.

c. Triangulasi teori

Teknik keabsahan data yang berdasarkan pada perkiraan bahwa fakta yang

ditemukan dalam penelitian tidak dapat diukur tingkat kepercayaannya

hanya dengan satu teori atau lebih banyak teori lainnya. Fakta yang

ditemukan biasanya dapat dijelaskan dengan penjelasan yang diikuti

dengan perbandingan sehingga dari perbandingan tersebut dapat diperkuat

dengan triangulasi teori.

d. Triangulasi metode pengumpulan data

Menggunakan beberapa metode untuk menlakukan penelitian dan

menemukan hasil temuan dari masalah yang diteliti. Metode yang

digunakan pada umumnya berupa wawancara mendalam kepada

30
responden, melakukan pengamatan atau observasi serta perlu dilakukan

dokumentasi dalam mengumpulkan data.

3.3.3 Alur Konsep Penelitian

Dalam alur penelitian ini ada beberapa hal yang dilakukan oleh peneliti

terhadap penelitiannya, diantaranya :

1. Pemikiran peneliti mengenai persepsi pihak pengelola terkait perlakuan

akuntansi aset bersejarah apakah pihak pengelola sudah menerapkan PSAP

No 07 Tahun 2010 atau belum.

2. Peneliti membuat fokus penelitiannya yaitu menelisik persepsi pihak

pengelola mengenai aset bersejarah

3. Sebagai instrumen peneliti mempersiapkan diri dan langkah penelitian.

4. Memilih informan yang tepat.

5. Pengambilan data melalui wawancara, observasi dan dokumentasi,

dilanjutkan dengan menganalisis data yang didapat dari proses wawancara

serta pemaknaan data. Pengambilan data dapat diambil berulang-ulang

sesuai dengan kebutuhan peneliti.

6. Membuat kesimpulan dari data yang telah dianalisis tersebut.

31
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

4.1.1 Sejarah Singkat Taman Megalitik Vatunonju

Bagian besar yang tersisa di Kabupaten Sigi Wilayah Sulawesi Tengah

yang menjadi objek penjelajahan ini terletak di Kota Watunonju, Daerah Sigi

Biromaru, Rezim Sigi, Wilayah Sulawesi Tengah yang mempunyai penduduk

Watunonju pertama mulai dari Sigimpu (yang sebenarnya Sigi) yang merupakan

wilayah di wilayah Palolo sekitar 28 km dari Kota Watunonju. Dahulu kawasan

Watunonju merupakan daerah terpencil dan sekitar saat itu kawasan Watunonju

belum dihuni oleh masyarakat. Masyarakat sekitar pada saat itu hidup

berkelompok dan selalu berkelana atau berkelana, namun seiring berkembangnya

wawasan bercocok tanam mereka pada umumnya tinggal di wilayah yang tidak

rata.

Bagian yang tersisa di Vatunonju adalah lesung batu. Saat ini terdapat tiga

belas lesung batu yang berkumpul di satu taman. Peralatan batu ini konon pernah

digunakan oleh masyarakat zaman dahulu pada zaman batu atau zaman tugu batu.

Lumpang batu tersebut ditemukan oleh seorang ahli dari Belanda bernama Dr.

Kruyt pada tahun 1898. Lumpang Batu yang dalam bahasa Kaili disebut

Vatunonju, membesarkan nama kota ini. Selain itu, pada tahun 1972 seorang

ilmuwan lingkungan dari kelompok masyarakat Focal Sulawesi bernama

Masyudin Masyuda (saksi mata sosial Focal Sulawesi) kembali melakukan

penelitian di dekatnya. Hal ini kemudian dilanjutkan oleh ahli berikutnya yaitu

32
Dr. Herry Sukendar pada tahun 1975. Hasil penelitian ini berhasil menemukan

empat belas mortar batu. Kemudian mereka melindungi batu-batu tersebut dengan

membuat yayasan sosial di Watunonju pada tahun 1978 dan diperluas kembali

pada tahun 1979.

Selain itu, pada tahun 1983 Taman Arkeologi Vatunonju diprakarsai oleh

Pendeta Pesta Hariyati Subagyo sebagai objek yang dapat diverifikasi. Sejak saat

itu, kota Vatunonju secara resmi telah menjadi objek yang dapat diverifikasi dan

ahli arkeologi mulai bermunculan. Tempat liburan ini bisa dicapai dengan

kendaraan roda dua atau empat. Perjalanan menuju kawasan destinasi liburan ini

memakan waktu ± 15 - 20 menit. Sepanjang perjalanan, Anda akan disuguhkan

pemandangan dan udara pedesaan alami di Sulawesi Tengah yang masih terlihat

alami dan hijau, dikelilingi deretan lereng dan pegunungan.

Wilayah ini telah dipagari untuk alasan akomodasi dan keamanan. Di

dalam tempat wisata terdapat baruga yang mampu menampung sekitar 50 orang

dan dua buah gampiri yang dilengkapi dengan fasilitas listrik. Kawasan dekat

pemukiman juga semakin memudahkan dengan hadirnya masjid dan warung

makan di sekitar kawasan. Tempat wisata ini sering dijadikan sebagai lokasi

kunjungan review oleh mahasiswa baik dari Kota Palu maupun daerah lain.

Wilayah ini juga biasa dimanfaatkan oleh perkumpulan mahasiswa untuk

menerima mahasiswa baru. Tak jarang, wisatawan dari luar negeri pun datang

untuk melihat langsung lesung batu tersebut.

33
4.1.2 Inventarisasi Lumpang Batu Vatu Nonju

Beberapa jenis Lumpang Batu Vatunonju yang menjadi objek wisata dapat dilihat

pada gambar berikut :

Tabel 4. 1 Daftar Lumpang Batu Vatunonju

No Model Keterangan
Lumpang Batu ini tampak bersih
dan di rawat sebagai benda cagar
budaya yang pertama kali
1 ditemukan melalui kajian
goresan pena Dr. Kruyt.

Lumpan batu tersebut memiliki


ukuran panjang 77 cm, lebar 50
cm, tinggi 33 cm, dan kedalaman
lubang 10 cm. Vatu Nonju pada
gambar 13 terlihat lebih kecil
2
dari biasanya

Ukuran vatu Nonju ini memiliki


panjang 50 cm, lebar 28 cm, dan
kedalaman lubang 12 cm.

Lumpang Batu ini memiliki


ukuran panjang 78 cm,
kedalaman lubang 12 cm, dan
diameter lubang 18 cm.
4

34
No Model Keterangan
Lumpang Batu memikiki ciri dan
ukuran dengan panjang 57 cm,
lebar 45 cm, tinggi 20 cm dan
kedalaman lubang 5 cm dengan
diameter lubang 13 cm.
5

Lumpang Batu memiliki ukuran


dengan panjang 75 cm, lebar 54
cm, tinggi 25 cm dan kedalaman
lubang 10 dengan diameter
6
lubang 14 cm. Untuk ketinggian
hancur lubang 10 cm

Lumpang Batu ini memiliki


ukuran dengan panjang 64 cm,
lebar 58 cm, tinggi 58 cm dan
kedalaman lubang 12 cm dengan
diameter lubang 17 cm.
7

Lumpang Batu ini memiliki


ukuran dengan panjang 101 cm,
lebar 81 cm, tinggi 38 cm dan
8 kedalaman lubang 13 cm dengan
diameter lubang 19 cm.

35
No Model Keterangan
Lumpang Batu ini memiliki
ukuran dengan panjang 60 cm,
lebar 38 cm, tinggi 39 cm dan
kedalaman lubang 13cm dengan
9
diameter lubang 18 cm. Untuk
ketinggian hancur lubang 5 cm
dengan diameter hancur lubang
13 cm.
Lumpang Batu ini memiliki
ukuran dengan panjang 65 cm,
lebar 48 cm, tinggi 29 cm
10

Lumpang Batu ini memiliki


ukuran dengan panjang 112 cm,
lebar 95 cm, tinggi 36 cm dan
kedalaman lubang 14 cm dengan
diameter lubang 8 cm
11

Lumpang Batu (Rusak) ini


memiliki ukuran dengan panjang
72 cm, lebar 55 cm, tinggi 15 cm
dan kedalaman lubang 10 cm
12
dengan diameter lubang 16 cm.
Untuk ketinggian hancur lubang
5 cm dengan diameter hancur
lubang 7 cm.
Lumpang Batu ini memiliki
ukuran dengan panjang 140 cm,
lebar 91 cm, tinggi 41 cm dan
13 kedalaman lubang 11,2 cm
dengan diameter lubang 17 cm.

Sumber : Dokumentasi Mardiah (2022).

36
Berdasarkan Tabel 4.1, terlihat bahwa lesung batu di kota Vatu Nonju tampak

bersih dan dipelihara sebagai benda warisan sosial. Menurut Mardiah (2022), sisa-

sisa besar lesung batu Vatunonju merupakan salah satu jenis artefak yang

digunakan oleh orang-orang zaman dahulu sebagai alat untuk mengolah berbagai

jenis makanan atau memukul bahan makanan. Keistimewaan lain dari batu

lumping ini adalah sebagai tempat masyarakat mengadakan pesta kumpul untuk

barang-barang pertanian, sebagai wujud apresiasi terhadap masyarakat. Pada

zaman dahulu, kawasan tempat ditemukannya situs batu lumpnag ini

dimanfaatkan oleh masyarakat setempat untuk melengkapi ibadah adat untuk

mengucap syukur atas barang-barang hasil pertanian dan mengadakan pesta

kumpul. Saat ini, batu lumping Vatunonju dijadikan sebagai warisan sosial

sebagai bukti petunjuk kemajuan manusia pada zaman dahulu.

4.2 Identifikasi Informan

Informan dalam penelitian ini dipilih dengan maksud agar informan dapat

memberikan jawaban sesuai dengan kebutuhan penelitian dan dapat memberikan

informasi sesuai dengan kapasitasnya. Berikut adalah informan yang telah

diwawancarai dalam penelitian ini :

Tabel 4. 2
Skenario Informan Penelitian
No Nama Jabatan/Instansi
1 Bpk. Moh. Nawir Dg Kepala Bidang Kebudayaan/Dinas Pendidikan dan
Mangala Kebudayaan Kabupaten Sigi
2 Kepala Seksi Administrasi & Pencatatan
Bpk. Erwin
Aset/Dinas Pendidikan dan Kebudayaan
Kabupaten Sigi
3 Bpk. Husen Pengelolah Taman Megalitik Vatunonju
4 Ibu Rika Pengunjung

37
Berdasarkan tabel situasi sumber di atas, maka terlihat bahwa dalam

penelitian ini para ilmuwan memilih tiga orang saksi dari berbagai komponen,

khususnya dari Pemerintahan Rezim Sigi untuk mengetahui siklus regulasi dan

perlakuan pembukuan terkait dengan sumber daya yang layak di Vatunonju. Batu

mortir, kemudian dari Tempat Rekreasi Para pengurus untuk mengetahui sistem

administrasi dan organisasi. Selanjutnya dari para pengunjung untuk mengetahui

administrasi yang mereka temui saat mengunjungi taman raksasa Vatunonju

Lumpang Batu. Para ahli juga menyebutkan fakta yang dapat diamati melalui

persepsi. Sehingga dari ketiga sumber tersebut para ilmuwan bisa mendapatkan

respon yang mantap sebagai teknik pencarian informasi penelitian.

4.3 Reduksi Data (Data Reduction).

1. Tahap utama dalam perkembangan eksplorasi ini adalah

mengumpulkan informasi. Dalam proses pengumpulan informasi,

analis juga melakukan pengurangan informasi, yang berarti bahwa

informasi yang dikumpulkan disusun dan hanya mengambil

informasi yang sesuai dengan kebutuhan eksplorasi tersebut.

Penyusunan informasi diselesaikan pada saat wawancara, dimana

spesialis hanya mengingat data untuk seleksi dari salinan asli

pertemuan yang dapat diterapkan pada eksplorasi ini. Beberapa

diskusi yang berada di luar lingkungan eksplorasi tidak dimanfaatkan

sepenuhnya dengan tujuan untuk memudahkan para ahli dalam

memahami informasi yang diperoleh. Oleh karena itu, berkurangnya

informasi akan memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai

38
eksplorasi ini. Latihan wawancara dilakukan berkali-kali yang dapat

dimaknai sebagai berikut:

1. Pertemuan pendahuluan dipimpin pada Walk 7 2023, terletak di

Kota Vatunonju, Rezim Sigi, Bapak Husen adalah direktur taman

raksasa Vatunonju. Wawancara ini bertujuan untuk menyelidiki data-

data yang berkaitan dengan pengelolaan taman besar Vatunonju dan

menyelidiki pemahaman narasumber mengenai perlakuan

pembukuan sumber daya asli.

2. Pertemuan selanjutnya diarahkan pada tanggal 4 Juli 2023 di

Kantor Instruksi dan Kebudayaan Rezim Sigi. Narasumber utama

pada pertemuan selanjutnya adalah Bapak Moh. Nawir Dg Mangala

selaku Kepala Bagian Kebudayaan dan narasumber selanjutnya,

khususnya Bapak Erwin sebagai Pimpinan Segmen Organisasi dan

Pencatatan Sumber Daya. Motivasi di balik wawancara ini adalah

untuk mengetahui komponen pengawasan sumber daya provinsi dan

perlakuan pembukuan taman arkeologi Lumpang Batu Vatunonju.

Dalam pertemuan wawancara ini, ilmuwan memimpin tinjauan dari

atas ke bawah mengenai tindakan mempersepsi, memperkirakan,

mengungkap dan memperkenalkan sumber daya tetap, khususnya

sumber daya Taman Arkeologi Vatunonju Lumpang Batu.

3. Pertemuan ketiga diarahkan sekitar waktu yang sama dengan

pertemuan berikutnya, yaitu pada tanggal 4 Juli 2023, bertempat di

Kota Vatunonju, Kabupaten Sigi. Pada pertemuan ketiga analis

39
kembali berkonsultasi dengan Pak Husen untuk melakukan

pendalaman secara top to bottom mengenai sistem pencatatan dan

mengkonfirmasi kembali konsistensi data hasil pertemuan dengan

Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Sigi.

4. Pertemuan keempat diarahkan pada tanggal 5 Juli 2023 bertempat

di Kota Vatunonju Rezim Sigi dengan Ibu Rika yang merupakan

salah satu tamu taman arkeologi Vatunonju Lumpang Batu.

Pertemuan dengan tamu diharapkan dapat mempertegas konsistensi

data hasil pertemuan dengan Pak Husen yang menyampaikan bahwa

tamu tidak dipungut biaya dan ada permasalahan perkantoran di

taman besar Vatunonju.

4.4 Perlakuan Akuntansi Aset Berejarah Taman Megalitik Vatunonju.

Bagian ini merupakan tahap kedua dalam ujian, khususnya tahap

pertunjukan informasi. Setelah informasinya dikurangi, tahap selanjutnya adalah

menampilkan informasi tersebut. Dalam penelitian ini, para ilmuwan melibatkan

penyajian informasi dalam struktur teks cerita. Dengan menampilkan informasi

ini, para ilmuwan akan lebih mudah memahami apa yang terjadi di lapangan.

Berdasarkan data yang diperoleh dari persepsi dan pertemuan, ahli

kemudian membedakan perlakuan pembukuan sumber daya yang dapat

diverifikasi menjadi beberapa bagian, yaitu tindakan mengamati, memperkirakan,

mengungkap dan memperkenalkan sumber daya yang dapat diverifikasi di taman

raksasa Vatunonju.

40
4.4.1 Praktik Pengakuan

Lumpang Batu Vatunonju dikecualikan dari klasifikasi sumber daya yang

layak sesuai PSAP 07 dengan alasan tidak memenuhi ukuran dalam Struktur

Wajar Pembukuan Otoritas Publik. Biaya pengamanan Lumpang Batu Vatunonju

tidak dapat diperkirakan secara pasti sebagaimana dinyatakan pada poin nomor

dua dan tidak diharapkan untuk digunakan sebagaimana dinyatakan pada poin

nomor empat. Hal ini karena Lumpang Batu Vatunonju pada umumnya tidak

dianggap sebagai sumber daya yang layak, namun sebagai sumber daya yang

dapat diverifikasi. Lumpang Batu Vatunonju memenuhi aturan sebagai sumber

daya penting karena mempunyai nilai sosial sehingga sulit untuk sepenuhnya

menanganinya dengan nilai moneter mengingat biaya pasar.

Suatu aset juga dapat diakui apabila aset tetap tersebut memiliki

penguasaan atau hak kepemilikan. Dalam PSAP 07 disebutkan bahwa :

Pengakuan aset tetap akan sangat andal bila aset tetap telah diterima
atau diserahkan hak kepemilikannya dan atau pada saat penguasaannya
berpindah. Apabila perolehan aset tetap belum didukung dengan bukti
secara hukum dikarenakan masih adanya suatu proses administrasi
yang diharuskan, maka aset tetap tersebut harus diakui pada saat
terdapat bukti bahwa penguasaan atas aset tetap tersebut telah
berpindah, misalnya telah terjadi pembayaran dan penguasaan atas
sertifikat tanah atas nama pemilik sebelumnya.

Berdasarkan pernyataan tersebut maka dapat dikatakan bahwa Taman

megalitik Lumpang Batu Vatunonju merupakan aset bersejarah yang belum diakui

secara andal karena belum ada penyerahan dari pihak Pemerintah Desa Vatunonju

kepada Pemerintah Kabupaten Sigi. Hal tersebut dijelaskan oleh informan saat

peneliti bertanya terkait status pengakuan asset.

Bapak. Moh. Nawir Dg Mangala menjawab :

41
“Pada lokasi itu belum ada surat penyerahan kepada Pemerintah
Sigi, surat penyerahan dari desa kepada kami”

“Karena kalau belum menjadi asset pemerintah daerah Kabupaten


Sigi, maka kami belum bisa mengalokasikan anggaran kesana. Salah
tindakan pemerintah daerah jika membangun aset disana tanpa ada
surat penyerahan dari Pemerintah Desa”

Bapak Erwin menjawab :


“Nanti kami jadi temuan ini kalau kami mencatat tapi belum
menjadi milik pemerintah kabupaten sigi “

Penegasan Anda. Moh. Nawir Dg Mangala dan Pak Erwin dengan andal

memahami bahwa tidak ada pertukaran kebebasan kepemilikan sehingga sumber

daya tersebut tidak terdaftar sebagai sumber daya yang mempunyai tempat pada

Pemerintah Rezim Sigi. Berdasarkan data dari Pemerintah Kota Vatunonju,

pertukaran hak kepemilikan belum selesai karena masih menunggu proses

peninjauan dari Social Legacy Master Group sehingga Divisi Utama dapat

mengajukan permohonan kepada Pemerintah Kota mengingat dampak lanjutan

dari peninjauan tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa Pemerintah Daerah Rezim

Sigi sangat memahami tata cara penerimaan sumber daya alam sesuai PSAP 07,

namun pelaksanaan pengakuan sumber daya alam belum bisa dilakukan karena

belum sah menjadi milik pemerintah. Pemerintahan Teritorial Pemerintahan Sigi.

Saat ini, Pemerintah Daerah Sigi sedang mengurangi metode pemindahan hak

istimewa terhadap sumber daya tersebut, seperti yang ditunjukkan oleh data dari

wawancara.

Bapak. Moh. Nawir Dg Mangala menjawab :

“Tahun ini rencana kita akan tetapkan status pengakuan bahwa itu
disebut dengan situs vatunonju kabupaten sigi melalui penetapan

42
asset. Kami baru akan melakukannya tahun ini. Karena selama ini
belum pernah secara resmi ditetapkan sebagai aset pemda sigi.
Selanjutnya bagaimana caranya ditetapkan, nanti itu akan dibuat
oleh Tim Ahli Cagar Budaya dan kebetulan di sigi ini sudah ada dua
orang, kemudian mereka akan membuat surat rekomendasi kepada
Pak Bupati untuk ditetapkan menjadi situs kawasan watunonju
pemerintah Kabupaten Sigi. Jadi tahun ini targetnya itu di
vatunonju, bangga dan Kulawi”

Pernyataan dari Bapak. Moh. Nawir Dg Mangala merupakan suatu titik

terang bahwa Taman megalitik Lumpang Batu Vatunonju dalam beberapa waktu

kedepan secara resmi akan diakui menjadi aset milik Pemerintah Daerah

Kabupaten Sigi. Sehingga hasil dari upaya tersebut, Pemerintah Daerah

diharapkan dapat mengimplementasikan pengakuan aset bersejarah sesuai dengan

PSAP 07.

4.4.2 Praktik Pengukuran

Taman megalitik Lumpang Batu Vatunonju sebagai aset bersejarah dapat

diperlakukan sama dengan aset tetap jika memiliki karaktersitik yang sama

dengan aset tetap. yaitu dengan menggunakan metode tertentu untuk menentukan

kos yang dilekatkan pada suatu objek. Misalnya dengan menggunakan historical

cost atau pun nilai wajar pada saat pengukuran diawal pengakuan aset bersejarah.

Akan tetapi asset bersejarah Lumpang Batu Vatunonju tidak memenuhi kriteria

aset tetap sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya karena tidak memiliki nilai

perolehan yang dapat ditaksir dan tidak dapat diidentifikasi historical cost atau

nilai wajar pada saat perolehan. Hal ini sesuai dengan informasi yang diperoleh

dari hasil wawancara ketika peneliti menanyakan terkait pengukuran asset.

Bapak. Moh. Nawir Dg Mangala menjawab :

43
“Benda disana itu ada nilai pendidikannya, ada nilai budayanya dan
ada nilai sejarahnya, ada nilai ilmu pengetahuannya ada juga nilai
religinya jadi tidak bisa dihitung dengan uang itu dek. Jadi itu tidak
ternilai harganya”

Bapak. Husen juga menyatakan :

“Sebenarnya kalau kita berbicara mengenai asset cagar budaya ini


sama sekali tidak ada nilai rupiahnya, karena kalau kita cuma mau
melihat secara materi ini gampang saja sebenarnya setiap orang akan
beda-beda. Jadi ini tidak bisa dinilai karena peninggalan kuno”
Berdasarkan keterangan saksi, jelas taman raksasa Lumpang Batu

Vatunonju tidak mempunyai nilai atau nilai wajar karena mempunyai kualitas

sosial sosial yang dapat dinilai. Hal ini menunjukkan bahwa sumber memahami

perlakuan pembukuan dalam memperkirakan sumber daya yang dapat diverifikasi

di Lumpang Batu Vatunonju, karena sumber daya yang dapat diverifikasi tidak

perlu diestimasi dalam kaitannya dengan nilai moneter. Sesuai PSAP 07,

dinyatakan bahwa dengan asumsi sumber daya penting digunakan untuk tugas

(sumber daya warisan fungsional, misalnya ruang kantor, maka sumber daya yang

dapat diingat akan dihargai dengan menggunakan biaya asli atau nilai wajar pada

saat pengadaan. dan perlakuan pembukuannya akan sama dengan sumber daya

tetap lainnya, namun karena sumber daya kenangan Lumpang Batu Vatunonju

termasuk dalam golongan sumber daya warisan non-fungsional, maka tidak dapat

disamakan dengan sumber daya lain di atas. dengan alasan bahwa pada estimasi

yang mendasari nilainya belum seluruhnya ditetapkan Sehubungan dengan praktik

Commonly Perceived Bookkeeping (2012) Penilaian atas sumber daya yang dapat

diingat dapat menggunakan dua model yaitu model revaluasi dan model

biaya.Model biaya dilakukan dengan cara mengurangi biaya devaluasi, Sedangkan

44
model revaluasi diterapkan apabila pada saat pengakuan sumber daya kenangan

mempunyai nilai yang dapat diperkirakan, namun sumber daya terverifikasi

Lumpang Batu Vatunonju tidak dapat diperkirakan dengan menggunakan kedua

model metodologi tersebut karena nilai perolehannya sama sekali tidak jelas.

4.4.3 Praktik Penyajian dan Pengungkapan

Aset bersejarah tidak harus disajikan dalam neraca namun aset tersebut

harus diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan. Selanjutnya pada

dalam PSAP 07 menerangkan aset bersejarah harus disajikan dalam bentuk unit,

dengan tanpa nilai. Hal ini karena aset tersebut belum secara resmi menjadi milik

Pemerintah Daerah Kabupaten Sigi sehingga belum bisa disajikan dan

diungkapkan dalam Catatan Atas Laporan Keuangan (CaLK). Beberapa

pernyataan informan dari hasil wawancara terkait penyajian dan pengungkapan

asset bersejarah Lumpang Batu Vatunonju yaitu :

Bapak. Moh. Nawir Dg Mangala menyatakan :

“Kami dari dinas masih menunggu surat penyerahan dari Desa yang
menyerahkan Kawasan tersebut kepada Pemerintah Kabupaten Sigi
supaya kami bisa masukkan listrik. Jadi kami bisa mencatat sebagai asset
itu harus diserahkan dulu”

“Jadi statusnya sekarang itu belum situs, masih ODCB artinya itu Objek
Diduga Cagar Budaya”

“Belum bisa itu kita catatakan karena belum resmi menjadi milik
pemerintah kabupaten sigi. Karena tadi itu pemdesnya belum
menyerahkan ke kita, jadi aturan ini belum dapat berlaku”

Bapak Erwin menjawab :

“Iya jadi ini masih berstatus sebagai ODCB dan memang belum tercatat
secara resmi”

45
Pernyataan dari Bapak. Moh. Nawir dan Bapak Erwin secara jelas

menunjukkan bahwa kendala utama dalam proses penyajian dan pengungkapan

aset bersejarah Lumpang Batu Vatunonju yaitu terkait status kepemilikan.

Diketahui bahwa keberadaan Taman megalitik lumping batu Lumpang Batu

Vatunonju masih bertatus sebagai ODCB dan belum secara resmi menjadi situs

cagar budaya. Dengan demikian maka dapat dikatakan bahwa belum ada

implementasi PSAP 07 terkait penyajian dan pengungkapan aset bersejarah pada

Taman Megalitik Lumpang Batu Vatunonju. Namun Pemerintah Kabupaten Sigi

selama ini telah menerapkan PSAP 07 pada asset teteap lain, hal ini sesuai

dengan pernyataan informan.

Bapak. Moh. Nawir Dg Mangala menyatakan :

“Karena belum ada secara resmi penyerahan kepada pemerintah


kabupaten sigi. Jadi itu yang kau tanyakan tentang peraturan 07 itu ya
belum bisa. Okey. Selama ini semua asset dinas itu dicatat lengkap
penyusutannya berapa, bagunan, laptop dan lain sebagainya, tapi untuk
yang vatunonju ini belum bisa karena belum diserahkan”
Hal tersebut menunjukkan bahwa selama ini pemerintah telah menerapkan

perlakuan akuntansi terkait aset dengan menyajikan dan mengungkapkan suatu

aset dalam laporan keuangan. Artinya informan juga memahami bahwa aset

bersejarah Lumpang Batu Vatunonju seharunya disajikan dalam catatan atas

laporan keuangan, namun hal tersebut belum dapat dilakukan.

Terkait anggaran yang dikeluarkan oleh Pemerintah Kabupaten Sigi masih

juga terbatas pada jasa honorarium kepada petugas (Bapak Husen). Pemerintah

belum bisa memberikan intervensi anggaran yang lebih selama asset tersebut

belum diserahkan kepada Pemerintah Kabupaten Sigi. Padahal Taman Megalitik

46
Lumpang Batu Vatunonju sangat membutuhkan fasilitas penerangan. Terkait

anggaran honorarium sudah disajikan dalam laporan keuangan.

Bapak. Moh. Nawir Dg Mangala menyatakan :

“Masuk, tapi yang dicatat bukan asetnya tapi honor pegawainya, pegawai
juru pelihara. karena itu ada di dalam DPA Dinas Pendidikan dan
Kebudayaan”

Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan, peneliti menemukan bahwa

proses administrasi yang dilakukan juga masih sangat minim. Peneliti tidak

menemukan adanya praktik akuntansi dalam pengelolaan Taman Megalitik

Lumpang Batu Vatunonju karena tidak ada pencatatan keuangan yang

dilakukan, peneliti juga tidak menemukan adanya pembukuan kas meskipun

secara sederhana karena tidak ada biaya karcis atau biaya lainnya yang

dibebankan kepada pengunjung. Hal tersebut sesuai dengan informasi hasil

wawancara sebagai berikut :

Bapak. Moh. Nawir Dg Mangala menyatakan :

“Selama ini belum, karena regulasinya belum ada. Karena ini harus
ada perdanya dulu kalau mau ambil penerimaan retribusi dari sana.
Jadi orang disana bebas masuk”

Hasil wawancara pertama dan kedua Bapak Husen beberapa kali menyatakan :

“Iya dek, kadang ada beberapa pengujung yang datang berkunjung itu
memberi sedikit uang untuk kebersihan, padahal kita sama sekali tidak
memungut biaya”

“Di taman megalitik vatunonju itu di buka secara umum bagi yang ingin
berkunjung, kita tidak memakai sistem karcis”

“Untuk pencatatan itu sendiri kita tidak ada sistem catat karna biaya
yang di peroleh itu kita dapat dari pengujung yang berdatangan itupun
kita tidak memungut biaya sedikit pun dari pengujung. Kadang
pengunjung yang datang memberi sedikit kontribusi untuk kebersihan”

47
“Tergantung kebesaran hati para pengunjung. Tapi tidak menjadi
patokan berapa, silahkan seiklasnya. Jadi itu tidak masuk dalam
catatan. Karena kalau mau masuk buku catatan berarti sudah harus jadi
peraturan karena sudah retribusi itu namanya. Tapi ini kan belum ada
peraturannya”
Ibu Rika juga menyatakan :

“Soal biaya nda ada dek.dari awal saya kesini itu selalu gratis. Dulu
saya kira ada karcis, ternyata ini dibuka untuk umum”
Pernyataan dari ketiga informan tersebut konsisten bahwa Pemerintah

Kabupaten Sigi belum memungut retribusi dan biaya masuk ke area Taman

Megalitik Lumpang Batu Vatunonju gratis dan terbuka untuk umum sehingga

tidak ada praktik pencatatan keuangan yang ditemukan. Adapun peneliti hanya

menemukan catatan berupa buku tamu yang dapat dilihat pada gambar berikut :

Gambar 4. 1 Pencatatan Buku Tamu


Sumber : Dokumentasi peneliti, 2023

Pada Gambar 4.1 diatas dapat dilihat bahwa catatan yang ditemukan oleh

peneliti hanya catatan buku tamu, tidak terdapat praktik pencatatan pembukuan

atau penyajian keuangan meskipun dalam bentuk yang sederhana. Menurut

informasi dari pihak pengelolah bahwa selama ini tidak pernah dilakukan

pencatatan keuangan, karena tidak ada dana yang dikelolah pada Taman Megalitik

Lumpang Batu Vatunonju. Pihak pengelolah juga rutin menyampaikan laporan

kepada Dinas Pendidikan dan Kebudayaan namun laporan yang diberikan hanya

48
terkait situasi keamanan dan kondisi fasilitas, tidak ada laporan yang berhubungan

dengan keuangan karena pada dasarnya Taman Megalitik Lumpang Batu

Vatunonju belum menjadi sumber retribusi Pemerintah Daerah.

4.5 Sintesis Temuan

Setelah dilakukan penyajian data terkait pengakuan, pengukuran, penyajian

dan pengungkapan aset bersejarah taman megalitik lumpang batu vatunonju, maka

peneliti mengambil kesimpulan bahwa aset bersejarah lumpang batu vatunonju

seharusnya dicatat sebagai aset Pemerintah Daerah Kabupaten Sigi, namun

pencatatan tersebut belum dapat dilakukan karena masih terkendala pada proses

penyerahan dari pemerintah Desa Vatunonju kepada Pemerintah Kabupaten Sigi

Asset lumpang batu vatunonju adalah asset bersejarah yang tidak dapat

diukur dengan nilai rupiah karena memiliki nila sosial budaya, sehingga tidak

dapat diberikan perlakuan akuntansi sama seperti aset tetap lainnya sebagaimana

disebutkan dalam PSAP 07 tentang akuntansi aset bersejarah.

Aset bersejarah lumpang batu vatunonju masih berstatus sebagai ODCB,

sehingga tidak dapat diungkapkan dalam catatan atas laporan keuangan seperti

aset tetap lainnya. Dengan demikian maka dapat dikatakan bahwa Dinas

Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Sigi telah memiliki pemahaman terkait

penyajian dan pengungkapan asset bersejarah, namun belum dapat

diimplementasikan pada lumpang batu vatunonju.

49
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat ditarik kesimpulan dalam penelitian ini

sebagai berikut :

1. Taman Megalitik Lumpang Batu Vatunonju dipahami sebagai suatu aset

bersejarah yang seharusnya tercatat dalam catatan atas laporan keuangan

Pemerintah Kabupaten Sigi tetapi belum ada praktik pencatatan

berdasarkan PSAP 07 Tahun 2010 karena belum dilakukan penyerahan

secara resmi dari Pemerintah Desa Vatunonju kepada Pemeintah Daerah

Kabupaten Sigi.

2. Taman Megalitik Lumpang Batu Vatunonju dimaknai sebagai suatu aset

bersejarah yang tidak dapat diukur dengan nilai rupiah karena memiliki

nilai sosial budaya. Pihak Pemerintah Kabupaten Sigi maupun Pihak

Pengelola Taman menganggap bahwa tidak ada biaya perolehan terhadap

aset lumpang batu vatunonju, sehingga tidak ada metode pengukuran yang

dapat diterapkan baik itu metode biaya maupun metode revaluasi.

3. Taman Megalitik Lumpang Batu Vatunonju dimaknai sebagai suatu aset

bersejarah yang seharusnya diungkapkan dalam catatan atas laporan

keuangan, namun implementasi penyajian dan pengungkapan aset

bersejarah sesuai PSAP 07 belum dilakukan karena asset tersebut masih

bertatus ODCB dan belum resmi menjadi milik Pemerintah Daerah

Kabupaten Sigi.

50
5.2 Saran

Berdasarkan hasil pemeriksaan, dapat diberikan beberapa gagasan

eksplorasi sebagai berikut:

1. Kepada Pemerintah Rezim Sigi

Pemerintah Rezim Sigi dihimbau untuk segera mempercepat cara

pemberian yang paling lazim atas sumber daya Taman Masif Vatunonju

Lumpang Batu dari Pemerintah Kota Vatunonju kepada Pemerintah Daerah

Pemerintahan Sigi dengan mengikutsertakan Kantor Pertanahan Rezim Sigi

sebagai lembaga yang menangani pengorganisasian tersebut. penyerahan

kebebasan pengurus, sehingga Pemerintah Rezim Sigi dapat menggunakan

sumber daya tersebut sesuai PSAP 07 dan memberikan kewenangan yang

memuaskan terhadap sumber daya asli Lumpang Batu Vatunonju.

2. Kepada Dokter Spesialis Tambahan

Ahli masa depan diharapkan dapat mendorong penelitian ini

sehubungan dengan perlakuan pembukuan sumber daya kenangan di

beberapa wilayah berbeda di wilayah Kabupaten Sigi, salah satunya adalah

Kota Loru, karena di Lumpang masih terdapat sumber daya yang dapat

diverifikasi. belum dapat dibedakan dan perlakuan pembukuannya belum

sesuai PSAP 07.

5.3 Keterbatasan Penelitian

Keterbatasan dalam penelitian ini yaitu jumlah informan yang hanya

berjumlah empat orang dan keterbatasan litelatur terkait aset bersejarah,

51
sehingga hasil penelitian ini belum sepenuhnya maksimal untuk

menjelaskan terkait perlakuan akuntansi aset bersejarah.

52
DAFTAR PUSTAKA

Afifuddin. (2009). Metodologi Penelitian Kualitatif. CV Pustaka Setia.

Agustini, A. T., & Putra, H. S. (2011). Aset Bersejarah dalam Pelaporan


Keuangan Entitas Pemerintah. Jeam. 10(1): 1-29

Anggraini, F. G., & Chariri, A. (2014). Perlakuan Akuntansi untuk Aset


Bersejarah (Studi Fenomenologi pada Pengelolaan Candi Borobudur).
Journal Of Accounting. 2(2): 1-13.

Barton, A. D. (2000). Accounting for public heritage facilities – assets or


liabilities of the government? Accounting, Auditing & Accountability
Journal, 13(2), 219–236.

Creswell, John W. (2014). Penelitian Kualitatif Dan Desain Riset (Memilih Di


Antara Lima Pendekatan). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Daryanti, A. (2018). ANALISIS PERLAKUAN AKUNTANSI PADA ASET


BERSEJARAH (Studi pada Pengelolaan Fort Rotterdam Makassar). 160.

Denzim, N. K., & Lincoln, Y. S. (2009). Handbook of qualitative research.


Pustaka Pelajar.

Financial Reporting Statements (FRS) 30. (2009). Heritage Assets. Accounting


Standards United Kingdom.

Generally Recognised Accounting Practice (GRAP) 103. 2012. Heritage Assets.


Accounting Guideline

International Public Sector Accounting Standards Board. (2010). International


Public Sector Accounting Standards (IPSAS) 17- Property, Plant and
Equipment. International Federation of Accounting. New York

Juliyanti, W., & K. Wibowo, Y. (2020). Accounting for heritage assets: Why and
how? (Literature study on cultural heritage in Indonesia). Jurnal
Akuntansi, Keuangan, Dan Manajemen, 2(1), 1–11.

Moleong, L. J. (2011). Metodologi Penelitian Kualitatif Edisi Revisi (Cetakan


ketiga puluh delapan). PT Remaja Rosdakarya.

Misnah. (2022). Pesona Kearifan Budaya Megalitik Masyarakat Etnik Kaili


Sebagai Sumber Belajar Sejarah. Banyumas : PT. Pena Persada

Narayani, A. D. 2019. STUDI FENOMENOLOGI ASET BERSEJARAH PADA


MONUMEN KAPAL SELAM SURABAYA. 22.

53
Nazir. (2011). Metode Penelitian. Bogor: Penerbit Ghalia Indonesia

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 71 tahun 2010 tentang Standar


Akuntansi Pemerintahan.

Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) Nomor. 07 tahun 2010.

Rumini, R., Sugiharto, B., & Kurniawan, A. (2019). THE MODERATING


EFFECT OF COMPETITIVE STRATEGIES ON INTELECTUAL
CAPITAL AND COMPANY VALUE IN BANKING COMPANIES.
ACCRUALS, 3(1), 92–105.

Ruslin, & Pratiwi, E. T. (2021). PERLAKUAN AKUNTANSI TERHADAP


ASET BERSEJARAH (Studi Fenomenologi pada Mesjid Agung Keraton
Buton). Jurnal Ilmiah Mahasiswa Fakultas Ekonomi UMButon, 3, 18.

Sholikah, M., & Achadiyah, B. N. (2017). PERLAKUAN AKUNTANSI UNTUK


ASET BERSEJARAH ”CANDI RIMBI” JOMBANG. Nominal,
Barometer Riset Akuntansi dan Manajemen, 6(2).

Smith, A. J., Flowers, P., & Larkin, M. (2009). Interpretative Phenomenological


Analysis: Theory, Method and Research.

Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif,


Kualitatif). Alfabeta.

Sunanto. (2017). Perlakuan Akuntansi Untuk Aset Bersejarah Di Kabupaten Musi


Banyuasin. Jurnal ACSY Politeknik Sekayu, 6.

Yin, R.K. (2014). Studi Kasus Desain & Metode. Jakarta : Rajawali Pers.

Zuldafrial. (2012). Penelitian Kualitatif. Jakarta : Yuma Pustaka.

54
55

Anda mungkin juga menyukai