Di susun oleh:
Wiwin Juliyanti
Wiwin Juliyanti
Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Sebelas Maret
wiwinjuliyanti22@gmail.com
ABSTRACT
This study aims to provide an overview related to research on heritage assets in Indonesia.
This study classifies and reviews articles based on research methods and results that focus
on accounting treatment in terms of: recognition, valuation, measurement, presentation,
and disclosure of assets in line with financial statements so that questions can be
formulated: Are they in accordance with Government Accounting Standards (SAP). This
research is a literature study that contains theories that are relevant to the research
problem. Research data collection was taken from primary data sources, namely
Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintah No 07 tahun 2010 Aset Tetap Bersejarah and
various scientific articles. The results showed that the treatment of several Cultural
Heritage in Indonesia had referred to the prevailing Standar Akuntansi Pemerintah but the
majority of Indonesian Cultural Heritage had not been presented in the report based on
accounting principles, meaning that the government's accountability requirement to the
parties concerned had not yet been fully achieved.
PENDAHULUAN
Indonesia merupakan negara kepulauan yang tidak hanya terkenal dengan
kekayaan alamnya yang melimpah, namun juga terkenal dengan perjalanan sejarahnya
yang panjang. Melalui proses riset manusia menemukan beraneka ragam peninggalan
nenek moyang. Peninggalan-peninggalan ini memiliki manfaat yang besar untuk ilmu
pengetahuan yang berwujud kesenian, adat istiadat, bahasa, situs, arsitektur dan
negeri ini.
yang dihadapi negara dalam menjaga segala bentuk peninggalan bersejarah yang ada.
keuangan negara di, dimana pemerintah pusat telah membuat komitmen yang kuat
dalam membangun prinsip good governance melalui pengelolaan keuangan yang lebih
pengelolaan kekayaan negara, baik dari segi pengaturan hukum, administrasi hingga segi
Nomor 24 Tahun 2005 sebagaimana yang telah diubah dengan Peraturan Pemerintah
paradigma baru dalam pengelolaan pelaporan keuangan negara yang lebih akuntabel
yang baik. Pelaporan keuangan yang merupakan produk akhir akuntansi dianggap
sektor publik, dimana sistem akuntansi menjadi esensi utama dalam pengelolaan
laporan keuangan sektor publik. Laporan keuangan sebagai alat akuntansi hadir
mengharuskan baik pemerintah pusat maupun daerah untuk mengakui semua aset,
kewajiban dan ekuitas yang memenuhi kriteria definisi dan kriteria pengakuan di
dalam neraca. Dengan kata lain, basis akrual untuk neraca berarti bahwa aset,
kewajiban dan ekuitas harus diakui dan dicatat pada saat terjadinya transaksi atau
pada saat kejadian dan kondisi lingkungan berpengaruh pada keuangan pemerintahan
tanpa memperhatikan saat kas maupun setara kas diterima atau dibayar.
Salah satu isu yang masih menjadi masalah utama dalam aset tetap adalah
adanya perdebatan terkait dengan penggolongan aset dan perlakuan khusus pada aset.
Perlakuan akuntansi untuk aset tetap pemerintah seperti tanah, peralatan, mesin dan
bangunan nampaknya tidak banyak perdebatan yang terjadi seputar dengan perlakuan
akuntansinya. Namun, untuk aset tetap dengan kriteria “tertentu” seperti aset
bersejarah, aset militer (Barton, 2000) dan aset biologis masih terdapat banyak
pelaporan keuangan (Christiaens, dkk., 2008). Hal ini sesuai dengan pendapat yang
diungkapkan oleh Hines (1998) bahwa akuntansi untuk aset dalam beberapa hal
Salah satu aset pemerintah yang mendapatkan perlakuan khusus adalah aset
bersejarah. Aset Bersejarah (heritage assets) merupakan aset yang penting bagi
kebudayaan dan sejarah bangsa serta sebagai identitas negara. Heritage Assets
didefinisikan sebagai sebuah aset dengan kualitas sejarah, seni, ilmiah, teknologi, atau
Sedangkan menurut PSAP 07 tahun 2010 aset bersejarah adalah aset yang
menyediakan kepentingan publik dari aspek budaya, lingkungan, dan sejarahnya yang
Pada tahun 2019, Kemendikbud mencatat ada sekitar 1.492 cagar budaya yang
bergerak maupun tidak yang telah terdaftar dan teridentifikasi. Cagar Budaya adalah
warisan budaya yang bersifat kebendaan berupa Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar
Budaya, Struktur Cagar Budaya, Situs Cagar Budaya, dan Kawasan Cagar Budaya di darat
dan atau di air yang perlu dilestarikan keberadaannya karena memiliki nilai penting bagi
sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan atau kebudayaan melalui proses
yang masih buruk baik dalam aspek fisik maupun aspek yuridis, pemanfaatan aset
bersejarah yang dimiliki kurang memberikan hasil yang maksimal, dan akuntansi
untuk aset bersejarah itu sendiri. Permasalahan akuntansi ini menyangkut pengakuan,
penilaian, dan pengungkapan dari aset bersejarah. Dalam hal pengakuan aset bersejarah
beberapa ahli masih memperdebatkan diakui sebagai aset ataukah sebagai kewajiban.
Penilaian terhadap aset bersejarah akan sulit dilakukan dan menemukan metode yang
Ketidakmungkinan menjual aset bersejarah di pasar terbuka dan tujuan sosial yang
ada di dalam aset bersejarah menjadikan akuntan sulit untuk mendapatkan penilaian
yang relevan atau menunjukkan nilai jasa yang potensial yang ada pada aset tersebut.
Dengan adanya permasalahan pengakuan dan penilaian aset bersejarah, maka secara
otomatis terdapat masalah pada pengungkapan aset tersebut. Menurut PSAP 71 No. 07
Indonesia?
Fokus Penelitian
Bersejarah di Indonesia (heritage assets) jika dilihat dari aspek pengakuan, penilaian,
sebagai aset tetap yang dimiliki atau dikuasai oleh pemerintah yang karena umur dan
kondisi aset tetap tersebut harus dilindungi oleh peraturan yang berlaku dari segala macam
Dalam penelitian ini, teknik interpretasi data yang digunakan peneliti adalah
content analysis dan matching concept. Data-data yang ada dipahami dan dinilai hubungan
kesesuaiannya dengan aturan yang berlaku untuk mendukung kesimpulan yang akan
dibuat.
KAJIAN TEORI
Akuntansi
tatanan (taksonomi) pengetahuan juga akan menentukan pengertian dan lingkup teori
akuntansi. Lagi pula kejelasan status akuntansi mempunyai implikasi terhadap arah
pada ukuran yang disepakati umum yaitu standar akuntansi pemerintahan. Standar
(disclosure).
Stakeholder Theory
di tahun 1963, dan kemudian secara teoritis dikembangkan oleh Freeman di tahun 1984
mempengaruhi dan dipengaruhi oleh proses pencapaian tujuan suatu organisasi. Para
relevan termasuk informasi yang ada terkait aset bersejarah. Disamping itu,
pengguna utama dari pelaporan keuangan pemerintah bukanlah investor yang tertarik
untuk menerima pendapatan, melainkan wajib pajak yang tertarik untuk menilai
apakah pemerintahan publik telah mengelola sumber daya publiknya secara efisien dan
efektif (Aversano dan Ferrone, 2012). Selain itu, penyediaan informasi aset bersejarah
atau instrumen dengan bantuan seorang analis yang dapat mengukur atribut yang
dimiliki oleh suatu objek, fenomena maupun sistem yang diteliti. Suwardjono (2016)
(jumlah rupiah) yang akan dilekatkan pada suatu objek (elemen atau pos) yang terlibat
dalam suatu transaksi, kejadian atau keadaaan untuk merepresentasi makna atribut
(atribute) objek tersebut. Atribut merupakan sesuatu yang melekat pada suatu objek
yang menggambarkan sifat atau ciri yang dikandung oleh objek tersebut. Istilah
diperkenalkan oleh Torgerson (1958). Pengukuran Fiat (fiat berarti dekrit) merupakan
hal khas dalam ilmu-ilmu sosial dan dalam akuntansi untuk menggunakan definisi
yang diamati ke suatu konsep tertentu (Godfrey dkk, 2010). Pengukuran fiat tidak
mendasarkan pengukurannya pada teori yang telah ada sehingga dapat digunakan
sebagai acuan untuk melakukan berbagai cara dimana skala dapat dibuat. Torgerson
(1958) juga menambahkan bahwa dalam akuntansi misalnya, berbagai dewan standar
akuntansi menentukan skala akuntansi dengan fiat, bukan dengan mengacu pada teori
mengukur suatu aset maka kita dapat mengetahui nilai dari objek tersebut. Dalam
memudahkan untuk melakukan suatu pengukuran sehingga memperoleh suatu hasil yang
akurat dan dapat diandalkan kita dapat memilih tipe pengukuran yang sesuai dengan
karakteristik objek yang diukur. Namun, perlu ditegaskan bahwa hal tersebut seharusnya
tidak dilakukan begitu saja semata-mata untuk menaikkan nilai aset atas dasar harapan
dan ramalan. Jadi, harus ada alasan yang kuat atau suatu kondisi khusus untuk dapat
Untuk aset tetap sendiri merupakan sumber daya yang memiliki empat
karakteristik yaitu: (1) berujud atau memiliki ujud (bentuk atau ukuran tertentu); (2)
digunakan dalam operasi perusahaan; (3) mempunyai masa manfaat jangka panjang; dan
(4) tidak dimaksudkan untuk diperjualbelikan. Aset semacam ini biasanya memiliki masa
pemakaian yang lama dan diharapkan dapat memberi manfaat pada perusahaan selama
BMN memiliki jenis yang beragam, baik dalam hal bentuk, tujuan
Standar Akuntansi Pemerintahan membagi BMN menjadi aset lancar, aset tetap, aset tak
Plans, and Equipment menyatakan bahwa, “ beberapa aset dinyatakan sebagai aset
Tahun 2010, aset bersejarah adalah aset yang menyediakan kepentingan publik dari
keberadaannya dalam jangka waktu yang tidak terbatas. Dalam aset bersejarah antara
Menurut PSAP 71 No. 07 tahun 2010 paragraf 69, aset bersejarah (heritage assets)
harus disajikan dalam bentuk unit, misalnya jumlah unit koleksi yang dimiliki atau
jumlah unit monumen, dalam Catatan atas Laporan Keuangan tanpa nilai, kecuali untuk
beberapa aset bersejarah yang memberikan potensi manfaat lainnya kepada pemerintah
selain nilai sejarahnya. Aset tersebut akan diterapkan prinsip-prinsip yang sama seperti
aset tetap lainnya dan aset tersebut dapat disajikan dalam neraca.
Cagar Budaya itu sendiri bertujuan untuk melestarikan warisan budaya bangsa dan
warisan umat manusia, mengingatkan harkat dan martabat bangsa melalui Cagar
dan Pemerintahan Daerah mempunyai tugas sesuai dengan tingkatannya, antara lain :
tanggung jawab akan hak dan kewajiban masyarakat dalam pengelolaan Cagar
Budaya;
Budaya;
bangunan, struktur, situs, dan kawasan yang telah dinyatakan sebagai Cagar
budaya; dan
beberapa aset tetap dijelaskan sebagai aset bersejarah dikarenakan kepentingan budaya,
lingkungan, dan sejarah. Contoh aset bersejarah meliputi: bangunan bersejarah,
karya seni. Aset bersejarah mempunyai beberapa aspek yang membedakannya dengan
a. Nilai budaya, lingkungan, pendidikan dan sejarah yang terkandung di dalam aset
sejarah. Terdapat larangan dan pembatasan yang sah menurut undang- undang
c. Keberadaan aset tidak tergantikan dan nilai aset memungkinkan untuk bertambah
d. Terdapat kesulitan untuk mengestimasikan masa manfaat aset karena masa manfaat
yang tidak terbatas, dan pada beberapa kasus bahkan tidak bisa didefinisikan;
tentang Keuangan Negara, SAP ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Setiap entitas
pelaporan pemerintah pusat dan pemerintah daerah wajib menerapkan SAP. Selain itu,
(heritage assets) di neraca namun aset tersebut harus diungkapkan dalam Catatan atas
Laporan Keuangan.
dan penyajian informasi keuangan dalam laporan keuangan suatu entitas. Perlakuan aset
bersejarah sesuai dengan ketetuan yang berlaku yaitu Pernyataan Standar Akuntasi
Aset diakui pada saat potensi manfaat ekonomi masa depan diperoleh oleh
pemerintah dan mempunyai nilai atau beban yang dapat diukur dengan handal.
Pengakuan atas aset didasarkan pada keterpenuhan definisi aset, kemanfaatan ekonomi
yang mengalir ke entitas serta memiliki nilai dan biaya yang dapat diukur dengan
andal. Meskipun aset bersejarah merupakan aset yang tergolng ke dalam aset tetap,
namun pada pernyataannya beberapa aset bersejarah tidak dapat diukur dengan handal.
Aset tetap pada prinsipnya dinilai dengan menggunakan biaya perolehan, apabila
biaya perolehan suatu aset adalah tanpa nilai atau tidak dapat diidentifkasi maka nilai aset
tetap didasarkan pada nilai wajar pada saat perolehan. Namun pada keyataannya, beberapa
aset bersejarah sulit untuk dinilai, disamping merupakan aset yang secara khusus
lebih dikaitkan dengan nilai sejarahnya, aset juga umunya diperoleh dengan berbagai
macam cara, baik dengan cara donasi, hibah, rampasan, sitaan dan pembangunan yan
Namun, khusus pada aset bersejarah yang memberikan potensi manfaat lainnya
digunakan untuk ruang perkantoran, untuk kasus tersebut aset akan diterapkan
prinsip penilaian yang sama seperti aset tetap pada umumnya. Penggunaan fair value
dalam menilai aset bersejarah merupakan metode yang paling umum digunakan. Menurut
berdasarkan biaya perolehan atau harga pertukaran. Apabila terjadi perubahan harga
secara signifikan, pemerintah dapat melakukan revaluasi atas aset yang dimilki agar nilai
aset tetap pemerintah yang ada sat ini mencerminkan nilai wajar sekarang.
Kriteria dari suatu benda diakui sebagai pengakuan aset karena benda tersebut
dapat diukur nilainya. Pengukuran merupakan proses penetapan jumlah rupiah pada saat
perolehan dan diakui serta dimasukkan dalam laporan keuangan baik di neraca atau laba
rugi. Menurut PSAP 07 Tahun 2010 menyatakan bahwa aset tetap dinilai dengan biaya
perolehan, apabila penilaian aset tetap dengan biaya perolehan tidak memungkinkan
maka nilai aset tetap didasarkan pada nilai wajar. Apabila pengukuran aset bersejarah
memiliki karakteristik yang sama maka aset tersebut diperlukan sama dengan aset tetap.
Pengukuran aset bersejarah dapat menggunakan metode tertentu misalnya hostorical cost
aset berejarah harus disajikan dalam bentuk unit, misalnya jumlah unit koleksi yang
dimiliki atau jumlah unit monumen, dalam Catatan atas Laporan Keuangan.
terdapat beberapa prinsip akuntansi dan pelaporan keuangan, salah satunya adalah
disajikan pada lembar muka (on the face) laporan keuangan atau Catatan atas Laporan
Keuangan.
atas Laporan Keuangan (CaLK) saja tanpa nilai, kecuali untuk beberapa aset
bersejarah yang memberikan potensi manfaat lainnya kepada pemerintah selain nilai
sejarahnya, misalnya gedung untuk ruang perkantoran, aset tersebut aset tersebut
akan diterapkan prinsip-prinsip yang sama seperti aset tetap lainnya. Jadi, aset
bersejarah dapat diungkapkan dengan dua (2) cara yaitu pertama, dimasukkan dalam
CaLK hanya ditulis sejumlah unit dan keterangan tentaang aset tersebut. Dan yang
kedua, dimasukkan dalam neraca hanya yang memberikan potensi manfaat kepada
menurut para ahli mengenai pengertian aset bersejaarah dan bagaimana praktik akuntansin
Berdasarkan tabel tersebut sebagian besar para ahli yang berpendapat bahwa asset
bersejarah sejatinya tergolong sebagai aset bukan sebagai liabilitas. Dari berbagai data
diatas, peneliti dapat menyimpulkan bahwa aset bersejarah adalah aset tetap dengan umur
yang tidak dapat ditentukan, yang dilindungi atau dikuasai oleh pemerintah, yang
kelestariannya.
2 Sholikah, Mar’atus dan BPCB Jawa Timur tidak melakukan pengungkapan atas
Bety Nur Achadiyah. aset bersejarah atau Candi Rimbi yang dimilikinya.
2017. Perlakuan Kesulitan yang dialami oleh BPCB dalam melakukan
Akuntansi untuk Aset pengakuan, pengukuran, dan penyajian akan berdampak
Bersejarah ”Candi Rimbi” pada kesulitan dalam melakukan pengungkapan atas aset
Jombang. Jurnal Ilmiah bersejarah Candi Rimbi dalam laporan keuangan yang
Nominal, Volume VI No mereka susun.
2 tahun 2017
3 Daryanti, Ampe. Analisis Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa laporan
Perlakuan Akuntansi keuangan yang disusun oleh Balai Pelestarian Cagar
Pada Aset Bersejarah Budaya Sulawesi Selatan belum sepenuhnya menerapkan
(Studi pada Pengelolaan PP 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi
Fort Rotterdam Pemerintahan.
Makassar), (Skripsi__ Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Sulawesi
UIN Alauddin Makassar, Selatan mengakui Fort Rotterdam sebagai Cagar
2018 Budaya, dan mencatat aset bersejarah Fort Rotterdam
sebagai Inventaris (aset tetap) dikarenakan Fort
Rotterdam merupakan BMN dengan kepemilikan
pemerintah pusat yang oleh BPCB Sulsel diberikan
kuasa untuk digunakan sebagai kantor BPCB Sulsel
sehingga BPCB Sulsel hanya dapat menatausahakan aset
bersejarah tersebut.
5 Masitta, Retha Maya. Tidak ada definisi yang tepat untuk aset bersejarah.
Problematika Akuntansi Para informan cenderung menghubungkannya dengan
Heritage Assets: Cultural Conservation. Selain itu, pihak terkait masih
Pengakuan, Penilaian, dan menemukan beberapa kesulitan dalam melakukan
Pengungkapan dalam penilaian ekonomi yang sama untuk semua jenis aset
Laporan Keuangan bersejarah.
(Studi Kasus pada Adapun, praktik akuntansi aset bersejarah oleh pengelola
Pengelolaan Museum Museum Ronggowarsito Jawa Tengah telah sesuai
Jawa Tengah dengan standar akuntansi dimana aset diungkapkan
Ronggowarsito), dalam CaLK dengan tanpa nilai.
(Skripsi__ Universitas
Dipenogoro, 2015)
6 Hassan, L. N., N. Saad, H. Studi menemukan museum luar negeri juga menghadapi
N. Ahmad, M. S. M. masalah dalam menyampaikan praktik akuntansi yang
Salleh and M. S. Ismail. tepat bagi aset bersejarah. Dalam kasus yang dihadapi
2016. The Accounting museum di Malaysia, masalah akuntansi pada aset
Practices of Heritage bersejarah dapat diatasi melalui adanya ketentuan hukum
Assets. International tertentu, benchmarking dan standar prosedur operasi
Journal of Economics dalam membantu museum dalam meningkatkan praktik
and Financial Issues pelaporan bagi aset bersejarah agar setara dengan
(IJEFI). 6(S6): 80-83 pelaporan aset bersejarah di museum terkemuka di luar
negeri.
bahwa masih terdapat kesulitan untuk mengidentifikasi nilai buku berdasarkan harga pasar
yang sepenuhnya mencerminkan nilai seni, budaya, lingkungan, pendidikan atau sejarah.
Terdapat beberapa karakteristik yang membuat para ahli dan peneliti mengalami kesulitan
dalam menentukan akuntansi yang tepat bagi aset bersejarah. Aset bersejarah tidak bisa
sepenuhnya diperlakukan sama dengan aset tetap lainnya, padahal aset bersejarah masuk
dalam jajaran aset tetap. Oleh karena itu, dibutuhkan metode penilaian yang tepat untuk
Jika dikaji dari segi pengungkapan, maka terdapat dua alternatif yang dapat
digunakan dalam pengungkapan aset bersejarah. Pertama, aset tersebut dimasukkan dalam
CaLK saja. Kedua, aset bersejarah dimasukkan ke dalam neraca, yang masuk dalam
kategori ini adalah aset bersejarah yang memberikan potensi manfaat kepada pemerintah
selain nilai sejarahnya. Dalam neraca,aset bersejarah dinilai seperti layaknya aset tetap
lain.
Hasil kajian penelitian ini menunjukkan bahwa di Indonesia penelitian terkait
akuntansi untuk aset bersejarah masih jarang dilakukan, hal ini terjadi karena akibat dari
keterbatasan sumber daya informasi dan anggapan “tabu” mencampurkan sejarah dengan
perihal ekonomi bagi sebagian ahli sejarah dan arkeologi di Indonesia. Hasil kajian teori
penelitian diatas juga menyimpulkan bahwa pada tahap pengakuan aset bersejarah
assets dengan operational heritage asset, yaitu diakui sebagai aset tetap dalam laporan
keuangan.
Kesimpulan
Secara keseluruhan dapat ditarik kesimpulan bahwa sebagian besar heritage assets
yang berbentuk cagar budaya sudah sesuai dengan definisi dan karakteristik aset
bersejarah yang ada pada PSAP No.7 Tahun 2010 dan juga IPSAS No. 17, namun
pemerintah.
Keterbatasan
Pemerintah (SAP) dan sumber sekunder beberapa artikel ilmiah dimana tidak semua
artikel tersebut terpublish dalam jurnal yang bereputasi. Beberapa kajian masih
penyajian dan pengungkapan hingga penghapusan atas aset bersejarah baik berupa
barang-barang museum, tugu, naskah kuno maupun peninggalan bersejarah lainnya dengan
metode wawancara, dokumentasi, dan observasi agar data yang diperoleh lebih akurat.
DAFTAR PUSTAKA
Agustini, Aisa Tri dan H. S. Putra. 2011. Aset Bersejarah dalam Pelaporan
Keuangan Entitas Pemerintah. Jeam. 10(1): 1-29.
Amirudin, Abas. 2009. Potensi Museum Mpu Tantular Sebagai Daya Tarik Wisata
Jawa Timur, (Tugas Akhir __ Universitas Sebelas Maret Surakarta, 2009)
Anggraini, F. G. dan A. Chariri. 2014. Perlakuan Akuntansi untuk Aset Bersejarah (Studi
Fenomenologi pada Pengelolaan Candi Borobudur). Diponogoro Journal Of
Accounting. 2(2): 1-13
Arlinda, Rebecca P.I. Analisis Perlakuan Akuntansi Heritage assets dan Potensi
Peningkatan Pendapatan Asli Daerah Atas Pemanfaatan Aset Bersejarah
Sebagai Obyek Wisata (Studi Kasus pada Pengelolaan Situs Manusia Purba
Sangiran), (Skripsi __ Universitas Sebelas Maret Surakarta, 2017).
Aversano, Natalia and Caterina Ferrone. 2012. The Accounting Problem of Heritage
Assets. Advanced Research In Scientific Areas.574-578
Aversano, Natalia and Christiaens, Johan. 2012. Govermental Financial Reporting of
Heritage Assets from a User Needs Perspective. Financial Accountability &
Management Accounting
Barton, Allan D. 2000. Accounting for Public Heritage Facilities Assets or Liability of
The Government?. Accounting Auditing And Accountibility Journal. 13(2):
219-235.
Basnan, N., Mohd F. Md. Salleh, A. Ahmad, A. M. Harun and I. Upawi. 2015.
Challenges in Accounting for Heritage Assets and The Way Forward:
Towards Implementing Accrual Accounting in Malaysia. Malaysian Journal
Of Society And Space. 11(11): 63-73.
Bastian, Indra dan Gatot Soepriyanto, Sistem Akuntansi Sektor Publik: Konsep Untuk
Pemerintahan Daerah, jil.2, (Jakarta: Salemba Empat, 2003)
Christiaens, J., J. Rommel, A. Barton and P. Everaet. 2008. Should All Capital
Goods of Governments be Recognised as Assets in Financial Accounting?
Working Paper.1-16.
Daryanti, Ampe. Analisis Perlakuan Akuntansi Pada Aset Bersejarah (Studi pada
Pengelolaan Fort Rotterdam Makassar), (Skripsi__ UIN Alauddin Makassar,
2018)
Financial Reporting Statements (FRS) 30. 2009. Heritage Assets. Accounting
Standards United Kingdom.
Freeman, R. E. 2010. Strategic Manajemen: a Stakeholder Approach. Cambridge
University Press.
Generally Recognised Accounting Practice (GRAP) 103. 2014. Heritage
Assets.Accounting Guideline
Godfrey, J., A. Hodgson, S. Holms , dan A. Tarca. 2010. Accounting Theory. John Wiley
& Sons: Australia
Haditswara, Firsta. Analisis Perlakuan Akuntansi Aset bersejarah Sesuai PSAP 07
Tahun 2010 Pada Pengelolaan Informasi Majapahit, (Skripsi__ UIN Maulana
Malik Ibrahim Malang, 2017)
Hanis, M. H., Trigunarsyah, B., dan Susilawati, C. 2011. The Application of Public Asset
Management in Indonesian Local Government: A case study in South Sulawesi
Province. Journal of Corporate Real Estate. 13(1): 36-47.
Haryono Jusup, Dasar-Dasar Akuntansi, (STIE YKPN: t.t)
Hassan, L. N., N. Saad, H. N. Ahmad, M. S. M. Salleh and M. S. Ismail. 2016. The
Accounting Practices of Heritage Assets. International Journal of
Economics and Financial Issues (IJEFI). 6(S6): 80-83.
Hines , R. D. 1988. Financial Accounting: In Communicating Reality, We Construct
Reality. Accounting, Organizations and Society. 13(3): 251-261.
Hooper, K., Kearins, K. dan R. Green. 2005. Knowing “The Price of Everything and The
Value of Nothing”: Accounting for Herritage Assets. Accounting, Auditing
and Accountability Journal. 18(3): 410-433.
International Public Sector Accounting Standarda (IPSAS) 17: Property, Plant, and
Equipment. 2001. December
Jusup, Haryono. Dasar-Dasar Akuntansi, (STIE YKPN: t.t), hlm. 133
Masitta, Retha Maya. Problematika Akuntansi Heritage Assets: Pengakuan, Penilaian, dan
Pengungkapan dalam Laporan Keuangan (Studi Kasus pada Pengelolaan
Museum Jawa Tengah Ronggowarsito), (Skripsi__ Universitas Dipenogoro,
2015)
Maulida, Devi. 2019. Perlakuan Akuntansi untuk Aset Bersejarah pada Museum Mpu
Tantular Kab Sidoharjo (Skripsi__UIN Sunan Ampel Surabaya.2009)
Pedoman Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) No. 07 Tahun 2010. Akuntansi Aset
Tetap. Lampiran II.
Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 19 Tahun 2016 tentang Pengelolaan Barang
Milik Negara/Daerah.
Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 Tentang Pernyataan Standar Akuntansi
Pemerintah
Perlakuan Akuntansi atas Aset Bersejarah (Studi Kasus pada Pengelolaan Museum Timah
Indonesia Pangkalpinang)
Riska. 2017. Analisis Penerapan Akuntansi Accrual Heritage Asset dalamPengungkapan
Laporan Keuangan Balai Pelestarian Cagar Budaya Yogyakarta. Skripsi. FEBI
IAIN Surakarta.
Safitri, Mia Rizky dan Mirna Indriani. 2017. Praktik Akuntansi untuk Aset
Bersejarah (Studi Fenomenologi pada Museum Aceh). Jurnal Ilmiah
Mahasiswa Ekonomi Akuntansi (Jimeka). 2(2): 1-9
Sholikah, Mar’atus dan Bety Nur Achadiyah. 2017. Perlakuan Akuntansi untuk Aset
Bersejarah ”Candi Rimbi” Jombang. Jurnal Ilmiah Nominal, Volume VI No 2
tahun 2017.
Standar Akuntansi Keuangan Per Efektif 1 Januari 2015. 2014. Cetakan Pertama.
Ikatan Akuntan Indonesia.
Suwardjono. 2016. Teori Akuntansi: Perekayasaaan Pelaporan Keuangan. BPFE:
Yogyakarta. Edisi Ketiga, Cetakan Kesembilan.
Torgerson, W. S. 1958. Theory and Methods of Scaling. New Yor. John Wiley and Sons.
Undang-undang No.11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya
Wulandari, Desy. 2016. Penerapan Akuntansi untuk Aset Bersejarah : Pengakuan,
Penilaian, dan Pengungkapannya dalam Laporan Keuangan Pemerintah
Daerah. (Studi Kasus pada Museum Anjuk Ladang Nganjuk Kabupaten).
Skripsi. Surabaya: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga.