Anda di halaman 1dari 3

Ikhtisar Filsafat Ilmu

Sarana Berpikir Ilmiah

Manusia sering diebut dengan Homo Faber yaitu makhluk yang membuat alat dan kemampuan
membuat alat untuk pengetahuan serta berkembangnya pengetahuan itu memerlukan alat-alat. Sarana
limiah merupakan alat yang membantu kegiatan ilmiah dalam berbagai langkah yang ditempuh. Tujuan
mempelajari sarana ilmiah adalah untuk memungkinkan melakukan penelitian ilmiah secara baik dan
mempelajari ilmu untuk memecahkan masalah dalam kehidupan.. Untuk dapat melakukan kegiatan
berpikir ilmiah dengan baik maka diperlukan sarana yang berupa bahasa, logika, matematik dan statistika.

A. Bahasa
Menurut Ernst Cassirer, manusia disebut sebagai Animal symbolicum atau makhluk yang
mempergunakan simbol yang secara generik mempunyai cakupan yang lebih luas daripada Homo
Sapiens. Manusia dapat berpikir dengan baik karena dia mempunyai bahasa. Bahasa
memungkinkan manusia berpikir secara abstrak dimana obtek-obyek yang faktual di
transformasikan menjadi simbol-simbol bahasa yang bersifat abstrak. Adanya simbol bahasa
abstrak ini memungkinkan manusia untuk memikirkan sesuatu secara berlanjut. Aspek bahasa
yakni informatif dan emotif. Lalu apa sebenarnya bahasa ? Bahasa dapat di cirikan sebagai
serangkaian bunyi untuk alat berkomunikasi. Kedua bahasa merupakan lambang dimana
rangakaian bunyi ini membentuk suatu arti tertentu. Contoh pada kata burung atau gunung.
Manusia mengumpulkan lambang-lambang ini dan menyusun apa yang dikenal sebagai
perbendaharaan kata-kata. Perbendaharaan kata ini hakikatnya merupakan akumulasi pengalaman
dan pemikiran mereka. Adanya lambang-lambang ini memungkinkan manusia dapat berpikir dan
belajar dengan lebih baik. Dengan bahasa juga manusia dapat berpikir secara teratur saja namun
juga dapat mengkomunikasikan apa yang sedang dia pikirkan kepada orang lain. Dengan adanya
bahasa maka manusia hidup dalam dunia pengalaman nyata dan dunia simbolik yang dinyatakan
dengan bahasa.
Menurut Sigmund Freud, kebudayaan membentuk manusia dengan menekan dorongan-dorongan
alami mereka, mensublimasikannya menjadi sesuatu yang berbudaya yang kemudian merupakan
dasar bagi pembentukan kebudayaan. Seni juga merupakan kegiatan estetik yang banyak
menggunakan aspek emotif bahasa baik dari seni suara maupun seni sastra. Komunikasi ilmiah
mensyaratkan bentuk komunikasi yang sangat lain dengan komunikasi estetik. Komunikasi
ilmiah bertujuan untuk menyampaikan informasi yang berupa pengetahuan. Komunikasi ilmiah
harus bersifat reproduktif yang berarti bila si pengirim komunikasi menyampaikan suatu infirmasi
yang katakanlah berupa x, maka si penerima komunikasi harus menerima informasi yang berupa
x pula. Kekurangan bahasa hakikatnya terletak pada peranan bahasa itu sendiri yang bersifat
multifungsi yakni sebagai sarana komunikasi emotif, afektif dan simbolik. Kekurangan
berikutnya terletak pada arti yang tidak jelas dan eksak yang dikandung oleh kata-kata yang
membangun bahasa. Disamping itu bahasa mempunyai beberapa kata yang memberikan arti yang
sama. Masalah bahasa ini menjadi bahan pemikiran yang sungguh-sungguh dari para ahli filsafat
modern. Menurut Wittgenstein hal ini disebabkan “Kebanyakan pernyataan dan pertanyaan ahli
filsafat yang timbul dari kegagalan mereka untuk menguasai logika”.

B. Matematika
Matematika adalah bahasa yang melambangkan serangkaian makna dari pernyataan yang ingin
kita sampaikan. Lambang tersebut bersifat “Artifisial” yang baru mempunyai arti setelah sebuah
makna diberikan padanya. Yang paling sukar untuk menjelaskan kepada seseorang yang baru
belajar matematika menurut Alfred North ialah bahwa x itu sama sekali tidak berarti. Untuk
mengatasi kekurangan yang terdapat pada bahasa maka kita berpaling kepada matematika. Hal ini
dapat dikatakan bahwa matematika adalah bahasa yang berusaha untuk menghilangkan sifat
kubur, majemuk dan emosional dari bahasa verbal. Lambang yang bersifat artifisial dan
individual merupakan perjanjian yang berlaku khusus untuk masalah yang sedang di kaji.
Matematika mempunyai kelebihan dibandingkan dengan bahasa verbal yaitu bahasa numerik
yang memungkinkan untuk melakukan pengukuran secara kuantitatif. Dengan bahasa verbal bila
ingin membandingkan dua obyek yang berlainan umpamanya gajah dan semut maka kita hanya
bisa mengatakan gajah lebih besar dari semut. Bahasa verbal hanya mampu mengemukakan
pernyataan yang bersifat kualitatif. Sifat kuantitatif dari matematika ini meningkatkan daya
prediktif dan kontrol dari ilmu. Ilmu memberikan jawaban yang lebih bersifat eksak yang
memungkinkan pemecahan masalah secara lebih tepat dan cermat.
Matematika pada garis besarnya merupakan pengetahuan yang disusun secara konsisten
berdasarkan logika deduktif. Bertrand Russel dan Whitehead dalam karyanya yang berjudul
Principia Mathematika mencoba membuktikan bahwa dalil-dalil matematika pada dasarnya
adalah pernyataan logika, meskipun tidak seluruhnya berhasil. Pierre de Fermat (1601-1665)
mewariskan teorema yang terakhir dalam teka-teki (enigma) yang menantang pemikir-pemikir
matematik yang paling ulung dan tak terpecahkan. Memang tidak semua ahli filsafat setuju
dengan pernyataan bahwa matematika adalah pengetahuan yang bersifat deduktif. Immanuel Kant
umpamanya berpendapat bahwa matematika merupakan pengetahuan sintetik a priori dimana
eksistensi matematika tergantung kepada dunia pengalaman kita. Memang, menurut akal sehat
sehari-hari kebenaran matematika tidak ditentukan oleh pembuktian secara empiris, melainkan
secara proses deduktif. Matematika mendapatkan momentum baru dalam peradaban Yunani yang
sangat memperhatikan aspek estetik dari Matematika. Dapat dikatakan peradaban Yunani inilah
yang meletakkan dasar matematika sebagai cara berpikir rasional dengan menetapkan berbagai
langkah dan definisi tertentu. Menurut Immanuel Kant terdapat 2 pendapat tentang matematika
yaitu bersifat sinetik apriori dimana eksistensi matematika tergantung dari pancaindera. Serta
pendapat dari aliran yang disebut logistik yang berpendapat bahwa matematika merupakan cara
berpikir logis yang salah atau benarnya dapat ditentukan tanpa mempelajari dunia empiris.

C. Statistika
Peluang yang merupakan dasar dari teori statistika, merupakan konsep baru yang tidak dikenal
dalam pemikiran Yunani kuno, Romawi dan Eropa dalam abad pertengahan. Konsep statistika
sering dikaitkan dengan distribusi variabel yang ditelaah dalam suatu populasi tertentu. Abraham
Demoivre mengembangkan teori galat atau kekeliruan dan Thomas Simpson meyimpulkan bahwa
terdapat suatu distribusi yang berlanjut dari suatu variabel dalam satu frekeuensi yang cukup
banyak. Penarikan kesimpulan secara induktif menghadapakan kepada sebuah permasalahan
mengenai banyaknya kasus yang harus diamati sampai kepada suatu kesimpulan yang bersifat
umum. Statistika mampu memberikan secara kuantitatif tingkat ketelitian dari kesimpulan yang
ditarik tersebut, yang pada pokoknya didasarkan pada asas yang sangat sederhana. Selain itu
statistika juga memberikan kemampuan untuk mengetahui apakah suatu hubungan kausalita
antara 2 faktor atau lebih bersifat kebetulan atau benar-benar terkait dalam suatu hubungan yang
bersifat empiris.

Anda mungkin juga menyukai