Pendahuluan
Filsafat bahasa hadir dalam dunia filsafat merupakan pendatang baru. Filsafat
bahasa baru berkembang sekitar abad XX setelah munculnya linguistik modern yang
dipelopori oleh tokoh strukturalis yaitu Mongin Ferdinand de Saussure (1857-1913).
Sebenarnya perhatian para filsuf terhadap bahasa telah berlangsung lama, yakni sejak
zaman prasocrates, yaitu ketika Herakleitos membahas tentang hakikat segala sesuatu
termasuk alam semesta. Namun, dalam perjalanan sejarah aksentuasi (titik tekan)
perhatian filsuf berbeda-beda dan sangat bergantung pada perhatian dan permasalahan
filsafat yang dikembangkannya.
Filsafat bahasa merupakan salah satu cabang filsafat yang mengandalkan analisis
penggunaan bahasa karena banyak masalah-masalah dan konsep-konsep filsafat yang
hanya dapat dijelaskan melalui analisis bahasa karena bahasa merupakan sarana yang vital
dalam filsafat.
Filsafat bahasa merupakan studi filsafati berdasarkan nilai apriori atau aposteriori
dari bahasa dan bagaimana bahasa itu dijadikan sebagai alat komunikasi. Filsafat bahasa
sebagai studi analisis filsafati, pemaknaan bersifat objektif dan subjektif. Bersifat objektif,
apabila makna yang diungkap merupakan makna yang dikandung secara leksikal/denotasi
dalam sebuah wacana lisan atau tulisan. Bersifat subjektif, apabila makna yang diungkap
ada dalam mata si pembaca dan merupakan makna kontekstual, yaitu apa yang ada di balik
makna kata tersebut/konteks.
B. Pengertian Filsafat
1. Secara Etimologi
Secara etimologi, istilah filsafat merupakan derivasi dari kata falsafah (bahasa
Arab) yang diadopsi dari bahasa Yunani, yaitu dari kata Philoshopia yang terbentuk
dari dua kata; philien/philo yang berarti cinta dan shopia yang berarti kebijaksanaan;
pengetahuan. Secara etimologi filsafat berarti cinta kebijaksanaan dan orangnya disebut
filosof. Orang yang pertama kali memakai kata filsafat adalah Phytaghoras, filosof
Yunani (582-496 SM).
Secara etimologis filsafat berarti :
1.
2.
2. Secara Terminolagi
Pengertian Filsafat dari beberapa ahli adalah sebagai berikut.
a. Kamus Besar Bahasa Indonesia (1997:227)
1).
Teori atau analisis logis tentang prinsip-prinsip yang mendasari pengaturan, pemikiran,
pengetahuan, dan sifat alam semesta
2).
3).
4).
Suatu cara berpikir yang radikal, menyeluruh, dan mengupas sesuatu sedalam-dalamnya
Akal budi adalah mencakup keseluruhan kemampuan yang spesifik manusiawi, yakni
daya cipta, karsa, dan rasa. Filsafat mengkaji hakikat segala yang ada di dunia ini, baik
dari manusia maupun sendiri maupun benda di sekitarnya.
Filsafat adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki dan memikirkan segala sesuatunya
secara mendalam, sungguh-sungguh, dan radikal sehingga mencapai hakikat segala situasi
tersebut.
C. Apakah Berfilsafat itu?
Berfilsafat berarti:
1. ingin mengetahui apa yang telah kita tahu dan apa yang kita belum tahu;
2. berendah hati bahwa tidak semua pengetahuan kita ketahui dalam kesemestaan yang tak
terbatas ini;
3.
mengoreksi diri, berani berterus-terang seberapa jauh kebenaran yan dicari telah kita
jangkau.
D. Cabang-cabang Filsafat:
1. Logika
7. Pendidikan
2. Etika
8. Hukum
3. Estetika
9. Sejarah
4. Metafisika
10. Matematika
5. Politik
11. Bahasa
6. Agama
12. Ilmu
E. Pengertian Bahasa
1. Aristoteles
Bahasa adalah alat untuk mengungkapkan pikiran dan perasaan manusia. Dengan
kata lain, pikiran mempengaruhi bahasa karena pikiranlah maka bahasa itu ada.
2. Edward Sapir dan Benyamin L. Whorf (hipotesis Sapir-Whorf)
Bahasa ibu (native language) yang kita kuasai sejak kecil bertindak sebagai kisikisi dalam benak kita yang menghalangi pandangan kita dalam melihat dunia luar ketika
kita menggunakan bahasa.
3. Leonard Bloomfield (pakar linguisik struktural)
Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang bersifat sewenang-wenang yang dipakai
oleh anggota masyarakat untuk bekerja sama dan berinteraksi.
4. Wilhelm von Humboldt (pakar bahasa dari Jerman pada abad ke-19)
Bahasa merupakan suatu sintesis (gabungan) bunyi sebagai bentuk luarnya dan
pikiran sebagai bentuk dalamnya.
yang
digambarkan
dengan
rumus-rumus
yakni
NP+VP (frase
nomina+frase verba).
d. Surface structure (struktur permukaan/lahir)
Struktur yang diwujudkan ujaran.
6. Kridalaksana (1993:21) dan Depdikbud (1997:77)
Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer, yang dipergunakan oleh para
anggota suatu masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasikan diri.
Dari batasan bahasa di atas ada lima butir yang penting, yaitu bahwa bahasa itu:
1). manusiawi (human)
2). dipelajari (non-instinctive)
3). sistem (system)
4). arbitrer (voluntarily produced)
5). simbol/lambang (symbols)
1). Manusiawi
Hanya manusia yang memiliki sistem simbol untuk berkomunikasi. Makhluk lain,
seperti binatang memang berkomunikasi dan mempunyai bunyi, tetapi sistem itu bukanlah
kata-kata. Perkembangan bahasa inilah yang membedakan manusia dengan makhluk
lainnya karena manusia diberi kelebihan dalam berpikir.
2). Dipelajari
Manusia ketika dilahirkan tidak langsung mampu berbicara. Anak harus belajar
berbahasa melalui lingkungannya, seperti orang tua.
3). Sistem
Bahasa memiliki seperangkat aturan. Perangkat inilah yang menentukan struktur
(grammar) apa yang diucapkannya.
4). Arbitrer
Manusia mempergunakan bunyi-bunyi tertentu dan disusun dalam cara tertentu
adalah secara kebetulan saja.
5). Simbolik
Bahasa terdiri atas rentetan simbol arbitrer yang memiliki arti. Kita dapat
menggunakan simbol-simbol ini untuk berkomunikasi sesama manusia karena manusia
sama-sama memiliki perasaan, gagasan, dan keinginan. Dengan demikian, manusia
menerjemahkan orang lain atas acuan pada pengalaman diri sendiri. Misalnya, ketika
orang lain mengatakan Saya haus. Pernyataan tersebut dapat dipahami karena kita
pernah mengalami peristiwa haus.
7. Sapir (1921 via Alwasilah, 1985:7-8)
Bahasa adalah:
A purely human and non-instinctive method of communicating ideas, emotions, and
desires, by means of a system of voluntarily produced symbols.
F. Pengertian filsafat bahasa
1. Kaelan, 1998:6-7:
Bahasa sebagai sarana analisis para filsuf dalam memecahkan, memahami, dan
menjelaskan konsep-konsep dan problem-problem filsafat. Dengan perkataan lain,
bahasa digunakan sebagai alat analisis konsep-konsep dan masalah-maslah filsafat.
Salah satu cabang filsafat yang mengandalkan analisis penggunaan bahasa karena
banyak masalah dan konsep filsafat yang hanya dapat dijelaskan melalui analisis
bahasa sebab bahasa merupakan sarana yang vital dalam filsafat.
2. Verhaar:
Filsafat bahasa mengandung dua makna yaitu:
(1) Filsafat mengenai bahasa
Bahasa dijadikan sebagai objek berfilsafat, seperti ilmu bahasa, psikolinguistik, sejarah
asal-usul bahasa.
(2) Filsafat berdasarkan bahasa.
Bahasa dijadikan sebagai landasan atau acuan dalam berfilsafat. Bahasa dianggap sebagai
alat yang dapat mengungkapkan gerak-gerik hati manusia, terutama ia berpikir, bagaimana
pandangannya mengenai dunia dan manusia itu sendiri tanpa terlebih dahulu menyusun
sistemnya. Dalam hal ini, menurut Verhaar bahasa mengandung dua pengertian; bahasa
eksklusif yaitu bahasa komunikasi sehari-hari yang dipakai sebagai pedoman filsafat
analitik dan bahasa inklusif yaitu bahasa musik, bahasa cinta, bahasa alam yang dijadikan
arahan dalam hermeneutika.
3. Rizal Mustansyir:
Filsafat bahasa adalah penyelidikan secara mendalam terhadap bahasa yang
dipergunakan dalam filsafat, sehingga dapat dibedakan pernyataan filsafat yang bermakna
dan tidak bermakna.
4. Asep A. Hidayat:
Filsafat bahasa dalam pengertian sebagai ilmu adalah kumpulan dari hasil pemikiran
filosof tentang hakikat bahasa yang disusun secara sisitematis untuk dipelajari dengan
menggunakan metode tertentu. Sedangkan pengertian filsafat bahasa sebagai sebuah
metode adalah metode berfikir secara mendalam, logis, dan universal mengenai hakikat
bahasa.
Pertanyaan Filosofis:
Seperti 'kebenaran', 'keadilan', 'kewajiban', 'kebaikan', dan sebagainya.
G. Perbedaan Filsafat Bahasa dengan Linguistik
Perbedaan filsafat bahasa dengan linguistik adalah lingustik bertujuan mendapatkan
kejelasan tentang bahasa. Dengan perkataan lain, tujuan akhir dari linguistik adalah
mendapatkan kejelasan tentang hakikat bahasa, sedangkan filsafat bahasa memandang
kejelasan hakikat bahasa bukan sebagai tujuan akhir, melainkan sebagai objek sementara
agar pada akhirnya dapat diperoleh kejelasan tentang hakikat pengetahuan konseptual
(Poedjosoedarmo, 2001:2).
H. Perbedaan Filsafat Bahasa dengan Filsafat Ilmu Bahasa
Sebelum melangkah lebih lanjut, alangkah baiknya perlu dibedakan istilah filsafat
bahasa (the philosophy of language) dengan filsafat ilmu bahasa/linguistik (linguistic
philosophy). Dalam buku The Philosophy of Language (Searle, 1971: 1) pada bab
pendahuluan dijelaskan bahwa:
reference/concept)
simbol/bentuk (symbol)
acuan (referent
meja
Bukan membuat pertanyaan tentang sesuatu yang khusus seperti filsafat-filsafat lain,
tetapi memecahkan persoalan yang timbul akibat ketidakpahaman terhadap bahasa.
2. Filsafat bahasa harus dapat menjelaskan "apa yang dapat dikatakan" dan "apa yang tidak
dapat dikatakan"
K. Metode Filsafat Bahasa
Metode filsafat bahasa adalah metode bertanya-kritis terhadap bahasa yang
digunakan karena para filsuf analitik menganggap bahwa bahasa filsafat banyak
kekaburan/kesamaran
(vagueness),
ketaksaan
(ambuguity),
ketidakeksplisitan
nilai kegunaan ilmu ini juga wajib dipatuhi seorang ilmuwan, baik dalam melakukan
penelitian maupun di dalam menerapkan ilmu.
2.
Material
Bahasa sebagai objek materia filsafat karena filsafat bahasa membahas hakikat bahasa itu
sendiri.
Bahasa merupakan objek materi filsafat sehingga filsafat bahasa membahas hakikat
bahasa itu sendiri.
2. Filsafat sebagai suatu aktivitas manusia yang berpangkal pada akal pikiran manusia untuk
menanamkan kearifan dalam hidupnya, terutama dalam mencari dan menemukan hakikat
realitas dari segala sesuatu, memiliki hubungan sangat erat dengan bahasa terutama bidang
semantik.
3. Dunia fakta dan realitas yang menjadi objek aktivitas filsafat adalah dunia simbolik yang
hanya terwakili oleh bahasa.
4. Ungkapan pikiran dan hasil-hasil perenungan kefilsafatan hanya dapat dilakukan dengan
bahasa
5. Bahasa sebagai media pengembang refleksi filosofis
O. Hubungan Bahasa dengan Metafisika
Metafisika:
1.
suatu cabang filsafat yang membahas secara sistematis dan reflektif dalam mencari
hakikat segala sesuatu yang ada di balik hal-hal yang bersifat fisik dan bersifat parikular.
2. mencari prinsip dasar yang mencakup semua hal yang ada merupakan prinsip dasar yang
dapat ditemukan pada semua hal.
yang dianggap sudah diketahui tanpa didasarkan pada pengalaman yang sudah dialami
secara nyata.
R. Lingkup Filsafat Bahasa
1.
2.
3.
http://eningherniti.blogspot.co.id/2010/02/pengertian-filsafat-bahasa.html
Fffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffff
fffffffffffffffffffffff
Sejak zaman Yunani kuno, sudah muncul paham Phusis yang menyatakan bahwa bahasa
bersifat alamiah (fisei atau fisis), yaitu bahasa mempunyai hubungan dengan asal-usul,
sumber dalam prinsip-prinsip abadi dan tidak dapat diganti di luar manusia itu sendiri dan
karena itu tidak dapat ditolak. Dengan demikian dalam bahasa ada keterkaitan antara kata
dan alam. Tokoh paham natural ini diantaranya Cratylus dalam Dialog Pluto (Solikhan,
2008:55)
Paham naturalis ini mendapat penentangan dari paham Thesis yang berpendapat bahwa
bahasa bersifat konvensi (nomos). Bahasa diperoleh dari hasil-hasil tradisi, kebiasaan
berupa tacit agreement (persetujuan diam). Bahasa bukan pemberian Tuhan, melainkan
bersifat konvensional. Pendapat ini diwakili oleh Hermoganes dalam Dialog Pluto
(Kaelan, 1998:29)
Dikotomi spekulatif tentang hakikat bahasa fusie dan nomos merupakan pusat perhatian
filosof pada saat itu. Demikian juga dikotomi analogi dan anomali merupakan diskursus
filosofis yang mendasar mengingat bahasa merupakan sarana utama dalam filsafat
terutama dalam logika. Golongan analogi yang dianut kelompok Plato dan Aristoteles
mengatakan bahwa alam ini memiliki keteraturan demikian juga manusia yang terefleksi
dalam bahasa. Oleh karena itu bahasa memiliki keteraturan dan disusun secara teratur.
Sebaliknya, kaum Anomalis berpendapat bahwa bahasa tidak memiliki keteraturan.
Mereka mununjukkan bukti kenyataan sehari-hari mengapa ada kata yang bersifat
sinonim, dan homonim, mengapa ada unsur kata yang bersifat netral, dan jika bahasa itu
bersifat universal seharusnya kekacauan itu dapat diperbaiki. Dalam pengertian inilah
bahasa pada hakekatnya bersifat alamiah (Parera dalam Solikhan, 2008: 55).
Perbedaan-perbedaan perspektif tentang bahasa dan segala hal yang berkaitan namun
tetap berada dalam payung bahasa, yang dilakukan oleh para filosof ternyata memiliki
kontribusi yang demikian besar terhadap kemajuan dari ilmu bahasa. Perbedaan-perbedaan
ini memunculkan adanya diskusi, dialog, bahkan debat. Diskusi, dialog, dan dan debat
inilah yang menyuntikkan darah segar pada para filosof untuk selalu melahirkan inovasiinovasi dan revisi-revisi terhadap teori lama yang berkenaan dengan bahasa. Dimulai
dengan dimunculkannya filsafat bahasa oleh para filosof yaitu pengetahuan dan
penyelidikan dengan akal budi mengenai hakikat bahasa, sebab, asal dan hukumnya (yang
kemudian menjadi embrio dari lahirnya ilmu bahasa atau linguistik) (Sallyanti, 2004:1),
maka lahirlah ilmu bahasa atau linguistik yang kita kenal dewasa ini.
Artikel ini secara khusus berusaha menjelaskan tentang apa kontribusi dari filsafat dalam
mengembangkan linguistik. Untuk mempermudah paparan tersebut, maka artikel ini
disusun menjadi beberapa bagian yaitu: (a) pendahuluan, (b) hakikat bahasa dalam
tinjauan filsafat, (c) peranan filsafat dalam mengembangkan ilmu bahasa, (d) simpulan dan
penutup.
B. Esensi dan Hakikat Bahasa dalam Tinjauan Filsafat
B.1. Esensi Bahasa
Orang-orang Yunani kuno dan orang-orang kuno lainnya mempunya bakat ingin
mengetahui hal-hal yang oleh orang-orang lain dianggap sebagaimana semestinya. Dengan
berani dan gigih, mereka membuat spekulasi mengenai definisi, asal mula, sejarah, dan
struktur bahasa. Pengetahuan tradisional kita mengenai bahasa sebagian besar adalah
berkat mereka (Bloomfield, 1995:2).
Keingin tahuan ini terlihat dari apa yang disampaikan Herodotus, yang menulis pada abad
kelima sebelum Masehi, ia menuliskan bahwa Raja Psammetichus di Mesir pernah
mengasingkan dua orang bayi yang baru lahir di sebuah taman, untuk mengetahui mana
bangsa dan bahasa tertua di dunia. Ketika bayi-bayi tersebut mulai berbicara, mereka
mengucapkan kata bekos, yang ternyata dari bahasa Frigia yang berarti roti (Yule, 1985:
2)
Penelitian-penelitian seperti yang dilakukan Raja Psammetichus ini melahirkan beberapa
pengetahuan baru tentang bahasa, yang kadang dari pengetahuan ini memunculkan adanya
perdebatan. Bagi Raja Psammetichus, berdasarkan hasil penelitiannya ia menjumpai
bahwa ternyata bangsa dan bahasa tertua adalah bangsa dan bahasa Frigia. Namun bagi
peneliti-peneliti kuno lainnya belum tentu demikian. Raja James IV of Scotland 1500 M
berdasarkan hasil penelitiannya yang serupa menyebutkan bahwa bahasa Ibranilah sebagai
bahasa tertua di dunia. (Yule, 1985: 2)
Raja Psammetichus dan dan Raja James IV tidak memiliki hubungan kekerabatan yang
dekat karena hal itu tidaklah mungkin. Kedua raja tersebut hidup di dua era berbeda dan di
wilayah yang berbeda pula. Psammetichus tinggal di Yunani dan hidup sebelum masehi
sedangkan James IV tinggal di Britania Raya jauh setelah Masehi. Yang membuat mereka
sama adalah, dua tokoh ini dikenal memiliki ketertarikan kuat terhadap misteri bahasa.
Ketertarikan ini muncul akibat dari kuatnya pengaruh filsafat yang menjadi pegangan
hidup mereka.
Beberapa definisi bahasa tercipta dari hasil pemikiran dan penelitian para filosof kuno ini.
Sebagian besar filosof tersebut sependapat bahwa bahasa adalah sistem tanda. Dikatakan
bahwa manusia hidup dalam tanda-tanda yang mencakup segala segi kehidupan manusia,
misalnya bangunan, kedokteran, kesehatan, geografi, dan sebagainya. Definisi bahasa
yang lain seperti yang diungkapkan Plato lewat Socrates: Bahasa adalah pernyataan
pikiran seseorang dengan perantaraan onomata dan rhemata yang merupakan cerminan
dari ide seseorang dalam arus udara lewat mulut.
B.2 Hakikat Bahasa
Dalam dialog Cratylusnya, Plato membicarakan asal mula kata, dan khususnya soal
apakah hubungan kata-kata dengan benda yang dirujuknya adalah alami ataukah hanya
merupakan hasil kesepakatan saja. Dialog itu memberikan kepada kita kilasan pertama ke
dalam perselisihan yang telah berlangsung satu abad antara kaum Analogis dan Anomalis
(Bloomfield, 1995:2).
Bagaimanapun sengitnya perdebatan antara dua kubu tersebut, pemikiran-pemikiran yang
muncul tentang bahasa menyadarkan kepada para filosof bahwa bentuk-bentuk bahasa
berubah dalam perjalanan waktu. Secara perlahan namun pasti, mereka akhirnya
menemukan hakikat sejati dari bahasa yang terefleksikan lewat wujud-wujud dan
perubahannya. Di bawah ini adalah beberapa hakikat bahasa yang telah ditemukan oleh
para filosof. Sebenarnya ada banyak sekali hakikat bahasa yang telah ditemukan, namun
penulis membatasinya menjadi lima saja.
(a) Bahasa Sebagai Sistem
Hakikat ini sebenarnya telah diyakini oleh pengikut paham anomalis namun hakikat ini
menjadi jelas setelah Kaum Sofis pada abad ke-5 merumuskan kesistematisan bahasa
secara empirik. Salah satu tokoh dari kaum Sofis adalah Pitagoras. Ia membedakan tipetipe kalimat atas: narasi, pertanyaan, jawaban, perintah, laporan, doa dan undangan.
(Parera, 1991:36-37).
Plato juga menegaskan kesistematisan bahasa dengan memberikan perbedaan kata dalam
Onoma dan Rhema. Onoma dapat berarti nama atau nomina, dan subyek. Rhema dapat
berarti frasa, verba, dan predikat. Onoma dan Rhema merupakan anggota dari logos yang
berarti kalimat atau frasa atau klausa (Parera, 1991:37).
Ide bahwa bahasa memiliki sistem juga didukung oleh Aristoteles. Sejalan dengan
pendahulunya Plato, ia tetap membedakan dua kelas yakni Onoma dan Rhema, tetapi ia
menambahkan satu lagi yang disebut Syndesmoi. Syndesmoi ini kemudian digolongkan ke
dalam penghubung partikel. Kata-kata lebih banyak bertugas dalam hubngan sintaksis.
Aristoteles selalu bertolak dari logika. Ia memberikan pengertian, definisi, dan makna dari
sudut pandang logika.
Selain membedakan Onoma, Rhema, dan Syndesmoi, Aristoteles juga membedakan jenis
kelamin kata (Gender). Ia membedakan tiga jenis kelamin kata atas maskulin, feminin dan
neuter atau netral. Ia juga mengakui bahwa rhema menunjukkan pula pada tense atau
waktu, yaitu Rhema dapat menunjukkan apakah pekerjaan telah selesai, belum selesai dan
sebagainya (Parera, 1991:37).
Keyakina bahwa bahasa merupakan sebuah sistem diyakini kebenaranya hingga sekarang
terutama oleh para ahli linguistik. Banyak aliran-aliran yang pada intinya menganalisa
sistem-sistem dalam bahasa bermunculan dan memperkaya keragaman linguistik.
(b) Bahasa Sebagai Lambang
Eaerns Cassirer, seorang sarjana dan seorang filosof mengatakan bahwa manusia adalah
mahluk bersimbol (animal symbolicum). Hampir tidak ada kegiatan yang tidak terlepas
dari simbol atau lambang. Termasuk alat komunikasi verbal yang disebut bahasa. Satuansatuan bahasa misalnya kata adalah simbol atau lambang (Chaer, 2007:39). Kalau ide atau
konsep untuk menyatakan kematian adalah bendera hitam (dalam bentuk tanda), dan ide
atau konsep ketuhanan dilambangkan dengan gambar bintang (dalam bentuk gambar),
maka lambang-lambang bahasa diwujudkan dalam bentuk bunyi, yang berupa satuansatuan bahasa, seperti kata atau gabungan kata yang sifatnya arbriter. Dalam bahasa
Indonesia, binatang berkaki empat yang bisa dikendarai dilambangkan dengan bunyi
[kuda], dalam bahasa Inggris berupa bunyi yang ditulis horse dan dalam bahasa Belanda
berupa bunyi yang ditulis paard.
(c) Bahasa Adalah Bunyi
Hakikat bahasa sebagai bunyi di kupas dengan seksama oleh Kaum Stoik. Kaum Stoik
merupakan kelompok filosof atau logikus yang berkembang pada permulaan abad ke-4
SM. Kontribusi mereka cukup besar dalam menganalisis bahasa, walaupun mereka belum
lepas dari pandangan logika.
Kaum ini membicarakan bentuk-bentuk bermakna bahasa dengan cara membedakan tiga
aspek utama dari bahasa yaitu (1) tanda atau simbol yang disebut semainon, dan ini adalah
bunyi atau materi bahasa (2) makna, atau apa yang disebut lekton dan (3) hal-hal eksternal
yang disebut benda atau situasi itu atau apa yang disebut sebagai pragma (Parera,
1991:38).
Kaum ini memiliki ketertarikan yang sangat tinggi pada bunyi atau phone, dan mereka
membedakan antara legein, yaitu tutur bunyi yang mungkin merupakan bagian dari
fonologi sebuah bahasa namun tidak bermakna, dan propheretai atau ucapan bunyi bahasa
yang memiliki makna
(d) Bahasa itu Bermakna
Penelitian sitematis tentang konsep bahasa itu bermakna juga dilakukan oleh Kaum
Stoik. Dalam bidang lekta, atau makna, mereka mempunyai pandangan yang berbeda
dengan analisis logika Aristoteles yang kurang sistematis dan sering absurd maknanya.
Aristoteles hanya mengakui adanya onoma dan onomata. Semua perubahan dari onoma
sesuai dengan fungsinya tidak ia akui. Ia sebut itu kasus saja. Hal ini disebabkan oleh
karena dasar logika Aristoteles dengan silogismenya yang hanya menggunakan kode huruf
A, B, dan C dan tidak mempergunakan bentuk-bentuk onoma secara praktis dalam contoh.
Kaum Stoik mengatakan bahwa kasus itupun Onoma yang sesuai dengan fungsinya. Lalu
mereka membedakan atas kasus nominatif genetif datif akusatif dan sebagainya. Hal
yang sama juga berlaku bagi Rhema. Walaupun Aristoteles telah membedakan rhema
dalam tense, ia tetap berbicara tentang sesuatu yang tidak komplit. Kaum Stoik dalam hal
ini membedakan rhema dan kategorrhema, yang dalam pengertian kita sekarang memiliki
makna finit dan infinit. (Parera, 1991:38).
(e) Bahasa itu Universal
Kaum Modiste adalah filosof jaman pertengahan yang menaruh perhatian besar pada tata
bahasa. Mereka disebut demikian karena ucapan mereka yang terkenal dengan nama De
modis Sicnficandi. (Parera, 1991:46). Merekapun mengulang pertentangan lama antara
Fisis dan Nomos, antara Analogi dan Anomali. Mereka menerima konsep Analogi karena
menurut mereka bahasa bersifat reguler dan universal (Parera, 1991:46).
Keuniversalan bahasa dapat dibuktikan dengan adanya sifat dan ciri-ciri yang sama yang
dimiliki oleh bahasa-bahasa di dunia. Karena bahasa itu berupa ujaran, maka ciri-ciri
universal dari bahasa yang paling umum dijumpai adalah bahwa bahasa-bahasa di dunia
mempunyai bunyi bahasa yang umum yang terdiri dari konsonan dan vokal. Bahwa
sebuah kalimat pada bahasa-bahasa di dunia tersusun dari kata-kata yang memiliki fungsi
dan peran tertentu. Kesamaan sifat dan ciri inilah yang kemudian dikenal sebagai
universalitas bahasa.
C. Peranan Filsafat dalam Mengembangkan Ilmu Bahasa
Umur kajian tentang bahasa itu sudah tua. Dimulai sejak zaman Yunani kuno hingga
jaman modern. Setiap periode perkembangan kajian bahasa, filsafat berperan secara
signifikan. Pada awalnya, filosoflah yang mengkaji bahasa dan memberikan definisi,
kategori, membedakan jenis, bentuk dan sifat, dan perbedaan-perbedaan lainnya. Setelah
linguistik mampu berdiri sendiri menjadi satu bidang ilmu yang kukuh, peranan filsafat
masih tetap mengakar kuat. Meskipun bukan lagi filosof yang mengkaji bahasa karena
telah diambil alih oleh linguis, namun dimensi-dimensi filsafat masih tetap melekat kuat di
dalamnya. Hal ini disebabkan oleh masih tetap diyakininya filsafat bahasa sebagai roh dari
ilmu bahasa dalam menemukan teori-teori kebahasaan baru oleh para linguis.
artikel lengkap, hubungi pemilik laman
https://pusatbahasaalazhar.wordpress.com/artikel-bahasa/peranan-filsafatdalam-mengembangkan-linguistik/
ffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffff
fffff
jujj
kata yang mengakibatkan kesalahpahaman. Para ahli lebih memberikan perhatian pada
bentuk bahasa, ragam bahasa, perubahan bahasa, wujud bahasa, struktur bahasa, fungsi
bahasa, pengaruh bahasa, perencanaan bahasa, pengajaran bahasa, perolehan bahasa,
evaluasi dan sebagainya daripada melacak sejarah kelahirannya. Padahal dengan
mengetahui sejarah kelahirannya akan dapat diperoleh pemahaman yang utuh tentang
bahasa.
Sebenarnya studi tentang bahasa, termasuk tentang asal usul bahasa atau glottogony sudah
lama dilakukan para ilmuwan, seperti sosiolog, psikolog, antropolog, filsuf, bahkan teolog.
Tetapi karena pusat perhatian para ilmuwan tersebut berbeda-beda, maka tidak diperoleh
pengetahuan yang memadai tentang asal usul bahasa. Belakangan para ahli komunikasi
juga menjadikan bahasa sebagai pusat kajian. Secara mikro, lahir ilmu seperti fonologi,
morfologi, sintak, semantik, gramatika, semiotika dan sebagainya. Tidak berlebihan jika
seorang filsuf hermeneutika kenamaan Gadamer mengatakan bahwa bahasa adalah pusat
memahami dan pemahaman manusia. Sebab, melalui bahasa akan diketahui pola pikir,
sistematika berpikir, kekayaan gagasan, kecerdasan, dan kondisi psikologis seseorang.
Alih-alih menyimpulkan kapan bahasa pertama kali digunakan manusia, para ahli bahasa
justru sepakat bahwa tidak seorang pun mengetahui secara persis kapan bahasa awal mula
ada, di mana, bagaimana membuatnya dan siapa yang mengawalinya. Ungkapan yang
lazim mengatakan bahwa sejarah bahasa dimulai sejak awal keberadaan manusia. Dengan
demikian, sejarah bahasa berlangsung sepanjang sejarah manusia. Ada sedikit informasi
dari para peneliti sejarah bahasa yang menyimpulkan bahwa bahasa muncul pertama kali
kurang lebih 3000 SM. Inipun dianggap kesimpulan yang spekulatif dan tanpa bukti yang
kuat.
Karena hasil studi tentang asal usul bahasa dianggap tidak pernah memuaskan, maka
menurut Alwasilah (1990: 1) pada 1866 Masyarakat Linguistik Perancis pernah melarang
mendiskusikan asal usul bahasa karena hasilnya tidak pernah jelas dan hanya buang-buang
waktu saja. Namun demikian, terdapat beberapa teori tentang asal usul bahasa, di
antaranya bersifat tradisional dan mistis. Misalnya, ada yang beranggapan bahwa bahasa
adalah hadiah para dewa yang diwariskan secara turun temurun kepada manusia, sebuah
ungkapan yang sulit diterima kebenarannya secara ilmiah dan nalar logis. Namun menurut
Pei (1971: 12) pada kongres linguistik di Turki tahun 1934 muncul pendapat yang
menyatakan bahwa bahasa Turki adalah akar dari semua bahasa dunia karena semua kata
dalam semua bahasa berasal dari giines, kata Turki yang berarti matahari, sebuah planet
yang pertama kali menarik perhatian manusia dan menuntut nama. Kendati kebenarannya
masih dipertanyakan banyak kalangan, pendapat tersebut tidak berlebihan. Sebab, dari sisi
penggunanya bahasa Turki dipakai tidak saja oleh orang Turki, tetapi juga oleh masyarakat
di negara-negara bekas Uni Soviet, seperti Tajikistan, Ubekistan, Armenia, Ukraina, dan
sebagainya.
Sebuah hipotesis tentang teori bahasa yang didukung oleh Darwin (1809-1882)
menyatakan bahwa bahasa hakikatnya lisan dan terjadi secara evolusi, yakni berawal dari
pantomime-mulut di mana alat-alat suara seperti lidah, pita suara, larynk, hidung, vocal
cord dan sebagainya secara reflek berusaha meniru gerakan-gerakan tangan dan
menimbulkan suara. Masih menurut Darwin kualitas bahasa manusia dibanding dengan
suara binatang hanya berbeda dalam tingkatannya saja. Artinya, perbedaan antara bahasa
manusia dan suara binantang itu sangat tipis, sampai-sampai ada sebagian yang
berpendapat bahwa binatang juga berbahasa. Bahasa manusia seperti halnya manusia
sendiri yang berasal dari bentuk yang sangat primitif berawal dari bentuk ekspresi emosi
saja.
Nenek moyang kita jutaan tahun lalu berbahasa dengan kosa kata dan tata bahasa yang
sangat terbatas. Seiring dengan perkembangan peradaban manusia, sistem lambang ini pun
berkembang hingga akhirnya lahir bahasa tulis. Lewat bahasa tulis, peradaban manusia
berkembang menjadi demikian pesat. Dengan demikian, bahasa terbentuk dan berkembang
secara
evolutif
Berbeda dengan aliran-aliran primitif tersebut di atas, para filsuf Yunani kuno, seperti
Pythagoras, Plato, dan kaum Stoika berpendapat bahwa bahasa muncul karena keharusan
batin atau karena hukum alam. Disebut keharusan batin, karena bahasa hakikatnya
adalah perwujudan atau ekspresi dunia batin penggunanya. Pendapat yang cukup masuk
akal dan menjadi dasar pemahaman orang tentang makna bahasa sampai saat ini muncul
dari filsuf seperti Demokritus, Aristoteles, dan kaum Epikureja yang mengatakan bahwa
bahasa adalah hasil persetujuan dan perjanjian antar-anggota masyarakat. Sebab, sifat
dasar manusia adalah keinginannya berinteraksi dengan orang lain untuk memenuhi
kebutuhan-kebutuhan hidupnya. Sayangnya, teori ini berhenti sampai di sini.
Kendati teori tentang asal mula bahasa masih kabur dan demikian beragam, dari yang
bersifat mitos, religius, mistis sampai yang ke ilmiah, menurut Hidayat (1996: 29) secara
garis besar terdapat tiga perspektif teoretik mengenai asal usul bahasa, yakni teologik,
naturalis, dan konvensional. Aliran teologik umumnya menyatakan bahwa kemampuan
berbahasa manusia merupakan anugerah Tuhan untuk membedakannya dengan makhluk
ciptaanNya yang lain. Dalam al Quran (2: 31) Allah dengan tegas memerintahkan Adam
untuk memberi nama benda-benda (tidak menghitung benda). Para penganut aliran ini
berpendapat kemampuan Adam untuk memberi nama benda disebut tidak saja sebagai
peristiwa linguistik pertama kali dalam sejarah manusia, tetapi juga sebuah peristiwa
sosial yang membedakan manusia dengan semua makhluk ciptaan Tuhan yang lain. Tentu
saja pendapat ini bersifat dogmatis dan karenanya tidak perlu dilakukan kajian secara
ilmiah dan serius tentang asal usul bahasa. Kehadiran bahasa diterima begitu saja, sama
dengan kehadiran manusia yang tidak perlu dipertentangkan. Karena bersifat teologik,
maka aliran ini terkait dengan keimanan seseorang. Sisi positif aliran ini adalah
kebenarannya bersifat mutlak dan karenanya tidak perlu diperdebatkan karena berasal dari
Allah. Tetapi sisi negatifnya ialah aliran ini menjadikan ilmu pengetahuan tentang bahasa
tidak berkembang. Sebab, tidak lagi ada kajian atau penelitian tentang asal usul bahasa.
B. Definisi Filsafat dan Bahasa
Menurut Keraf dalam Smarapradhipa (2005:1), memberikan dua pengertian bahasa.
Pengertian pertama menyatakan bahasa sebagai alat komunikasi antara anggota
masyarakat berupa simbol bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Kedua, bahasa
adalah sistem komunikasi yang mempergunakan simbol-simbol vokal (bunyi ujaran) yang
bersifat
arbitrer.
Lain halnya menurut Owen dalam Stiawan (2006:1), menjelaskan definisi bahasa yaitu
language can be defined as a socially shared combinations of those symbols and rule
governed combinations of those symbols (bahasa dapat didefenisikan sebagai kode yang
diterima secara sosial atau sistem konvensional untuk menyampaikan konsep melalui
kegunaan simbol-simbol yang dikehendaki dan kombinasi simbol-simbol yang diatur oleh
ketentuan).
Pendapat di atas mirip dengan apa yang diungkapkan oleh Tarigan (1989:4), beliau
memberikan dua definisi bahasa. Pertama, bahasa adalah suatu sistem yang sistematis,
barang kali juga untuk sistem generatif. Kedua, bahasa adalah seperangkat lambanglambang mana suka atau simbol-simbol arbitrer.
Menurut Santoso (1990:1), bahasa adalah rangkaian bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap
manusia secara sadar. Mackey (1986:12), Bahasa adalah suatu bentuk dan bukan suatu
keadaan (lenguage may be form and not matter). Wibowo (2001:3), bahasa adalah sistem
simbol bunyi yang bermakna dan berartikulasi (dihasilkan oleh alat ucap) yang bersifat
arbitrer dan konvensional, yang dipakai sebagai alat berkomunikasi oleh sekelompok
manusia untuk melahirkan perasaan dan pikiran.Walija (1996:4), mengungkapkan definisi
bahasa ialah komunikasi yang paling lengkap dan efektif untuk menyampaikan ide, pesan,
maksud,
perasaan
dan
pendapat
kepada
orang
lain.
Pendapat lainnya tentang definisi bahasa diungkapkan oleh Syamsuddin (1986:2), beliau
memberi dua pengertian bahasa. Pertama, bahasa adalah alat yang dipakai untuk
membentuk pikiran dan perasaan, keinginan dan perbuatan-perbuatan, alat yang dipakai
untuk mempengaruhi dan dipengaruhi. Kedua, bahasa adalah tanda yang jelas dari
kepribadian yang baik maupun yang buruk, tanda yang jelas dari keluarga dan bangsa,
tanda
yang
jelas
dari
budi
kemanusiaan.
Sementara Pengabean (1981:5), berpendapat bahwa bahasa adalah suatu sistem yang
mengutarakan dan melaporkan apa yang terjadi pada sistem saraf. Pendapat terakhir
tentang bahasa ini diutarakan oleh Soejono (1983:01), bahasa adalah suatu sarana
perhubungan
rohani
yang
amat
penting
dalam
hidup
bersama.
Sedangkan Filsafat, jika dilihat dari ilmu asal-usul kata (etimologi), istilah filsafat diambil
dari kata falasafah yang berasal dari bahasa Arab. Istilah ini diadopsi dari bahasa Yunani,
yaitu dari kata philosophia. Kata philosophia terdiri dari kata philein yang berarti cinta
(love), dan Sophia yang berarti kebijaksanaan (wisdom). Dengan demikian, secara
etimologis filsafat berarti cinta akan kebijaksanaan (love of wisdom) secara mendalam.
Dari sini terdapat ungkapan yang menyatakan bahwa filosof (filsuf, failasuf) adalah
seorang yang sangat cinta akan kebijaksanaan secara mendalam. Dan kata filsafat pertama
kali digunakan oleh phytagoras (582-496 m). selanjutnya berikut ini beberapa penjelasan
mengenai filsafat menurut para ahli yaitu bahasa:
a.
Plato, filsafat adalah pengetahuan yang berminat mencapai pengetahuan kebenaran yang
asli.
b.
Aristoteles, filsafat adalah ilmu pengetahuan yang meliputi kebenaran yang terkandung
didalamnya ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi, politi k, dan estetika,
c.
Al-Farabi, filasafat adalah ilmu pengetahuan tentang alam amaujud bagaimana hakikat
yang sebenarnya.
d. Rene Descartes,filsafat adalah sekumpulan segala pengetahuan dimana Tuhan, alam dan
manusia menjadi pokok penyelidikan.
e.
Immanuel Kant, filasafat adalah ilmu pengetahuan yang menjadi pokok pangkal dari
segala pengetahuan, yang didalamnya mencakup masalah epistemology mengenai segala
sesuatu yang kita ketahui.
f.
g.
Hasbullah Bakri, filasafat adala ilmu yang menyelidiki tentang segala sesuatu dengan
mendalam mengenai ketuhanan, alam semesta dan manusia.
h.
i.
Notonegoro, filsafat adalah hal-hal yang menjadi objek dari sudut intinya yang mutlak
dan yang terdalam.
j.
Ir. Poedjawijatna, filasafat adalah ilmu yang berusaha mencari sebab yang sedalamdalamnya bagi segala sesuatu berdasarkan pikiran belaka.
k.
Muhsyanur Syahrir, filsafat adalah ilmu yang selalu mencari yang hakiki baik masalah
ketuhanan, realita yang dialami baik dari subjek yaitu manusia maupun dari objeknya
yaitu alam.
Filsafat Analitik
Filsafat analitik atau filsafat linguistik atau filsafat bahasa, penggunaan istilahnya
tergantung pada preferensi filusuf yang bersangkutan. Namun pada umumnya kita dapat
menjelaskan pendekatan ini sebagai suatu yang menganggap analisis bahasa sebagai tugas
mendasar
filusuf.
Akar-akar analisis linguistik ditanam di lahan yang disiangi oleh seorang matematikawan
bernama Gottlob Frege. Frege memulai sebuah revolusi logika (analitik), yang
implikasinya masih dalam proses penanganan oleh filsuf-filsuf kontemporer. Ia
menganggap bahwa logika sebetulnya bisa direduksi kedalam matematika, dan yakin
bahwa bukti-bukti harus selalu dikemukakan dalam bentuk langkah-langkah deduktif yang
diungkapkan dengan jelas.
b. Filsafat Sintetik
Tekanan yang berlebihan pada logika analitik dalam filsafat, seperti yang telah kita amati,
sering menimbulkan pandangan yang mengabaikan semua mitos dalam pencarian sistem
ilmiah. Sejauh mana filsuf-filsuf membolehkan cara pikir mitologis untuk memainkan
peran dalam berfilsafat barangkali sebanding dengan sejauh mana mereka mengakui
berapa bentuk logika sintetik sebagi komplemen sebagai analitik yang sah. Contoh: yesus
mengalami hubungan antara bapak da putra, sehingga ia mgajari pengikut-pengikutnya
agar berdoa kepada bapak mereka yang di surga.
c.
Filsafat Hermeneutik
Aliran utama filsafat ketiga pada abad kedua puluh meminjam namanya, dengan alasan
yang baik, mengingat sifat mitologis ini. Sebgaiman tugas Heymes ialah mengungkapkan
makna tersembunyi dari dewa-dewa ke manusia-manusia, filsafat hermeneutik pun
berusaha memahami persoalan paling dasar dalam kajian ilmu tentang logika atau filsafat
bahasa: bagaimana pemahaman itu sendiri mengambil tempat bilamana kita menafsirkan
pesan-pesan ucapan atau tulisan. Filsafat hermeneutic memilik akar yang dalam di
kebudayaan barat. Bahkan, Aristoteles sendiri menulis buku berjudul peri hermeneias
(tentang interpretasi), walau ini lebih berkenan dengan pertanyaan-pertanyaan dasar logika
daripada dengan persoalan yang saat ini kita kaitkan dengan hermeneutika.
Karya pertama yang berusaha secara praktis obyektif menata prinsip-prinsip penafsiran
semacam itu adalah introduction to the correct interpretation of reasonable discourses and
book (1742), karya Johann Chladenius (1710-1759). Dengan menetapkan hermeneutika
sebagai seni pemorelahan pemahaman pembicaraan secara lengkap (entah ucapan entah
tulisan).
sehingga
filsafatlah
yag
memberikan
pengetahuan
pada
dirinya.
3. Filsafat dapat dikaji melalui tiga aspek yaitu, epistemology, antologi dan aksiologi.
a)
antara
benar
dan
dipercaya.
Secara
rasional,
ilmu
menyusun
yang berupa sistem lambang yang dihasilkan oleh alat ucap pada manusia Seperangkat
aturan yang mendasari pemakaian bahasa, atau yang kita gunakan sebagai pedoman
berbahasa
inilah
yang
disebut
Tata
bahasa.
Untuk selanjutnya yang berhubungan dengan tata bahasa akan dibahas lebih detail lagi
yaitu tentang fonologi, morfologi, sintaksis, semantik dan etimologi. Pengertian dari
Fonologi ialah bagian tata bahasa yang membahas atau mempelajari bunyi bahasa.
Morfologi mempelajari proses pembentukan kata secara gramatikal beserta unsur-unsur
dan bentuk-bentuk kata. Sintaksis membicarakan komponen-komponen kalimat dan proses
pembentukannya. Bidang ilmu bahasa yang secara khusus menganalisis arti atau makna
kata ialah semantik, sedang yang membahas asal-usul bentuk kata adalah etimologi.
b)
Ontologikal (Objek atau sasaran) membahas keberadaan sesuatu yang bersifat kongkrit
secara kritis. Pemahaman ontologik meningkatkan pemahaman manusia tentang sifat dasar
berbagai benda yang akhimya akan menentukan pendapat bahkan keyakinannya
mengenai apa dan bagaimana (yang) ada sebagaimana manifestasi kebenaran yang
dicarinya.
Rizal Mustansyir menyebutkan bahwa objek material filsafat bahasa adalah kefilsafatan
atau bahasa yang dipergunakan dalam filsafat. Sedangkan objek formal filsafat bahasa
menurutnya, ialah pandangan filsafati atau tinjauan secara filsafati.
c)
Semantikal / Aksiologi (nilai dan fungsi) meliputi nilai nilai kegunaan yang bersifat
normatif dalam pemberian makna terhadap kebenaran atau kenyataan yang dijumpai
dalam seluruh aspek kehidupan. Nilai-nilai kegunaan ilmu ini juga wajib dipatuhi seorang
ilmuwan, baik dalam melakukan penelitian maupun di dalam menerapkan ilmu.
Salah satu aspek penting dari bahasa ialah aspek fungsi bahasa. Secara umum fungsi
bahasa adalah sebagai alat komunikasi, bahkan dapat dipandang sebagai fungsi utama
bahasa.
Bahasa itu mempunyai bunyi bahasa yang terdiri dari vocal dan konsonan. Misalnya,
bahasa Indonesia mempunyai 6 vokal dan 22 konsonan, bahasa arab mempunyai tiga vocal
pendek dan tiga vocal panjang serta 28 konsonan (Al-Khuli 1982;321); bahasa Inggris
memiliki 16 buah vocal dan 24 konsonan (Al-Khuli 1982: 320).
b) Bahasa mempunyai satuan-satuan bahasa yang bermakna, entah kata, frase, kalimat dan
wacana.
b)
Benyamin Lee dan Sapir hipotesis yang diusungnya adalah struktur bahasa suatu budaya
menentukan apa yang orang pikirkan dan lakukan. Dapat dibayangkan bagaimana
seseorang menyesuaikan dirinya dengan realitas tanpa menggunakan bahasa, dan bahwa
bahasa hanya semata-mata digunakan untuk mengatasi persoalan komunikasi atau refleksi
tertentu. Hipotesis ini menunjukkan bahwa proses berpikir kita dan cara kita memandang
dunia dibentuk oleh struktur gramatika dari bahasa yang kita gunakan.
mencari jawab dan makna dari seluruh symbol yang menampakkan diri di alam semesta
ini. Bahasa juga adalah alat untuk membongkar seluruh rahasia symbol-simbol tersebut.
Dari uraian di atas, maka jelaslah bahwa bahasa dan filsafat memiliki hubungan atau relasi
yang sangat erat, dan sekaligus merupakan hukum kausalitas (sebab musabbab dan akibat)
yang tidak dapat ditolak kehadirannya. Sebab itulah seorang filosof (ahli filsafat), baik
secara langsung maupun tidak, akan senantiasa menjadikan bahasa sebagai sahabat
akrabnya yang tidak akan terpisahkan oleh siapa pun dan dalam kondisi bagaimanapun.
Bahasa memiliki daya tarik tersendiri untuk dijadikan objek penelitian filsafat, ia juga
memiliki kelemahan-kelemahan tertentu sehubungan dengan fungsi dan perannya yang
begitu luas dan kompleks. Salah satu kelemahannya yaitu tidak mengetahui dirinya secara
tuntas dan sempurna, sebagaimana mata tidak dapat melihat dirinya sendiri.
Realitas semacam itulah, barangkali yang mendorong para filosof dari tradisi realisme di
Inggris mengalihkan orientasi kajian kefilsafatannya pada analisis bahasa seperti yang
telah dilakukan oleh George More (1873-1958), Bertrand Russel (1872-1970), Ludwig
Wittgenstein (1889-1951), Alfref Ayer (1910- ), dan yang lainnya. Dalam perkembangan
selanjutnya, kelompok ini sering dikelompokkan sebagai aliran baru dalam filsafat, yaitu
aliran filsafat analisis bahasa atau filsafat analitis.
Ibnu
Rusd
dari
Andalusia.
Berikut ini akan dikemukakan beberapa masalah kebahasaan yang memerlukan analisis
atau kerja filsafat dalam memahami dan memecahkannnya, antara lain :
1. Masalah bahasa pertama dan mendasar adalah apa hakikat bahasa itu ? mengapa bahasa
itu harus ada pada manusia dan merupakan cirri utama manusia. Apa pula hakikat manusia
itu, dan bagaimana hubungan antara bahasa dan manusia itu.
2.
Apakah perbedaan utama antara bahasa manusia dan bahasa di luar manusia, seperti
bahasa binatang dan atau bahasa makhluk lain. Apa persamaannya dan apa pula
perbedaannya.
3. Apa hubungan antara bahasa dan akal, dan juga apa hubungannya antara bahasa dengan
hati, intuisi dan fenomena batin manusia lainnya.
Problem-problem tersebut, merupakan sebagian dari contoh-contoh problematika
kebahasaan, yang dalam pemecahannya memerlukan usaha-usaha pemikiran yang dalam
dan
sistematis
atau
analisis
filsafat.
Agar ada sedikit gambaran, berikut ini akan diuraikan secara singkat mengenai hubungan
fungsional antara bahasa dan filsafat. Diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Filsafat, dalam arti analisis merupakan salah satu metode yang digunakan oleh para filosof
dan ahli filsafat dalam memecahkan , seperti mengenai apakah hakikat bahasa itu, atau
pernyataan dan ungkapan bahasa yang bagaimana yang dapat dikategorikan ungkapan
bahasa bermakna dan tidak bermakna.
2.
Filsafat, dalam arti pandangan atau aliran tertentu terhadap suatu realitas, misalnya
filsafat idealism, rasionalisme, realism, filsafat analitif, Neo-Posotovisme, strukturalisme,
posmodernisme, dan sebagainya, akan mewarnai pula pandangan para ahli bahasa dalam
mengembangkan teori-teorinya. Aliran filsafat tertentu akan mempengaruhi dan
memberikan bentuk serta corak tertentu terhadap teori-teori kebahasaan yang telah
dikembangkan para ahli ilmu bahasa atas dasar aliran filsafat tersebut. Sebut saja
Sausurian, adalah suatu aliran linguistic dan ilmu sastra yang dikembangkan di atas
bangunan filsafat strukturalisme Ferdinand de Saussure.
3.
Filsafat, juga berfungsi member arah agar teorai kebahasaan yang telah dikembangkan
para ahli ilmu bahasa, yang berdasarkan dan menurut pandangan dan aliran filsafat
tertentu, memiliki relevansi dan realitas kehidupan ummat manusia.
4.
Filsafat, termasuk juga filsafat bahasa, juga mempunyai fungsi untuk memberikan
petunjuk dan arah dalam pengembangan teori-teori kebahasan menjadi ilmu bahasa
(linguistic) atau ilmu sastra. Suatu teori kebahasaan yang dikembangkan oleh suatu aliran
filsafat tertentu, akan menghasilkan forma aliran ilmu bahasa tertentu pula. Hal ini akan
sangat bermanfaat bagi pengembangan ilmu kebahasaan secara berkelanjutan.
DAFTAR PUSTAKA
Ambary, Abdullah. 1986. Intisari Tata Bahasa Indonesia. Bandung: Djatnika.
Santoso, Kusno Budi.1990.Problematika Bahasa Indonesia. Bandung: Angkasa.
Pangabean, Maruli. 1981. Bahasa Pengaruh dan Peranannya. Jakarta: Gramedia.
Wibowo, Wahyu. 2001. Manajemen Bahasa. Jakarta: Gramedia. Ahmad Asep.2006.
Filsafat Bahasa. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.
Slametmuljana. Prof. Dr. 1982. Asal usul Bahasa dan Bahasa Nusantara Jakarta: Balai
Pustaka.
S. Suriasumantri. Jujun.2007. Filsafat Ilmu (Sebuah Pengantar Populer).Jakarta: Pustaka
Sinar Harapan.
Surajiyo,Drs.2007. Filasafat Ilmu dan Perkembangannya di Indonesia. Jakarta: Bumi
Aksara.
http://umnuu.blogspot.co.id/2012/12/makalah-filsafat-bahasa.html
fffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffff
Filsafat Bahasa (Hubungan Filsafat dengan Bahasa)
Oleh
MUHSYANUR
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tiada kehidupan tanpa sebuah bahasa dan Tiadasebuah cinta tanpa
adanya filsafat
Bahasa dan filsafat berjalan berpapasan mengikuti arus sesuai dengan
peralihan dari siang ke petang, dari hari kemarin ke hari esok. Sesorang akan
mampu berfilsafat jika bahasa itu ada, begitu juga dengan adanya bahasa,
seseorang itu akan berbahasa sesuai dengan hasil penalaran, proses kerja
otak dan menghasilkan pengetahuan yang diolah melalui filsafat. Jadi, bahasa
dan filsafat merupakan dua sejoli yang tidak terpisahkan. Mereka bagaikan
dua sisi mata uang yang senantiasa bersatu..
Minat seseorang terhapad kajian bahasa bukanlah hal yang baru sepanjang
sejarah filsafat. Semenjak munculnya Retorika Corax dan Cicero pada zaman
Yunani dan Romawi abad 4 2 SM hingga saat ini (Post Modern), bahasa
merupakan salah satu tema kajian filsafat yang sangat menarik.
Hadirnya istilah filsafat bahasa dalam ruang dunia filsafat dapat dikatan
sebagai suatu hal yang baru. Istilah muncul bersamaan dengan kecendrungan
filsafat abad ke-20 yang bersifat logosentris. Oleh karena itu, sangat wajar
apabila ditemukan kesulitan untuk mendapatkan pengertian yang pasati
mengenai apa sebetulnya yang dimaksud dengan filsafat bahasa.
Verhaar telah menunjukkan dua jalan yang terkandung dalam istilah filsafat
bahasa, yaitu : 1) filsafat mengenai bahasa; dan 2) filsafat berdasarkan
bahasa. Di dalam pembahasan makalah ini, akan dibahasa lebih detail tentang
hakikat filsafat bahasa. Dan adapun garis-gari besar yang dibahas yaitu :
spekulasi asal-usul bahasa, defenisi bahasa dan filsafat itu sendiri, esensi
bahasa ditinjau dari segi filsafat, hubungan bahasa dengan filsafat,
kelemahan-kelamahan bahasa, fungsi filsafat terahadap bahasa, dan peranan
filsafat bahasa dalam pengembangan bahasa.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Spekulasi Asal-usul Bahasa
Kendati setiap manusia berbahasa dan melalui bahasa mereka dapat
berinteraksi dengan yang lain untuk memenuhi kebutuhan hidupnya serta
bahasalah yang membedakan manusia dengan makhluk ciptaan Tuhan yang
lain, tidak banyak orang memberikan perhatian pada asal usul bahasa. Orang
hanya take for granted bahwa bahasa hadir bersamaan dengan kehadiran
manusia, sehingga di mana ada manusia, di situ pula ada bahasa. Jadi bahasa
adalah given. Orang mulai menanyakan asal mula bahasa ketika ada
persoalan mengenai hubungan antara kata dan makna, tanda dan yang
ditandai, hakikat makna, dan perbedaan makna kata yang mengakibatkan
kesalahpahaman. Para ahli lebih memberikan perhatian pada bentuk bahasa,
Hidayat (1996: 29) secara garis besar terdapat tiga perspektif teoretik
mengenai asal usul bahasa, yakni teologik, naturalis, dan konvensional. Aliran
teologik umumnya menyatakan bahwa kemampuan berbahasa manusia
merupakan anugerah Tuhan untuk membedakannya dengan makhluk
ciptaanNya yang lain. Dalam al Quran (2: 31) Allah dengan tegas
memerintahkan Adam untuk memberi nama benda-benda (tidak menghitung
benda). Para penganut aliran ini berpendapat kemampuan Adam untuk
memberi nama benda disebut tidak saja sebagai peristiwa linguistik pertama
kali dalam sejarah manusia, tetapi juga sebuah peristiwa sosial yang
membedakan manusia dengan semua makhluk ciptaan Tuhan yang lain. Tak
bisa dipungkiri bahasa kemudian menjadi pembeda yang sangat jelas antara
manusia (human) dengan makhluk yang bukan manusia (non-human).
Tentu saja pendapat ini bersifat dogmatis dan karenanya tidak perlu dilakukan
kajian secara ilmiah dan serius tentang asal usul bahasa. Kehadiran bahasa
diterima begitu saja, sama dengan kehadiran manusia yang tidak perlu
dipertentangkan. Karena bersifat teologik, maka aliran ini terkait dengan
keimanan seseorang. Bagi yang beragama Islam perintah Allah kepada Adam
di atas harus diterima sebagai kebenaran, karena tersurat dengan jelas di
dalam kitab suci al Quran. Sisi positif aliran ini adalah kebenarannya bersifat
mutlak dan karenanya tidak perlu diperdebatkan karena berasal dari Allah.
Tetapi sisi negatifnya ialah aliran ini menjadikan ilmu pengetahuan tentang
bahasa tidak berkembang. Sebab, tidak lagi ada kajian atau penelitian tentang
asal usul bahasa. Padahal, penelitian merupakan aktivitas ilmiah yang sangat
penting untuk menjelaskan dan mencari jawaban atas berbagai fenomena
alam, sosial, dan kemanusiaan termasuk fenomena bahasa. Lebih dari itu,
penelitian merupakan aktivitas untuk mengembangkan ilmu pengetahuan.
Tidak pernah ada ilmu pengetahuan berkembang tanpa penelitian. Hampir
semua ilmu pengetahuan yang berkembang pesat dibarengi dengan kegiatan
penelitian secara intensif. Misalnya, ilmu kedokteran, biologi, fisika, astronomi
dan sebagainya.Kemajuan pesat pada ilmu-ilmu itu beberapa dasawarsa
belakangan ini karena kegiatan penelitian yang begitu intensif di bidang itu.
B. Defenisi Bahasa dan Filsafat
Menurut Keraf dalam Smarapradhipa (2005:1), memberikan dua pengertian
bahasa. Pengertian pertama menyatakan bahasa sebagai alat komunikasi
antara anggota masyarakat berupa simbol bunyi yang dihasilkan oleh alat
ucap manusia. Kedua, bahasa adalah sistem komunikasi yang
mempergunakan simbol-simbol vokal (bunyi ujaran) yang bersifat arbitrer.
Lain halnya menurut Owen dalam Stiawan (2006:1), menjelaskan definisi
bahasa yaitu language can be defined as a socially shared combinations of
those symbols and rule governed combinations of those symbols (bahasa
dapat didefenisikan sebagai kode yang diterima secara sosial atau sistem
konvensional untuk menyampaikan konsep melalui kegunaan simbol-simbol
yang dikehendaki dan kombinasi simbol-simbol yang diatur oleh ketentuan).
Pendapat di atas mirip dengan apa yang diungkapkan oleh Tarigan (1989:4),
beliau memberikan dua definisi bahasa. Pertama, bahasa adalah suatu sistem
yang sistematis, barang kali juga untuk sistem generatif. Kedua, bahasa
segala sesuatu yang kita ketahui ((Immanuel Kant), f) filasafat adalah berpikir
tentang masalah-malasah yaitu tentang makna keadaan, Tuhan, keabadian,
dan kebebasan (Langeveld), g) filasafat adala ilmu yang menyelidiki tentang
segala sesuatu dengan mendalam mengenai ketuhanan, alam semesta dan
manusia (Hasbullah Bakri), h) filasafat adalah pemerenungan terhadap sebabsebab ada dan berbuat tentang kenyataan (reality) sampai pada akhir (N.
Driyarka), i) filsafat adalah hal-hal yang menjadi objek dari sudut intinya yang
mutlak dan yang terdalam (Notonagoro), j) filasafat adalah ilmu yang
berusaha mencari sebab yang sedalam-dalamnya bagi segala sesuatu
berdasarkan pikiran belaka (Ir. Paedjawijata), k) filsafat adalah ilmu yang
selalu mencari yang hakiki baik masalah ketuhanan, realita yang dialami baik
dari subjek yaitu manusia maupun dari objeknya yaitu alam (Muhsyanur
Syahrir).
Aliran utama filsafat ketiga pada abad kedua puluh meminjam namanya,
dengan alas an yang baik, mengingat sifat mitologis ini. Sebgaiman tugas
hermes ialah mengungkapkan makna tersembunyi dari dewa-dewa ke
manusia-manusia, filsafat hermeneutik pun berusaha memahami persoalan
paling dasar dalam kajian ilmu tentang logika atau filsafat bahasa: bagaimana
pemahaman itu sendiri mengambil tempat bilamana kita menafsirkan pesanpesan ucapan atau tulisan. Filsafat hermeneutic memilik akar yang dalam di
kebudayaan barat. Bahkan, Aristoteles sendiri menulis buku berjudul peri
hermeneias (tentang interpretasi), walau ini lebih berkenan dengan
pertanyaan-pertanyaan dasar logika daripada dengan persoalan yang saat ini
kita kaitkan dengan hermeneutika.
Karya pertama yang berusaha secara praktis obyektif menata prinsip-prinsip
penafsiran semacam itu adalah introduction to the correct interpretation of
reasonable discourses and book (1742), karya Johann Chladenius (1710-1759).
Dengan menetapkan hermeneutika sebagai seni pemorelahan pemahaman
pembicaraan secara lengkap (entah ucapan entah tulisan), ia mengsulkan tiga
prinsip dasar yang harus selalu diikuti: (1) pembaca harus menangkap gaya
atau genre pembicara/penulis; (2) aturan logika yang tak bisa berubah dari
Aristotelian harus digunakan untuk menagkap makna setiap kalimat; (3)
perspektif atau sudut pandang pembicara/penulis harus ditanamkan di
dalam benak, terutama ketika membandingkan laporan yang berbeda tentang
peristiwa atau pandangan yang sama.
2. Hubungan bahasa dan pengetahuan bahasa
Relasi antara hubungan bahasa dan pengetahuan bahasa dapat dikatakan
sebagai hubungan kausalitas. Dan di dalam perkembangannya, bahasa sudah
dijadikan obyek menarik bagi perenungan, pembahasan dan penelitian dunia
filsafat. Selai bahasa mempunyai daya tarik tersendiri, ia juga memiliki
kelemahan sehubungan dengan fungsi dan perannya yang begitu luas dan
kompleks, seperti ia tidak bisa mengetahui dirinya secara tuntas dan
sempurna, sehingga filsafatlah yag memberikan pengetahuan pada dirinya.
3. Filsafat dapat dikaji melalui tiga aspek yaitu, epistemology, antologi dan
aksiologi.
a) Epsitemologi (asal mula) adalah pengetahuan sistematik mengenai
pengetahuan. Ia merupakan cabang filsafat yang membahas tentang
terjadinya pengetahuan, sumber pengetahuan, asal mula pengetahuan,
sarana, metode atau cara memperoleh pengetahuan, validitas dan kebenaran
pengetahuan (ilmiah). Epistemologi juga membahas bagaimana menilai
kelebihan dan kelemahan suatu model epistemologik beserta tolok ukurnya
bagi pengetahuan (ilmiah), seperti teori koherensi, korespondesi pragmatis,
dan teori intersubjektif. Pengetahuan merupakan daerah persinggungan
antara benar dan dipercaya. Metode ilmiah menggabungkan cara berpikir
deduktif dan induktif sehingga menjadi jembatan penghubung antara
penjelasan teoritis dengan pembuktian yang dilakukan secara empiris. Secara
rasional, ilmu menyusun pengetahuannya secara konsisten dan kumulatif,
sedangkan secara empiris ilmu memisahkan pengetahuan yang sesuai dengan
fakta dari yang tidak. Jika seseorang ingin membuktikan kebenaran suatu
pengetahuan maka cara, sikap, dan sarana yang digunakan untuk
membangun pengetahuan tersebut harus benar. Apa yang diyakini atas dasar
pemikiran mungkin saja tidak benar karena ada sesuatu di dalam nalar kita
yang salah. Demikian pula apa yang kita yakini karena kita amati belum tentu
benar karena penglihatan kita mungkin saja mengalami penyimpangan. Itulah
sebabnya ilmu pengetahan selalu berubah-ubah dan berkembang.
Secara umum dapat difenisikan sebagai lambang. Pengertian lain dari bahasa
adalah alat komunikasi yang berupa sistem lambang yang dihasilkan oleh alat
ucap pada manusia. Perlu kita ketahui bahwa bahasa terdiri dari kata-kata
atau kumpulan kata. Masing-masing mempunyai makna, yaitu, hubungan
abstrak antara kata sebagai lambang dengan objek atau konsep yang diwakili
Kumpulan kata atau kosa kata itu oleh ahli bahasa disusun secara alfabetis,
atau menurut urutan abjad, disertai dengan penjelasan artinya dan kemudian
dibukukan menjadi sebuah kamus atau leksikon.
Pada waktu kita berbicara atau menulis, kata-kata yang kita ucapkan atau kita
tulis tidak tersusun begitu saja, melainkan mengikuti aturan yang ada. Untuk
mengungkapkan gagasan, pikiran atau perasaan, kita harus memilihkata-kata
yang tepat dan menyusun kata-kata itu sesuai dengan aturan bahasa.
Seperangkat aturan yang mendasari pemakaian bahasa, atau yang kita
gunakan sebagai pedoman berbahasa inilah yang disebut Tata bahasa.
Untuk selanjutnya yang berhubungan dengan tata bahasa akan dibahas lebih
detail lagi yaitu tentang fonologi, morfologi, sintaksis, semantik dan etimologi.
Pengertian dari Fonologi ialah bagian tata bahasa yang membahas atau
mempelajari bunyi bahasa. Morfologi mempelajari proses pembentukan kata
secara gramatikal beserta unsur-unsur dan bentuk-bentuk kata. Sintaksis
membicarakan komponen-komponen kalimat dan proses pembentukannya.
Bidang ilmu bahasa yang secara khusus menganalisis arti atau makna kata
ialah semantik, sedang yang membahas asal-usul bentuk kata adalah
etimologi.
b) Ontologikal (Objek atau sasaran) membahas keberadaan sesuatu yang
bersifat kongkrit secara kritis. Pemahaman ontologik meningkatkan
pemahaman manusia tentang sifat dasar berbagai benda yang akhimya akan
menentukan pendapat bahkan keyakinannya mengenai apa dan bagaimana
(yang) ada sebagaimana manifestasi kebenaran yang dicarinya.
Rizal Mustansyir menyebutkan bahwa objek material filsafat bahasa adalah
kefilsafatan atau bahasa yang dipergunakan dalam filsafat. Sedangkan objek
formal filsafat bahasa menurutnya, ialah pandangan filsafati atau tinjauan
secara filsafati.
c) Semantikal / Aksiologi (nilai dan fungsi) meliputi nilai nilai kegunaan yang
bersifat normatif dalam pemberian makna terhadap kebenaran atau
kenyataan yang dijumpai dalam seluruh aspek kehidupan. Nilai-nilai
kegunaan ilmu ini juga wajib dipatuhi seorang ilmuwan, baik dalam melakukan
penelitian maupun di dalam menerapkan ilmu.
Salah satu aspek penting dari bahasa ialah aspek fungsi bahasa. Secara
umum fungsi bahasa adalah sebagai alat komunikasi, bahkan dapat
dipandang sebagai fungsi utama bahasa.
4. Ciri-ciri bahasa universal
a) Bahasa itu mempunyai bunyi bahasa yang terdiri dari vocal dan konsonan.
ide-ide yang menimbulkan dan juga ditimbulkan oleh ungkapan atau istilah
tersebut. Padahal dalam ungkapan sehari-hari kita sering menjumpai
ungkapan-ungkapan atau kata-kata yang tidak ditimbulkan oleh ide apapun.
Misalnya, ungkapan penghubung yang, ungkapa pengandaian jika dan
yang lainnya (kata-kata semacam itu dinamakan syntegorematic), yaitu katakata yang tidak dapat dikatakan timbul ole hide-ide tertentu.
Kedelapan, banyak orang yang beranggapan bahwa setiap kata yang
diungkapkan itu me-refer atau mengacu kepada suatu objek yang konkrit,
empiric, dan dapat dibuktikan secara empiric. Padahal banyak kata-kata yang
dijumpai dalam kehidupan kita sehari-hari yang tidak mengacu kepada objek
yang konkrit ada di dunia. Misalnya, ungkapan kata al- jannah (surga) dan
al-nar (neraka) yang diambil dari untaian firman Tuhan dalam kitab suci.
Kata-kata ini susah untuk dibuktikan sebagai sesuatu ungkapan yang
mengacu kepada dunia konkri. Bahkan mungkin untuk sebagian orang yang
tidak mempercayainya ungkapan-ungkapan itu hanyalah ungkapan kosong
yang tidak mengandung makna apapun.
Demikianlah beberapa kelemahan dalam bahasa (bahasa manusia) yang
dapat dijelaskan dalam pasal ini. Saya yakin masih banyak kelemahankelamahan lainnya yang belum bias diungkapkan dalam tulisan ini.
Kelemahan-kelemahan itu sebenarnya bias dibatasi oleh si pemakai bahasa itu
sendiri.
3. Apa yang dimaksud dengan bahasa yang bermakna dan bahasa yang benar
itu. Apa pula criteria kebenaran bahasa itu. Apakah betul bahasa kitab suci
bukan suatu bahasa yang tidak bermakna. Criteria apa dari kebenaran bahasa
kitab suci itu?
4. Apa hubungan antara bahasa dan akal, dan juga apa hubungannya antara
bahasa dengan hati, intuisi dan fenomena batin manusia lainnya.
5. Bisakah manusia berhubungan dengan bahasa-bahasa di luar manusia.
Bahasa apa yang digunakannya, dan bagaimana kita mempelajarinya.
Problem-problem tersebut, merupakan sebagian dari contoh-contoh
problematika kebahasaan, yang dalam pemecahannya memerlukan usahausaha pemikiran yang dalam dan sistematis atau analisis filsafat.
Agar ada sedikit gambaran, berikut ini akan diuraikan secara singkat
mengenai hubungan fungsional antara bahasa dan filsafat. Daiantaranya
adalah sebagai berikut :
1) Filsafat, dalam arti analisis filsafat merupakan salah satu metode yang
digunakan oleh para filosof dan ahli filsafat dalam memecahkan , seperti
mengenai apakah hakikat bahasa itu, atau pernyataan dan ungkapan bahasa
yang bagaimana yang dapat dikategorikan ungkapan bahasa bermakna dan
tidak bermakna.
2) Filsafat, dalam arti pandangan atau aliran tertentu terhadap suatu realitas,
misalnya filsafat idealism, rasionalisme, realism, filsafat analitif, NeoPosotovisme, strukturalisme, posmodernisme, dan sebagainya, akan
mewarnai pula pandangan para ahli bahasa dalam mengembangkan teoriteorinya. Aliran filsafat tertentu akan mempengaruhi dan memberikan bentuk
serta corak tertentu terhadap teori-teori kebahasaan yang telah
dikembangkan para ahli ilmu bahasa atas dasar aliran filsafat tersebut. Sebut
saja Sausurian, adalah suatu aliran linguistic dan ilmu sastra yang
dikembangkan di atas bangunan filsafat strukturalisme Ferdinand de
Saussure.
3) Filsafat, juga berfungsi member arah agar teorai kebahasaan yang telah
dikembangkan para ahli ilmu bahasa, yang berdasarkan dan menurut
pandangan dan aliran filsafat tertentu, memiliki relevansi dan realitas
kehidupan ummat manusia.
4) Filsafat, termasuk juga filsafat bahasa, juga mempunyai fungsi untuk
memberikan petunjuk dan arah dalam pengembangan teori-teori kebahasan
menjadi ilmu bahasa (linguistic) atau ilmu sastra. Suatu teori kebahasaan
yang dikembangkan oleh suatu aliran filsafat tertentu, akan menghasilkan
forma aliran ilmu bahasa tertentu pula. Hal ini akan sangat bermanfaat bagi
pengembangan ilmu kebahasaan secara berkelanjutan.
Berdasarkan uraian tersebut, jelaslah bahwa filsafat memiliki fungsi yang
sangat luas dan berharga bagi pengembangan ilmu bahasa maupun bahasa
itu sendiri. Fakta sejarah menginformasikan kepada kita bahwa teradapat
hubungan yang erat antara bahasa dan filsafat. Diberitakan pula bahwa ajaran
dan metode tertentu dari suatu aliran filsafat telah memberikan sumbangan
yang sangat besar terhadap perkembangan bahasa. Salah satunya adalah
ajaran Ariestoteles tentang 10 kategori yang telah diadopsi oleh para ahli
baha menjadi 10 jenis kata, seperti kata benda, kata kerja, kata sifat, dan
yang lainnya. Begitu juga mengenai logika induksi dan deduksi telah dijadikan
sebagai standar kebenaran suatu ungkapan bahasa yang diwujudkan dalam
bentu-bentuk kalimat.
G. Peranan Filsafat Bahasa dalam Pengembangan Bahasa
Kegunaan (peranan) filsafat bahasa itu sangat penting pada pengembangan
ilmu bahasa karena filsafat bahasa itu adalah pengetahuan dan penyelidikan
dengan akal budi mengenai hakekat bahasa, sebab, asal, dan hukumnya. Jadi
pengetahuan dan penyelidikan itu terfokus kepada hakekat bahasa, juga
sudah termasuk perkembangannya. Pada dasarnya perkembangan filsafat
analitika bahasa meliputi tiga aliran yang pokok yaitu atomisme logis,
positivisme logis, dan filsafat bahasa biasa. Aliran filsafat bahasa biasa inilah
yang memiliki bentuk yang paling kuat bilamana dibandingkan dengan aliran
yang lain, dan memiliki pengaruh yang sangat luas, baik di Inggris, Jerman
dan Perancis maupun di Amerika. Aliran ini dipelopori oleh Wittgenstein. Aliran
filsafat bahasa biasa juga mempunyai kelemahan-kelemahan antara lain :
1. Kekaburan makna
2. Bergantung pada konteks
3. Penuh dengan emosi
4. Menyesatkan
Untuk mengatasi kelemahan dan demi kejelasan kebenaran konsep-konsep
filosofis maka perlu dilakukan suatu pembaharuan bahasa, yaitu perlu
diwujudkan suatu bahasa yang sarat dengan logika sehingga ungkapanungkapan bahasa dalam filsafat kebenarannya dapat dipertanggungjawabkan.
Kelompok filsuf ini adalah Bertrand Russell.
Menurut kelompok filsuf ini tugas filsafat yaitu membangun dan
mengembangkan bahasa yang dapat mengatasi kelemahan-kelemahan yang
terdapat dalam bahasa sehari-hari ini. Dengan suatu kerangka bahasa yang
sedemikian itu kita dapat memahami dan mengerti tentang hakikat faktafakta atau kenyataan-kenyataan dasar tentang struktur metafisis dan realitas
kenyataan dunia yang menjadi perhatian yang terpenting adalah usaha untuk
membangun dan memperbaharui bahasa itu membuktikan bahwa perhatian
filsafat itu memang berkenaan dengan konsepsi umum tentang bahasa serta
makna yang terkandung di dalamnya. Sebagai suatu bidang filsafat khusus,
filsafat bahasa mempunyai kekhususannya, yaitu masalah yang dibahas
berkenaan dengan bahasa. Jadi peranan filsafat bahasa jelas sangat penting,
atau berpengaruh terhadap pengembangan ilmu bahasa. Namun berbeda
dengan ilmu bahasa atau lingkungan yang membahas ucapan tata bahasa,
dan kosa kata, filsafat bahasa lebih berkenaan dengan arti kata atau arti
bahasa (semantik). Masalah pokok yang dibahas dalam filsafat bahasa lebih
berkenaan dengan bagaimana suatu ungkapan bahasa itu mempunyai arti,
sehingga analisa filsafat tidak lagi dimengerti atau tidak lagi dianggap harus
didasarkan pada logika teknis, baik logika formal maupun matematik, tetapi
berfilsafat didasarkan pada penggunaan bahasa biasa. o1eh karena itu
mempelajari bahasa biasa menjadi syarat mutlak bila ingin membicarakan
Simpulan
Berdasarkan pemaparan dari bab pembahasan diatas maka adapun yang
dapat ditarik sebagai kesimpulan pada halaman ini yaitu :
Pengertian bahasa menurut beberapa ahli :
1. Menurut Keraf dalam Smarapradhipa (2005:1)
- Bahasa adalah alat komunikasi antara anggota masyarakat berupa simbol
bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia.
- bahasa adalah sistem komunikasi yang mempergunakan simbol-simbol vokal
(bunyi ujaran) yang bersifat arbitrer.
2. Owen dalam Stiawan (2006:1)
Bahasa adalah sebagai kode yang diterima secara sosial atau sistem
konvensional untuk menyampaikan konsep melalui kegunaan simbol-simbol
yang dikehendaki dan kombinasi simbol-simbol yang diatur oleh ketentuan.
3. Tarigan (1989:4)
- Bahasa adalah suatu sistem yang sistematis, barang kali juga untuk sistem
generatif.
- bahasa adalah seperangkat lambang-lambang mana suka atau simbol-simbol
arbitrer.
4. Menurut Santoso (1990:1)
Bahasa adalah rangkaian bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia secara
sadar.
5. Mackey (1986:12)
Bahasa adalah suatu bentuk dan bukan suatu keadaan (lenguage may be form
and not matter) atau sesuatu sistem lambang bunyi yang arbitrer, atau juga
suatu sistem dari sekian banyak sistem-sistem, suatu sistem dari suatu
tatanan atau suatu tatanan dalam sistem-sistem.
6. Menurut Wibowo (2001:3)
Bahasa adalah sistem simbol bunyi yang bermakna dan berartikulasi
(dihasilkan oleh alat ucap) yang bersifat arbitrer dan konvensional, yang
dipakai sebagai alat berkomunikasi oleh sekelompok manusia untuk
melahirkan perasaan dan pikiran.
7. Walija (1996:4)
Bahasa ialah komunikasi yang paling lengkap dan efektif untuk
menyampaikan ide, pesan, maksud, perasaan dan pendapat kepada orang
lain.
8. Syamsuddin (1986:2)
- Bahasa adalah alat yang dipakai untuk membentuk pikiran dan perasaan,
keinginan dan perbuatan-perbuatan, alat yang dipakai untuk mempengaruhi
dan dipengaruhi.
- Bahasa adalah tanda yang jelas dari kepribadian yang baik maupun yang
buruk, tanda yang jelas dari keluarga dan bangsa, tanda yang jelas dari budi
kemanusiaan.
9. Pengabean (1981:5)
Bahasa adalah suatu sistem yang mengutarakan dan melaporkan apa yang
terjadi pada sistem saraf.
10. Soejono (1983:01)
Bahasa adalah suatu sarana perhubungan rohani yang amat penting dalam
hidup bersama.
Esensi Bahasa ditinjau dari segi Filsafat
1. Bidang-bidang khusus yang dikaji dalam filsafat bahasa
d) Filsafat Analitik
e) Filsafat Sintetik
f) Filsafat Hermeneutik
2. Hubungan bahasa dan pengetahuan bahasa
3. Filsafat dapat dikaji melalui tiga aspek yaitu, epistemology, antologi dan
aksiologi.
4. Ciri-ciri bahasa universal
5. Para ahli bahasa dan pandangannya terhadap bahasa
DAFTAR PUSTAKA
Ambary, Abdullah. 1986. Intisari Tata Bahasa Indonesia. Bandung: Djatnika.
Santoso, Kusno Budi.1990.Problematika Bahasa Indonesia. Bandung: Angkasa.
Syamsuddin, A.R. 1986. Sanggar Bahasa Indonesia. Jakarta: Universitas
Terbuka Jakarta.
Pare Kediri Jawa Timur, dan Ikatan Pemuda dan Remaja Masjid (IPREMAS)
Daarussalam Doping Lama Desa Benteng Kec. Penrang Kab. Wajo.
Diposkan oleh MUHSYANUR SYAHRIR di 23.09
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke
FacebookBagikan ke Pinterest
http://echax85atc-muhsyanursyahrir.blogspot.co.id/2011/02/filsafat-bahasahubungan-filsafat.html
fffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffff
ffffffffffffffffffffff
FILSAFAT BAHASA (MAKALAH)
FILSAFAT BAHASA DALAM PENGAJARAN DWIBAHASA
(BILINGUAL TEACHING)
OLEH :
YODI HASRUL FIRMANSYAH
2010
DAFTAR ISI
BAB
BAB
PENDAHULUAN
BAB
A.
B.
C.
D.
KESIMPULAN
BAB
PENDAHULUAN
Istilah filsafat berasal dari bahasa Yunani : philosophia. Seiring
perkembangan jaman akhirnya dikenal juga dalam berbagai bahasa, seperti :
philosophic dalam kebudayaan bangsa Jerman, Belanda, dan Perancis;
philosophy dalam bahasa Inggris; philosophia dalam bahasa Latin; dan
falsafah dalam bahasa Arab.
Para filsuf memberi batasan yang berbeda-beda mengenai filsafat,
namun batasan yang berbeda itu tidak mendasar. Selanjutnya batasan filsafat
dapat ditinjau dari dua segi yaitu secara etimologi dan secara terminologi.
Secara etimologi, istilah filsafat berasal dari bahasa Arab, yaitu
falsafah atau juga dari bahasa Yunani yaitu philosophia philien : cinta dan
sophia : kebijaksanaan. Jadi bisa dipahami bahwa filsafat berarti cinta
kebijaksanaan. Dan seorang filsuf adalah pencari kebijaksanaan, pecinta
kebijaksanaan dalam arti hakikat.
Plato ( 428 -348 SM ) : Filsafat tidak lain dari pengetahuan tentang segala
yang ada.
Cicero ( (106 43 SM ) : filsafat adalah sebagai ibu dari semua seni ( the
mother of all the arts ia juga mendefinisikan filsafat sebagai ars vitae (seni
kehidupan )
2.
3.
4.
Hasbullah Bakry: Ilmu Filsafat adalah ilmu yang menyelidiki segala sesuatu
dengan mendalam mengenai Ke-Tuhanan, alam semesta dan manusia
sehingga
dapat
menghasilkan
pengetahuan
tentang
bagaimana
sikap
menemui
kepribadiannya
seraya
didalam
kepribadiannya
itu
dialamiya kesungguhan.
Prof. Dr. Ismaun, M.Pd : Filsafat ialah usaha pemikiran dan renungan
manusia dengan akal dan qalbunya secara sungguh-sungguh , yakni secara
kritis
sistematis,
fundamentalis,
universal,
integral
dan
radikal
untuk
mengenai
masalah-masalah
yang
pengetahuan
definitif
A.
B.
1.
2.
3.
4.
5.
obyek material dan ilmu pengetahuan alam (fisika, kimia dan astronomi).
Sedangkan obyek formal ialah aspek atau sudut pandang tertentu terhadap
obyek materialnya.
C.
Sedang hodos
Metode Historis
2.
Metode Sistematis
3.
Metode Kritis
4.
5.
Metode Intuitif
Sedangkan historigrafi
Dalam
2.
3.
4.
5.
6.
BAB
III
mereka
menyelidiki
bagaimana
bahasa
dan
makna
bunyi
yang
sifatnya
arbitraris yang
dipakai
menjadi
sarana
pertama bahasa adalah suatu sistem. Kedua, bahasa adalah lambang. Ketiga,
bahasa itu berbentuk bunyi. Keempat, bahasa itu bersifat arbitraris. Kelima,
bahasa itu berfungsi sebagai sarana komunikasi antara masyarakat manusia.
Letak perbedaan antara filsafat bahasa dengan linguistik
adalah;
mendefinisikan
bahasa,
para
ahli
bahasa
dari
aliran
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Metafisika
Metafisika adalah bagian filsafat yang berusaha memformulasikan fakta yang
paling umum dan paling luas, termasuk penyebutan kategori-kategori yang
paling pokok atas pengelompokan hal, benda dan gambaran.
2.
Logika
Logika
Epistemology
Epistemology (ilmu pengetahuan) menaruh perhatian pada bahasa dalam
beberapa aspek, terutama dalam masalah pengetahuan apriori, yakni
pengetahuan
yang
dianggap
sudah
diketahui
tanpa
didasarkan
pada
4.
Reformasi bahasa
Para filsuf juga tertarik untuk memperbaiki bahasa, dikarenakan kegiatan
keilmuan para filsuf boleh dikatakan tergantung pada pemakaian bahasa. Ada
dua pandangan berbeda terhadap bahasa.
Kedwibahasaan
(The
Meaning
Of
Bilingual)
2.
MacKey (1956:155)
Kedwibahasaan adalah pemakaian yang bergantian dari dua bahasa.
3.
4.
Haugen
(1968:10)
Bloomfield (1958:56)
Kedwibahasaan merupakan kemamouan untuk menggunakan dua bahasa
yang sama baiknya oleh seorang penutur.
Jika
diuraikan
secara
lebih
umum
maka
maka
pengertian
kedwibahasaan
seorang
terhadap
keterampilan
berbahasa.
Maka
Weinreich
membagi
b.
c.
3.
kedwibahasaan
pada
kemampuan
berbahasa.
Maka
Arsenan
DIAGLOSIA
Aspek
Pergantian
Aspek interferensi
Yaitu pengukuran terhadap kesalahan berbahasa yang disebabkan oleh
terbawanya kebiasaan ujaran berbahasa atau dialek bahasa pertama terhadap
kegiatan berbahasa.
pengukuran
kedwibahasaan
seseorang
dilakukan
melalui
agar dalam
kemampuan
MacNawara
kedwibahasaan
kemampuan
dari
(1969)
aspek
berbahasa
memberikan
tingkat
dengan
dengan
disain
cara
menggunakan
teknik
pengukuran
memberikan
konsep
dasar
respon
analisis
kesalahan berbahasa.
Pengukuran dapat memakai indikator membaca pemahaman, membaca
leksikon, kesalahan ucapan, kesalahan ketatabahasaan, interferensi leksikal
B2, pemahaman bahasa lisan, kesalahan fonetis, makna kata dan kekayaan
makna.
Berbeda dengan pendapat-pendapat diatas yaitu Jakobovits (1970)
memberikan desain teknik pengukuran kedwibahasaan dengan cara:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
itu
dominan
Mackey
(1968)
memberikan
teknik
pengukuran
Teori-teori kebahasaan yang bersifat tradisional mengambil sumber asumsiasumsi dan hipotesis tentang bahasa filsafat dan logika. Jadi, Jadi dengan latar
belakang filsafat dan logikalah lahirlah asumsi dan hipotesis bahasa.
2.
Data bahasa yang diteliti mulanya adalah data bahasa tertulis dan bahasa
yang telah mengenal ejaan.
3.
Data bahasa tertulis itu terbatas pada bahasa Yunani dan latin.
4.
5.
Data dan Fakta bahasa yang tidak sesuai dengan teori-teori filsafat dianggap
kekecualiaan atau kesalahan atau perlu pula diperbaiki sesuai dengan teori
filsafat dan logika.
2.
Teori kebahasaan bersifat universal dan dapat dilakukan untuk semua bahasa
di dunis, sementara karakteristik setiap bahasa berbeda-beda.
2. Mengingat-ingat
3. Menirukan
4. Mengasosiasikan
5. Menganalogi
Dari
langkah-langkah
eksperimen
Pavlov
dan
Skinner,
dapat
diambil
kesimpulan bahwa:
1. Pembelajaran bahasa dapat diamati berdasarkan tingkah lakunya.
2. pembelajaran bahasa berdasarkan langkah-langkah eksperimennya
dilakukan secara ilmiah.
3. pembentukan bahasa dilakukan secara terprogram dan bertahap.
Renforcement baik berupa ganjaran dan hukuman sangat penting.
Chomsky
2.
Mac namara
Jean Piaget
-
5.
Krashen
Ada beberapa hipotesis Krashen
I.
1.
aslinya.
Proses penguasaan ini tidak bisa dihindari karena bahasa yang dikuasai
dibutuhkan untuk hidup.
2.
Ada waktu yang cukup untuk memilih dan menerapkan kaidah bahasa hasil
belajar
berbahasa
tidak
dapat
seseorang
diajarkan
tergantung
secara
inputnya.
langsung.
Kelancaran
Kemajuannya
pun
BAB IV
KESIMPULAN
Didasarkan
pada
uraian
yang
telah
disajikan
dalam
bab-bab
dalam
aneka
wujud
kebudayaan.
Simbol-simbol
bahasa
serangkaian
pendapat-pendapat
yang
telah
diuraikan,
dimiliki
filsafat.
Dari
dulu
hingga
sekarang,
filsafat
senantiasa
Daftar Pustaka
Endraswara,
Suwardi,
2006,
Methodology
Penelitian
Sastra,
Pustaka
Widyatama, Yogyakarta
Hidayat, Asep Ahmat, 2006, Filsafat Bahasa, Mengungkap Hakikat Bahasa,
Makna dan Tanda, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung
Pranowo, 1996, Analisis Pengajaran Bahasa, Gajahmada University Press,
Yogyakarta
Poedjosoedarmo, Soepomo, 2003, Filsafat Bahasa, Muhammadiyah University
Press, Surakarta
Pudjo Sumedi AS., Drs.,M.Ed. dan Mustakim, S.Pd.,MM , Filsafat Bahasa
Betrand Russel.2002. Sejarah Filsafat Barat dan Kaitannya dengan kondisi
sosio-politik dari zaman kuno hingga sekarang (alih Bahasa Sigit jatmiko, dkk )
. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Ismaun.2007. Filsafat Administrasi Pendidikan(Serahan Perkuliahan ). Bandung : UPI
Ismaun.2007.
Kapita
Selekta
Filsafat Administrasi
Pendidikan
(Serahan
FILSAFAT BAHASA
Dipresentasikan oleh: M. Doni Sanjaya
NIM. 20112506018
I. PENDAHULUAN
Filsafat bahasa adalah penyelidikan beralasan ke alam, asal-usul, dan
penggunaan bahasa. Sebagai topik, filsafat bahasa bagi para filsuf analitik berkaitan
dengan empat masalah utama sifat makna, penggunaan bahasa, kognisi bahasa, dan
hubungan antara bahasa dan realitas. Untuk filsuf kontinental. Namun, filsafat bahasa
cenderung ditangani, bukan sebagai topik yang terpisah, tetapi sebagai bagian dari
logika, sejarah atau politik.
Pertama, filsuf bahasa menanyakan sifat makna, dan berusaha untuk menjelaskan apa
artinya "berarti" sesuatu. Topik dalam pembuluh darah yang meliputi sifat sinonim, asalusul makna itu sendiri, dan bagaimana makna yang bisa benar-benar diketahui. Proyek
lain di bawah judul ini kepentingan khusus filsuf analitik bahasa adalah penyelidikan cara
yang tersusun menjadi kalimat keluar keseluruhan bermakna arti bagian-bagiannya.
Kedua, mereka ingin memahami apa yang pembicara dan pendengar lakukan
dengan bahasa dalam komunikasi, dan bagaimana digunakan sosial. Kepentingan
khusus dapat meliputi topik pembelajaran bahasa, penciptaan bahasa, dan tindak tutur.
Ketiga, mereka ingin tahu bagaimana bahasa berkaitan dengan pikiran baik dari
pembicara dan penerjemah. Dari minat tertentu adalah dasar untuk terjemahan
keberhasilan kata menjadi kata lain.
Akhirnya, mereka menyelidiki bagaimana bahasa dan makna berhubungan dengan
kebenaran dan dunia. Filsuf cenderung kurang peduli dengan kalimat yang sebenarnya
benar, dan banyak lagi dengan jenis apa makna bisa benar atau salah. Seorang filsuf
berorientasi kebenaran bahasa mungkin bertanya-tanya apakah suatu kalimat bermakna
bisa benar atau salah, atau apakah kalimat dapat mengekspresikan proposisi tentang
hal-hal yang tidak ada, bukan seperti kalimat yang digunakan.
Bahasa dan filsafat berjalan berpapasan mengikuti arus sesuai dengan peralihan
dari siang ke petang, dari hari kemarin ke hari esok. Seseorang akan mampu berfilsafat
jika bahasa itu ada, begitu juga dengan adanya bahasa, seseorang itu akan berbahasa
sesuai dengan hasil penalaran, proses kerja otak dan menghasilkan pengetahuan yang
diolah melalui filsafat. Jadi, bahasa dan filsafat merupakan dua sejoli yang tidak
terpisahkan. Mereka bagaikan dua sisi mata uang yang senantiasa bersatu.
Minat seseorang terhadap kajian bahasa bukanlah hal yang baru sepanjang
sejarah filsafat. Semenjak munculnya Retorika Corax dan Cicero pada zaman Yunani dan
Romawi abad 4 2 SM hingga saat ini (Post Modern), bahasa merupakan salah satu
tema kajian filsafat yang sangat menarik.
Hadirnya istilah filsafat bahasa dalam ruang dunia filsafat dapat dikatakan sebagai
suatu hal yang baru. Istilah muncul bersamaan dengan kecendrungan filsafat abad ke-20
yang bersifat logosentris. Oleh karena itu, sangat wajar apabila ditemukan kesulitan
untuk mendapatkan pengertian yang pasati mengenai apa sebetulnya yang dimaksud
dengan filsafat bahasa.
Verhaar telah menunjukkan dua jalan yang terkandung dalam istilah filsafat
bahasa, yaitu : 1) filsafat mengenai bahasa; dan 2) filsafat berdasarkan bahasa. Di dalam
pembahasan makalah ini, akan dibahas lebih detail tentang hakikat filsafat bahasa. Dan
adapun garis-garis besar yang dibahas yaitu : spekulasi asal-usul bahasa, defenisi
bahasa dan filsafat itu sendiri, esensi bahasa ditinjau dari segi filsafat, hubungan bahasa
dengan filsafat, kelemahan-kelamahan bahasa, fungsi filsafat terhadap bahasa, dan
peranan filsafat bahasa dalam pengembangan bahasa.
II. PEMBAHASAN
2.1. Spekulasi Asal-usul Bahasa
Kendati setiap manusia berbahasa dan melalui bahasa mereka dapat berinteraksi
dengan yang lain untuk memenuhi kebutuhan hidupnya serta bahasalah yang
membedakan manusia dengan makhluk ciptaan Tuhan yang lain, tidak banyak orang
memberikan perhatian pada asal usul bahasa. Orang hanya take for granted bahwa
bahasa hadir bersamaan dengan kehadiran manusia, sehingga di mana ada manusia, di
situ pula ada bahasa. Jadi bahasa adalah given. Orang mulai menanyakan asal mula
bahasa ketika ada persoalan mengenai hubungan antara kata dan makna, tanda dan
yang ditandai, hakikat makna, dan perbedaan makna kata yang mengakibatkan
kesalahpahaman. Para ahli lebih memberikan perhatian pada bentuk bahasa, ragam
bahasa, perubahan bahasa, wujud bahasa, struktur bahasa, fungsi bahasa, pengaruh
bahasa, perencanaan bahasa, pengajaran bahasa, perolehan bahasa, evaluasi dan
sebagainya daripada melacak sejarah kelahirannya. Padahal dengan mengetahui sejarah
kelahirannya akan dapat diperoleh pemahaman yang utuh tentang bahasa.
Namun demikian asal usul bahasa atau sejarah bahasa tetap obscure dan studi
tentang asal usul bahasa tidak sesemarak bidang-bidang kebahasaan yang lain.
Mengapa? Jawabannya sederhana dan spekulatif. Sebab, karena tidak terdapat bukti
yang cukup untuk menyimpulkan kapan sejatinya pertama kali bahasa digunakan oleh
manusia, siapa yang memulai dan bagaimana pula memulainya.
Ahli-ahli menyimpulkan kapan bahasa pertama kali digunakan manusia, para ahli
bahasa justru sepakat bahwa tidak seorang pun mengetahui secara persis kapan bahasa
awal mula ada, di mana, bagaimana membuatnya dan siapa yang mengawalinya.
Ungkapan yang lazim mengatakan bahwa sejarah bahasa dimulai sejak awal keberadaan
manusia. Dengan demikian, sejarah bahasa berlangsung sepanjang sejarah manusia.
Namun demikian, terdapat beberapa teori tentang asal usul bahasa, di antaranya
bersifat tradisional dan mistis. Misalnya, ada yang beranggapan bahwa bahasa adalah
hadiah para dewa yang diwariskan secara turun temurun kepada manusia, sebuah
ungkapan yang sulit diterima kebenarannya secara ilmiah dan nalar logis. Namun
menurut Pei (1971: 12) pada kongres linguistik di Turki tahun 1934 muncul pendapat
yang menyatakan bahwa bahasa Turki adalah akar dari semua bahasa dunia karena
semua kata dalam semua bahasa berasal dari giines, kata Turki yang berarti matahari,
sebuah planet yang pertama kali menarik perhatian manusia dan menuntut nama.
Kendati kebenarannya masih dipertanyakan banyak kalangan, pendapat tersebut tidak
berlebihan. Sebab, dari sisi penggunanya bahasa Turki dipakai tidak saja oleh orang
Turki, tetapi juga oleh masyarakat di negara-negara bekas Uni Soviet, seperti Tajikistan,
Ubekistan, Armenia, Ukraina, dan sebagainya. Sebuah hipotesis tentang teori bahasa
yang didukung oleh Darwin (1809-1882) menyatakan bahwa bahasa hakikatnya lisan dan
terjadi secara evolusi, yakni berawal dari pantomime-mulut di mana alat-alat suara
seperti lidah, pita suara, larynk, hidung, vocal cord dan sebagainya secara reflek
berusaha meniru gerakan-gerakan tangan dan menimbulkan suara. Suara-suara ini
kemudian dirangkai untuk menjadi ujaran (speech) yang punya makna. Masih menurut
Darwin kualitas bahasa manusia dibanding dengan suara binatang hanya berbeda dalam
tingkatannya saja. Artinya, perbedaan antara bahasa manusia dan suara binantang itu
sangat tipis, sampai-sampai ada sebagian yang berpendapat bahwa binatang juga
berbahasa.
Sebagian yang lain berpendapat bahwa bahasa awalnya merupakan hasil
imajinasi orang dengan melihat cara jenis-jenis hewan atau serangga tertentu
berkomunikasi. Misalnya, kumbang menyampaikan maksud kepada sesamanya dengan
mengeluarkan bau dan menari-nari di dalam sarangnya. Semut berkomunikasi dengan
antenenya.
Kendati teori tentang asal mula bahasa masih kabur dan demikian beragam, dari
yang bersifat mitos, religius, mistis sampai yang agak ilmiah, menurut Hidayat (1996: 29)
secara garis besar terdapat tiga perspektif teoretik mengenai asal usul bahasa, yakni
teologik, naturalis, dan konvensional. Aliran teologik umumnya menyatakan bahwa
kemampuan berbahasa manusia merupakan anugerah Tuhan untuk membedakannya
dengan makhluk ciptaanNya yang lain. Dalam al Quran (2: 31) Allah dengan tegas
memerintahkan Adam untuk memberi nama benda-benda (tidak menghitung benda).
Para penganut aliran ini berpendapat kemampuan Adam untuk memberi nama benda
disebut tidak saja sebagai peristiwa linguistik pertama kali dalam sejarah manusia, tetapi
juga sebuah peristiwa sosial yang membedakan manusia dengan semua makhluk
ciptaan Tuhan yang lain. Tak bisa dipungkiri bahasa kemudian menjadi pembeda yang
sangat jelas antara manusia (human) dengan makhluk yang bukan manusia (nonhuman).
Tentu saja pendapat ini bersifat dogmatis dan karenanya tidak perlu dilakukan
kajian secara ilmiah dan serius tentang asal usul bahasa. Kehadiran bahasa diterima
begitu saja, sama dengan kehadiran manusia yang tidak perlu dipertentangkan. Karena
bersifat teologik, maka aliran ini terkait dengan keimanan seseorang. Bagi yang
beragama Islam perintah Allah kepada Adam di atas harus diterima sebagai kebenaran,
karena tersurat dengan jelas di dalam kitab suci al Quran. Sisi positif aliran ini adalah
kebenarannya bersifat mutlak dan karenanya tidak perlu diperdebatkan karena berasal
dari Allah. Tetapi sisi negatifnya ialah aliran ini menjadikan ilmu pengetahuan tentang
bahasa tidak berkembang. Sebab, tidak lagi ada kajian atau penelitian tentang asal usul
bahasa. Padahal, penelitian merupakan aktivitas ilmiah yang sangat penting untuk
menjelaskan dan mencari jawaban atas berbagai fenomena alam, sosial, dan
kemanusiaan termasuk fenomena bahasa. Lebih dari itu, penelitian merupakan aktivitas
untuk mengembangkan ilmu pengetahuan.
Tidak pernah ada ilmu pengetahuan berkembang tanpa penelitian. Hampir semua
ilmu pengetahuan yang berkembang pesat dibarengi dengan kegiatan penelitian secara
intensif. Misalnya, ilmu kedokteran, biologi, fisika, astronomi dan sebagainya.Kemajuan
pesat pada ilmu-ilmu itu beberapa dasawarsa belakangan ini karena kegiatan penelitian
yang begitu intensif di bidang itu.
2.
Perhatian filsuf terhadap bahasa sebagai objek materi yaitu membahas dan mencari
hakikat bahasa yang pada gilirannya menjadi paradigma bagi perkembangan aliran dari
teori-teori linguistik (Kaelan, 1998:5).
Berdasarkan pengertian di atas bahasa sebagai sarana analisis para filsuf dalam
memecahkan, memahami, dan menjelaskan konsep, problema, filsafat (bahasa sebagai
subjek). Dan yang kedua bahasa sebagai objek material filsafat, sehingga filsafat bahasa
membahas hakikat bahasa itu sendiri.
2.3. Defenisi Bahasa dan Filsafat
Menurut Keraf dalam Smarapradhipa (2005:1), memberikan dua pengertian
bahasa. Pengertian pertama menyatakan bahasa sebagai alat komunikasi antara
anggota masyarakat berupa simbol bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia.
Kedua, bahasa adalah sistem komunikasi yang mempergunakan simbol-simbol vokal
(bunyi ujaran) yang bersifat arbitrer.
Lain halnya menurut Owen dalam Stiawan (2006:1), menjelaskan definisi bahasa
yaitu language can be defined as a socially shared combinations of those symbols and
rule governed combinations of those symbols (bahasa dapat didefenisikan sebagai kode
yang diterima secara sosial atau sistem konvensional untuk menyampaikan konsep
melalui kegunaan simbol-simbol yang dikehendaki dan kombinasi simbol-simbol yang
diatur oleh ketentuan).
Pendapat di atas mirip dengan apa yang diungkapkan oleh Tarigan (1989:4),
beliau memberikan dua definisi bahasa. Pertama, bahasa adalah suatu sistem yang
sistematis, barang kali juga untuk sistem generatif. Kedua, bahasa adalah seperangkat
lambang-lambang mana suka atau simbol-simbol arbitrer. Menurut Santoso (1990:1),
bahasa adalah rangkaian bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia secara sadar.
Berdasarkan definisi tersebut dapat penulis simpulkan bahwa bahasa adalah
suatu bentuk dan bukan suatu keadaan atau sesuatu sistem lambang bunyi yang arbitrer,
atau juga suatu sistem dari sekian banyak sistem-sistem, suatu sistem dari suatu tatanan
atau suatu tatanan dalam sistem-sistem.
Sementara Pengabean (1981:5), berpendapat bahwa bahasa adalah suatu sistem
yang mengutarakan dan melaporkan apa yang terjadi pada sistem saraf. Pendapat
terakhir dari makalah singkat tentang bahasa ini diutarakan oleh Soejono (1983:01),
bahasa adalah suatu sarana perhubungan rohani yang amat penting dalam hidup
bersama.
Sedangkan Filsafat, jika dilihat dari ilmu asal-usul kata (etimologi), istilah filsafat
diambil dari kata falasafah yang berasal dari bahasa Arab. Istilah ini diadopsi dari bahasa
Yunani, yaitu dari kata philosophia Kata philosophia terdiri dari kata philein yang berarti
cinta (love), dan Sophia yang berarti kebijaksanaan (wisdom). Dengan demikian, secara
etimologis filsafat berarti cinta akan kebijaksanaan (love of wisdom) secara mendalam.
Dari sini terdapat ungkapan yang menyatakan bahwa filosof (filsuf, failasuf) adalah
seorang yang sangat cinta akan kebijaksanaan secara mendalam.
bagaimana suatu ungkapan bahasa itu mempunyai arti sehingga analisa bahasa tidak
lagi dimengerti atau tidak lagi dianggap harus didasarkan pada logika teknis baik logika
formal maupun matematika tetapi berfilsafat didasarkan pada penggunaan bahasa biasa.
Oleh karena itu mempelajari bahasa biasa menjadi syarat mutlak bila ingin
membicarakan masalah-masalah filsafat, karena bahasa merupakan alat dasar dan
utama untuk berfilsafat.
b) Filsafat Sintetik
Tekanan yang berlebihan pada logika analitik dalam filsafat, seperti yang telah kita
amati, sering menimbulkan pandangan yang mengabaikan semua mitos dalam pencarian
sistem ilmiah. Sejauh mana filsuf-filsuf membolehkan cara pikir mitologis untuk
memainkan peran dalam berfilsafat barangkali sebanding dengan sejauh mana mereka
mengakui berapa bentuk logika sintetik sebagi komplemen sebagai analitik yang sah.
Contoh: yesus mengalami hubungan antara bapak da putra, sehingga ia mengajari
pengikut-pengikutnya agar berdoa kepada bapak mereka yang di surga.
c) Filsafat Hermeneutik
Aliran utama filsafat ketiga pada abad kedua puluh meminjam namanya, dengan
alasan yang baik, mengingat sifat mitologis ini. Sebagaimana tugas hermes ialah
mengungkapkan makna tersembunyi dari dewa-dewa ke manusia-manusia, filsafat
hermeneutik pun berusaha memahami persoalan paling dasar dalam kajian ilmu tentang
logika atau filsafat bahasa: bagaimana pemahaman itu sendiri mengambil tempat
bilamana kita menafsirkan pesan-pesan ucapan atau tulisan.
bahasa mempunyai daya tarik tersendiri, ia juga memiliki kelemahan sehubungan dengan
fungsi dan perannya yang begitu luas dan kompleks, seperti ia tidak bisa mengetahui
dirinya secara tuntas dan sempurna, sehingga filsafatlah yag memberikan pengetahuan
pada dirinya.
c) Semantikal / Aksiologi (nilai dan fungsi) meliputi nilai nilai keagunaan yang bersifat
normatif dalam pemberian makna terhadap kebenaran atau kenyataan yang dijumpai
dalam seluruh aspek kehidupan. Nilai-nilai kegunaan ilmu ini juga wajib dipatuhi seorang
ilmuwan, baik dalam melakukan penelitian maupun di dalam menerapkan ilmu.
b) Bahasa mempunyai satuan-satuan bahasa yang bermakna, entah kata, frase, kalimat
dan wacana.
III. KESIMPULAN
Berdasarkan pemaparan dari bab pembahasan diatas maka adapun yang dapat
ditarik sebagai kesimpulan pada halaman ini yaitu :
Pengertian bahasa menurut beberapa ahli :
1. Menurut Keraf dalam Smarapradhipa (2005:1)
- Bahasa adalah alat komunikasi antara anggota masyarakat berupa simbol bunyi yang
dihasilkan oleh alat ucap manusia.
- bahasa adalah sistem komunikasi yang mempergunakan simbol-simbol
vokal (bunyi ujaran)
yang bersifat arbitrer.