Anda di halaman 1dari 76

A.

Pendahuluan
Filsafat bahasa hadir dalam dunia filsafat merupakan pendatang baru. Filsafat
bahasa baru berkembang sekitar abad XX setelah munculnya linguistik modern yang
dipelopori oleh tokoh strukturalis yaitu Mongin Ferdinand de Saussure (1857-1913).
Sebenarnya perhatian para filsuf terhadap bahasa telah berlangsung lama, yakni sejak
zaman prasocrates, yaitu ketika Herakleitos membahas tentang hakikat segala sesuatu
termasuk alam semesta. Namun, dalam perjalanan sejarah aksentuasi (titik tekan)
perhatian filsuf berbeda-beda dan sangat bergantung pada perhatian dan permasalahan
filsafat yang dikembangkannya.
Filsafat bahasa merupakan salah satu cabang filsafat yang mengandalkan analisis
penggunaan bahasa karena banyak masalah-masalah dan konsep-konsep filsafat yang
hanya dapat dijelaskan melalui analisis bahasa karena bahasa merupakan sarana yang vital
dalam filsafat.
Filsafat bahasa merupakan studi filsafati berdasarkan nilai apriori atau aposteriori
dari bahasa dan bagaimana bahasa itu dijadikan sebagai alat komunikasi. Filsafat bahasa
sebagai studi analisis filsafati, pemaknaan bersifat objektif dan subjektif. Bersifat objektif,
apabila makna yang diungkap merupakan makna yang dikandung secara leksikal/denotasi
dalam sebuah wacana lisan atau tulisan. Bersifat subjektif, apabila makna yang diungkap
ada dalam mata si pembaca dan merupakan makna kontekstual, yaitu apa yang ada di balik
makna kata tersebut/konteks.
B. Pengertian Filsafat
1. Secara Etimologi
Secara etimologi, istilah filsafat merupakan derivasi dari kata falsafah (bahasa
Arab) yang diadopsi dari bahasa Yunani, yaitu dari kata Philoshopia yang terbentuk
dari dua kata; philien/philo yang berarti cinta dan shopia yang berarti kebijaksanaan;
pengetahuan. Secara etimologi filsafat berarti cinta kebijaksanaan dan orangnya disebut
filosof. Orang yang pertama kali memakai kata filsafat adalah Phytaghoras, filosof
Yunani (582-496 SM).
Secara etimologis filsafat berarti :
1.

cinta akan kebenaran

2.

suatu dorongan terus-menerus untuk mencari dan mengejar kebenaran

2. Secara Terminolagi
Pengertian Filsafat dari beberapa ahli adalah sebagai berikut.
a. Kamus Besar Bahasa Indonesia (1997:227)
1).

Teori atau analisis logis tentang prinsip-prinsip yang mendasari pengaturan, pemikiran,
pengetahuan, dan sifat alam semesta

2).

Prinsip-prinsip umum tentang suatu bidang pengetahuan

3).

Ilmu yang berintikan logika, estetika, metafisika, dan epistemologi

4).

Suatu cara berpikir yang radikal, menyeluruh, dan mengupas sesuatu sedalam-dalamnya
Akal budi adalah mencakup keseluruhan kemampuan yang spesifik manusiawi, yakni
daya cipta, karsa, dan rasa. Filsafat mengkaji hakikat segala yang ada di dunia ini, baik
dari manusia maupun sendiri maupun benda di sekitarnya.

b. Plato (427-347 SM):


Plato (427sm 347 SM) seorang filsuf Yunani yang termasyhur murid Socrates
dan guru Aristoteles, mengatakan: filsafat adalah pengetahuan tentang segala yang ada
(ilmu pengetahuan yang berminat mencapai kebenaran yang asli). Filsafat adalah ilmu
yang berbicara tentang hakikat sesuatu.
c. Aristoteles (Murid Plato)
Filsafat adalah ilmu pengetahuan tentang kebenaran yang meliputi logika,
matematika, metafisika, fisika, dan pengetahuan praksis.
Aristoteles (384 sm 322sm) mengatakan : filsafat adalah ilmus pengetahuan yang
meliputi kebenaran, yang di dalamnya terkandung ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika,
etika, ekonomi, politik, dan estetika (filsafat menyelidiki sebab dan asas segala benda).
d. Marcus tullius cicero (106 sm 43sm), politikus dan ahli pidato Romawi.
Filsafat adalah pengetahuan tentang sesuatu yang mahaagung dan usaha-usaha
untuk mencapainya.
e. Al-Farabi (Filosof muslim terbesar sebelum Ibnu Sina yang meninggal 950 M)
Filsafat adalah ilmu:yang bertugas untuk mengetahui semua yang ada karena ia
ada. Filsafat adalah ilmu pengetahuan tentang alam maujud dan bertujuan menyelidiki
hakikat yang sebenarnya.

f. Imanuel Kant (1724-1804), filosof abad renainses dari Jerman:


Filsafat adalah ilmu pengetahuan mengenai pokok pangkal dari segala perbuatan
dan pengetahuan. Filsafat itu ilmu pokok dan pangkal segala pengetahuan yang mencakup
di dalamnya empat persoalan, yaitu: apakah yang dapat kita ketahui? (dijawab oleh
metafisika) apakah yang dapat kita kerjakan? (dijawab oleh etika) sampai di manakah
pengharapan kita? (dijawab oleh antropologi).
g. Prof. Dr. Fuad hasan, Guru Besar Psikologi Universitas Indonesia
Filsafat adalah suatu ikhtiar untuk berpikir radikal, artinya mulai dari radiksnya
suatu gejala, dari akarnya suatu hal yang hendak dimasalahkan.
h. Bertrand Russel:
Filsafat ialah kegiatan berpikir kritis yang bersifat serius. Fungsi filsafat bagi
Russel sebagai pengkritik pengetahuan, mengkritisi asas-asas ilmu pengetahuan. Ia
mengatakan filsafat adalah menjawab pertanyaan tinggi (sulit) yang tidak dapat dijawab
oleh sains. Filsafat adalah sesuatu yang berada di tengah-tengah antara teologi dan sains.
i. William James:
Filsafat adalah kumpulan pertanyaan yang belum terjawab oleh sains secara
memuaskan.
j. Fung Yu Lan:
Filsafat adalah pikiran sistematis dan merupakan refleksi tentang kehidupan.
Dalam khazanah keilmuan Islam pengertian filsafat disejajarkan dengan pengertian
Hikmah. Bagi dunia Islam filsafat adalah hikmah itu sendiri. Seperti yang dikatakana
oleh Ibn Abbas hikmah adalah ucapan yang rasional yang dipelihara oleh kekuatan
empirik. Meskipun pengertian filsafat yang diberikan oleh para ahli filsafat baik Barat
maupun Timur, klasik maupun modern berbeda-beda, namun dari semua definisi tersebut
dapat diambil kesimpulan yang mengarahkan pada kesamaan pengertian filsafat:
1. filsafat merupakan proses pencarian kebenaran.
2. filsafat merupakan proses berfikir yang mendalam
3. filsafat adalah pencarian hakikat dari sesuatu hal yang ada.
Simpulan:

Filsafat adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki dan memikirkan segala sesuatunya
secara mendalam, sungguh-sungguh, dan radikal sehingga mencapai hakikat segala situasi
tersebut.
C. Apakah Berfilsafat itu?
Berfilsafat berarti:
1. ingin mengetahui apa yang telah kita tahu dan apa yang kita belum tahu;
2. berendah hati bahwa tidak semua pengetahuan kita ketahui dalam kesemestaan yang tak
terbatas ini;
3.

mengoreksi diri, berani berterus-terang seberapa jauh kebenaran yan dicari telah kita
jangkau.

D. Cabang-cabang Filsafat:
1. Logika

7. Pendidikan

2. Etika

8. Hukum

3. Estetika

9. Sejarah

4. Metafisika

10. Matematika

5. Politik

11. Bahasa

6. Agama

12. Ilmu

E. Pengertian Bahasa
1. Aristoteles
Bahasa adalah alat untuk mengungkapkan pikiran dan perasaan manusia. Dengan
kata lain, pikiran mempengaruhi bahasa karena pikiranlah maka bahasa itu ada.
2. Edward Sapir dan Benyamin L. Whorf (hipotesis Sapir-Whorf)
Bahasa ibu (native language) yang kita kuasai sejak kecil bertindak sebagai kisikisi dalam benak kita yang menghalangi pandangan kita dalam melihat dunia luar ketika
kita menggunakan bahasa.
3. Leonard Bloomfield (pakar linguisik struktural)
Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang bersifat sewenang-wenang yang dipakai
oleh anggota masyarakat untuk bekerja sama dan berinteraksi.

4. Wilhelm von Humboldt (pakar bahasa dari Jerman pada abad ke-19)
Bahasa merupakan suatu sintesis (gabungan) bunyi sebagai bentuk luarnya dan
pikiran sebagai bentuk dalamnya.

5. Avram Noam Chomsky (Aliran Trasnformasional)


a. Competence (kemampuan)
Setiap penutur suatu bahasa mempunyai kemampuan untuk menguasai kaidah
gramatika bahasanya.
b. Performance (penampilan)
Wujud ujaran
c. Deep structure (struktur dalam/batin)
Struktur

yang

digambarkan

dengan

rumus-rumus

yakni

NP+VP (frase

nomina+frase verba).
d. Surface structure (struktur permukaan/lahir)
Struktur yang diwujudkan ujaran.
6. Kridalaksana (1993:21) dan Depdikbud (1997:77)
Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer, yang dipergunakan oleh para
anggota suatu masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasikan diri.
Dari batasan bahasa di atas ada lima butir yang penting, yaitu bahwa bahasa itu:
1). manusiawi (human)
2). dipelajari (non-instinctive)
3). sistem (system)
4). arbitrer (voluntarily produced)
5). simbol/lambang (symbols)
1). Manusiawi
Hanya manusia yang memiliki sistem simbol untuk berkomunikasi. Makhluk lain,
seperti binatang memang berkomunikasi dan mempunyai bunyi, tetapi sistem itu bukanlah
kata-kata. Perkembangan bahasa inilah yang membedakan manusia dengan makhluk
lainnya karena manusia diberi kelebihan dalam berpikir.
2). Dipelajari
Manusia ketika dilahirkan tidak langsung mampu berbicara. Anak harus belajar
berbahasa melalui lingkungannya, seperti orang tua.
3). Sistem
Bahasa memiliki seperangkat aturan. Perangkat inilah yang menentukan struktur
(grammar) apa yang diucapkannya.

4). Arbitrer
Manusia mempergunakan bunyi-bunyi tertentu dan disusun dalam cara tertentu
adalah secara kebetulan saja.
5). Simbolik
Bahasa terdiri atas rentetan simbol arbitrer yang memiliki arti. Kita dapat
menggunakan simbol-simbol ini untuk berkomunikasi sesama manusia karena manusia
sama-sama memiliki perasaan, gagasan, dan keinginan. Dengan demikian, manusia
menerjemahkan orang lain atas acuan pada pengalaman diri sendiri. Misalnya, ketika
orang lain mengatakan Saya haus. Pernyataan tersebut dapat dipahami karena kita
pernah mengalami peristiwa haus.
7. Sapir (1921 via Alwasilah, 1985:7-8)
Bahasa adalah:
A purely human and non-instinctive method of communicating ideas, emotions, and
desires, by means of a system of voluntarily produced symbols.
F. Pengertian filsafat bahasa
1. Kaelan, 1998:6-7:

Bahasa sebagai sarana analisis para filsuf dalam memecahkan, memahami, dan
menjelaskan konsep-konsep dan problem-problem filsafat. Dengan perkataan lain,
bahasa digunakan sebagai alat analisis konsep-konsep dan masalah-maslah filsafat.

Salah satu cabang filsafat yang mengandalkan analisis penggunaan bahasa karena
banyak masalah dan konsep filsafat yang hanya dapat dijelaskan melalui analisis
bahasa sebab bahasa merupakan sarana yang vital dalam filsafat.

2. Verhaar:
Filsafat bahasa mengandung dua makna yaitu:
(1) Filsafat mengenai bahasa
Bahasa dijadikan sebagai objek berfilsafat, seperti ilmu bahasa, psikolinguistik, sejarah
asal-usul bahasa.
(2) Filsafat berdasarkan bahasa.
Bahasa dijadikan sebagai landasan atau acuan dalam berfilsafat. Bahasa dianggap sebagai
alat yang dapat mengungkapkan gerak-gerik hati manusia, terutama ia berpikir, bagaimana

pandangannya mengenai dunia dan manusia itu sendiri tanpa terlebih dahulu menyusun
sistemnya. Dalam hal ini, menurut Verhaar bahasa mengandung dua pengertian; bahasa
eksklusif yaitu bahasa komunikasi sehari-hari yang dipakai sebagai pedoman filsafat
analitik dan bahasa inklusif yaitu bahasa musik, bahasa cinta, bahasa alam yang dijadikan
arahan dalam hermeneutika.
3. Rizal Mustansyir:
Filsafat bahasa adalah penyelidikan secara mendalam terhadap bahasa yang
dipergunakan dalam filsafat, sehingga dapat dibedakan pernyataan filsafat yang bermakna
dan tidak bermakna.
4. Asep A. Hidayat:
Filsafat bahasa dalam pengertian sebagai ilmu adalah kumpulan dari hasil pemikiran
filosof tentang hakikat bahasa yang disusun secara sisitematis untuk dipelajari dengan
menggunakan metode tertentu. Sedangkan pengertian filsafat bahasa sebagai sebuah
metode adalah metode berfikir secara mendalam, logis, dan universal mengenai hakikat
bahasa.
Pertanyaan Filosofis:
Seperti 'kebenaran', 'keadilan', 'kewajiban', 'kebaikan', dan sebagainya.
G. Perbedaan Filsafat Bahasa dengan Linguistik
Perbedaan filsafat bahasa dengan linguistik adalah lingustik bertujuan mendapatkan
kejelasan tentang bahasa. Dengan perkataan lain, tujuan akhir dari linguistik adalah
mendapatkan kejelasan tentang hakikat bahasa, sedangkan filsafat bahasa memandang
kejelasan hakikat bahasa bukan sebagai tujuan akhir, melainkan sebagai objek sementara
agar pada akhirnya dapat diperoleh kejelasan tentang hakikat pengetahuan konseptual
(Poedjosoedarmo, 2001:2).
H. Perbedaan Filsafat Bahasa dengan Filsafat Ilmu Bahasa
Sebelum melangkah lebih lanjut, alangkah baiknya perlu dibedakan istilah filsafat
bahasa (the philosophy of language) dengan filsafat ilmu bahasa/linguistik (linguistic
philosophy). Dalam buku The Philosophy of Language (Searle, 1971: 1) pada bab
pendahuluan dijelaskan bahwa:

Linguistic philosophy consists in the attempt to solve philosophical problems by analysing


the meanings of words, and by analysing logical relations between words ini natural
languages.The philosophy of language consists in the attempt to analyse certain general
features of language such as meaning, reference, truth, verification, speech acts, and
logical necessity.
Filsafat ilmu bahasa/kebahasaan berupaya untuk memecahkan masalah-masalah
filosofis dengan cara menganalisis makna kata dan hubungan logis antarkata di dalam
bahasa. Sementara itu, filsafat bahasa lebih menekankan pada analisis unsur-unsur umum
dalam bahasa seperti makna, acuan (referensi), kebenaran, verifikasi, tindak tutur, dan
ketidaknalaran.
Hubungan antara simbol, konsep, dan acuan digambarkan sebagai berikut (Ogden dan
Richards).
referensi atau konsep/makna (thought

reference/concept)

simbol/bentuk (symbol)

acuan (referent

meja

Contoh kajian filsafat ilmu bahasa:


Mengapa sistem morfologi bahasa Arab berbeda dengan bahasa Indonesia?
I. Tugas Filsafat Bahasa
1.

Bukan membuat pertanyaan tentang sesuatu yang khusus seperti filsafat-filsafat lain,
tetapi memecahkan persoalan yang timbul akibat ketidakpahaman terhadap bahasa.

2. Filsafat bahasa harus dapat menjelaskan "apa yang dapat dikatakan" dan "apa yang tidak
dapat dikatakan"
K. Metode Filsafat Bahasa
Metode filsafat bahasa adalah metode bertanya-kritis terhadap bahasa yang
digunakan karena para filsuf analitik menganggap bahwa bahasa filsafat banyak
kekaburan/kesamaran

(vagueness),

ketaksaan

(ambuguity),

ketidakeksplisitan

(inexplicitness), bergantung pada konteks (dependence contex), dan menyesatkan


(misleadingness). Hal itu berbanding terbalik dengan pendapat para linguis yang
menyatakan bahwa kesamaran dan ketaksaan bahasa tersebut di samping sebagai
kelemahan juga sebagai kelebihan bahasa karena bersifat multifungsi, yakni selain
berfungsi simbolik, bahasa juga memiliki fungsi emotif dan afektif.
Kelemahan-kelemahan Bahasa:
1). Vaguenes (kesamaran/kekaburan)
Makna yang terkandung dalam suatu ungkapan bahasa pada dasarnya hanya mewakili
realitas yang diacunya. Penjelasan verbal tentang aneka warna bunga anggrek tidak akan
setepat dan sejelas dengan pengamatan secara langsung tentang aneka bunga anggrek
tersebut.
2). Ambiguity (ketaksaan)
Penggunaan sinonimi, hiponimi, homonimi, polisemi, dan homograf.
Contoh:
-

bisa (dapat/sanggup, racun)

apel (upacara, nama buah)

bunga (kembang, gadis)

orang tua (bapak-ibu, orang yang sudah tua)


3). Inexplicitness (tidak eksplisit)
Bahasa sering kali tidak mampu mengungkapkan secara eksak, tepat, dan menyeluruh
dalam mewujudkan gagasan yang dipresentasikan.
4). Context dependent (bergantung pada konteks dan situasi)
Pemakaian suatu bentuk sering kali berubah maknanya sesuai dengan konteks gramatik,
sosial, serta konteks situasional.
5). Misleadingness (menyesatkan)

Sehubungan dengan keberadaan bahasa dalam komunikasi tentu selalu dapat


menimbulkan salah tafsir. Salah tafsir tersebut karena kekacauan semantik dan sirkular
(berputar-putar)
L. Objek Filsafat Bahasa
1. Formal
a. Ontologi (membahas tentang hakikat subtansi dan pola organiasi bahasa).
Ontologi membahas keberadaan sesuatu yang bersifat kongkrit secara kritis. Pemahaman
ontologik meningkatkan pemahaman manusia tentang sifat dasar berbagai benda yang
akhimya akan menentukan pendapat bahkan keyakinannya mengenai apa dan bagaimana
(yang) ada sebagaimana manifestasi kebenaran yang dicarinya.
b. Epistemologi (membahas tentang hakikat objek dan material bahasa)
Epistemologi adalah pengetahuan sistematik mengenai pengetahuan. Ia merupakan cabang
filsafat yang membahas tentang terjadinya pengetahuan, sumber pengetahuan, asal mula
pengetahuan, sarana, metode atau cara memperoleh pengetahuan, validitas, dan kebenaran
pengetahuan (ilmiah). Epistemologi juga membahas bagaimana menilai kelebihan dan
kelemahan suatu model epistemologik beserta tolok ukurnya bagi pengetahuan (ilmiah),
seperti teori koherensi, korespondesi pragmatis, dan teori intersubjektif. Pengetahuan
merupakan daerah persinggungan antara benar dan dipercaya. Metode ilmiah
menggabungkan cara berpikir deduktif dan induktif sehingga menjadi jembatan
penghubung antara penjelasan teoritis dengan pembuktian yang dilakukan secara empiris.
Secara rasional, ilmu menyusun pengetahuannya secara konsisten dan kumulatif,
sedangkan secara empiris ilmu memisahkan pengetahuan yang sesuai dengan fakta dari
yang tidak. Jika seseorang ingin membuktikan kebenaran suatu pengetahuan maka cara,
sikap, dan sarana yang digunakan untuk membangun pengetahuan tersebut harus benar.
Apa yang diyakini atas dasar pemikiran mungkin saja tidak benar karena ada sesuatu di
dalam nalar kita yang salah. Demikian pula apa yang kita yakini karena kita amati belum
tentu benar karena penglihatan kita mungkin saja mengalami penyimpangan. Itulah
sebabnya ilmu pengetahan selalu berubah-ubah dan berkembang.
c. Aksiologi (membahas tentang hakikat nilai kegunaan teoretis dan kegunaan praktis
bahasa).
Aksiologi meliputi nilai nilai kegunaan yang bersifat normatif dalam pemberian makna
terhadap kebenaran atau kenyataan yang dijumpai dalam seluruh aspek kehidupan. Nilai-

nilai kegunaan ilmu ini juga wajib dipatuhi seorang ilmuwan, baik dalam melakukan
penelitian maupun di dalam menerapkan ilmu.
2.

Material
Bahasa sebagai objek materia filsafat karena filsafat bahasa membahas hakikat bahasa itu
sendiri.

M. Aliran dalam Filsafat Bahasa


1. Atomisme logis (logical atomism)
2. Positivisme logis/empirisme logis (neo positivisme)
3. Filsafat bahasa biasa (the ordinary language philosophy)
N. Hubungan Filsafat dengan Bahasa
1.

Bahasa merupakan objek materi filsafat sehingga filsafat bahasa membahas hakikat
bahasa itu sendiri.

2. Filsafat sebagai suatu aktivitas manusia yang berpangkal pada akal pikiran manusia untuk
menanamkan kearifan dalam hidupnya, terutama dalam mencari dan menemukan hakikat
realitas dari segala sesuatu, memiliki hubungan sangat erat dengan bahasa terutama bidang
semantik.
3. Dunia fakta dan realitas yang menjadi objek aktivitas filsafat adalah dunia simbolik yang
hanya terwakili oleh bahasa.
4. Ungkapan pikiran dan hasil-hasil perenungan kefilsafatan hanya dapat dilakukan dengan
bahasa
5. Bahasa sebagai media pengembang refleksi filosofis
O. Hubungan Bahasa dengan Metafisika
Metafisika:
1.

suatu cabang filsafat yang membahas secara sistematis dan reflektif dalam mencari
hakikat segala sesuatu yang ada di balik hal-hal yang bersifat fisik dan bersifat parikular.

2. mencari prinsip dasar yang mencakup semua hal yang ada merupakan prinsip dasar yang
dapat ditemukan pada semua hal.

Pertanyaan fundamental para filsuf :

Apakah keadilan, kesucian, ruang, waktu, kontradiksi, kebaikan, dan sebagainya.


Sembilan aksidensia Aristoteles:
1. kuantitas: luas, bentuk, dan berat
2. kualitas: sifat yang dapat indra
3. aksi: perubahan (dinamika segala sesuatu yang ada dan yang mungkin terjadi)
4. passi: penerimaan perubahan
5. relasi: benda berhubungan dengan sesuatu yang lainnya
6. tempat
7. waktu
8. keadaan: bagaimana sesuatu itu berada pada tempatnya.
9. kedudukan: bagaimana sesuatu berada di samping sesuatu.
Plato:
"Manakala sejumlah orang menyebut kata yang sama, kita berasumsi bahwa mereka itu
juga memikirkan ide yang sama."
Meinong, Filsuf Jerman pada akhir abad ke 19:
Setiap tutur yang bermakna di dalam kalimat tentulah mempunyai referent (acuan). Kalau
tidak, tutur itu tidak akan bermakna sehingga ada acuannya. Kalau benda acuan dapat
dilihat di sekiar kita, maka tentulah benda itu ada dengan cara keberadaan yang lain.
P. Hubungan Bahasa dengan Logika
Logika adalah studi tentang inference (kesimpulan-kesimpulan). Logika berusaha
menciptakan suatu kriteria guna memisahkan inferensi yang sahih dari yang tidak sahih.
Karena penalaran itu terjadi dengan bahasa, maka analisis itu bergantung pada analisis
statement-statement yang berbentuk premis dan konklusi. Studi tentang logika
membukakan kenyataan bahwa sahih dan tidaknya inferensi itu bergantung pada wujud
statement, yakni jenis istilah dan bagaimana istilah itu disusun menjadi statement.
Q. Hubungan Bahasa dengan Epistemologi
Epistemologi atau teori ilmu pengetahuan yang menaruh perhatian kepada bahasa
dalam beberapa aspek, terutama dalam masalah pengetahuan a priori, yakni pengetahuan

yang dianggap sudah diketahui tanpa didasarkan pada pengalaman yang sudah dialami
secara nyata.
R. Lingkup Filsafat Bahasa
1.

Membahas filsafat analitik, baik menyangkut perkembangan maupun konsep-konsep dari


para tokonya.

2.

Penggunaan dan fungsi bahasa.

3.

Teori makna dan dimensi-dimensi makna (semantik).

http://eningherniti.blogspot.co.id/2010/02/pengertian-filsafat-bahasa.html
Fffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffff
fffffffffffffffffffffff

PERANAN FILSAFAT DALAM


MENGEMBANGKAN LINGUISTIK
8
PERANAN FILSAFAT DALAM
MENGEMBANGKAN LINGUISTIK
Iqbal Nurul Azhar
Ananda Surya Negara
A. Pendahuluan
Kebanyakan pakar dalam mengupas hubungan ilmu bahasa dan filsafat selalu
menempatkan filsafat kedalam posisi yang prestisius. Hal ini tidaklah aneh mengingat
filsafat adalah roh dari semua ilmu termasuk ilmu bahasa. Kajian bahasa pertama kalipun
justru dilakukan oleh filosof dan bukan oleh ahli bahasa. Pada jaman dulu, para filosof
memecahkan berbagai macam problem filsafat melalui pendekatan analisis bahasa.
Sebagai contoh problem filsafat yang menyangkut pertanyaan-pertanyaan kefilsafatan
mendasar seperti yang ada, reality, eksistensi, sensi substansi, materi, bentuk kausalitas,
makna pernyataan dan verifikasinya (Katsoff, 1989:48-63) dan pertanyaan-peranyaan
fundamental lainnya dapat dijelaskan dengan menggunakan analisis data bahasa. Tradisi
ini oleh para ahli sejarah filsafat disebut sebagai Filsafat Analitik, yang berkembang di
Eropa terutama di Inggris abad XX.
Semua ahli filsafat sepakat bahwa ada hubungan yang sangat erat antara filsafat dan
bahasa terutama yang berhubungan dengan peran pokok filsafat sebagai analisator konsepkonsep. Konsep-konsep yang dianalisa filsafat memiliki raga kuat karena berbentuk
istilah-istilah bahasa dan karenanya, tidak bisa tidak, filosof harus memahami makna apa
itu bahasa yang selalu digunakan dalam memahami konsep-konsep tersebut.

Sejak zaman Yunani kuno, sudah muncul paham Phusis yang menyatakan bahwa bahasa
bersifat alamiah (fisei atau fisis), yaitu bahasa mempunyai hubungan dengan asal-usul,
sumber dalam prinsip-prinsip abadi dan tidak dapat diganti di luar manusia itu sendiri dan
karena itu tidak dapat ditolak. Dengan demikian dalam bahasa ada keterkaitan antara kata
dan alam. Tokoh paham natural ini diantaranya Cratylus dalam Dialog Pluto (Solikhan,
2008:55)
Paham naturalis ini mendapat penentangan dari paham Thesis yang berpendapat bahwa
bahasa bersifat konvensi (nomos). Bahasa diperoleh dari hasil-hasil tradisi, kebiasaan
berupa tacit agreement (persetujuan diam). Bahasa bukan pemberian Tuhan, melainkan
bersifat konvensional. Pendapat ini diwakili oleh Hermoganes dalam Dialog Pluto
(Kaelan, 1998:29)
Dikotomi spekulatif tentang hakikat bahasa fusie dan nomos merupakan pusat perhatian
filosof pada saat itu. Demikian juga dikotomi analogi dan anomali merupakan diskursus
filosofis yang mendasar mengingat bahasa merupakan sarana utama dalam filsafat
terutama dalam logika. Golongan analogi yang dianut kelompok Plato dan Aristoteles
mengatakan bahwa alam ini memiliki keteraturan demikian juga manusia yang terefleksi
dalam bahasa. Oleh karena itu bahasa memiliki keteraturan dan disusun secara teratur.
Sebaliknya, kaum Anomalis berpendapat bahwa bahasa tidak memiliki keteraturan.
Mereka mununjukkan bukti kenyataan sehari-hari mengapa ada kata yang bersifat
sinonim, dan homonim, mengapa ada unsur kata yang bersifat netral, dan jika bahasa itu
bersifat universal seharusnya kekacauan itu dapat diperbaiki. Dalam pengertian inilah
bahasa pada hakekatnya bersifat alamiah (Parera dalam Solikhan, 2008: 55).
Perbedaan-perbedaan perspektif tentang bahasa dan segala hal yang berkaitan namun
tetap berada dalam payung bahasa, yang dilakukan oleh para filosof ternyata memiliki
kontribusi yang demikian besar terhadap kemajuan dari ilmu bahasa. Perbedaan-perbedaan
ini memunculkan adanya diskusi, dialog, bahkan debat. Diskusi, dialog, dan dan debat
inilah yang menyuntikkan darah segar pada para filosof untuk selalu melahirkan inovasiinovasi dan revisi-revisi terhadap teori lama yang berkenaan dengan bahasa. Dimulai
dengan dimunculkannya filsafat bahasa oleh para filosof yaitu pengetahuan dan
penyelidikan dengan akal budi mengenai hakikat bahasa, sebab, asal dan hukumnya (yang
kemudian menjadi embrio dari lahirnya ilmu bahasa atau linguistik) (Sallyanti, 2004:1),
maka lahirlah ilmu bahasa atau linguistik yang kita kenal dewasa ini.
Artikel ini secara khusus berusaha menjelaskan tentang apa kontribusi dari filsafat dalam
mengembangkan linguistik. Untuk mempermudah paparan tersebut, maka artikel ini
disusun menjadi beberapa bagian yaitu: (a) pendahuluan, (b) hakikat bahasa dalam
tinjauan filsafat, (c) peranan filsafat dalam mengembangkan ilmu bahasa, (d) simpulan dan
penutup.
B. Esensi dan Hakikat Bahasa dalam Tinjauan Filsafat
B.1. Esensi Bahasa
Orang-orang Yunani kuno dan orang-orang kuno lainnya mempunya bakat ingin
mengetahui hal-hal yang oleh orang-orang lain dianggap sebagaimana semestinya. Dengan
berani dan gigih, mereka membuat spekulasi mengenai definisi, asal mula, sejarah, dan
struktur bahasa. Pengetahuan tradisional kita mengenai bahasa sebagian besar adalah
berkat mereka (Bloomfield, 1995:2).

Keingin tahuan ini terlihat dari apa yang disampaikan Herodotus, yang menulis pada abad
kelima sebelum Masehi, ia menuliskan bahwa Raja Psammetichus di Mesir pernah
mengasingkan dua orang bayi yang baru lahir di sebuah taman, untuk mengetahui mana
bangsa dan bahasa tertua di dunia. Ketika bayi-bayi tersebut mulai berbicara, mereka
mengucapkan kata bekos, yang ternyata dari bahasa Frigia yang berarti roti (Yule, 1985:
2)
Penelitian-penelitian seperti yang dilakukan Raja Psammetichus ini melahirkan beberapa
pengetahuan baru tentang bahasa, yang kadang dari pengetahuan ini memunculkan adanya
perdebatan. Bagi Raja Psammetichus, berdasarkan hasil penelitiannya ia menjumpai
bahwa ternyata bangsa dan bahasa tertua adalah bangsa dan bahasa Frigia. Namun bagi
peneliti-peneliti kuno lainnya belum tentu demikian. Raja James IV of Scotland 1500 M
berdasarkan hasil penelitiannya yang serupa menyebutkan bahwa bahasa Ibranilah sebagai
bahasa tertua di dunia. (Yule, 1985: 2)
Raja Psammetichus dan dan Raja James IV tidak memiliki hubungan kekerabatan yang
dekat karena hal itu tidaklah mungkin. Kedua raja tersebut hidup di dua era berbeda dan di
wilayah yang berbeda pula. Psammetichus tinggal di Yunani dan hidup sebelum masehi
sedangkan James IV tinggal di Britania Raya jauh setelah Masehi. Yang membuat mereka
sama adalah, dua tokoh ini dikenal memiliki ketertarikan kuat terhadap misteri bahasa.
Ketertarikan ini muncul akibat dari kuatnya pengaruh filsafat yang menjadi pegangan
hidup mereka.
Beberapa definisi bahasa tercipta dari hasil pemikiran dan penelitian para filosof kuno ini.
Sebagian besar filosof tersebut sependapat bahwa bahasa adalah sistem tanda. Dikatakan
bahwa manusia hidup dalam tanda-tanda yang mencakup segala segi kehidupan manusia,
misalnya bangunan, kedokteran, kesehatan, geografi, dan sebagainya. Definisi bahasa
yang lain seperti yang diungkapkan Plato lewat Socrates: Bahasa adalah pernyataan
pikiran seseorang dengan perantaraan onomata dan rhemata yang merupakan cerminan
dari ide seseorang dalam arus udara lewat mulut.
B.2 Hakikat Bahasa
Dalam dialog Cratylusnya, Plato membicarakan asal mula kata, dan khususnya soal
apakah hubungan kata-kata dengan benda yang dirujuknya adalah alami ataukah hanya
merupakan hasil kesepakatan saja. Dialog itu memberikan kepada kita kilasan pertama ke
dalam perselisihan yang telah berlangsung satu abad antara kaum Analogis dan Anomalis
(Bloomfield, 1995:2).
Bagaimanapun sengitnya perdebatan antara dua kubu tersebut, pemikiran-pemikiran yang
muncul tentang bahasa menyadarkan kepada para filosof bahwa bentuk-bentuk bahasa
berubah dalam perjalanan waktu. Secara perlahan namun pasti, mereka akhirnya
menemukan hakikat sejati dari bahasa yang terefleksikan lewat wujud-wujud dan
perubahannya. Di bawah ini adalah beberapa hakikat bahasa yang telah ditemukan oleh
para filosof. Sebenarnya ada banyak sekali hakikat bahasa yang telah ditemukan, namun
penulis membatasinya menjadi lima saja.
(a) Bahasa Sebagai Sistem
Hakikat ini sebenarnya telah diyakini oleh pengikut paham anomalis namun hakikat ini
menjadi jelas setelah Kaum Sofis pada abad ke-5 merumuskan kesistematisan bahasa
secara empirik. Salah satu tokoh dari kaum Sofis adalah Pitagoras. Ia membedakan tipetipe kalimat atas: narasi, pertanyaan, jawaban, perintah, laporan, doa dan undangan.
(Parera, 1991:36-37).

Plato juga menegaskan kesistematisan bahasa dengan memberikan perbedaan kata dalam
Onoma dan Rhema. Onoma dapat berarti nama atau nomina, dan subyek. Rhema dapat
berarti frasa, verba, dan predikat. Onoma dan Rhema merupakan anggota dari logos yang
berarti kalimat atau frasa atau klausa (Parera, 1991:37).
Ide bahwa bahasa memiliki sistem juga didukung oleh Aristoteles. Sejalan dengan
pendahulunya Plato, ia tetap membedakan dua kelas yakni Onoma dan Rhema, tetapi ia
menambahkan satu lagi yang disebut Syndesmoi. Syndesmoi ini kemudian digolongkan ke
dalam penghubung partikel. Kata-kata lebih banyak bertugas dalam hubngan sintaksis.
Aristoteles selalu bertolak dari logika. Ia memberikan pengertian, definisi, dan makna dari
sudut pandang logika.
Selain membedakan Onoma, Rhema, dan Syndesmoi, Aristoteles juga membedakan jenis
kelamin kata (Gender). Ia membedakan tiga jenis kelamin kata atas maskulin, feminin dan
neuter atau netral. Ia juga mengakui bahwa rhema menunjukkan pula pada tense atau
waktu, yaitu Rhema dapat menunjukkan apakah pekerjaan telah selesai, belum selesai dan
sebagainya (Parera, 1991:37).
Keyakina bahwa bahasa merupakan sebuah sistem diyakini kebenaranya hingga sekarang
terutama oleh para ahli linguistik. Banyak aliran-aliran yang pada intinya menganalisa
sistem-sistem dalam bahasa bermunculan dan memperkaya keragaman linguistik.
(b) Bahasa Sebagai Lambang
Eaerns Cassirer, seorang sarjana dan seorang filosof mengatakan bahwa manusia adalah
mahluk bersimbol (animal symbolicum). Hampir tidak ada kegiatan yang tidak terlepas
dari simbol atau lambang. Termasuk alat komunikasi verbal yang disebut bahasa. Satuansatuan bahasa misalnya kata adalah simbol atau lambang (Chaer, 2007:39). Kalau ide atau
konsep untuk menyatakan kematian adalah bendera hitam (dalam bentuk tanda), dan ide
atau konsep ketuhanan dilambangkan dengan gambar bintang (dalam bentuk gambar),
maka lambang-lambang bahasa diwujudkan dalam bentuk bunyi, yang berupa satuansatuan bahasa, seperti kata atau gabungan kata yang sifatnya arbriter. Dalam bahasa
Indonesia, binatang berkaki empat yang bisa dikendarai dilambangkan dengan bunyi
[kuda], dalam bahasa Inggris berupa bunyi yang ditulis horse dan dalam bahasa Belanda
berupa bunyi yang ditulis paard.
(c) Bahasa Adalah Bunyi
Hakikat bahasa sebagai bunyi di kupas dengan seksama oleh Kaum Stoik. Kaum Stoik
merupakan kelompok filosof atau logikus yang berkembang pada permulaan abad ke-4
SM. Kontribusi mereka cukup besar dalam menganalisis bahasa, walaupun mereka belum
lepas dari pandangan logika.
Kaum ini membicarakan bentuk-bentuk bermakna bahasa dengan cara membedakan tiga
aspek utama dari bahasa yaitu (1) tanda atau simbol yang disebut semainon, dan ini adalah
bunyi atau materi bahasa (2) makna, atau apa yang disebut lekton dan (3) hal-hal eksternal
yang disebut benda atau situasi itu atau apa yang disebut sebagai pragma (Parera,
1991:38).
Kaum ini memiliki ketertarikan yang sangat tinggi pada bunyi atau phone, dan mereka
membedakan antara legein, yaitu tutur bunyi yang mungkin merupakan bagian dari
fonologi sebuah bahasa namun tidak bermakna, dan propheretai atau ucapan bunyi bahasa
yang memiliki makna
(d) Bahasa itu Bermakna
Penelitian sitematis tentang konsep bahasa itu bermakna juga dilakukan oleh Kaum
Stoik. Dalam bidang lekta, atau makna, mereka mempunyai pandangan yang berbeda

dengan analisis logika Aristoteles yang kurang sistematis dan sering absurd maknanya.
Aristoteles hanya mengakui adanya onoma dan onomata. Semua perubahan dari onoma
sesuai dengan fungsinya tidak ia akui. Ia sebut itu kasus saja. Hal ini disebabkan oleh
karena dasar logika Aristoteles dengan silogismenya yang hanya menggunakan kode huruf
A, B, dan C dan tidak mempergunakan bentuk-bentuk onoma secara praktis dalam contoh.
Kaum Stoik mengatakan bahwa kasus itupun Onoma yang sesuai dengan fungsinya. Lalu
mereka membedakan atas kasus nominatif genetif datif akusatif dan sebagainya. Hal
yang sama juga berlaku bagi Rhema. Walaupun Aristoteles telah membedakan rhema
dalam tense, ia tetap berbicara tentang sesuatu yang tidak komplit. Kaum Stoik dalam hal
ini membedakan rhema dan kategorrhema, yang dalam pengertian kita sekarang memiliki
makna finit dan infinit. (Parera, 1991:38).
(e) Bahasa itu Universal
Kaum Modiste adalah filosof jaman pertengahan yang menaruh perhatian besar pada tata
bahasa. Mereka disebut demikian karena ucapan mereka yang terkenal dengan nama De
modis Sicnficandi. (Parera, 1991:46). Merekapun mengulang pertentangan lama antara
Fisis dan Nomos, antara Analogi dan Anomali. Mereka menerima konsep Analogi karena
menurut mereka bahasa bersifat reguler dan universal (Parera, 1991:46).
Keuniversalan bahasa dapat dibuktikan dengan adanya sifat dan ciri-ciri yang sama yang
dimiliki oleh bahasa-bahasa di dunia. Karena bahasa itu berupa ujaran, maka ciri-ciri
universal dari bahasa yang paling umum dijumpai adalah bahwa bahasa-bahasa di dunia
mempunyai bunyi bahasa yang umum yang terdiri dari konsonan dan vokal. Bahwa
sebuah kalimat pada bahasa-bahasa di dunia tersusun dari kata-kata yang memiliki fungsi
dan peran tertentu. Kesamaan sifat dan ciri inilah yang kemudian dikenal sebagai
universalitas bahasa.
C. Peranan Filsafat dalam Mengembangkan Ilmu Bahasa
Umur kajian tentang bahasa itu sudah tua. Dimulai sejak zaman Yunani kuno hingga
jaman modern. Setiap periode perkembangan kajian bahasa, filsafat berperan secara
signifikan. Pada awalnya, filosoflah yang mengkaji bahasa dan memberikan definisi,
kategori, membedakan jenis, bentuk dan sifat, dan perbedaan-perbedaan lainnya. Setelah
linguistik mampu berdiri sendiri menjadi satu bidang ilmu yang kukuh, peranan filsafat
masih tetap mengakar kuat. Meskipun bukan lagi filosof yang mengkaji bahasa karena
telah diambil alih oleh linguis, namun dimensi-dimensi filsafat masih tetap melekat kuat di
dalamnya. Hal ini disebabkan oleh masih tetap diyakininya filsafat bahasa sebagai roh dari
ilmu bahasa dalam menemukan teori-teori kebahasaan baru oleh para linguis.
artikel lengkap, hubungi pemilik laman
https://pusatbahasaalazhar.wordpress.com/artikel-bahasa/peranan-filsafatdalam-mengembangkan-linguistik/
ffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffff
fffff
jujj

A. Spekulasi Asal Usul Bahasa


Orang mulai menanyakan asal mula bahasa ketika ada persoalan mengenai hubungan
antara kata dan makna, tanda dan yang ditandaI, hakikat makna, dan perbedaan makna

kata yang mengakibatkan kesalahpahaman. Para ahli lebih memberikan perhatian pada
bentuk bahasa, ragam bahasa, perubahan bahasa, wujud bahasa, struktur bahasa, fungsi
bahasa, pengaruh bahasa, perencanaan bahasa, pengajaran bahasa, perolehan bahasa,
evaluasi dan sebagainya daripada melacak sejarah kelahirannya. Padahal dengan
mengetahui sejarah kelahirannya akan dapat diperoleh pemahaman yang utuh tentang
bahasa.
Sebenarnya studi tentang bahasa, termasuk tentang asal usul bahasa atau glottogony sudah
lama dilakukan para ilmuwan, seperti sosiolog, psikolog, antropolog, filsuf, bahkan teolog.
Tetapi karena pusat perhatian para ilmuwan tersebut berbeda-beda, maka tidak diperoleh
pengetahuan yang memadai tentang asal usul bahasa. Belakangan para ahli komunikasi
juga menjadikan bahasa sebagai pusat kajian. Secara mikro, lahir ilmu seperti fonologi,
morfologi, sintak, semantik, gramatika, semiotika dan sebagainya. Tidak berlebihan jika
seorang filsuf hermeneutika kenamaan Gadamer mengatakan bahwa bahasa adalah pusat
memahami dan pemahaman manusia. Sebab, melalui bahasa akan diketahui pola pikir,
sistematika berpikir, kekayaan gagasan, kecerdasan, dan kondisi psikologis seseorang.
Alih-alih menyimpulkan kapan bahasa pertama kali digunakan manusia, para ahli bahasa
justru sepakat bahwa tidak seorang pun mengetahui secara persis kapan bahasa awal mula
ada, di mana, bagaimana membuatnya dan siapa yang mengawalinya. Ungkapan yang
lazim mengatakan bahwa sejarah bahasa dimulai sejak awal keberadaan manusia. Dengan
demikian, sejarah bahasa berlangsung sepanjang sejarah manusia. Ada sedikit informasi
dari para peneliti sejarah bahasa yang menyimpulkan bahwa bahasa muncul pertama kali
kurang lebih 3000 SM. Inipun dianggap kesimpulan yang spekulatif dan tanpa bukti yang
kuat.
Karena hasil studi tentang asal usul bahasa dianggap tidak pernah memuaskan, maka
menurut Alwasilah (1990: 1) pada 1866 Masyarakat Linguistik Perancis pernah melarang
mendiskusikan asal usul bahasa karena hasilnya tidak pernah jelas dan hanya buang-buang
waktu saja. Namun demikian, terdapat beberapa teori tentang asal usul bahasa, di
antaranya bersifat tradisional dan mistis. Misalnya, ada yang beranggapan bahwa bahasa
adalah hadiah para dewa yang diwariskan secara turun temurun kepada manusia, sebuah
ungkapan yang sulit diterima kebenarannya secara ilmiah dan nalar logis. Namun menurut
Pei (1971: 12) pada kongres linguistik di Turki tahun 1934 muncul pendapat yang
menyatakan bahwa bahasa Turki adalah akar dari semua bahasa dunia karena semua kata
dalam semua bahasa berasal dari giines, kata Turki yang berarti matahari, sebuah planet
yang pertama kali menarik perhatian manusia dan menuntut nama. Kendati kebenarannya

masih dipertanyakan banyak kalangan, pendapat tersebut tidak berlebihan. Sebab, dari sisi
penggunanya bahasa Turki dipakai tidak saja oleh orang Turki, tetapi juga oleh masyarakat
di negara-negara bekas Uni Soviet, seperti Tajikistan, Ubekistan, Armenia, Ukraina, dan
sebagainya.
Sebuah hipotesis tentang teori bahasa yang didukung oleh Darwin (1809-1882)
menyatakan bahwa bahasa hakikatnya lisan dan terjadi secara evolusi, yakni berawal dari
pantomime-mulut di mana alat-alat suara seperti lidah, pita suara, larynk, hidung, vocal
cord dan sebagainya secara reflek berusaha meniru gerakan-gerakan tangan dan
menimbulkan suara. Masih menurut Darwin kualitas bahasa manusia dibanding dengan
suara binatang hanya berbeda dalam tingkatannya saja. Artinya, perbedaan antara bahasa
manusia dan suara binantang itu sangat tipis, sampai-sampai ada sebagian yang
berpendapat bahwa binatang juga berbahasa. Bahasa manusia seperti halnya manusia
sendiri yang berasal dari bentuk yang sangat primitif berawal dari bentuk ekspresi emosi
saja.
Nenek moyang kita jutaan tahun lalu berbahasa dengan kosa kata dan tata bahasa yang
sangat terbatas. Seiring dengan perkembangan peradaban manusia, sistem lambang ini pun
berkembang hingga akhirnya lahir bahasa tulis. Lewat bahasa tulis, peradaban manusia
berkembang menjadi demikian pesat. Dengan demikian, bahasa terbentuk dan berkembang
secara

evolutif

Berbeda dengan aliran-aliran primitif tersebut di atas, para filsuf Yunani kuno, seperti
Pythagoras, Plato, dan kaum Stoika berpendapat bahwa bahasa muncul karena keharusan
batin atau karena hukum alam. Disebut keharusan batin, karena bahasa hakikatnya
adalah perwujudan atau ekspresi dunia batin penggunanya. Pendapat yang cukup masuk
akal dan menjadi dasar pemahaman orang tentang makna bahasa sampai saat ini muncul
dari filsuf seperti Demokritus, Aristoteles, dan kaum Epikureja yang mengatakan bahwa
bahasa adalah hasil persetujuan dan perjanjian antar-anggota masyarakat. Sebab, sifat
dasar manusia adalah keinginannya berinteraksi dengan orang lain untuk memenuhi
kebutuhan-kebutuhan hidupnya. Sayangnya, teori ini berhenti sampai di sini.
Kendati teori tentang asal mula bahasa masih kabur dan demikian beragam, dari yang
bersifat mitos, religius, mistis sampai yang ke ilmiah, menurut Hidayat (1996: 29) secara
garis besar terdapat tiga perspektif teoretik mengenai asal usul bahasa, yakni teologik,
naturalis, dan konvensional. Aliran teologik umumnya menyatakan bahwa kemampuan
berbahasa manusia merupakan anugerah Tuhan untuk membedakannya dengan makhluk
ciptaanNya yang lain. Dalam al Quran (2: 31) Allah dengan tegas memerintahkan Adam

untuk memberi nama benda-benda (tidak menghitung benda). Para penganut aliran ini
berpendapat kemampuan Adam untuk memberi nama benda disebut tidak saja sebagai
peristiwa linguistik pertama kali dalam sejarah manusia, tetapi juga sebuah peristiwa
sosial yang membedakan manusia dengan semua makhluk ciptaan Tuhan yang lain. Tentu
saja pendapat ini bersifat dogmatis dan karenanya tidak perlu dilakukan kajian secara
ilmiah dan serius tentang asal usul bahasa. Kehadiran bahasa diterima begitu saja, sama
dengan kehadiran manusia yang tidak perlu dipertentangkan. Karena bersifat teologik,
maka aliran ini terkait dengan keimanan seseorang. Sisi positif aliran ini adalah
kebenarannya bersifat mutlak dan karenanya tidak perlu diperdebatkan karena berasal dari
Allah. Tetapi sisi negatifnya ialah aliran ini menjadikan ilmu pengetahuan tentang bahasa
tidak berkembang. Sebab, tidak lagi ada kajian atau penelitian tentang asal usul bahasa.
B. Definisi Filsafat dan Bahasa
Menurut Keraf dalam Smarapradhipa (2005:1), memberikan dua pengertian bahasa.
Pengertian pertama menyatakan bahasa sebagai alat komunikasi antara anggota
masyarakat berupa simbol bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Kedua, bahasa
adalah sistem komunikasi yang mempergunakan simbol-simbol vokal (bunyi ujaran) yang
bersifat

arbitrer.

Lain halnya menurut Owen dalam Stiawan (2006:1), menjelaskan definisi bahasa yaitu
language can be defined as a socially shared combinations of those symbols and rule
governed combinations of those symbols (bahasa dapat didefenisikan sebagai kode yang
diterima secara sosial atau sistem konvensional untuk menyampaikan konsep melalui
kegunaan simbol-simbol yang dikehendaki dan kombinasi simbol-simbol yang diatur oleh
ketentuan).
Pendapat di atas mirip dengan apa yang diungkapkan oleh Tarigan (1989:4), beliau
memberikan dua definisi bahasa. Pertama, bahasa adalah suatu sistem yang sistematis,
barang kali juga untuk sistem generatif. Kedua, bahasa adalah seperangkat lambanglambang mana suka atau simbol-simbol arbitrer.
Menurut Santoso (1990:1), bahasa adalah rangkaian bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap
manusia secara sadar. Mackey (1986:12), Bahasa adalah suatu bentuk dan bukan suatu
keadaan (lenguage may be form and not matter). Wibowo (2001:3), bahasa adalah sistem
simbol bunyi yang bermakna dan berartikulasi (dihasilkan oleh alat ucap) yang bersifat
arbitrer dan konvensional, yang dipakai sebagai alat berkomunikasi oleh sekelompok
manusia untuk melahirkan perasaan dan pikiran.Walija (1996:4), mengungkapkan definisi
bahasa ialah komunikasi yang paling lengkap dan efektif untuk menyampaikan ide, pesan,

maksud,

perasaan

dan

pendapat

kepada

orang

lain.

Pendapat lainnya tentang definisi bahasa diungkapkan oleh Syamsuddin (1986:2), beliau
memberi dua pengertian bahasa. Pertama, bahasa adalah alat yang dipakai untuk
membentuk pikiran dan perasaan, keinginan dan perbuatan-perbuatan, alat yang dipakai
untuk mempengaruhi dan dipengaruhi. Kedua, bahasa adalah tanda yang jelas dari
kepribadian yang baik maupun yang buruk, tanda yang jelas dari keluarga dan bangsa,
tanda

yang

jelas

dari

budi

kemanusiaan.

Sementara Pengabean (1981:5), berpendapat bahwa bahasa adalah suatu sistem yang
mengutarakan dan melaporkan apa yang terjadi pada sistem saraf. Pendapat terakhir
tentang bahasa ini diutarakan oleh Soejono (1983:01), bahasa adalah suatu sarana
perhubungan

rohani

yang

amat

penting

dalam

hidup

bersama.

Sedangkan Filsafat, jika dilihat dari ilmu asal-usul kata (etimologi), istilah filsafat diambil
dari kata falasafah yang berasal dari bahasa Arab. Istilah ini diadopsi dari bahasa Yunani,
yaitu dari kata philosophia. Kata philosophia terdiri dari kata philein yang berarti cinta
(love), dan Sophia yang berarti kebijaksanaan (wisdom). Dengan demikian, secara
etimologis filsafat berarti cinta akan kebijaksanaan (love of wisdom) secara mendalam.
Dari sini terdapat ungkapan yang menyatakan bahwa filosof (filsuf, failasuf) adalah
seorang yang sangat cinta akan kebijaksanaan secara mendalam. Dan kata filsafat pertama
kali digunakan oleh phytagoras (582-496 m). selanjutnya berikut ini beberapa penjelasan
mengenai filsafat menurut para ahli yaitu bahasa:
a.

Plato, filsafat adalah pengetahuan yang berminat mencapai pengetahuan kebenaran yang
asli.

b.

Aristoteles, filsafat adalah ilmu pengetahuan yang meliputi kebenaran yang terkandung
didalamnya ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi, politi k, dan estetika,

c.

Al-Farabi, filasafat adalah ilmu pengetahuan tentang alam amaujud bagaimana hakikat
yang sebenarnya.

d. Rene Descartes,filsafat adalah sekumpulan segala pengetahuan dimana Tuhan, alam dan
manusia menjadi pokok penyelidikan.
e.

Immanuel Kant, filasafat adalah ilmu pengetahuan yang menjadi pokok pangkal dari
segala pengetahuan, yang didalamnya mencakup masalah epistemology mengenai segala
sesuatu yang kita ketahui.

f.

Langeveld, filasafat adalah berpikir tentang masalah-malasah yaitu tentang makna


keadaan, Tuhan, keabadian, dan kebebasan.

g.

Hasbullah Bakri, filasafat adala ilmu yang menyelidiki tentang segala sesuatu dengan
mendalam mengenai ketuhanan, alam semesta dan manusia.

h.

N. Driyarka, filasafat adalah pemerenungan terhadap sebab-sebab ada dan berbuat


tentang kenyataan (reality) sampai pada akhir.

i.

Notonegoro, filsafat adalah hal-hal yang menjadi objek dari sudut intinya yang mutlak
dan yang terdalam.

j.

Ir. Poedjawijatna, filasafat adalah ilmu yang berusaha mencari sebab yang sedalamdalamnya bagi segala sesuatu berdasarkan pikiran belaka.

k.

Muhsyanur Syahrir, filsafat adalah ilmu yang selalu mencari yang hakiki baik masalah
ketuhanan, realita yang dialami baik dari subjek yaitu manusia maupun dari objeknya
yaitu alam.

C. Esensi Bahasa di tinjau dari segi Filsafat


1. Bidang-bidang khusus yang dikaji dalam filsafat bahasa
a.

Filsafat Analitik
Filsafat analitik atau filsafat linguistik atau filsafat bahasa, penggunaan istilahnya
tergantung pada preferensi filusuf yang bersangkutan. Namun pada umumnya kita dapat
menjelaskan pendekatan ini sebagai suatu yang menganggap analisis bahasa sebagai tugas
mendasar

filusuf.

Akar-akar analisis linguistik ditanam di lahan yang disiangi oleh seorang matematikawan
bernama Gottlob Frege. Frege memulai sebuah revolusi logika (analitik), yang
implikasinya masih dalam proses penanganan oleh filsuf-filsuf kontemporer. Ia
menganggap bahwa logika sebetulnya bisa direduksi kedalam matematika, dan yakin
bahwa bukti-bukti harus selalu dikemukakan dalam bentuk langkah-langkah deduktif yang
diungkapkan dengan jelas.
b. Filsafat Sintetik
Tekanan yang berlebihan pada logika analitik dalam filsafat, seperti yang telah kita amati,
sering menimbulkan pandangan yang mengabaikan semua mitos dalam pencarian sistem
ilmiah. Sejauh mana filsuf-filsuf membolehkan cara pikir mitologis untuk memainkan
peran dalam berfilsafat barangkali sebanding dengan sejauh mana mereka mengakui
berapa bentuk logika sintetik sebagi komplemen sebagai analitik yang sah. Contoh: yesus
mengalami hubungan antara bapak da putra, sehingga ia mgajari pengikut-pengikutnya
agar berdoa kepada bapak mereka yang di surga.

c.

Filsafat Hermeneutik
Aliran utama filsafat ketiga pada abad kedua puluh meminjam namanya, dengan alasan
yang baik, mengingat sifat mitologis ini. Sebgaiman tugas Heymes ialah mengungkapkan
makna tersembunyi dari dewa-dewa ke manusia-manusia, filsafat hermeneutik pun
berusaha memahami persoalan paling dasar dalam kajian ilmu tentang logika atau filsafat
bahasa: bagaimana pemahaman itu sendiri mengambil tempat bilamana kita menafsirkan
pesan-pesan ucapan atau tulisan. Filsafat hermeneutic memilik akar yang dalam di
kebudayaan barat. Bahkan, Aristoteles sendiri menulis buku berjudul peri hermeneias
(tentang interpretasi), walau ini lebih berkenan dengan pertanyaan-pertanyaan dasar logika
daripada dengan persoalan yang saat ini kita kaitkan dengan hermeneutika.
Karya pertama yang berusaha secara praktis obyektif menata prinsip-prinsip penafsiran
semacam itu adalah introduction to the correct interpretation of reasonable discourses and
book (1742), karya Johann Chladenius (1710-1759). Dengan menetapkan hermeneutika
sebagai seni pemorelahan pemahaman pembicaraan secara lengkap (entah ucapan entah
tulisan).

2. Hubungan bahasa dan pengetahuan bahasa


Relasi antara hubungan bahasa dan pengetahuan bahasa dapat dikatakan sebagai hubungan
kausalitas. Dan di dalam perkembangannya, bahasa sudah dijadikan obyek menarik bagi
perenungan, pembahasan dan penelitian dunia filsafat. Selai bahasa mempunyai daya tarik
tersendiri, ia juga memiliki kelemahan sehubungan dengan fungsi dan perannya yang
begitu luas dan kompleks, seperti ia tidak bisa mengetahui dirinya secara tuntas dan
sempurna,

sehingga

filsafatlah

yag

memberikan

pengetahuan

pada

dirinya.

3. Filsafat dapat dikaji melalui tiga aspek yaitu, epistemology, antologi dan aksiologi.
a)

Epsitemologi (asal mula) adalah pengetahuan sistematik mengenai pengetahuan. Ia


merupakan cabang filsafat yang membahas tentang terjadinya pengetahuan, sumber
pengetahuan, asal mula pengetahuan, sarana, metode atau cara memperoleh pengetahuan,
validitas dan kebenaran pengetahuan (ilmiah). Pengetahuan merupakan daerah
persinggungan

antara

benar

dan

dipercaya.

Secara

rasional,

ilmu

menyusun

pengetahuannya secara konsisten dan kumulatif, sedangkan secara empiris ilmu


memisahkan pengetahuan yang sesuai dengan fakta dari yang tidak. Secara umum bahasa
dapat difenisikan sebagai lambang. Pengertian lain dari bahasa adalah alat komunikasi

yang berupa sistem lambang yang dihasilkan oleh alat ucap pada manusia Seperangkat
aturan yang mendasari pemakaian bahasa, atau yang kita gunakan sebagai pedoman
berbahasa

inilah

yang

disebut

Tata

bahasa.

Untuk selanjutnya yang berhubungan dengan tata bahasa akan dibahas lebih detail lagi
yaitu tentang fonologi, morfologi, sintaksis, semantik dan etimologi. Pengertian dari
Fonologi ialah bagian tata bahasa yang membahas atau mempelajari bunyi bahasa.
Morfologi mempelajari proses pembentukan kata secara gramatikal beserta unsur-unsur
dan bentuk-bentuk kata. Sintaksis membicarakan komponen-komponen kalimat dan proses
pembentukannya. Bidang ilmu bahasa yang secara khusus menganalisis arti atau makna
kata ialah semantik, sedang yang membahas asal-usul bentuk kata adalah etimologi.
b)

Ontologikal (Objek atau sasaran) membahas keberadaan sesuatu yang bersifat kongkrit
secara kritis. Pemahaman ontologik meningkatkan pemahaman manusia tentang sifat dasar
berbagai benda yang akhimya akan menentukan pendapat bahkan keyakinannya
mengenai apa dan bagaimana (yang) ada sebagaimana manifestasi kebenaran yang
dicarinya.
Rizal Mustansyir menyebutkan bahwa objek material filsafat bahasa adalah kefilsafatan
atau bahasa yang dipergunakan dalam filsafat. Sedangkan objek formal filsafat bahasa
menurutnya, ialah pandangan filsafati atau tinjauan secara filsafati.

c)

Semantikal / Aksiologi (nilai dan fungsi) meliputi nilai nilai kegunaan yang bersifat
normatif dalam pemberian makna terhadap kebenaran atau kenyataan yang dijumpai
dalam seluruh aspek kehidupan. Nilai-nilai kegunaan ilmu ini juga wajib dipatuhi seorang
ilmuwan, baik dalam melakukan penelitian maupun di dalam menerapkan ilmu.
Salah satu aspek penting dari bahasa ialah aspek fungsi bahasa. Secara umum fungsi
bahasa adalah sebagai alat komunikasi, bahkan dapat dipandang sebagai fungsi utama
bahasa.

4. Ciri-ciri bahasa universal


a)

Bahasa itu mempunyai bunyi bahasa yang terdiri dari vocal dan konsonan. Misalnya,
bahasa Indonesia mempunyai 6 vokal dan 22 konsonan, bahasa arab mempunyai tiga vocal
pendek dan tiga vocal panjang serta 28 konsonan (Al-Khuli 1982;321); bahasa Inggris
memiliki 16 buah vocal dan 24 konsonan (Al-Khuli 1982: 320).

b) Bahasa mempunyai satuan-satuan bahasa yang bermakna, entah kata, frase, kalimat dan
wacana.

5. Para ahli bahasa dan pandangannya terhadap bahasa


a)

Ferdinand De Saussure sangat menekankan bahwa tanda-tanda bahasa secara bersama


membentuk system; bahwa langue, dengan kata lain berwatak sistematik dan structural.
Dengan pandangan terhadap sistematika bahasa ini de Saussure telah menjalankan
pengaruh yang dahsyat.
Noam Chomsky berpendapat suatu bahasa yang hidup ditandai oleh kreativitas yang
dituntut oleh aturan-aturan. Aturan-aturan tata bahasa nyata bertalian dengan tingkah laku
kejiwaan, manusia adalah satu-satunya makhluk yang dapat belajar bahasa. Bahasa yang
hidup adalah bahasa yang dapat dipakai dalam berpikir.

b)

Benyamin Lee dan Sapir hipotesis yang diusungnya adalah struktur bahasa suatu budaya
menentukan apa yang orang pikirkan dan lakukan. Dapat dibayangkan bagaimana
seseorang menyesuaikan dirinya dengan realitas tanpa menggunakan bahasa, dan bahwa
bahasa hanya semata-mata digunakan untuk mengatasi persoalan komunikasi atau refleksi
tertentu. Hipotesis ini menunjukkan bahwa proses berpikir kita dan cara kita memandang
dunia dibentuk oleh struktur gramatika dari bahasa yang kita gunakan.

D. Hubungan Bahasa dengan Filsafat


Bahasa tidak saja sebagai alat komunikasi untuk mengantarkan proses hubungan
antarmanusia, tetapi, bahasa pun mampu mengubah seluruh kehidupan manusia. Artinya,
bahwa bahasa merupakan aspek terpenting dari kehidupan manusia. Kearifan Melayu
mengatakan : Bahasa adalah cermin budaya bangsa, hilang budaya maka hilang bangsa.
Jadi bahasa adalah sine qua non, suatu yang mesti ada bagi kebudayaan dan masyarakat
manusia.
Bagaimanapun alat paling utama dari filsafat adalah bahasa. Tanpa bahasa, seorang filosof
(ahli filsafat) tidak mungkin bisa mengungkapkan perenungan kefilsafatannya kepada
orang lain. Tanpa bantuan bahasa, seseorang tidak akan mengerti tentang buah pikiran
kefilsafatan.
Louis O. Katsooff berpendapat bahwa suatu system filsafat sebenarnya dalam arti tertentu
dapat dipandang sebagai suatu bahasa, dan perenungan kefilsafatan dapat dipandang
sebagai suatu upaya penyusunan bahasa tersebut. Karena itu filsafat dan bahasa senantiasa
akan beriringan, tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Hal ini karena bahasa pada
hakikatnya merupakan sistem symbol-simbol. Sedangkan tugas filsafat yang utama adalah

mencari jawab dan makna dari seluruh symbol yang menampakkan diri di alam semesta
ini. Bahasa juga adalah alat untuk membongkar seluruh rahasia symbol-simbol tersebut.
Dari uraian di atas, maka jelaslah bahwa bahasa dan filsafat memiliki hubungan atau relasi
yang sangat erat, dan sekaligus merupakan hukum kausalitas (sebab musabbab dan akibat)
yang tidak dapat ditolak kehadirannya. Sebab itulah seorang filosof (ahli filsafat), baik
secara langsung maupun tidak, akan senantiasa menjadikan bahasa sebagai sahabat
akrabnya yang tidak akan terpisahkan oleh siapa pun dan dalam kondisi bagaimanapun.
Bahasa memiliki daya tarik tersendiri untuk dijadikan objek penelitian filsafat, ia juga
memiliki kelemahan-kelemahan tertentu sehubungan dengan fungsi dan perannya yang
begitu luas dan kompleks. Salah satu kelemahannya yaitu tidak mengetahui dirinya secara
tuntas dan sempurna, sebagaimana mata tidak dapat melihat dirinya sendiri.
Realitas semacam itulah, barangkali yang mendorong para filosof dari tradisi realisme di
Inggris mengalihkan orientasi kajian kefilsafatannya pada analisis bahasa seperti yang
telah dilakukan oleh George More (1873-1958), Bertrand Russel (1872-1970), Ludwig
Wittgenstein (1889-1951), Alfref Ayer (1910- ), dan yang lainnya. Dalam perkembangan
selanjutnya, kelompok ini sering dikelompokkan sebagai aliran baru dalam filsafat, yaitu
aliran filsafat analisis bahasa atau filsafat analitis.

E. Fungsi Filsafat terhadap Bahasa


Kita pada maklum bahwa kerja filsafat adalah dimulai dari suatu peranyataan kritis
tentang sesuatu realitas yang tidak hanya mempertanyakan tentang dunia yang konkrit,
tetapi juga sebagian realitas yang oleh sebagian orang dianggap tabu untuk dipertanyakan.
Bagi filsafat seluruh realitas adalah layak untuk dipertanyakan. Bagi filsafat pertanyaan itu
bukanlah sekedar bertanya, tapi diharapkan berupa pertanyaan yang kritis tentang apa saja.
Filsafat harus mengkritik pertanyaan-pertanyaan yang tidak mamadai dan harus ikut
mencari jawaban yang benar, kata Franz Magnis-Suseno. Atau seperti kata Robert
Spaemann : Yang baik tidak dapat terletak dalam pertanyaan sendiri, melainkan harus
dalam jawaban. Itu sudah menjadi pertanyaan para filosof tempo dulu, dari Socrates
sampai

Ibnu

Rusd

dari

Andalusia.

Berikut ini akan dikemukakan beberapa masalah kebahasaan yang memerlukan analisis
atau kerja filsafat dalam memahami dan memecahkannnya, antara lain :

1. Masalah bahasa pertama dan mendasar adalah apa hakikat bahasa itu ? mengapa bahasa
itu harus ada pada manusia dan merupakan cirri utama manusia. Apa pula hakikat manusia
itu, dan bagaimana hubungan antara bahasa dan manusia itu.
2.

Apakah perbedaan utama antara bahasa manusia dan bahasa di luar manusia, seperti
bahasa binatang dan atau bahasa makhluk lain. Apa persamaannya dan apa pula
perbedaannya.

3. Apa hubungan antara bahasa dan akal, dan juga apa hubungannya antara bahasa dengan
hati, intuisi dan fenomena batin manusia lainnya.
Problem-problem tersebut, merupakan sebagian dari contoh-contoh problematika
kebahasaan, yang dalam pemecahannya memerlukan usaha-usaha pemikiran yang dalam
dan

sistematis

atau

analisis

filsafat.

Agar ada sedikit gambaran, berikut ini akan diuraikan secara singkat mengenai hubungan
fungsional antara bahasa dan filsafat. Diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Filsafat, dalam arti analisis merupakan salah satu metode yang digunakan oleh para filosof
dan ahli filsafat dalam memecahkan , seperti mengenai apakah hakikat bahasa itu, atau
pernyataan dan ungkapan bahasa yang bagaimana yang dapat dikategorikan ungkapan
bahasa bermakna dan tidak bermakna.
2.

Filsafat, dalam arti pandangan atau aliran tertentu terhadap suatu realitas, misalnya
filsafat idealism, rasionalisme, realism, filsafat analitif, Neo-Posotovisme, strukturalisme,
posmodernisme, dan sebagainya, akan mewarnai pula pandangan para ahli bahasa dalam
mengembangkan teori-teorinya. Aliran filsafat tertentu akan mempengaruhi dan
memberikan bentuk serta corak tertentu terhadap teori-teori kebahasaan yang telah
dikembangkan para ahli ilmu bahasa atas dasar aliran filsafat tersebut. Sebut saja
Sausurian, adalah suatu aliran linguistic dan ilmu sastra yang dikembangkan di atas
bangunan filsafat strukturalisme Ferdinand de Saussure.

3.

Filsafat, juga berfungsi member arah agar teorai kebahasaan yang telah dikembangkan
para ahli ilmu bahasa, yang berdasarkan dan menurut pandangan dan aliran filsafat
tertentu, memiliki relevansi dan realitas kehidupan ummat manusia.

4.

Filsafat, termasuk juga filsafat bahasa, juga mempunyai fungsi untuk memberikan
petunjuk dan arah dalam pengembangan teori-teori kebahasan menjadi ilmu bahasa
(linguistic) atau ilmu sastra. Suatu teori kebahasaan yang dikembangkan oleh suatu aliran
filsafat tertentu, akan menghasilkan forma aliran ilmu bahasa tertentu pula. Hal ini akan
sangat bermanfaat bagi pengembangan ilmu kebahasaan secara berkelanjutan.

DAFTAR PUSTAKA
Ambary, Abdullah. 1986. Intisari Tata Bahasa Indonesia. Bandung: Djatnika.
Santoso, Kusno Budi.1990.Problematika Bahasa Indonesia. Bandung: Angkasa.
Pangabean, Maruli. 1981. Bahasa Pengaruh dan Peranannya. Jakarta: Gramedia.
Wibowo, Wahyu. 2001. Manajemen Bahasa. Jakarta: Gramedia. Ahmad Asep.2006.
Filsafat Bahasa. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.
Slametmuljana. Prof. Dr. 1982. Asal usul Bahasa dan Bahasa Nusantara Jakarta: Balai
Pustaka.
S. Suriasumantri. Jujun.2007. Filsafat Ilmu (Sebuah Pengantar Populer).Jakarta: Pustaka
Sinar Harapan.
Surajiyo,Drs.2007. Filasafat Ilmu dan Perkembangannya di Indonesia. Jakarta: Bumi
Aksara.
http://umnuu.blogspot.co.id/2012/12/makalah-filsafat-bahasa.html
fffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffff
Filsafat Bahasa (Hubungan Filsafat dengan Bahasa)
Oleh
MUHSYANUR

BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Tiada kehidupan tanpa sebuah bahasa dan Tiadasebuah cinta tanpa
adanya filsafat
Bahasa dan filsafat berjalan berpapasan mengikuti arus sesuai dengan
peralihan dari siang ke petang, dari hari kemarin ke hari esok. Sesorang akan
mampu berfilsafat jika bahasa itu ada, begitu juga dengan adanya bahasa,
seseorang itu akan berbahasa sesuai dengan hasil penalaran, proses kerja
otak dan menghasilkan pengetahuan yang diolah melalui filsafat. Jadi, bahasa
dan filsafat merupakan dua sejoli yang tidak terpisahkan. Mereka bagaikan
dua sisi mata uang yang senantiasa bersatu..
Minat seseorang terhapad kajian bahasa bukanlah hal yang baru sepanjang
sejarah filsafat. Semenjak munculnya Retorika Corax dan Cicero pada zaman
Yunani dan Romawi abad 4 2 SM hingga saat ini (Post Modern), bahasa
merupakan salah satu tema kajian filsafat yang sangat menarik.
Hadirnya istilah filsafat bahasa dalam ruang dunia filsafat dapat dikatan
sebagai suatu hal yang baru. Istilah muncul bersamaan dengan kecendrungan
filsafat abad ke-20 yang bersifat logosentris. Oleh karena itu, sangat wajar
apabila ditemukan kesulitan untuk mendapatkan pengertian yang pasati
mengenai apa sebetulnya yang dimaksud dengan filsafat bahasa.
Verhaar telah menunjukkan dua jalan yang terkandung dalam istilah filsafat
bahasa, yaitu : 1) filsafat mengenai bahasa; dan 2) filsafat berdasarkan
bahasa. Di dalam pembahasan makalah ini, akan dibahasa lebih detail tentang
hakikat filsafat bahasa. Dan adapun garis-gari besar yang dibahas yaitu :
spekulasi asal-usul bahasa, defenisi bahasa dan filsafat itu sendiri, esensi
bahasa ditinjau dari segi filsafat, hubungan bahasa dengan filsafat,
kelemahan-kelamahan bahasa, fungsi filsafat terahadap bahasa, dan peranan
filsafat bahasa dalam pengembangan bahasa.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Spekulasi Asal-usul Bahasa
Kendati setiap manusia berbahasa dan melalui bahasa mereka dapat
berinteraksi dengan yang lain untuk memenuhi kebutuhan hidupnya serta
bahasalah yang membedakan manusia dengan makhluk ciptaan Tuhan yang
lain, tidak banyak orang memberikan perhatian pada asal usul bahasa. Orang
hanya take for granted bahwa bahasa hadir bersamaan dengan kehadiran
manusia, sehingga di mana ada manusia, di situ pula ada bahasa. Jadi bahasa
adalah given. Orang mulai menanyakan asal mula bahasa ketika ada
persoalan mengenai hubungan antara kata dan makna, tanda dan yang
ditandai, hakikat makna, dan perbedaan makna kata yang mengakibatkan
kesalahpahaman. Para ahli lebih memberikan perhatian pada bentuk bahasa,

ragam bahasa, perubahan bahasa, wujud bahasa, struktur bahasa, fungsi


bahasa, pengaruh bahasa, perencanaan bahasa, pengajaran bahasa,
perolehan bahasa, evaluasi dan sebagainya daripada melacak sejarah
kelahirannya. Padahal dengan mengetahui sejarah kelahirannya akan dapat
diperoleh pemahaman yang utuh tentang bahasa.
Sebenarnya studi tentang bahasa, termasuk tentang asal usul bahasa atau
glottogony sudah lama dilakukan para ilmuwan, seperti sosiolog, psikolog,
antropolog, filsuf, bahkan teolog. Tetapi karena pusat perhatian para ilmuwan
tersebut berbeda-beda, maka tidak diperoleh pengetahuan yang memadai
tentang asal usul bahasa. Yang diperole justru pengetahuan tentang cabangcabang ilmu bahasa, seperti sosiolinguistik, psikolinguistik, antropolingusitik,
filsafat bahasa dan sebagainya. Seolah tak mau ketinggalan dengan para ahli
sebelumnya, belakangan para neurolog dan geolog juga mengkaji bahasa,
sehingga muncul ilmu neurolinguistik dan geolinguistik. Belakangan para ahli
komunikasi juga menjadikan bahasa sebagai pusat kajian. Secara mikro, lahir
ilmu seperti fonologi, morfologi, sintak, semantik, gramatika, semiotika dan
sebagainya Tidak mengherankan bahwa bahasa akhirnya menjadi bahan
kajian para ilmuwan dari berbagai disiplin. Ini sekaligus membuktikan bahwa
bahasa menjadi demikian penting dalam kehidupan manusia. Tidak berlebihan
jika seorang filsuf hermeneutika kenamaan Gadamer mengatakan bahwa
bahasa adalah pusat memahami dan pemahaman manusia. Sebab, melalui
bahasa akan diketahui pola pikir, sistematika berpikir, kekayaan gagasan,
kecerdasan, dan kondisi psikologis seseorang.
Namun demikian asal usul bahasa atau sejarah bahasa tetap obscure dan
studi tentang asal usul bahasa tidak sesemarak bidang-bidang kebahasaan
yang lain. Mengapa? Jawabannya sederhana dan spekulatif. Sebab, karena
tidak terdapat bukti yang cukup untuk menyimpulkan kapan sejatinya
pertama kali bahasa digunakan oleh manusia, siapa yang memulai dan
bagaimana pula memulainya.
Alih-alih menyimpulkan kapan bahasa pertama kali digunakan manusia, para
ahli bahasa justru sepakat bahwa tidak seorang pun mengetahui secara persis
kapan bahasa awal mula ada, di mana, bagaimana membuatnya dan siapa
yang mengawalinya. Ungkapan yang lazim mengatakan bahwa sejarah
bahasa dimulai sejak awal keberadaan manusia. Dengan demikian, sejarah
bahasa berlangsung sepanjang sejarah manusia. Ada sedikit informasi dari
para peneliti sejarah bahasa yang menyimpulkan bahwa bahasa muncul
pertama kali kurang lebih 3000 SM. Inipun dianggap kesimpulan yang
spekulatif dan tanpa bukti yang kuat.
Karena hasil studi tentang asal usul bahasa dianggap tidak pernah
memuaskan, malah ada yang bersifat mitos dan main-main, maka menurut
Alwasilah (1990: 1) pada 1866 Masyarakat Linguistik Perancis pernah
melarang mendiskusikan asal usul bahasa karena hasilnya tidak pernah jelas
dan hanya buang-buang waktu saja. Perhatian dan waktu lebih baik
dipusatkan untuk mengkaji bidang-bidang lain yang hasilnya jelas dan tidak
spekulatif, seperti bidang kedokteran, biologi, fisika, astronomi dan
sebagainya.
Namun demikian, terdapat beberapa teori tentang asal usul bahasa, di

antaranya bersifat tradisional dan mistis. Misalnya, ada yang beranggapan


bahwa bahasa adalah hadiah para dewa yang diwariskan secara turun
temurun kepada manusia, sebuah ungkapan yang sulit diterima kebenarannya
secara ilmiah dan nalar logis. Namun menurut Pei (1971: 12) pada kongres
linguistik di Turki tahun 1934 muncul pendapat yang menyatakan bahwa
bahasa Turki adalah akar dari semua bahasa dunia karena semua kata dalam
semua bahasa berasal dari giines, kata Turki yang berarti matahari, sebuah
planet yang pertama kali menarik perhatian manusia dan menuntut nama.
Kendati kebenarannya masih dipertanyakan banyak kalangan, pendapat
tersebut tidak berlebihan. Sebab, dari sisi penggunanya bahasa Turki dipakai
tidak saja oleh orang Turki, tetapi juga oleh masyarakat di negara-negara
bekas Uni Soviet, seperti Tajikistan, Ubekistan, Armenia, Ukraina, dan
sebagainya.
Sebuah hipotesis tentang teori bahasa yang didukung oleh Darwin (18091882) menyatakan bahwa bahasa hakikatnya lisan dan terjadi secara evolusi,
yakni berawal dari pantomime-mulut di mana alat-alat suara seperti lidah, pita
suara, larynk, hidung, vocal cord dan sebagainya secara reflek berusaha
meniru gerakan-gerakan tangan dan menimbulkan suara. Suara-suara ini
kemudian dirangkai untuk menjadi ujaran (speech) yang punya makna. Masih
menurut Darwin kualitas bahasa manusia dibanding dengan suara binatang
hanya berbeda dalam tingkatannya saja. Artinya, perbedaan antara bahasa
manusia dan suara binantang itu sangat tipis, sampai-sampai ada sebagian
yang berpendapat bahwa binatang juga berbahasa. All social animals
communicate with each other, from bees and ants to whales and apes, but
only humans have developed a language which is more than a set of
prearranged signals. .
Bahasa manusia seperti halnya manusia sendiri yang berasal dari bentuk yang
sangat primitif berawal dari bentuk ekspresi emosi saja. Contohnya, perasaan
jengkel atau jijik diekspresikan dengan mengeluarkan udara dari hidung dan
mulut, sehingga terdengar suara pooh atau pish. Oleh Max Miller (18231900), seorang ahli filologi dari Inggris kelahiran Jerman, teori ini disebut poopooh theory, kendati Miller sendiri tidak setuju dengan pendapat Darwin
(Alwasilah, 1990: 3).
Sebagian yang lain berpendapat bahwa bahasa awalnya merupakan hasil
imajinasi orang dengan melihat cara jenis-jenis hewan atau serangga tertentu
berkomunikasi. Misalnya, kumbang menyampaikan maksud kepada
sesamanya dengan mengeluarkan bau dan menari-nari di dalam sarangnya.
Semut berkomunikasi dengan antenenya.
Ada juga teori bow-wow yang mengatakan bahwa bahasa muncul sebagai
tiruan bunyi-bunyi yang terdengar di alam, seperti nyanyian burung, suara
binatang, suara guruh, hujan, angin, ombak sungai, samudra dan sebagainya,
sehingga teori ini disebut echoic theory. Jadi tidak berevolusi sebagaimana
aliran teori Darwinian di atas. Menurut teori bow-wow ada relasi yang jelas
antara suara dan makna, sehingga bahasa tidak bersifat arbitrer. Misalnya,
dalam bahasa Indonesia ada kata-kata seperti: menggelegar, bergetar,
mendesis, merintih, meraung, berkokok dan sebagainya. Contoh lainnya,
misalnya, oleh sebagian masyarakat anjing disebut sebagai bow-wow

karena ketika menyalak suaranya terdengar bow-wow. Dengan berpikir


praktis, orang menamai binatang yang menyalak itu sebagai bow-wow.
Mirip teori bow-wow, ada juga teori ding-dong atau disebut nativistic
theory, yang dikenalkan oleh Muller, yang mengatakan bahwa bahasa lahir
secara alamiah. Teori ini sama dengan pendapat Socrates bahwa bahasa lahir
secara alamiah. Menurut teori ini manusia memiliki kemampuan insting yang
sangat istimewa dan tidak tidak dimiliki oleh makhuk yang lain, yakni insting
untuk mengeluarkan ekspresi ujaran ketika melihat sesuatu melalui indranya.
Kesan yang diterima lewat bel bagaikan pukulan pada bel hingga melahirkan
ucapan yang sesuai. Misalnya, sewaktu manusia primitif dulu melihat serigala,
maka secara insting terucap kata Wolf.
Ada juga teori pooh-pooh yang mengatakan pada awalnya bahasa
merupakan ungkapan seruan keheranan, ketakutan, kesenangan, kesakitan
dan sebagainya. Ada teori yo-he-ho yang mengatakan bahasa pertama
timbul dalam suasana kegiatan sosial di mana terjadi deram dan gerak
jasmani yang secara spontan diikuti dengan munculnya bahasa. Misalnya,
ketika sekelompok orang secara bersama-sama mengangkat kayu atau benda
berat, secara spontan mereka akan mengucapkan kata-kata tertentu karena
terdorong gerakan otot.
Ada juga teori seng-song yang mengatakan bahasa berawal dari nyanyian
primitif yang belum terbentuk oleh kelompok masyarakat. Selanjutnya
nyanyian tersebut dipakai untuk menyampaikan maksud atau pesan dan
membentuk struktur yang teratur walau sangat sederhana. Nenek moyang
kita jutaan tahun lalu berbahasa dengan kosa kata dan tatabahasa yang
sangat terbatas. Seiring dengan perkembangan peradaban manusia, sistem
lambang ini pun berkembang hingga akhirnya lahir bahasa tulis. Lewat bahasa
tulis, peradaban manusia berkembang menjadi demikian pesat. Dengan
demikian, bahasa terbentuk dan berkembang secara evolutif
Berbeda dengan aliran-aliran primitif tersebut di atas, para filsuf Yunani kuno,
seperti Pythagoras, Plato, dan kaum Stoika berpendapat bahwa bahasa
muncul karena keharusan batin atau karena hukum alam. Disebut
keharusan batin, karena bahasa hakikatnya adalah perwujudan atau
ekspresi dunia batin penggunanya. Lihat saja bagaimana bahasa seseorang
ketika sedang marah, bahagia, gelisah dan sebagainya. Semuanya tergambar
dalam bahasa yang diucapkan. Pendapat yang cukup masuk akal dan menjadi
dasar pemahaman orang tentang makna bahasa sampai saat ini muncul dari
filsuf seperti Demokritus, Aristoteles, dan kaum Epikureja yang mengatakan
bahwa bahasa adalah hasil persetujuan dan perjanjian antar-anggota
masyarakat. Sebab, sifat dasar manusia adalah keinginannya berinteraksi
dengan orang lain untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidupnya. Untuk
itu, mereka memerlukan sarana atau alat komunikasi. Tetapi pertanyaannya
adalah bagaimana orang melakukan perundingan atau persetujuan atas
sesuatu sementara mereka belum memiliki alat untuk itu. Apakah hanya
menggunakan isyarat dengan anggota badan? Sayangnya, teori ini berhenti
sampai di sini.
Kendati teori tentang asal mula bahasa masih kabur dan demikian beragam,
dari yang bersifat mitos, religius, mistis sampai yang agak ilmiah, menurut

Hidayat (1996: 29) secara garis besar terdapat tiga perspektif teoretik
mengenai asal usul bahasa, yakni teologik, naturalis, dan konvensional. Aliran
teologik umumnya menyatakan bahwa kemampuan berbahasa manusia
merupakan anugerah Tuhan untuk membedakannya dengan makhluk
ciptaanNya yang lain. Dalam al Quran (2: 31) Allah dengan tegas
memerintahkan Adam untuk memberi nama benda-benda (tidak menghitung
benda). Para penganut aliran ini berpendapat kemampuan Adam untuk
memberi nama benda disebut tidak saja sebagai peristiwa linguistik pertama
kali dalam sejarah manusia, tetapi juga sebuah peristiwa sosial yang
membedakan manusia dengan semua makhluk ciptaan Tuhan yang lain. Tak
bisa dipungkiri bahasa kemudian menjadi pembeda yang sangat jelas antara
manusia (human) dengan makhluk yang bukan manusia (non-human).
Tentu saja pendapat ini bersifat dogmatis dan karenanya tidak perlu dilakukan
kajian secara ilmiah dan serius tentang asal usul bahasa. Kehadiran bahasa
diterima begitu saja, sama dengan kehadiran manusia yang tidak perlu
dipertentangkan. Karena bersifat teologik, maka aliran ini terkait dengan
keimanan seseorang. Bagi yang beragama Islam perintah Allah kepada Adam
di atas harus diterima sebagai kebenaran, karena tersurat dengan jelas di
dalam kitab suci al Quran. Sisi positif aliran ini adalah kebenarannya bersifat
mutlak dan karenanya tidak perlu diperdebatkan karena berasal dari Allah.
Tetapi sisi negatifnya ialah aliran ini menjadikan ilmu pengetahuan tentang
bahasa tidak berkembang. Sebab, tidak lagi ada kajian atau penelitian tentang
asal usul bahasa. Padahal, penelitian merupakan aktivitas ilmiah yang sangat
penting untuk menjelaskan dan mencari jawaban atas berbagai fenomena
alam, sosial, dan kemanusiaan termasuk fenomena bahasa. Lebih dari itu,
penelitian merupakan aktivitas untuk mengembangkan ilmu pengetahuan.
Tidak pernah ada ilmu pengetahuan berkembang tanpa penelitian. Hampir
semua ilmu pengetahuan yang berkembang pesat dibarengi dengan kegiatan
penelitian secara intensif. Misalnya, ilmu kedokteran, biologi, fisika, astronomi
dan sebagainya.Kemajuan pesat pada ilmu-ilmu itu beberapa dasawarsa
belakangan ini karena kegiatan penelitian yang begitu intensif di bidang itu.
B. Defenisi Bahasa dan Filsafat
Menurut Keraf dalam Smarapradhipa (2005:1), memberikan dua pengertian
bahasa. Pengertian pertama menyatakan bahasa sebagai alat komunikasi
antara anggota masyarakat berupa simbol bunyi yang dihasilkan oleh alat
ucap manusia. Kedua, bahasa adalah sistem komunikasi yang
mempergunakan simbol-simbol vokal (bunyi ujaran) yang bersifat arbitrer.
Lain halnya menurut Owen dalam Stiawan (2006:1), menjelaskan definisi
bahasa yaitu language can be defined as a socially shared combinations of
those symbols and rule governed combinations of those symbols (bahasa
dapat didefenisikan sebagai kode yang diterima secara sosial atau sistem
konvensional untuk menyampaikan konsep melalui kegunaan simbol-simbol
yang dikehendaki dan kombinasi simbol-simbol yang diatur oleh ketentuan).
Pendapat di atas mirip dengan apa yang diungkapkan oleh Tarigan (1989:4),
beliau memberikan dua definisi bahasa. Pertama, bahasa adalah suatu sistem
yang sistematis, barang kali juga untuk sistem generatif. Kedua, bahasa

adalah seperangkat lambang-lambang mana suka atau simbol-simbol arbitrer.


Menurut Santoso (1990:1), bahasa adalah rangkaian bunyi yang dihasilkan
oleh alat ucap manusia secara sadar.
Definisi lain, Bahasa adalah suatu bentuk dan bukan suatu keadaan (lenguage
may be form and not matter) atau sesuatu sistem lambang bunyi yang
arbitrer, atau juga suatu sistem dari sekian banyak sistem-sistem, suatu
sistem dari suatu tatanan atau suatu tatanan dalam sistem-sistem. Pengertian
tersebut dikemukakan oleh Mackey (1986:12).
Menurut Wibowo (2001:3), bahasa adalah sistem simbol bunyi yang bermakna
dan berartikulasi (dihasilkan oleh alat ucap) yang bersifat arbitrer dan
konvensional, yang dipakai sebagai alat berkomunikasi oleh sekelompok
manusia untuk melahirkan perasaan dan pikiran.
Hampir senada dengan pendapat Wibowo, Walija (1996:4), mengungkapkan
definisi bahasa ialah komunikasi yang paling lengkap dan efektif untuk
menyampaikan ide, pesan, maksud, perasaan dan pendapat kepada orang
lain.
Pendapat lainnya tentang definisi bahasa diungkapkan oleh Syamsuddin
(1986:2), beliau memberi dua pengertian bahasa. Pertama, bahasa adalah
alat yang dipakai untuk membentuk pikiran dan perasaan, keinginan dan
perbuatan-perbuatan, alat yang dipakai untuk mempengaruhi dan
dipengaruhi. Kedua, bahasa adalah tanda yang jelas dari kepribadian yang
baik maupun yang buruk, tanda yang jelas dari keluarga dan bangsa, tanda
yang jelas dari budi kemanusiaan.
Sementara Pengabean (1981:5), berpendapat bahwa bahasa adalah suatu
sistem yang mengutarakan dan melaporkan apa yang terjadi pada sistem
saraf. Pendapat terakhir dari makalah singkat tentang bahasa ini diutarakan
oleh Soejono (1983:01), bahasa adalah suatu sarana perhubungan rohani
yang amat penting dalam hidup bersama.
Sedangkan Filsafat, jika dilihat dari ilmu asal-usul kata (etimologi), istilah
filsafat diambil dari kata falasafah yang berasal dari bahasa Arab. Istilah ini
diadopsi dari bahasa Yunani, yaitu dari kata philosophia
Kata philosophia terdiri dari kata philein yang berarti cinta (love), dan Sophia
yang berarti kebijaksanaan (wisdom). Dengan demikian, secara etimologis
filsafat berarti cinta akan kebijaksanaan (love of wisdom) secara mendalam.
Dari sini terdapat ungkapan yang menyatakan bahwa filosof (filsuf, failasuf)
adalah seorang yang sangat cinta akan kebijaksanaan secara mendalam. Dan
kata filsafat pertama kali digunakan oleh phytagoras (582-496 m). selanjutnya
berikut ini beberapa penjelasan mengenai filsafat menurut para ahli yaitu
bahasa; a) filsafat adalah pengetahuan yang berminat mencapai pengetahuan
kebenaran yang asli (Plato), b) filsafat adalah ilmu pengetahuan yang meliputi
kebenaran yang terkandung didalamnya ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika,
etika, ekonomi, politi k, dan estetika (Aristoteles), c) filasafat adalah ilmu
pengetahuan tentang alam amaujud bagaimana hakikat yang sebenarnya (AlFarabi), d) filsafat adalah sekumpulan segala pengetahuan dimana Tuhan,
alam dan manusia menjadi pokok penyelidikan (Rene Decrate), e) filasafat
adalah ilmu pengetahuan yang menjadi pokok pangkal dari segala
pengetahuan, yang didalamnya mencakup masalah epistemology mengenai

segala sesuatu yang kita ketahui ((Immanuel Kant), f) filasafat adalah berpikir
tentang masalah-malasah yaitu tentang makna keadaan, Tuhan, keabadian,
dan kebebasan (Langeveld), g) filasafat adala ilmu yang menyelidiki tentang
segala sesuatu dengan mendalam mengenai ketuhanan, alam semesta dan
manusia (Hasbullah Bakri), h) filasafat adalah pemerenungan terhadap sebabsebab ada dan berbuat tentang kenyataan (reality) sampai pada akhir (N.
Driyarka), i) filsafat adalah hal-hal yang menjadi objek dari sudut intinya yang
mutlak dan yang terdalam (Notonagoro), j) filasafat adalah ilmu yang
berusaha mencari sebab yang sedalam-dalamnya bagi segala sesuatu
berdasarkan pikiran belaka (Ir. Paedjawijata), k) filsafat adalah ilmu yang
selalu mencari yang hakiki baik masalah ketuhanan, realita yang dialami baik
dari subjek yaitu manusia maupun dari objeknya yaitu alam (Muhsyanur
Syahrir).

C. Esensi Bahasa ditinjau dari segi Filsafat


1. Bidang-bidang khusus yang dikaji dalam filsafat bahasa
a) Filsafat Analitik
Filsafat analitik atau filsafat linguistik atau filsafat bahasa, penggunaan
istilahnya tergantung pada preferensi filusuf yang bersangkutan. Namun pada
umumnya kita dapat menjelaskan pendekatan ini sebagai suatu yang
menganggap analisis bahasa sebagai tugas mendasar filusuf.
Akar-akar analisis linguistik ditanam di lahan yang disiangi oleh seorang
matematikawan bernama Gottlob Frege. Frege memulai sebuah revolusi logika
(analitik), yang implikasinya masih dalam proses penanganan oleh filsuf-filsuf
kontemporer. Ia menganggap bahwa logika sebetulnya bias direduksi kedalam
matematika, dan yakin bahwa bukti-bukti harus selalu dikemukakan dalam
bentuk langkah-langkah deduktif yang diungkapkan dengan jelas. Yang lebih
penting, ia percaya logika mampu mengerjakan tugas-tugas jauh melampaui
apa saja yang dibayangkan oleh Aristoteles, asalkan makna para logikawan
bisa mengembangkan cara pengungkapan makna linguistik. Seluruhnya
dengan simbol-simbol logika. Salah satu idenya yang berpengaruh adalah
membuat perbedaan arti (sense) proposisi dan acuannya (referenci)-nya,
dengan mengetengahkan bahwa proposisi memiliki makan bahwa apabila
mempunyai arti sekaligus acauan. (ide ini mengandung kemiripan yang
menonjol, secara kebetulan dengan pernyataan Kant bahwa pengetahuan
hanya muncul melalui sintesis antara konsep dan intuisi).
b) Filsafat Sintetik
Tekanan yang berlebihan pada logika analitik dalam filsafat, seperti yang telah
kita amati, sering menimbulkan pandangan yang mengabaikan semua mitos
dalam pencarian sistem ilmiah. Sejauh mana filsuf-filsuf membolehkan cara
pikir mitologis untuk memainkan peran dalam berfilsafat barangkali sebanding
dengan sejauh mana mereka mengakui berapa bentuk logika sintetik sebagi
komplemen sebagai analitik yang sah. Contoh: yesus mengalami hubungan
antara bapak da putra, sehingga ia mgajari pengikut-pengikutnya agar
berdoa kepada bapak mereka yang di surga.
c) Filsafat Hermeneutik

Aliran utama filsafat ketiga pada abad kedua puluh meminjam namanya,
dengan alas an yang baik, mengingat sifat mitologis ini. Sebgaiman tugas
hermes ialah mengungkapkan makna tersembunyi dari dewa-dewa ke
manusia-manusia, filsafat hermeneutik pun berusaha memahami persoalan
paling dasar dalam kajian ilmu tentang logika atau filsafat bahasa: bagaimana
pemahaman itu sendiri mengambil tempat bilamana kita menafsirkan pesanpesan ucapan atau tulisan. Filsafat hermeneutic memilik akar yang dalam di
kebudayaan barat. Bahkan, Aristoteles sendiri menulis buku berjudul peri
hermeneias (tentang interpretasi), walau ini lebih berkenan dengan
pertanyaan-pertanyaan dasar logika daripada dengan persoalan yang saat ini
kita kaitkan dengan hermeneutika.
Karya pertama yang berusaha secara praktis obyektif menata prinsip-prinsip
penafsiran semacam itu adalah introduction to the correct interpretation of
reasonable discourses and book (1742), karya Johann Chladenius (1710-1759).
Dengan menetapkan hermeneutika sebagai seni pemorelahan pemahaman
pembicaraan secara lengkap (entah ucapan entah tulisan), ia mengsulkan tiga
prinsip dasar yang harus selalu diikuti: (1) pembaca harus menangkap gaya
atau genre pembicara/penulis; (2) aturan logika yang tak bisa berubah dari
Aristotelian harus digunakan untuk menagkap makna setiap kalimat; (3)
perspektif atau sudut pandang pembicara/penulis harus ditanamkan di
dalam benak, terutama ketika membandingkan laporan yang berbeda tentang
peristiwa atau pandangan yang sama.
2. Hubungan bahasa dan pengetahuan bahasa
Relasi antara hubungan bahasa dan pengetahuan bahasa dapat dikatakan
sebagai hubungan kausalitas. Dan di dalam perkembangannya, bahasa sudah
dijadikan obyek menarik bagi perenungan, pembahasan dan penelitian dunia
filsafat. Selai bahasa mempunyai daya tarik tersendiri, ia juga memiliki
kelemahan sehubungan dengan fungsi dan perannya yang begitu luas dan
kompleks, seperti ia tidak bisa mengetahui dirinya secara tuntas dan
sempurna, sehingga filsafatlah yag memberikan pengetahuan pada dirinya.
3. Filsafat dapat dikaji melalui tiga aspek yaitu, epistemology, antologi dan
aksiologi.
a) Epsitemologi (asal mula) adalah pengetahuan sistematik mengenai
pengetahuan. Ia merupakan cabang filsafat yang membahas tentang
terjadinya pengetahuan, sumber pengetahuan, asal mula pengetahuan,
sarana, metode atau cara memperoleh pengetahuan, validitas dan kebenaran
pengetahuan (ilmiah). Epistemologi juga membahas bagaimana menilai
kelebihan dan kelemahan suatu model epistemologik beserta tolok ukurnya
bagi pengetahuan (ilmiah), seperti teori koherensi, korespondesi pragmatis,
dan teori intersubjektif. Pengetahuan merupakan daerah persinggungan
antara benar dan dipercaya. Metode ilmiah menggabungkan cara berpikir
deduktif dan induktif sehingga menjadi jembatan penghubung antara
penjelasan teoritis dengan pembuktian yang dilakukan secara empiris. Secara
rasional, ilmu menyusun pengetahuannya secara konsisten dan kumulatif,
sedangkan secara empiris ilmu memisahkan pengetahuan yang sesuai dengan
fakta dari yang tidak. Jika seseorang ingin membuktikan kebenaran suatu
pengetahuan maka cara, sikap, dan sarana yang digunakan untuk

membangun pengetahuan tersebut harus benar. Apa yang diyakini atas dasar
pemikiran mungkin saja tidak benar karena ada sesuatu di dalam nalar kita
yang salah. Demikian pula apa yang kita yakini karena kita amati belum tentu
benar karena penglihatan kita mungkin saja mengalami penyimpangan. Itulah
sebabnya ilmu pengetahan selalu berubah-ubah dan berkembang.
Secara umum dapat difenisikan sebagai lambang. Pengertian lain dari bahasa
adalah alat komunikasi yang berupa sistem lambang yang dihasilkan oleh alat
ucap pada manusia. Perlu kita ketahui bahwa bahasa terdiri dari kata-kata
atau kumpulan kata. Masing-masing mempunyai makna, yaitu, hubungan
abstrak antara kata sebagai lambang dengan objek atau konsep yang diwakili
Kumpulan kata atau kosa kata itu oleh ahli bahasa disusun secara alfabetis,
atau menurut urutan abjad, disertai dengan penjelasan artinya dan kemudian
dibukukan menjadi sebuah kamus atau leksikon.
Pada waktu kita berbicara atau menulis, kata-kata yang kita ucapkan atau kita
tulis tidak tersusun begitu saja, melainkan mengikuti aturan yang ada. Untuk
mengungkapkan gagasan, pikiran atau perasaan, kita harus memilihkata-kata
yang tepat dan menyusun kata-kata itu sesuai dengan aturan bahasa.
Seperangkat aturan yang mendasari pemakaian bahasa, atau yang kita
gunakan sebagai pedoman berbahasa inilah yang disebut Tata bahasa.
Untuk selanjutnya yang berhubungan dengan tata bahasa akan dibahas lebih
detail lagi yaitu tentang fonologi, morfologi, sintaksis, semantik dan etimologi.
Pengertian dari Fonologi ialah bagian tata bahasa yang membahas atau
mempelajari bunyi bahasa. Morfologi mempelajari proses pembentukan kata
secara gramatikal beserta unsur-unsur dan bentuk-bentuk kata. Sintaksis
membicarakan komponen-komponen kalimat dan proses pembentukannya.
Bidang ilmu bahasa yang secara khusus menganalisis arti atau makna kata
ialah semantik, sedang yang membahas asal-usul bentuk kata adalah
etimologi.
b) Ontologikal (Objek atau sasaran) membahas keberadaan sesuatu yang
bersifat kongkrit secara kritis. Pemahaman ontologik meningkatkan
pemahaman manusia tentang sifat dasar berbagai benda yang akhimya akan
menentukan pendapat bahkan keyakinannya mengenai apa dan bagaimana
(yang) ada sebagaimana manifestasi kebenaran yang dicarinya.
Rizal Mustansyir menyebutkan bahwa objek material filsafat bahasa adalah
kefilsafatan atau bahasa yang dipergunakan dalam filsafat. Sedangkan objek
formal filsafat bahasa menurutnya, ialah pandangan filsafati atau tinjauan
secara filsafati.
c) Semantikal / Aksiologi (nilai dan fungsi) meliputi nilai nilai kegunaan yang
bersifat normatif dalam pemberian makna terhadap kebenaran atau
kenyataan yang dijumpai dalam seluruh aspek kehidupan. Nilai-nilai
kegunaan ilmu ini juga wajib dipatuhi seorang ilmuwan, baik dalam melakukan
penelitian maupun di dalam menerapkan ilmu.
Salah satu aspek penting dari bahasa ialah aspek fungsi bahasa. Secara
umum fungsi bahasa adalah sebagai alat komunikasi, bahkan dapat
dipandang sebagai fungsi utama bahasa.
4. Ciri-ciri bahasa universal
a) Bahasa itu mempunyai bunyi bahasa yang terdiri dari vocal dan konsonan.

Misalnya, bahasa Indonesia mempunyai 6 vokal dan 22 konsonan, bahasa


arab mempunyai tiga vocal pendek dan tiga vocal panjang serta 28 konsonan
(Al-Khuli 1982;321); bahasa Inggris memiliki 16 buah vocal dan 24 konsonan
(Al-Khuli 1982: 320).
b) Bahasa mempunyai satuan-satuan bahasa yang bermakna, entah kata,
frase, kalimat dan wacana.
5. Para ahli bahasa dan pandangannya terhadap bahasa
a) Ferdinand De Saussure sangat menekankan bahwa tanda-tanda bahasa
secara bersama membentuk system; bahwa langue, dengan kata lain
berwatak sistematik dan structural. Dengan pandangan terhadap sistematika
bahasa ini de Saussure telah menjalankan pengaruh yang dahsyat. Hal ini
mengisyaratkan bahwa sistem bahasa bukan saja mengacu pada bahasa oral,
namun juga mencakup pada sistem kebahasaan lainnya yang bersangkutan
dengan sosio budaya dari kehidupan manusia.
b) Noam Chomsky berpendapat suatu bahasa yang hidup ditandai oleh
kreativitas yang dituntut oleh aturan-aturan. Aturan-aturan tata bahasa nyata
bertalian dengan tingkah laku kejiwaan, manusia adalah satu-satunya
makhluk yang dapat belajar bahasa, Bahasa yang hidup adalah bahasa yang
dapat dipakai dalam berpikir.
c) Benyamin Lee dan Sapir hipotesis yang diusungnya adalah struktur bahasa
suatu budaya menentukan apa yang orang pikirkan dan lakukan. Dapat
dibayangkan bagaimana seseorang menyesuaikan dirinya dengan realitas
tanpa menggunakan bahasa, dan bahwa bahasa hanya semata-mata
digunakan untuk mengatasi persoalan komunikasi atau refleksi tertentu.
Hipotesis ini menunjukkan bahwa proses berpikir kita dan cara kita
memandang dunia dibentuk oleh struktur gramatika dari bahasa yang kita
gunakan.
D. Hubungan Bahasa dengan Filsafat
Sebagaimana telah dijelaskan, bahwa di antara fungsi bahasa ialah sebagai
alat untuk mengkomunikasikan suatu gagasan kepada orang lain. Setiap
gagasan yang dihasilkan seseorang tidak akan diketahui oleh khalayak
manakalah tidak dikomunikasikan melalui bahasa.
Bahasa tidak saja sebagai alat komunikasi untuk mengantarkan proses
hubungan antarmanusia, tetapi jangan lupa, bahasa pun mampu mengubah
seluruh kehidupan manusia. Artinya, bahwa bahasa merupakan aspek
terpenting dari kehidupan manusia. Sekelompok manusia atau bangsa yang
hidup dalam kurun waktu tertentu tidak akan bias bertahan jika dalam bangsa
teresbut tidak ada bahasa. Kearifan Melayu mengatakan : Bahasa adalah
cermin budaya bangsa, hilang budaya maka hilang bangsa. Jadi bahasa dalah
sine qua non, suatu yang mesti ada bagi kebudayaan dan masyarakat
manusia.
Karena itu, siapa pun orang akan senantiasa melakukan relasi yang erat
dengan bahasa. Seorang filosofi, misalnya, ia akan senantiasa bergantung
kepada bahasa. Fakta telah menunjukkan bahwa ungkapan pikiran dan hasilhasil perenungan filosofis seseorang tidak dapat dilakukan tanpa bahasa.
Bagaimanapun alat paling utama dari filsafat adalah bahasa. Tanpa bahasa,
seorang filosof (ahli filsafat) tidak mungkin bias mengungkapkan perenungan

kefilsafatannya kepada orang lain. Tanpa bantuan bahasa, seseorang tidak


akan mengerti tentang buak pikiran kefilsafatan.
Louis O. Katsooff berpendapat bahawa suatu system filsafat sebenarnya
dalam arti tertentu dapat dipandang sebagai suatu bahasa, dan perenungan
kefilsafatan dapat dipandang sebagai suatu upaya penyusunan bahasa
tersebut. Karena itu filsafat dan bahasa senantiasa akan beriringan, tidak
dapat dipisahkan satu sama lain. Ia bagaikan gula dengan manisnya.
Keduanya memiliki cinta yang sejati, sebuah cinta yang tidak
mengetengahkan dimiliki dan memiliki. Hal ini karena bahasa pada hakikatnya
merupakan sistem symbol-simbol. Sedangkan tugas filsafat yang utama
adalah mencari jawab dan makna dari seluruh symbol yang menampakkan diri
di alam semesta ini. Bahasa juga adalah alat untuk membongkar seluruh
rahasia symbol-simbol tersebut.
Dari uraian di atas, maka jelaslah bahwa bahasa dan filsafat memiliki
hubungan atau relasi yang sangat erat, dan sekaligus merupakan hokum
kausalitas (sebab musabbab dan akibat) yang tidak dapat ditolak
kehadirannya. Sebab itulah seorang filosof (ahli filsafat), baik secara langsung
maupun tidak, akan senantiasa menjadikan bahasa sebagai sahabat akrabnya
yang tidak akan terpisahkan oleh siapa pun dan dalam kondisi bagaimanapun.
Bahkan akhir-akhir ini bahasa telah dijadikan sebagai objek yang sangat
menarik bagi perenungan, pembahasan dan penelitian dunia filsafat. Hal ini
selain bahasa memiliki daya tarik tersendiri untuk dijadikan objek penelitian
filsafat, ia juga memiliki kelemahan-kelemahan tertentu sehubungan dengan
fungsi dan perannya yang begitu luas dan kompleks. Salah satu
kelemahannya yaitu tidak mengetahui dirinya secara tuntas dan sempurna,
sebagaimana mata tidak dapat melihat dirinya sendiri.
Realitas semacam itulah, barangkali yang mendorong para filosof dari tradisi
realisme di Inggris mengalihkan orientasi kajian kefilsafatannya pada analisis
bahasa seperti yang telah dilakukan oleh George More (1873-1958), Bertrand
Russel (1872-1970), Ludwig Wittgenstein (1889-1951), Alfref Ayer (1910- ),
dan yang lainnya. Dalam perkembangan selanjutnya, kelompok ini sering
dikelompokkan sebagai aliran baru dalam filsafat, yaitu aliran filsafat analisis
bahasa atau filsafat analitis.
Sebagaimana dijelaskan bahwa filsafat bahasa bahasa adalah pengetahuan
dan penyelidikan dengan akal budi mengenai hakikat bahasa, sebab, asal, dan
hukumnya. Hubungan bahasa dengan filsafat telah lama menjadi perhatian
para filsuf bahkan sejak zaman Yunani. Para filsuf mengetahui bahwa berbagai
macam problem filsafat dapat dijelaskan melalui suatu analisis bahasa.
E. Kelemahan-kelamahan Bahasa
Karena fungsi dan peranan bahasa begitu luas dan kompleks bagi kehidupan
umat manusia, maka kita akan diperhadapkan pada kesulitan yang sangat
berarti mengenai bahasa. Kesulita itu ialah, bahasa bahasa dalam realitasnya
memiliki kelemahan-kelamahan. Kelemahan-kelamahan itu ditimbulkan oleh si
pemakai bahasa atau kelemahan yang timbul dari diri bahasa itu sendiri.
Diantar a kelemahan-kelemahan dari bahasa itu akan diurai dalam
pembahasan berikut ini :

Pertama, bahasa sebagai suatu system symbol ternyata tidak dapat


mengungkap seluruh realitas yang ada di dunia ini. Ketidakmampuannya itu
karena realitas-realitas itu pada dasarnya merupakan symbol-simbol yang
mesti diberi makna. Juga seperti yang diungkapkan Wittgenstein, bahwa
karena bahasa merupakan gambar dunia, subjek yang menggunakan bahasa
tidak termasuk menggambarkan dunia. Seperti mata tidak dapat diarahkan
kepada dirinya sendiri, demikian juga subjek yang menggunakan bahasa tidak
dapat mengarahkan bahasa kepada dirinya sendiri.
Kedua, bahasa ketika digunakan oleh pengguna bahasa seringkali memiliki
kecendrungan emosional dan tidak terarah. Meskipun bahasa digunakan
dalam konteks ilmiah. Kita sering mengemukakan kata-kata (bahasa) yang
digunakan dalam perdebatan ilmiah kurang mengandung arti yang pasti dan
rasional yang dapat berakibat timbulnya tidak masuk akal, terutama apabila
suatu argument tergantung pada rangsang emosi dan tidak memberikan
informasi yang logis.
Ketiga, sering dijumpai ungkapan-ungkapan bahasa dimanipulasi demi
kepentingan-kepentingan tertentu, seperti kepentingan kampanye politik, ras,
suku, doktrin ajaran tertentu, dan lain-lain. Dalam ilmu bahasa peristiwa itu
lazim disebut dengan istilah eufemisme bahasa, yaitu ungkapan yang lebih
luas sebagai pengganti yang dirasakan kasar, yang dianggap merugikan atau
tidak menyenangkan, misalnya kata meninggal dunia untuk mati, wanita
untuk perempuan, kupu-kupu malam untuk wanita pelacur, dan tuna
wisma untuk orang yang tidak memiliki tempat tinggal.
Keempat, suatuu ungkapan bahasa sering dijumpai menibulkan arti ganda,
karena tidak semua ungkapan bahasa mampu melukiskan satu arti.
Kegandaan arti tersebut biasanya ditimbulkan oleh istilah-istilah yang goyah
atau lemah rumusan atau masalahnya.
Kelima, ungkapan bahasa sering juga menimbulkan banyak arti atau arti yang
sama. Penggunaan istilah untuk lebih dari satu arti, sementara kesan yang
diberikan untuk mengatakan hanya satu arti yang sama dalam perdebatan.
Kekeliruan atau kelemahan tadi adalah akibat dari anggapan yang salah
bahwa kata itu digunakan sepanjang diskusi tertnetu untuk memberikan arti
yang tunggal.
Keenam, bahasa tidak selamanya mampu memberikan respon, seperti selama
ini dianggap sebagian besar orang bahwa ungkapan-ungkapan bahasa yang
dilontarkan akan senantiasa memebrikan respons sesuai dengan keinginan si
pemakai. Tetapi dalam kenyataannya sering uangkapan-ungkapan
bahasayang dilontarkan oleh si pemakai tidak memberikan respons
sebagaimana yang diinginkan. Seorang perjaka, misalnya, ia menegur
seorang gadis cantik yang selama ini ia idam-idamkan. Tetapi karena kgadis
terebut tidak mencintainya, maka teguran dan sapaan tidak direspons sesuai
dengan yang diharapkan. Bagi si perjaka mungkin sapaan tersebut merupakan
ungkapan rasa cinta, tapi bagi si gadis ungkapan itu dianggap teguran biasa
disamping jalan.
Ketujuh, anggapan bahwa setiap ide yang akan diungkapkan oleh pemakai
bahasa itu ada kata atau istilah yang tersedia. Mereka yang berpandangan
seperti ini, mengidentifikasikan arti sebuah istilah atau ungkangapn dengan

ide-ide yang menimbulkan dan juga ditimbulkan oleh ungkapan atau istilah
tersebut. Padahal dalam ungkapan sehari-hari kita sering menjumpai
ungkapan-ungkapan atau kata-kata yang tidak ditimbulkan oleh ide apapun.
Misalnya, ungkapan penghubung yang, ungkapa pengandaian jika dan
yang lainnya (kata-kata semacam itu dinamakan syntegorematic), yaitu katakata yang tidak dapat dikatakan timbul ole hide-ide tertentu.
Kedelapan, banyak orang yang beranggapan bahwa setiap kata yang
diungkapkan itu me-refer atau mengacu kepada suatu objek yang konkrit,
empiric, dan dapat dibuktikan secara empiric. Padahal banyak kata-kata yang
dijumpai dalam kehidupan kita sehari-hari yang tidak mengacu kepada objek
yang konkrit ada di dunia. Misalnya, ungkapan kata al- jannah (surga) dan
al-nar (neraka) yang diambil dari untaian firman Tuhan dalam kitab suci.
Kata-kata ini susah untuk dibuktikan sebagai sesuatu ungkapan yang
mengacu kepada dunia konkri. Bahkan mungkin untuk sebagian orang yang
tidak mempercayainya ungkapan-ungkapan itu hanyalah ungkapan kosong
yang tidak mengandung makna apapun.
Demikianlah beberapa kelemahan dalam bahasa (bahasa manusia) yang
dapat dijelaskan dalam pasal ini. Saya yakin masih banyak kelemahankelamahan lainnya yang belum bias diungkapkan dalam tulisan ini.
Kelemahan-kelemahan itu sebenarnya bias dibatasi oleh si pemakai bahasa itu
sendiri.

F. Fungsi Filsafat terhadap Bahasa


Kita pada maklu bahwa kerja filsafat adalah dimulai dari suatu peranyataan
kritis tantang sesuatu realitas yang tidak hanya mempertanyakan tentang
dunia yang konkrit, tetapi juga sebagian realitas yang oleh sebagian orang
dianggap tabu untuk dipertanyakan. Bagi filsafat seluruh realitas adalah layak
untuk dipertanyakan.. bagi filsafat pertanyaan itu bukanlah sekedar bertanya,
tapi diharapkan berupa pertanyaan yang kritis tentang apa saj.
Kemudian, untuk apa pertanyaan itu diajukan? Ya tentu saja untuk mencari
jawaban dari pertanyaan teresbut. Filsafat harus mengkritik pertanyaanpertanyaan yang tidak mamadai dan haru ikut mencari jawaban yang benar,
kata Franz Magnis-Suseno. Atau seperti kata Robert Spaemann : Yang baik
tidak dapat terletak dalm pertanyaan sendiri, melainkan harus dalam
jawaban. Itu sudah menjadi pertanyaan para filosof tempo dulu, dari Socrates
sampai Ibnu Rusd dari Andalusia.
Berikut ini akan dikemukakan beberapa masalah kebahasaan yang
memerlukan analisis atau kerja filsafat dalam memahami dan
memecahkannnya, antara lain :
1. Masalah bahasa pertama dan mendasar adalah apa hakikat bahasa itu ?
mengapa bahasa itu harus ada pada manusia dan merupakan cirri utama
manusia. Apa pula hakikat manusia itu, dan bagaimana hubungan antara
bahasa dan manusia itu.
2. Apakah perbedaan utama antara bahasa manusia dan bahasa di luar
manusia, seperti bahasa binatang dan atau bahasa makhluk lain. Apa
persamaannya dan apa pula perbedaannya.

3. Apa yang dimaksud dengan bahasa yang bermakna dan bahasa yang benar
itu. Apa pula criteria kebenaran bahasa itu. Apakah betul bahasa kitab suci
bukan suatu bahasa yang tidak bermakna. Criteria apa dari kebenaran bahasa
kitab suci itu?
4. Apa hubungan antara bahasa dan akal, dan juga apa hubungannya antara
bahasa dengan hati, intuisi dan fenomena batin manusia lainnya.
5. Bisakah manusia berhubungan dengan bahasa-bahasa di luar manusia.
Bahasa apa yang digunakannya, dan bagaimana kita mempelajarinya.
Problem-problem tersebut, merupakan sebagian dari contoh-contoh
problematika kebahasaan, yang dalam pemecahannya memerlukan usahausaha pemikiran yang dalam dan sistematis atau analisis filsafat.
Agar ada sedikit gambaran, berikut ini akan diuraikan secara singkat
mengenai hubungan fungsional antara bahasa dan filsafat. Daiantaranya
adalah sebagai berikut :
1) Filsafat, dalam arti analisis filsafat merupakan salah satu metode yang
digunakan oleh para filosof dan ahli filsafat dalam memecahkan , seperti
mengenai apakah hakikat bahasa itu, atau pernyataan dan ungkapan bahasa
yang bagaimana yang dapat dikategorikan ungkapan bahasa bermakna dan
tidak bermakna.
2) Filsafat, dalam arti pandangan atau aliran tertentu terhadap suatu realitas,
misalnya filsafat idealism, rasionalisme, realism, filsafat analitif, NeoPosotovisme, strukturalisme, posmodernisme, dan sebagainya, akan
mewarnai pula pandangan para ahli bahasa dalam mengembangkan teoriteorinya. Aliran filsafat tertentu akan mempengaruhi dan memberikan bentuk
serta corak tertentu terhadap teori-teori kebahasaan yang telah
dikembangkan para ahli ilmu bahasa atas dasar aliran filsafat tersebut. Sebut
saja Sausurian, adalah suatu aliran linguistic dan ilmu sastra yang
dikembangkan di atas bangunan filsafat strukturalisme Ferdinand de
Saussure.
3) Filsafat, juga berfungsi member arah agar teorai kebahasaan yang telah
dikembangkan para ahli ilmu bahasa, yang berdasarkan dan menurut
pandangan dan aliran filsafat tertentu, memiliki relevansi dan realitas
kehidupan ummat manusia.
4) Filsafat, termasuk juga filsafat bahasa, juga mempunyai fungsi untuk
memberikan petunjuk dan arah dalam pengembangan teori-teori kebahasan
menjadi ilmu bahasa (linguistic) atau ilmu sastra. Suatu teori kebahasaan
yang dikembangkan oleh suatu aliran filsafat tertentu, akan menghasilkan
forma aliran ilmu bahasa tertentu pula. Hal ini akan sangat bermanfaat bagi
pengembangan ilmu kebahasaan secara berkelanjutan.
Berdasarkan uraian tersebut, jelaslah bahwa filsafat memiliki fungsi yang
sangat luas dan berharga bagi pengembangan ilmu bahasa maupun bahasa
itu sendiri. Fakta sejarah menginformasikan kepada kita bahwa teradapat
hubungan yang erat antara bahasa dan filsafat. Diberitakan pula bahwa ajaran
dan metode tertentu dari suatu aliran filsafat telah memberikan sumbangan
yang sangat besar terhadap perkembangan bahasa. Salah satunya adalah

ajaran Ariestoteles tentang 10 kategori yang telah diadopsi oleh para ahli
baha menjadi 10 jenis kata, seperti kata benda, kata kerja, kata sifat, dan
yang lainnya. Begitu juga mengenai logika induksi dan deduksi telah dijadikan
sebagai standar kebenaran suatu ungkapan bahasa yang diwujudkan dalam
bentu-bentuk kalimat.
G. Peranan Filsafat Bahasa dalam Pengembangan Bahasa
Kegunaan (peranan) filsafat bahasa itu sangat penting pada pengembangan
ilmu bahasa karena filsafat bahasa itu adalah pengetahuan dan penyelidikan
dengan akal budi mengenai hakekat bahasa, sebab, asal, dan hukumnya. Jadi
pengetahuan dan penyelidikan itu terfokus kepada hakekat bahasa, juga
sudah termasuk perkembangannya. Pada dasarnya perkembangan filsafat
analitika bahasa meliputi tiga aliran yang pokok yaitu atomisme logis,
positivisme logis, dan filsafat bahasa biasa. Aliran filsafat bahasa biasa inilah
yang memiliki bentuk yang paling kuat bilamana dibandingkan dengan aliran
yang lain, dan memiliki pengaruh yang sangat luas, baik di Inggris, Jerman
dan Perancis maupun di Amerika. Aliran ini dipelopori oleh Wittgenstein. Aliran
filsafat bahasa biasa juga mempunyai kelemahan-kelemahan antara lain :
1. Kekaburan makna
2. Bergantung pada konteks
3. Penuh dengan emosi
4. Menyesatkan
Untuk mengatasi kelemahan dan demi kejelasan kebenaran konsep-konsep
filosofis maka perlu dilakukan suatu pembaharuan bahasa, yaitu perlu
diwujudkan suatu bahasa yang sarat dengan logika sehingga ungkapanungkapan bahasa dalam filsafat kebenarannya dapat dipertanggungjawabkan.
Kelompok filsuf ini adalah Bertrand Russell.
Menurut kelompok filsuf ini tugas filsafat yaitu membangun dan
mengembangkan bahasa yang dapat mengatasi kelemahan-kelemahan yang
terdapat dalam bahasa sehari-hari ini. Dengan suatu kerangka bahasa yang
sedemikian itu kita dapat memahami dan mengerti tentang hakikat faktafakta atau kenyataan-kenyataan dasar tentang struktur metafisis dan realitas
kenyataan dunia yang menjadi perhatian yang terpenting adalah usaha untuk
membangun dan memperbaharui bahasa itu membuktikan bahwa perhatian
filsafat itu memang berkenaan dengan konsepsi umum tentang bahasa serta
makna yang terkandung di dalamnya. Sebagai suatu bidang filsafat khusus,
filsafat bahasa mempunyai kekhususannya, yaitu masalah yang dibahas
berkenaan dengan bahasa. Jadi peranan filsafat bahasa jelas sangat penting,
atau berpengaruh terhadap pengembangan ilmu bahasa. Namun berbeda
dengan ilmu bahasa atau lingkungan yang membahas ucapan tata bahasa,
dan kosa kata, filsafat bahasa lebih berkenaan dengan arti kata atau arti
bahasa (semantik). Masalah pokok yang dibahas dalam filsafat bahasa lebih
berkenaan dengan bagaimana suatu ungkapan bahasa itu mempunyai arti,
sehingga analisa filsafat tidak lagi dimengerti atau tidak lagi dianggap harus
didasarkan pada logika teknis, baik logika formal maupun matematik, tetapi
berfilsafat didasarkan pada penggunaan bahasa biasa. o1eh karena itu
mempelajari bahasa biasa menjadi syarat mutlak bila ingin membicarakan

masalah-masalah filsafat, karena bahasa merupakan alat dasar dan utama


untuk berfilsafat.
Di dalam pengembangan bahasa banyak ditemui kata-kata yang bersinonim,
ini membuktikan bahwa bahasa itu berkembang sehingga banyak kata yang
bersinonim. Begitu juga akibat perkembangan bahasa itu timbul kata-kata
baru, yang singkat dan tepat, dan mewakili kata-kata yang panjang, seperti
kata canggih, dahulu kata canggih belum ada, sekarang timbul dan mewakili
kata-kata yang panjang. Cukup kita mengatakan canggih saja, di dalam dunia
modern, masa kini. Selanjutnya kata rekayasa, dahulu kata rekayasa. tidak
ditemukan, sekarang timbul untuk mewakili kata-kata yang panjang yaitu
penerapan kaidah-kaidah ilmu seperti perancangan, membangun, pembuatan
konstruksi. Selanjutnya kata monitor atau memantau dahulu kata monitor
(memantau) belum ada, sekarang timbul dan mewakili kata-kata yang
panjang, yaitu mengawasi, mengamati, mengontrol, mencek dengan cermat,
terutama untuk tujuan khusus.
BAB III
PENUTUP

Simpulan
Berdasarkan pemaparan dari bab pembahasan diatas maka adapun yang
dapat ditarik sebagai kesimpulan pada halaman ini yaitu :
Pengertian bahasa menurut beberapa ahli :
1. Menurut Keraf dalam Smarapradhipa (2005:1)
- Bahasa adalah alat komunikasi antara anggota masyarakat berupa simbol
bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia.
- bahasa adalah sistem komunikasi yang mempergunakan simbol-simbol vokal
(bunyi ujaran) yang bersifat arbitrer.
2. Owen dalam Stiawan (2006:1)
Bahasa adalah sebagai kode yang diterima secara sosial atau sistem
konvensional untuk menyampaikan konsep melalui kegunaan simbol-simbol
yang dikehendaki dan kombinasi simbol-simbol yang diatur oleh ketentuan.
3. Tarigan (1989:4)
- Bahasa adalah suatu sistem yang sistematis, barang kali juga untuk sistem
generatif.
- bahasa adalah seperangkat lambang-lambang mana suka atau simbol-simbol
arbitrer.
4. Menurut Santoso (1990:1)
Bahasa adalah rangkaian bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia secara
sadar.

5. Mackey (1986:12)
Bahasa adalah suatu bentuk dan bukan suatu keadaan (lenguage may be form
and not matter) atau sesuatu sistem lambang bunyi yang arbitrer, atau juga

suatu sistem dari sekian banyak sistem-sistem, suatu sistem dari suatu
tatanan atau suatu tatanan dalam sistem-sistem.
6. Menurut Wibowo (2001:3)
Bahasa adalah sistem simbol bunyi yang bermakna dan berartikulasi
(dihasilkan oleh alat ucap) yang bersifat arbitrer dan konvensional, yang
dipakai sebagai alat berkomunikasi oleh sekelompok manusia untuk
melahirkan perasaan dan pikiran.
7. Walija (1996:4)
Bahasa ialah komunikasi yang paling lengkap dan efektif untuk
menyampaikan ide, pesan, maksud, perasaan dan pendapat kepada orang
lain.
8. Syamsuddin (1986:2)
- Bahasa adalah alat yang dipakai untuk membentuk pikiran dan perasaan,
keinginan dan perbuatan-perbuatan, alat yang dipakai untuk mempengaruhi
dan dipengaruhi.
- Bahasa adalah tanda yang jelas dari kepribadian yang baik maupun yang
buruk, tanda yang jelas dari keluarga dan bangsa, tanda yang jelas dari budi
kemanusiaan.
9. Pengabean (1981:5)
Bahasa adalah suatu sistem yang mengutarakan dan melaporkan apa yang
terjadi pada sistem saraf.
10. Soejono (1983:01)
Bahasa adalah suatu sarana perhubungan rohani yang amat penting dalam
hidup bersama.
Esensi Bahasa ditinjau dari segi Filsafat
1. Bidang-bidang khusus yang dikaji dalam filsafat bahasa
d) Filsafat Analitik
e) Filsafat Sintetik
f) Filsafat Hermeneutik
2. Hubungan bahasa dan pengetahuan bahasa
3. Filsafat dapat dikaji melalui tiga aspek yaitu, epistemology, antologi dan
aksiologi.
4. Ciri-ciri bahasa universal
5. Para ahli bahasa dan pandangannya terhadap bahasa

DAFTAR PUSTAKA
Ambary, Abdullah. 1986. Intisari Tata Bahasa Indonesia. Bandung: Djatnika.
Santoso, Kusno Budi.1990.Problematika Bahasa Indonesia. Bandung: Angkasa.
Syamsuddin, A.R. 1986. Sanggar Bahasa Indonesia. Jakarta: Universitas
Terbuka Jakarta.

Pangabean, Maruli. 1981. Bahasa Pengaruh dan Peranannya. Jakarta:


Gramedia.
Walija. 1996. Bahasa Indonesia dalam Perbincangan. Jakarta: IKIP
Muhammadiyah Jakarta Press.
Wibowo, Wahyu. 2001. Manajemen Bahasa. Jakarta: Gramedia. Ahmad
Asep.2006. Filsafat Bahasa. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.
Slametmuljana. Prof. Dr. 1982. Asal usul Bahasa dan Bahasa Nusantara
Jakarta: Balai Pustaka.
Abidin Zainal.2000. Filsafat Manusia. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.
S. Suriasumantri. Jujun.2007. Filsafat Ilmu (Sebuah Pengantar Populer).Jakarta:
Pustaka Sinar Harapan.
Surajiyo,Drs.2007. Filasafat Ilmu dan Perkembangannya di Indonesia. Jakarta:
Bumi Aksara.
TENTANG PENYUSUN

MUHSYANUR, S.Pd Lahir di Doping Lama Desa Benteng Kecamatan Penrang


Kabupaten Wajo pada tanggal 22 Agustus 1985, adalah anak ke I dari tiga
bersaudara pasangan suami-istri Muhammad Syahrir dan Hj. Besse Nur Afiah.
Menempuh pendidikan formal di SDN 310 Doping Lama Desa Benteng Kec.
Penrang Kab. Wajo 1992-199, MTs Putera I As'adiyah Pusat Sengkang Kab.
Wajo 1998-200, Madrasah Aliyah Putera As'adiyah Pusat Sengkang Kampus II
Macanang Kec. Majauleng Kab. Wajo 2001-2004, Pendidikan Guru Sekolah
Dasar Islam (PGSDI) STAI As'adiyah Sengkang Kab. Wajo 2004-2006 (Diploma
II), Aplikasi Komputer dan Sekretaris Eksekutif (AKSE) Profesi 1 Tahun pada
Lembaga Pendidikan dan Keterampilan "WAJO COMPUTER CENTRE" (WCC)
Sengkang Kab. Wajo 2006, S1 Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia STKIP
Puangrimaggalatung Sengkang Kab. Wajo 2009, dan saat ini ia menempuh
pendidikan pada Program Pascasarjana Universitas Negeri Makassar dengan
program studi Pendidikan Bahasa Indonesia 2010- sekarang. Selain dari itu
penulis juga aktif diberbagai organisasi seperti, Ikatan Santri Pelajar Asadiyah
- Wajo (ISPA- WAJO), Kesatuan Pelajar Mahasiswa Asadiyah - Bone (KEPMABONE), Persatuan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Wajo, Himpunan
Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Wajo, Gerakan Pramuka Racana STAI Asadiyah
& STKIP Puangrimaggalatung Sengkang Kab. Wajo, Badan Eksekutif Mahasiswa
(BEM) STAI Asadiyah Sengkang Kab. Wajo, SENAT Wajo Computer Centre
(WCC) AKSE X, Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) STKIP Yayasan Perguruan
Puangrimaggalatung Sengkang Kab. Wajo, Himpunan Mahasiswa Pecinta
Sastra GERBANG SASTRA STKIP Yayasan Perguruan Puangrimaggalatung
Sengkang Kab. Wajo, Association Of Sulawesi Students (ASSET) Sulawesi

Pare Kediri Jawa Timur, dan Ikatan Pemuda dan Remaja Masjid (IPREMAS)
Daarussalam Doping Lama Desa Benteng Kec. Penrang Kab. Wajo.
Diposkan oleh MUHSYANUR SYAHRIR di 23.09
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke
FacebookBagikan ke Pinterest

http://echax85atc-muhsyanursyahrir.blogspot.co.id/2011/02/filsafat-bahasahubungan-filsafat.html
fffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffff
ffffffffffffffffffffff
FILSAFAT BAHASA (MAKALAH)
FILSAFAT BAHASA DALAM PENGAJARAN DWIBAHASA
(BILINGUAL TEACHING)

OLEH :
YODI HASRUL FIRMANSYAH

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA


SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PERSATUAN GURU REPUBLIK INDONESIA
PACITAN

2010
DAFTAR ISI

BAB

BAB

PENDAHULUAN

BAB

MEMAHAMI FILSAFAT BAHASA

A.

PENGERTIAN FILSAFAT BAHASA

B.

OBYEK FILSAFAT BAHASA

C.

METODE MEMPELAJARI FILSAFAT BAHASA

D.

MANFAAT MEMPELAJARI FILSAFAT BAHASA

FILSAFAT BAHASA DALAM PENGAJARAN DWIBAHASA (BILINGUAL


TEACHING)
BAB

KESIMPULAN

BAB

PENDAHULUAN
Istilah filsafat berasal dari bahasa Yunani : philosophia. Seiring
perkembangan jaman akhirnya dikenal juga dalam berbagai bahasa, seperti :
philosophic dalam kebudayaan bangsa Jerman, Belanda, dan Perancis;
philosophy dalam bahasa Inggris; philosophia dalam bahasa Latin; dan
falsafah dalam bahasa Arab.
Para filsuf memberi batasan yang berbeda-beda mengenai filsafat,
namun batasan yang berbeda itu tidak mendasar. Selanjutnya batasan filsafat
dapat ditinjau dari dua segi yaitu secara etimologi dan secara terminologi.
Secara etimologi, istilah filsafat berasal dari bahasa Arab, yaitu
falsafah atau juga dari bahasa Yunani yaitu philosophia philien : cinta dan
sophia : kebijaksanaan. Jadi bisa dipahami bahwa filsafat berarti cinta
kebijaksanaan. Dan seorang filsuf adalah pencari kebijaksanaan, pecinta
kebijaksanaan dalam arti hakikat.

Pengertian filsafat secara terminologi sangat beragam. Para filsuf


merumuskan pengertian filsafat sesuai dengan kecenderungan pemikiran
kefilsafatan yang dimilikinya. Plato mengatakan bahwa : Filsafat adalah
pengetahuan yang berminat mencapai pengetahuan kebenaran yang asli.
Sedangkan Aristoteles berpendapat bahwa filsafat adalah ilmu
( pengetahuan ) yang meliputi kebenaran yang terkandung didalamnya ilmuilmu metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi, politik, dan estetika. Lain
halnya dengan Al Farabi yang berpendapat bahwa filsafat adalah ilmu
( pengetahuan ) tentang alam maujud bagaimana hakikat yang sebenarnya.
Berikut ini beberapa pengertian Filsafat menurut beberapa para ahli :

Plato ( 428 -348 SM ) : Filsafat tidak lain dari pengetahuan tentang segala
yang ada.

Aristoteles ( (384 322 SM) : Bahwa kewajiban filsafat adalah menyelidiki


sebab dan asas segala benda. Dengan demikian filsafat bersifat ilmu umum
sekali. Tugas penyelidikan tentang sebab telah dibagi sekarang oleh filsafat
dengan ilmu.

Cicero ( (106 43 SM ) : filsafat adalah sebagai ibu dari semua seni ( the
mother of all the arts ia juga mendefinisikan filsafat sebagai ars vitae (seni
kehidupan )

Johann Gotlich Fickte (1762-1814 ) : filsafat sebagai Wissenschaftslehre


(ilmu dari ilmu-ilmu , yakni ilmu umum, yang jadi dasar segala ilmu. Ilmu
membicarakan sesuatu bidang atau jenis kenyataan. Filsafat memperkatakan
seluruh bidang dan seluruh jenis ilmu mencari kebenaran dari seluruh
kenyataan.

Paul Nartorp (1854 1924 ) : filsafat sebagai Grunwissenschat (ilmu dasar


hendak menentukan kesatuan pengetahuan manusia dengan menunjukan
dasar akhir yang sama, yang memikul sekaliannya .

Imanuel Kant ( 1724 1804 ) : Filsafat adalah ilmu pengetahuan yange


menjadi pokok dan pangkal dari segala pengetahuan yang didalamnya
tercakup empat persoalan.
1.

Apakah yang dapat kita kerjakan ?(jawabannya metafisika )

2.

Apakah yang seharusnya kita kerjakan (jawabannya Etika )

3.

Sampai dimanakah harapan kita ?(jawabannya Agama )

4.

Apakah yang dinamakan manusia ? (jawabannya Antropologi )

Notonegoro: Filsafat menelaah hal-hal yang dijadikan objeknya dari sudut


intinya yang mutlak, yang tetap tidak berubah , yang disebut hakekat.

Driyakarya : filsafat sebagai perenungan yang sedalam-dalamnya tentang


sebab-sebabnya ada dan berbuat, perenungan tentang kenyataan yang
sedalam-dalamnya sampai mengapa yang penghabisan .

Sidi Gazalba: Berfilsafat ialah mencari kebenaran dari kebenaran untuk


kebenaran , tentang segala sesuatu yang di masalahkan, dengan berfikir
radikal, sistematik dan universal.

Harold H. Titus (1979 ): (1) Filsafat adalah sekumpulan sikap dan


kepecayaan terhadap kehidupan dan alam yang biasanya diterima secara
tidak kritis. Filsafat adalah suatu proses kritik atau pemikiran terhadap
kepercayaan dan sikap yang dijunjung tinggi; (2) Filsafat adalah suatu usaha
untuk memperoleh suatu pandangan keseluruhan; (3) Filsafat adalah analisis
logis dari bahasa dan penjelasan tentang arti kata dan pengertian ( konsep );
Filsafat adalah kumpulan masalah yang mendapat perhatian manusia dan
yang dicirikan jawabannya oleh para ahli filsafat.

Hasbullah Bakry: Ilmu Filsafat adalah ilmu yang menyelidiki segala sesuatu
dengan mendalam mengenai Ke-Tuhanan, alam semesta dan manusia
sehingga

dapat

menghasilkan

pengetahuan

tentang

bagaimana

sikap

manusia itu sebenarnya setelah mencapai pengetahuan itu.

Prof. Mr.Mumahamd Yamin: Filsafat ialah pemusatan pikiran , sehingga


manusia

menemui

kepribadiannya

seraya

didalam

kepribadiannya

itu

dialamiya kesungguhan.

Prof. Dr. Ismaun, M.Pd : Filsafat ialah usaha pemikiran dan renungan
manusia dengan akal dan qalbunya secara sungguh-sungguh , yakni secara
kritis

sistematis,

fundamentalis,

universal,

integral

dan

radikal

untuk

mencapai dan menemukan kebenaran yang hakiki (pengetahuan, dan kearifan


atau kebenaran yang sejati.

Bertrand Russel: Filsafat adalah sesuatu yang berada di tengah-tengah


antara teologi dan sains. Sebagaimana teologi , filsafat berisikan pemikiranpemikiran

mengenai

masalah-masalah

yang

pengetahuan

definitif

tentangnya, sampai sebegitu jauh, tidak bisa dipastikan;namun, seperti sains,


filsafat lebih menarik perhatian akal manusia daripada otoritas tradisi maupun
otoritas wahyu.
Dari semua pengertian filsafat secara terminologis di atas, dapat
ditegaskan bahwa filsafat adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki dan
memikirkan segala sesuatunya secara mendalam dan sungguh-sungguh, serta
radikal sehingga mencapai hakikat segala situasi tersebut.
BAB II
MEMAHAMI FILSAFAT BAHASA

A.

Pengertian Filsafat Bahasa


Hadirnya filsafat bahasa dapat dikatakan sebagai suatu hal yang
baru. Filsafat bahasa muncul bersamaan dengan kecenderungan filsafat abad
ke-20 yang bersifat logosentris. Berikut ini adalah beberapa pandangan para
ahli mengenai filsafat bahasa.
Verhaar menunjukkan dua jalan yang dikandung dari filsafat
bahasa, yakni 1) filsafat

mengenai bahasa dan 2) filsafat berdasarkan

bahasa. Verhaar memberikan dua pengertian bahasa yang dijadikan titik


pangkal untuk berfilsafat, yaitu bahasa yang diartikan eksklusif dan bahasa
yang diartikan inklusif.
Bahasa dalam pengertian eksklusif merupakan suatu pelukisan
yang dapat dipakai sebagai pedoman pengantar umum atas aliran filsafat
analitik (analisis bahasa) yang lahir di Inggris. Sedangkan untuk bahasa yang
diartikan sebagai inklusif merupakan bahasa yang ditujukan untuk aliran
hermeneutika.
Menurut Rizal Muntansyir, filsafat bahasa ialah suatu penyelidikan
secara mendalam terhadap bahasa yang dipergunakan dalam filsafat,

sehingga dapat dibedakan pernyataan filsafat yang mengandung makna


(meaningfull) dengan yang tidak bermakna (meaningless).
Asep Ahmat Hidayat berpendapat bahwa pengertan filsafat perlu
didekati dari dua pandangan, yaitu filsafat sebagai sebuah ilmu dan filsafat
sebagai sebuah metode. Oleh karena itu, pengertian filsafat bahasa pun bisa
didekati dari dari dua pandangan tersebut. Jika pengertian filsafat bahasa
dilihat dari sebuah ilmu, maka filsafat bahasa adalah kumpulan hasil pekiran
para filosof mengenai hakikat bahasa yang disusun secara sistematis untuk
dipelajari dengan menggunakan metode tertentu. Sedangkan, jika diartikan
sebagai sebuah metode berpikir, ia bisa diartikan sebagai metode berpikir
secara mendalam , logis dan universal mengenai hakikat bahasa.

B.

Obyek Filsafat Bahasa


Kata obyek dalam kamus besar bahasa Indonesia mengandung
lima pengertian, yaitu :

1.

Hal, perkara atau orang yang menjadi pokok pembicaraan

2.

Benda, hal dan sebagainya yang menjadi obyek untuk diteliti.

3.

Pelengkap dalam kalimat

4.

Hal atau benda yang menjadi sasaran usaha sambilan

5.

Bayangan dari suatu sistem lensa

Dalam konteks ilmu pengetahuan , penertian yang cocok dari kata


obyek adalah hal, benda atua perkara yang menjadi sasaran penelitian atau
studi. Biasanya obyek ilmu pengetahuanitu dibedakan menjadi dua, yaitu
obyek material (material object) dan obyek formal (formal object)
Obyek material adalah benda, hal atau bahan yang menjadi obyek, bidang atau
sasaran penelitian. Misalnya manusia merupakan obyek material dan ilmu
psikologi, biologi, sosiologi dan sejarah.

Sedangkan benda mati, merupakan

obyek material dan ilmu pengetahuan alam (fisika, kimia dan astronomi).

Sedangkan obyek formal ialah aspek atau sudut pandang tertentu terhadap
obyek materialnya.
C.

Metode Mempelajari Filsafat Bahasa


Metode merupakan kata dari bahasa Yunani, meta dan hodos.
Meta berarti menuju, melalui, sesudah, dan mengikuti.
berarticara, jalan atau arah.

Sedang hodos

Dalam ilmu pengetahuan, metode sering

diartikan dengan jalan berpikir dalam bidang penelitian untuk memperoleh


pengetahuan, atau merupakan salah satu langkah dari seluruh prosedur
(methodology) penelitian tentang pengetahuan.
Terdapat lima metode yang dapat digunakan untuk mempelajari
filsafat bahasa. Kelima metode itu adalah :
1.

Metode Historis

2.

Metode Sistematis

3.

Metode Kritis

4.

Metode Analisa Abstrak

5.

Metode Intuitif

Metode historis atau metode sejarah adalah suatu metode


pengkajian filsafat yang didasarkan pada prinsip-prinsip metode historigrafi
yangf meliputi empat tahapan: heuristic, kritik, intepretasi, dan historigrafi.
Heuristic artinya penentuan sumber kajian. Intepretasi artinya melakukan
intepretasi terhadap isi sebuah sumber kajian atau pemikiran seorang ahli
filsafat mengenai pemikirannya disekitar bahasa.

Sedangkan historigrafi

adalah tahapan penulisan dalam bentuk rangkaian cerita sejarah.

Dalam

konteks ini adalah cerita sejarah filsafat bahasa.

Metode sistematis adalah metode pembahasan filsafat bahasa


yang didasarkan pada pendekatan material (isi pemikiran). Melalui metode
ini, seseorang bisa mempelajari filsafat bahasa mulai dari aspek ontology
filsafat bahasa, kemudian dilanjutkan pada aspek epistemology, dan akhirnya

sampai pada pembahasan mengenai aspek aksiologi filsafat bahasa. Selain


itu melalui metode sistematis ini,seseorang bisa juga mempelajari filsafat
bahasa mulai dari salah satu aliran tertentu dan selanjutnya mempelajari
aliran lainnya.

Misalnya, mempelajari aliran bahasa (analitik), kemudian

mempelajari aliran lainnya, seperti positifisme logis, strukturalisme, post


strukturalisme dan postmodernisme.

Metode kritis digunakan oleh mereka yang mempelajari filsafat


tingkat intensif. Biasanya digunakan oleh mahasiswa tingkat pasca sarjana.
Bagi yang menggunakan metode ini haruslah sudah memiliki pengetahuan
filsafat. Mengkritik boleh jadi dengan menentang suatu pemikiran atau bisa
juga mendukung suatu pemikiran. Metode semacam ini telah dilakukan oleh
George Moore ketika mengkritisi filsafat hegalianisme (neo idealisme) di
Inggris dengan cara mengkritisi pendapat-pendapat yang dikemukakan oleh
para filsuf hegalianisme.

Selanjutnya diteruskan oleh para peletak dasar

aliran analisa bahasa, seperti B. Russel dan Wittgestein.

Metode analisis abstrak yaitu dengan cara melakukan kegiatan


urai setiap fenomena kebahasaan dengan cara memilah-milah. Selanjutnya
dilakukan generalisir secara abstrak sesuai dengan kaidah berfikir logis.
Analisis dilakukan dengan cara memadukan analisis logis deduksi dengan
analisis induksi sebagaimana yang telah dilakukan B. Russel.

Metode intuitif, yaitu dengan melakukan introspeksi intuitif dan


dengan memakai symbol-simbol. Metode ini telah lama dipraktekkan oleh
para ahli tasawuf (Islam) dan mengungkap hakikat kebahasaan secara kasyaf.
Di dunia barat, tokoh yang telah mempraktekkan metode ini adalah Henry
Bergson.

Manfaat Mempelajari Filsafat Bahasa

Berfilsafat adalah berusaha menemukan kebenaran (realitas yang


sesungguhnya) tentang segala sesuatu dengan berpikir serius. Kecakapan
berpikir serius sangat diperlukan oleh setiap orang. Banyak persoalan yang
tidak dapat di selesaikan sampai saat ini.

Hal ini dikarenakan karena

persoalan tidak ditangani secara serius, hanya diwacanakan saja.


Mempelajari filsafat (termasuk filsafat bahasa) adalah berlatih secara
serius untuk mampu menyelesaikan suatu persoalan yang sedang dihadapi
dengan cara menghadapi persoalan dengan tuntas dan logis. Seseorang tidak
akan memiliki kemampuan seperti ini jika ia tidak melatihnya. Masih banyak
manfaat yang dapat kita peroleh dengan mempelajari bahasa, diantaranya
adalah :
1.

Menambah pengetahuan baru

2.

Bisa berpikir logis

3.

Biasa berpikir analitik dan kritis

4.

Terlatih untuk menyelesaikan masalah secara kritis, analitik dan logis

5.

Melatih berpikir jernih dan cerdas

6.

Melatih berpikir obyektif

BAB

III

FILSAFAT BAHASA DALAM


PENGAJARAN DWIBAHASA (BILINGUAL TEACHING)
Filsafat bahasa adalah beralasan penyelidikan ke alam, asal-usul, dan
penggunaan bahasa Sebagai topik, dengan filsafat bahasa untuk filsuf analitik
berkaitan dengan empat masalah utama: sifat makna , menggunakan bahasa,
bahasa kognisi , dan hubungan antara bahasa dan realitas . Untuk filsuf
kontinental Namun, filsafat bahasa cenderung harus ditangani, bukan sebagai
topik yang terpisah, tetapi sebagai bagian dari logika , sejarah atau politik .
(Lihat bagian "Bahasa dan Continental Filsafat" di bawah ini.)

Pertama, filsuf bahasa ke menanyakan sifat makna, dan berusaha untuk


menjelaskan apa yang dimaksud dengan "berarti" sesuatu. Topik dalam vena
yang mencakup sifat sinonim , asal makna itu sendiri, dan bagaimana makna
yang bisa benar-benar diketahui. Lain proyek yang sedang this heading dari
minat khusus untuk filsuf analytic bahasa is the penyelidikan the cara which
are dikomposisikan menjadi kalimat keluar whole Berarti meaning of its parts.
Kedua, mereka ingin memahami apa yang pembicara dan pendengar
dengan bahasa dalam komunikasi , dan bagaimana ia digunakan social
kepentingan khusus mungkin mencakup topik belajar bahasa , penciptaan
bahasa, dan tindak tutur .
Ketiga, mereka ingin tahu bagaimana bahasa berkaitan dengan pikiran
baik pembicara dan penerjemah . Dari bunga tertentu adalah dasar untuk
sukses terjemahan kata-kata ke kata lain.
Akhirnya,

mereka

menyelidiki

bagaimana

bahasa

dan

makna

berhubungan dengan kebenaran dan dunia. Filsuf cenderung kurang peduli


dengan kalimat yang sebenarnya benar, dan banyak lagi dengan jenis apa
makna bisa benar atau salah. Seorang filsuf kebenaran berorientasi bahasa
mungkin bertanya-tanya apakah suatu kalimat bermakna bisa benar atau
salah, atau apakah kalimat dapat mengekspresikan proposisi tentang hal-hal
yang tidak ada, bukan kalimat cara digunakan.
Pengertian bahasa menurut Bloch and Trager adalah sebagai berikut.
Bahasa ialah.an arbitrary system of vocal sPeymbols, by means of which
members of a community interact with each other. Bahasa adalah sistem
lambang

bunyi

yang

sifatnya

arbitraris yang

komunikasi anggota masyarakatnya.

dipakai

menjadi

sarana

Ada beberapa hal yang penting,

pertama bahasa adalah suatu sistem. Kedua, bahasa adalah lambang. Ketiga,
bahasa itu berbentuk bunyi. Keempat, bahasa itu bersifat arbitraris. Kelima,
bahasa itu berfungsi sebagai sarana komunikasi antara masyarakat manusia.
Letak perbedaan antara filsafat bahasa dengan linguistik

adalah;

Linguistik bertujuan mendapatkan kejelasan tentang bahasa. Linguistik


mencari hakikat bahasa. Jadi, para ahli bahasa menganggap bahwa kejelasan
tentang hakikat bahasa adalah tujuan akhir kegiatannya. Sedangkan filsafat
bahasa mencari hakikat ilmu pengetahuan

atau hakikat pengetahuan

konseptual. Dalam usahanya mencari hakikat pengetahuan konseptual, para

filsuf mempelajari bahasa bukan sebagai tujuan akhir, melainkan sebagai


obyek sementara agar pada akhirnya dapat diperoleh kejelasan tentang
hakikat pengetahuan konseptual itu.
Didalam

mendefinisikan

bahasa,

para

ahli

bahasa

dari

aliran

strukturalis berpendapat bahwa fungsi bahasa memang untuk berkomunikasi,


saling berinteraksi, untuk tanya jawab, menyuruh, menyahut, melarang,
meminta, berseru, dll.
Dapat dikatakan bahwa fungsi bahasa beserta variasinya adalah sebagai
berikut.
1.

Sebagai alat berkomunikasi (menyampaikan maksud)

2.

Sebagai alat penyampai rasa santun.

3.

Sebagai penyampai rasa keakraban dan hormat.

4.

Sebagai alat pengenalan diri.

5.

Sebagai alat penyampai rasa solidaritas.

6.

Sebagai alat penopang kemandirian bangsa.

7.

Sebagai alat penyalur rasa uneg-uneg.

8.

Sebagai cermin peradaban bangsa.

Masalah kebahasaan yang sering dibahas oleh para filsuf biasanya


berkisar pada simbol dan arti.

Secara garis besar, pemikiran itu dapat

digambarkan sebagai berikut.


1.

Metafisika
Metafisika adalah bagian filsafat yang berusaha memformulasikan fakta yang
paling umum dan paling luas, termasuk penyebutan kategori-kategori yang
paling pokok atas pengelompokan hal, benda dan gambaran.

2.

Logika

Logika adalah studi tentang inference (kesimpulan-kesimpulan).

Logika

berusaha menciptakan suatu criteria guna memisahkan interferensi yang


sahih dan tidak sahih.
Karena penalaran itu terjadi dengan bahasa, maka analisis inteferensi itu
tergantung pada analisis statement yang berbentuk premis dan konklusi.
3.

Epistemology
Epistemology (ilmu pengetahuan) menaruh perhatian pada bahasa dalam
beberapa aspek, terutama dalam masalah pengetahuan apriori, yakni
pengetahuan

yang

dianggap

sudah

diketahui

tanpa

didasarkan

pada

pengalaman yang sudah dialami secara nyata.


Misal : 7+7 = 14
bagaimana kita tahu bahwa 7+7 = 14, salah satu jawabnya adalah makna
masing-masing istilah yang dipakai dalam perhitungan matematika memang
sudah kita anggap benar, tanpa melalui pemeriksaan lebih lanjut.

4.

Reformasi bahasa
Para filsuf juga tertarik untuk memperbaiki bahasa, dikarenakan kegiatan
keilmuan para filsuf boleh dikatakan tergantung pada pemakaian bahasa. Ada
dua pandangan berbeda terhadap bahasa.

a. Bahasa berfungsi sebagai sarana pengantar filsafat.


b. Bahasa yang kita pakai sehari-hari kurang kuat dan kurang sesuai untuk
dipakai sebagai sarana pengantar filsafat. Bahasa kita samar, tidak eksplisit,
ambigu, tergantung pada konteks dan sering menimbulkan kesalahpahaman.
Pengertian

Kedwibahasaan

(The

Meaning

Of

Bilingual)

Menurut para pakar linguistik kedwibahasaan didefinisikan sebagai berikut:


1.

Robert Lado (1964:214)


Kedwibahasaan merupakan kemampuan berbicara dua bahasa dengan sama
atau hamper sama baiknya.

Secara teknis pendapat ini mengacu pada

pengetahuan dua bahasa, bagaimana tingkatnya oleh seseorang.

2.

MacKey (1956:155)
Kedwibahasaan adalah pemakaian yang bergantian dari dua bahasa.

3.

Hartman dan Stork (1972:27)


Kedwibahasaan adalah pemakaian dua bahasa oleh seorang penutur atau
masyarakat ujaran.

4.

Haugen

(1968:10)

Kedwibahasaan adalah tahu dua bahasa


5.

Bloomfield (1958:56)
Kedwibahasaan merupakan kemamouan untuk menggunakan dua bahasa
yang sama baiknya oleh seorang penutur.
Jika

diuraikan

secara

lebih

umum

maka

maka

pengertian

kedwibahasaan adalah pemakaian dua bahasa secara bergantian baik secara


produktif maupun reseftif oleh seorang individu atau oleh masyarakat.
Tipologi
1.

kedwibahasaan

Menurut Weinrich (1953)


Tipologi kedwibahasaan didasarkan pada derajat atau tingkat penguasaan

seorang

terhadap

keterampilan

berbahasa.

Maka

Weinreich

membagi

kedwibahasaan menjadi tiga, yaitu:


a.

Kedwibahasaan Majemuk (Compound Bilingualism)

b.

Kedwibahasaan majemuk adalah kedwibahasaan yang menunjukkan bahwa


kemampuan berbahasa salah satu bahasa lebih baik daripada kemampuan
berbahasa yang lain.

c.

Kedwibahasaan koordinatif / sejajar


Kedwibahasaan koordinatif/sejajar adalah kedwibahasaan yang menunjukkan
bahwa pemakaian dua bahasa sama-sama baik oleh seorang individu.
d.

Kedwibahasaan Sub-Ordinatif (kompleks)

Kedwibahasaan sub-ordinatif (kompleks) adalah kedwibahasaan yang


menunjukkan bahwa seorang individu pada saat memakai B1 sering
memasukkan B2 atau sebaliknya.
2.

Beaten Beardsmore (1985:22)


Beardsmore menambahkankan satu derajat lagi yaitu kedwibahasaan
awal (inception bilingualism) yaitu kedwibahasan yang dimiliki oleh seorang
individu yang sedang dalam proses menguasai B2.

3.

Pohl (dalam Beatens Beardmore, 1985;5) tipologi bahasa lebih didasarkan


pada status bahasa yang ada didalam masyarakat, maka Pohl membagi
kedwibahasaan menjadi tiga tipe yaitu:
a. Kedwibahasaan Horisontal (Horizontal Bilingualism)
Merupakan situasi pemakaian dua bahasa yang berbeda tetapi masingmasing bahasa memiliki status yang sejajar baik dalam situasi resmi,
kebudayaan maupun dalam kehidupan keluarga dari kelompok pemakainya.
b. Kedwibahasaan Diagonal (Diagonal Bilingualism)
Merupakan pemakaian dua bahasa dialek atau atau tidak baku secara
bersama-sama tetapi keduanya tidak memiliki hubungan secara genetik
dengan bahasa baku yang dipakai oleh masyarakat itu.
c.

Kedwibahasaan Vertikal (Vertical Bilinguism)


Merupakan pemakaian dua bahasa apabila bahasa baku dan dialek,

baik yang berhubungan ataupun terpisah, dimiliki oleh seorang penutur.

4. Menurut Arsenan (dalam Baerdsmore, 1985)


Tipe

kedwibahasaan

pada

kemampuan

berbahasa.

Maka

Arsenan

mengklasifikasikan kedwibahasaan menjadi dua yaitu:

Kedwibahasaan produktif (productive bilingualism) atau kedwibahasaan aktif


atau kedwibahasaan simetrik (symmetrical bilingualism) yaitu pemakaian dua
bahasa oleh seorang individu terhadap seluruh aspek keterampilan berbahasa
(menyimak, berbicara, membaca, dan menulis)

Kedwibahasaan reseptif (reseptive bilingualism) atau kedwibahasaan pasif


atau kedwibahasaan asimetrik (asymetrical bilingualism)
DIAGLOSIA DALAM KEDWIBAHASAAN
Diaglosia adalah situasi dimana dau dialek atau lebih biasa dipakai.
(Charles Fergison 1959:136). Diaglosia adalah suatu situasi bahasa yang
relatif stabil dimana, selain dari dialek-dialek utama satu bahasa (yang
memungkinkan mencakup satu bahasa baku atau bahasa-bahasa baku
regional), ada ragam bahasa yang sangat berbeda, sangat terkondifikasikan
dan lebih tinggi, sebagai wacana dalam keseluruhan kesusastraan tertulis
yang luas dan dihormati, baik pada kurun waktu terdahulu maupun
masyarakat ujaran lain, yang banyak dipelajari lewat pendidikan formal dan
banyak dipergunakan dalam tujuan-tujuan tertulis dan ujaran resmi, tapi tidak
dipakai oleh bagian masyarakat apa pun dalam pembicaraan-pembicaraan
biasa. (Hudson 1980:54).
Diaglosia adalah hadirnya dua bahasa baku dalam satu bahasa,
bahasa tinggi dipakai dalam suasana-suasana resmi dan dalam wacanawacana tertulis, dan bahasa rendah dipakai untuk percakapan sehari-hari.
(Hartmann & Strork 1972:67). Diaglosia adalah persoalan antara dua dialek
dari satu bangsa, bukan antara dua bahasa. Kedua ragam bahasa ini pada
umumnya adalah bahasa baku (standard language) dan dialek derah regional
daerah (regional dialect).
PARAMETER/PENGUKURAN

DIAGLOSIA

Mackey (1956) mengemukakan bahwa pengukuran kedwibahasaan dapat


dilakukan melalui beberapa aspek, yaitu;
a. Aspek tingkat.
Dapat dilakukan dengan mengamati kemampuan memakai unsure-unsur
bahasa seperti fonologi, morfologi, sintaksis, leksikon serta ragam bahasa.
b. Aspek fungsi
Dapat dilakukan melalui kemampian pemakaian dua bahsa yang dimiliki
sesuai dengan kepentingan-kepentingan tertentu. Ada dua faktor yang harus
diperhatikan dalam pengukuran kedwibahasaan yaitu faktor internal dan

faktor eksternal. Faktor internal adalah faktor yang menyangkut pemakaian


bahasa secara internal.
Sedangkan faktor eksternal adalah faktor dari luar bahasa. Hal ini antara lain
menyangkut masalah kontak bahasa yang berkaitan dengan lamanya waktu
kontak seringnya mengadakan kontak bahasa si penutur dapat ditentukan
oleh lamanya waktu kontak, seringnya kontak dan penekannya terhadap
bidang-bidang tertentu. Misalnya, bidang ekonomi, budaya, politik,dll.
c.

Aspek

Pergantian

Yaitu pengukuran terhadap seberapa jauh pemakai bahasa mampu


berganti dari satu bahasa kebahasa yang lain. Kemampuan berganti dari satu
bahasa ke bahasa yang lain ini tergantung pada tingkat kelancaran pemakaian
masing-masing bahasa.
d.

Aspek interferensi
Yaitu pengukuran terhadap kesalahan berbahasa yang disebabkan oleh
terbawanya kebiasaan ujaran berbahasa atau dialek bahasa pertama terhadap
kegiatan berbahasa.
pengukuran

Robert Lado (1961) mengemukakan

kedwibahasaan

seseorang

dilakukan

melalui

agar dalam
kemampuan

berbahasa dengan menggunakan indikator tataran kebahasaan (sejalan


dengan Mackey). Kelly (1969) menyarankan agar kedwibahasaan seseorang
diukur dengan cara mendeskripsikan kemampuan berbahas seseorang dari
masing-masing bahasa dengan menggunakan indikator elemen kebahasaan
kemudian dikorelasikan untuk menentukan keterampilan berbahasa.
John

MacNawara

kedwibahasaan
kemampuan

dari

(1969)
aspek

berbahasa

memberikan

tingkat

dengan

dengan

disain
cara

menggunakan

teknik

pengukuran

memberikan

konsep

dasar

respon
analisis

kesalahan berbahasa.
Pengukuran dapat memakai indikator membaca pemahaman, membaca
leksikon, kesalahan ucapan, kesalahan ketatabahasaan, interferensi leksikal
B2, pemahaman bahasa lisan, kesalahan fonetis, makna kata dan kekayaan
makna.
Berbeda dengan pendapat-pendapat diatas yaitu Jakobovits (1970)
memberikan desain teknik pengukuran kedwibahasaan dengan cara:

1.

Menghitung jumlah tanggapan terhadap rangsangan dalam B1.

2.

Menghitung jumlah tanggapan dalam rangsangan dalam B2 terhadap B1.

3.

Menghitung perbedaan total antara B1 dan B2.

4.

Menghitung jumlah tanggapan dalam B1 terhadap rangsangan dalam B1.

5.

Menghitung jumlah tanggapan dalam B2 terhadap rangsangan dalam B2.

6.

Menghitung tanggapan dalam b2 terhadap rangsangan dalam B1.

7.

Menghitung jumlah tanggapan dalam b1 terhadap rangsangan dalam B2.

8.

Menghitung tanggapan terjemahan terhadap rangsangan dalam B2.

9.

Menyatakan hasil dalam bentuk prosentase, dan

10.

Menghitung tanggapan dua bahasa terhadap rangsangan B1 dan B2 jika


memungkinkan.
Lambert (195:50, mengajukan teknik pengukuran kedwibahasaan dengan
mengungkapkan dominasi bahasa, artinya bahasa mana dari dari kedua
bahasa

itu

dominan

Mackey

(1968)

memberikan

teknik

pengukuran

kedwibahasaan dengan menggunakan tes keterampilan berbahasa masingmasing bahasa.

Berikut merupakan ciri-ciri teori kebahasaan tradisional:


1.

Teori-teori kebahasaan yang bersifat tradisional mengambil sumber asumsiasumsi dan hipotesis tentang bahasa filsafat dan logika. Jadi, Jadi dengan latar
belakang filsafat dan logikalah lahirlah asumsi dan hipotesis bahasa.

2.

Data bahasa yang diteliti mulanya adalah data bahasa tertulis dan bahasa
yang telah mengenal ejaan.

3.

Data bahasa tertulis itu terbatas pada bahasa Yunani dan latin.

4.

Bahasa dipandang bukan merupakan sebuah produk kebudayaan tetapi


hanya dipandang sebagai sarana dan alat komunikasi berpikir.

5.

Data dan Fakta bahasa yang tidak sesuai dengan teori-teori filsafat dianggap
kekecualiaan atau kesalahan atau perlu pula diperbaiki sesuai dengan teori
filsafat dan logika.

Kelemahan dari teori kebahasaan ini ialah:


1.

Asumsi-asumsi dan hipotesis kebahasan bukanlah harus dikaji dengan fakta


dan data bahasa, melainkan fakta dan data bahasa harus disesuaikan dengan
asumsi dan hipotesis filsafat dan logika tentang bahasa.

2.

Teori kebahasaan bersifat universal dan dapat dilakukan untuk semua bahasa
di dunis, sementara karakteristik setiap bahasa berbeda-beda.

PEMBELAJARAN BAHASA MENURUT BEHAVIORISME


5 tahapan pembelajaran bahasa
1.

Trial and error

2. Mengingat-ingat
3. Menirukan
4. Mengasosiasikan
5. Menganalogi

Proses pembentukan kebiasaaan

Dari

langkah-langkah

eksperimen

Pavlov

dan

Skinner,

dapat

diambil

kesimpulan bahwa:
1. Pembelajaran bahasa dapat diamati berdasarkan tingkah lakunya.
2. pembelajaran bahasa berdasarkan langkah-langkah eksperimennya
dilakukan secara ilmiah.
3. pembentukan bahasa dilakukan secara terprogram dan bertahap.
Renforcement baik berupa ganjaran dan hukuman sangat penting.

PEMBELAJARAN BAHASA MENURUT KOGNITIFISME


1.

Chomsky

2.

Manusia sejak lahir memiliki kemampuan yang bersifat bawaan (innate).

Pemakaian bahasa secara terus menerus akan bercampur dengan masukan

Belajar adalah proses kreatif dan kognitif.

Dulay & burt


Proses penguasaan bahasa adalah proses yang dialami oleh si penutur ketika
ia merekonstruksikan kaidah-kaidah bahasa yang ia simpulkan sendiri
3.

Mac namara

Anak memiliki daya alami untuk belajar bahasa.


4.

Jean Piaget
-

Kemampuan Anak Mengkonseptualisasikan Hubungan Ketatabahasaan Antar


Actor-Aksi-Obyek.

5.

Kemampuan Anak Memahami Kalimat Yang Mempunyai Makna Lebih.

Krashen
Ada beberapa hipotesis Krashen
I.

Melalui proses pemerolehan dan cara belajar

1.

Melalui proses pemerolehan (acquisition)

Terjadi secara ambang sadar (sub-consiousness)


Kemampuan berkomunikasi yang dimiliki sangat alamiah seperti penutur

aslinya.

Proses penguasaan ini tidak bisa dihindari karena bahasa yang dikuasai
dibutuhkan untuk hidup.

2.

Anak tidak memiliki pengetahuan tentang kaidah bahasa.

Tidak diperkuat dengan pengajaran dan koreksi.


Melalui cara belajar

Proses terjadi secara sadar (consiousness)

Proses belajar bisa dihindari

Pembelajar memiliki pengetahuan tentang kaidah ketatabahasaan.

Kemampuan dimiliki sebagai akibat pengajaran sehingga terjadi koreksi dari


pengajar.

The Monitor Hypothesis

Ada waktu yang cukup untuk memilih dan menerapkan kaidah bahasa hasil
belajar

Berfokus pada bentuk dan output yang benar.

Memiliki pengetahuan tentang kaidah.

The Order Hypothesis


Proses pemerolehan struktur gramatikal terjadi secara berurutan. Bentukbentuk sederhana akan dikuasai terlebih dahulu dibandingkan bentuk-bentuk
kompleks.

The Input Hypothesis


Kemampuan
berbahasa

berbahasa
tidak

dapat

seseorang
diajarkan

tergantung

secara

inputnya.

langsung.

Kelancaran

Kemajuannya

pun

tergantung pada waktu.

BAB IV
KESIMPULAN

Didasarkan

pada

uraian

yang

telah

disajikan

dalam

bab-bab

sebelumnya, terdapat pemikiran dasar yang akan ditekankan dalam bab


kesimpulan ini. Yang pertama adalah bahwa bahasa sejak dulu hingga saat ini
telah memberikan andil yang sangat besar bagi perkembangan peradaban
manusia. Melalui symbol-simbol bahasa, karya intelektual, budaya manusia
dilestarikan dan dtransformasikan dari satu periode generasi kepada generasi
berikutnya.
Lewat bahasa, manusia dapat menyampaikan dan mengembangkan
pemikirannya

dalam

aneka

wujud

kebudayaan.

Simbol-simbol

bahasa

memungkinkan kita berpikir, berhubungan dengan orang lain, dan member


makna pada apa yang ditampilkan oleh alam semesta.
Dari

serangkaian

pendapat-pendapat

yang

telah

diuraikan,

menunjukkan tentang kebhinekaan pendapat mengenai konsep makna dan


bentuk pengajaran dwibahasa atau bilingual teaching yang disuguhkan oleh
para filsuf dari berbagai macam aliran. Ini membuktikan bahwa dalam filsafat
terdapat bermacam metode perenungan.

Karena itu, jika kita hanya

membahas filsafat hanya kedalam satu jenis metode pembahasan khusus


saja, ini berarti kita telah berusaha untuk mengusir filsafat dari dunianya.

Langkah ini sungguh bertentangan dengan sifat atau karakter yang


telah

dimiliki

filsafat.

Dari

dulu

hingga

sekarang,

filsafat

senantiasa

memberikan berbagai alternatif metode untuk memecahkan suatu persoalan.

Daftar Pustaka

Endraswara,

Suwardi,

2006,

Methodology

Penelitian

Sastra,

Pustaka

Widyatama, Yogyakarta
Hidayat, Asep Ahmat, 2006, Filsafat Bahasa, Mengungkap Hakikat Bahasa,
Makna dan Tanda, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung
Pranowo, 1996, Analisis Pengajaran Bahasa, Gajahmada University Press,
Yogyakarta
Poedjosoedarmo, Soepomo, 2003, Filsafat Bahasa, Muhammadiyah University
Press, Surakarta
Pudjo Sumedi AS., Drs.,M.Ed. dan Mustakim, S.Pd.,MM , Filsafat Bahasa
Betrand Russel.2002. Sejarah Filsafat Barat dan Kaitannya dengan kondisi
sosio-politik dari zaman kuno hingga sekarang (alih Bahasa Sigit jatmiko, dkk )
. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Ismaun.2007. Filsafat Administrasi Pendidikan(Serahan Perkuliahan ). Bandung : UPI
Ismaun.2007.

Kapita

Selekta

Filsafat Administrasi

Pendidikan

Perkuliahan). Bandung : UPI


Koento Wibisono.1997. Dasar-Dasar Filsafat. Jakarta : Universitas Terbuka

(Serahan

Moersaleh. 1987. Filsafat Administrasi. Jakarta : Univesitas Terbuka


Midterm
http://wagimanthinker.blogspot.co.id/2011/04/filsafat-bahasa-makalah.html
ffffffffffffffffddjdjdjdjdjdjdjddjdjdjdjdjddjdjdjdjdjdjdjdjdjdjdjdjdjdjdjdjdjdjdjd

FILSAFAT BAHASA
Dipresentasikan oleh: M. Doni Sanjaya
NIM. 20112506018

I. PENDAHULUAN
Filsafat bahasa adalah penyelidikan beralasan ke alam, asal-usul, dan
penggunaan bahasa. Sebagai topik, filsafat bahasa bagi para filsuf analitik berkaitan
dengan empat masalah utama sifat makna, penggunaan bahasa, kognisi bahasa, dan
hubungan antara bahasa dan realitas. Untuk filsuf kontinental. Namun, filsafat bahasa
cenderung ditangani, bukan sebagai topik yang terpisah, tetapi sebagai bagian dari
logika, sejarah atau politik.
Pertama, filsuf bahasa menanyakan sifat makna, dan berusaha untuk menjelaskan apa
artinya "berarti" sesuatu. Topik dalam pembuluh darah yang meliputi sifat sinonim, asalusul makna itu sendiri, dan bagaimana makna yang bisa benar-benar diketahui. Proyek
lain di bawah judul ini kepentingan khusus filsuf analitik bahasa adalah penyelidikan cara
yang tersusun menjadi kalimat keluar keseluruhan bermakna arti bagian-bagiannya.
Kedua, mereka ingin memahami apa yang pembicara dan pendengar lakukan
dengan bahasa dalam komunikasi, dan bagaimana digunakan sosial. Kepentingan
khusus dapat meliputi topik pembelajaran bahasa, penciptaan bahasa, dan tindak tutur.
Ketiga, mereka ingin tahu bagaimana bahasa berkaitan dengan pikiran baik dari
pembicara dan penerjemah. Dari minat tertentu adalah dasar untuk terjemahan
keberhasilan kata menjadi kata lain.
Akhirnya, mereka menyelidiki bagaimana bahasa dan makna berhubungan dengan
kebenaran dan dunia. Filsuf cenderung kurang peduli dengan kalimat yang sebenarnya
benar, dan banyak lagi dengan jenis apa makna bisa benar atau salah. Seorang filsuf
berorientasi kebenaran bahasa mungkin bertanya-tanya apakah suatu kalimat bermakna
bisa benar atau salah, atau apakah kalimat dapat mengekspresikan proposisi tentang
hal-hal yang tidak ada, bukan seperti kalimat yang digunakan.
Bahasa dan filsafat berjalan berpapasan mengikuti arus sesuai dengan peralihan
dari siang ke petang, dari hari kemarin ke hari esok. Seseorang akan mampu berfilsafat
jika bahasa itu ada, begitu juga dengan adanya bahasa, seseorang itu akan berbahasa
sesuai dengan hasil penalaran, proses kerja otak dan menghasilkan pengetahuan yang

diolah melalui filsafat. Jadi, bahasa dan filsafat merupakan dua sejoli yang tidak
terpisahkan. Mereka bagaikan dua sisi mata uang yang senantiasa bersatu.
Minat seseorang terhadap kajian bahasa bukanlah hal yang baru sepanjang
sejarah filsafat. Semenjak munculnya Retorika Corax dan Cicero pada zaman Yunani dan
Romawi abad 4 2 SM hingga saat ini (Post Modern), bahasa merupakan salah satu
tema kajian filsafat yang sangat menarik.
Hadirnya istilah filsafat bahasa dalam ruang dunia filsafat dapat dikatakan sebagai
suatu hal yang baru. Istilah muncul bersamaan dengan kecendrungan filsafat abad ke-20
yang bersifat logosentris. Oleh karena itu, sangat wajar apabila ditemukan kesulitan
untuk mendapatkan pengertian yang pasati mengenai apa sebetulnya yang dimaksud
dengan filsafat bahasa.
Verhaar telah menunjukkan dua jalan yang terkandung dalam istilah filsafat
bahasa, yaitu : 1) filsafat mengenai bahasa; dan 2) filsafat berdasarkan bahasa. Di dalam
pembahasan makalah ini, akan dibahas lebih detail tentang hakikat filsafat bahasa. Dan
adapun garis-garis besar yang dibahas yaitu : spekulasi asal-usul bahasa, defenisi
bahasa dan filsafat itu sendiri, esensi bahasa ditinjau dari segi filsafat, hubungan bahasa
dengan filsafat, kelemahan-kelamahan bahasa, fungsi filsafat terhadap bahasa, dan
peranan filsafat bahasa dalam pengembangan bahasa.

II. PEMBAHASAN
2.1. Spekulasi Asal-usul Bahasa
Kendati setiap manusia berbahasa dan melalui bahasa mereka dapat berinteraksi
dengan yang lain untuk memenuhi kebutuhan hidupnya serta bahasalah yang
membedakan manusia dengan makhluk ciptaan Tuhan yang lain, tidak banyak orang
memberikan perhatian pada asal usul bahasa. Orang hanya take for granted bahwa
bahasa hadir bersamaan dengan kehadiran manusia, sehingga di mana ada manusia, di
situ pula ada bahasa. Jadi bahasa adalah given. Orang mulai menanyakan asal mula
bahasa ketika ada persoalan mengenai hubungan antara kata dan makna, tanda dan
yang ditandai, hakikat makna, dan perbedaan makna kata yang mengakibatkan
kesalahpahaman. Para ahli lebih memberikan perhatian pada bentuk bahasa, ragam
bahasa, perubahan bahasa, wujud bahasa, struktur bahasa, fungsi bahasa, pengaruh
bahasa, perencanaan bahasa, pengajaran bahasa, perolehan bahasa, evaluasi dan
sebagainya daripada melacak sejarah kelahirannya. Padahal dengan mengetahui sejarah
kelahirannya akan dapat diperoleh pemahaman yang utuh tentang bahasa.
Namun demikian asal usul bahasa atau sejarah bahasa tetap obscure dan studi
tentang asal usul bahasa tidak sesemarak bidang-bidang kebahasaan yang lain.
Mengapa? Jawabannya sederhana dan spekulatif. Sebab, karena tidak terdapat bukti
yang cukup untuk menyimpulkan kapan sejatinya pertama kali bahasa digunakan oleh
manusia, siapa yang memulai dan bagaimana pula memulainya.

Ahli-ahli menyimpulkan kapan bahasa pertama kali digunakan manusia, para ahli
bahasa justru sepakat bahwa tidak seorang pun mengetahui secara persis kapan bahasa
awal mula ada, di mana, bagaimana membuatnya dan siapa yang mengawalinya.
Ungkapan yang lazim mengatakan bahwa sejarah bahasa dimulai sejak awal keberadaan
manusia. Dengan demikian, sejarah bahasa berlangsung sepanjang sejarah manusia.
Namun demikian, terdapat beberapa teori tentang asal usul bahasa, di antaranya
bersifat tradisional dan mistis. Misalnya, ada yang beranggapan bahwa bahasa adalah
hadiah para dewa yang diwariskan secara turun temurun kepada manusia, sebuah
ungkapan yang sulit diterima kebenarannya secara ilmiah dan nalar logis. Namun
menurut Pei (1971: 12) pada kongres linguistik di Turki tahun 1934 muncul pendapat
yang menyatakan bahwa bahasa Turki adalah akar dari semua bahasa dunia karena
semua kata dalam semua bahasa berasal dari giines, kata Turki yang berarti matahari,
sebuah planet yang pertama kali menarik perhatian manusia dan menuntut nama.
Kendati kebenarannya masih dipertanyakan banyak kalangan, pendapat tersebut tidak
berlebihan. Sebab, dari sisi penggunanya bahasa Turki dipakai tidak saja oleh orang
Turki, tetapi juga oleh masyarakat di negara-negara bekas Uni Soviet, seperti Tajikistan,
Ubekistan, Armenia, Ukraina, dan sebagainya. Sebuah hipotesis tentang teori bahasa
yang didukung oleh Darwin (1809-1882) menyatakan bahwa bahasa hakikatnya lisan dan
terjadi secara evolusi, yakni berawal dari pantomime-mulut di mana alat-alat suara
seperti lidah, pita suara, larynk, hidung, vocal cord dan sebagainya secara reflek
berusaha meniru gerakan-gerakan tangan dan menimbulkan suara. Suara-suara ini
kemudian dirangkai untuk menjadi ujaran (speech) yang punya makna. Masih menurut
Darwin kualitas bahasa manusia dibanding dengan suara binatang hanya berbeda dalam
tingkatannya saja. Artinya, perbedaan antara bahasa manusia dan suara binantang itu
sangat tipis, sampai-sampai ada sebagian yang berpendapat bahwa binatang juga
berbahasa.
Sebagian yang lain berpendapat bahwa bahasa awalnya merupakan hasil
imajinasi orang dengan melihat cara jenis-jenis hewan atau serangga tertentu
berkomunikasi. Misalnya, kumbang menyampaikan maksud kepada sesamanya dengan
mengeluarkan bau dan menari-nari di dalam sarangnya. Semut berkomunikasi dengan
antenenya.
Kendati teori tentang asal mula bahasa masih kabur dan demikian beragam, dari
yang bersifat mitos, religius, mistis sampai yang agak ilmiah, menurut Hidayat (1996: 29)
secara garis besar terdapat tiga perspektif teoretik mengenai asal usul bahasa, yakni
teologik, naturalis, dan konvensional. Aliran teologik umumnya menyatakan bahwa
kemampuan berbahasa manusia merupakan anugerah Tuhan untuk membedakannya
dengan makhluk ciptaanNya yang lain. Dalam al Quran (2: 31) Allah dengan tegas
memerintahkan Adam untuk memberi nama benda-benda (tidak menghitung benda).
Para penganut aliran ini berpendapat kemampuan Adam untuk memberi nama benda
disebut tidak saja sebagai peristiwa linguistik pertama kali dalam sejarah manusia, tetapi
juga sebuah peristiwa sosial yang membedakan manusia dengan semua makhluk
ciptaan Tuhan yang lain. Tak bisa dipungkiri bahasa kemudian menjadi pembeda yang
sangat jelas antara manusia (human) dengan makhluk yang bukan manusia (nonhuman).

Tentu saja pendapat ini bersifat dogmatis dan karenanya tidak perlu dilakukan
kajian secara ilmiah dan serius tentang asal usul bahasa. Kehadiran bahasa diterima
begitu saja, sama dengan kehadiran manusia yang tidak perlu dipertentangkan. Karena
bersifat teologik, maka aliran ini terkait dengan keimanan seseorang. Bagi yang
beragama Islam perintah Allah kepada Adam di atas harus diterima sebagai kebenaran,
karena tersurat dengan jelas di dalam kitab suci al Quran. Sisi positif aliran ini adalah
kebenarannya bersifat mutlak dan karenanya tidak perlu diperdebatkan karena berasal
dari Allah. Tetapi sisi negatifnya ialah aliran ini menjadikan ilmu pengetahuan tentang
bahasa tidak berkembang. Sebab, tidak lagi ada kajian atau penelitian tentang asal usul
bahasa. Padahal, penelitian merupakan aktivitas ilmiah yang sangat penting untuk
menjelaskan dan mencari jawaban atas berbagai fenomena alam, sosial, dan
kemanusiaan termasuk fenomena bahasa. Lebih dari itu, penelitian merupakan aktivitas
untuk mengembangkan ilmu pengetahuan.
Tidak pernah ada ilmu pengetahuan berkembang tanpa penelitian. Hampir semua
ilmu pengetahuan yang berkembang pesat dibarengi dengan kegiatan penelitian secara
intensif. Misalnya, ilmu kedokteran, biologi, fisika, astronomi dan sebagainya.Kemajuan
pesat pada ilmu-ilmu itu beberapa dasawarsa belakangan ini karena kegiatan penelitian
yang begitu intensif di bidang itu.

2.2 Pengertian Filsafat Bahasa


Perhatian filsuf terhadap bahasa semakin besar. Mereka sadar bahwa dalam
kenyataannya banyak persoalan-persoalan filsafat, konsep-konsep filosofis akan menjadi
jelas dengan menggunakan analisis bahasa. Tokoh-tokoh filsafat analatika hadir dengan
terapi analitika bahasanya untuk mengatasi kelemahan kekaburan, kekacauan yang
selama ini ada dalam berbagai macam konsep filosofis.
Secara keseluruhan filsafat bahasa dapat dikelompokkan atas dua pengertian
1.

Perhatian filsuf terhadap bahasa dalam menganalisis, memecahkan, dan menjelaskan


problema dan konsep-konsep filosofis

2.

Perhatian filsuf terhadap bahasa sebagai objek materi yaitu membahas dan mencari
hakikat bahasa yang pada gilirannya menjadi paradigma bagi perkembangan aliran dari
teori-teori linguistik (Kaelan, 1998:5).
Berdasarkan pengertian di atas bahasa sebagai sarana analisis para filsuf dalam
memecahkan, memahami, dan menjelaskan konsep, problema, filsafat (bahasa sebagai
subjek). Dan yang kedua bahasa sebagai objek material filsafat, sehingga filsafat bahasa
membahas hakikat bahasa itu sendiri.
2.3. Defenisi Bahasa dan Filsafat
Menurut Keraf dalam Smarapradhipa (2005:1), memberikan dua pengertian
bahasa. Pengertian pertama menyatakan bahasa sebagai alat komunikasi antara
anggota masyarakat berupa simbol bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia.
Kedua, bahasa adalah sistem komunikasi yang mempergunakan simbol-simbol vokal
(bunyi ujaran) yang bersifat arbitrer.

Lain halnya menurut Owen dalam Stiawan (2006:1), menjelaskan definisi bahasa
yaitu language can be defined as a socially shared combinations of those symbols and
rule governed combinations of those symbols (bahasa dapat didefenisikan sebagai kode
yang diterima secara sosial atau sistem konvensional untuk menyampaikan konsep
melalui kegunaan simbol-simbol yang dikehendaki dan kombinasi simbol-simbol yang
diatur oleh ketentuan).
Pendapat di atas mirip dengan apa yang diungkapkan oleh Tarigan (1989:4),
beliau memberikan dua definisi bahasa. Pertama, bahasa adalah suatu sistem yang
sistematis, barang kali juga untuk sistem generatif. Kedua, bahasa adalah seperangkat
lambang-lambang mana suka atau simbol-simbol arbitrer. Menurut Santoso (1990:1),
bahasa adalah rangkaian bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia secara sadar.
Berdasarkan definisi tersebut dapat penulis simpulkan bahwa bahasa adalah
suatu bentuk dan bukan suatu keadaan atau sesuatu sistem lambang bunyi yang arbitrer,
atau juga suatu sistem dari sekian banyak sistem-sistem, suatu sistem dari suatu tatanan
atau suatu tatanan dalam sistem-sistem.
Sementara Pengabean (1981:5), berpendapat bahwa bahasa adalah suatu sistem
yang mengutarakan dan melaporkan apa yang terjadi pada sistem saraf. Pendapat
terakhir dari makalah singkat tentang bahasa ini diutarakan oleh Soejono (1983:01),
bahasa adalah suatu sarana perhubungan rohani yang amat penting dalam hidup
bersama.
Sedangkan Filsafat, jika dilihat dari ilmu asal-usul kata (etimologi), istilah filsafat
diambil dari kata falasafah yang berasal dari bahasa Arab. Istilah ini diadopsi dari bahasa
Yunani, yaitu dari kata philosophia Kata philosophia terdiri dari kata philein yang berarti
cinta (love), dan Sophia yang berarti kebijaksanaan (wisdom). Dengan demikian, secara
etimologis filsafat berarti cinta akan kebijaksanaan (love of wisdom) secara mendalam.
Dari sini terdapat ungkapan yang menyatakan bahwa filosof (filsuf, failasuf) adalah
seorang yang sangat cinta akan kebijaksanaan secara mendalam.

2.4. Peranan Filsafat Dalam Pengembangan Ilmu Bahasa


Kegunaan dan peranan filsafat bahasa itu sangat penting pada pengembangan
ilmu bahasa karena filsafat bahasa itu adalah pengetahuan dan penyelidikan dengan akal
budi mengenai hakikat bahasa, sebab, asal dan hukumnya. Jadi pengetahuan dan
penyelidikan itu terfokus kepada hakekat bahasa juga sudah termasuk
perkembangannya.
Pada dasarnya perkembangan filsafat analatika bahasa meliputi tiga aliran yang
pokok yaitu atomisme logis, positivisme logis, dan filsafat bahasa biasa. Aliran filsafat
bahasa juga memiliki kelemahan-kelemahan diantaranya adalah kekaburan makna,
bergantung pada konteks, penuh dengan emosi dan menyesatkan.
Jadi peranan filsafat bahasa jelas sangat penting atau berpengaruh terhadap
perkembangan ilmu bahasa. Namun berbeda dengan ilmu bahasa atau lingkungan yang
membahas ucapan tata bahasa dan kosakata filsafat bahasa lebih berkenaan dengan arti
atau arti bahasa. Masalah pokok yang dibahas dalam bahasa lebih berkenaan dengan

bagaimana suatu ungkapan bahasa itu mempunyai arti sehingga analisa bahasa tidak
lagi dimengerti atau tidak lagi dianggap harus didasarkan pada logika teknis baik logika
formal maupun matematika tetapi berfilsafat didasarkan pada penggunaan bahasa biasa.
Oleh karena itu mempelajari bahasa biasa menjadi syarat mutlak bila ingin
membicarakan masalah-masalah filsafat, karena bahasa merupakan alat dasar dan
utama untuk berfilsafat.

2.5. Esensi Bahasa ditinjau dari segi Filsafat


1. Bidang-bidang khusus yang dikaji dalam filsafat bahasa
a) Filsafat Analitik
Filsafat analitik atau filsafat linguistik atau filsafat bahasa, penggunaan istilahnya
tergantung pada preferensi filusuf yang bersangkutan. Namun pada umumnya kita dapat
menjelaskan pendekatan ini sebagai suatu yang menganggap analisis bahasa sebagai
tugas mendasar filusuf.

b) Filsafat Sintetik
Tekanan yang berlebihan pada logika analitik dalam filsafat, seperti yang telah kita
amati, sering menimbulkan pandangan yang mengabaikan semua mitos dalam pencarian
sistem ilmiah. Sejauh mana filsuf-filsuf membolehkan cara pikir mitologis untuk
memainkan peran dalam berfilsafat barangkali sebanding dengan sejauh mana mereka
mengakui berapa bentuk logika sintetik sebagi komplemen sebagai analitik yang sah.
Contoh: yesus mengalami hubungan antara bapak da putra, sehingga ia mengajari
pengikut-pengikutnya agar berdoa kepada bapak mereka yang di surga.

c) Filsafat Hermeneutik
Aliran utama filsafat ketiga pada abad kedua puluh meminjam namanya, dengan
alasan yang baik, mengingat sifat mitologis ini. Sebagaimana tugas hermes ialah
mengungkapkan makna tersembunyi dari dewa-dewa ke manusia-manusia, filsafat
hermeneutik pun berusaha memahami persoalan paling dasar dalam kajian ilmu tentang
logika atau filsafat bahasa: bagaimana pemahaman itu sendiri mengambil tempat
bilamana kita menafsirkan pesan-pesan ucapan atau tulisan.

2. Hubungan bahasa dan pengetahuan bahasa


Relasi antara hubungan bahasa dan pengetahuan bahasa dapat dikatakan
sebagai hubungan kausalitas. Dan di dalam perkembangannya, bahasa sudah dijadikan
obyek menarik bagi perenungan, pembahasan dan penelitian dunia filsafat. Selain

bahasa mempunyai daya tarik tersendiri, ia juga memiliki kelemahan sehubungan dengan
fungsi dan perannya yang begitu luas dan kompleks, seperti ia tidak bisa mengetahui
dirinya secara tuntas dan sempurna, sehingga filsafatlah yag memberikan pengetahuan
pada dirinya.

3. Filsafat dapat dikaji melalui tiga aspek yaitu, epistemology, antologi


dan aksiologi.
a) Epsitemologi (asal mula) adalah pengetahuan sistematik mengenai pengetahuan. Ia
merupakan cabang filsafat yang membahas tentang terjadinya pengetahuan, sumber
pengetahuan, asal mula pengetahuan, sarana, metode atau cara memperoleh
pengetahuan, validitas dan kebenaran pengetahuan (ilmiah). Epistemologi juga
membahas bagaimana menilai kelebihan dan kelemahan suatu model epistemologik
beserta tolok ukurnya bagi pengetahuan (ilmiah), seperti teori koherensi, korespondesi
pragmatis, dan teori intersubjektif.

b) Ontologikal (Objek atau sasaran) membahas keberadaan sesuatu yang bersifat


kongkrit secara kritis. Pemahaman ontologik meningkatkan pemahaman manusia tentang
sifat dasar berbagai benda yang akhimya akan menentukan pendapat bahkan
keyakinannya mengenai apa dan bagaimana (yang) ada sebagaimana manifestasi
kebenaran yang dicarinya. Rizal Mustansyir menyebutkan bahwa objek material filsafat
bahasa adalah kefilsafatan atau bahasa yang dipergunakan dalam filsafat. Sedangkan
objek formal filsafat bahasa menurutnya, ialah pandangan filsafati atau tinjauan secara
filsafati.

c) Semantikal / Aksiologi (nilai dan fungsi) meliputi nilai nilai keagunaan yang bersifat
normatif dalam pemberian makna terhadap kebenaran atau kenyataan yang dijumpai
dalam seluruh aspek kehidupan. Nilai-nilai kegunaan ilmu ini juga wajib dipatuhi seorang
ilmuwan, baik dalam melakukan penelitian maupun di dalam menerapkan ilmu.

4. Ciri-ciri bahasa universal


a) Bahasa itu mempunyai bunyi bahasa yang terdiri dari vocal dan konsonan. Misalnya,
bahasa Indonesia mempunyai 6 vokal dan 22 konsonan, bahasa arab mempunyai tiga
vocal pendek dan tiga vocal panjang serta 28 konsonan (Al-Khuli 1982;321); bahasa
Inggris memiliki 16 buah vocal dan 24 konsonan (Al-Khuli 1982: 320).

b) Bahasa mempunyai satuan-satuan bahasa yang bermakna, entah kata, frase, kalimat
dan wacana.

III. KESIMPULAN
Berdasarkan pemaparan dari bab pembahasan diatas maka adapun yang dapat
ditarik sebagai kesimpulan pada halaman ini yaitu :
Pengertian bahasa menurut beberapa ahli :
1. Menurut Keraf dalam Smarapradhipa (2005:1)
- Bahasa adalah alat komunikasi antara anggota masyarakat berupa simbol bunyi yang
dihasilkan oleh alat ucap manusia.
- bahasa adalah sistem komunikasi yang mempergunakan simbol-simbol
vokal (bunyi ujaran)
yang bersifat arbitrer.

2. Owen dalam Stiawan (2006:1)


Bahasa adalah sebagai kode yang diterima secara sosial atau sistem
konvensional untuk menyampaikan konsep melalui kegunaan simbol-simbol yang
dikehendaki dan kombinasi simbol-simbol yang diatur oleh ketentuan.

IV. DAFTAR PUSTAKA

Kaelan, M.S. 1998. Filsafat Bahasa. Yogyakarta: Paradigma.

Santoso, Kusno Budi.1990.Problematika Bahasa Indonesia. Bandung: Angkasa.

Pangabean, Maruli. 1981. Bahasa Pengaruh dan Peranannya. Jakarta: Gramedia.


http://mdonisanjaya.blogspot.co.id/2012/01/filsafat-bahasa.html
jjhifytdglhodituyunohdoygyoihyhgiuuhfurffffffffoooooooooooooooooooooooooo
oooooooooo

Anda mungkin juga menyukai