Anda di halaman 1dari 7

Jurnal Filsafat Indonesia, Vol … No .... Tahun...

ISSN: E-ISSN 2620-7982, P-ISSN: 2620-7990

Filsafat Bahasa Dan Problem Kegunaan Dalam Komunikasi Manusia


Roni Subhan
Helmi Ma’rifatul Afifah
1
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam, UIN K.H Achmad Siddiq, Indonesia
E-mail: kacomkuy@gmail.com1
Abstrak
Filsafat bahasa merupakan cabang filsafat khusus yang memiliki objek material bahasa. Filsafat
bahasa membahas hakikat bahasa sebagai objek material filsafat, bahkan lingkup pembahasan ini
telah lama ditekuni oleh para filsuf, antara lain hakikat bahasa secara ontologos, yaitu bentuk dan
makna; hakikat bahasa sebagai subtansi dan bentuk; hubungan bahasa dengan pikiran,
kebudayaan, dan realitas. Filsafat bahasa memiliki peran penting dalam pengembangan penelitian
bahasa dari waktu ke waktu.
Kata kunci: filsafat; bahasa.

Abstract

Philosophy of language is a special branch of philosophy that has s its material object language.
Philosophy of language discusses the natural of language as a material object of philosophy, in fact
the scope of this discussion has long been studied by philosophers, including the ontological nature
of language, namely form and meaning; the nature of language as substance and form; the
relationship between language and thought, culture and reality. Philosophy of language has an
important role in the development of language research from time to time.

Key words: philosophy; language.

1. Pendahuluan
Filsafat merupakan pengetahuan dan penyelidikan menggunakan akal budi mengenai
sebab, asas hukum dan sebagainya. Ketimbang segalanya yang ada di alam semesta maupun
mengetahui kebenaran dan arti dari adanya sesuatu. Filsafat adalah ilmu yang melahirkan
pemikiran-pemikiran soal berbagai macam hal. Dengan menggunakan pendekatan yang lebih dalam
dan bermakna, hal itu bisa dilihat dari pemikiran-pemikiran bijak para ahli mereka seperti Socrates,
Plato, Immanuel Kant dan lain sebagainya. Filsafat memiliki hubungan dengan berbagai bidang ilmu
lainnya. Salah satunya dengan bahasa, dalam berfilsafat tentunya kita memerlukan bahasa yang
tepat untuk mengungkapkan pemikiran-pemikiran yang ada. Kemudian dari pembahasan filsafat
lahirlah filsafat bahasa itu sendiri. Filsafat bahasa hadir dalam dunia filsafat merupakan pendatang
baru.
Filsafat bahasa merupakan cabang filsafat khusus yang memiliki objek material bahasa.
Berbeda dengan cabang-cabang serta bidang-bidang filsafat lainnya, filsafat bahasa dalam
perkembangannya tidak mempunyai prinsip-prinsip yang jelas dan terdifinisikan dengan baik. Hal ini
disebabkan penganut-penganut filsafat bahasa atau tokoh-tokoh filsafat bahasa mempunyai
perhatian dan caranya sendiri, meskipun terdapat persamaan diantara mereka yaitu bahwa mereka
menaruh perhatian terhadap bahasa baik sebagai objek material dalam berfilsafat maupun
bagaimana bahasa itu berfungsi dalam kegiatan filsafat, serta dalam sejarah perkembangannya
aksentuasi filsuf bahasa menunjukan minat perhatian yang berbeda dan sangat dipengaruhi oleh
perminat perhatian yang berbeda dan sangat dipengaruhi oleh perkembangan problem filosofis pada
zamanya masing-masing. Namun demikian satu hal yang penting untuk diketahui, bahawa walau
banyak perbedann tentang perhatian filosof terhadap bahasa yang pasti terdapat hubungan yang
sangat erat antara filsafat dengan bahasa karena bahasa merupakan alat dasar dan utama dalam
filsafat.Salah satu ruang lingkup yang dibahas pada filsafat bahasa berkenaan dengan penggunaan
dan fungsi bahasa sebagai pembahasan tentang bahasa dalam hubungannya dengan penggunaan
bagi tindakan manusia. Bersamaan dengan konteks tersebut bahasadalam penelitian yang
dilakukan oleh izhar dan septiah menyatakan bahwa bahasa menjadi ekpsresi tentang apa yang
dipikirkan, dirasakan, dan sikapi oleh seseorang. Bahasa bisa menjadi sarana yang bukan saja
memberikan informasi tentang yang diekspresikan itu, namun juga menindakkan seseorang untuk
melakukan sesuatu. Bahasa yang baik ialah bahasa yang tampak kesungguhannya.

2. Metode

Jurnal Filsafat Indonesia | 1


Jurnal Filsafat Indonesia, Vol … No .... Tahun...
ISSN: E-ISSN 2620-7982, P-ISSN: 2620-7990
Pada setiap karya ilmiah yang dibuat maka harus disesuaikan dengan metodologi penelitian.
Para peneliti harus mampu untuk mengetahui dan memahami metodologi penelitian yang
merupakan point penting yang akan digunakan sebagai acuan dalam melakukan suatu penelitian.
Adapun pendekatan penelitian yang sesuai dengan filsafat bahasa meliputi metode historis, metode
sistematis yang didasarkan pada pendekatan material (isi pemikiran) dan memungkinkan kajian dari
aspek ontologi, epistemologi, hingga aksiologi filsafat bahasa, dan metode kritis. Metode ini
umumnya digunakan oleh mahasiswa tingkat pasca-sarjana.

3. Pembahasan
a. Pengertian Filsafat
Filsafat merupakan eksplorasi pengetahuan tentang kebijaksanaan, mengupayakan pencarian
dan pemahaman akan kebenaran esensial. Filosofi, dari kata 'philsophia', mencerminkan kasih
terhadap pemahaman akan kebenaran esensial, yakni kebijaksanaan. Namun, perhatian seorang
filsuf terhadap pengetahuan kebijaksanaan tidak sebanding dengan keinginan sekadar
mengumpulkan informasi yang telah ditemukan sebelumnya. Sebaliknya, minat utama seorang filsuf
terletak pada proses menemukan pengetahuan yang sudah ada atau bahkan yang belum terungkap
oleh orang lain. Fokusnya adalah pada penemuan kebenaran sejati secara menyeluruh, pencarian
akan kebenaran utama yang bisa dipahaminya. Ini menggambarkan pandangan yang dipaparkan
oleh Jujun S. Suriasumantri (1985: 19) dalam bukunya "Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer".
Asal usul kata "filsafat" berasal dari bahasa Yunani, yakni "philosophia", yang terdiri dari dua
kata dasar: "philo" yang artinya cinta, dan "sophi" yang merujuk kepada kebenaran atau
kebijaksanaan.
Menurut Muhammad Yamin, istilah Yunani "philosophos" awalnya muncul sebagai respons
terhadap kata "sophos" yang berarti "orang yang tahu" atau "ahli" yang merasa telah memahami
kebenaran sepenuhnya. Di sisi lain, "philosophos" menggambarkan sikap yang rendah hati dalam
upaya mencari dan mencintai kebenaran, terus menerus bergerak seperti seorang pelancong yang
tekun meniti perjalanan menuju kebenaran yang hakiki.Dalam filsafat untuk mendifiniskan sesuatu
secara mendalam diperlukan sebuah proses yang disebut sebagai proses berfikir dimana proses ini
memacu kita untuk melakukan perjalanan atau penjelajahan fikiran yang harus dilakukan secara
mendalam (radikal). Aristoteles pernah mengungkapkan ide pemikirannya yang berkenaan dengan
proses berfikir seorang filsuf. “Apabila kamu ingin menjadi seorang filsuf maka berfilsafatlah, dan
apabila kamu tidak mau menjadi seorang filsuf maka kamu juga harus berfilsafat”. Dari ungkapan
yang disebutkan oleh aristoteles tersebut kita dapat simpulkan bahwa setiap manusia yang memiliki
akal dan pemikiran dalam hidupnya tidak akan pernah jauh dari sebuah proses filsafat, karena pada
dasarnya setiap manusia akan bertanya-tanya tentang segala aspek yang ada dan muncul di dunia
ini.( M. Ramdon D, 2022 : 1).
Para filsuf cenderung mengembangkan proses berpikir yang bersumber dari beberapa hal,
seperti keterpesonaan terhadap keajaiban alam, ketidakpuasan terhadap penjelasan mitos yang
ada, serta keraguan terhadap pemahaman yang diterima begitu saja. Mereka mengadopsi
pendekatan berpikir yang rasional dan radikal, yang berarti menggunakan logika, sistematika, dan
kritisitas dalam cara mereka mempertimbangkan suatu hal.Menurut Achmadi (2014) berikut ciri-
ciri berfikir filsafat.
Ada beberapa hal yang menjadi landasan dalam proses berpikir seorang filsuf:
a) Radikal: Filsuf perlu memiliki pemikiran yang mendalam dan menyeluruh untuk
menelusuri akar permasalahan, sehingga kesimpulan yang diambil menjadi kuat
dan dapat dipertanggungjawabkan.
b) Kritis: Kemampuan untuk menanggapi peristiwa di sekitarnya dengan berani,
memberikan pendapat, atau tanggapan terhadap hal-hal yang tidak sesuai
dengan pemikiran yang ada.
c) Konseptual: Artinya mengaitkan ide-ide dalam intelektual manusia sehingga
terbentuklah pemikiran yang sistematis dan terkonsepsi dengan jelas.
d) Rasional: Maksudnya adalah hubungan logis dalam menjelaskan kebenaran
suatu pernyataan.
e) Reflektif: Menunjukkan pemikiran filsafat yang harus mencerminkan pengalaman
pribadi serta mendukung realitas pandangan hidup manusia dan dunia.
f) Koheren dan konsisten: Cara berpikir seorang filsuf harus sejalan dan tidak
bertentangan dengan kebenaran yang logis.
g) Komprehensif dan sistematis: Menggambarkan unsur-unsur yang saling berkaitan
dalam sebuah keseluruhan, dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti kondisi individu,

Jurnal Filsafat Indonesia | 2


Jurnal Filsafat Indonesia, Vol … No .... Tahun...
ISSN: E-ISSN 2620-7982, P-ISSN: 2620-7990
lingkungan, zaman, dan pendidikan. Metodis: Penggunaan metode-metode dalam
pencarian kebenaran untuk meminimalisir penyimpangan, dan agar temuan yang
didapat dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

b. Pengertian Bahasa
Bahasa merupakan sistem komunikasi yang digunakan oleh manusia untuk menyampaikan
pesan, ide, atau informasi kepada orang lain melalui simbol-simbol, kata-kata, atau lambang-
lambang yang memiliki makna tertentu. Ini bisa meliputi bahasa lisan, tulisan, isyarat, atau
kombinasi dari semuanya. Bahasa juga dapat mencakup aturan tata bahasa, struktur kalimat,
kosakata, dan unsur-unsur lain yang digunakan untuk menyusun komunikasi yang dapat dipahami
oleh penerima pesan. ada beberapa ahli yang mendefinisikan bahasa sebagai berikut :
a) Chaer : Bahasa adalah alat verbal untuk komunikasi.
b) Sapir : Banyak sekali batasan bahasa, dan tidak ada satu pun yang
memuaskan. Batasan tersebut, yaitu, manusiawi (human), dipelajari (noninstinctive),
sistem, arbitrer (voluntarily produced), dan simbol.
c) Nababan : Bahasa adalah salah satu ciri yang paling khas manusiawi yang
membedakannya dari mahkluk-makhluk yang lain.
d) Tarigan : ada dua definisi bahasa. Pertama, bahasa ialah suatu sistem yang
sistematis, barangkali juga sistem generatif. Kedua, bahasa ialah seperangkat
lambang-lambang mana suka ataupun simbol-simbol arbitrer.
e) Syamsuddin : bahasa memiliki dua pengertian. Pertama, bahasa ialah alat yang
dipakai untuk membentuk pikiran serta perasaan, keinginan, dan perbuatan-
perbuatan, alat yang dipakai untuk mempengaruhi serta dipengaruhi. Kedua, bahasa
ialah tanda yang jelas dari kepribadian yang baik ataupun yang buruk, tanda yang
jelas dari keluarga serta bangsa, tanda yang jelas dari budi kemanusiaan.
Jadi kesimpulannya, bahasa adalah alat untuk berkomunikasi, baik secara lisan maupun tulisan
yang digunakan manusia untuk menyatakan atau mengungkapkan pikiran, keinginan, dan
perasaannya.

c. Pengerian Filsafat Bahasa


Menurut Edi Sumanto, filsafat bahasa dapat dibagi menjadi dua kategori utama: pertama,
perhatian para filsuf terhadap bahasa untuk menjelaskan berbagai konsep filsafat; kedua, fokus
pada bahasa sebagai objek kajian dalam filsafat materi, seperti hukum, seni, manusia, agama, dan
lainnya. Filsafat bahasa juga merupakan penyelidikan mendalam tentang bahasa yang digunakan
dalam filsafat, untuk membedakan pernyataan filsafat yang memiliki makna dan yang tidak.
Filsafat bahasa mencakup dua sudut pandang:
1) Sebagai kumpulan hasil pemikiran filosofis tentang hakikat bahasa yang disusun secara
sistematis dengan metode tertentu;
2) Sebagai metode berpikir mendalam, logis, dan universal tentang hakikat bahasa. Sebagai
salah satu cabang filsafat, filsafat bahasa mulai berkembang pada abad ke-20 ketika para
filsuf menyadari bahwa banyak masalah dan konsep baru dalam filsafat dapat dijelaskan
melalui analisis bahasa, karena bahasa menjadi alat penting dalam filsafat.
Hakikat bahasa tidak hanya mencakup makna sebagai ungkapan pikiran manusia, tetapi
juga memiliki aspek fisik dalam struktur bahasa, seperti yang dikemukakan oleh Firth dan Pike.
Bahasa bukan hanya ekspresi, tetapi juga bentuk empiris yang menjadi alat ekspresi manusia.
Filsafat bahasa, yang sebelumnya banyak berpusat pada tradisi Yunani, kini secara
keseluruhan dapat dikategorikan dalam dua pemahaman yang berbeda :
1) Perhatian filsuf terhadap bahasa dalam menganalisis, memecahkan dan menjelaskan
problemaproblema dan konsep-konsep filosofis.
2) Perhatian filsuf terhadap bahasa sebagai objek materi yaitu membahas dan mencari
hakikat bahasa yang pada gilirannya menjadi paradigma bagi perkembangan aliran dari
teori-teori linguistik.
Berdasarkan pengertian di atas bahasa sebagai sarana analisis para filsuf dalam
memecahkan, memahami dan menjelaskan konsep-konsep, problema-problema filsafat
(bahasa sebagai subjek). Dan yang kedua bahasa sebagai objek material filsafat, sehingga
filsafat bahasa membahas hakikat bahasa itu sendiri. Hakikat bahasa sebagai substansi dan
bentuk yaitu bahwa bahasa di samping memiliki makna sebagai ungkapan pikiran manusia
juga memiliki unsur fisis yaitu struktur bahasa.

Jurnal Filsafat Indonesia | 3


Jurnal Filsafat Indonesia, Vol … No .... Tahun...
ISSN: E-ISSN 2620-7982, P-ISSN: 2620-7990

d. Hubungan Filsafat dan Bahasa


Basyaruddin menegaskan bahwa filsafat, sebagai usaha berpikir yang berakar pada
akal pikiran, memiliki keterkaitan yang erat dengan bahasa, khususnya dalam bidang semantik.
Dalam menjelajahi realitas, yang merupakan objek utama aktivitas filsafat, para filosof
memanfaatkan bahasa sebagai sarana vital. Menurut Bertrand Russell dan Ludwig
Wittgenstein, bahasa memiliki korespondensi dengan struktur realitas dan fakta, sehingga
untuk mengungkapkan realitas, diperlukan suatu sistem simbol bahasa yang memenuhi syarat
logis untuk membentuk proposisi.
Namun, bahasa sehari-hari memiliki sejumlah kelemahan, seperti kekurangan dalam
kejelasan, ketidakjelasan, ambiguitas, ketergantungan pada konteks, dan kesalahpahaman.
Novieta dan Nurul menyoroti hubungan antara bahasa dan filsafat yang telah menjadi topik
penting dalam diskusi publik. Para filsuf sadar bahwa analisis bahasa dapat menjelaskan
berbagai masalah filsafat. Filsafat bertugas menganalisis beragam konsep yang nantinya akan
diungkapkan melalui bahasa, yang memiliki hubungan erat dengan aktivitas manusia dalam
mengkomunikasikan realitas atau kebenaran.
Pada zaman Yunani kuno, filsafat menjadi fondasi dalam memahami segala sesuatu,
termasuk bahasa, karena pada saat itu ilmu pengetahuan modern belum berkembang. Plato,
Aristoteles, sophist, dan stoik adalah beberapa tokoh yang memberikan perhatian terhadap
bahasa. Gabungan antara bahasa dan filsafat menghasilkan filsafat bahasa, yang muncul di
abad ke-20.

Beberapa ahli memiliki pandangan berbeda tentang filsafat bahasa:


1) Verhaar membagi filsafat bahasa menjadi dua istilah: filsafat mengenai bahasa
(pemahaman tentang bahasa sebagai obyek kajian) dan filsafat berdasarkan bahasa (alat
untuk mencari sumber kebutuhan).
2) Rizal Mustansyir menggambarkan filsafat bahasa sebagai penyelidikan mendalam
terhadap bahasa yang digunakan dalam filsafat, membedakan makna dalam pernyataan
filsafat.
3) Frege membedakan antara arti (sense) dan referensi (reference) dalam filsafat bahasa,
dengan unsur makna (isi deskripsi) yang memberikan cara untuk menguraikan atau
mendeskripsikan untuk mencapai arti yang diacu.
4) Russell dan Wittgenstein menyatakan bahwa kata memiliki hubungan dengan dunia luar,
memiliki kriteria kebermaknaan, dan prinsip verifikasi.
5) Austin menekankan bahwa filsafat bahasa membahas tentang kebenaran atau kesalahan
suatu pernyataan

e. Filsafat Bahasa Sebagai Fundamen Kajian Bahasa


Teks tersebut membahas peran bahasa sebagai alat komunikasi yang sangat penting dalam
kehidupan manusia. Bahasa tidak hanya sebagai sarana penyampaian pesan, tetapi juga
sebagai identitas, alat untuk berinteraksi, dan untuk mengontrol lingkungan serta kehidupan
sosial. Selain itu, teks juga membicarakan dampak penggunaan bahasa gaul terhadap bahasa
Indonesia dan kebiasaan generasi muda dalam menggunakan bahasa ini.
Berbagai aspek dibahas, seperti fungsi bahasa dalam komunikasi sehari-hari, pentingnya
komunikasi dalam membangun hubungan sosial, dan bagaimana bahasa, baik lisan maupun
tulisan, menjadi alat utama dalam interaksi manusia. Bahasa bukan hanya sebagai alat verbal,
tetapi juga non-verbal, yang mencakup bahasa tubuh, simbol, dan perilaku.
Perbincangan tentang bahasa juga meluas ke aspek sosial dan budaya. Misalnya, pengaruh
bahasa gaul terhadap bahasa Indonesia formal, bagaimana keberadaan bahasa gaul
mempengaruhi cara remaja berkomunikasi, serta bagaimana penggunaan teknologi dan media
sosial turut berperan dalam perkembangan dan pergeseran bahasa.
Juga, teks tersebut menggarisbawahi perlunya memahami fungsi-fungsi bahasa dalam setiap
situasi komunikasi agar pesan yang ingin disampaikan dapat diterima dan dipahami dengan baik
oleh penerima pesan. Bahasa bukan hanya terbatas pada aspek verbal, tetapi juga melibatkan
aspek non-verbal yang mempengaruhi pemahaman dan respons dalam sebuah interaksi.
Berbicara tentang komunikasi dalam kehidupan sehari-hari, pentingnya komunikasi sangatlah
mencolok. Manusia tak dapat menghindar dari beragam bentuk komunikasi karena melalui
komunikasi, manusia dapat membangun relasi yang diperlukan sebagai makhluk sosial. Komunikasi
melibatkan pertukaran pesan antar individu, baik melalui bahasa, simbol, sinyal, maupun perilaku,

Jurnal Filsafat Indonesia | 4


Jurnal Filsafat Indonesia, Vol … No .... Tahun...
ISSN: E-ISSN 2620-7982, P-ISSN: 2620-7990
ditujukan dari satu individu kepada yang lain. Pesan yang disampaikan menggunakan cara yang
efektif dapat mudah dipahami oleh penerima. Jenis komunikasi meliputi isyarat, lisan, dan tulisan.
Dengan demikian, keterampilan komunikasi yang baik sangat diperlukan agar tujuan yang
disampaikan dapat diterima dan dipahami oleh penerima pesan.

Menurut Kamus Bahasa Indonesia, komunikasi diartikan sebagai pengiriman dan penerimaan pesan
atau berita antara dua orang atau lebih agar pesan yang dimaksud dapat dipahami. Thomas M.
Scheidel (dalam Deddy Mulyana 2001) menjelaskan bahwa kita berkomunikasi untuk menyatakan
dan mendukung identitas diri, membangun kontak sosial dengan orang di sekitar kita, serta
mempengaruhi orang. Tujuan utama dalam komunikasi adalah mengendalikan lingkungan fisik dan
psikologi kita. Gordon L. Zimmerman (dalam Deddy Mulyana 2001) membagi tujuan komunikasi
menjadi dua hal besar: pertama, untuk menyelesaikan tugas-tugas penting bagi kebutuhan kita,
yang melibatkan pertukaran informasi. Kedua, berkomunikasi untuk berhubungan dengan orang lain,
melibatkan pertukaran informasi mengenai bagaimana hubungan kita dengan orang lain. Dengan
demikian, setiap manusia melakukan komunikasi untuk mendapatkan maupun menyampaikan
informasi. Berkomunikasi akan memungkinkan manusia untuk menanggapi, Menyusun dan
mengungkapkan segala sesuatu yang ada disekitarnya sebagai bahan komunikasi.
Mengapa manusia merasa dorongan untuk berkomunikasi dengan sesama dapat dijelaskan oleh
teori dasar Biologi, yang mencakup kebutuhan untuk mempertahankan hidup dan menyesuaikan diri
dengan lingkungan. Harold D. Laswell, seorang tokoh dalam ilmu komunikasi dan ilmu politik,
mengidentifikasi tiga fungsi dasar yang mendorong manusia untuk berkomunikasi. Pertama,
manusia memiliki keinginan untuk mengontrol lingkungannya, menggunakan komunikasi untuk
memahami peluang, menjaga, dan menghindari potensi ancaman. Kedua, komunikasi menjadi
sarana adaptasi manusia dengan lingkungannya, termasuk respons terhadap fenomena alam dan
penyesuaian dalam masyarakat. Ketiga, manusia berkomunikasi untuk mentransformasi warisan
sosialisasi, yang melibatkan pertukaran nilai, perilaku, dan peran dalam masyarakat untuk menjaga
keberadaannya. Contohnya adalah bagaimana orang tua mengajarkan nilai-nilai sosial kepada
anak-anak, peran sekolah dalam mendidik warga negara, peran media massa dalam menyampaikan
pandangan masyarakat, dan kebijakan pemerintah dalam mengayomi kepentingan
anggota masyarakat.
Bahasa berfungsi sebagai alat komunikasi melalui lisan dan tulisan. Komunikasi lisan melibatkan
simbol bunyi dengan makna yang dapat bervariasi, seperti contoh kata "sarang" yang berbeda
maknanya dalam bahasa Korea dan Indonesia. Tulisan merupakan susunan huruf menjadi kata
bermakna. Bahasa lisan ekspresif dengan campuran mimik, intonasi, dan gerakan tubuh.
Pentingnya menggunakan bahasa yang tepat dan menghargai lawan bicara dalam komunikasi.
Dalam penelitian bahasa, analisis proposisi dan pola relasi kata dengan lingkungan memungkinkan
bahasa mengekspos sosoknya. Penggunaan metafora bahasa dapat ditemukan baik dalam bahasa
lisan maupun tulisan, menunjukkan tingkat tinggi dalam komunikasi sastra. Dalam merespons,
pentingnya penggunaan bahasa yang sesuai dengan kondisi yang tepat. Kalimat yang dibangun
sesuai dengan situasi dan kondisi pembicara atau penutur. Hal tersebut dikemukakan oleh Jalaludin
Rahmat, tentang bagaimana memhami secara tepat sebuah respon dalam berbahsa.
Ketepatan respons merujuk pada kesesuaian bahasa dan makna antara pembicaraan dan
responsnya. Contohnya, respons seharusnya diikuti oleh respons yang sesuai. Normatifnya,
pertanyaan direspons dengan jawaban, lelucon dengan tertawaan, dan permintaan keterangan
dengan penjelasan. Respons tidak hanya disampaikan secara verbal, tapi juga melalui bahasa non
verbal. Kesalahan respons, seperti menanggapi pembicaraan serius dengan santai, dapat merusak
relasi interpersonal dan menghambat peneguhan hubungan.
Ratna Prasasti Suminar (2016) menyatakan bahwa bahasa Indonesia, baik dalam kehidupan
sehari-hari maupun di dunia film, mengalami pergeseran dengan munculnya bahasa gaul yang
dikenal dari kalangan anak remaja. Interferensi bahasa gaul terkadang terlihat dalam penggunaan
bahasa Indonesia dalam situasi resmi, mengakibatkan penggunaan bahasa yang kurang tepat.
Dengan perkembangan zaman, terutama di Indonesia, pengaruh bahasa gaul semakin terlihat
dalam tata bahasa bahasa Indonesia. Penggunaan bahasa gaul oleh masyarakat umum dapat
memberikan dampak negatif pada perkembangan bahasa Indonesia sebagai identitas bangsa.
Banyak masyarakat, terutama generasi muda, cenderung menggunakan bahasa gaul lebih daripada
bahasa Indonesia. Untuk menghindari penyebaran luas bahasa gaul di masyarakat, perlu
menanamkan rasa cinta terhadap bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional pada
generasi bangsa.
Ragam bahasa Indonesia menitikberatkan pada kaidah dan tatanan kebahasaan yang benar,
memudahkan komunikasi baik lisan maupun tulis (Saddhono, 2012). Di sisi lain, bahasa gaul remaja
memiliki keunikan seperti singkat, lincah, dan kreatif. Kata-katanya cenderung lebih pendek, dan
kata-kata panjang sering dipersingkat, misalnya, "memang menjadi emang." Bahasa gaul

Jurnal Filsafat Indonesia | 5


Jurnal Filsafat Indonesia, Vol … No .... Tahun...
ISSN: E-ISSN 2620-7982, P-ISSN: 2620-7990
merupakan gaya bahasa yang berkembang dari berbagai sumber, termasuk bahasa Indonesia,
sehingga tidak memiliki struktur gaya bahasa yang tetap (Gunawan, 2011). Bahasa gaul remaja
banyak berfokus pada terjemahan, singkatan, dan plesetan, serta penambahan kata-kata yang
terasa unik jika ditelusuri asal-usulnya.
Pengaruh arus globalisasi dalam identitas bangsa tercermin pada perilaku masyarakat
yang mulai meninggalkan bahasa Indonesia dan terbiasa menggunakan bahasa gaul (Rahayu,
2015). Zaman millineal ini sangat terlihat jelas bahwa di masyarakat sudah banyak adanya sistem
penggunaan bahasa gaul, hal ini diperlakukan lagi dengan generasi muda Indonesia yang tidak
terlepas dari pemakaian bahasa bebas pergaulan. Bahkan, generasi muda saat inilah yang paling
banyak menggunakan dan menciptakan bahasa gaul di kehidupan masyarakat. Bahasa Indonesia
yang baik di ruang publik akan menjadi media ampuh dalam mengajarkan penggunaan bahasa
Indonesia yang benar” (Amilia, 2018), dalam pernyataan beliau penggunaan bahasa harus
memperhatikan kaidah kebahasaan yang sesuai dengan perilakunya khususnya.
Maka dapat disimpulkan bahasa gaul memiliki pengaruh kuat terhadap perkembangan
berbahasa Indonesia, umumnya dalam hal bertutur kata. Bahasa yang digunakan oleh remaja ini
muncul dari kreativitas mengolah kata baku dalam bahasa Indonesia menjadi kata tidak baku dan
cenderung tidak lazim. Pemakaian bahasa gaul dapat terlihat di iklan televisi, lirik lagu remaja.
Kedudukan filsafat dalam menganalisis konsep-konsep dan mempertimbangkan peran bahasa
yang merupakan elemen kunci dalam menyatakan secara verbal pandangan-pandangan dan
pemikiran filosofis, menimbulkan masalah terkait keterbatasan bahasa sehari-hari dalam
mengungkapkan konsep-konsep filosofis pada situasi tertentu. Dalam merespons peran bahasa
sehari-hari dalam aktivitas filsafat, terdapat dua pandangan yang berbeda di kalangan filsuf.

Pertama, ada kelompok filsuf yang berpendapat bahwa bahasa sehari-hari, yakni bahasa yang
umum digunakan dalam komunikasi manusia, sudah cukup untuk maksud-maksud filsafat. Dengan
kata lain, mereka berpendapat bahwa bahasa sehari-hari sudah memadai sebagai alat untuk
menyampaikan konsep-konsep filsafat. Namun, perlu diakui bahwa untuk mengatasi kelemahan dan
keterbatasan bahasa sehari-hari dalam ranah filsafat, diperlukan pemahaman khusus atau
penjelasan terkait dengan ketidaksesuaian tersebut. Pandangan ini menegaskan bahwa masalah-
masalah dalam filsafat muncul karena adanya penyimpangan dalam penggunaan bahasa biasa oleh
para filsuf ketika berfilsafat, sehingga terjadi kekacauan dalam disiplin filsafat. Penyimpangan ini
seringkali tidak dijelaskan dengan cukup, sehingga sulit dipahami. Sebagai contoh, seringkali kita
mendengar ungkapan filosofis yang mengklaim bahwa suatu ungkapan memiliki makna yang
mendalam secara metafisis tanpa memberikan alasan yang memadai untuk mendukung kebenaran
dari ungkapan tersebut. Oleh karena itu, menurut pandangan pertama ini, tugas seorang filsuf
adalah memberikan jenis "terapi" untuk mengatasi kelemahan penggunaan bahasa dalam konteks
filsafat tersebut.
Ada juga kelompok filsuf yang meyakini bahwa bahasa sehari-hari tidaklah cukup untuk
mengekspresikan isu-isu dan konsep-konsep filsafat. Mereka melihat bahwa masalah-masalah
dalam bidang filsafat timbul karena bahasa sehari-hari memiliki keterbatasan yang menghalangi
analisis filosofis, seperti kekaburan makna, ketergantungan pada konteks, penyisipan emosi, dan
kemampuannya untuk menyesatkan. Untuk mengatasi keterbatasan ini dan agar konsep-konsep
filsafat bisa menjadi lebih jelas dan benar, mereka memandang penting untuk melakukan
penyempurnaan pada bahasa. Dengan kata lain, mereka memperjuangkan pembaharuan dalam
bahasa dengan fokus pada logika sehingga ungkapan-ungkapan dalam bahasa filsafat bisa memiliki
dasar kebenaran yang dapat dipertanggungjawabkan. Kelompok ini meliputi filsuf-filsuf seperti
Leibniz, Ryle, Rudolf Carnap, Bertrand Russell, dan figur lainnya. Bagi mereka, peran filsafat adalah
untuk membangun dan mengembangkan bahasa yang mampu mengatasi kelemahan yang ada
dalam bahasa sehari-hari. Dengan kerangka bahasa yang disusun sedemikian rupa, diharapkan kita
bisa lebih memahami dan mengerti esensi dari fakta-fakta atau realitas dasar tentang struktur
metafisik dari realitas dunia. Dengan demikian, fokus utama adalah usaha untuk membangun dan
menyegarkan bahasa, membuktikan bahwa perhatian filsafat tidak hanya berkaitan dengan
pemikiran umum tentang bahasa, tetapi juga tentang makna yang tersemat di dalamnya.
Menurut Book (dalam Deddy Mulyana, 2017), agar komunikasi berhasil, Bahasa perlu
memenuhi tiga fungsi utama. Pertama, sebagai alat untuk memahami dunia sekitar dan berbagi
pengalaman serta pendapat. Kedua, sebagai sarana berinteraksi dan bersosialisasi dengan sesama
manusia. Dan ketiga, untuk menciptakan keteraturan dalam hidup manusia, memungkinkan
pengenalan diri dan munculnya sikap yang lebih baik.
Filsafat, sebagai penggali jawaban kritis terhadap realitas, menghadapi sejumlah pertanyaan
yang mencakup seluruh spektrum keberadaan, dari alam semesta hingga seni, politik, agama,
bahasa, dan aspek-aspek lainnya. Dalam konteks ini, apa peran dan fungsi filsafat terhadap
bahasa? Pertanyaan ini sangat penting karena bahasa sendiri merupakan realitas yang

Jurnal Filsafat Indonesia | 6


Jurnal Filsafat Indonesia, Vol … No .... Tahun...
ISSN: E-ISSN 2620-7982, P-ISSN: 2620-7990
membutuhkan pemikiran filsafat untuk dijelaskan. Sampai saat ini, masih ada banyak pertanyaan
terbuka yang membutuhkan jawaban dalam ranah kebahasaan.

Contoh-contoh permasalahan kebahasaan yang memerlukan analisis dan pemecahan melalui


kerangka pemikiran filsafat antara lain:

1. Apa hakikat sebenarnya dari bahasa? Mengapa bahasa menjadi elemen penting dan apa
hubungannya dengan eksistensi manusia?
2. Bagaimana perbedaan antara bahasa yang digunakan manusia dengan bahasa di luar lingkup
manusia?
3. Apa yang dimaksud dengan bahasa yang memiliki makna dan benar? Apa kriteria kebenaran
dalam bahasa? Apakah benar bahwa bahasa dalam kitab suci tidak memiliki makna? Dan jika tidak,
kriteria apa yang mendefinisikan kebenaran dalam bahasa kitab suci?
4. Bagaimana keterkaitan antara bahasa dengan akal pikiran, serta bagaimana bahasa terhubung
dengan hati, intuisi, dan fenomena batin manusia lainnya?
5. Apakah manusia dapat berinteraksi dengan bahasa-bahasa di luar lingkup manusia? Bahasa apa
yang mereka gunakan, dan bagaimana cara kita mempelajarinya?

Semua permasalahan tersebut adalah sebagian contoh dari kompleksitas isu kebahasaan yang
membutuhkan pendekatan pemikiran yang mendalam, sistematis, dan analitis dari bidang filsafat
untuk dapat dipecahkan.

4. Simpulan
Bahasa, sebagai cara efektif untuk menyampaikan pikiran dan tujuan, berfungsi sebagai alat
komunikasi utama. Fungsi dasar bahasa sebagai sarana komunikasi manusia mencakup ekspresi,
informasi, eksplorasi, persuasi, dan entertainment. Dalam kehidupan yang luas, fungsi bahasa sangat
bervariasi tergantung pada situasi dan tempat penggunaannya. Manusia memerlukan bahasa untuk
berinteraksi dan berbicara mengenai berbagai hal, baik melalui bahasa tulis maupun lisan, yang
keduanya memainkan peran penting dalam mempengaruhi interaksi sosial dalam masyarakat.
Komunikasi memegang peran krusial dalam kehidupan sehari-hari, membantu manusia
membangun relasi sebagai makhluk sosial. Manusia tak dapat menghindari berbagai bentuk
komunikasi, menggunakan bahasa sebagai sarana untuk menjalin hubungan dengan sesama dan
lingkungan. Melalui komunikasi, informasi pertukaran terjadi, memungkinkan penyelesaian tugas-
tugas penting. Interaksi dengan orang lain juga melibatkan pertukaran informasi mengenai hubungan
interpersonal. Oleh karena itu, setiap individu berkomunikasi untuk mendapatkan dan menyampaikan
informasi. Bahasa yang tepat dan respons yang sesuai dengan kondisi memegang peranan penting
dalam komunikasi, memastikan keserasian makna dalam pembicaraan dan respons
yang mengikutinya.

5. Daftar Pustaka
Basyaruddin, B. (2017). Filsafat Bahasa Sebagai Fundamen Kajian Bahasa. Bahas, 26(1).
https://doi.org/10.24114/bhs.v26i1.5526
Hasanah, H. (2017). Pengaruh Komunikasi Interpersonal Dalam Menurunkan Problem Tekanan
Emosi Berbasis Gender. Sawwa: Jurnal Studi Gender, 11(1), 51.
https://doi.org/10.21580/sa.v11i1.1446
Mailani, O., Nuraeni, I., Syakila, S. A., & Lazuardi, J. (2022). Bahasa Sebagai Alat Komunikasi
Dalam Kehidupan Manusia. Kampret Journal, 1(1). https://doi.org/10.35335/kampret.v1i1.8
Rina Devianty. (2017). Bahasa Sebagai Cermin Kebudayaan. Jurnal Tarbiyah, 24(2).

Jurnal Filsafat Indonesia | 7

Anda mungkin juga menyukai