OLEH:
NIM: 2019049
TOMOHON
2022
STUDI KASUS ASUHAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
OLEH:
NIM: 2019049
Menyatakan bahwa karya tulis ilmiah ini adalah benar merupakan hasil karya yang
saya buat sendiri dan sepanjang sepengetahuan dan keyakinan saya tidak
mencantumkan tanpa pengakuan bahan-bahan yang telah dipublikasikan sebelumnya
atau ditulis oleh orang lain, atau sebagian bahan yang pernah diajukan untuk gelar
atau ijazah pada Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Gunung Maria atau perguruan tinggi
lainnya.
Apabila pada masa yang akan datang diketahui bahwa pernyataan ini tidak benar
adanya, saya bersedia menerima sanksi yang diberikan dengan segala
konsekuensinya.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya.
Telah disetujui untuk diuji dihadapan Tim Penguji Karya Tulis Ilmiah
Pembimbing
Jam :
Tim penguji :
Identitas Penulis
Nama : RENALDI JENDRI PAJOW
NIM : 2019049
Tempat Tanggal Lahir : sonder, 15 januari 1999
Agama : Kristen protestan
Jenis Kelamin : Laki - laki
Suku/Bangsa : Minahasa/Indonesia
Alamat Tempat Tinggal : talikuran, jaga 3, kecamatan sonder
Nomor Handphone : 081527258544
Email : renaldijendripajow@gmail.com
Riwayat Pendidikan
TK Nasareth Talikuran tamat tahun 2006
SD Impres Talikuran tamat tahun 2012
SMP N 1 Sonder tamat tahun 2014
SMK N 1 Sonder tamat tahun 2017
STIKES Gunung Maria Tomohon tamat tahun 2022
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa atas
berkat, rahmat dan tuntunan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis
ilmiah Studi Kasus Asuhan Keperawatan Gerontik Penyakit Hipertensi Pada Tn I.P di
ruangan agustinus angela RSU Gunung Maria Tomohon
Tujuan penulisan karya tulis ilmiahh ini untuk memenuhi persyaratan dalam
menyelesaikan Program Diploma Tiga Keperawatan di Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan Gunung Maria Tomohon.
Saat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini, penulis mengalami begitu banyak
pengalaman baru yang dilewati, ada pula hambatan dan tantangan, namun dengan
kehendak dan niat yang kuat serta dukungan, doa dan motivasi dari berbagai pihak
sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini dengan baik. Oleh karena
itu perkenankan penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada:
1. Keluarga saya serta saudara yang telah memberikan motivasi, dukungan, serta
doa maupun semangat kepada penulis selama studi di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Gunung Maria Tomohon bahkan sampai pada saat ini penulis dapat menyelesaikan
karya tulis ilmiah ini.
2. Ibu. Henny Pongantung, Ns., MSN., DN.Sc sebagai Ketua Stikes Gunung
Maria Tomohon, seluruh Staf Dosen dan seluruh Staf Pendidikan yang telah
membantu penulis selama melaksanakan perkuliahan di Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan Gunung Maria Tomohon sampai pada masa penyelesaian karya tulis
ilmiah ini.
3. Ibu. Cicilia Lariwu, S.Kep., Ns., M.Kes sebagai dosen pembimbing KTI yang
telah menuntun, membimbing memberikan masukan, dan juga arahan bagi penulis
selama menyelesaikan karya tulis ilmiah ini.
4. Ibu Meylani D. Wowor, Ners., M.Kep sebagai dosen penguji 1, dan Ibu. Ibu
Mareyke Y.L. Sepang S.Kep., Ns., M.Kes sebagai dosen penguji 2, terima kasih telah
menguji penulis dalam melaksanakan ujian karya tulis ilmiah ini dengan baik
sehingga penulis mampu menguasai materi yang dibawakan serta telah memberikan
saran dan masukan yang baik dalam proses penyelesaian karya tulis ilmiah ini.
5. Ibu Mareyke Y.L. Sepang S.Kep., Ns., M.Kes sebagai pembimbing akademik
yang sudah membimbing,, memotivasi, dukungan, serta mengarahkan penulis agar
bisa memenuhi persyaratan untuk selesai tepat waktunya di STIKES Gunung Maria
Tomohon.
6. Ibu Pricilia M. Toreh, S.Kep., Ns sebagai wali kelas, yang telah membimbing
dan membina penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini.
7. Keluarga Ny. J.M. yang telah memberika ijin dan kesempatan kepada penulis
untuk melaksanakan proses pengkajian keperawatan Gerontik kepadan Ny. J.M. yang
membantu penulis dalam rangka menyelesaikan penyusunan karya tulis ilmiah ini
yang berlangsung mulai tanggal 28 maret 2022 sampai 31 maret 2022.
8. Teman-teman Angkatan XVIII STIKES Gunung Maria Tomohon yang selalu
saling memberi dukung dan semangat selama proses perkuliahan sampai proses
penyusun karya tulis ilmiah ini.
Penulis menyadari bahwa penyusunan karya tulis ilmiah ini masih memiliki
kekurangan dan keterbatasan, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran
yang membangun untuk dapat melengkapi karya tulis ilmiah ini. Semoga berguna dan
bermanfaat bagi pembaca sehingga menambah pengetahuan dibidang Kesehatan
terutama dalam melaksanakan Asuhan Keperawatan.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Berdasarkan semua data di atas penulis tertarik untuk memahami lebih jauh
mengenai penyakit system pencernaan khususnya hematemesis melena sehingga
penulis memilih untuk mengambil karya tulis ilmiah dengan judul studi kasus asuhan
keperawatan medical bedah system pencernaan hematemesis melena pada Tn. I.P. di
irina Agustinus Angela Rsu Gunung Maria Tomohon.
Manfaat dari asuhan keperawatan yang hendak saya berikan kepada pasien
yang ini untuk membantu mengatasi segala masalah yang nantinya akan muncul,
sehingga sebagai perawat saya akan mengusahakan yang terbaik dalam proses
penyembuhan pasien sesuai dengan standar operasional prosedur yang ada.
Harapan yang hendak dicapai oeh penulis ialah dapat menangani kasus
hematemesis melena dengan memberikan asuhan keperawatan yang professional
kepada pasien serta memberikan pendidikan kesehatan yang dapat bermanfaat bagi
pasien dan keluarga serta berkolabolasi dengan segala tenaga kesehatan yang ada
dirumah sakit sehingga pasien dapat pulih seperti pada waktu sebelum sakit.
1. Oris (mulut)
a. Mulut atau oris adalah pemulaan saluran pencernaan yang terdiri
atas 2 bagian yaitu :
1) Bagian luar yang sempit atau vestibula yaitu ruang antara
gusi, gigi, bibir, dan pipi.
2) Bagian rongga mulut bagian dalam, yaitu rongga mulut yang
dibatasi sisinya oleh tulang maksilaris, palatum dan
mandibularis, di sebelah belakang bersambung dengan faring.
Selaput lendir mulut ditutupi, epitelium yang berlapis-lapis,
dibawahnya terletak kelenjarkelenjar halus yang
mengeluarkan lendir. Selaput ini kaya akan pembuluh darah
dan juga memuat banyak ujung akhir syaraf sensoris.
Di sebelah luar mulur ditutupi oleh kulit dan di sebelah
dalam ditutupi oleh selaput lendir (mukosa). Otot orbikularis
oris menutupi bibir, levator anguli oris mengangkat dan
depresor anguli oris menekan ujung mulut.
b. Palatum terdiri atas 2 bagian yaitu :
1) Palatum durum (palatum keras) yang tersusun atas tajuk-tajuk
palatum dan sebelah depan tulang maksilaris dan lebih
kebelakang terdiri dari 2 tulang palatum.
2) Palatummole (palatum lunak) terletak dibelakang yang
merupakan lipatan menggantung yang bergerak, terdiri atas
jaringan fibrosa dan selaput lendir. Gerakannya dikendalikan
oleh mukosa yang mengandung papila, otot yang terdapat
pada pipi adalah otot buksinator. Didalam rongga mulut
terdapat geligi kelenjar ludah dan lidah.
c. Geligi ada dua macam yaitu :
1) Gigi sulung, mulai tumbuh pada anak-anak umur 6-7 bulan,
lengkap pada umur 2½ tahun jumlahnya adalah 20 buah
tersebut juga gigi susu, terdiri dari: 8 buah gigi seri (dens
insivusi), 4 buah gigi taring (dens karinus) dan 8 buah gigi
geraham (molare).
2) Gigi tetap (gigi permanen) tumbuh pada umur 6- 12 tahun,
jumlahnya 32 buah terdiri dari: 8 buah gigi seri (dens
insisivus) 4 buah gigi taring (dens karinus) 18 buah gigi
geraham (molare, dan 12 buah gigi geraham peremolare).
Fungsi gigi terdiri dari: gigi seri untuk memotong makanan,
gigi taring gunanya untuk memutuskan makanan yang keras
dan liat, dan gigi geraham gunanya untuk mengunyah
makanan yang sudah dipotong-potong.
d. Lidah Lidah terdiri dari otot serat lintang dan dilapisi oleh selaput
lendir, kerja otot ini dapat digerakkan ke seluruh arah. Lidah
dibagi atas tiga bagian, radiks lingua (pangkal lidah), dorsum
lingua (punggung lidah), dan apeks lingua (ujung lidah). Pada
pangkal lidah yang belakang tedapat terdapat epiglotis, yang
berfungsi untuk menutup jalan nafas pada waktu kita menelan
makanan, supaya makanan jangan masuk ke jalan nafas. Fungsi
lidah yaitu mengaduk makanan, membentuk suara, sebagai alat
pengecap dan menelan, serta merasakan makanan. Kelenjar ludah
merupakan kelenjar yang mempunyai duktus yang bernama
duktus wartoni dan duktus stensoni. Kelenjar ludah ini ada yakni
yaitu
1) Kelenjar ludah yang bawah rahang (kelenjar submaksilaris),
yang terdapat di bawah tulang rahang atas pada bagian
tengah.
2) Kelenjar ludah bawah lidah (kelenjar sublingualis) yang
terdapat di sebelah depan di bawah lidah.
2. Faring (tekak) Faring merupakan organ yang menghubungkan rongga
mulut dengan kerongkongan (esofagus). Didalam lengkung faring
terdapat tonsil (amandel) yaitu kumpulan kelenjar limpe yang banyak
mengandung limfosit dan merupakan pertahanan terhadap infeksi.
3. Esofagus (kerongkongan) Esofagus merupakan saluran yang
menghubungkan tekak lambung, panjangnya 25 cm, mulai dari faring
sampai pintu masuk kardiak di bawah lambung. Lapisan dari dalam ke
luar: lapisan selaput lendir (mukosa), lapisan submukosa, lapisan otot
melingkar sirkuler, dan lapisan otot memanjang longitudinal. Esofagus
terletak di belakang trakea dan didepan tilang punggung, setelah melalui
toraks menembus diafragma masuk ke dalam abdomen menyambung
dengan lambung.
4. Ventrikulus (lambung) Lambung atau gaster merupakan bagian dari
saluran yang dapat mengembang paling banyak terutama di daerah
epigaster. Lambung terdiri dari bagian atas fundus uteri berhubungan
dengan esofagus melalui orifisium pilorik, terletak di bawah diafragma
di depan pankreas dan limpa, menempel di sebelah kiri fundus uteri.
Bagian lambung terdiri dari:
a. Fundus ventrikuli, bagian yang menonjol ke atas terletak disebelah
kiri osteum kardium dan biasanya penuh berisi gas.
b. Korpus ventrikuli, setinggi osteum kardium, suatu lekukan pada
bagian bawah kurvatura minor.
c. Antrum pilorus, bagian lambung berbentuk tabung mempunyai
otot yang tebal membentuk sfingter pilorus.
d. Kurvatura minor, tedapat di sebelah kanan lambung, terbentang
dari osteum kardiak sampai ke pilorus.
e. Kurvatura mayor, lebih panjang dari kurvatura minor, terbentang
dari sisi kiri osteum kardiak melalui fundus ventrikuli menuju ke
kanan sampai ke pilorus inferior. Ligamentum gastrolienalis
terbentang dari bagian atas kurvatura mayor sampai ke limpa.
f. Osteum kardiak, merupakan tempat esofagus bagian abdomen
masuk ke lambung. Pada bagian ini terdapat orifisium pilorik.
Fungsi lambung meliputi: Menampung makanan, menghancurkan
dan mengahaluskan makanan oleh peristaltik lambung dan getah
lambung. Getah cerna lambung dihasilkan: Pepsin, fungsinya
memecah putih telur menjadi asam amino (albumin dan pepton).
Agar garam (HCL), fungsinya mengasamkan makanan sebagai
antiseptik dan disenfektan, dan membuat suasana asam pada
pepsinogen sehingga menjadi pepsin. Renin fungsinya, sebagai
ragi yang membekukan susu dan membentuk kasein dari
karsinogen (karsinogen dan protein susu). Lapisan lambung
jumlahnya sedikit memecah lemak menjadi asam lemak yang
merangsang sekresi getah lambung.
2. Usus Halus Usus halus atau intestinum minor adalah bagian dari sistem
pencernaan makanan yang berpangkal pada pilorus dan berakhir pada
pada sekum panjangnya 6 m, merupakan saluran paling panjang tempat
proses pencernaan dan absorbsi hasil pencernaan yang terdiri dari
lapisan usus halus (lapisan mukosa (sebelah dalam), lapisan otot
melingkar (M. Sirkuler), lapisan otot memanjang (M. Longitudinal),
lapisan serosa (sebelah luar) dan usus halus terbagi menjadi 3 bagian
yaitu:
a. Duodenum Duodenum disebut juga usus 1 jari, panjangnya
±25 cm, berbentuk sepatu kuda melengkung ke kiri, pada
lengkungan ini terdapat pankreas. Pada bagian kanan
duodenum ini terdapat selaput lendir, yang berbukit disebut
papila vateri. Pada bagian papila vateri ini bermuara saluran
empedu (duktus koledokus) dan saluran pankreas (duktus
wirsung/duktus pankreatikus). Emepedu dibuat di hati untuk
dikeluarkan ke duodenum melalui duktus koledokus yang
fungsinya mengemulsikan lemak, dengan bantuan lipase.
Pankreas juga menghasilkan amilase yang berfungsi
mencerna hidrat arang menjadi di sakarida, dan tripsin yang
berfungsi mencerna protein menjadi asam amino atau
albumin dan polipeptida. Dinding duodenum mempunyai
lapisan mukosa yang banyak mengandung kelenjar, kelenjar
ini disebut kelenjar brunner, berfungsi untuk memproduksi
getah intestinum.
b. Jejenum dan ileum Jejenum dan ilium mempunyai panjang
sekitar 6 meter. Dua perlima bagian atas adalah (jejenum)
dengan panjang ±23 meter dan ilium panjang 4-5 m. Lekukan
jejenum dan ilium melekat pada dinding 15 abdomen
posterior dengan perantaraan lipatan peritonium yang
berbentuk kipas kenal sebagai mesenterium. Akar
mesentrium memungkinkan keluar dan masuknya cabang-
cabang arteri dan vena mesentrika superior, pembuluh limfe
dan saraf ke ruang antara 2 lapisan peritonium yang
membentuk mesentrium. Sambungan antara jejenum dan
ileum tidak mempunyai batas yang tegas. Ujung bawah ileum
berhubungan dengan sekum dengan perantaraan lubang yang
bernama orifisium ileosekalis. Fungsi usus adalah menerima
zat-zat makanan yang sudah dicerna untuk diserap melalui
kapiler-kapiler darah dan saluran-saluran limfe, menyerap
protein dalam bentuk asam amino, karbohidrat diserap dalam
bentuk monosakarida. Intestinum mayor (usus besar) Usus
besar adalah intestinum mayor panjangnya ±1 1 /2 m,
lebarnya adalah 5-6 cm, lapisan-lapisan usus besar dari dalam
ke luar: selaput lendir, lapisan otot melingkar, lapisan otot
memanjang, jaringan ikat. Fungsi usus besar adalah menyerap
air dari makanan, tempat tinggal bakteri koli, tempat feses.
Usus besar terbagi dari beberapa bagian yaitu:
a. Sekum Di bawah sekum mendapat apendiks vermiformis
yang berbentuk seperti cacing sehingga disebut juga
umbai cacing, panjangnya 6 cm. Seluruhnya ditutupi oleh
peritoneum mudah bergerak walaupun tidak mempunyai
mesentrium dan dapat diraba melalui dinding abdomen
pada orang yang masih hidup.
b. Kolon asendens Panjangnya 13 cm, terletak dibawah
abdomen sebelah kanan, membujur ke atas dari ileum di
bawah hati. Di bawah hati melengkung ke kiri,
lengkungan ini disebut fleksura hepatika, dilanjutkan
sebagai kolon tranversum.
c. Kolon transversum Panjangnya ±38 cm, membujur dari
ujung kolon asendens sampai ke kolon desendens berada
di bawah abdomen, sebelah kanan terdapat fleksura
hepatika dan sebelah kiri terdapat fleksura lienalis.
d. Kolon desendens Panjangnya ±25 cm, terletak di bawah
abdomen bagian kiri membujur dari atas ke bawah dan
fleksura lenalis sampai ke depan ileum kiri, bersambung
dengan kolon sigmoid.
e. Kolon sigmoid Kolon sigmoid merupakan lanjutan dari
kolon desendens, terletak miring dalam rongga pelvis
sebelah kiri, bentuknya menyerupai hurup S, ujung
bawahnya berhubungan dengan rektum.
3. Rektum
Rektum terletak di bawah kolon sigmoid yang menghubungkan
intestinum mayor dengan anus, terletak dalam rongga pelvis di depan
os sakrum dan os koksigis.
4. Anus
Anus adalah bagian dari saluran pencernaan yang menghubungkan
rektum dengan dunia luar (udara luar). Terletak di dasar pelvis,
dindingnya diperkuat oleh 3 sfingter. ( syaifuddin,2019)
2.1.4 Faktor risiko
Terdapat beberapa faktor risiko yang dianggap berperan dalam patogenesis
perdarahan SCBA.Faktor risiko yang telah di ketahui adalah usia, jenis kelamin,
penggunaan OAINS, penggunaan obat antiplatelet, merokok, mengkonsumsi alkohol,
riwayat ulkus, diabetes mellitus dan infeksi bakteri Helicobacter pylori.
1. Usia Perdarahan SCBA sering terjadi pada orang dewasa dan risiko
meningkat pada usia >60 tahun. Penelitian pada tahun 2001-2005
dengan studi retrospektif di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo
terhadap 837 pasien yang memenuhi kriteria perdarahan SCBA
menunjukkan rata-rata usia pasien laki-laki adalah 52,7 ± 15,82 tahun
dan rata-rata usia pasien wanita adalah 54,46 ± 17,6.26 Usia ≥ 70 tahun
dianggap sebagai faktor risiko karena terjadi peningkatan frekuensi
pemakaian OAINS dan interaksi penyakit komorbid yang menyebabkan
terjadinya berbagai macam komplikasi.
2. Jenis kelamin Kasus perdarahan SCBA lebih sering dialami oleh laki-
laki. Penelitian di Amerika Serikat menunjukkan bahwa sekitar 51,4%
yang mengalami perdarahan SCBA berjenis kelamin laki-laki.11 Dari
penelitian yang sudah dilakukan mayoritas menggunakan pendekatan
epidemiologi dan belum ada penelitian yang secara spesifik menjelaskan
hubungan perdarahan SCBA dengan jenis kelamin.
3. penggunaan obat antiinflamasi non steroid (OAINS) Peningkatan risiko
komplikasi ulkus (rawat inap, operasi, kematian) terjadi pada orang tua
yang mengkonsumsi OAINS. Studi cross sectional terhadap individu
yang mengkonsumsi OAINS pada dosis maksimal dalam jangka waktu
lama 35% hasil endoskopi adalah normal, 50% menunjukkan adanya
erosi atau petechiae, dan 5%-30% menunjukkan adanya ulkus.27 Jenis-
jenis OAINS yang sering dikonsumsi adalah ibuprofen, naproxen,
indomethacin, piroxicam, asam mefenamat, diklofenak.
4. Penggunaan obat-obat antiplatelet Penggunaan aspirin dosis rendah (75
mg per hari) dapat menyebabkan faktor perdarahan naik menjadi dua
kali lipat, bahkan dosis subterapi 10 mg per hari masih dapat
menghambat siklooksigenase. Aspirin dapat menyebabkan ulkus
lambung, ulkus duodenum, komplikasi perdarahan dan perforasi pada
perut dan lambung. Obat antiplatelet seperti clopidogrel berisiko tinggi
apabila dikonsumsi oleh pasien dengan komplikasi saluran cerna.
5. Merokok : Dari hasil penelitian menunjukkan merokok meningkatkan
risiko terjadinya ulkus duodenum, ulkus gaster maupun keduanya.
Merokok menghambat proses penyembuhan ulkus, memicu
kekambuhan, dan meningkatkan risiko komplikasi.
6. Alkohol Mengkonsumsi alkohol konsentrasi tinggi dapat merusak
pertahanan mukosa lambung terhadap ion hidrogen dan menyebabkan
lesi akut mukosa gaster yang ditandai dengan perdarahan pada mukosa.
7. Riwayat Gastritis Riwayat Gastritis memiliki dampak besar terhadap
terjadinya ulkus. Pada kelompok ini diprediksi risiko terjadi bukan
karena sekresi asam tetapi oleh adanya gangguan dalam mekanisme
pertahanan mukosa dan proses penyembuhan.8.
8. Diabetes mellitus (DM) Beberapa penelitian menyatakan bahwa DM
merupakan penyakit komorbid yang sering ditemui dan menjadi faktor
risiko untuk terjadinya perdarahan. Namun, belum ada penelitian yang
menjelaskan mekanisme pasti yang terjadi pada perdarahan SCBA yang
disebabkan oleh diabetes mellitus.
9. Infeksi bakteriHelicobacter pylori Helicobacter pylori merupakan
bakteri gram negatif berbentuk spiral yang hidup dibagian dalam lapisan
mukosa yang melapisi dinding lambung. Beberapa penelitian di
Amerika Serikat menunjukkan tingkat infeksi H.pylori
10. Chronic Kidney Disease Patogenesis perdarahan saluran cerna pada
chronic kidney disease masih belum jelas, diduga faktor yang berperan
antara lain efek uremia terhadap mukosa saluran cerna, disfungsi
trombosit akibat uremia, hipergastrinemia, penggunaan antiplatelet dan
antikoagulan, serta heparinisasi pada saat dialysis.
11. Hipertensi Hipertensi menyebabkan disfungsi endotel sehingga mudah
terkena jejas. Selain itu hipertensi memperparah artherosklerosis karena
plak mudah melekat sehingga pada penderita hipertensi dianjurkan
untuk mengkonsumsi obat-obat antiplatelet.
12. Chronic Heart Failure Penelitian yang ada mengatakan bahwa chronic
heart failure dapat meningkatkan faktor risiko perdarahan SCBA
sebanyak 2 kali lipat. (damayanti,2016)
2.1.5 Manifestasi Klinis
Menurut (Nurarif, Amin dkk. 2015) Gejala terjadi akibat perubahan morfologi
dan lebih menggambarkan beratnya kerusakan yang terjadi dari pada etiologinya.
Didapatkan gejala dan tanda sebagai berikut :
1. Gejala-gejala intestinal yang tidak khas seperti anoreksia, mual, muntah
dan diare. Demam, berat badan turun, lekas lelah ascietas,hidratonaks
dan edemo
2. Icterus, kadang-kadang urin menjadi lebih tau warnany atau kecoklatan
3. Hematomegali, bila telah lanjut hati dapat mengecil karena fibrosis.
Hati-hati akan kemungkinan timbulnya prekoma dan koma hepatikum
4. Kelainan pembuluh darah seperti kolateralkolateral dinding, koput
medusa, wasir dan varises esofagus
5. Kelainan endokrin yang merupakan tanda dari hieperestrogenisme
yaitu : impotensiginekomastia, hilangnya rambu axila dan pubis.
2.1.6 Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan tinja
Makoskopis dan mikroskopis, ph dan kadar gula jika diduga ada
intoleransi gula, biarkan kuman untuk mencari kuman penyabab dan uji
resistensi terhadap berbagai antibiotika (pada diare persisten).
2. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang dianjurkan yaitu pemeriksaan darah rutin
berupa hemoglobin, hematokrit, leukosit, trombosit, pemeriksaan
hemostatis lengkap untuk menunjang adanya sirosis hati, pemeriksaan
hemostasis lengkap untuk mengetahui adanya sirosis hati, pemeriksaan
fungsi ginjal untuk menyingkirkan adanya penyakit gagal ginjal kronis,
pemeriksaan adanya infeksi helicobacter pylori.
3. Pemeriksaan esofagogastroduodenoskopi
Merupakan pemeriksaan penunjang yang paling penting karena dapat
memastikan diagnosis pecahnya varises esophagus atau penyebab
perdarahan dari esophagus, lambung dan duodenum
4. Kontas barium (radiografis)
Bermanfaat untuk menentukan lesi penyebab perdarahan. Ini dilakukan
atas dasar urgenesisnya dan keadaan kegawatan.
5. Angiografi
Bermanfaat untuk pasien-pasien dengan perdarahan saluran cerna yang
tersembunyi dari fisual endoskopi. (Nurarif, Amin dkk. 2015)
2.1.7 Penatalaksanaan Medis
1. Keperawatan
Pengobatan penderita perdarahan saluran makan bagian atas harus sedini
mungkin dan sebaiknya dirawat di rumah sakit untuk mendapatkan
pengawasan yang teliti dan pertolongan yang lebih baik. Pengobatan
meliputi:
a. Tirah baring
b. Diet makanan lunak
c. Pemeriksaan Hb, Ht
d. Pemberian transfusi darah bila terjadi perdarahan luas
e. Pemberian cairan IV untuk mencegah dehidrasi
f. Pengawasan terhadap TD, N dan kesadaran bila perlu pasang CVP
g. Pertahankan kadar Hb 50-70% nilai normal
h. Pemberian obat hemostatik seperti Vit K
i. Lakukan klisma dengan air biasa dan pemberian antibiotik yang tidak
diserap usus
2. Medis
a. Pemasangan balon SB Tube
Dilakukan pemasangan balon SB tube untuk penderita perdarahan
akibat pecahnya varises. Sebaiknya pemasangan SB tube dilakukan
sesudah penderita tenang dan komperatif, sehingga penderita dapat
diberitau dan dijelaskan makna pemakaian alat tersebut, cara
pemasangannya dan kemungkinan kerja yang dapat timbul pada waktu
selama pemasangan.
b. Tindakan operasi
Bila usaha-usaha penanggulangan perdarahan diatas mengalami
kegagalan dan perdarahan tetap berlangsung, maka dapat dilakukan
tindakan operasi. Tindakan operasi yang biasa dilakukan adalah: ligasi
varises esophagus, transeksi esophagus, pentasaan portokaval. Operasi
efektif dianjurkan setelah enam minggu perdarahan berhenti dan fungsi
hati membaik (Nurarif, Amin dkk. 2015)
2.1.8 Komplikasi
Komplikasi hematemesis melena antara lain:
1. Syok hipovolemik
Disebut juga dengan syok reload yang ditandai dengan menurunnya
volume intravaskuler oleh karena perdarahan. Dapat terjadi karena
kehilangan cairan tubuh yang lain. Menurunnya volume intravaskuler
menyebabkan penurunan volume intraventrikel. Gagal ginjal akut terjadi
akibat syok yang tidak teratasi dengan baik. Untuk mencegah gagal ginjal
maka setelah syok diobati dengan menggantikan volume intravaskuler.
2. Anemia karena perdarahan
Anemia karena perdarahan adalah berkurangnya jumlah sel darah merah
atau jumlah hemoglobin. Perdarahan hebat merupakan penyabab tersering
dari anemia. Jika kehilangan darah, tubuh segera menarik cairan dari luar
pembuluh darah sebagai usaha untuk menjaga agar pembuluh darah tetap
terisi. Akibatnya darah menjadi encer dan presentasi sel darah merah
berkurang.
3. Koma hepatik
Suatu sindrom neuro psikiatrik yang ditandai dengan perubahan
kesadaran, intelektual, dan kelaian neurologis yang menyertai kelainan
parenkim hati.
4. Aspirasi pneumoni
Infeksi paru yang terjadi akibat cairan yang masuk ke saluran napas.
5. Anemi post hemoragik
Kehilangan darah yang mendadak dan tidak disadari.
BAB III
METODOLOGI PENULISAN
FORMAT PENGKAJIAN
KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
A. PENGKAJIAN
I. Identitas
a. Pasien
Nama (Initial) : Tn.I.P
Umur : 80 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Status Perkawinan : Menikah
Jumlah Anak :4
Agama/Suku : Kristen Protestan
Warga Negara : Indonesia
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Petani
Alamat Rumah : Kakaskasen 3 lingkungan IV Tomohon Utara
b. Penanggung jawab
Nama(initial) : Ny.T.P
Umur : 35 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Tangerang selatan
Pekerjaan : Swasta
Hubungan Keluarga : Anak
c. Data Medik
Diagnosa Medik
Saat Masuk : Hematemesis melena
Saat Pengkajian : Post Hemetemesis melena, anemia, susp pneumonia
2. Suhu : 36’90C
Lokasi : Axial
3. Pernapasan : 20x/Menit
Irama : Reguler
Jenis : Pernapasan dada
4. Nadi : 72x/Menit
Irama : Reguler
Kekuatan : kuat
5. Pengukuran
Tinggi Badan : 159 cm
Berat Badan : 65
Indeks Massa Tubuh :
Kesimpulan :
III. Genogram
80
Keterangan :
Perempuan :
Pria :
Pasien :
5= Kekuatan utuh
m. Kolum Vertebralis: kolum vertebralis berbentuk kiposis, tidak ada luka,
tidak ada lesi, tidak ada benjolan dan tidak ada nyeri tekan
V. Pengkajian Pola Kesehatan
a. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
1) Keadaan Sebelum sakit:saat dilakukan pengkajian pasien mengatakan
selalu menjaga kesehatan dengan baik
2) Riwayat penyakit saat ini:saat dilakukan pengkajian pasien mengatakan
ketika pasien terlambat makan pasien akan mengalami bab berwarna
hitam
3) Keluhan utama: pasien mengatakan BAB pasien berwarna hitam
4) Riwayat keluhan utama: pasien mengatakan ketika pasien terlambat
makan, pasien akan mengalami BAB berwarna hitam
A. Klasifikasi Data
a. Data Subjektif:
1. Pasien mengatakan BAB pasien berwarna hitam
2. Pasien mengatakan nyeri perut dibekas luka operasi
3. Pasien mengatakan lemah badan
4. Pasien mengatakan belum mengerti dengan penyakit yang dideritanya
5. Pasien mengatakan sulit beraktivitas karena pasien terpasang kateter
6. Pasien mengatakan sulit untuk makan dan makanan yang habis hanya 3
sendok makan dari 1 porsi makanan
7. Pasien mengatakan merasa gatal didaerah bekas operasi
b. Data Objektif:
1. Pasien tampak lemah
2. Pasien tampak pucat
3. Mukosa bibir pasien kering
4. Pasien tampak meringis
5. Pasien tampak bingung saat ditanyakan tentang penyakitnya
6. Pasien tampak sulit menelan makanan
7. Pasien tampak cemas jika luka bekas operasinya infeksi
8. Luka bekas operasi pasien tampak memerah
TTV
1. TD : 110/70 mmHg
2. N : 71x/menit
3. R : 20x/menit
4. SB: 36,5o C
5. SPO2 : 9
B. Analisis Data
No Data (Sign/Simptom) Penyebab Masalah
(Etiologi) (Problem)
1 DS Pencedera fisik Nyeri akut
1. Pasien mengatakan
BAB pasien berwarna
hitam
2. Pasien mengatakan
nyeri perut dibekas
operasi
DO
1. Pasien tampak pucat
2. Mukosa bibir pasien
kering
3. Pasien tampak
meringis
DS
1 Pasien mengatakan
lemah badan
2 Pasien mengatakan
sulit beraktivitas
4 karena pasien Kesulitan menelan Deficit nutrisi
makanan
terpasang kateter
DO
1. Pasien tampak lemah
badan
DS
1. Pasien mengatakan
sulit untuk makan dan
5 makanan yang habis Kurang terpapar Deficit
informasi pengetahuan
hanya 3 sendok
makan dari 1 porsi
makanan
DO
1. Pasien tampak sulit
menelan makanan
DS
2. Pasien mengatakan
kurang mengerti
dengan penyakit yang
dideritanya
DO
3. Pasien tampak
bingung saat
ditanyakan tentang
penyakitnya
B. DIAGNOSIS KEPERAWATAN
1. Hipovolemia b/d pengeluaran cairan aktif
2. Risiko infeksi dibuktikan dengan efek prosedur invasive
3. Intoleransi aktivitas b/d kelemahan
4. Defisit nutrisi b/d ketidakmampuan menelan makanan
5. Defisit pengetahuan b/d kurang terpapar informasi
C. RENCANA KEPERAWATAN, TINDAKAN KEPERAWATAN DAN EVALUASI
No Hari/tgl/ Diagnosis Tujuan Intervensi Jam Implementasi Evaluasi
Keperawatan
1. Sabtu 26 Hipovolemia b/d Setelah dilakukan 1. Monitor 07:20 1. Meminitor intake Hari/tgl/jam
maret 2022 kekurangan cairan tindakan intake dan dan output cairan Minggu 27
aktif keperawatan output Hasil : pasien maret 2022
cairan tampak
Ds : selama 24 jam S:
masalah kekurangan
1. Keluarga pasien hipovolemia dapat cairan masuk dan 1. Keluarga
mengatakan keluar pasien
teratasi dengan 12:15 mengatakan
pasien merasa 2. Berikan 2. Memberikan
kriteria hasil : pasien masih
lemas asupan asupan cairan
cairan oral oral mengeluh
2. Keluarga pasien - Turgor haus
kulit Hasil : pasien
mengatakan 2. Keluarga
mrningkat diberikan minum pasien
pasien mengeluh
- Berat melalui NGT mengatakan
haus 02:30
3. Anjurkan 3. Menganjurkan pasien masih
badan
Do : memperban memperbanyak lemas
membaik asupan cairan
1. Pasien tampak yak asupan
- Keluhan oral
lemah cairan oral
haus Hasil : pasien o:
2. Berat badan - Membran minum
mukosa secukupnya pada 1. Pasien masih
pasien tampak
tampak
menurun bibir malam hari dan
4. Tatalaksana lemah
membaik sesudah makan 2. turgor kulit
3. Wajah pasien
pemberian
tampak pucat cairan IV 4. Tatalaksana masih
pemberian cairan tampak jelek
4. Turgor kulit isotonis
IV isotonis NaCl 3. wajah
pasien menurun NaCl Hasil : pasien pasien
5. Bibir pasien masih
terpasang
tampak kering tampak
IVFD pada pucat
tangan kaki 4. mukosa
bibir
sebelah kir pasien
masih
tampak
kering
A : masalah
hipovolemia
beluam teratasi
P : intervensi
lanjut
1. Monitor
intake
dan
output
cairan
2. Berikan
asupan
cairan
oral
3. Anjurka
n
memper
banyak
asupan
cairan
oral
Tatalaks
ana
pemberi
an
cairan
IV
isotonis
NaCl
No Hari/tgl/ Diagnosis Tujuan Intervensi Jam Implementasi Evaluasi
Keperawatan
2. Sabtu 27 Risiko infeksi Setelah dilakukan 1. monitor tanda 08:00 1. monitor tanda Hari/tgl/jam
maret 2022 dibuktikan dengan tindakan dan gejala dan gejala senin 28 maret
efek prosedur invasif keperawatan ± 3x24 2022
infeksi local dan infeksi local dan
ditandai dengan jam masalah risiko Jam 07:00
DS infeksi dapat teratasi sistemik sistemik S:
1. Pasien dengan kriteria respon : pasien 1. Pasien
mengatakan hasil : mengatakan gatal mengatakan
1. tingkat dan nyeri diluka
merasa gatal merasa
infeksi bekas operasi
dan nyeri hasil : luka pasien gatal dan
1) kemeraha
didaerah tampak memerah nyeri
n (5)
bekas operasi. 2. batasi didaerah
2) kebersiha 11:00 2. membatasi
DO pengunjung bekas
1. Pasien tampak n tangan pengunjung
operasi.
cemas jika meningka respon : pasien
O:
t (5) mengatakan merasa
luka bekas 1. Pasien
nyaman ketika tidak
operasinya terlalu banyak tampak
infeksi pengunjung cemas jika
hasil : pasien tampak
2. Luka bekas luka bekas
nyaman ketika
operasi pasien dibatasi pengunjung operasinya
tampak infeksi
memerah 3. memberikan 2. Luka bekas
12:10 perawatan kulit
3. berikan operasi
perawatan pada area edema, pasien
kulit pada area dengan cara tampak
edema membersihkan memerah
4. jelaskan tanda luka bekas A:
seperti gerakka-
meminta gerakan
mengangkat sederhana
gerakan untuk
P : intervensi lanjut
1. Keluarga pasien
mengatakan pasien
2. Memberikan asupan cairan oral
sudah tidak merasa
Hasil : pasien diberikan minum melalui
haus lagi
NGT 2. Keluarga pasien
mengatakan badan
pasien masih lemas
3. Menganjurkan memperbanyak asupan
cairan oral
O:
Hasil : pasien minum secukupnya pada
malam hari dan sesudah makan 1. Wajah pasien tidak
tampak amnemis
lagi
2. mukosa bibir sudah
tidak tampak kering
4. Tatalaksana pemberian cairan IV
isotonis NaCl
Hasil : pasien terpasang IVFD pada
tangan kaki sebelah kiri
2 Senin 28 Risiko infeksi dibuktikan 1. monitor tanda dan gejala infeksi local S:
maret dengan efek prosedur dan sistemik 1. Pasien mengatakan tidak
2022 invasif merasa gatal di daerah
respon : pasien mengatakan gatal dan nyeri
bekas operasi
diluka bekas operasi
O:
hasil : luka pasien tampak memerah
1. Pasien tampak cemas
2. membatasi pengunjung
jika luka bekas operasi
respon : pasien mengatakan merasa nyaman pasien tampak infeksi
ketika tidak terlalu banyak pengunjung A:
hasil : pasien tampak nyaman ketika dibatasi Masalah keperawatan
pengunjung risiko infeksi dibuktikan
3. memberikan perawatan kulit pada area dengan efek prosedur
edema, dengan cara membersihkan luka invasif teratasi
P:
bekas operasi pasien
Intervensi dihentikan
respon : pasien mengatakan merasa lebih baik
ketika dilakukan perawatan luka
hasil : pasien tampak lebih nyaman ketika
perban
3 Senin 28 Intoleransi aktivitas b/d 1. Memonitor pola dan jam tidur, dengan S:
maret kelemahan cara menanyakan jam tidur pasien 1. Pasien mengatakan tidak
2022 lemah badan
Respon : pasien mengatakan malam hari tidur
sekitar jam 22:00-05:00
Hasil : pasien tampak tidurr optimal O:
2. Menyediakan lingkungan yang nyaman, 1. Pasien tampak tidak
dengan cara merapikan tempat tidur lemah badan
A:
pasien
Masalah keperawatan
Respon : pasien mengatakan merasa lebih baik intoleransi aktivitas b/d
Hasil : pasien tampak lebih nyaman kelemahan teratasi
3. Melakukan latihan gerakan-gerakan P: Intervesi dihentikan
aktif dan sederhana, seperti meminta
pasien untuk mengangkat kedua tangan
didepan dan gerakan
Respon: pasien mengatakan merasa lebih segar
Hasil : pasien tampak jauh kelihatan lebih segar
4. Mengfasilitasi pasien untuk duduk
disisi tempat tidur atau berpindah disisi
yang lain
Respon: pasien mengatakan sudah bisa duduk
disisi tempat tidur
5. Penatalaksanaan dalam meningkatkan
asupan makanan asupan makanan
Respon: pasien mengatakan mendapat makanan
yang sesuai dengan kebutuhannya
Hasil : pasien tampak mendapat makanan nasi,
ikan, dan sayur