BAB III
8
Ihsan Fauzi, Lok.Cit, hal. 1
9
Azra, Lok.Cit, hal. 3
10
Mahrus el-Mawa, NASKAH SYATTARIYAH CIREBON: Riset Awal dalam Konteks
Jejaring Islam Nusantara, Pdf, hal. 317 (makalah ini penulis dapat dari Annual Conference on
Islamic Studies Banjarmasin, 1 – 4 November 2010 (ACIS) Ke - 10)
11
Zaenal, Lok. Cit, hal. 3
46
diangkat oleh pemerintah Pajajaran menjadi kepala dukuh dengan gelar Kuwu,
sedangkan Wakilnya adalah Cakrabumi.12
Cirebon secara geografis terletak ditepian pantai utara Jawa, yang dilengkapi
dengan sungai-sungai yang sangat penting peranannya sebagai jalur transportasi
ke pedalaman yang letaknya di sekitar Pelabuhan Cirebon yaitu, Sungai Cimanuk,
Kesunean, dan Cilosari. Kondisi yang sperti ini sebenarnya berpotensi menjadi
kota yang sangat maju karena letaknya yang strategis. Akan tetapi tidak dengan
Cirebon. Pada masa itu Cirebon belum menapilkan sebuah kota yang berarti, ia
sekedar menjadi wilayah bawahan sebagian dari kerajaan Hindu pajajaran.
Sebelum masuknya Islam, Cirebon telah dihuni oleh beberapa penduduk dan telah
ada beberapa bentuk pemerintahan walaupun masih sederhana, 13 sehingga
datanglah Mentri utusan Raja Galuh ke Cirebon dan pada waktu itu pula
disusunlah pemerintahan di Cirebon dan menetapkan Ki Gedeng Alang Alang
menjadi Kuwu Cirebon pertama kali.14
Cirebon pada mulanya adalah desa para nelayan yang bernama Desa
Pesambangan (yang sekarang menjadi komplek Astana Gunung Jati). Setiap hari
ramai oleh para pedagang yang berdatangan. Sebelah timur terdapat pelabuhan
pertama di Cirebon yaitu, Muara Jati. Pelabuhan tersebut banyak di datangi oleh
para pedagang dari luar daerah bahkan dari manca Negara. 15 Adapun lemah
Wungkuk adalah merupakan tempat Ki Kuwu mendarat setelah mencari rebon
dari laut, rebon tersebut berupa udang-udang kecil untuk bahan baku pembuatan
terasi.16
Islam sebagai Agama baru di Cirebon telah diperkenalkan beberapa waktu
sebelum kedatangan Sunan Gunung Jati. Tokoh-tokoh yang mengawali
memperkenalkan Islam di Cirebon diantaranya adalah H. purwa (1337 M). ia
merupakan pemeluk Islam pertama di tanah Cirebon dan penyebarannya di
12
P.S. Sulendraningrat, Babad Tanah Sunda Babad Cirebon, Tp, Tt, hal. 12-14
13
Zainal, Op.cit, hal. 9-10
14
Sulendraningrat, Op.Cit, hal. 14
15
Zainal, Op.cit, hal. 12
16
Ki Kampah, Babad Cirebon Carub Kanda Naskah Tangkil, (Alih Aksara. Bambang
Irianto, Ki tarka Suta Raharja), Edit. Muh. Muhtar zaedin, Panji Darussalam, Yogyakarta:
Deepublish, 2013, hal. 211
47
Cirebon Girang.17 Sementara di daerah pesisir mendarat seorang juru dakwah dari
Mekkah yang bernama Syeh Nur Jati berserata pengikutnya yang kemudian
disusul 4 orang juru dakwah dari Baghdad anak Sultan Maulana Sulaiman.
Keempat anak Sultan tersebut diutus oleh Syeh Juned agar pergi ke tanah Jawa
tepatnya di Cirebon untuk berguru kepada Syeh Nur Jati.18
Keempat anak Sultan terdiri dari tiga laki-laki dan satu perempuan. Pertama,
syarif Abdurrahman adalah soerang pemimpin pembuat kerajinan, seperti
keramik, genteng, bata dari tanah liat yang disebut dengan Pangeran Panjunan,
yang sekarang disebut dengan Desa Panjunan. Kedua, Syarif Kafi dan Siti
Baghdad yang berdiam di Gunung Jati bersama gurunya (Syeh Nur Jati) dengan
mengajarkan al-Qur`an kepada masyarakat setempat, maka disebut dengan syeh
Datuk Kafid. Ketiga, Syarif Abdurrahim, dia menjabat sebagai jaksa untuk
mengurus agama dan drigama (urusan duniawi) karenanya dia dijuluki dengan
sebutan Pangeran Kejaksan.19
17
Zainal, Op.cit,.
18
Sulendraningrat, Op.Cit, hal. 22
19
Sulendraningrat, ibid.
20
Mahrus el-mawa, Rekontruksi Kejayaan Islam di Cirebon Studi Historis Pada Masa
Syarif Hidayatullah (1479-1568), makalah diajukan sebagai kandidat Doktor Filologi di
Departemen Susastra FIB UI Depok , hal. 2
21
Sulendraningrat, Op.Cit, hal. 35
22
Zainal, Op.cit, hal. 13
48
Era renaissance menjadi babak baru bagi orang Eropa yang menjadikan lautan
sebagai jalan utama menuju kehidupan yang baru. Laut dan samudra mereka
seberangi sehingga mereka menyinggahi tanah-tanah dan pulau-pulau, lau mereka
jadikan tanah jajahan.Tatkala pertama kali Columbus pertama kali melakukan
ekspedisi laut pada tahun (1492-1493) dia menemukan benua Amerika. 26 Dari
pelayaran itu pemikirannya dikemukakan Nicolas Kopernick (Copernicus) pada
era tersebut bahwa bumi berputar mengelilingi matahari, bukan sebaliknya.27
Langkah awal paling bersejarah yang diambil oleh Sunan Gunung Jati dalam
kepemimpinannya adalah pada tahun 1483 menghentikan pengiriman upeti garam
23
Renaissance dalam bahasa prancis arti harfiahnya adalah kelahiran kembali. Akan tetapi
arti yang di maksud sangatlah luas, ialah zaman perubahan di Eropa dalam ranah sejarah, polotik,
dan kebudayaan. Arti yang lebih luasnya lagi, timbulnya revolusi pandangan hidup orang-orang
Eropa dari zaman pertengan ke zaman barunya melalui proses zaman peralihan yang sangat cepat.
Saefudin Zuhri, Sejarah Kebangkitan Islam dan Perkembangannya di Indonesia, Bandung: Pt. Al-
maarif, 1981, cet. Ke-3, hal. 451
24
Mahrus, Rekontruksi.., Op.Cit, hal. 3
25
Saefudin Zuhri, Sejarah Kebangkitan Islam, ibid.
26
Saefudin Zuhri, Sejarah Kebangkitan Islam, Op. Cit, hal. 452
27
Mahrus, Rekontruksi.., ibid.
49
dan terasi yang tiap tahun harus dikirimkan ke ibukota Pakuan Pajajaran, sebagai
persembahan dan tanda tkluknya Cirebon kepada Pajajaran. Dengan demikian
Cirebon sejak saat itu yang dibawah kepemimpinan Sunan Gunung Jati menjadi
negara yang merdeka dan tidak lagi brada dibawah naungan Pajajaran yang
notabennya kerajaan Hindu.28 Untuk mengantipasi serangan dari Pajajaran dan
memelihara keamanan Negara maka dibentuklah pasukan keamanan yang disebut
dengan pasukan jaga baya, dengan komandan tertingginya dipegang oleh
Tumenggung, yang jumlah dan kualitasnya memadai, baik untuk ditempatkan di
pusat kerajaan, di pelabuhan maupun di wilayah-wilayah yang dikuasai.29
Masa-masa paling sulit, bagi Syarif Hidayat karena proses Islamisasi secara
damai mengalami gangguan internal dari kerajaan Pakuan dan Galuh (di Jawa
Barat) dan Majapahit (di Jawa Tengah dan Jawa Timur) dan gangguan external
dari Portugis yang telah mulai expansi di Asia Tenggara.Raja Pakuan di awal
abad 16, seiring dengan masuknya Portugis di Pasai dan Malaka, merasa
mendapat sekutu untuk mengurangi pengaruh Syarif Hidayat yang telah
berkembang di Cirebon dan Banten. Hanya Sunda Kelapa yang masih dalam
kekuasaan Pakuan. Di saat yang genting inilah Syarif Hidayat berperan dalam
membimbing Pati Unus dalam pembentukan armada gabungan Kesultanan
Banten, Demak, Cirebon di P. Jawa dengan misi utama mengusir Portugis dari
wilayah Asia Tenggara. Terlebih dulu Syarif Hidayat menikahkan putrinya untuk
menjadi istri Pati Unus yang ke 2 di tahun 1511. Kegagalan expedisi jihad II Pati
Unus yang sangat fatal di tahun 1521 memaksa Syarif Hidayat merombak
Pimpinan Armada Gabungan yang masih tersisa dan mengangkat Tubagus
Pasai(belakangan dikenal dengan nama Fatahillah), untuk menggantikan Pati
Unus yang syahid di Malaka, sebagai panglima berikutnya dan menyusun strategi
baru untuk memancing Portugis bertempur di P. Jawa.30
SyarifHidayat lahir di Mekkah tahun 1448 Masehi, meninggal di Cirebon
tahun 1568 M pada usia 120 tahun dimakamkan di komplek Astana Gunung
Sembung. Antara tahun 1479-1568 Syarif Hidayat memegang kekuasaan
28
Zainal, Op.cit, hal. 13
29
Ibid.
30
Ihsan Fauzi, Op.Cit, hal. 26
50
diCirebon sebagai kepala negara dan kepala agama dengan luas wilayah 31 meliputi
hampir seluruh Tanah Sunda bagian utara. Akan tetapi sejak 1528-1552
kekuasaan kenegaraan diwakilkan kepada puteranya, Pangeran Pasarean; dan
setelah puteranya wafat dari tahun 1552 hingga 1570 kekuasaan diwakilkan
kepada Fadhilah Khan.32 Diantara bangunan peninggalannya adalah Masjid
Agung Sang Cipta Rasa yang dibangun pada tahun 1480, dengan arsitek Raden
Sepat, mantan arsitek bangunan Majapahit yang dibantu oleh Sunan Bonang dan
Sunan Kali Jaga yang terkenal dengan Soko Tatalnya. Sekitar tahun 1483 Sunan
Gunung Jati memperluas dan melengkapi Keraton Pakungwati yang kemudian
pada masa pemerintahan Mertawijaya menjadi Keraton Kasepuhan dan banguna-
bangunan pelengkap dan dibangunnya tembok keliling seluas kurang lebih 20
hektar. Kemudian fasilitas yang lainnya, seperti pelabuhan pangkalan perahu
kerajaan, kemudian fasilitas pelayaran di pelabuhan Muara Jati seperti mercusuar
dan bengkel perbaikan kapal. Membuka pelabuhan baru yang diberi nama
pelabuhan Talang, yang berlokasi di pelabuhan Cirebon sekarang.33
Sepeninggal Sunan Gunung Jati, tahta kerajaan jatuh kepada cicitnya yang
bernama Pangeran Emas. Setelah naik tahta bergelar dengan Panembahan Ratu
Cirebon.34Kekarismaan kepemimpinan Sunan Gunung Jati yang terletak pada
perpaduan antara raja yang dihormati karena keulamaannya dan seorang da’i
masih terlihat pada sosok Panembahan Ratu I. Ia memerintah Cirebon kurang
lebih 79 tahun (1570-1649). Setelah beliau wafat diteruskan oleh cucunya
Pangeran Girilaya yang bergelar Panembahan Ratu II.
Tahun 1662 pada masa Panembahan Ratu II (Girilaya), Pakungwati terbagi
menjadi dua kesultanan; daerah Panembahan Sepuh (Kasepuhan), dan daerah
31
Wilayah bawhan kerajaan Cirebon hingga tahun 1530 sudah meliputi lebih dari separo
Provinsi Jawa Barat sekarang, dan dihuni oleh banyak penduduk. Sekalipun demikian sebahagian
penduduk masih beragama non Islam. Hal tersebut akan menimbulkan bahaya bagi kelangsungan
hidup kerajaan Cirebon yang berdasarkan agama Islam. Zainal, Op.cit, hal. 14. Lihat juga buku,
Unang Sunardjo, Masa Kejayaan Kerajaan Cirebon Kajian dari Aspek Politik dan Pemerintahan,
(Cirebon: Yayasan keraton Kasepuhan Cirebon, tt).
32
Nina H. Lubis, dkk., Sejarah Perkembangan Islam di Jawa Barat, Tp, Tt, hal. 21-22
33
Zainal, Op.cit, hal. 14-15
34
Bambang Irianto, Ki Tarka Suta Rahardja, Sejarah Cirebon Naskah Keraton
Kacirebonan Alih Aksara dan Bahasa Teks KCR 04, edit, M. Muhtar Zaedin, Panji Darussalam,
(Yogyakarta: deepublish), 2013, hal. 63
51
37
Ibid.
38
Mahrus El-Mawa, Naskah Kuna dan Trend Studi Islam Mengungkap Naskah Kuna
Koleksi Masyarakat Cirebon: Sebuah Catatan Filologis sebagai Trend Studi Islam di PTAI, tp, tt,
hal. 5
53
39
http://kasultanankacirebonan1.blogspot.co.id/, di unduh pada tgl, 15 Desember 2016.
40
Agus, wawancara di lakukan pada tgl, 13 November 2016, jam 10.10
54
41
Abdul Hakim, Al-Qur’an Cetak di Indonesia: Tinjauan Kronologis Pertengahan Abad
ke- 19 hingga Awal Abad ke-20, dalam Jurnal Suhuf, Vol. 5, No. 2, 2012, hal. 233
42
Bernama Syekh Hasanuddin putera Syekh Yusuf Sidik. Ia seorang ulama terkenal di
Cempa. Syekh Hasanuddin mendirikan pondok di daerah Karawang. Menurut salah satu sumber,
Syekh Hasanudin mengutamakan pembacaan kitab suci Al-Qur’an atau “Qiro’at”, karena itulah
Syekh Hasanuddin kemudian terkenal dengan nama Syekh Quro’. Nina H. Lubis, dkk., Sejarah..,
Op. Cit, hal. 16-17
43
Dalam lagam jawa disebut datuk kafit.
55
sekitar tahun 1952, keadaan naskah banyak yang hancur, dan dibuang.
Mushaf F berbahan kertas Eropa, ukuran 33 x 21 x 5,5 cm, bidang teks 22
x 13 cm. Cap kertas terteraErve Wysmuller. Menurut keterangan Russell
Jones, kertas dengan cap seperti itu berasal dari pertengahan abad ke-19,
sekitar 1850-1964. Mushaf ini tidak lengkap, bagian depan adalah akhir
Surah al-Baqarah dan bagian akhir Surah al-Munafiqun. Mushaf ini
merupakan “ayat sudut” atau “ayat pojok”m artinya, setiap halaman
diakhiri dengan penghabisan ayat.
Russell Jones, kertas jenis ini memiliki rentang waktu antara 1855 hingga
1870. Mushaf tidak lengkap, yang tersisa mulai Surah al-Ma’idah hingga
Surah al-Mulk.
10. Mushaf J (MDJ-5). Mushaf koleksi Masjid Dog Jumeneng, kertas Eropa.
Ukuran 33 x 21 x 4 cm, bidang teks 24 x 14 cm. Mushaf tidak lengkap.
61
11. Mushaf K (MBM-1). Mushaf ini terletak di makam Mbah Buyut Muji,
seorang abdi dalem Kraton Kasepuhan, tokoh penyebar Islam pada sekitar
tahun 1600 – demikian menurut juru kunci. Kondisi mushaf rusak parah
dan sangat rapuh, karena penyimpanan yang tidak layak. Mushaf
dibungkus kain dan ditaruh begitu saja di atas pintu makam. Ukuran
mushaf 26,5 x 21,5 x 6 cm, bidang teks 19 x 13,5 cm. Bagian pojok bawah
kotor, menunjukkan bahwa mushaf ini sering dibaca.
12. Mushaf L (KCR-1). Mushaf ini koleksi Kraton Kacirebonan. Kraton ini
mengoleksi sekitar 50 naskah dari berbagai kategori, tiga di antaranya
mushaf Al-Qur’an. Kondisi mushaf rusak dan tidak lengkap, dimulai pada
juz dua hingga Surah al-Muddassir. Ukuran 32 x 20 x 5,5 cm, bidang teks
22 x 12,5 cm. Kertas Eropa, dengan dua macam kertas, bagian depan
bercap tandingan JW HATM 1812, dan kedua MWI dan VI (?) – sementara
cap kertasnya sendiri kurang jelas gambarnya. Dengan angka tahun 1812
62
yang tercantum dalam cap kertas, dapat diasumsikan bahwa naskah ini
berasal dari sekitar tahun 1815-1816. Bagian pojok bawah kotor, diduga
dahulu sering dibaca. Bagian pojok yang hancur kadang-kadang diberi
lapisan kertas lagi. Mushaf ini memiliki banyak catatan qira’at di pinggir
halaman, khususnya qira’at Nafi’, dengan tinta merah. Mushaf ini
menggunakan qiraat Nafi’ namun selalu disertai dengan keterangan bacaan
Hafs dalam warna biru di pinggir halaman.
13. Mushaf M (KCR-2). Koleksi Kraton Kacirebonan, ukuran agak kecil, 19,5
x 13 x 6 cm, bidang teks 12,5 x 8,5 cm. Namun mushaf ini telah
mengalami pemotongan ulang, karena banyak teks di pinggir ahalaman
yang terpotong. Kondisi naskah rusak, tidak lengkap. Tidak seperti
kebanyakan mushaf yang beriluminasi di awal, tengah, dan akhir, naskah
ini beriluminasi pada setiap awal surah. Hiasannya mencerminkan motif-
motif khas Cirebon – setiap surah dengan iluminasi yang berbeda. Kepala
surah ditulis dengan kaligrafi floral yang unik.
63
Telah selesailah daripada menyurat Qur’an al-Azim ini pada hari Isnain
empat belas hari bulan Zilqa’dah itungan ahadiyah daripada hijrah Nabi
sallallahu alaihi wa sallam seribu dua ratus tujuh puluh [7 Agustus 1854]
betul di dalam negeri Palembang di Kampung Pedatu'an dengan suratan
faqir al-haqir al-mu’tarif biz-zanb wat-taqsir Kemas Haji Muhammad
Azhari ibn Kemas Haji Abdullah ibn Kemas Haji Ahmad ibn Kemas
HajiAbdullah ibn Mas Nuruddin ibn Mas Syahid ghafarallahu li wa lahum
wa li-jami’il-muslimin. Amin.
Mushaf ini ber-‘saudara’ dengan mushaf cetakan al-Azhari tahun 1848
(inilah mushaf cetakan tertua di Asia Tenggra sejauh yang diketahui
hingga kini) milik Azim Amin, Palembang. 45Temuan ini membuktikan
bahwa percetakan milik al-Azhari itu, paling kurang, masih produktif
hingga 6 tahun. Mushaf Al-Qur'an cetakan Palembang di Masjid Dog
Jumeneng ini tidak lengkap lagi. Bagian awal mulai dari halaman 131
(Surah al-An'am), namun bagian akhir mushaf lengkap dengan Doa
Khatam Qur'an dan kolofon. Kertas yang digunakan berbeda dengan
mushaf cetakan tahun 1848. Cetakan terdahulu menggunakan kertas putih
tipis, sedangkan mushaf ini dengan kertas Eropa biasa. Mushaf ini
menggunakan sistem “ayat sudut”.
Lihat:
45
http://quran-nusantara.blogspot.com/search/label/Sumatera
%20Selatan.
65
16. Mushaf P (EPJ-3). Mushaf ini milik EPJ, ukuran 32 x 20 x 6 cm, bidang
teks 23 x 13 cm. Cap kertas VDL. Kondisi naskah tidak lengkap, bagian
depan hancur, dan dimakan rayap. Mushaf ini tidak memiliki kolofon,
namun berdasarkan ciri-ciri yang ada, yaitu kaligrafi dan iluminasinya,
dapat diketahui bahwa mushaf ini adalah cetakan Singapura, akhir abad ke-
19.
17. Mushaf Q (MDJ-7). Mushaf koleksi Masjid Dog Jumeneng, ukuran 33,5 x
24 x 3 cm, bidang teks 26 x 16 cm. Kondisi naskah tidak lengkap, bagian
awal mulai dari Surah al-Baqarah. Berdasarkan ciri-ciri yang ada, dapat
dikenali bahwa mushaf ini cetakan India, akhir abad ke-19.
Dari kedelapan belas mushaf kuno yang berasal dari Cirebon diatas hanya satu
mushaf yang menggunakan selain bacaan Imam Hafs dari Imam Asim yaitu,
mushaf dengan kode KCR-1 yang berasal dari Keraton Kacirebonan. Yang dalam
piasnya terdapat bacaan Hafs dan Nafi’. Tetapi tulisan utama tidak semuanya
menggunakan qiraat Hafs ada juga bacaan Abu Amr dan juga Ibn Amir.
Sedangkan untuk rasm-nya ada yang masih menggunakan rasm imla’i, atau
tulisan ejaan bahasa arab seperti, الليلpada mushaf nomor dua belas dan tiga belas
menuliskannya الليلsedangkan penulisan mushaf usmaniاليلdan sebagian juga ada
yang sudah menggunakan tulisan usmani, seperti kata الصالةpada mushaf terakhir
dalam menuliskan kata tersebut sudah menggunakan ejaan usmani الص ٰل وة,
kemudian pada kata مالكditulisٰم لك.