Anda di halaman 1dari 5

AMARTA

Selama ini aku telah mengeluarkan semua usahaku untuk mendapat sebuah perhatian dan
pengakuan, bahwa yang tidak cantik juga layak dan berhak menerima perlakuan yang sama. Namun,
semua usahaku tetap sia-sia. Kenyataan semuanya jahat, bukan tentang takdir yang telah tergariskan,
hanya saja tak tertebak dan meninggalkan luka mendalam lagi. Bagiku dunia sangat licik, mereka
berpihak pada seseorang yang fisiknya baik, bukan hatinya yang baik.

Arunika : Nirmala, Kamu sudah mengerjakan tugas dari Pak Abdar belum? Terakhir dikumpulkan hari ini
lho, kalau tidak mengumpulkan, bisa bisa nanti dihukum sama Pak Abdar.
Nirmala : …..
Arunika : Nirmala, kenapa melamun dari tadi? Ada yang sedang kamu pikirkan?
Nirmala : Eh? Tidak ada kok, Arunika. Oh iya tugas Pak Abdar ya, aduhh bagaimana aku bisa lupa?
Arunika : Tidak apa-apa, Nirmala. Mau lihat punyaku?
Nirmala : Memangnya tidak apa-apa jika aku menyontek punyamu begini, run?
Arunika : Tidak apa-apa dong, Nir. Namanya juga terdesak.

Sementara itu, disaat Nirmala sedang sibuk mengerjakan tugasnya, ada Anala seorang gadis
yang sangat terkenal di sekolah karena mempunyai paras cantik. Ia sedang sibuk mengikir kuku miliknya
dengan tak sama sekali mempedulikan tugas yang harus ia kerjakan.

Kinara : Al…Alana, sudah mengerjakan tugas Bahasa Indonesia, belum?


Alana : Untuk apa? Memangnya perlu ya? Dari pada mengerjakan hal tidak ada gunanya seperti itu,
lebih baik aku mengikir kuku ku, biar aku jadi semakin cantik. Nih, lihat! cantik, kan?
Kinara : Memangnya kamu tidak takut kalau kamu kena marah Pak Abdar, Al?
Alana : Heh.. memangnya kamu pernah lihat aku dimarahin Pak Abdar? Yang ada Pak Abdar pasti masih
membelaku! Kalau tidak percaya lihat saja nanti!
Kinara : Iya…iyaa aku percaya

Sosok yang selama ini ditakut-takutkan para siswa pun akhirnya menampakkan batang
hidungnya. Benar saja, Pak Abdar menagih tugas yang seminggu lalu telah diberikannya.

Pak Abdar : Selamat siang, anak-anak. Tugas yang sudah bapak berikan seminggu lalu tolong
dikumpulkan! Dan ya, seperti biasanya yang tidak mengerjakan silahkan keluar!
Arunika : Fyuh, untung saja tugasmu sudah selesai, Nir. Aku tidak bisa membayangkan jika kamu terkena
hukuman Pak Abdar.
Nirmala : Iya, Run. Terimakasih banyak ya karena sudah mengizinkanku melihat tugas milikmu, kalau
tidak ada bantuanmu, aku pasti sudah keluar saat ini.
Aruna : Sama-sama, Nirmala. Santai saja, kamu juga sering membantuku, anggap saja ini balas budiku.
Oh ya, kok tumben sekali tidak ada yang kena hukuman, syukurlah semua teman kita sekarang peduli
dengan tugasnya.
Nirmala : Eh iya ya, Run. Syukurlah

Pak Abdar : Anak-anak, setelah saya hitung keseluruhan buku hanya ada 29 buku yang ada di meja saya.
masih kurang satu buku lagi! Siapa yang tidak mengumpulkan? Jujur!! Silahkan keluar sekarang!
Alana : Saya, Pak. Maaf karena semalam saya terlalu lelah dan tidur terlalu lelap hingga tadi saya bangun
kesiangan, lalu buku Bahasa Indonesia saya tertinggal karena saya terburu-buru, maafkan saya ya, pak.
saya sudah mengerjakan kok, hanya saja bukunya tertinggal.
Pak Abdar : Oh, Jadi kurang bukunya Alana? Iya tidak apa-apa kok, Alana. Karena matamu bagus dan
tidak menunjukkan kebohongan, maka saya maafkan. Lain kali kalau mengerjakan sesuatu
sesanggupnya saja, jangan terlalu memaksakan hingga lelah seperti kemarin.
Alana : Baik, Pak. Terimakasih ya, Pak. Bapak adalah guru paling pengertian di dunia ini.
Pak Abdar : Ah bisa saja kamu ini, Alana.

5 menit kemudian terdengar suara bentakan yang dikeluarkan dari mulut Pak Abdar

Pak Abdar : Aruna dan Nirmala! Silahkan maju kedepan!

Aruna dan Nirmala terkejut dan saling bertatapan, mereka sangat takut dan pasrah kepada Sang
Penguasa Semesta untuk hal-hal yang akan terjadi beberapa detik ke depan.

Nirmala : i..iya, Pak. Ada apa?


Pak Abdar : Ada apa, ada apa! Bagaimana bisa tugas kalian mempunyai jawaban yang sama? Siapa yang
mencontek? Jujur kepada saya! Saya tidak suka kebohongan, ayo jujur atau saya beri hukuman sebulan
tidak boleh mengikuti pelajaran saya!
Suasana masih hening, dari kedua insan tersebut masih tidak ada yang berani berbicara, Namun
beberapa detik kemudian, Nirmala memberanikan diri untuk menerima konsekuensi dari apa yang
sudah ia lakukan.
Pak Abdar : Tidak ada yang mengaku? Baiklah dua duanya saya beri hukuman!
Nirmala : Saya, Pak. Saya yang mencontek, tolong biarkan Aruna duduk, dan hukum saya saja. Hanya
saya, Pak.
Pak Abdar : Ohh, jadi kamu si pemalasnya? Mengerjakan tugas saja malas sekali? Bagaimana bisa sukses
kamu? Bagimana otakmu bisa berkembang jika menjawab soal saja harus melihat milik temannya. Saya
kasih kalian nilai 0

Mendengar hal tersebut, Nirmala sangat marah dan memberikan tatapan yang tajam kepada
orang yang dinggapnya bukan manusia tersebut. Bagaimana tidak marah? Sangat terlihat jelas
perbedaan perlakuan Pak Abdar kepada Alana dan Nirmala. Dan hal ini tidak adil ini sudah terjadi
kepadanya selama beberapa kali. Kali ini, Nirmala sudah tidak bisa bersabar lagi seperti sebelumnya,
sebab hukuman yang diberikan sungguh tidak sebanding.

Pak Abdar : Sopan kamu memelototi saya seperti itu? Masih mau saya kasih hukuman? Masih kurang
saya kasih nilai 0?

Nirmala tetap bungkam dengan sorot matanya yang masih menajam ke arah mata Pak Abdar
sembari berjalan mundur kearah kursinya. Di sampingnya, Aruna berusaha menenangkan, sedangkan di
sudut kelas terlihat Anala yang sedang tersenyum licik menikmati pertunjukan yang sangat
menyenangkan hari ini.
Bel istirahat pun berbunyi, namun Nirmala tampak tak selera untuk makan. Emosinya masih
berantakan, ia hanya berdiam dengan mata yang berkaca-kaca dan dada yang masih sesak menahan
tangis.

Setelah istirahat berlangsung para siswa segera berganti baju olahraga karena pelajaran olahraga
segera dimulai. Nirmala dan teman temannya segera menuju ke lapangan, materi hari ini adalah roll
depan dan meroda. Mereka segera bersiap untuk melakukan pemanasan.

Alana: Aduh, memangnya wajib sekali ya roll depan seperti ini?


Kinara : Iya dong, Al. Sudahlah ikuti saja, tidak susah kok.
Alana : Aku tau kalau tidak susah, tapi bagaimana jika kerudungku rusak? Aku menghabiskan waktu
setengah jam untuk bisa membuat kerudungku jadi tegak seperti ini.
Kinara : Huft, terserah kau saja lah, Al.
Alana : Lihat saja nanti, Pak Budi akan menuruti permintaanku.

Setelah semua siswa melakukan roll depan, giliran Alana pun tiba.

Alana : Aduh, Pak. Saya pusing sekali sekarang, minggu depan aja ya, pak.
Pak Budi : Oh begitu ya, Alana. Yasudah jangan ikut jogging dulu, minggu depan saja. Kesehatan Alana
lebih penting daripada nilai yang tidak seberapa ini.
Alana : Yeay terimakasih, bapak.

Alana : Tuh kan, apa kataku.


Kinara : (memasang muka malas)

Azalea : Ih, bisa-bisanya Pak Budi mengizinkan Alana tidak ikut jogging?
Melati : Iya, tidak adil sekali. Padahal kan Alana cuma pura-pura.
Jasmine : Kelihatan sekali guru-guru kalau pilih kasih.
Melati: Karena jaman sekarang kan yang cantik pasti menang.
Azalea : Iya benar sekali, aku jadi ingin jadi cantik.
Jasmine : Aku jadi kasihan dengan Nirmala dan Aruna, Cuma gara-gara begitu saja Pak Abdar bisa marah.
Melati : Iya, sedangkan Alana yang malas seperti itu saja selalu dibela oleh para guru.
Azalea : Selama ini, padahal Alana tidak pernah mengerjakan tugas, dia selalu bermain ponsel saat guru
menjelaskan, cari-cari perhatian, melanggar peraturan sekolah, aduh banyak sekali deh pokoknya.
Jasmine : Bagaimana bisa anak yang tidak punya tata krama dan tanggung jawab seperti itu bisa menjadi
anak emas guru-guru.
Melati : iya benar, percuma cantik kalau otaknya kosong.
Melati, Azalea, Jasmine : Hahahahaha.

Keesokan harinya, saat jam pelajaran BK dimulai…

Bu Lingga : Anak-anak bagaimana kabarnya? Ada yang merasa sedih hari ini? Atau ada yang merasa ada
yang mengganjal di lubuk hati kalian? jika mau silahkan konsultasi dengan ibu ya, untuk minggu ini ibu
membuka sesi konsultasi.
Nirmala : …..
Aruna : Nir, aku melihat kamu tidak baik baik saja seminggu ini, apakah ada masalah?
Nirmala : Tidak kok, Run.
Aruna : Ayolah Nir, jangan bohong, jika itu memang menggaggu pikiranmu cobalah untuk membaginya
dengan Bu Lingga.
Nirmala : Tidak, Run. Aku tidak apa-apa.
Aruna : Nirmala…jangan mencoba membohongiku, aku sudah mengenalmu sejak lama. Jika memang
kamu tidak mau membaginya ke Bu Lingga, bagilah denganku, Nir. Aku siap mendengarkanmu.
Nirmala : Sebenarnya aku masih memikirkan perlakuan Pak Abdar kemarin. Aku tau aku salah, namun
mengapa Alana yang sama salahnya denganku masih dibela?
Nirmala: Mengapa dunia hanya milik orang yang beparas menawan, Run? Penampilan kita memang
berbeda, paras kita memang berbeda, namun kita sama-sama ciptaan Tuhan, Run. Dunia diciptakan
untuk kita, sesama HambaNya. Namun kenapa? Kenapa banyak manusia yang mempunyai pikiran
bahwa paras adalah segalanya. Tidakkah itu semua salah, Run?

Aruna : Benar, Nir. Kita semua sama, mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing. Tidak ada
manusia yang sempurna, Ada yang parasnya cantik namun hatinya tidak, dan ada pula yang sebaliknya,
namun menurutku, lebih baik seseorang yang hatinya cantik sepertimu, paras bukanlah apa-apa. Sudah,
Nir. Tidak apa-apa, jelas pantas rasanya untuk diterima. Namun banyak hal yang tidak bisa kamu
kendalikan, terima saja. Dunia memang seperti itu tidak adil, Nir.

Nirmala : Jika paras memang bukan apa-apa, lantas mengapa selama ini manusia hanya memperlakukan
mereka yang cantik seperti Ratu, dan mereka yang tidak cantik malah diperlakukan sebaliknya.

Aruna : Nirmala, dengar. Jika dari perspektif zaman bahwa fisik lebih penting, lantas mengapa jiwa yang
diangkat ke langit sedangkan fisik dibiarkan membusuk begitu saja di dalam tanah?

Nirmala : … (menangis)

Aruna : Sudah, Nirmala. Jangan menangis. Lapangkan dada saja.

Saat jam pulang sekolah, Alana pun dipanggil oleh guru BK


Bu lingga : Alana, sebentar lagi kenaikan kelas, namun nilaimu masih sangat kurang untuk bisa kami
toleransi. Jika kamu masih seperti ini, kemungkinan kamu tidak bisa naik kelas
Alana : Haduh ibuu… saya capek.
Bu lingga : Jika kamu tetap mementingkan rasa malasmu, tanggung sendiri nanti akibatnya.
Alana : Sudah kan bu mengocehnya? Saya izin kembali
Bu lingga : (geleng geleng kepala)

Benar saja, Alana betul-betul tidak naik kelas

Anda mungkin juga menyukai