Anda di halaman 1dari 12

NASKAH DRAMA BHINEKA TUNGGAL IKA

“PERBEDAAN TIDAK MEMBEDAKAN KITA”


KELOMPOK 3 KELAS 9E

ANGGOTA KELOMPOK:

1. Aisyah Tri Ajeng Ramadhani (03)


2. Alviano Nur Rasyya (04)
3. Devha Muhammad Nabil (09)
4. Ersa Maulani Rosyida (11)
5. Ismi falihah nabila (15)
6. Kartika Kirana (17)
7. Mouldy Yolanda Zubir (21)
8. M. Siran Rabbany Rahman (22)
9. Nayla Rafa Fauzia (26)
10. Nikki Marjan Durori (27)
11. Rendy Dio Novindar (31)
12. Siti Norriah Ningsih (32)
SMP NEGERI 62 SURABAYA

Judul : Perbedaan Tidak Membedakan Kita


Tema : Bhinneka Tunggal Ika
Penulis : Nayla Rafa, Mouldy dkk
Tahun : 2023
Pemain :
-Aisyah Tri Ajeng Ramadhani sebagai Siswi bernama Guca berasal dari Sydney
- Alviano Nur Rassya sebagai Siswa bernama Alan berasal dari Nganjuk
- Devha Muhammad Nabil sebagai Guru Mengajar Pak David
- Ersa Maulani Rosyida sebagai Siswi bernama Xylina berasal dari Belanda
- Ismi Falihah Nabila sebagai Siswi bernama Niken berasal dari Jakarta
- Kartika Kirana sebagai Siswi bernama Kira berasal dari Prancis
- Mouldy Yolanda Zubir sebagai Siswi Nadien berasal dari Jakarta
- M. Siran Rabbany Rahman sebagai Siswa bernama Bagas berasal dari Medan
- Nayla Rafa Fauzia sebagai Siswi bernama Aruna berasal dari Surabaya
- Nikki Marjan Durori sebagai Siswa bernama Arkan berasal dari Magetan
- Rendy Dio Novindar sebagai Siswa bernama Aldo berasal dari Surabaya
- Siti Norriah Ningsih sebagai Siswi bernama Gita berasal dari Surabaya

Perbedaan Tidak Membedakan Kita

Jam menunjukkan pukul 6 lebih 40. Suasana Sekolah Menengah Pertama Negri
Pancasila pada pagi ini tidak berbeda dari hari sekolah biasanya. Dipenuhi oleh
sanak ramai dari siswa maupun siswi yang berkeliaran di sekitar-an sekolah,
sehingga membangun kehidupan aktif di sekolah seperti biasa.

Tidak berbeda dengan lingkungan di sekitar kelas 9E yang juga ramai dengan
berbagai perbincangan para siswa dan siswi yang ada.

Pagi ini ruang kelas terasa dingin, sepi dan sunyi sebab baru saja beberapa siswa
dan siswi yang hadir.
Beberapa siswa dan siswi yang telah hadir tersebut sembari menunggu bel masuk
jam pertama yang akan dimulai hari ini dan beberapa teman mereka, ada yang
saling mengobrol santai, ada juga yang me-review pelajaran kembali, dan ada juga
yang sibuk dengan dirinya sendiri.

Bagas: “Gimana sih ini kok belum ada yang datang? Ini memang aku yang datang
kecepetan atau belnya yang agak lambat? Kelamaan ini nunggunya cak!”

Dengan notasi nada yang sedikit tinggi, Bagas berbicara sembari mengecek kembali
jam tangannya.

Aldo: “Iya kan, Gas? Mendingan tadi tidurnya tak lama lama’in aja, tidur nyenyak
daripada nggak ngapa ngapain kayak gini disini, gass.”
Aldo menjawab dari posisinya yang agak jauh dari Bagas dan sedikit menggunakan
nada tinggi.

Merasa terganggu dengan obrolan kedua orang tersebut. Aruna yang sedang
mempelajari beberapa bab yang telah ia rangkum semalam, segera menegur Bagas
dan Aldo.

Aruna: “Waduuuh, Gas, Aldo, jangan kenceng-kenceng dong kalo ngomong. Banyak
anak yang lainnya loh ini.”

Ditegur oleh Aruna, Bagas hanya mencibir dan merenggut, sedangkan Aldo tanya
tersenyum merasa malu dan bersalah sembari menggosok tengkuknya.

Di antara perbincangan ketiga orang tersebut, Arkan dan Kira masuk ke dalam
ruangan kelas.

Arkan: “Woy Bagas! Dari pada banyak ngomong kamu ini, mendingan kasih
contekan aku tugas dari bu Ayu kemarin, gas!”
Arkan berbicara dengan permen karet yang masih ia kunyah dalam mulutnya.
Menghampiri Bagas dan duduk dibangku sebelah Bagas, merangkul dengan akrab.
Bagas: “Arkan, Arkan. Aku aja belum selesain tugas dari bu Ayu, gimana caranya
mau nyontekin kamu?”

Arkan: “Halah, kau ini jangan lah berbohong padaku seperti itu, Gas! Tau lah aku ini
kau tidak mau memberi aku jawabanmu, kan? Tak perlu juga lah kau sampai
bohongi aku kayak gitu, Gas!”

Bagas: “Woy, Kan. Aku ini beneran ngerjain ya, kalau kamu nggak percaya lihat ini
bukuku!”

Dengan buku tulis mata pelajaran IPS yang diajarkan oleh Bu Ayu di tangan Bagas.

Bagas: “Ini lho cek’en belom ada jalannya.”

Kira yang datang dengan Arkan, segera duduk bersama Aruna dengan posisi
bangku kedua anak perempuan tersebut persis di belakang Bagas dan Arkan.

Kira: “Arkan, daripada lihat Bagas mending nanti kita kerja sama aja. Kemarin Bu
Ayu gak keberatan kan kalo misalnya kita saling bantu ngerjain tugas bersama.
Bareng Aruna juga gimana, Na?”

Aruna: “Wah, oke juga idemu, Ra. Bisa tukar pikiran juga kan kalo kerja sama gitu.
Tapi punyaku sudah selesai kemarin, jadi enaknya gimana?”

Kira: “Kalo menurutku kamu tetap mau ikut juga enggak apa-apa, Na. Tapi jangan
sampai kayak membiarkan yang lain malah nyontek kamu dan gak mikir sendiri, jadi
kan kamu bisa jadi pengoreksi kalo semisalnya jawaban yang lain kurang tepat, Na.”

Aruna: “Oh iya-iya, benar juga katamu, Kira.”

Gita: “Heh, aku juga pingin ikut, rek! Aku ada beberapa yang bingung maksudnya
apa. Bolehkan kalau aku juga ikut kalian semua?”
Aruna: “Ya pastinya boleh lah, Git. Jadi enaknya mau kapan nih?”
Tak disangka tiba-tiba salah satu siswi yang ada di dalam ruang kelas mendegar
pembicaraan mereka dan membalas dengan tidak baik.

Nadien: “Sekarang ternyata ada ya, Ken, taktik buat nyontek dengan kedok kerja
sama. Nyontek aja bisanya kalian ini. Kayak aku dong, aku salah satu siswi di SMPN
ini yang menjadi siswi kebanggaan. Sampai semester 5 sekarang aja aku masih bisa
dapet nilai baik, enggak kayak kalian. Tch, Aku tidak tahu bagaimana aku bisa
bersama kalian semua yang menjadi orang orang bodoh. “

Setelahnya, ucapan Nadien dilanjutkan oleh teman sebangkunya, Niken.

Niken: “Iya, Nadien, bener tuh! Bilangnya sih kerja bareng tapi palingan juga kedok
buat nyontek. Kalian itu anak umur berapa sih? Kok masih suka nyontek kerjaan
punya orang lain, memangnya kalian enggak bisa mikir sendiri apa? Duh, please
deh ya.”

Tak terima dengan omongan kedua anak tersebut, yang lainnya mengambil tindakan
dengan menegur.

Kira: “Kalian tuh apaan sih, kalo ngomong yang baik-baik aja kali! Enggak usah
pakai ngegas, bisa kan? Lagian kita nya juga beneran kerja bareng.”

Alan: “Enggak tahu nih, temen-temenku di ejek kayak begitu, ini dua duanya
perempuan tapi kok enggak bisa jaga omongan.”

Niken: “Waduh, ngomong apa sih kalian ini? Kita ini dilingkungan sekolah ternama,
gak seharusnya kalian pakai bahasa daerah yang gak seberapa itu!”

Gita: “Emang kebanyakan ngomong kalian berdua ini. Heh, Nadien, Niken, tak
ingatkan kalo lupa, kalian itu sekolah masih Surabaya, enggak mau mengerti dan
mempelajari bahasa asli sini tuh gimana maksud e seh?”

Belum sempat Niken dan Nadien kembali membalas, datang lah Guca dengan rasa
kebingungan dengan apa yang sedang terjadi.
Guca: “Ey apa yang salah? kok kalian berisik banget? Aku baru saja datang sudah
disambut sama hal yang kaya gini. Masih pagi saja sudah berisik begini, dasar orang
orang yang menyebalkan.”

Kira: “Enggak ada apa-apa, datang-datang kepo amat sih, bule? Mending kamu
langsung duduk aja deh,” ujar Kira sambil melirik sinis.

Mendengar jawaban Kira yang menurut Guca tidak sopan terhadap dirinya, Guca
membalas perkataan tersebut sambil berjalan ke arah tempat duduknya.

Guca: “Kira, kamu sebaiknya tidak bicara sama aku kaya gitu, Aku cuma bertanya
tanya dan kamu menjawab pertanyaanku dengan tidak sopan? Bisa gak kamu lebih
sopan, Kira!”

Alan: “Waduh, jangan langsung ngambek gitu ta.”

Guca: “Siapa yang ngambek?, aku nggak ngambek kok,kamu aja yang nyebelin.”

Aldo: “Waduh mbak mbak, kamu ini dikasih sabar kok sama aja. Belum pernah
kena lempar sandal kah?”

Guca: “Aldo, aku bilang, bicara pakai Bahasa Indonesia, kalau kamu tidak bisa
berbicara bahasa Inggris. Aku tidak mengerti!” mu di

Belum sempat Aldo membalas, siswi lain yang berada dalam kelas tersebut
berbicara.

Xylina: “Temen- temen, serius? Aku merasa butuh bantuan di sini, disini aku
ngerasa suasana kelas pagi-pagi langsung panas banget, asli. Habis gini Pak David
masuk dan kalian terus saling berteriak seperti anak kecil? Serius, saya sarankan
kalian lebih baik untuk menghentikan itu.”

Tak lama, terdengar bel pertama pertanda masuk berbunyi.


Murid-murid yang berada dalam kelas tersebut terdiam. Masih merasakan emosi
dalam diri mereka masing-masing namun juga mencerna perkataan teman mereka
yakni Xylina yang telah menyadarkan mereka semua.

Aruna: “Oke, Terimakasih, Xylina, sebelumnya. Dan bener rek, lebih baik kalian
hentikan pertengkaran enggak jelas ini karena bel masuk sudah berbunyi dan pasti
enggak lama habis ini Pak David masuk. Daripada nanti kelas kita dicap kelas yang
enggak disiplin, kan? Setuju enggak?”

Arkan: “Setuju.”

Alan: “Setuju.”

Kira: “Bener tuh, setuju.”

Aldo: “Aku pastinya juga setuju rek.”

Gita: “Aku juga setuju.”

Guca: “Aku enggak setuju sebelum Kira minta maaf karena bertindak tidak sopan
kepada ku.”

Arkan : “Ca? Ayo, seriusan? Emangnya Kira bilang apa sampai bisa bilang dia ‘’ ke
kamu?

Niken: “Duh, enggak usah sok belain deh ya. Arkan, emangnya enggak denger apa
perkataan Kira tadi gimana?”

Xylina: “Ken? Ini kamu emang mau bikin anak sekelas gak kompak atau gimana?
Aku enggak ada tuh denger perkataan Kira yang gak enak, kamu kalau ada masalah
pribadi bilang aja, enggak usah jadi kompor buat orang lain.”

Kira: “Oke, semuanya berhenti. Baik, aku minta maaf, Ca, kalo misalnya kata-kata
aku tadi nyakitin kamu dan bikin kamu ngerasa gak dihargai.”
Tidak ingin memperpanjang urusan, Kira segera memutuskan untuk meminta maaf
kepada Guca. Namun tampaknya hal tersebut membuat beberapa yang lain tidak
puas.

Nadien: “Ca, menurutku sih ya, Kira enggak ikhlas deh minta maafnya, keliatan
banget dari ekspresi mukanya yang terpaksa. Huh, ?”
Bagaimana orang bisa begitu tidak sopan

Niken: “Bener tuh, lucu banget ya orang-orang sekarang, udah tau salah tapi minta
maaf aja masih ogah-ogahan. Beneran? Sekolah Negeri nomor satu disini nerima
murid kayak kalian? Maaf tapi sepertinya seseorang ketahuan gunakan cara curang
untuk masuk ke sekolah ini, ups?”

Kemudian, suara pintu kelas terbuka dan muncullah Pak David yang siap mengajar
pada jam pertama kelas 9E.

Pak David: “Selamat Pagi semuanya!

Semua murid 9E: “Selamat Pagi, Pak David!’’

Pak David: “Gimana kabar kalian semua?”

Xylian: “Baik, Pak! Alhamdullilah, sehat.”

Pak David: “Ada apa, anak-anak? Kenapa suasana kelas ini tidak bersemangat seperti
biasanya, nak?”

Aruna: “Tidak apa-apa, Pak. Hanya adanya perbedaan pendapat aja dari beberapa anak
kelas.”

Pak David: “Lho? Kenapa, nak? Kalo bapak boleh tau ada apa?”

Gita: “Udah biasa aja sebenernya, Pak. Tapi, maaf aja ya Pak sebelumnya. Itu lho pak, saya
langsung nyebut nama saja ya pak, si Nadien dan Niken. Tadi pagi tiba-tiba enggak tau
kenapa, mereka berdua langsung gak enak hati sama kita gitu, pak. Enggak enak banget
lah Pak, kasarannya.”

Nadien: “Enggak usah menyudutkan gitu dong, Git. Pak, sebenernya itu saya ngingetin
anak-anak biar enggak sering nyontek pekerjaan teman dan mau mulai mikir mandiri tapi
Pak bukannya malah sadar, mereka malah marah. Kalau bapak enggak percaya, bapak
boleh tanya Niken tuh, Pak.”

Niken: “Bener itu, Pak. Maunya mengingatkan yang lain kalau bagusnya ngerjain tugas
masing-masing karena kan pada dasarnya itu tugas diberikan agar kita bisa lebih mandiri
dan lebih bisa, tapi mereka malah mau nyontek itu gimana sih pak? Benerkan kalo saya dan
Nadien menginatkan mereka?”

Kira: “Kok kalian malah memutar balikkan fakta seakan kita yang salah ya? Yang
awalanya memulai terlebih dahulu itukan kalian?”

Nadien: “Ra, kamu gak lihat gimana kamu tiba-tiba nyerang Guca dengan
perkataanmu yang gak bikin dia nyaman? Mohon deh ya, bilang saja kalau kalian itu
salah, apakah itu terlalu susah untuk kalian semua?”

Guca: “Sudah tidak apa-apa, issokay. Lagipula aku sudah memaafkan, Kira. Dan
aku juga ingin meminta maaf pada Kira karena perkataanku padanya tadi terlalu
impulsif. Jadi, sudah jangan terlalu dipikirkan.”

Guca menoleh ke arah Kira dengan mimik wajahnya yang menunjukan penyesalan.

Meskipun Guca tampaknya menyesal dan mengakui kesalahannya, Nadien dan


Niken merasa kesal karena perasaan mereka yang seakan dipojokkan oleh lainnya.

Niken: “Tapi kan, Ca .... “

Pak David: “Okay, anak-anak. Masih ingatkan kalo ada saya didepan kelas sini?
Mohon tunjukkan rasa hormat kalian terhadap saya.”

Seketika seluruh anak di kelas 9E terdiam.


Pak David: “Jadi sebagian besar apa yang terjadi sudah terbayang jelas dipikiran
saya. Saya mengerti apa yang terjadi diantara kalian, dan jika boleh jujur saya
sangat kecewa karena saya sama sekali tidak mengharapkan anak murid saya
bertindak tidak terhormat.”

Pak David: “Anak-anak, ingatkah kalian pada perayaan 17 Agustus? Atau saat hari
Pahlawan Nasional, mungkin juga pada hari-hari istimewa dimana kalian bisa
kompak bekerja sama tanpa memandang asal usul, dan hal-hal lain seperti SARA?
Kalian tetap bisa menyampaikan ide-ide kalian tanpa membedakan ataupun
menolak ide yang lainnya.”

Pak David: “Jadi, bapak akan bertanya kepada kalian, sebuah pertanyaan klasik.
Baguskah menjadi seorang yang menghina asal atau ciri khas daerah orang lain?
Sedangkan yang diketahui secara umum adalah kita tinggal di Indonesia yang
memiliki banyak ragam Suku, Agama, Ras, maupun budaya dan macam-macamnya.
Sangat disayangkan anggota masyarakatnya masih belum bisa bersikap toleransi
tentang perbedaan satu sama lain.”

Xylina: “Tidak baik, Pak. Kita akui ini adalah kesalahan kita yang tidak bisa berpikir
lebih luas tentang perbedaan yang ada dan malah menanggapi perbedaan ini
seakan tidak ada apa-apanya di antara kita.”

Aruna: “Benar, Pak. Seharusnya kita bisa lebih bersikap toleransi dan mengerti
bahwa perbedaan itu selalu ada dimanapun dan apapun yang dimana hal tersebut
harus kita pahami.”

Pak David: “Kalau begitu, menurut kalian apa yang harusnya kalian lakukan
selanjutnya?”

Semua anak dalam kelas hening.

Pak David: “Oh tidak ada yang bisa menjawab pertanyaan saya?”

Lagi, kelas tetap dalam keadaan hening dan hanya suara detak jarum jam yang
terdengar kencang di antara kedua telinga siswa/siswi tersebut.
Pak David: “Minta maaf. Yang perlu kalian lakukan selanjutnya adalah saling
meminta maaf dan berjanji tidak akan mengulangi hal yang tidak terhormat seperti
itu lagi.”

Dengan begitu semua murid yang ada tersadar dan menatap satu sama lain dengan
ekspresi yang masih ragu-ragu jelas terpampang diwajah mereka.

Namun tak perlu waktu yang begitu lama mereka satu persatu saling mendatangi
bangku yang lainnya untuk mengambil tindakan terlebih dahulu kepada yang
lainnya.

Nadien: “Xylina, maaf ya sebelumnya tentang perkataanku yang mungkin tidak


mengenakamu. Aku hanya merasa tidak diajak oleh mereka dan merasa sedikit
kesal.”

Xylina: “Ya gapapa, Nadien. Aku juga minta maaf bilangin kamu anak perempuan
yang banyak banget ngomongnya.”

Disisi lain Kira dan Guca juga bersalaman dengan ekspresi menyesal diwajah
mereka.

Kira: “Maaf ya, Ca, misalnya kalo aku membuat kamu tidak enak hati tadi.”

Guca: “Tidak apa-apa, Kira. Aku juga minta maaf atas sikapku yang juga tidak
mengenakanmu.”

Dilain sisinya juga ada Niken, Gita, dan Aruna yang sudah berpelukkan bertiga
sambil berpura-pura terisak.

Gita: “Maafkan aku ya, teman-teman. Misalnya aku ada salah atau apapun yang
tidak mengenakkan hati kalian. Jujur aku gak bermaksud begitu.”

Aruna: “Iya, aku juga minta maaf ya teman-teman. Misalnya perkataanku ada yang
tidak mengenakkan dan membuat kalian sakut hati.”
Niken: “Aku yang bener-bener ngerasa bersalah, harusnya aku paham gak
sebaiknya bertindak seperti itu. Bertindak seperti tidak menghargai kalian, maaf
sekali ya, teman-teman semua.”

Aldo, Arkan, Alan, dan Bagas semuanya melihat dengan perasaan sedih yang tidak
nyaman dalam hati, namun juga ada perasaan lega terhadap yang lainnya.

Aldo: “Bagusnya emang gini ya, bikin tentram.”

Arkan: “Bener Do, apa katamu aku setuju.”

Sambil berpura-pura terisak, Bagas menjawab.

Bagas: “Aku terharu me lihatnya, jadi pinginn nangis.”

Alan hanya menggelengkan kepala dan tidak habis pikir dengan kelakuan teman-
temannya tersebut.

Pak David yang melihat juga merasa lega akhirnya murid-muridnya bisa
mendapatkan pelajaran yang baik atas kejadian ini.

Dengan begitu, pada jam pelajaran selanjutnya, kelas 9E melanjutkan pelajaran


dengan baik dan tenang dengan kerja sama tim yang lebih kompak.

Anda mungkin juga menyukai