Anda di halaman 1dari 3

KERUGIAN PRODUKSI DALAM JOB COSTING

1. Bahan Baku Sisa (Scrap)

Bahan baku sisa dapat berupa: (1) serbuk (filing) atau sisa-sisa yang tertinggal setelah bahan
baku diproses (serbuk gergajian kayu); (2) bahan baku cacat (defective) yang tidak dapat
digunakan maupun diretur ke pemasok; (3). Bahan rusak (spoiled) akibat kecerobohan
karyawan atau kerusakan mesin. Jika bahan baku sisa tersebut memiliki nilai maka dapat
dijual. Sebaiknya perusahaan melakukan analisis sepanjang waktu untuk menentukan: apakah
sisa bahan baku tersebut terjadi secara normal atau ketidakefisienan proses? apakah
ketidakefisienan tersebut dapat dihilangkan? Pertanyaan lainnya adalah bagaimana
memperlakukan hasil penjualan bahan baku sisa tersebut? Jika bahan baku sisa tersebut tidak
dapat dijual, bagaimana perlakuannya?

Secara umum perlakuan atas hasil penjualan bahan baku sisa (nilainya tidak signifikan) Jika
nilai bahan baku sisa signifikan maka bahan baku sisa akan ditampung dalam akun tersendiri
dan sediaan bahan baku sisa, dengan mengkredit akun barang dalam proses pesanan tertentu
dan mendebit sediaan bahan baku sisa menunggu sampai bahan baku sisa terjual.

Seharusnya bahan baku yang rusak dapat dideteksi sebelum dipergunakan. Jika hal ini dapat
dilakukan maka bahan baku rusak diretur ke pemasok. Di sinilah kemudian diperlukan
adanya kegiatan inspeksi yang menimbulkan kos inspeksi yang masuk dalam kategori kos
kualitas penilaian.

2. Produk Rusak (Spoiled)

Produk rusak (rusak yang dimaksud di sini bukan hancur) secara teknis dan ekonomis tidak
dapat dibetulkan. Produk ini sudah berupa produk baik setengah jadi ataupun jadi, tetapi tidak
sesuai dengan spesifikasi. Misalnya produk cetakan yang terbuat dari bahan baku plastik, jika
cacat tidak dapat dibetulkan. Oleh karena itu disebut spoiled goods. Untuk menentukan
bagaimana memperlakukan kos atau kerugian akibat produk rusak ini perlu ditelusuri apa
yang menjadi penyebab produk tersebut rusak. Bagaimana memperlakukan produk rusak?
Tergantung pada apa dan siapa yang menjadi penyebab.

3. Produk Rusak karena Pelanggan

Jika produk rusak disebabkan oleh pelanggan atau pemesan, misalnya pelanggan mengubah
spesifikasi produk yang dipesan sehingga produk yang terlanjur dikerjakan tidak terpakai
maka kerugian yang timbul dibebankan kepada pelanggan dengan menambahkan pada kos
produk pesanan. Produk rusak dicatat sebagai sediaan.

4. Produk Rusak karena Kegagalan Internal

Produk rusak dapat juga disebabkan kesalahan karyawan, kerusakan mesin, kesalahan proses,
dan lain sebagainya. Kos yang timbul akibat kerusakan ini dan tidak tertutup oleh hasil
penjualan produk rusak dibebankan ke kos overhead aktual dan dilaporkan secara periodik
kepada manajemen. Jika kerugian yang ditimbulkan cukup signifikan sehingga mendistorsi
kos produksi yang dilaporkan, sebaiknya kerugian tersebut dilaporkan secara terpisah dan
dilaporkan di Laporan Laba Rugi sebagai Rugi Luar Biasa. Jika kerusakan dapat diprediksi,
tetapi tidak dapat dihilangkan maka sebaiknya tarif overhead yang ditentukan sebelumnya
disesuaikan dengan memasukkan nilai kerugian dari produk rusak tersebut.

5. Produk Cacat (Defective Goods)

Produk cacat dapat diperbaiki. Proses pengerjaan produk cacat disebut dengan istilah rework
(pengerjaan kembali). Pengerjaan kembali produk dapat disebabkan permintaan pelanggan
yang meminta perubahan spesifikasi. Dalam hal pengerjaan ulang disebabkan oleh
permintaan pelanggan maka seluruh kos pengerjaan ulang dibebankan ke kos pesanan.
Pengerjaan kembali juga dapat disebabkan oleh kegagalan internal. Dalam hal pengerjaan
ulang disebabkan oleh kegagalan internal, misalnya kecerobohan karyawan, kegagalan proses
atau masalah mesin maka seluruh kos dibebankan ke overhead aktual. Jika kos pengerjaan
ulang lebih mahal dari kos membuat produk baru, sebaiknya produk cacat dijual saja.

6. Pengerjaan Kembali karena Pelanggan

penambahan komponen-komponen kos produksi tersebut dijurnal seperti biasa seperti


penambahan kos. Secara keseluruhan kos produksi yang semula sebesar Rp200.000 setelah
adanya penambahan kos akibat penambahan per suspensi menjadi Rp213.000 sehingga harga
jual pesanan menjadi 150% x Rp213.000 = Rp319.500. Pencatatan semua transaksi mulai
dari proses awal produksi sampai penyerahan pesanan dapat disimak pada Tabel 6.5 berikut.

7. Pengerjaan Kembali karena Kegagalan

Dengan menggunakan contoh kasus yang sama seperti di atas, kecuali: karyawan ternyata
keliru memasang per suspensi ketika perakitan sehingga perlu penggantian per sesuai dengan
spesifikasi pesanan.

Dari tujuh jenis kerugian produksi tersebut, manakah menurut Anda yang kosnya
paling merugikan bagi perusahaan? Jelaskan alasan Anda.

Menurut pendapat saya kerugian produksi yang paling merugikan kos bagi perusahaan adalah
Produk rusak, karena jika produk rusak sudah tidak bisa diperbaiki lagi sehingga tidak dapat
dijual kepada pelanggan. Dengan kata lain, hal itu merugikan perusahaan karena membuat
stok jual berkurang yang berakibat pada penurunan Segi produksi akan mempengaruhi
profitabilitas atau keuntungan dari sebuah bisnis. Singkatnya, apabila stok produksi
berkurang, maka produk yang dijual juga akan berkurang sehingga hal itu akan berakibat
pada pendapatan yang diterima.Lebih lanjut, tidak semua produk cacat akan bisa
disempurnakan lagi. Maksudnya, produk cacat juga mungkin bisa diperbaiki namun tidak
seperti produk yang layak jual semestinya. Dengan begitu, produk cacat akan dijual dengan
harga miring menggunakan gimmick diskon.Sebab, lebih baik menjual murah namun masih
mendapatkan sedikit keuntungan dibandingkan produk tersebut dijual secara umum tetapi
akan membuat pelanggan kecewa. Trik ini telah digunakan banyak perusahaan besar di
seluruh dunia.
Setelah mempelajari Modul 6, menurut Anda, apakah PT Komputer Scifindo mungkin
mengalami produk hilang secara alami? Jika ya, bahan baku apa yang mungkin
mengalami hal tersebut?

perusahaan mungkin mengalami produk hilang secara alami dalam beberapa situasi. Salah
satu bahan baku yang mungkin mengalami hal tersebut adalah komponen elektronik yang
rentan terhadap kerusakan atau kehilangan akibat faktor lingkungan atau penyimpanan yang
tidak tepat. Misalnya, jika komponen semikonduktor terkena suhu atau kelembaban ekstrem,
mereka dapat mengalami kerusakan atau kehilangan fungsionalitas. Oleh karena itu, penting
bagi perusahaan seperti PT Komputer Scifindo untuk memiliki pengendalian yang tepat
dalam hal penyimpanan dan perlindungan bahan baku agar dapat mengurangi risiko produk
hilang secara alami dan mengoptimalkan proses produksi mereka.

Anda mungkin juga menyukai