Anda di halaman 1dari 9

Kerugian Dalam Proses Produksi

Kerugian berdasarkan pesanan tidak dapat dihindari. Kerugian produksi di sistem


perhitungan biaya berdasarkan pesanan ini digolongkan menjadi biaya bahan baku
sisa, biaya barang yang cacat dan biaya barang yang rusak. Salah satu cara dalam
meminimalisir jenis kegagalan mutu semacam ini adalah dengan menentukan
biayanya kemudian melaporkannya kepada manajemen puncak.
A. Bahan Baku Sisa (Scrap Material)
Bahan baku sisa terdiri atas :
1. serbuk atau sisa-sisa yang tertinggal setelah bahan baku diproses
2. bahan baku cacat yang tidak dapat digunakan maupun diretur ke pemasok
3. bagian-bagian yang rusak akibat kecerobohan karyawan atau kegagalan
mesin.
Bahan baku sisa kadangkala masih memiliki nilai ekonomis, tetapi ada juga
yang sudah tidak dapat dimanfaatkan sedikitpun. Meskipun demikian suatu
catatan atas jumlah atau nilai bahan baku sisa sebaiknya disimpan walaupun
pada kenyataannya tidak ada biaya yang dapat dibebankan ke persediaan bahan
baku sisa tersebut. Jumlah bahan baku sisa sebaiknya ditelusuri sepanjang
waktu dan dianalisis untuk menentukan apakah hal tersebut terjadi karena
penggunaan bahan baku yang tidak efisien dan apakah inefisiensi ini dapat
dihilangkan sebagian ataupun seluruhnya. Perlakuan terhadap bahan baku sisa
sangat tergantung dari harga jual bahan baku sisa tersebut. Jumlah yang
diperoleh dari penjualan bahan baku sisa dapat dipertanggungjawabkan dengan
berbagai cara, selama alternatif yang dipilih digunakan secara konsisten di
setiap periodenya. Apabila harga jual bahan baku sisa tidak signifikan biasanya
tidak dilakukan pencatatan sampai saat penjualan.
a. Hasil akumulasi penjualan bahan baku sisa dapat ditutup ke ikhtisar laba
rugi dan ditampilkan sebagai penjualan bahan baku sisa atau pendapatan
lain-lain. Ayat jurnal pada saat penjualan bahan baku sisa adalah sebagai
berikut:
Keterangan Debit Kredit
Kas/ Piutang usaha xxx
Penjualan bahan baku sisa/
xxx
Pendapatan lain-lain

b. Hasil akumulasi penjualan bahan baku sisa dapat dikreditkan ke harga


pokok penjualan, sehingga mengurangi total biaya yang dibebankan ke
pendapatan penjualan untuk periode tersebut. Mengurangi harga pokok
penjualan menyebabkan peningkatan laba untuk periode tersebut yang sama
halnya dengan melaporkan hasil penjualan tersebut sebagai penjualan bahan
baku sisa atau pendapatan lain-lain.
Ayat jurnal pada saat penjualan bahan baku sisa adalah sebagai berikut:
Keterangan Debit Kredit
Kas/ Piutang usaha xxx
Harga Pokok Penjualan xxx

c. Hasil akumulasi penjualan bahan baku sisa dapat dikreditkan ke pengendali


overhead pabrik, sehingga mengurangi biaya overhead pabrik dalam
periode tersebut. Apabila menggunakan tarif biaya overhead pabrik yang
ditentukan di muka untuk dibebankan pada masing-masing pesanan, maka
nilai realisasi bersih dari bahan baku sisa yang diperkirakan untuk periode
tersebut harus diestimasi dan dikurangkan dari estimasi biaya overhead
pabrik sebelum tarif biaya overhead pabrik dihitung. Apabila tidak
dilakukan maka tarif biaya overhead pabrik akan dibebankan terlalu tinggi.
Ayat jurnal pada saat penjualan bahan baku sisa adalah sebagai berikut:
Keterangan Debit Kredit
Kas/ Piutang usaha xxx
Pengendali overhead pabrik xxx
d. Jika bahan baku sisa dapat ditelusuri langsung ke masing-masing pesanan,
jumlah yang direalisasi dari penjualan bahan baku sisa dapat diperlakukan
sebagai pengurang biaya bahan baku yang dibebankan ke pesanan tersebut.
Biaya bahan baku di kartu biaya pesanan dikurangi dengan nilai bahan baku
sisa. Ayat jurnal pada saat penjualan bahan baku sisa adalah sebagai
berikut:
Keterangan Debit Kredit
Kas/ Piutang usaha xxx
Barang dalam proses xxx

Jika harga jual bahan baku sisa memiliki nilai yang signifikan, maka bahan
baku sisa akan dicatat sebagai ”Persediaan” dalam kartu persediaan pada
saat bahan baku sisa diserahkan oleh bagian produksi ke bagian gudang
sampai menunggu untuk dijual.
Ayat jurnal pada saat penyerahan bahan baku sisa adalah sebagai berikut:
Keterangan Debit Kredit
Persediaan bahan baku sisa xxx
Barang dalam proses xxx

Jika bahan baku sisa merupakan hasil dari bahan baku cacat atau bagian-
bagian yang rusak, maka harus dianggap sebagai biaya kegagalan internal
yang seharusnya dapat dikurangi atau dihilangkan. Bahan baku sisa jenis ini
harus ditentukan dan dilaporkan ke manajemen. Manajemen sebaiknya
mengambil langkah-langkah untuk mengidentifikasikan penyebabnya.

B. Barang Cacat (Spoiled Goods)


Dalam proses pengolahan produk, baik yang dilakukan berdasarkan pesanan
maupun berdasarkan proses, maupun metode campuran produk cacat seringkali
tidak bisa dihindari. Yang dimaksud dengan produk cacat yaitu produk yang
dihasilkan dalam proses produksi hasilnya tidak sesuai dengan standar mutu
yang ditetapkan, tetapi secara ekonomis produk tersebut dapat diperbaiki
dengan mengeluarkan biaya tertentu, dimana biaya yang dikeluarkan untuk
memperbaiki
lebih rendah dari nilai jual setelah produk tersebut diperbaiki.
Faktor penyebab terjadi produk cacat :
1. Bersifat normal
Dalam setiap proses produksi baik yang dilakukan dengan menggunakan
biaya pesanan, terjadinya produk cacat tidak bisa dihindari, maka untuk
memperbaiki produk cacat tersebut membutuhkan biaya tertentu. Perlakuan
biaya tambahan ini, akan dibebankan pada pengendali overhead pabrik.
Contoh kasus :
PT Lucky Star adalah perusahaan yang menghasilkan komponen untuk
sepeda motor. Pada bulan September 2006 perusahaan menerima pesanan
1.400 unit komponen. Harga pokok untuk satu unit komponen Rp 4.500,
yang terdiri bahan baku langsung Rp 2.000, tenaga kerja langsung Rp
1.600, dan BOP dibebankan Rp 900. Karena proses produksi komponen ini
lebih rumit, terjadi kerusakan sebanyak 50 unit, dianggap sebagai kerusakan
normal. Produk ini perlu diperbaiki dengan mengeluarkan : biaya bahan
baku langsung Rp 30.000, biaya tenaga kerja langsung Rp 12.500, biaya
overhead pabrik Rp 10.000.
Jurnal :
Keterangan Debit Kredit
Pengendali Overhead Pabrik 52.500
Persediaan bahan-bahan 30.000
Beban gaji 12.500
Macam-macam kredit 10.000

2. Karena kesalahan
Terjadinya produk cacat akibat kesalahan dalam proses produksi seperti
kurangnya perencanaan, pengawasan, dan pengendalian, kelalaian pekerja.
Maka biaya untuk memperbaiki produk cacat ini diperlakukan sebagai rugi
produk cacat.
Contoh kasus :
PT Dinda Star adalah perusahaan yang menghasilkan komponen untuk
radio. Pada bulan September 2006 perusahaan menerima pesanan 3.000 unit
komponen. Harga pokok untuk satu unit komponen Rp 1.800, yang terdiri
bahan baku langsung Rp 700, tenaga kerja langsung Rp 800, dan BOP
dibebankan Rp 300. Terjadi kerusakan sebanyak 100 unit, dianggap sebagai
kerusakan karena kesalahan. Produk ini perlu diperbaiki dengan
mengeluarkan : biaya bahan baku langsung Rp 15.000, biaya tenaga kerja
langsung Rp 10.000, biaya overhead pabrik Rp 1.000.
Jurnal :
Keterangan Debit Kredit
Rugi produk cacat 26.000
Persediaan bahan-bahan 15.000
Beban gaji 10.000
Macam-macam kredit 1.000

C. Barang Rusak
Barang rusak adalah produk yang dihasilkan dalam proses produksi, dimana
produk yang dihasilkan tersebut tidak sesuai dengan standar mutu yang
ditetapkan, tetapi secara ekonomis produk tersebut dapat diperbaiki dengan
mengeluarkan biaya yang lebih besar dari nilai jualnya setelah produk tesebut
diperbaiki. Produk rusak ini umumnya diketahui setelah proses produksi
selesai.
Faktor penyebab terjadi barang rusak :
1. Bersifat normal
Setiap proses produksi tidak akan bisa dihindari terjadinya produk rusak,
maka perusahaan akan memperhitungkan sebelum proses produksi dimulai.
2. Karena kesalahan
Terjadinya produk rusak diakibatkan kesalahan dalam proses produksi,
masalah ini karena kurangnya perencanaan dan pengawasan terhadap tenaga
kerja.
Perlakuan Harga Pokok Produk Rusak Laku dijual
a. Bersifat normal
Produk rusak normal laku dijual, maka hasil penjualan produk rusak
diperlakukan sebagai pengurang pengendali overhead pabrik.
Contoh kasus :
PT. Sabang adalah perusahaan yang menghasilkan mainan anak-anak dari
bahan plastik. Pada bulan Juli 2007 perusahaan menerima pesanan 2.000
unit mainan anak-anak. Harga pokok untuk satu unit mainan anak-anak ini
sebesar Rp 2000,- yang terdiri dari bahan baku langsung Rp 900,- tenaga
kerja langsung Rp 600,- dan BOP dibebankan Rp 500,-. Karena proses
produksi mainan ini agak rumit terjadi kerusakan. Dari pesanan 2.000 unit
tersebut, perusahaan memproduksi 2.050 unit, sebanyak50 unit terjadi
kerusakan normal, yang laku dijual dengan harga Rp1.000,- per-unit
Harga Pokok Produk Selesai :
HP. Produk Selesai, produk baik : 2.000 unit × Rp 2.000 = Rp
4.000.000
HP. Produk Rusak : 50 unit × Rp 2.000 = Rp 100.000
HP. Produk Selesai, produk baik = Rp
4.100.000
Harga pokok produk rusak sebesar Rp 100.000,- diperlakukan sebagai
pengendali overhead pabrik. Hasil penjualan produk rusak Rp 50.000,-
(50 unit x Rp 1000)
Jurnal :
Keterangan Debit Kredit
Kas 50.000
Pengendali Overhead Pabrik 50.000
Produk Dalam Proses – Bahan 45.000
Produk Dalam Proses – Tenaga Kerja 30.000
Produk Dalam Proses – BOP 25.000
Perhitungan :
Produk Dalam Proses – Bahan : 50 unit x Rp 900 = Rp 45.000
Produk Dalam Proses – Tenaga Kerja : 50 unit x Rp 600 = Rp 30.000
Produk Dalam Proses – BOP : 50 unit x Rp 500 = Rp 25.000
b. Karena kesalahan
Produk rusak karena kesalahan laku dijual, maka hasil penjualan produk
rusak diperlakukan sebagai pengurang rugi produk rusak.
Harga Pokok Produk Rusak Rp 100.000
Penjualan Produk Rusak : 50 unit x Rp 1.000 Rp 50.000
Rugi Produk Rusak Rp 50.000
Jurnal :
Keterangan Debit Kredit
Kas 50.000
Rugi Produk Rusak 50.000
Produk Dalam Proses – Bahan 45.000
Produk Dalam Proses – Tenaga Kerja 30.000
Produk Dalam Proses – BOP 25.000

Perlakuan Produk Rusak Tidak Laku Dijual


a. Bersifat normal
Produk rusak bersifat normal tidak laku dijual, maka harga pokok
produk rusak diperlakukan sebagai pengendali overhead pabrik.
Contok kasus :
PT. Pidie Toys adalah perusahaan yang menghasilkan mainan anak-
anak. Pada bulan Juli 2007 perusahaan menerima pesanan 2.500 unit
mainan. Harga pokok untuk satu unit mainan ini sebesar Rp 3.000,-
yang terdiri bahan baku langsung Rp 1.500,- tenaga kerja langsung Rp
800,- dan BOP dibebankan Rp 700,- karena proses produksi mainan ini
begitu rumit terjadi kerusakan. Dari pesanan 2.500 unit tersebut,
perusahaan memproduksi 2.520 unit, sebanyak 20 unit terjadi
kerusakan bersifat
normal, yang tidak laku dijual.
Jurnal :

Keterangan Debit Kredit


Pengendali overhead pabrik 60.000
Produk Dalam Proses – Bahan 30.000
Produk Dalam Proses – Tenaga
16.000
Kerja
Produk Dalam Proses - BOP 14.000
Perhitungan :
Produk Dalam Proses – Bahan : 20 unit x Rp 1.500 = Rp
30.000
Produk Dalam Proses – Tenaga kerja : 20 unit x Rp 800 = Rp
16.000
Produk Dalam Proses – BOP : 20 unit x RP 700 = Rp
14.000
b. Karena kesalahan
Produk rusak karena kesalahan tidak laku dijual, maka harga pokok
produk rusak diperlakukan sebagai rugi produk rusak.
Jurnal :

Keterangan Debit Kredit


Rugi Produk Rusak 60.000
Produk Dalam Proses – Bahan 30.000
Produk Dalam Proses – Tenaga
16.000
Kerja
Produk Dalam Proses - BOP 14.000

Anda mungkin juga menyukai