KELOMPOK 3
Disusun oleh:
A.A Istri Anom Bintang Pramawati (07) 2007521093
I Made Adhika Yoga Dwiparta (09) 2007521102
Mohamad Ardiansyah Wahyudin (18) 2007521149
Putu Sarah Meilany Benggu (23) 2007521169
Diserahkan kepada:
Dosen Pengampu Mata Kuliah Akuntansi Biaya
Dr. Dra. Gayatri., M.Si., Ak., CA., ACPA
Pembahasan
A. Bahan Baku
1. Material Cost
a. Tanggal
b. Diterima
c. Dikeluarkan
d. Saldo
e. Keterangan
4. Perawatan Kerugian Material
Kerugian material muncul sebagai konsekuensi operasi yang tak terhindarkan.
Beberapa akuntan mengklasifikasikan kerugian ini sebagai cacat. Memahami arti dari
barang-barang ini sangat penting untuk tujuan perlakuannya dalam akuntansi biaya .
4.1. Scarp
Perlakuan Akuntansi Scrap Untuk tujuan akuntansi, memo harus diklasifikasikan ke
dalam:
a. skrap biasa; dan
b. Memo tidak normal
4.1.1. Memo Normal
Jika skrap yang dipertimbangkan memiliki nilai yang stabil di pasar
skrap, jumlah bersih yang dipulihkan adalah dikurangkan dari biaya
bahan utama
Jika skrap yang sedang dipertimbangkan diproses ulang menjadi bahan
baku yang berguna untuk produksi selanjutnya dari produk dasar, biaya
pengadaan 'bahan baku' tersebut dari pasar akan dipotong dari biaya
bahan utama. Biaya bahan bersih tersebar di unit yang baik.
Jika nilai realisasi dari memo sangat tidak signifikan, maka
diperlakukan sebagai pendapatan lain-lain. Tidak ada yang
dikurangkan dari biaya bahan utama.
4.1.2. Scrap Abnormal
Scrap abnormal tidak dipertimbangkan untuk menghitung biaya primer
bahan. Potongan abnormal dinilai seperti produk utama. Jumlah bersih
'didebit' ke Perhitungan Laba Rugi
4.2. Kerusakan
Pembusukan terjadi ketika bahan sangat rusak dalam proses manufaktur sehingga
diambil dari diproses dan dibuang dengan cara tertentu. Bahan yang rusak tidak
dapat diperbaiki atau dikondisikan ulang. Dalam hal ini, tidak hanya kerugian
material pada produk tetapi juga kerugian tenaga kerja dan manufaktur overhead
yang telah terjadi pada material.
Untuk tujuan akuntansi, seperti 'memo', pembusukan juga diklasifikasikan
sebagai:
a. Kerusakan Normal
b. Kerusakan Tidak Normal
4.2.1. Kerusakan Normal
Kerusakan normal adalah bagian tak terpisahkan dari proses manufaktur.
Sebagai contoh, sesekali memecahkan batu mulia pada saat memasang
ornamen. Unit yang rusak dapat dijual sebagai memo atau detik (seperti
dalam pembuatan kaus kaki). Jumlah bersih yang dipulihkan dikurangkan
dari biaya bahan utama. Biaya bahan bersih tersebar di unit yang baik.
4.2.2. Kerusakan Abnormal
Kerusakan abnormal dapat timbul dari peristiwa non-manufaktur seperti
banjir, kebakaran dan gempa bumi, dll. Barang rusak yang tidak normal
akan dihargai seperti barang biasa. Biaya bersih dibebankan ke Biaya
Akun Laba Rugi.
4.3. Cacat
Cacat dapat dibawa ke standar dengan memasukkan sumber daya tambahan. Bisa
dijual dipasar sebagai produk biasa. Jika cacat tidak dapat memenuhi standar
kualitas bahkan setelah menambahkan sumber daya, maka akan diperlakukan
sebagai sampah yang dapat dibuang sebagai limbah atau dijual untuk nilai sisa
atau daur ulang dalam proses produksi.
Masalah akuntansi untuk unit yang rusak berkaitan dengan akuntansi untuk biaya
pengerjaan ulang. Cacat Normal : Jika unit cacat muncul sebagai konsekuensi
normal dari aktivitas produktif, pengerjaan ulang biaya akan diperlakukan sebagai
biaya untuk menghasilkan produk yang memuaskan. Cacat Abnormal : Biaya
pengerjaan ulang unit cacat abnormal akan dibebankan ke Costing Profit dan
Akun Kerugian.
4.4. Limbah
Umumnya 'limbah' hasil dari hilangnya bahan dalam proses manufaktur (seperti:
penguapan) atau kualitas produk dapat menurun tanpa menghilangkan kuantitas
bahan itu sendiri. Misalnya, pembakaran biji kopi yang berlebihan pada saat
pemanggangan
Untuk tujuan akuntansi, limbah juga diklasifikasikan sebagai:
a. Pemborosan Normal
b. Pemborosan Tidak Normal
4.4.1. Pemborosan Normal : Pemborosan normal adalah bagian tak terpisahkan
dari proses manufaktur. Biaya limbah biasa unit ditanggung oleh unit yang
baik.
4.4.2. Pemborosan Abnormal : Dinilai sebagai unit yang baik. Biayanya
dibebankan ke Costing Profit and Loss Account.
B. Tenaga Kerja
1. Labour Cost
Labour Cost atau biaya tenaga kerja merupakan biaya yang dibayarkan oleh
perusahaan untuk membayarkan tenaga kerja atau karyawan perusahaan tersebut. Pada
dasarnya, biaya tenaga kerja terdiri dari tarif per jam, upah harian atau upah mingguan atau
gaji bulanan karyawan. Selain gaji pokok, tunjangan sewa rumah, penghasilan lembur,
tunjangan shift malam, insentif produksi termasuk dalam biaya tenaga kerja. Di banyak
organisasi, makan siang gratis, perawatan medis gratis, LTA (Leave Travel Assistance) atau
LTC (eave Travel Concession) disediakan. Semua barang ini harus dimasukkan dalam biaya
tenaga kerja di mana mereka ada.
TKL (direct labour) adalah karyawan di bagian produksi yang mempunyai pekerjaan
(fungsi) yang berkaitan langsung dengan proses produksi, sehingga jika pekerjaan
tersebut tidak dilakukan, maka proses pembuatan barang jadi tidak akan selesai.
Contoh: karyawan departemen jahit, cutting, dan packing.
TKTL (indirect labour) adalah karyawan bagian produksi yang mempunyai pekerjaan
(fungsi) yang TIDAK berkaitan langsung dengan proses produksi, sehingga jika
pekerjaan tersebut tidak dilakukan, maka proses pembuatan barang jadi akan selesai
juga. Pekerjaan TKTL hanya membantu memperlancar proses produksi.
- Pengumpulan total waktu bekerja di pabrik dan waktu tertentu bekerja pada
pekerjaan, proses, atau departemen. Waktu menjaga departemen organisasi
dipercayakan dengan pekerjaan ini.
- Menghitung pendapatan kotor dan laba bersih pekerja berdasarkan metode
pembayaran upah dan gaji. Departemen penggajian organisasi dipercayakan dengan
pekerjaan ini.
- Analisis dan distribusi biaya tenaga kerja untuk pekerjaan, proses atau departemen
yang berbeda. Departement biaya dipercayakan untuk hal ini.
5.4 Bonus
Bonus adalah tambahan pembayaran upah yang disebabkan karyawan telah bekerja
pada tingkat produktivitas yang lebih tinggi dari yang diharapkan. Sebagian karyawan
diberi upah meskipun sedang cuti atau pada hari libur. Bonus dan upah waktu libur
dibebankan ke BOP.
BAB II
KESIMPULAN
Bahan baku merupakan bahan yang membentuk bagian menyeluruh pruduk jadi.
Bahan baku yang diolah perusahaan manufaktur dapat diproleh dari pembelian local, impor,
atau dari pengelolaan sendiri. Bahan baku dapat mengalami masalah dalam proses
produksinya baik mengalami kerusakan maupun mengalami kecacatan. Ketika bahan baku
mengalami kerusakan maka kerusakan harus dilihat apakah kerusakan tersebut merupakan
kerusakan normal atau abnormal. Untuk kerusakan normal Unit yang rusak dapat dijual
sebagai memo atau detik (seperti dalam pembuatan kaus kaki). Jumlah bersih yang
dipulihkan dikurangkan dari biaya bahan utama. Biaya bahan bersih tersebar di unit yang
baik. Sedangkan untuk unit abnormal tidak dipertimbangkan untuk menghitung biaya primer
bahan. Potongan abnormal dinilai seperti produk utama. Jumlah bersih 'didebit' ke
Perhitungan Laba Rugi. Begitupun apabila bahan baku mengalami cacat. Cacat dapat dibawa
ke standar dengan memasukkan sumber daya tambahan. Bisa dijual dipasar sebagai produk
biasa. Jika cacat tidak dapat memenuhi standar kualitas bahkan setelah menambahkan sumber
daya, maka akan diperlakukan sebagai sampah yang dapat dibuang sebagai limbah atau dijual
untuk nilai sisa atau daur ulang dalam proses produksi.
Labour Cost atau biaya tenaga kerja merupakan biaya yang dibayarkan oleh
perusahaan untuk membayarkan tenaga kerja atau karyawan perusahaan tersebut. Pada
dasarnya, biaya tenaga kerja terdiri dari tarif per jam, upah harian atau upah mingguan atau
gaji bulanan karyawan. Selain gaji pokok, tunjangan sewa rumah, penghasilan lembur,
tunjangan shift malam, insentif produksi termasuk dalam biaya tenaga kerja. Sama seperti
dalam bahan baku dalam biaya tenaga kerja juga terdapat beberapa permasalahan yang harus
dilakukan penanganan secara khusus pada akuntansinya sehingga catatan akuntansinya
menjadi balance. Adapun masalah tersebut meliputi pembayaran PPh, iuran asuransi dan
asuransi lainya, waktu menganggur, shift premium, dan bonus. Hal-hal tersebut harus
dipastikan dimasukkan kedalam akun BTK atau BOP sehingga tidak terjadi kerancuan dalam
laporan auntansinya.
DAFTAR PUSTAKA
Hanif, M. (2018). Cost and Management Accounting. India: McGraw Hill Education.