Anda di halaman 1dari 53

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Sejalan dengan perkembangan zaman, kemajuan dalam persaingan dunia

bisnis saat ini memaksa setiap perusahaan untuk selalu berbenah diri dari waktu

ke waktu agar tetap bertahan didalam persaingan dunia usaha yang semakin ketat.

Perusahaan manufaktur yang bergerak dibidang produksi harus tetap menjaga

kualitas produknya agar tetap bagus dan bermutu sehingga bisa mempertahankan

kepercayaan masyarakat sebagai konsumen atau pelanggan. Kegiatan utama

perusahaan manufaktur yakni memproses bahan baku menjadi barang jadi dan

juga menambah nilai guna suatu barang. Hasil produksi yang akan dijual

diharapkan mempunyai hasil yang sempurna sehingga layak untuk dijual kepada

konsumen atau pelanggan. Dalam melakukan proses produksi barang, perusahaan

dibantu dengan bantuan alat-alat teknologi yang canggih, namun tidak menutup

kemungkinan akan adanya produk rusak ataupun produk cacat sehingga tidak

memenuhi standar mutu yang telah ditetapkan oleh perusahaan. Produk yang cacat

maupun produk rusak akan sangat berpengaruh terhadap perhitungan harga pokok

produksi maupun terhadap laba yang telah ditetapkan oleh perusahaan. Dalam

ilmu akuntansi produk yang cacat ataupun produk yang rusak ini akan

diperlakukan secara khusus. Produk rusak umumnya diketahui setelah selesai

proses, sehingga dalam perhitungan unit ekuivalen jumlah produk rusak dianggap

sudah menikmati biaya produksi secara penuh pada departemen dimana produk

1
2

rusak diproduksi dan dibebani harga pokok pada departemen yang bersangkutan

secara penuh pula. Perhitungan unit ekuivalen dan perhitungan harga pokok

disesuaikan dengan tingkat penyelesaian produk rusak tersebut.

Produk rusak adalah produk yang tidak memenuhi standar mutu yang telah

ditetapkan, yang secara ekonomis tidak dapat diperbaiki menjadi produk yang

baik. Produk rusak berbeda dengan sisa bahan karena sisa bahan merupakan

bahan yang mengalami kerusakan dalam proses produksi, sehingga belum sempat

menjadi produk sedangkan produk rusak merupakan produk yang telah menyerap

biaya bahan baku, biaya tenaga kerja dan biaya overhead pabrik. Produk rusak

dapat disebabkan karena berbagai macam hal baik dari mesin yang digunakan

tidak berjalan semestinya, bahan yang tidak sesuai dengan dengan standar mutu

maupun faktor manusia yang kurang teliti. Perlakuan terhadap produk rusak

adalah tergantung dari sifat dan sebab terjadinya: jika produk rusak terjadi karena

sulitnya proses pengerjaan tertentu atau faktor luar biasa yang lain, maka harga

pokok produk rusak dibebankan sebagai tambahan harga pokok produk yang baik

dalam proses yang bersangkutan. Produk rusak yang timbul dari proses produksi

harus diperhitungkan dengan benar, karena produk tersebut dapat mempengaruhi

tujuan utama perusahaan yaitu memperoleh laba. Perlakuan harga pokok produk

rusak tergantung pada penyebab terjadinya produk rusak dan apakah produk rusak

laku dijual atau tidak laku dijual. Produk rusak yang tidak laku dijual dibedakan

menjadi dua jenis yang pertama yaitu produk rusak yang tidak laku dijual dan

sifatnya normal, yang kedua yaitu produk rusak tidak laku dijual dan sifatnya

tidak normal atau karena kesalahan, maka hasil penjualannya diperlakukan


3

sebagai pengurang rugi produk rusak. Jika produk rusak merupakan hal yang

normal terjadi dalam proses pengolahan produk, maka kerugian yang timbul

sebagai akibat terjadinya produk rusak dibebankan kepada produksi secara

keseluruhan, dengan cara memperhitungkan kerugian tersebut didalam tarif biaya

overhead pabrik. Seperti halnya produk rusak, hal yang sama juga dialami oleh

perusahaan yakni terdapat juga produk yang cacat.

Produk cacat adalah produk yang tidak memenuhi standar mutu yang telah

ditentukan tetapi dengan mengeluarkan biaya kembali memperbaikinya, produk

tersebut secara ekonomis dapat disempurnakan lagi menjadi produk jadi yang

baik. Masalah yang timbul dalam produk cacat adalah bagaimana memperlakukan

biaya tambahan untuk pengerjaan kembali (rework costs) produk cacat tersebut.

Perlakuan terhadap biaya pengerjaan kembali produk cacat adalah mirip dengan

yang telah dibicarakan dalam produk rusak (spoiled goods). Jika produk cacat

bukan merupakan hal yang biasa terjadi dalam proses produksi tetapi karena

karakteristik pengerjaannya, maka biaya pengerjaan kembali produk cacat dapat

dibebankan sebagai tambahan biaya produksi produk yang bersangkutan. Jika

produk cacat merupakan hal yang biasa terjadi dalam proses pengerjaan produk

maka biaya pengerjaan kembali dapat dibebankan kepada seluruh produksi

dengan cara memperhitungkan biaya pengerjaan kembali tersebut ke dalam tarif

biaya overhead pabrik. Biaya pengerjaan kembali produk cacat yang

sesungguhnya terjadi didebitkan dalam rekening biaya overhead pabrik

sesungguhnya. Dengan adanya perlakuan dan pengalokasian untuk produk rusak


4

dan cacat yang tepat sesuai dengan prosedur dan teori ini akan mempengaruhi

ketepatan perhitungan harga pokok produksi.

Harga pokok produksi merupakan biaya yang dikeluarkan untuk melakukan

kegiatan produksi dengan menjumlahkan seluruh biaya yang digunakan dalam

pengolahan bahan baku menjadi produk jadi. Perusahaan biasanya menggunakan

dua metode pengumpulan harga pokok produksi yaitu metode harga pokok

pesanan (job order costing) dan metode harga pokok proses (process cost

method). Pada metode harga pokok pesanan, harga pokok produksi per satuan

produk yang dihasilkan untuk memenuhi pesanan dihitung pada saat pesanan

selesai diproduksi dengan membagi total biaya produksi untuk pesanan tertentu

dengan jumlah dalam pesanan yang bersangkutan. Pada metode harga pokok

proses, harga pokok per satuan dihitung dengan membagi total biaya produksi

yang dikeluarkan selama periode tertentu dengan jumlah satuan produk yang

dihasilkan selama periode bersangkutan. Dengan demikian perusahaan dapat

mengetahui berapa harga pokok produksi per satuan produk yang dihasilkan.

Harga pokok produksi akan digunakan dalam perhitungan harga pokok penjualan

dan berfungsi sebagai dasar untuk mengoptimalkan laba usaha.

Laba merupakan selisih lebih pendapatan dikurangi biaya-biaya yang

dikeluarkan untuk memperoleh pendapatan. Jika pendapatan yang diperoleh lebih

kecil dari total biaya yang dikeluarkan perusahaan, maka perusahaan mengalami

kerugian. Besarnya laba yang diperoleh perusahaan dapat mempengaruhi kinerja

dan prestasi perusahaan, sehingga perusahaan harus berusaha agar laba yang

diperoleh dapat selalu optimal atau bahkan meningkat. Laba sendiri dibedakan
5

menjadi dua jenis yaitu laba bersih dan laba kotor. Penyajian laba dalam laporan

laba rugi merupakan fokus dari kinerja perusahaan untuk menggambarkan

keadaan perusahaan.

Produk cacat dan produk rusak dapat diketahui setelah selesai proses produksi

sehingga dalam perhitungan harga pokok produksi, produk cacat dan produk

rusak dianggap sudah menikmati biaya produksi secara penuh. Produk cacat dan

produk rusak ini mempengaruhi jumlah pada perhitungan harga pokok produk

yang normal serta penetapan laba yang telah ditentukan oleh manajemen

perusahaan. Manajemen perusahaan harus menerapkan perlakuan khusus dalam

mengatasi hal tersebut agar produk cacat maupun produk rusak dapat bernilai

guna kembali untuk mampu mengoptimalkan laba. Dalam menghadapi dinamika

bisnis yang semakin ketat manajemen dituntut untuk bekerja keras agar

perusahaan dapat meningkatkan laba yang maksimal. Perusahaan dapat

mempertimbangkan beberapa alternatif perlakuan untuk produk cacat dan produk

rusak yang tepat bagi perusahaan.

UD. Memory Nganjuk yang merupakan perusahaan yang memproduksi

shuttlecock, dalam setiap pembuatan shuttlecock terdapat produk yang cacat atau

rusak, misalnya terdapat bulu shuttlecock yang patah maupun tidak rapi.

Masalahnya disini, dari awal perusahaan beroperasi, perusahaan selalu

mengabaikan produk-produk yang rusak dan cacat tersebut. Padahal produk rusak

dan cacat tersebut dianggap sudah menyerap biaya produksi, karena kerusakan

produk tersebut maka berpengaruh juga terhadap laba perusahaan yang kurang

maksimal. Dalam perhitungan BOP dan biaya non produksi, perusahaan tidak
6

memperhitungkan secara rinci dan benar, hanya memperhitungkan yang terlihat

saja (yang diserap produk baik). Pada UD. Memory produk rusak dan produk

cacat tidak turut diperhitungkan dalam perhitungan harga pokok produksi.

Perusahaan belum mengetahui berapa harga pokok produksi dari produk yang

dihasilkan, ketika terdapat produk rusak dan cacat dan hasil penjualan produk

rusak dan cacat langsung diakumulasikan ke dalam hasil penjualan secara

keseluruhan. Akibat dari tidak turut diperhitungkannya produk rusak dan cacat

dalam perhitungan harga pokok produksi menyebabkan kenaikan harga pokok

produksi yang tinggi pada perusahaan. Terjadinya produk cacat dan produk rusak

sangat berdampak terhadap laba produk sehingga perusahaan tidak mempunyai

kontribusi laba bagi perusahaan.

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, mengingat pentingnya perlakuan

produk rusak dan produk cacat dalam pembebanan biaya produksi dan dalam

tujuan mengoptimalan laba perusahaan maka peneliti tertarik mengambil judul

“Analisis Perlakuan Produk Rusak dan Produk Cacat dalam Perhitungan

Harga Pokok Produksi untuk Mengoptimalkan Laba Produk” (Studi Kasus

Pada UD. Memory Nganjuk).

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah peneliti uraikan diatas, maka rumusan

masalah yang akan dibahas lebih lanjut adalah bagaimana analisis perlakuan

produk rusak dan produk cacat dalam perhitungan harga pokok produksi untuk

mengoptimalkan laba produk.


7

1.3 Batasan Masalah

Untuk menghindari agar tidak terjadi perluasan pembahasan dan menjadikan

penelitian lebih terarah, maka peneliti membatasi penelitian hanya mencakup pada

analisis perlakuan produk rusak dan produk cacat dalam perhitungan harga pokok

produksi untuk mengoptimalkan laba produk pada UD. Memory Nganjuk.

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data perusahaan periode tahun

2021.

1.4 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana analisis

perlakuan produk rusak dan produk cacat dalam perhitungan harga pokok

produksi untuk mengoptimalkan laba produk pada UD. Memory Nganjuk.

1.5 Manfaat Penelitian

1.5.1 Manfaat Operasional

Dengan adanya penelitian ini, diharapkan dapat memberikan masukan yang

bermanfaat dan sebagai bahan pertimbangan perusahaan dalam menentukan

kebijakan yang akan datang dalam hal perlakuan produk rusak dan produk cacat

dalam perhitungan harga pokok produksi untuk mengoptimalkan laba.

1.5.2 Manfaat Akademik

Diharapkan dapat berguna sebagai sarana evaluasi penerapan teori yang

diperoleh dan tambahan informasi mengenai perlakuan produk rusak dan produk

cacat dalam perhitungan harga pokok produksi untuk mengoptimalkan laba, serta
8

dapat dijadikan sebagai referensi untuk penelitian selanjutnya di bidang yang

sama.
BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Penelitian Terdahulu

Penelitian yang dilakukan oleh peneliti tentang analisis perlakuan produk

rusak dan produk cacat dalam perhitungan harga pokok produksi untuk

mengoptimalkan laba bukanlah pertama yang dilakukan, sebelumnya ada

beberapa penelitian yang dilakukan dari sumber yang lain, antara lainnya sebagai

berikut:

1. Margaretha Nender Hendrik Manossoh Steven J. Tangkuman (2021)

Melakukan penelitian dengan judul “Analisis Perlakuan Akuntansi Produk

Rusak Dan Produk Cacat Dalam Perhitungan Biaya Produksi Untuk

Menentukkan Harga Jual Pada Ud. 7 Jaya Meubel Tondano”. Variabel yang

digunakan peneliti terdahulu adalah produk rusak, produk cacat, harga pokok

produksi dan harga jual. Jenis penelitian yang digunakan peneliti pendahulu

adalah penelitian deskriptif. Hasil dari penelitian ini membuktikan bahwa

perlakuan akuntansi atas produk rusak belum dilakukan dengan baik. Hal ini

terlihat dengan tidak dibedakannya produk rusak yang terjadi dalam proses

produksi, apakah produk rusak normal atau abnormal. Sedangkan produk cacat,

biaya perbaikannya oleh perusahaan sudah diperlakukan secara benar yaitu

sebagai penambah elemen biaya produksi. Sehingga diperoleh hasil yang

berbeda antara produk rusak yang bersifat abnormal apabila dibebankan kepada

9
10

produk selesai dan bila dibebankan sebagai kerugian serta pengaruhnya terhadap

penentuan harga jual.

Persamaan penelitian terdahulu dan penelitian sekarang adalah peneliti

melakukan penelitian dengan variabel yang sama yaitu produk rusak, produk

cacat dan harga pokok produksi. Perbedaan dari peneliti terdahulu adalah

adanya variabel tambahan yaitu laba, selain itu obyek yang akan diteliti juga

berbeda, perusahaan yang diteliti peneliti terdahulu merupakan perusahaan yang

bergerak di bidang industri kemasan meubel, sedangkan peneliti sekarang

melakukan penelitian pada perusahaan shuttlecock.

2. Diana Zuhroh (2021)

Melakukan penelitian dengan judul “Perlakuan Akuntansi Produk Rusak dan

Produk Cacat pada PT. EPI di Surabaya”. Variabel yang digunakan peneliti

terdahulu adalah produk rusak dan produk cacat. Jenis penelitian yang

digunakan peneliti pendahulu adalah deskriptif kualitatif. Hasil dari penelitian

ini adalah perlakuan akuntansi untuk produk cacat bersifat normal yang terjadi

pada PT Exedy Prima Indonesia (PT EPI) periode bulan Juli 2020 telah sesuai

dengan teori yang ada dimana biaya perbaikan produk cacat secara keseluruhan

oleh perusahaan telah ditambahkan ke biaya produksi. Sedangkan untuk

perlakuan akuntansi produk rusak yang bersifat tidak normal yang terjadi di

bulan Juli 2020 belum sesuai dengan teori yang ada dimana seharusnya diakui

sebagai rugi produk rusak tetapi oleh perusahaan dibebankan ke harga pokok

barang jadi ditransfer ke gudang. Persamaan penelitian terdahulu dan penelitian

sekarang adalah peneliti melakukan penelitian dengan variabel yang sama yaitu
11

produk cacat dan produk rusak. Perbedaan dari peneliti terdahulu adalah adanya

variabel tambahan yaitu harga pokok produksi dan laba selain itu obyek yang

akan diteliti juga berbeda, perusahaan yang diteliti peneliti terdahulu merupakan

perusahaan yang bergerak di bidang produksi kampas kopling mobil sedangkan

peneliti sekarang melakukan penelitian pada perusahaan shuttlecock.

3. Muhtarudin, Tuti Sulastri (2019)

Melakukan penelitian dengan judul “Analisis Perlakuan Akuntansi Produk

Rusak dalam Penentuan Harga Pokok Produksi (Studi Kasus Penentuan Biaya

Produksi di Kawasan Sentra Industri Sepatu Cibaduyut Kota Bandung)”.

Variabel yang digunakan peneliti terdahulu adalah produk rusak dan harga

pokok produksi. Jenis penelitian yang digunakan peneliti pendahulu adalah

penelitian deskriptif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pada perusahaan

sepatu dan sandal di kawasan sentra industri sepatu Cibaduyut dalam proses

produksinya ada kerusakan produk, dan pada perusahaan dianggap sebagai

produk kerusakan bersifat normal laku dijual dan pendapatan penjualan dicatat

sebagai penghasilan lain-lain. Persamaan penelitian terdahulu dan penelitian

sekarang adalah peneliti melakukan penelitian dengan variabel yang sama yaitu

produk rusak dan harga pokok produksi. Perbedaan dari peneliti terdahulu

adalah adanya variabel tambahan yaitu produk cacat dan laba selain itu obyek

yang akan diteliti juga berbeda, perusahaan yang diteliti peneliti terdahulu

merupakan perusahaan yang bergerak di bidang produksi sepatu dan sandal

sedangkan peneliti sekarang melakukan penelitian pada perusahaan shuttlecock.

4. Ulinuha (2013)
12

Melakukan penelitian dengan judul “Perlakuan Akuntansi Produk Rusak dan

Pengaruhnya Terhadap Harga Pokok Produksi pada Perusahaan Genteng Prima

Abadi Trenggalek”. Variabel yang digunakan peneliti terdahulu adalah produk

rusak dan harga pokok produksi. Jenis penelitian yang digunakan peneliti

pendahulu adalah analisis deskriptif kuantitatif. Hasil penelitian ini

menunjukkan harga pokok produksi setelah dilakukan perhitungan dengan

adanya produk rusak teradapat selisih. Selisih tersebut diperlakukan sebagai

pengurang biaya produksi, sehingga perusahaan bisa menghemat biaya

produksi. Persamaan penelitian terdahulu dan penelitian sekarang adalah

peneliti melakukan penelitian dengan variabel yang sama yaitu produk rusak

dan harga pokok produksi. Perbedaan dari peneliti terdahulu adalah adanya

variabel tambahan yaitu produk cacat dan laba selain itu obyek yang akan

diteliti juga berbeda, perusahaan yang diteliti peneliti terdahulu merupakan

perusahaan yang bergerak di bidang produksi genteng sedangkan peneliti

sekarang melakukan penelitian pada perusahaan shuttlecock.

5. Ririn Diah Pratiwi (2019)

Melakukan penelitian dengan judul “Perlakuan Akuntansi Produk Rusak

dalam Perhitungan Harga Pokok Produksi (Studi kasus pada CV NAF’A

Bakery)”. Variabel yang digunakan peneliti terdahulu adalah produk rusak dan

harga pokok produksi. Jenis penelitian yang digunakan peneliti pendahulu

adalah deskriptif kuantitatif. Hasil dari penelitian di CV. Naf”a Bakery didapati

adanya produk rusak yang bersifat normal dan laku dijual. Perlakuan akuntansi

produk rusak yang terjadi diakhir proses adalah menjadi pengurang harga pokok
13

produksi bukan menambah pendapatan penjualan. Persamaan penelitian

terdahulu dan penelitian sekarang adalah peneliti melakukan penelitian dengan

variabel yang sama yaitu produk cacat dan produk rusak. Perbedaan dari peneliti

terdahulu adalah adanya variabel tambahan yaitu produk cacat dan laba selain

itu obyek yang akan diteliti juga berbeda, perusahaan yang diteliti peneliti

terdahulu merupakan perusahaan yang bergerak di bidang produksi roti

sedangkan peneliti sekarang melakukan penelitian pada perusahaan shuttlecock.

2.2 Tinjauan dan Kajian Pustaka

2.2.1 Produk Rusak

2.2.1.1 Pengertian Produk Rusak

Menurut Mursyidi (2018:115), “produk rusak (spoiled goods)


adalah produk gagal yang secara teknis atau ekonomis tidak dapat
diperbaiki menjadi produk yang sesuai dengan standar mutu yang
ditetapkan.

Menurut Mulyadi, (2015:302), ”produk rusak adalah produk yang

tidak memenuhi standar mutu yang ditetapkan, yang secara ekonomis

tidak dapat diperbaiki menjadi produk yang baik”.

Menurut Siregar dkk (2013:217), “produk rusak adalah unit


produk yang tidak memenuhi standar produksi yang dari segi teknis
atau ekonomis tidak dapat diperbaiki. Produk rusak secara ekonomis
tidak dapat diperbaiki jika biaya untuk memperbaiki lebih besar
dibanding peningkatan nilai jualnya, boleh jadi produk rusak laku
dijual atau tidak laku dijual”.

Menurut Harnanto, (2017:422), “produk rusak merupakan unit-


unit produk yang karena keadaan fisiknya tidak dapat diperlakukan
sebagai produk akhir dan harus dibuang atau dijual dengan harga jauh
di bawah harga jual produk akhir”.
14

Berdasarkan beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa produk

rusak merupakan produk yang tidak memenuhi standar mutu dalam proses

produksi secara teknis atau ekonomis dan tidak dapat diperbaiki menjadi produk

dengan standar mutu yang ditentukan, karena biaya untuk perbaikan produk rusak

menjadi produk baik cenderung lebih tinggi dari nilai jual setelah produk rusak

diperbaiki.

2.2.1.2 Perlakuan Akuntansi Produk Rusak

Perlakuan akuntansi terhadap produk rusak tergantung pada tipe produksinya

atau departemen-departemen yang tercakup dalam proses produksinya.

Kenyataannya akuntansi produk rusak harus mencakup tahap-tahap yang tepat

untuk menggambarkan realita dan menekankan bahwa harga pokok produk rusak

adalah produk yang tidak memenuhi standar mutu yang telah ditetapkan secara

ekonomis tidak dapat diperbaiki menjadi produk yang baik. Apabila produk rusak

tidak mempunyai nilai jual, maka perlakuan serta pengaruhnya terhadap harga

pokok produksi persatuan adalah sama dengan produk hilang di akhir proses dan

jika produk rusak masih laku dijual, maka masalah yang timbul adalah bagaimana

memperlakukan hasil penjualan atau kerugian yang timbul sebagai akibat adanya

produk rusak.

Terdapat dua metode penentuan biaya terhadap produk rusak yaitu metode

harga pokok pesanan dan metode harga pokok proses:

1. Menurut Metode Harga Pokok Pesanan

Perlakuan terhadap produk rusak adalah tergantung dari sifat dan sebab

terjadinya:
15

a. Jika produk rusak terjadi karena sulitnya pengerjaan pesanan tertentu, maka

harga pokok produk rusak dibebankan sebagai tambahan harga pokok

produk yang tidak rusak (kondisi baik) dalam pesanan yang bersangkutan.

Jika produk rusak tersebut masih laku dijual, maka hasil penjualannya

diperlakukan sebagai pengurang biaya produksi pesanan yang menghasilkan

produk rusak tersebut.

Langkah-langkah penyelesaiannya adalah sebagai berikut:

Mencatat harga pokok proses produk yang selesai.

Harga pokok satuan:

Pesanan di departemen :

= Biaya bahan baku + Biaya tenaga kerja + Biaya overhead pabrik


Jumlah satuan pesanan produk

Harga pokok satuan rata-rata produk baik dan rusak

= Jumlah Biaya bahan baku + Biaya tenaga kerja +Biaya overhead pabrik
Proses produk (produk baik + produk rusak)

Harga pokok produk baik


= Jumlah pesanan di departemen x harga pokok satuan rata- rata produk baik
dan rusak
Harga pokok produk rusak dibebankan pada pesanan
= Produk rusak x jumlah pesanan
Harga pokok produk baik
= Jumlah pesanan x BOP dibebankan berdasarkan tarif
b. Jika produk rusak merupakan hal yang normal terjadi dalam proses

pengolahan produk, maka kerugian yang timbul akibat terjadinya produk

rusak dibebankan kepada produk secara keseluruhan dengan cara

memperhitungkan kerugian tersebut di dalam tarif biaya overhead pabrik.


16

Oleh karena itu, anggaran biaya overhead pabrik yang digunakan untuk

menentukan tarif biaya overhead pabrik terdiri dari elemen-elemen berikut

ini:

Biaya bahan penolong Rp xxx

Biaya tenaga kerja lansung xxx

Biaya reparasi dan pemeliharaan xxx

Biaya asuransi xxx

Biaya overhead pabrik lain xxx

Rugi produk rusak (hasil penjualan-harga pokok produk rusak) Rp xxx

Biaya overhead pabrik yang dianggarkan Rpxxx

Tarif biaya overhead pabrik dihitung dengan rumus berikut:

Tarif BOP: Biaya overhead pabrik yang dianggarkan


Dasar pembebanan

Jika terjadi produk rusak, maka kerugian yang sesungguhnya terjadi

diterbitkan dalam rekening biaya overhead pabrik sesungguhnya.

(Mulyadi, 2015:302)

2. Menurut Metode Harga Pokok Proses

Perlakuan harga pokok produk rusak dengan metode harga pokok proses

sebagai berikut:

a. Produk rusak yang tidak laku dijual

1) Produk rusak yang tidak laku dijual dan sifatnya normal, harga pokok

produk rusak dibebankan pada produk selesai yang dipindahkan ke gudang

produk selesai atau ke departemen berikutnya, jadi perlakuannya sama


17

dengan produk hilang akhir proses, harga pokok produk selesai jumlahnya

menjadi bertambah.

Langkah-langkah perhitungannya adalah sebagai berikut:

a) Menghitung Unit Ekuivalensi

Unit Ekuivalensi = Produk selesai + Produk rusak + Produk dalam


proses akhir x % tingkat penyelesaian
(Supriyono, 2007:187)

b) Menghitung Harga Pokok Per Satuan

Jumlah Unit Harga Pokok


Elemen Biaya biaya Ekuivalensi Per satuan
(1) (2) (3) = (1) : (2)
BBB xxx xxx xxx
BTK xxx xxx xxx
BOP xxx xxx xxx
Jumlah xxx xxx
(Supriyono, 2012:187)

c) Menghitung Harga Pokok Produk Selesai dan Produk Dalam Proses

Harga pokok produk selesai

Produk selesai x total harga pokok per sataun Rp xxx

Harga pokok produk dalam proses:

BBB = Produk dalam proses akhir akhir x % tingkat

penyelesaian x harga pokok per satuan Rp xxx

BTK = Produk dalam proses akhir akhir x % tingkat

penyelesaian x harga pokok per satuan Rp xxx

BOP = Produk dalam proses akhir akhir x % tingkat

penyelesaian x harga pokok per satuan Rp xxx


18

Jumlah harga pokok produk dalam proses Rp xxx

Jumlah harga pokok diperhitungkan Rp xxx

(Supriyono, 2012:187)

2) Produk rusak yang tidak laku dijual yang tidak normal atau karena

kesalahan, harga pokok produk rusak tidak boleh dikapitalisasi ke dalam

harga pokok produk selesai tetapi diperlakukan sebagai rugi produk rusak.

Langkah-langkah perhitungannya adalah sebagai berikut:

a) Menghitung Unit ekuivalensi

Unit ekuivalensi = Produk selesai + Produk rusak + Produk dalam


proses akhir x % tingkat penyelesaian
(Supriyono, 2012:188)

b) Menghitung Harga Pokok Per Satuan

Elemen Jumlah biaya Unit Ekuivalensi Harga Pokok Per


Biaya Satuan
(1) (2) (3) = (1) : (2)
BBB Xxx xxx xxx
BTK Xxx xxx xxx
BOP Xxx xxx xxx
Jumlah Xxx xxx
(Supriyono, 2012:188)

c) Menghitung Harga Pokok produk Selesai dan Produk Dalam Proses

Harga pokok produk selesai

Produk selesai x total harga pokok per sataun Rp xxx

Harga pokok produk dalam proses:

BBB = Produk dalam proses akhir x % tingkat

penyelesaian x harga pokok per satuan Rp xxx

BTK = Produk dalam proses akhir x % tingkat

penyelesaian x harga pokok per satuan Rp xxx


19

BOP = Produk dalam proses akhir x % tingkat

penyelesaian x harga pokok per satuan Rp xxx

Jumlah harga pokok produk dalam proses Rp xxx

Jumlah harga pokok diperhitungkan Rp xxx

(Supriyono, 2012:188)

b. Produk rusak yang laku dijual

1) Produk rusak yang laku dijual dan penyebab atau sifat produk rusak

normal penghasilan penjualan produk rusak dapat diperlakukan sebagai:

a) Pengurang harga pokok produk selesai.

Perlakuan ini sesuai dengan pembebanan harga pokok produk rusak

sebagai penambah harga pokok produk selesai, maka penghasilan

penjualan produk rusak untuk mengurangi harga pokok produk selesai.

Langkah-langkah menghitung produk rusak laku dijual sebagai

pengurang harga pokok produk selesai adalah sebagai berikut:

(1) Menghitung unit ekuivalensi

Unit ekuivalensi = produk selesai + produk rusak + produk dalam


proses akhir x % tingkat penyelesaian
(Supriyono, 2012:191)

(2) Menghitung biaya produksi per satuan

Biaya Unit Biaya Produksi Per


Elemen Produksi Ekuivalensi Satuan
Biaya (Rp) (Rp)
(1) (2) (3) = (1) : (2)
BBB Xxx xxx xxx
BBTK Xxx xxx xxx
BOP Xxx xxx xxx
Jumlah Xxx xxx xxx
(Supriyono, 2012:191)
20

(3) Menghitung harga pokok produk selesai

Produk selesai x total harga pokok per satuan = Rp xxx

Produk rusak x total harga pokok per satuan = Rp xxx +

Jumlah harga pokok produk selesai = Rp xxx


(Supriyono, 2012:191)

(4) Menghitung harga pokok produk yang masih dalam proses

BBB = Produk dalam proses akhir akhir x % tingkat

penyelesaian x harga pokok per satuan Rp xxx

BTK = Produk dalam proses akhir akhir x% tingkat

penyelesaian x harga pokok per satuan Rp xxx

BOP = Produk dalam proses akhir akhir x % tingkat

penyelesaian x harga pokok per satuan Rp xxx

Jumlah harga pokok produk dalam proses Rp xxx


(Supriyono, 2012:191)

Apabila hasil penjualan produk rusak mengurangi biaya produksi produk

selesai, maka untuk menghitung penjualan produk rusak:

Penjualan produk rusak = produk rusak x harga jual produk rusak

Oleh karena itu harga pokok produk selesai menjadi:

Jumlah harga pokok produk selesai (langkah 3) Rp xxx

Penjualan produk rusak Rp xxx

Harga pokok produk selesai Rp xxx


21

(Supriyono, 2012:193)

b) Pengurang semua elemen biaya produksi di departemen di mana

produk rusak.

Perlakuan ini memerlukan alokasi yang adil pada setiap elemen biaya

produksi pada departemen di mana produk rusak, salah satu metode

dapat digunakan alokasi berdasarkan perbandingan setiap elemen biaya.

Langkah-langkah perhitungannya adalah sebagai berikut:

1) Menghitung pembagian nilai jual produk rusak sebagai pengurang

biaya produksi.

Biaya
Pembagian produksi
Jumlah Presentase nilai jual setelah
Biaya (%) produk dikurangi
Unsur 1 x100% rusak nilai jual
Biaya Total1 produk
(2) x Nilai rusak
Rp % Jual Produk (1) – (3)
Rusak

(1) (2) (3) (4)


BBB xxx % xxx xxx
BTK xxx % xxx xxx
BOP xxx % xxx xxx
Jumlah xxx xxx xxx xxx
(Supriyono, 2012:194)

2) Menghitung unit ekuivalensi

Unit ekuivalensi = Produk selesai + (produk dalam proses x %


tingkat penyelesaian) + produk rusak
(Supriyono, 2012:194)
22

3) Menghitung harga pokok per satuan

Biaya Produksi
Setelah Dikurangi Biaya
Elemen Unit Nilai Jual Produk Produksi
Biaya Ekuivalensi Rusak Per Satuan
(Rp) (Rp)
(1) (2) (3) = (2) : (1)
BBB Xxx xxx xxx
BTK Xxx xxx xxx
BOP Xxx xxx xxx
Jumlah Xxx xxx xxx
(Supriyono, 2012:194)

4) Menghitung harga pokok produk selesai

Produk selesai x total harga pokok produk per satuan Rp xxx

Produk rusak x total harga pokok per satuan Rp xxx

(Supriyono, 2012:194)

5) Menghitung harga pokok produk dalam proses akhir

BBB = Produk dalam proses akhir akhir x % tingkat

penyelesaian x harga pokok per satuan Rp xxx

BTK = Produk dalam proses akhir akhir x % tingkat

penyelesaian x harga pokok per satuan Rp xxx

BOP = Produk dalam proses akhir akhir x % tingkat

penyelesaian x harga pokok per satuan Rp xxx

(Supriyono, 2012:194)

c) Kerugian yang timbul sebagai akibat adanya produk rusak

diperlakukan sebagai elemen biaya overhead pabrik.


23

Perlakuan ini mudah dipakai akan tetapi metode ini dapat berakibat

biaya overhead biaya overhead pabrik menjadi negative (minus) apabila

harga jual produk rusak relative tinggi. (Supriyono, 2012:183)

Langkah-langkah perhitungannya adalah sebagai berikut:

1) Menghitung harga pokok setelah biaya overhead pabrik dikurangi

penjualan produk rusak.

Harga pokok Penjualan Harga Pokok


sebelum Produk Rusak Setelah
Elemen dikurangi produk (Pengurang Dikurangi
Biaya rusak BOP) Produk Rusak
(Rp) (Rp) (Rp)
(1) (2) (3) = (1) – (2)
BBB Xxx - xxx
BTK Xxx - xxx
BOP Xxx xxx xxx
Jumlah Xxx xxx xxx
(Supriyono, 2012:196)

2) Menghitung unit ekuivalensi

Unit ekuivalensi = produk selesai + (produk dalam proses akhir


x % tingkat penyelesaian) + produk rusak
(Supriyono, 2012:196)

3) Menghitung harga pokok per satuan

Elemen Unit Biaya Biaya Produksi


Biaya Ekuivalensi Produksi Per Satuan
(Rp)
(1) (2) (3) = (2) : (1)
BBB Xxx xxx xxx
BTK Xxx xxx xxx
BOP Xxx xxx xxx
Jumlah Xxx xxx xxx
(Supriyono, 2012:196)
24

4) Menghitung harga pokok produk selesai

Produk selesai x total harga pokok per satuan = Rp xxx

Produk rusak x total harga pokok per satuan = Rp xxx

Jumlah harga pokok produk selesai = Rp xxx


(Supriyono, 2012:196)

5) Menghitung harga pokok produk dalam proses akhir

BBB = Produk dalam proses akhir akhir x % tingkat

Penyelesaian x harga pokok persatuan Rp xxx

BTK = Produk dalam proses akhir akhir x % tingkat

Penyelesaian x harga pokok persatuan Rp xxx

BOP = Produk dalam proses akhir akhir x % tingkat

Penyelesaian x harga pokok per satuan Rp xxx

Jumlah harga pokok produk dalam proses akhir Rp


(Supriyono, 2012:196)
xxx
2) Produk rusak yang laku dijual dan penyebab terjadinya produk rusak

karena kesalahan, penghasilan penjualan produk rusak diperlakukan sebagai

pengurang rugi produk rusak. Perlakuan ini sesuai dengan perlakuan harga

pokok produk rusak yang diperlakukan sebagai rugi produk rusak.

(Supriyono, 2012:183)

Langkah-langkah perhitungannya adalah sebagai berikut:

a) Menghitung unit ekuivalensi

Unit ekuivalensi = produk selesai + produk rusak + produk dalam


proses akhir x % tingkat penyelesaian.
(Supriyono, 2012:198)
25

b) Menghitung biaya produksi per satuan

Elemen Biaya Biaya Unit Biaya Produksi


Produksi Ekuivalensi Per Satuan
(1) (2) (3) = (1) : (2)
BBB xxx xxx xxx
BTK xxx xxx xxx
BOP xxx xxx xxx
Jumlah xxx xxx
(Supriyono, 2012:198)

c) Menghitung harga pokok produk selesai

Produk selesai x total harga pokok per satuan = Rp xxx

Produk rusak x total harga pokok per satuan = Rp xxx

Jumlah harga pokok produk selesai = Rp xxx


(Supriyono, 2012:198)

d) Menghitung harga pokok produk yang masih dalam proses

BBB = Produk dalam proses akhir akhir x % tingkat

penyelesaian x Harga pokok per satuan Rp

xxx

BTK = Produk dalam proses akhir akhir x % tingkat

penyelesaian xHarga pokok per satuan Rp

xxx

BOP = Produk dalam proses akhir akhir x % tingkat

penyelesaian x Harga pokok per satuan Rp


(Supriyono, 2012:198)
xxx
Apabila produk rusak karena kesalahan dalam pengolahan, maka hasil

penjualan produk rusak mengurangi rugi produk rusak di departemen


26

yang bersangkutan. Cara menhitung jumlah rugi produk rusak yang

bersangkutan yaitu:

Harga pokok produk rusak = Rp xxx

Penjualan produk rusak = Rp xxx

Rugi produk rusak = Rp xxx

(Supriyono, 2012:199)

2.2.2 Produk Cacat

2.2.2.1 Pengertian Produk Cacat

Menurut Mulyadi (2015:306), ”produk cacat adalah produk yang tidak


memenuhi standar mutu yang telah ditentukan, tetapi dengan
memperbaikinya, produk tersebut secara ekonomis dapat disempurnakan
lagi menjadi produk yang baik”.

Menurut Mursyidi (2018:119), “produk cacat (defective goods)

merupakan produk yang tidak sesuai dengan standar mutu yang telah

ditentukan, yang secara ekonomis dapat diperbaiki kembali.

Menurut Harnanto (2017:451), “produk cacat merupakan unit-unit


produk yang tidak dapat diklasifikasikan sebagai produk akhir dan
biasanya memerlukan proses ulang atau ekstra untuk memperbaikinya agar
dapat dijual sebagai produk akhir”.

Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa produk

cacat adalah produk yang tidak memenuhi standar mutu yang telah ditentukan,

namun secara ekonomis dapat diperbaiki kembali menjadi produk yang baik.

2.2.2.2 Perlakuan Akuntansi Produk Cacat

Masalah yang timbul dalam produk cacat adalah bagaimana memperlakukan

biaya perbaikan produk cacat yang dapat mengkonsumsi biaya bahan, biaya
27

tenaga kerja, maupun biaya overhead pabrik. Dalam hal ini perlakuan biaya

perbaikan produk cacat tergantung penyebab timbulnya produk cacat yaitu:

1. Produk cacat bersifat normal di perusahaan.

Bila produk cacat bersifat normal, biaya perbaikan diperlakukan sebagai elemen

biaya produksi di mana produk cacat digabungkan dengan elemen biaya yang ada.

Langkah-langkah perhitungannya adalah sebagai berikut:

a. Menghitung unit ekuivalensi

Unit ekuivalensi = produk selesai + produk dalam


proses akhir x % tingkat penyelesaian.
(Supriyono, 2012:203)

b. Menghitung Harga Pokok Per Satuan

Biaya Unit Harga Pokok


Elemen Biaya Produksi Ekuivalensi Per Satuan
(1) (2) (3) = (1) : (2)
BBB xxx xxx xxx
BTK xxx + xxx xxx xxx
BOP xxx + xxx xxx xxx
Jumlah xxx xxx
(Supriyono, 2012:204)

c. Menghitung harga pokok produk selesai dan produk dalam proses

Harga pokok produk selesai

Produk selesai x total harga pokok per sataun Rp xxx

Harga pokok produk dalam proses:

BBB = Produk dalam proses akhir x % tingkat

penyelesaian x harga pokok per satuan Rp xxx

BTK = Produk dalam proses akhir x % tingkat

penyelesaian x harga pokok per satuan Rp xxx

BOP = Produk dalam proses akhir x % tingkat


28

penyelesaian x harga pokok per satuan Rp xxx

Jumlah harga pokok produk dalam proses Rp xxx

Jumlah harga pokok diperhitungkan Rp xxx

(Supriyono, 2012:203)

2. Produk cacat terjadinya karena kesalahan

Apabilan produk cacat timbulnya karena kesalahan, perlakuan biaya perbaikan

produk cacat tidak boleh dikapitalisasi ke dalam harga pokok produk, akan tetapi

diperlakukan sebagai elemen rugi produk cacat.

Langkah-langkah perhitungannya adalah sebagai berikut:

a. Menghitung unit ekuivalensi

Unit ekuivalensi = produk selesai + produk dalam


proses akhir x % tingkat penyelesaian.
(Supriyono, 2012:207)

b. Menghitung Harga Pokok Per Satuan

Biaya Unit Harga Pokok


Elemen Biaya Produksi Ekuivalensi Per Satuan
(1) (2) (3) = (1) : (2)
BBB xxx xxx xxx
BTK xxx xxx xxx
BOP xxx xxx xxx
Jumlah xxx xxx
(Supriyono, 2012:207)

c. Menghitung harga pokok produk selesai dan produk dalam proses

Harga pokok produk selesai

Produk selesai x total harga pokok per sataun Rp xxx

Harga pokok produk dalam proses:

BBB = Produk dalam proses akhir x % tingkat

penyelesaian x harga pokok per satuan Rp xxx


29

BTK = Produk dalam proses akhir x % tingkat

penyelesaian x harga pokok per satuan Rp xxx

BOP = Produk dalam proses akhir x % tingkat

penyelesaian x harga pokok per satuan Rp xxx

Jumlah harga pokok produk dalam proses Rp xxx

Jumlah harga pokok diperhitungkan Rp xxx

Akun rugi dilaporkan di laporan laba rugi sebagai kelompok biaya diluar usaha

atau biaya lain-lain. Dengan jurnal untuk mencatat kerugian sebagai berikut:

Rugi produk cacat xxx

Persediaan bahan baku xxx

Biaya gaji dan upah xxx

Biaya lain-lain xxx

(Supriyono, 2012:207)

2.2.3 Harga Pokok Produksi

2.2.3.1 Pengertian Harga Pokok Produksi

Menurut Fauziyah (2008:06): "harga pokok produksi adalah semua


biaya yang berhubungan dengan fungsi produksi atau kegiatan pengolahan
bahan baku menjadi produk selesai yang terdiri biaya bahan baku, biaya
tenaga kerja dan biaya overhead pabrik".

Menurut Bustami dan Bastian (2013:49): "harga pokok produksi


adalah kumpulan biaya produksi yang terdiri dari bahan baku langsung,
tenaga kerja langsung dan biaya overhead pabrik ditambah persediaan
produk dalam proses awal dan dikurangi persediaan produk dalam proses
akhir".

Menurut Jusup (2012:560): "harga pokok produksi adalah biaya biaya

yang berkaitan dengan aktivitas dan proses untuk mengubah bahan baku

menjadi barang jadi".


30

Berdasarkan pengertian-pengertian yang dikemukakan diatas dapat

disimpulkan bahwa harga pokok produksi adalah kumpulan biaya produksi

berkaitan dengan aktivitas dan kegiatan pengolahan bahan baku menjadi barang

jadi yang terdiri dari biaya bahan baku, biaya tenaga kerja dan biaya overhead

pabrik.

2.2.3.2 Elemen-Elemen Harga Pokok Produksi

Elemen-elemen harga pokok produksi mencakup tiga yaitu biaya bahan baku

langsung, biaya tenaga kerja langsung dan biaya overhead pabrik.

1. Biaya Bahan Baku Langsung

Bahan baku adalah bahan yang akan diolah menjadi bagian produk selesai dan

pemakaiannya dapat diidentifikasikan atau diikuti jejaknya atau merupakan

bagian integral pada produk tertentu. Biaya bahan baku adalah harga perolehan

dari bahan baku yang dipakai dalam pengolahan produk.

2. Biaya Tenaga Kerja Langsung

Tenaga kerja adalah semua karyawan perusahaan yang memberikan jasa kepada

perusahaan. Biaya tenaga kerja adalah semua balas jasa yang diberikan oleh

perusahaan kepada semua karyawan.

3. Biaya Overhead Pabrik

Biaya overhead pabrik adalah biaya produksi selain dari bahan baku dan tenaga

kerja. Elemen biaya overhead pabrik dapat digolongkan ke dalam:

a. Biaya bahan penolong

b. Biaya tenaga kerja tidak langsung


31

c. Penyusutan dan amortisasi aktiva tetap pabrik

d. Reparasi dan pemeliharaan aktiva tetap pabrik

e. Biaya listrik, air pabrik

f. Biaya asuransi pabrik

g. Biaya overhead lain-lain. (Supriyono, 2012:19)

2.2.3.3 Metode Penentuan Harga Pokok Produksi

Metode penentuan harga pokok produksi merupakan cara untuk memasukan

unsur-unsur biaya ke dalam harga pokok produksi. Dalam penentuan harga pokok

produksi dikenal dua metode pendekatan, yaitu pendekatan full costing (metode

harga pokok penuh) dan pendekatan variable costing (metode harga pokok

variabel).

1. Metode Full Costing

Full Costing merupakan penentuan harga pokok produksi yang

memperhitungkan semua unsur biaya produksi ke dalam harga pokok produksi,

yang terdiri dari biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung dan biaya

overhead pabrik baik yang berperilaku variabel maupun tetap.

Dengan demikian harga pokok produksi metode full costing terdiri dari unsur

biaya produksi berikut ini:

Biaya bahan baku Rp xxx

Biaya tenaga kerja langsung Rp xxx

Biaya overhead pabrik variabel Rp xxx

Biaya overhead pabrik tetap Rp xxx+

Kos produksi Rp xxx


32

2. Metode Variable Costing

Variable costing merupakan metode penentuan harga pokok produksi yang

memperhitungkan biaya produksi yang berperilaku variabel dalam harga pokok

produksi yang terdiri dari biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung dan

biaya overhead pabrik variabel. Dengan demikian harga pokok produksi menurut

variable costing terdiri dari unsur biaya produksi berikut ini:

Biaya bahan baku Rp xxx

Biaya tenaga kerja langsung Rp xxx

Biaya overhead pabrik variabel Rp xxx+

Kos produksi Rp xxx

(Mulyadi, 2015:17)

2.2.3.4 Metode Pengumpulan Harga Pokok Produksi

Pada umumnya sifat pengolahan produk dapat dibedakan ke dalam dua

golongan, yaitu golongan produk yang didasarkan atas pesanan dan pengolahan

produk proses. Perusahaan yang berproduksi berdasarkan pesanan,

mengumpulkan harga pokok produksinya dengan menggunakan metode harga

pokok pesanan (job order cost method). Sedangkan perusahaan yang berproduksi

massal, mengumpulkan harga pokok produksinya dengan menggunakan metode

harga pokok proses (process cost method).

1. Metode Harga Pokok Pesanan (Job Order Cost Method)


33

Metode harga pokok pesanan adalah biaya-biaya produksi dikumpulkan untuk

pesanan tertentu dan harga pokok per satuan produk yang dihasilkan untuk

memenuhi pesanan tersebut dihitung dengan cara membagi total biaya produksi

untuk pesanan tersebut dengan jumlah satuan produk dalam pesanan yang

bersangkutan. (Mulyadi, 2015:16)

Perusahaan yang beroperasi dalam industri berdasarkan pesanan, memproduksi

banyak jenis jasa atau produk yang cukup berbeda antara yang satu dengan yang

lain. Produk khusus atau produk yang dibuat menurut pesanan termasuk dalam

kategori ini, begitu juga perusahaan yang menyediakan jasa yang berbeda kepada

setiap pelanggan. Perusahaan yang umumnya menggunakan sistem berdasarkan

pesanan adalah percetakan, konstruksi, pembuatan perabot, perbaikan mobil, dan

jasa medis. (Hansen, Mowen 2017:290)

a. Karakteristik dari metode harga pokok pesanan adalah sebagai berikut:

1) Perusahaan memproduksi berbagai macam produk sesuai dengan spesifikasi

pemesanan setiap jenis produk perlu dihitung harga pokok produksinya

secara individual.

2) Biaya produksi harus digolongkan berdasarkan hubungan dengan produk

menjadi dua kelompok yaitu biaya produksi langsung dan biaya produksi

tidak langsung.

3) Biaya produksi langsung terdiri dari biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja

langsung, sedangkan biaya produksi tidak langsung disebut dengan istilah

biaya overhead pabrik.


34

4) Biaya produksi langsung diperhitungkan sebagai harga pokok pesanan

tertentu berdasarkan biaya yang sesungguhnya terjadi, sedangkan biaya

overhead pabrik diperhitungkan ke dalam harga pokok pesanan berdasarkan

tarif yang ditentukan dimuka.

5) Harga pokok produksi per unit dihitung pada saat pesanan selesai diproduksi

dengan cara membagi jumlah biaya produksi yang dikeluarkan untuk

pesanan tertentu dengan jumlah unit produk yang dihasilkan dalam pesanan

yang bersangkutan.

b. Manfaat informasi harga pokok produksi setiap pesanan bagi manajemen

yaitu:

1) Menentukan harga jual yang akan dibebankan kepada pemesan.

2) Mempertimbangkan penerimaan atau penolakan pesanan

3) Memantau realisasi biaya produksi.

4) Menghitung laba atau rugi tiap pesanan.

5) Menentukan harga pokok persediaan produk jadi dan produk dalam

prosesyang disajikan dalam neraca. (Mulyadi, 2015:38)

2. Metode Harga Pokok Proses (Process Cost Method)

Metode harga pokok proses adalah biaya-biaya produksi dikumpulkan untuk

periode tertentu dan biaya produksi per satuan produk yang dihasilkan dalam

periode tersebut dihitung dngan cara membagi total biaya produksi untuk periode

tertentu dengan jumlah satuan produk yang dihasilkan dalam periode yang

bersangkutan. (Mulyadi, 2015:17)


35

Perusahaan-perusahaan yang termasuk dalam industri berdasarkan proses,

memproduksi produk yang hampir sama atau sejenis secara besar-besaran. Contoh

perusahaan yang menggunakan sistem berdasarkan proses adalah perusahaan

makanan, semen, bahan bakar, dan bahan kimia. (Hansen Mowen, 2017:290)

a. Karakteristik dari metode harga pokok proses adalah sebagai berikut:

1) Proses yang dihasilkan merupakan produk standar

2) Produk yang dihasilkan dari bulan ke bulan adalah sama

3) Kerugian produksi dimulai dengan diterbitkannya perintah produksi

yang berisi rencana produksi produk standar untuk jangka waktu

tertentu.

b. Manfaat informasi harga pokok produksi:

1) Menentukan harga jual produk

2) Memantau realisasi biaya produksi

3) Menghitung laba atau rugi periodic

4) Menentukan harga pokok persediaan produk jadi dan produk dalam

proses yang disajikan dalam neraca. (Mulyadi, 2015:63)

2.2.4 Laba

2.2.4.1 Pengertian Laba

Menurut Harahap (2015:113), menyatakan bahwa laba adalah kelebihan

penghasilan diatas biaya selama satu periode akuntansi.

Menurut Jusup (2012:31), menyatakan bahwa laba (atau rugi) adalah selisih

lebih (atau kurang) antara pendapatan dan beban.


36

Berdasarkan beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa laba adalah

selisih antara pendapatan dan beban yang terjadi dalam suatu periode akuntansi.

2.2.4.2 Jenis-Jenis Laba

Jenis-jenis laba diantaranya:

1. Laba kotor

Penjualan bersih dikurangi dengan harga pokok penjualan akan diperoleh laba

kotor. Jumlah ini dinamakan laba kotor karena masih belum memperhitungkan

beban operasional yang telah (turut) dikeluarkan dalam rangka penciptaan ./

pembentukan pendapatan.

2. Laba operasional.

Laba operasional mengukur kinerja fundamental operasi perusahaan dan

dihitung sebagai selisih antara laba kotor dan beban operasional.

3. Laba dari operasi berlanjut sebelum pajak penghasilan.

Laba yang diperoleh dari usaha operasional ditambah dengan pendapatan dan

keuntungan lain-lain dan dikurangkan dengan beban dan kerugian lain-lain

akan menghasilkan laba dari operasional berlanjut sebelum pajak penghasilan.

4. Laba bersih

Laba dari operasi berlanjut ditambah atau dikurangi keuntungan atau kerugian

dari operasi yang dihentikan dan dikurangi dengan kerugian luar biasa.

(Hery, 2013:120)
37

2.2.4.3 Tujuan Pelaporan Laba

Tujuan pelaporan laba adalah untuk menyediakan informasi yang berguna

bagi pihak yang berkepentingan. Adapun tujuan dari pelaporan laba antara lain

sebagai berikut :

1. Sebagai indikator efisiensi penggunaan dana yang tertanam dalam perusahaan

yang diwujudkan dalam tingkat kembalian rate of return on invested capital.

2. Sebagai pengukur prestasi manajemen.

Umumnya prestasi manajemen dinilai berdasarkan tingkat laba yang

dihasilkan perusahaan. Sebagai salah satu indikator dalam menilai prestasi

manajemen, informasi laba sangat dibutuhkan oleh banyak pihak.

3. Sebagai dasar penentuan besarnya pengenaan pajak.

Besarnya pajak dapat dihitung berdasarkan laporan laba perusahaan. Semakin

besar laba perusahaan maka pajak yang dikenakan juga akan semakin besar.

4. Sebagai dasar kompensasi dan pembagian bonus.

Laba perusahaan menentukan berapa banyak jumlah bonus yang akan

dibagikan kepada karyawan perusahaan. Semakin banyak jumlah laba maka

bonus yang akan didapat oleh karyawan juga akan meningkat secara

signifikan.

5. Sebagai alat motivasi manajemen dalam pengendalian perusahaan.

Laba yang berfluktuasi akan menimbulkan kekhawatiran manajemen. Agar

stabilitas perusahaan tidak terganggu maka diperlukan pengendalian yang baik

dari perusahaan. Berfluktuasinya laba ini dapat dijadikan sebagai alat motivasi

manajemen dalam pengendalian perusahaan.


38

6. Sebagai dasar pembagian dividen.

Berdasarkan UU PT, seluruh laba bersih dikurangi penyisihan untuk cadangan

dibagikan kepada pemegang saham sebagai dividen, kecuali ditentukan lain

dalam Rapat Umum Pemegang Saham ("RUPS").

Cadangan adalah jumlah tertentu dari laba bersih setiap tahun buku yang

digunakan untuk cadangan, sebagaimana diputuskan oleh RUPS. Dividen

hanya boleh dibagikan apabila perseroan mempunyai saldo laba yang positif.

(Chariri dan Ghozali 2014:216)

2.2.4.4 Elemen-Elemen Laba

Laba terdiri dari empat elemen utama yaitu pendapatan (revenue),

beban(expense), keuntungan (gain), dan kerugian (loss). Defenisi dari elemen-

elemen laba tersebut adalah sebagai berikut :

1. Pendapatan (revenue) adalah arus masuk atau peningkatan lain dari aktiva

suatu entitas atau pelunasan kewajibannya (atau kombinasi dari keduanya)

dari penyerahan atau produksi suatu barang, pemberian jasa, atau aktivitas lain

yang merupakan usaha terbesar atau usaha utama yang sedang dilakukan

entitas tersebut.

2. Beban (expense) adalah arus keluar atau penggunaan lain dari aktiva atau

timbulnya kewajiban (atau kombinasi keduanya) dari penyerahan atau

produksi suatu barang, pemberian jasa, atau pelaksanaan aktivitas lain yang

merupakan usaha terbesar atau usaha utama yang sedang dilakukan entitas

tersebut.
39

3. Keuntungan (gain) adalah peningkatan dalam ekuitas (aktiva bersih) dari

transaksi sampingan atau transaksi yang terjadi sesekali dari suatu entitas dan

dari semua transaksi, kejadian, dan kondisi lainnya yang mempengaruhi

entitas tersebut, kecuali yang berasal dari pendapatan atau investasi pemilik.

4. Kerugian (loss) adalah penurunan dalam ekuitas (aktiva bersih) dari transaksi

sampingan atau transaksi yang terjadi sesekali dari suatu entitas dan dari

semua transaksi, kejadian, dan kondisi lainnya yang mempengaruhi entitas

tersebut, kecuali yang berasal dari pendapatan atau investasi pemilik. (Stice,

Stice dan Skousen 2004:230)

2.2.5 Pengaruh Produk Rusak dan Produk Cacat dalam Perhitungan

Harga Pokok Produksi untuk mengoptimalkan Laba.

Terjadinya produk rusak dan produk cacat merupakan hal yang biasa terjadi

pada proses produksi. Namun jika produk rusak dan produk cacat tidak bisa

diminimalkan dalam proses produksi maka akan berakibat buruk terhadap

perusahaan. Hal tersebut akan berpengaruh terhadap perhitungan harga pokok

produksi dan laba perusahaan. Oleh karena itu perusahaan perlu menerapkan

perlakuan akuntansi produk rusak dan produk cacat. Perlakuan akuntansi produk

rusak dan produk cacat antara lain apabila prodok rusak dan produk yang laku

dijual dan bersifat normal maka hasil penjualan produk rusak dan produk cacat

diperlakukan sebagai pengurang harga pokok selesai, pengurang elemen biaya

produksi dan elemen biaya overhead pabrik dan apabila produk rusak produk

cacat tidak laku dan produk dijual sifatnya normal, harga pokok produk rusak dan

produk rusak dibebankan pada produk selesai yang dipindahkan ke gudang


40

produk selesai atau departemen berikutnya dan produk rusak dan produk cacat

tidak laku dijual sifatnya tidak normal atau karena kesalahan, harga pokok produk

rusak dan produk cacat diperlakukan sebagai rugi produk rusak dan produk cacat.

Produk rusak dan produk cacat akan mengakibatkan harga pokok produksi

menjadi tinggi karena produk rusak dan produk cacat juga ikut menyerap biaya

produksi. Kenaikan harga pokok produksi ini juga akan berpengaruh terhadap

laba usaha. Untuk menekan biaya produksi agar harga pokok produksi tidak tinggi

karena adanya produk rusak dan produk cacat perusahaan perlu melakukan

perhitungan terhadap produk rusak dan produk cacat. Perusahaan sebaiknya

memperlakukan hasil penjualan produk rusak dan produk cacat tersebut sebagai

pengurangan elemen biaya produksi karena perlakuan ini mengalokasikan biaya

secara adil dengan membagi nilai jual produk rusak dan produk cacat ke dalam

biaya produksi. Jika hal tersebut diperhatikan dengan benar maka perusahaan

dapat mengoptimalkan laba usaha.

2.2.6 Kerangka Pikir

Gambar 2. 1
Kerangka Pikir

Produk Rusak Produk Cacat

Harga Pokok Produksi

Laba
41

Keterangan:

Dalam suatu proses produksi perusahaan manufaktur tidak menutup

kemungkinan terjadinya produk rusak dan produk cacat. Produk rusak dan cacat

diketahui setelah dilakukan proses produksi. Dalam proses produksi, produk rusak

dan cacat mengeluarkan biaya-biaya untuk menghasilkan produknya. Biaya-biaya

yang harus dikeluarkan perusahaan antara lain biaya bahan baku, biaya tenaga

kerja dan biaya overhead pabrik. Biaya-biaya tersebut akan berpengaruh terhadap

perhitungan harga pokok produksi dan laba perusahaan. Yang menjadi masalah

yaitu ketika proses produksi perusahaan tidak selalu menghasilkan produk baik

ada pula produk jadi tersebut sebagian berupa produk rusak dan cacat. Ketika

perusahaan memiliki produk rusak dan cacat, yang menjadi poin penting yaitu

bagaimana memperlakukan produk rusak dan cacat tersebut karena produk rusak

turut menyerap biaya produksi, produk rusak akan mengurangi total penjualan dan

mengakibatkan harga pokok produksi yang telah dikeluarkan tidak sejalan dengan

penjualan yang dihasilakan. Produk rusak mengurangi total penjualan karena

produk rusak tidak laku dijual dengan harga normal, produk rusak memerlukan

diskon atau potongan harga agar laku dijual. Dalam penelitian ini produk rusak
42

terjadi diakhir proses yang mana memiliki wujud fisik dan laku dijual, secara teori

maka pendapatan dari produk rusak diperlakukan sebagai pengurang biaya pokok

produksi. Pengurangan dilakukan pada setiap elemen-elemen biaya yang

dikeluarkan yaitu hasil penjualan produk rusak dikurangkan ke biaya bahan baku,

biaya tenaga kerja dan biaya overhead pabrik. Sehingga output yang diharapkan

akan tercapai yakni mengurangi harga pokok produksi sehingga harga pokok

produksi menjadi lebih kecil. Harga pokok produksi yang kecil akan

berpengaruh terhadap laba perusahaan, ketika harga pokok produksi menjadi

kecil maka akan mampu mengoptimalkan laba perusahaan.


BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Ruang Lingkup Penelitian

Untuk menghindari adanya suatu pembahasan yang tidak sesuai dengan

pendekatan yang diterapkan oleh peneliti, maka ruang lingkup dalam penelitian

ini hanya mencakup tentang analisis perlakuan produk rusak dan produk cacat

dalam perhitungan harga pokok produksi untuk mengoptimalkan laba produk

pada UD. Memory Nganjuk.

3.2 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada perusahaan manufaktur UD. Memory yang

beralokasi di Jl. Megantoro 44B Kec. Kab. Nganjuk. Adapun alasan peneliti

memilih lokasi penelitian di UD. Memory Nganjuk antara lain:

1. Perusahaan belum menerapkan perlakuan produk rusak dan produk cacat dalam

perhitungan harga pokok produksi.

2. Manajemen perusahaan yang bersifat terbuka sehingga memudahkan peneliti

dalam memperoleh data-data yang dibutuhkan.

3.3 Data dan Teknik Pengumpulannya

3.3.1 Data

1. Sifat Data
Adapun sifat data yang digunakan peneliti dalam penelitian ini yakni:

a. Data kualitatif

Data kualitatif yang digunakan berupa data mengenai sejarah singkat

perusahaan, lokasi perusahaan, visi dan misi perusahaan, tujuan perusahaan,

43
44

struktur organisasi perusahaan dan produk yang dihasilkan perusahaan serta

proses pembuatan produk shuttlecock.

b. Data kuantitatif

Data kuantitatif yang digunakan dalam penelitian ini berupa data mengenai

kapasitas produksi dan data produksi, data penjualan, data biaya listrik, data

biaya air, data biaya telepon, data biaya administrasi dan umum, biaya produksi,

biaya non produksi, dan data produk rusak serta produk cacat tahun 2021.

2. Sumber Data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer. Data primer

tersebut terdiri dari sejarah singkat perusahaan, lokasi perusahaan, visi dan misi

perusahaan, tujuan perusahaan, struktur organisasi perusahaan, sumber daya

manusia, kegiatan produksi, data produksi, data penjualan, data biaya listrik, data

biaya air, data biaya telepon, biaya produksi, biaya non produksi, dan data produk

rusak serta produk cacat.

3.3.2 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dari penelitian ini yakni:

1. Wawancara

Wawancara merupakan metode pengumpulan data dengan cara tanya jawab

dengan pihak-pihak perusahaan UD. Memory Nganjuk, yaitu mengenai gambaran

yang berkaitan dengan sejarah singkat perusahaan, struktur organisasi, jumlah

karyawan, dan jenis produk yang diproduksi.


45

2. Dokumentasi

Dokumentasi merupakan metode pengumpulan data dengan cara melakukan

pengamatan dengan menggunakan dokumen atau catatan yang ada di perusahaan

tersebut, yaitu data tentang lokasi perusahaan, tujuan perusahaan, proses produksi,

laporan data produksi, daftar biaya overhead pabrik, dan laporan biaya produksi

3.4 Identifikasi Variabel

Variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Produk Rusak

2. Produk Cacat

3. Harga Pokok Produksi

4. Laba

3.5 Definisi Operasional Variabel

1. Produk rusak adalah produk yang tidak memenuhi standar mutu yang telah

ditetapkan, yang secara ekonomis tidak dapat diperbaiki menjadi produk yang

baik.

2. Produk cacat adalah produk yang tidak memenuhi standar mutu yang telah

ditentukan tetapi dengan mengeluarkan biaya kembali memperbaikinya,

produk tersebut secara ekonomis dapat disempurnakan lagi menjadi produk

jadi yang baik.

3. Harga pokok produksi merupakan biaya yang dikeluarkan untuk melakukan

kegiatan produksi dengan menjumlahkan seluruh biaya yang digunakan dalam

pengolahan bahan baku menjadi produk jadi.


46

4. Laba merupakan selisih antara pendapatan dan beban yang terjadi dalam suatu

periode akuntansi.

3.6 Teknik Analisis Data.

Analisis data untuk penulisan skripsi ini mengunakan analisis deskriptif

Kuantitatif. Deskriptif kuantitatif merupakan analisis data yang berbentuk

perhitungan angka-angka,dengan mengunakan rumus matematik yang relevan

sesuai data yang dianalisis serta menjelaskan angka-angka tersebut dalam bentuk

uraian bahasa prosa atau bahasa baku.

Adapun langkah- langkah pemecahan masalah adalah sebagai berikut:

1. Perlakuan pada produk rusak sebagai pengurang elemen biaya produksi di

departemen dimana produk rusak..

Langkah-langkah perhitungannya adalah sebagai berikut:

a. Menghitung pembagian nilai jual produk rusak sebagai pengurang biaya


produksi.

Tabel 3.1
Menghitung nilai jual produk rusak sebagai pengurang biaya produksi

Presentase Biaya produksi


(%) Pembagian setelah
Jumlah
1 x100% nilai jual dikurangi nilai
Biaya
Unsur Total1 produk rusak jual produk
Biaya rusak
(2) x Nilai
Rp % Jual Produk (1) – (3)
Rusak

(1) (2) (3) (4)


BBB Rp xxx % Rp xxx Rp xxx
BTK Rp xxx % Rp xxx Rp xxx
BOP Rp xxx % Rp xxx Rp xxx
Jumlah Rp xxx Rp xxx Rp xxx
(Supriyono, 2012:194)
47

b. Menghitung pembagian nilai jual produk rusak sebagai pengurang biaya


produksi.
Tabel 3.2
Menghitung nilai jual produk rusak sebagai pengurang biaya produksi

Presentase Biaya produksi


(%) Pembagian setelah
Jumlah
1 x100% nilai jual dikurangi nilai
Biaya
Unsur Total1 produk rusak jual produk
Biaya rusak
(2) x Nilai
Rp % Jual Produk (1) – (3)
Rusak

(1) (2) (3) (4)


BBB Rp xxx % Rp xxx Rp xxx
BTK Rp xxx % Rp xxx Rp xxx
BOP Rp xxx % Rp xxx Rp xxx
Jumlah Rp xxx Rp xxx Rp xxx
(Supriyono, 2012:194)
b. Menghitung unit ekuivalensi

Unit ekuivalensi = produk selesai + (produk dalam proses


akhir x % tingkat penyelesaian) + produk rusak
(Supriyono, 2012:194)
c. Menghitung harga pokok per satuan di departemen produksi.

Table 3.3
Menghitung harga pokok per satuan di departemen produksi

Jumlah produk Biaya produksi


yang dihasilkan setelah dikurangi Biaya per
Unsur (Unit nilai jual produk unit
Biaya Ekuivalensi) rusak

(1) (2) (3) = (2) : (1)


BBB xxx xxx xxx
BTK xxx xxx xxx
BOP xxx xxx xxx
Jumlah xxx xxx xxx
(Supriyono, 2012:194)
48

d. Menghitung harga pokok produk selesai yang ditransfer ke gudang dan

harga pokok produk dalam proses akhir bulan.

Produk selesai yang ditransfer ke gudang:

(Jumlah produk selesai x harga pokok per satuan) Rp xxx

(Jumlah produk rusak x harga pokok per satuan) Rp xxx

Jumlah Produk Selesai Rp xxx


Harga pokok produk dalam proses akhir bulan:

BBB: (BDP akhir x presentase tingkat peny. produk dalam

proses akhir bulan (%) x harga pokok per satuan) Rp xxx

BTK: (BDP akhir x presentase tingkat peny. produk dalam

proses akhir bulan (%) x harga pokok per satuan) Rp xxx

BOP: (BDP akhir x presentase tingkat peny. produk dalam

proses akhir bulan (%) x harga pokok per satuan) Rp xxx

Jumlah harga pokok produk dalam proses akhir Rp xxx

Jumlah harga pokok diperhitungkan Rp xxx

(Supriyono, 2012:194)

2. Perlakuan Produk cacat bersifat normal di perusahaan.

Apabila produk cacat bersifat normal, semua biaya perbaikan produk cacat

diperlakukan sebagai elemen biaya produksi pada departemen di mana produk

cacat digabungkan dengan setiap elemen biaya yang ada.


49

Langkah-langkah perhitungannya adalah sebagai berikut:

a. Menghitung unit ekuivalensi

Unit ekuivalensi = produk selesai + produk dalam


proses akhir x % tingkat penyelesaian.
(Supriyono, 2012:203)

b. Menghitung Harga Pokok Per Satuan

Biaya Unit Harga Pokok


Elemen Biaya Produksi Ekuivalensi Per Satuan
(1) (2) (3) = (1) : (2)
BBB xxx xxx xxx
BTK xxx + xxx xxx xxx
BOP xxx + xxx xxx xxx
Jumlah xxx xxx
(Supriyono, 2012:204)

c. Menghitung harga pokok produk selesai dan produk dalam proses

Harga pokok produk selesai

Produk selesai x total harga pokok per sataun Rp xxx

Harga pokok produk dalam proses:

BBB = Produk dalam proses akhir x % tingkat

penyelesaian x harga pokok per satuan Rp xxx

BTK = Produk dalam proses akhir x % tingkat

penyelesaian x harga pokok per satuan Rp xxx

BOP = Produk dalam proses akhir x % tingkat

penyelesaian x harga pokok per satuan Rp xxx

Jumlah harga pokok produk dalam proses Rp xxx

Jumlah harga pokok diperhitungkan Rp xxx

(Supriyono, 2012:203)
50

3. Menyusun Laporan Laba rugi

UD. Memory Nganjuk


Laporan Laba Rugi
Untuk Periode Yang Berakhir 31 Desember 2021

Dalam Rupiah

Penjualan produk baik xxx


Penjualan produk cacat xxx
Penjualan produk rusak xxx
Total pendapatan xxx

Beban pokok penjualan


Biaya bahan baku xxx
Biaya tenaga kerja lansung xxx
Biaya overhead xxx
Total beban pokok penjualan xxx
Laba kotor xxx

Beban operasional
Listrik, air dan telepon xxx
Lain-lain xxx
Jumlah beban xxx
Laba bersih tahun berjalan xxx
Beban pajak xxx
Laba bersih setelah pajak xxx

Sumber : Ikatan Akuntan Indonesia, (2020)

4. Membandingkan hasil perhitungan harga pokok produksi dan laba yang

diterapkan perusahaan selama ini dengan hasil perhitungan yang dilakukan oleh

peneliti.

Perbandingan Harga Pokok Produksi dan Laba


51

Menurut Perusahaan dan Menurut Peneliti

Perusahaan Teori

Harga Pokok Produksi


Produk Rusak Rp xxx Rp xxx

Harga Pokok Produksi


Produk Cacat Rp xxx Rp xxx

Laba Rp xxx Rp xxx

5. Interpretasi.
DAFTAR PUSTAKA

Baridwan, Z., (2015), Intermediate Accounting, Edisi sembilan, Yogyakarta:


BPFE-Yogyakarta.

Bustami, Bastian, dan Nurlela (2013), Akuntansi Biaya, Edisi keempat, Jakarta:
Mitra Wacana Media

Chariri, Anis dan Imam Ghozali, (2014), Teori Akuntansi, Edisi 4, Semarang:
Universitas Diponegoro

Fauziyah (2008), Akuntansi Biaya, Edisi Pertama, Kediri: Uniska Press

Hanafi, Mahmud M dan Abdul Halim, (2018), Analisis Laporan Keuangan, Edisi
Kelima, Yogyakarta: STIE YKPN

Hansen, Don R. dan Maryanne M. Mowen (2017), Akuntansi Manajerial, Edisi


kelima, Jakarta: Salemba Empat
Harnanto, (2017), Akuntansi Biaya, Konsep & metodologi Penggolongan Biaya
Elemen Biaya Produksi Perhitungan Harga Pokok Produk, Yogyakarta:
Andi BPFE
Harahap, Sofyan Syafiri, (2015), Analisis Kritis Laporan Keuangan, Jakarta:
Bumi Aksara

Hery, (2013), Akuntansi Keuangan Menengah 1, Jakarta: Bumi Aksara

Jusup, (2012), Dasar-Dasar Akuntansi Edisi tujuh, Yogyakarta: STIE YKPN

Kasmir, (2012), Analisis Laporan Keuangan, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada

Mulyadi, (2012), Akuntansi Biaya Edisi Kelima, Yogyakarta: STIE YKPN

Mursyidi, (2018), Akuntansi Biaya Conventional Costing. Just In Time, dan


Activity Based Costing, Bandung: PT Refika Aditama.
Soemarso, S.R., (2014), Akuntansi Suatu Pengantar, Edisi lima, Jakarta: Salemba
Empat

Siregar dkk (2013), Akuntansi Biaya, Edisi kedua, Jakarta: Salemba Empat

Supriyono, (2012), Akuntansi Biaya, Pengumpulan Biaya dan Penentuan Harga


Pokok, Edisi kedua, Yogyakarta: BPFE Yogyakarta.
53

Steven J. Tangkuman3, Hendrik Manossoh2, Margaretha Nender1. 2021. Analisis


Perlakuan Akuntansi Produk Rusak Dan Produk Cacat Dalam Perhitungan
Biaya Produksi Untuk Menentukkan Harga Jual Pada Ud. 7 Jaya Meubel
Tondano. Jurnal EMBA Vol. 9 No. 2 April 2021, Hal. 441-448. Manado.)
Earl K. Stice, James D. Stice dan K. Fred Skousen, (2004), Akuntansi
Intermediate, Jakarta: Penerbit Salemba Empat.
Subramanyam, K.R., dan Wild, (2014), Analisis Laporan Keuangan, Buku 1,
Edisi Kesepuluh,Yang Dialihbahasakan oleh Dewi Yanti, Jakarta: Salemba
Empat

Tuti Sulastri, Muhtarudin. 2019. Analisis Perlakuan Akuntansi Produk Rusak


dalam Penentuan Harga Pokok Produksi (Studi Kasus Penentuan Biaya
Produksi di Kawasan Sentra Industri Sepatu Cibaduyut Kota Bandung).
JIMEA | Jurnal Ilmiah MEA (Manajemen, Ekonomi, & Akuntansi) Vol. 3
No. 01 Januari-April.

Ulinuha, (2013), Perlakuan Akuntansi Produk Rusak dan Pengaruhnya Terhadap


Harga Pokok Produksi pada Perusahaan Genteng Prima Abadi, Kediri

Zuhroh, Diana. 2021. Perlakuan Akuntansi Produk Rusak dan Produk Cacat pada
PT. EPI di Surabaya. Jurnal teknik industri Vol. 24 No.1, hal. 18-29.
Surabaya.

Anda mungkin juga menyukai