Anda di halaman 1dari 6

TUGAS 3 Hukum Persaingan Usaha 57

Nama : JONA PERDANA WILLIEAM


Nim : 042167926
Pertanyaan
Perkara ini diawali dari laporan ke KPPU pada bulan juni 2004 yang
menyatakan bahwa terdapat dugaan pelanggaran UU no 5 tahun 1999
dalam penjualan dua unit tanker VLCC Pertamina. Hasil pemeriksaan
Majelis Komisi menemukan fakta bahwa pada bulan November 2002,
Pertamina telah membangun 2 (dua) unit tanker VLCC yang dilaksanakan
oleh Hyundai Heavy Industries di Ulsan Korea. Untuk keperluan pendanaan
Pertamina berencana menerbitkan obligasi atas nama PT Pertamina
Tongkang. Namun rencana tersebut dibatalkan pada bulan September
2003 oleh direksi baru Pertamina yang diangkat pada tanggal 17
September 2003. Selanjutnya direksi baru Pertamina mengkaji lebih lanjut
kelayakan atas pemilikan VLCC tersebut.

Pada April 2004, Direksi Pertamina memutuskan untuk menjual secara


putus atas dua unit VLCC, membentuk Tim Divestasi Internal dan menunjuk
Goldman Sachs sebagai penasehat keuangan dan arranger untuk keperluan
tersebut tanpa melalui tender. Goldman Sachs kemudian mengundang 43
penawar potensial dalam proses divestasi VLCC tersebut terdapat 7
perusahaan yang memasukan penawaran. Enam perusahaan dari bidder
potensial yang diundang dan satu perusahaan yang tidak diundang. Dari
tujuh tersebut 4 perusahaan (termasuk Frontline) tidak melakukan
penawaran secara langsung seperti yang dipersyaratkan tapi diwakili oleh
broker yaitu PT Equinox.

Dari ketujuh bidder tersebut, Pertamina dan Golden Sachts memilih


3 shortlisted bidder, yaitu: Frontline, Essar Shipping Ltd dan Overseas Ship
Holding Group (OSG), selanjutnya ketiganya diberi kesempatan untuk
melakukan due dilligence di Korea dan memasukan enhancement
bid paling lambat 7 Juni jam 13.00 di kantor Goldman Sachs Singapura dan
hasilnya penawaran sebagai berikut: termahal Essar AS$183,5 juta, Frontline
AS$178 juta.
Kemudian Direksi Pertamina mengadakan rapat pada 8 Juli 2004. Namun
terdapat keraguan untuk menetapkan Frontline sebagai pemenang karena
adanya selisih harga sebesar AS$5,5 juta (sekitar 50 miliar). Kemudian
Pertamina meminta Goldman Sachs untuk meminta klarifikasi dari Essar
perihal kepatuhan dan kesanggupan membayar. Pada hari yang sama Essar
mengirimkan faksimile kepada Goldman Sachs dan Pertamina yang
menyatakan kesanggupannya untuk memenuhi kewajiban walaupun tidak
persis seperti waktu yang dimintakan semula. Tetapi sampai dengan
diputuskannya pemenang tender, Goldman Sachs tidak pernah melaporkan
isi surat tersebut kepada direksi Pertamina.

Rapat pemenang tender yang seyogyanya dilaksanakan pada 9 Juni 2004


ditunda dan dilaksanakan pada keesokan harinya tanggal 10 juni 2004.
Dalam rapat tersebut Goldman Sachs menyatakan telah menerima dan
membuka penawaran ketiga dari Frontline yang diterimanya dari PT
Equinox di Hotel Grand Hyatt Jakarta pada 9 Juni 2004.

Sumber : hukumonline.com

Soal :

1. Jelaskan apa yang saudara ketahui tentang persekongkolan


tender serta berikan dasar hukumnya!
2. Dalam persekongkolan tender dibedakan menjadi 3 jenis.
Sebutkan dan jelaskan ketiga jenis persekongkolan tender
tersebut. Jika dikaitkan dengan kasus diatas termasuk ke dalam
jenis persekongkolan tender yang mana. Jelaskan.
3. Jelaskan tender yang berpotensi menimbulkan persaingan
usaha tidak sehat dan berikan contohnya! Dan bagaimana
peranan KPPU dalam mencegahnya.

Jawaban :
1. Berdasarkan informasi yang diberikan, terdapat indikasi persekongkolan dalam
proses tender penjualan dua unit tanker VLCC Pertamina. Persekongkolan dalam
tender umumnya merujuk pada tindakan kolusi atau kerjasama antara peserta
tender untuk mengatur atau memanipulasi hasil tender dengan tujuan tertentu,
seperti mempengaruhi proses penentuan pemenang atau harga yang ditawarkan.

Beberapa indikasi persekongkolan dalam kasus ini meliputi:

1. Partisipasi Broker:
• Empat perusahaan, termasuk Frontline, tidak langsung mengajukan penawaran
melalui broker PT Equinox. Hal ini dapat menciptakan situasi di mana peserta
tender tidak bersaing secara langsung, sehingga mempengaruhi proses
persaingan yang seharusnya terjadi dalam tender.
2. Penundaan Pengumuman Pemenang Tender:
• Penundaan pengumuman pemenang tender, yang memberikan waktu untuk
memungkinkan tindakan tertentu atau perundingan di luar prosedur normal
tender, dapat menunjukkan adanya kesepakatan di antara peserta untuk
merancang hasil tender.
3. Ketidaktransparan dalam Pelaporan:
• Goldman Sachs, sebagai penasehat keuangan dan arranger, tidak memberikan
laporan yang transparan kepada direksi Pertamina terkait klarifikasi dari Essar. Hal
ini dapat dianggap sebagai tindakan yang tidak transparan dan dapat
memberikan peluang untuk kesepakatan di belakang layar.

Dasar hukum untuk menilai dan menindaklanjuti indikasi persekongkolan dapat merujuk
pada Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat. Pasal 5 UU tersebut menyatakan bahwa setiap perjanjian
atau persetujuan yang merugikan persaingan yang dilakukan oleh pelaku usaha dapat
dilarang dan dinyatakan tidak sah. Jika terbukti adanya persekongkolan dalam tender,
hal tersebut dapat dianggap sebagai tindakan yang melanggar persaingan usaha sehat.

Pentingnya integritas, transparansi, dan kompetisi yang sehat dalam proses tender juga
diatur oleh prinsip-prinsip hukum administrasi negara yang dapat menjadi dasar bagi
tindakan hukum apabila terdapat penyimpangan dalam proses tender. Selain itu,
tindakan yang merugikan keuangan negara atau merugikan pihak ketiga dapat merujuk
pada regulasi dan hukum perdata terkait.

2. Dalam konteks persekongkolan tender, terdapat tiga jenis utama, yaitu kolusi,
korupsi, dan nepotisme. Mari jelaskan ketiga jenis persekongkolan tersebut:
1. Kolusi:
• Definisi: Kolusi terjadi ketika peserta tender bekerjasama atau berkomplot untuk
merugikan pihak ketiga atau hasil tender. Mereka dapat menetapkan pemenang
atau mengatur harga penawaran untuk menciptakan keuntungan bersama.
• Contoh di Kasus tersebut: Jika peserta tender, termasuk Frontline, berkolusi
untuk tidak bersaing secara langsung melalui penawaran tetapi menggunakan
broker sebagai perantara, ini dapat dianggap sebagai bentuk kolusi untuk
memanipulasi proses tender.
2. Korupsi:
• Definisi: Korupsi terjadi ketika peserta tender memberikan suap atau pemberian
lainnya kepada pejabat yang terlibat dalam proses tender untuk mempengaruhi
keputusan atau hasil tender.
• Contoh di Kasus tersebut: Jika ada bukti bahwa ada pemberian suap atau
pengaruh kepada pejabat atau penasehat keuangan untuk mempengaruhi
keputusan atau hasil tender, hal ini dapat dianggap sebagai korupsi dalam
konteks persekongkolan tender.
3. Nepotisme:
• Definisi: Nepotisme terjadi ketika kebijakan atau keputusan dalam proses tender
dipengaruhi oleh hubungan pribadi, seperti hubungan keluarga atau
persahabatan, yang dapat merugikan persaingan yang sehat.
• Contoh di Kasus tersebut: Jika ada indikasi bahwa keputusan dalam proses
tender dipengaruhi oleh hubungan pribadi atau kepentingan yang tidak
seharusnya memengaruhi keputusan, ini dapat dianggap sebagai bentuk
nepotisme.

Dalam kasus di atas, berdasarkan informasi yang diberikan, indikasi persekongkolan


tampaknya lebih mengarah pada kolusi. Kolusi terlihat dari partisipasi empat
perusahaan, termasuk Frontline, yang tidak langsung mengajukan penawaran melalui
broker, dan penundaan pengumuman pemenang tender. Dengan menggunakan broker,
mereka mungkin memiliki kesepakatan atau perjanjian di luar prosedur normal tender,
yang menciptakan situasi tidak sehat dan merugikan persaingan yang seharusnya
terjadi. Oleh karena itu, kasus ini dapat dikategorikan sebagai kolusi dalam
persekongkolan tender.

3. Tender yang berpotensi menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dapat


menciptakan ketidaksetaraan dan merugikan persaingan yang sehat di pasar.
Beberapa ciri tender yang berpotensi menimbulkan persaingan usaha tidak sehat
antara lain:
1. Ketidaktransparan:
• Tender yang tidak transparan, di mana informasi tentang proses tender, kriteria
penilaian, atau keputusan pemenang tidak diungkap dengan jelas, dapat
memberikan keuntungan tidak adil kepada pihak tertentu.
2. Diskriminatif:
• Tender yang memberikan preferensi atau memihak pada pihak tertentu, misalnya
melalui hubungan pribadi atau kepentingan politik, dapat menciptakan
ketidaksetaraan di antara peserta tender.
3. Monopoli atau Oligopoli:
• Jika tender hanya terbuka untuk sejumlah kecil peserta atau bahkan hanya satu
peserta, hal ini dapat menciptakan monopoli atau oligopoli, yang dapat
merugikan persaingan yang sehat.
4. Persekongkolan:
• Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, kolusi atau persekongkolan antara peserta
tender untuk memanipulasi hasil tender dapat merugikan persaingan yang sehat.

Contoh Tender yang Berpotensi Menimbulkan Persaingan Usaha Tidak Sehat:

Misalnya, tender yang hanya diumumkan secara terbatas kepada pihak tertentu tanpa
membuka peluang bagi peserta lain untuk bersaing dapat menciptakan ketidaksetaraan.
Jika kriteria penilaian atau keputusan pemenang tidak transparan dan dapat
dimanipulasi, hal tersebut dapat merugikan peserta lain yang seharusnya memiliki
peluang yang sama.

Peran KPPU (Komisi Pengawas Persaingan Usaha) dalam Mencegah Persaingan Usaha
Tidak Sehat:

KPPU memiliki peran penting dalam mencegah persaingan usaha tidak sehat, termasuk
dalam konteks tender. Beberapa langkah yang dapat diambil oleh KPPU melibatkan:

1. Penyelidikan dan Penindakan:


• KPPU dapat melakukan penyelidikan terhadap kasus-kasus yang dicurigai
melibatkan praktik persaingan usaha tidak sehat, termasuk dalam proses tender.
Jika ditemukan pelanggaran, KPPU dapat mengambil tindakan penindakan.
2. Pemberian Rekomendasi dan Pedoman:
• KPPU dapat memberikan rekomendasi atau pedoman kepada pemerintah dan
lembaga terkait untuk memastikan bahwa proses tender dilakukan secara
transparan, adil, dan berdasarkan prinsip persaingan usaha yang sehat.
3. Pendidikan dan Advokasi:
• KPPU dapat melakukan kegiatan edukasi dan advokasi untuk meningkatkan
pemahaman tentang prinsip-prinsip persaingan usaha yang sehat di kalangan
pihak yang terlibat dalam proses tender, termasuk pihak pemerintah, perusahaan,
dan masyarakat umum.
4. Kolaborasi dengan Instansi Terkait:
• KPPU dapat bekerja sama dengan instansi terkait, seperti Ombudsman atau
lembaga pengawas lainnya, untuk memastikan bahwa proses tender tidak
melibatkan praktik-praktik yang merugikan persaingan usaha sehat.

Dengan melakukan langkah-langkah ini, KPPU dapat berperan aktif dalam menjaga
keberlangsungan persaingan usaha yang sehat dan mencegah praktik-praktik yang
dapat merugikan peserta tender dan masyarakat umum.

Anda mungkin juga menyukai