Anda di halaman 1dari 8

HUKUM Persaingan Usaha

Tugas 3 – HKUM4307.32

Nama : Intan Rosetti Arimbi

NIM : 049850002

TUGAS 3 HKUM4307

Perkara ini diawali dari laporan ke KPPU pada bulan juni 2004 yang
menyatakan bahwa terdapat dugaan pelanggaran UU no 5 tahun 1999 dalam
penjualan dua unit tanker VLCC Pertamina. Hasil pemeriksaan Majelis Komisi
menemukan fakta bahwa pada bulan November 2002, Pertamina telah
membangun 2 (dua) unit tanker VLCC yang dilaksanakan oleh Hyundai Heavy
Industries di Ulsan Korea. Untuk keperluan pendanaan Pertamina berencana
menerbitkan obligasi atas nama PT Pertamina Tongkang. Namun rencana
tersebut dibatalkan pada bulan September 2003 oleh direksi baru Pertamina
yang diangkat pada tanggal 17 September 2003. Selanjutnya direksi baru
Pertamina mengkaji lebih lanjut kelayakan atas pemilikan VLCC tersebut.

Pada April 2004, Direksi Pertamina memutuskan untuk menjual secara putus
atas dua unit VLCC, membentuk Tim Divestasi Internal dan menunjuk
Goldman Sachs sebagai penasehat keuangan dan arranger untuk keperluan
tersebut tanpa melalui tender. Goldman Sachs kemudian mengundang 43
penawar potensial dalam proses divestasi VLCC tersebut terdapat 7
perusahaan yang memasukan penawaran. Enam perusahaan dari bidder
potensial yang diundang dan satu perusahaan yang tidak diundang. Dari
tujuh tersebut 4 perusahaan (termasuk Frontline) tidak melakukan
penawaran secara langsung seperti yang dipersyaratkan tapi diwakili oleh
broker yaitu PT Equinox.

Dari ketujuh bidder tersebut, Pertamina dan Golden Sachts memilih


3 shortlisted bidder, yaitu: Frontline, Essar Shipping Ltd dan Overseas Ship
Holding Group (OSG), selanjutnya ketiganya diberi kesempatan untuk
melakukan due dilligence di Korea dan memasukan enhancement bid paling
lambat 7 Juni jam 13.00 di kantor Goldman Sachs Singapura dan hasilnya
penawaran sebagai berikut: termahal Essar AS$183,5 juta, Frontline AS$178
juta.

Kemudian Direksi Pertamina mengadakan rapat pada 8 Juli 2004. Namun


terdapat keraguan untuk menetapkan Frontline sebagai pemenang karena
adanya selisih harga sebesar AS$5,5 juta (sekitar 50 miliar). Kemudian
Pertamina meminta Goldman Sachs untuk meminta klarifikasi dari Essar
perihal kepatuhan dan kesanggupan membayar. Pada hari yang sama Essar
mengirimkan faksimile kepada Goldman Sachs dan Pertamina yang
menyatakan kesanggupannya untuk memenuhi kewajiban walaupun tidak
persis seperti waktu yang dimintakan semula. Tetapi sampai dengan
diputuskannya pemenang tender, Goldman Sachs tidak pernah melaporkan
isi surat tersebut kepada direksi Pertamina.

Rapat pemenang tender yang seyogyanya dilaksanakan pada 9 Juni 2004


ditunda dan dilaksanakan pada keesokan harinya tanggal 10 juni 2004.
Dalam rapat tersebut Goldman Sachs menyatakan telah menerima dan
membuka penawaran ketiga dari Frontline yang diterimanya dari PT Equinox
di Hotel Grand Hyatt Jakarta pada 9 Juni 2004.

Sumber : hukumonline.com

Soal :

1. Jelaskan apa yang saudara ketahui tentang persekongkolan tender serta


berikan dasar hukumnya!
2. Dalam persekongkolan tender dibedakan menjadi 3 jenis. Sebutkan dan
jelaskan ketiga jenis persekongkolan tender tersebut. Jika dikaitkan
dengan kasus diatas termasuk ke dalam jenis persekongkolan tender yang
mana. Jelaskan.
3. Jelaskan tender yang berpotensi menimbulkan persaingan usaha tidak
sehat dan berikan contohnya! Dan bagaimana peranan KPPU dalam
mencegahnya.

Jawaban :

1. Persekongkolan tender :

Persekongkolan sering disama artikan dengan kolusi, dalam praktik


biasa disebut konspirasi. Sherman Act America Serikat juga
menggunakan istilah conspiracy in the restraint of trade or commerce.
Ditinjau dari segi hukum ataupun agama, kolusi adalah bentuk
pelanggaran norma dan etika. Secara umum kolusi mirip dengan
korupsi, walaupun dalam praktiknya terjadi perbedaan. Kolusi lebih
pada tawar menawar sebuah kepentingan (interest) demi
mendapatkan keuntungan dan kedudukan tertentu. Biasanya Tindakan
kolusi menyangkut birokrasi, pemotongan prosedur, pemberian
pelayanan yang lebih atau istimewa terhadap orang-orang tertentu,
termasuk juga pemberian informasi secara tersembunyi kepada
seseorang atau kelompok tertentu.

Terjadinya persekongkolan akan menghilangkan persaingan antara


pelaku usaha, dalam system ekonomi pasar mengandalkan pada
proses persaingan, membuat pada produser harus bertindak secara
efisien dan inovatif. Namun dalam praktiknya, kebanyakan pelaku
usaha atau produser mengelakkan persaingan itu sendiri. Dan
produsen membuat penguasaan pasar dengan berkolaborasi antar
pelaku usaha.

Dalam Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) tentang


Pedoman Pasal 22 UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan
Persekongkolan dalam Tender, dinyatakan bahwa pengertian tender
itu mencakup tawaran mengajukan harga untuk:
(1) memborong atau melaksanakan suatu pekerjaan;
(2) mengadakan barang dan/atau jasa;
(3) membeli suatu barang dan/atau jasa;
(4) menjual suatu barang dan/atau jasa.

Dasar hukum :

1. UU Nomor 5 Tahun 1999 Pasal 22

Bagian Keempat
Persekongkolan
Pasal 22

Pelaku usaha dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk mengatur


dan atau menentukan pemenang tender sehingga dapat
mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat.

2. Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) tentang


Pedoman Pasal 22 UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan
Persekongkolan dalam Tender.

2. 3 Jenis persekongkolan tender :

Dalam Peraturan KPPU No. 2 Tahun 2010 digambarkan tiga skema


suatu persekongkolan tender. Tiga skema itu mencakup:
(1) persekongkolan horisontal;
(2) persekongkolan vertikal; dan
(3) persekongkolan horisontal dan vertikal.
1) Persekongkolan horisontal terjadi apabila sejumlah pelaku usaha
atau penyedia barang/jasa mengadakan konspirasi satu sama lain,
sehingga sebenarnya tidak pernah ada persaingan di antara
mereka. Di luar terlihat mereka pura-pura bersaing (persaingan
semu), padahal mereka sudah mengatur siapa yang akan menjadi
pemenang dalam tender itu. Sebagai contoh, mereka saling
membocorkan isi dokumen. Biasanya pelaku usaha yang sengaja
“dikalahkan” akan diberi imbalan atas kesediaannya bekerja sama di
dalam persekongkolan tersebut. Dalam persekongkolan horisontal
ini, pihak panitia pengadaan barang/jasa, atau panitia lelang, atau
pengguna barang/jasa, atau pimpinan proyek, tidak terlibat di
dalam konspirasi ini. Apabila sudah terlibat, maka persekongkolan
ini tidak lagi disebut horisontal. Ilustrasi dari persekongkolan
horisontal ini adalah sebagai berikut:

2) Bentuk lain adalah persekongkolan tender vertikal.


Di sini sudah ada keterlibatan panitia, pengguna barang/jasa, atau
pimpinan proyek. Justru keterlibatan ini secara aktif dijalankan
dengan cara memberi kesempatan kepada salah satu dari pelaku
usaha (perserta tender/lelang) untuk memenangkan proyek
tersebut. Biasanya, praktik demikian disertai imbalan-imbalan
tertentu kepada pihak panitia, pengguna barang/jasa, atau
pimpinan proyek. Apabila di dalam pemberian imbalan ini terdapat
kerugian negara, maka dengan sendirinya perilaku demikian selain
adalah persekongkolan vertikal juga merupakan tindak pidana
korupsi. Sesama pelaku usaha yang menjadi peserta tender
kemungkinan tidak berhubungan secara langsung satu sama
lain. Gambaran dari persekongkolan vertikal ini adalah sebagai
berikut:
3) Bentuk ketiga adalah kombinasi dari bentuk pertama dan kedua,
yaitu persekongkolan horisontal dan vertikal. Beberapa pelaku
usaha/penyedia barang atau jasa yang menjadi peserta tender
sudah melakukan konspirasi dan hal ini direstui dan difasilitasi oleh
panitia, pengguna barang/jasa, atau pimpinan proyek. Tentu pada
akhirnya, siapa yang akan memenangkan tender itu sudah diatur di
antara mereka. Bahkan, cukup sering peserta tender “abal-abal” ada
yang sengaja diikutkan demi memperlihatkan bahwa kegiatan
tender itu diikuti oleh cukup banyak peserta dan pemenangnya
sudah diseleksi secara ketat. Ilustrasinya adalah sebagai berikut:

Terkait dengan kasus antara tender Pertamina dan Goldman


Sachs, maka masuk kategori persekongkolan vertikal.

3. Tender yang berpotensi menimbulkan persaingan usaha tidak


sehat
I. Tender yang bersifat tertutup atau tidak transparan dan tidak
diumumkan secara luas, sehingga mengakibatkan para pelaku
usaha yang berminat dan memenuhi kualifikasi tidak dapat
mengikutinya;
II. Tender bersifat diskriminatif dan tidak dapat diikuti oleh
semua pelaku usaha dengan kompetensi yang sama;
III. Tender dengan persyaratan dan spesifikasi teknis atau merek
yang mengarah kepada pelaku usaha tertentu sehingga
menghambat pelaku usaha lain untuk ikut

Contohnya:
Kasus Persekongkolan Horizontal Dalam Tender Pipa Casing
dan Tubing

Sebelum tahun 2000 untuk memenuhi kebutuhan pipa selama


satu tahun, biasanya PT. A mengadakan tender pipa casing dan
tubing, termasuk untuk yang telah dipanaskan (heat treated), yang
telah dibentuk (upset) yang terbuka bagi vendorvendor sesuai
dengan TDR (Tanda Daftar Rekanan) yang dimiliki. Tender tersebut
biasa disebut dengan Blanket Purchase Order (BPO). BPO itu sendiri
terdiri dari beberapa item (max. 8 items) yang terdiri atas 2 (dua)
kategori yaitu Low grade (75% dari total permintaan) dan High
grade (25% dari total permintaan). Semenjak tahun 2000, PT. A
menyelenggarakan rangkaian pertemuan sosialisasi dalam rangka
memperkenalkan dan meminta masukan untuk menyusun sistim
pengadaan barang yang baru tersebut dengan jalan mengundang
6 (enam) pipe processor. Berdasarkan pertemuan tersebut disusun
sistim pengadaan barang yang baru yang pelaksanaannya tetap
mengacu kepada ketentuan didalam peraturan pengadaan barang
dan jasa.
Sebelum proses tender pengadaan casing dan tubing dilakukan,
PT. A melakukan penilaian kemampuan (manufacturer assessment)
kepada 8 (delapan) rekanan yang berpotensi yaitu B, C, D, E, F, G, H,
dan I. Dari 8 (delapan) pelaku usaha yang dinilai kemampuannya,
PT. A menyimpulkan bahwa hanya terdapat 3 (tiga) alternatif
kemitraan yang dapat dilaksanakan, yaitu antara PT. A dengan D
dan G, PT. A dengan B, dan PT. A dengan E, C, dan F. Sedangkan I
dan H hanya tepat sebagai pendukung ketiga alternatif kemitraan
tersebut. Setelah PT. A mengadakan rapat dengan pemerintah, PT.
A memutuskan hanya 4 (empat) pipe processor yaitu B, E, D, dan H
yang akan diundang untuk mengikuti tender. Dari 4 (empat) pipe
processor yang diundang untuk mengikuti tender, terbukti hanya
ada 2 (dua) pipe processor yang mampu memenuhi persyaratan
yang ditetapkan PT. A, sedangkan 2 (dua) pipe processor yang tidak
memiliki fasilitas high grade sesuai dengan persyaratan (yaitu E dan
H), diharuskan untuk mendapatkan surat dukungan dari pelaku
usaha yang memiliki fasilitas tersebut.
Kedua perusahaan tersebut memutuskan untuk meminta surat
dukungan dari B dengan pertimbangan lokasi yang berdekatan.
Berdasarkan perkembangan, surat dukungan yang diberikan oleh B
kepada E dan H baru diberikan satu hari sebelum pembukaan
tender (bid opening), di salah satu kamar hotel di Pekanbaru.
Pemberian surat dukungan ini dilakukan setelah B meminta E dan H
untuk memperlihatkan harga penawaran yang akan dimasukkan
pada pembukaan tender. E dan H bersedia memperlihatkan harga
penawaran tersebut setelah dijanjikan mendapatkan pekerjaan dari
B. Akhirnya dalam pelaksanaan tender, B ditetapkan sebagai
pemenang dengan harga penawaran terendah. Persekongkolan
dalam kasus ini merupakan salah satu bentuk persekongkolan
horizontal antar Peserta Tender.
Persekongkolan tersebut difasilitasi dengan adanya penetapan
persyaratan sumber pipa (mill source) oleh Panitia Tender yang
memperkuat peserta tender tertentu, yaitu;
1. Para penawar dalam tender (bidders) diharuskan menawarkan
semua items (low grade dan high grade) secara paket;
2. Bagi penawar yang hanya memiliki fasilitas low grade
diharuskan mendapatkan surat dukungan (letter of support)
dari pelaku usaha yang memiliki fasilitas high grade di dalam
negeri;
3. Pelaku usaha dalam negeri yang memiliki fasilitas high grade
tersebut adalah pesaing dari pelaku usaha yang hanya
memiliki fasilitas low grade;
4. Ketidaklengkapan surat dukungan sebagaimana dimaksud
diatas akan mengakibatkan penawar didiskualifikasi;

Berdasarkan Pemeriksaan yang dilakukan, KPPU menemukan bahwa


bentuk persekongkolan terjadi dalam bentuk tindakan saling
memperlihatkan harga penawaran tender antar pelaku usaha
peserta tender. Hal tersebut ditemukan seiiring adanya bukti bahwa
adanya kesepakatan untuk memberikan surat dukungan oleh B,
salah satu peserta tender, kepada E dan H dengan syarat kedua
perusahaan tersebut harus memperlihatkan terlebih dahulu harga
penawarannya kepada B. Dengan demikian B dapat menawarkan
harga yang lebih rendah dari E dan H dimana B menjanjikan akan
memberikan pekerjaan kepada mereka. Selanjutnya terbukti bahwa
B terpilih sebagai pemenang tender.
Peranan KPPU dalam mencegahnya persekongkolan tender:
• Pengadaan barang dan jasa melalui proses tender secara
elektronik, sehingga hasilnya lebih transparan

Sumber Referensi:
BMP Hukum Persaingan Usaha. Universitas Terbuka. HKUM4307. Modul 5.

Pedoman Pasal 22 Tentang Larangan Persekongkolan dalam Tender. Komisi


Pengawas Persaingan Usaha Republik Indonesia.

https://www.kppu.go.id/docs/Pedoman/tender.pdf

https://business-law.binus.ac.id/2021/05/10/persekongkolan-tender/

Dasar Hukum :
UU Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat

Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) tentang Pedoman


Pasal 22 UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Persekongkolan dalam
Tender

Anda mungkin juga menyukai