Anda di halaman 1dari 25

Syarat dan Ketentuan Lomba Musikalisasi Puisi Taufiq Ismail :

1) Peserta merupakan grup yang terdiri dari minimal 3 (tiga) personel dan
maksimal 5 (lima) personel.
2) Perserta mengisi formulir perlombaan di tautan link bio -----
3) Peserta hanya menampilkan 1 (satu) puisi dari 14 (empat belas) puisi
yang telah disiapkan.
4) Karya merupakan gubahan asli.
5) Karya belum pernah dilombakan atau dipublikasi.
6) Puisi dibawakan tidak dengan pengulangan baik sebagian maupun
keseluruhan.
7) Puisi dibawakan tidak dengan penambahan bunyi vokal (ad libitum)
semisal gumam dll.
8) Seluruh puisi dibawakan dengan dilantunkan (tidak ada yang
dideklamasi).
9) Karya dibuat dalam format video mp4 720p hd.
10) Video direkam dalam satu angle statis dan tanpa proses multi-edit.
11) Video diposting melalui akun Instagram peserta dengan
memberikan keterangan nama group dan mention ke @taufiqismail.id
@majalahsastrahorison dan sertakan hastag #taufiqismail88
#musikalisasipuisitaufiqismail.
12) Video diunggah paling lambat pada tanggal 29 Agustus 2023 pukul
23.50 WIB.
13) Kriteria penilaian terdiri dari :
 Penafsiran puisi: 30% (1-30)
Kesesuaian suasana musikal sebagai representasi peristiwa dalam
puisi.
 Komposisi musikal : 30% (1-30)
Kemasan musikal yang menjalin larik, bait, dan seluruh isi puisi.
 Harmonisasi : 20% (1-20)
Keselarasan bunyi yang sesuai dengan unsur-unsur musik (misal:
tempo dan irama).
 Vokal : 10% (1-10)
Ke-khas-an dan penguasaan teknik-teknik vokal
 Penampilan : 10% (1-10)
Kesesuaian ekspresi dan gestur, keseimbangan formasi personel dalam
frame video, dan keselarasan busana.
14) Dewan Juri akan menyampaikan ulasan penilaian dalam format
video yang akan ditayangkan di Youtube dan Instagram Taufiq Ismail
pada tanggal 28 September 2023.
15) Keputusan Dewan Juri bersifat mutlak dan tidak dapat diganggu
gugat
AKU BELUM BISA MENYEBUTMU LAGI

Ya, aku belum bisa menyebut namamu lagi


Dalam surat, buku harian dan percakapan sehari-hari
Kembali seakan sebuah janji diikrarkan
Apa lagi yang dapat kita ucapkan

Seperti dulu, namamu penuh belum bisa kusebut kini


Jauhkan daku dari kekhianatan, doaku setiap kali
Daun-daun asam mulai bermerahan dalam gugusan
Bara kemarau, lunglai dan teramat pelahan

Di atas hutan kelelawar senja beterbangan


Beratus sayap berombak-ombak ke selatan
Menyebar di atas baris-baris merah berangkat tenggelam
Dan sekian ratus senja yang kucatat jadi malam

Kabut pun bagai uban di atas hutan-hutan


Uap air tipis, merendah dari tepi-tepi
Tak sampai gerimis hanya awan berlayangan
Duh namamu penuh, yang belum bisa kusebut kini

Pada suatu hari namamu utuh akan kusebut lagi


Di titik senyap kekhianatan doaku setiap kali
Di atas baris-baris merah yang berangkat tenggelam
Sekian ribu senja kucatat jadi malam.

1964
ALAMAT TAK DIKENAL

Setiap kami tuliskan pesan untukmu


Kami selalu bertanya-tanya
Adakah ia pernah kau terima

Hari ini koran pun memuat iklan-iklan dukacita


Seperti bulan yang lalu dalam bayang abu jelaga
Tahun depan begitu pula, siapa bisa tahu
Robekan penanggalan yang selalu bencana

Randu hutan tak lagi termangu, tapi gundul merunduk


Menahan beban musim sepanjang sejarah
Dan tanah kita adalah bumi semakin melapuk
Gunung api dan gelombang tak kenal istirah

Abjad kehidupan, terlalu keraskah untuk kaueja


Bila sepanjang gang dan di mana-mana orang pada antri
Menadah untuk kutuk apa lagi yang akan menimpa
Sebuah bisik makin tenggelam dalam riuh arena

Ranah mana lagi hilang dari muka bumi


Air bah berpacu mengatasi nyala gunung api
Sementara dunia berjamu dalam pesta ibukota
Beribu balon mengapung menuju mega

Setiap kali kami tuliskan pesan untukmu


Pada iklan duka kantor pekabaran itu juga
Kami bertanya-tanya selalu
Adakah ia pernah kauterima.

1963
BAGAIMANA KALAU

Bagaimana kalau dulu bukan khuldi yang dimakan Adam,


tapi buah alpukat,

Bagaimana kalau bumi bukan bulat tapi segi empat,

Bagaimana kalau lagu Indonesia Raya kita rubah,


dan kepada Koes Plus kita beri mandat,

Bagaimana kalau ibukota Amerika Hanoi,


dan ibukota Indonesia Monaco,

Bagaimana kalau malam nanti jam sebelas,


salju turun di Gunung Sahari,

Bagaimana kalau bisa dibuktikan bahwa Ali Murtopo, Ali Sadikin


dan Ali Wardhana ternyata pengarang-pengarang lagu pop,

Bagaimana kalau hutang-hutang Indonesia


dibayar dengan pementasan Rendra,

Bagaimana kalau segala yang kita angankan terjadi,


dan segala yang terjadi pernah kita rancangkan,

Bagaimana kalau akustik dunia jadi demikian sempurnyanya sehingga di


kamar tidur kau sampai deru bom Vietnam, gemersik sejuta kaki
pengungsi, gemuruh banjir dan gempa bumi serta suara-suara
margasatwa Afrika,

Bagaimana kalau pemerintah diizinkan protes dan rakyat kecil


mempertimbangkan protes itu,

Bagaimana kalau kesenian dihentikan saja sampai di sini dan kita


pelihara ternak sebagai pengganti,

Bagaimana kalau sampai waktunya kita tidak perlu bertanya bagaimana


lagi.

1971
BUKIT BIRU, BUKIT KELU

Adalah hujan dalam kabut yang ungu


Turun sepanjang gunung dan bukit biru
Ketika kota cahaya dan di mana bertemu
Awan putih yang menghinggapi cemaraku

Adalah kemarau dalam sengangar berdebu


Turun sepanjang gunung dan bukit kelu
Ketika kota tak bicara dan terpaku
Gunung api dan hama di ladang-ladangku

Lereng-lereng senja
Pernah menyinar merah kesumba
Padang hilalang dan bukit membatu
Tanah airku.

1965
DUNIA DAMAI

Dunia damai, dunia damai


Impian kita semua
Tak ada kekerasan
Tak ada peperangan

Dunia tenang, dunia tenang


Betapa itu indahnya
Tanpa bom dan meriam
Korban tak berjatuhan

Impian kita bersama


Hidup damai dan tenang
Tiada persengketaan
Jauh dari kekerasan.

2006
JANUARI, 1949

Butiran logam membunuh saudaraku


Dirabanya pinggangnya
Ketika dia rubuh

Sejemput dendam meluluh hatiku


Di mana kuburnya
Semakin jauh

Luka-lukamu
Luka bumi kita
Luka langit yang rapuh

Rumpun-rumpun bambu
Dan lereng akasia
Tempatmu berteduh

Matanya trembesi
Ngembara di padang Lalang
Direnggutkan ke bumi
Dengan tujuh letusan.

1956
KEMBALIKAN INDONESIA PADAKU

Hari depan Indonesia adalah dua ratus juta mulut yang menganga

Hari depan Indonesia adalah bola-bola lampu 15 wat, sebagian berwarna putih
dan sebagian hitam, yang menyala bergantian

Hari depan Indonesia adalah pertandingan pingpong siang malam dengan bola
yang bentuknya seperti telur angsa

Hari depan Indonesia adalah pulau Jawa yang tenggelam karena serratus juta
penduduknya

Kembalikan Indonesia Padaku

Hari depan Indonesia adalah satu juta orang main pingpong siang malam
dengan bola telur angsa di bawah sinar lampu 15 wat

Hari depan Indonesia adalah pulau Jawa yang pelan-pelan tenggelam lantaran
berat bebannya kemudian angsa-angsa berenang-renang di atasnya

Hari depan Indonesia adalah dua ratus juta mulut yang menganga, dan di dalam
mulut itu ada bola-bola lampu 15 wat, Sebagian putih dan sebagian hitam, yang
menyala bergantian

Hari depan Indonesia adalah angsa-angsa putih yang berenang-renang sambil


main pingpong di atas pulau Jawa yang tenggelam dan membawa seratus juta
bola lampu 15 wat ke dasar lautan
Kembalikan Indonesia Padaku

Hari depan Indonesia adalah pertandingan pingpong siang malam dengan bola
yang bentuknya seperti telur angsa

Hari depan Indonesia adalah pulau Jawa yang tenggelam karena serratus juta
penduduknya

Hari depan Indonesia adalah bola-bola lampu 15 wat, sebagian berwarna putih
dan sebagian hitam, yang menyala bergantian

Kembalikan Indonesia Padaku

1971
KUPU-KUPU DI DALAM BUKU

Ketika duduk di setasiun bis, di gerbong kereta api, di ruang tunggu


praktek dokter anak, di balai desa, kulihat orang-orang di
sekitarku duduk membaca buku, dan aku bertanya di negeri
mana gerangan aku sekarang,

Ketika berjalan sepanjang gang antara rak-rak panjang, di perpustakaan


yang mengandung ratusan ribu buku dan cahaya lampunya
terang-benderang, kulihat anak-anak muda dan anak-anak tua
sibuk membaca dan menuliskan catatan, dan aku bertanya di
negeri mana gerangan aku sekarang,

Ketika bertandang di sebuah toko, warna-warni produk yang dipajang


terbentang, orang-orang memborong itu barang dan mereka
berdiri beraturan di depan tempat pembayaran, dan aku
bertanya di toko buku negeri mana gerangan aku sekarang,

Ketika singgah di sebuah rumah, kulihat ada anak kecil bertanya


tentang kupu-kupu pada mamanya, dan mamanya tak bisa
menjawab keingin-tahuan puterinya, kemudian katanya,
"tunggu mama buka ensiklopedia dulu, yang tahu tentang
kupu-kupu", dan aku bertanya di rumah negeri mana
gerangan aku sekarang,

Agaknya inilah yang kita rindukan bersama, di setasiun bis dan ruang
tunggu kereta api negeri ini buku dibaca, di perpustakaan
perguruan, kota dan desa buku dibaca, di tempat penjualan
buku laris dibeli, dan ensiklopedia yang terpajang di ruang
tamu tidak berselimut debu karena memang dibaca.

1996
LUKISAN DAN PUISI

Lukisan adalah puisi bisu


Lukisan adalah puisi bisu
Puisi adalah lukisan berbicara
Puisi adalah lukisan berbicara

Sapuan kuas melahirkan lukisan


Dalam permainan bidang dan warna
Kata-kata indah melahirkan puisi
Dalam keharuan dan perasaan

Ketika menatap lukisan


Ketika membaca puisi
Kita tenggelam dalam keharuan
Kita bangkit dalam kearifan
Berempati pada kemanusiaan
Berteduh di bawah bayangan Tuhan
Berteduh di bawah bayangan Tuhan.

2006
MALAM SABTU

Berjagalah terus
Segala kemungkinan bisa terjadi
Malam ini

Maukah kita dikutuk anak-cucu


Menjelang akhir abad ini
Karena kita kini berserah diri?
Tidak. Tidak bisa

Tujuh korban telah jatuh. Dibunuh


Ada pula mayat adik-adik kita yang dicuri
Dipaksa untuk tidak dimakamkan semesünya
Apakah kita hanya akan bernafas Panjang
Dan seperü biasa: sabar mengurut dada?
Tidak. Tidak bisa

Dengarkan. Dengarkanlah di luar itu


Suara doa berjuta-juta
Rakyat yang resah dan menanti
Mereka telah menanü lama sekali
Menderita dalam nyeri
Mereka sedang berdoa malam ini
Dengar. Dengarlah hati-hati.

1966
SEBUAH JAKET BERLUMUR DARAH

Sebuah jaket berlumur darah


Kami semua telah menatapmu
Telah berbagi duka yang agung
Dalam kepedihan bertahun-tahun

Sebuah sungai membatasi kita


Di bawah terik matahari Jakarta
Antara kebebasan dan penindasan
Berlapis senjata dan sangkur baja

Akan mundurkah kita sekarang


Seraya mengucapkan 'Selamat tinggal perjuangan’
Berikrar setia kepada tirani
Dan mengenakan baju kebesaran sang pelayan?

Spanduk kumal itu, ya spanduk itu


Kami semua telah menatapmu
Dan di atas bangunan-bangunan
Menunduk bendera setengah tiang

Pesan itu telah sampai kemana-mana


Melalui kendaraan yang melintas
Abang-abang beca, kuli-kuli pelabuhan
Teriakan-teriakan di atap bis kota, pawai-pawai perkasa
Prosesi jenazah ke pemakaman
Mereka berkata
Semuanya berkata

LANJUTKAN PERJUANGAN!

1966
MENGENANG BUYA HAMKA

Buya Hamka ulama besar Indonesia


Beliau teladan ilmu dan amal
Berjuang bela agama
Alangkah mulianya amal itu

Buya Hamka ulama besar Indonesia


Pengarang buku agama dan sastra
Menyampaikan masalah kehidupan
Ummat sangat mencintainya

Beliau penggali ilmu


Beliau contoh keikhlasan
Mudah memaafkan
Tidak menyimpan dendam
Bersih dari iri dan dengki
Bersyukur menerima rezeki

Beliau selalu berdoa


Untuk ummatnya
Selalu berdoa
Untuk ummatnya. ***

2021
SUARA

Deretkan awan, pelangi, dengan rambutmu merah-ungu


Taburkan pelan, pelangi, sepanjang lengkung lenganmu
Panorama yang kemarau teramat kering
Daunan berjuta. Angin menjadi hening

Tiada terasa Iagi di mana suara memanggil-manggil


Tiada suara Iagi betapa cahaya makin mengecil
Pohon-pohon redup dan berbunga di bukit dan pesisir
Kemarauku siang, dinginku malam yang menggigil

Di sanalah dia bersimpuh, bulan yang tua dan setia


Ketika langit seolah menutup dan kau amat pucat
Di hutan selatan cahayamu pelan berlinangan
Melintas iua ke ambang pasar, pada bayang-bayang jambatan

Tiada terasa Iagi di mana cahaya berhenä mengalir


Tiada bintik Iagi ketika bintang dalam fajar
Dan pada pilar-pilar langit
Awan pun bersandar

Di sanalah kau bersimpuh, bulan yang tua dan setia


Setiap terasa Iagi suara memanggil-manggil
Pada pilar-pilar langit. Di puncak-puncaknya
Suara Engkau yang merdu
Suara sepi yang biru.

1965
ZIKIR TAK PUTUS-PUTUSNYA

Laut dan gunung bertasbih memuja Tuhan


Awan dan sungai berzikir mengagungkan Tuhan
Pohon-pohon bertasbih memuja Tuhan
Hewan-hewan berzikir mengagungkan Tuhan.

Alam semesta berzikir sangat merdunya


Benda angkasa bertasbih dengan indahnya
Zikir malaikat tidak putus-putusnya
Tapi manusia tak mampu mendengarnya
Tapi manusia tak faham tasbih mereka
Walaakin la tafqahuuna tasbiha hum.

Rabbana ikutkan kami berzikir bersama mereka


Rabbana izinkan kami bertasbih semerdu-merdunya
Rabbana ikutkan kami berzikir bersama mereka
Rabbana izinkan kami bertasbih semerdu-merdunya.

2003

Anda mungkin juga menyukai