Disusun Oleh:
Kelompok 10
Manajemen Dakwah/ 3. B
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT. atas berkat serta karunia-Nya
kelompok kami mampu menuntaskan makalah yang berjudul “Hakikat Manusia Sebagai
Objek Dakwah” ini dengan baik. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada
Rasulullah SAW. Kepada para keluarganya, sahabat, dan kepada seluruh pengikutnya hingga
akhir hayat nanti.
Kami ucapkan terima kasih pada Bapak Drs. Study Rizal, LK, M.A. selaku
dosen mata kuliah Filsafat Dakwah yang telah membimbing kami pada perkuliahan ini.
Serta kepada seluruh rekan yang telah mendukung terselesaikannya makalah ini. Kami
menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kata sempurna.
Oleh karena itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran upaya kedepannya
kami bisa menyusun makalah yang lebih baik lagi. Semoga makalah ini bisa menjadi bahan
pembelajaran, wawasan serta bermanfaat untuk meningkatkan pengetahuan kita.
Penyusun, kelompok 10
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Konteks Manusia sebagai objek dakwah merupakan konsep yang sangat mendasar
dalam Islam. Konsep ini berasal dari pemahaman umat Islam tentang nilai dan peran manusia
di dunia serta tujuan akhir keberadaannya. Untuk memahami konteks hakikat manusia sebagai
objek dakwah, kita harus memperhatikan beberapa faktor penting yang membentuk
pemahaman tersebut dalam konteks Islam:
1. Penciptaan Manusia Manusia dalam Islam: Dalam Islam, manusia dianggap ciptaan
Allah SWT yang sangat istimewa. Allah menciptakan manusia dengan tangannya
sendiri dan meniupkan ruh ke dalamnya (QS. Sad: -72). Kehadiran ruh inilah yang
memberikan manusia akal, nafs (jiwa) dan fitrah (niat baik) yang membedakannya
dengan makhluk lain. Kehormatan ini menjadikan manusia sebagai obyek dakwah yang
sangat berharga.
2. Peranan manusia sebagai raja : Manusia dalam Islam dianggap sebagai raja Allah di
muka bumi. Artinya manusia adalah wakil Tuhan yang bertanggung jawab menjaga
dan merawat alam semesta menurut tata cara Islam. Sebagai Khalifah, manusia
mempunyai tanggung jawab moral untuk menjaga keadilan, kebaikan, dan keberkahan
di muka bumi.
3. Tujuan akhir manusia : Tujuan akhir keberadaan manusia dalam Islam adalah
beribadah kepada Allah. Manusia diciptakan untuk mengenal dan beribadah kepada
Tuhan dengan segenap hatinya. Dakwah merupakan salah satu alat yang digunakan
untuk mencapai tujuan mengajak manusia kepada keimanan dan ibadah yang benar
kepada Allah.
4. Ajaran dan Amalan Islam : Islam mempunyai ajaran dan nilai-nilai yang wajib
dipahami, diterima dan diamalkan oleh manusia agar dapat mencapai keselamatan
dunia dan akhirat. Oleh karena itu, menyebarkan pesan-pesan Islam dan mengajak
masyarakat untuk memahaminya adalah kewajiban umat Islam.
5. Konsep Dakwah : Dakwah dalam Islam adalah upaya menyampaikan pesan-pesan
keagamaan kepada individu atau masyarakat dengan tujuan untuk mengarahkannya ke
jalan yang benar, yaitu jalan Allah.
iii
Sifat manusia sebagai subjek dakwah menyoroti pentingnya perannya sebagai penerima
pesan dakwah, sekaligus penyebar pesan tersebut kepada orang lain. Dalam konteks ini
kita dapat melihat bahwa pemahaman hakikat manusia sebagai objek dakwah merupakan
hasil pemahaman umat Islam terhadap manusia, peranannya di dunia, dan tujuan akhir
keberadaannya. Dalam konteks ini, dakwah menjadi sarana yang sangat penting untuk
membimbing umat ke jalan yang benar sesuai ajaran Islam.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Islam memandang fitrah manusia sebagai objek dakwah dan apa
landasan teologisnya?
2. Apa peran manusia sebagai subjek dakwah dalam menyebarkan risalah Islam
kepada masyarakat?
3. Bagaimana cara dan strategi yang efektif untuk menyampaikan risalah dakwah
kepada masyarakat yang menjadi sasaran dakwah?
C. Tujuan Penelitian
1. Memperdalam pemahaman tentang konsep hakikat manusia yang menjadi subjek
dakwah dalam Islam, serta menggali landasan teologis di baliknya.
2. Menganalisis peran manusia sebagai subjek dakwah dalam menyampaikan risalah
Islam kepada individu dan masyarakat.
3. Mengidentifikasi metode dan strategi yang efektif dalam menyampaikan risalah
dakwah kepada manusia sebagai subjek dakwah.
iv
BAB II
PEMBAHASAN
Hakikat manusia dalam Islam adalah konsep sentral yang menjadikan manusia
sebagai objek formal dan material dalam setiap disiplin ilmu sosial kemanusiaan. Konsep
ini didasarkan pada pemahaman tentang manusia yang diberikan oleh Allah melalui al-
Qur'an. Dalam al-Qur'an, terdapat empat kata yang digunakan untuk menggambarkan
manusia, yaitu al-Insan, al-Basyar, Bani Adam, Dzurriyat Adam, dan al-Nas.
Para ahli kerohanian Islam, seperti para ahli ilmu tasawuf, memandang manusia
bukan hanya sebagai makhluk lahir yang berakal, tetapi juga sebagai seorang hamba Allah
Ta'ala yang memiliki dua dimensi, yaitu dimensi lahiriyah dan batiniah. Dalam hal ini,
manusia dianggap sebagai makhluk yang paling sempurna dan sebaik-baik ciptaan yang
dilengkapi dengan akal pikiran.
5
manusia dalam memimpin dirinya, keluarga, masyarakat, dan negara.1
1
Rahmat Ilyas, “Manusia Sebagai Khalifah Dalam Perspektif Islam”, Jurnal Muwa’izh, Vol. 1, No. 7. 2016.
Hal. 178
6
pencapaian kebaikan moral. Manusia terpanggil untuk mengupayakan
perbaikan diri dan menjalani kehidupan yang bermakna, mencapai
keselamatan dunia dan akhirat.
e. Harga diri dan kesetaraan Islam menekankan bahwa semua manusia
mempunyai martabat yang sama di hadapan Allah. Tidak ada perbedaan
berdasarkan ras, warna kulit, etnis atau status sosial. Semua orang dianggap
saudara seiman. Konsep kesetaraan ini ditekankan dalam ajaran Islam
untuk menghindari diskriminasi dan ketidakadilan.
f. Melindungi Hak Asasi Manusia Hak Asasi Manusia dalam Islam dianggap
sakral. Islam menjamin hak-hak individu, seperti hak untuk hidup,
kebebasan berpikir, hak milik, dan keadilan. Perlindungan hak asasi
manusia merupakan salah satu nilai fundamental ajaran Islam. Oleh karena
itu, dalam pandangan Islam, manusia adalah makhluk mulia yang
mempunyai kecerdasan, fitrah dan kodrat yang unik.
2
Abdu Rahmat Rosyadi, Biografi Manusia Sebagai Wakil Tuhan di Planet Bumi, (Bogor, Uika Press: 2017),
Hal. 31
7
Namun, dakwah tidak selalu berhasil dilakukan dalam waktu singkat.
Mengubah pandangan dan keyakinan seseorang, terutama dalam jumlah besar,
memerlukan waktu yang lama. Selain itu, ada kemungkinan bahwa orang yang diajak
akan menolak dan bahkan memusuhi. Dalam menyampaikan kebenaran, tidak boleh
menggunakan cara kekerasan atau berbalik memusuhi.
Dalam konteks ini, manusia sebagai makhluk individu, sosial, dan khalifah
memiliki peran penting dalam menjalankan dakwah. Sebagai makhluk individu,
manusia perlu menjaga dan mempertahankan harkat dan martabatnya, serta memenuhi
hak-hak dasarnya. Sebagai makhluk sosial, manusia membutuhkan interaksi dengan
manusia lainnya, gotong royong, mentaati peraturan, tegur sapa, memiliki rasa empati
dan simpati, serta membantu orang lain. Sebagai khalifah, manusia memiliki tanggung
jawab untuk menjaga bumi dan segala isinya, serta menggunakan potensi yang
diberikan oleh Allah dengan baik. Dalam konteks dakwah, peran manusia sebagai
khalifah adalah untuk menyampaikan ajaran agama kepada orang lain dengan cara yang
baik dan benar.
1. Tujuan Dakwah
Tujuan dakwah sebagaimana dikemukakan oleh Ahmad Ghallusy
adalah membimbing orang menuju kebaikan hingga mencapai kebahagiaan.
Sementara itu, Ra'uf Syalaby mengatakan bahwa tujuan dakwah adalah untuk
mempersatukan Allah SWT, menundukkan manusia dihadapan-Nya dan mawas
diri terhadap apa yang telah dilakukan.
Tujuan dakwah sebagaimana dikemukakan oleh Ahmad Ghallusy dan
Ra 'uf Syalaby dapat disajikan dalam tiga bentuk, yaitu:
a. Tujuan Praktis
Tujuan Praktis adalah tujuan awal yaitu untuk menyelamatkan umat
manusia dari lembah kegelapan dan membawa umat manusia ke tempat
terang, dari tersesat menuju jalan lurus, dari lembah kemusyrikan dengan
segala bentuk kesengsaraan menuju kepada tauhid yang menjanjikan
kebahagiaan.
b. Tujuan Realistis
Tujuan sebenarnya adalah tujuan antara yaitu pelaksanaan seluruh ajaran
Islam yang benar dan berlandaskan keimanan, ditujukan untuk
8
mewujudkan masyarakat yang menghargai kehidupan beragama melalui
penerapan penuh ajaran Islam secara utuh dan menyeluruh.
c. Tujuan Idealistis
Tujuan idealistis adalah tujuan akhir pelaksanaan dakwah, yaitu
terwujudnya masyarakat muslim yang diidam-idamkan dalam suatu tatanan
hidup berbangsa dan bernegara, adil, makmur, damai, dan sejahtera di
bawah limpahan rahmat, karunia dan ampunan Allah SWT.
Selain itu, dakwah juga bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup
dan kebahagiaan manusia dengan membimbing mereka untuk hidup dengan
prinsip-prinsip moral dan etika yang tinggi. Dengan demikian, tujuan utama
dakwah adalah untuk memberikan arahan dan petunjuk kepada manusia agar
mereka dapat mencapai pemahaman yang benar tentang Islam, hidup dengan
nilai-nilai yang baik, dan mencapai keselamatan dunia dan akhirat.3
3
Fahrurrozi, “Ilmu Dakwah”, (Jakarta, Prenada Media Group: 2019), Hal. 35
4
Meroni, “Konsep Dakwah Humanis Menurut KH. Ahmad Mustofa Bisri Dalam Buku Membuka Pintu Langit”,
Juurnal Skripsi, 2018, Hal. 36
9
C. Tanggung Jawab Dalam Dakwah
Tanggung jawab dakwah merupakan kewajiban yang harus diemban oleh setiap
individu dalam mengemban misi menyebarkan ajaran agama kepada masyarakat.
Dakwah tidak hanya sekedar menyampaikan informasi tentang kebenaran ajaran agama
saja, namun juga menyangkut aspek moral dan etika yang tinggi.
Pertama, tanggung jawab dakwah meliputi pemahaman mendalam terhadap
ajaran agama yang dianut, sehingga seorang khatib atau khatib dapat menyampaikan
informasi secara akurat dan konsisten. Selain itu, tanggung jawab dakwah juga
mencakup kemampuan komunikasi yang baik. Seorang misionaris harus memiliki
kemampuan berbicara dan mendengarkan agar pesan yang disampaikannya dapat
dipahami dengan jelas oleh masyarakat.
Selain itu, keberanian dan keteguhan dalam menyebarkan ajaran agama juga
merupakan bagian dari tanggung jawab dakwah, tidak meninggalkan sikap menghargai
perbedaan pendapat dan keyakinan. Selain aspek komunikasi, tanggung jawab dakwah
juga menyangkut sikap dan perilaku yang mencerminkan ajaran agama yang dianutnya.
Khatib harus menjadi teladan yang baik bagi masyarakat dalam kehidupan sehari-hari,
menunjukkan keselarasan antara perkataan dan perbuatan.
Kesadaran akan dampak sosial dari dakwah juga menjadi bagian penting dari
tanggung jawab ini, dimana seorang dakwah harus memahami bahwa dakwah bukan
hanya untuk kebaikan dirinya sendiri tetapi juga untuk kebaikan bersama dan
pembangunan masyarakat yang lebih baik. Dengan demikian, tanggung jawab dakwah
tidak hanya sebatas menyampaikan ajaran agama saja, tetapi mencakup pemahaman
yang mendalam, kemampuan komunikasi yang baik, sikap etis yang tinggi dan
kesadaran akan dampak masyarakat terhadap dakwah.
Dengan memahami dan menjalankan tanggung jawab tersebut, maka
pengkhotbah dapat menjalankan misinya secara efektif dan memberikan kontribusi
positif dalam membangun masyarakat yang lebih baik.5
5
Kabir Al Fadly Habibullah, “Kewajiban Dakwah Dalam Al-Qur’an antara Fardu Ain dan Fardu Kifayah”,
Jurnal Studi Komparatif, 2021, Hal. 25
10
hanya melibatkan pemahaman tentang tugas yang harus dilakukan tetapi juga rasa etika
dan tanggung jawab moral yang mendalam.
Pertama-tama, khatib harus mempunyai pemahaman menyeluruh terhadap
ajaran agama yang disampaikannya, sehingga pesan yang disampaikan tidak hanya
benar secara teologis, tetapi juga sesuai dengan konteks dan kehidupan sehari-hari
khatib. Kesadaran akan tanggung jawab dakwah juga mencakup pemahaman konteks
sosial di mana dakwah dilakukan.
Seorang misionaris harus peka terhadap kebutuhan dan permasalahan orang-orang di
sekitarnya dan mampu menyesuaikan pesannya untuk menawarkan perspektif dan
solusi keagamaan yang tepat.
Dalam konteks ini, kesadaran akan tanggung jawab dakwah mengandung
makna partisipasi aktif dalam membangun kehidupan beragama yang toleran dan
harmonis. Lebih lanjut, persepsi tanggung jawab dakwah juga mencakup aspek moral
dan etika. Para pengkhotbah harus menyadari dampak dari setiap perkataan dan
tindakannya terhadap masyarakat. Menghargai perbedaan keyakinan, keberagaman dan
toleransi merupakan nilai-nilai yang harus dijaga dalam menjalankan dakwah.
Oleh karena itu, kesadaran akan tanggung jawab berdakwah bukan hanya
tentang kebenaran ajaran agama, namun juga sejauh mana dakwah tersebut dapat
membawa kedamaian, pemahaman, dan kebaikan bagi masyarakat. Dengan sadar akan
tanggung jawab dakwah, seorang dakwah tidak hanya menjadi penyampai pesan-pesan
agama, namun juga menjadi agen perubahan yang membawa nilai-nilai luhur dan
positif dalam kehidupan bermasyarakat.
Kesadaran ini memberikan landasan yang kokoh untuk menjalankan misi
dakwah dengan integritas, keberanian dan kepekaan terhadap kebutuhan masyarakat.
Kesadaran akan tanggung jawab dalam berdakwah sangat penting bagi seorang da'i.
Seorang da’i harus memahami bahwa dakwah tidak hanya menyampaikan pesan-
pesan agama saja, tetapi juga mempunyai tanggung jawab yang besar terhadap diri
sendiri, masyarakat, dan agama Islam.
Seorang da'i harus memahami bahwa dakwah merupakan suatu kehormatan dan
tanggung jawab yang harus dipenuhi dengan baik. Dalam melakukan dakwah, seorang
dakwah harus mampu menunjukkan perilaku yang baik dan sesuai dengan ajaran agama
Islam agar dapat menjadi teladan yang baik bagi masyarakat. Selain itu, khatib juga
harus memperhatikan persatuan umat, ketertiban dan keamanan masyarakat, kesehatan
dan keselamatan masyarakat, kehormatan dan harkat dan martabat agama Islam serta
11
kepercayaan masyarakat.
Dengan menyadari tanggung jawabnya terhadap dakwah, maka seorang dakwah
dapat menunaikan dakwah dengan baik dan membawa kemaslahatan bagi masyarakat
dan agama Islam.6
6
Aep Kusnawan, “Tekhnik Menulis Dakwah”, (Bandung, Simbiosa Rekatama Media: 2016), Hal. 8
12
sosial.Dakwah berbasis sains juga menekankan pada keberanian mencari solusi dan
jawaban atas pertanyaan-pertanyaan kontemporer dengan menggunakan pengetahuan
ilmiah. Hal ini melibatkan keterlibatan dalam dialog dan diskusi terbuka dengan
berbagai pemikiran dan perspektif.
Para misionaris sains akan mendorong pemahaman yang lebih mendalam antara
agama dan sains, menghilangkan kesenjangan yang mungkin timbul di antara
keduanya. Dengan mengedepankan ilmu, dakwah tidak hanya sekedar sarana transmisi
ajaran agama namun juga upaya menerapkan nilai-nilai agama dalam konteks
kehidupan sehari-hari. Pendekatan ini mempertegas kualitas dakwah sebagai ikhtiar
yang cerdas, berwawasan luas, dan relevan dengan dinamika zaman, menjadikan ajaran
agama sebagai sumber inspirasi dan pedoman menghadapi perubahan zaman.7
7
Ropingi el Ishaq, “Pengantar Ilmu Dakwah” (Malang: Madani, 2016), Hal. 77
13
keberhasilan dakwah yang mendalam. Dakwah dengan kesabaran dan kebijaksanaan
juga mengedepankan sikap inklusif dan menghargai perbedaan pendapat. Para
misionaris yang menerapkan nilai-nilai tersebut akan mampu menjalin hubungan baik
dengan masyarakat sekitar tanpa menimbulkan konflik atau polarisasi.
Kesabaran dan hikmah menciptakan ruang dialog dan saling pengertian,
menguatkan hakikat dakwah sebagai upaya membangun kerukunan dan keharmonisan
dalam masyarakat. Dengan memadukan kesabaran dan kebijaksanaan dalam
berdakwah, seorang penginjil dapat memberikan dampak yang positif dan bertahan
lama di masyarakat, menjadikan proses dakwah sebagai sarana untuk saling
menguatkan nilai-nilai kebaikan dan toleransi dalam hidup.
Dalam berdakwah, para da'i harus mampu menyampaikan pesan-pesan
keagamaan dengan penuh kesabaran dan hikmah. Kesabaran dan hikmah merupakan
dua hal yang sangat penting dalam berdakwah. Dalam Al-Quran, Allah SWT
menegaskan pentingnya berdakwah dengan sabar dan hikmah dalam surat An-Nahl
ayat 125:
س ُۗنُ ا َِّن َربَّكَ ه َُو َ سنَ ِة َو َجاد ِْل ُه ْم ِبالَّ ِت ْي ه
َ ِْي اَح َ ظ ِة ْال َح َ ا ُ ْدعُ ا ِٰلى
َ س ِب ْي ِل َر ِبكَ ِب ْال ِح ْك َم ِة َو ْال َم ْو ِع
َس ِب ْي ِل ٖه َوه َُو اَ ْع َل ُم ِب ْال ُم ْهتَ ِديْن
َ ع ْن
َ ض َّلَ اَ ْعلَ ُم ِب َم ْن
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pengajaran yang baik,
dan berdebatlah dengan mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu,
Dialah yang lebih mengetahui siapa yang sesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih
mengetahui siapa yang mendapat petunjuk.”
Dalam dakwah, dengan penuh kesabaran, seorang khatib harus mampu
menghadapi berbagai tantangan dan hambatan yang muncul selama menjalankan
ibadah haji. Dakwah Seorang dakwah harus mampu bersabar menghadapi berbagai
reaksi masyarakat terhadap dakwah yang ditugaskan.Sedangkan dalam dakwah dengan
hikmah, seorang khatib harus mampu menyampaikan pesan-pesan keagamaan dengan
bijaksana dan Lembut Dalam dakwah yang penuh hikmah, seorang da'i harus mampu
memilih kata-kata yang tepat dan cara penyampaian yang tepat agar pesan yang
disampaikan dapat diterima oleh masyarakat. Dengan berdakwah yang penuh
kesabaran dan hikmah, seorang dai dapat membawa kemaslahatan yang besar bagi
masyarakat dan agama Islam.8
8
Nia Kurniati, “Al-Hikmah Dalam Dakwah Islamiyah”, Jurnal Dakwah dan Sosial, Vol. 1, No. 1, 2021, Hal. 11
14
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hakikat manusia sebagai subjek dakwah menjadi landasan filosofis yang
mendasari upaya penyampaian ajaran agama kepada individu. Manusia sebagai
makhluk rasional, bermoral, dan bebas sangat mampu menyerap dan memahami pesan-
pesan agama. Dakwah sebagai upaya menyampaikan nilai-nilai agama yang
sebenarnya kepada manusia, mengakui bahwa manusia mempunyai potensi untuk
berkembang dan mencapai kesempurnaan melalui bimbingan ajaran agama.
Sifat manusia dalam konteks dakwah menekankan perlunya pendekatan penuh
hormat, pengertian dan penyampaian pesan yang relevan dengan kehidupan sehari-hari.
Manusia sebagai subjek dakwah memerlukan pendekatan yang menghargai keunikan,
keberagaman, dan kompleksitas individu tersebut.
Selain itu, dakwah juga berpandangan bahwa manusia cenderung mencari
makna dalam hidupnya dan kebutuhan spiritualnya, sehingga pesan-pesan keagamaan
dapat membawa arah dan tujuan yang bermakna dalam hidupnya. Sifat manusia sebagai
objek dakwah juga mengandung makna bahwa dakwah tidak sebatas penyampaian
informasi tetapi juga menyangkut proses pendidikan, pengembangan moral, dan
pembentukan karakter.
Manusia sebagai subjek dakwah mempunyai potensi untuk mengembangkan
dan meningkatkan kualitas hidupnya dengan menerima dan mengamalkan ajaran
agama. Singkatnya, fitrah manusia sebagai subjek dakwah menyatakan bahwa upaya
penyebaran ajaran agama harus selalu menghormati harkat, martabat, hak, dan potensi
manusia. Dakwah tidak hanya menyampaikan informasi keagamaan tetapi juga
pemahaman, inspirasi dan bimbingan umat menuju kehidupan yang lebih baik secara
moral dan spiritual.
15
DAFTAR PUSTAKA
Habibullah, Kabir Al Fadly, 2021, Kewajiban Dakwah Dalam Al-Qur’an antara Fardu Ain
dan Fardu Kifayah, Jurnal Studi Komparatif
Meroni, 2018, Konsep Dakwah Humanis Menurut KH. Ahmad Mustofa Bisri Dalam Buku
Membuka Pintu Langit, Jurnal Skripsi
Rosyadi, Abdu Rahmat, 2017, Biografi Manusia Sebagai Wakil Tuhan di Planet Bumi, Bogor:
Uika Press
Ilyas, Rahmat, 2016, Manusia Sebagai Khalifah Dalam Perspektif Islam, Jurnal Muwa’izh
Kusnawan, Aep, 2016, Tekhnik Menulis Dakwah, Bandung: Simbiosa Rekatama Media
Kurniati, Nia, 2021, Al-Hikmah Dalam Dakwah Islamiyah, Jurnal Dakwah dan Sosial
16