Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

HAKIKAT MANUSIA (MANUSIA DAN PENDIDIKAN)

Di Susun Guna Memenuhi Tugas

Mata Kuliah : Ilmu Pendidikan

Dosen Pengampu : Failasuf Fadli, M.S.I

Di Susun Oleh :

Zakyyah (20222092)
Ichda Nusroti Zulfiana (20222087)

KELAS PBA C

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA ARAB

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN


UIN K.H ABDURRAHMAN WAHID PEKALONGAN 2022

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah Swt. Yang telah memberikan kemampuan dan kesempatan
pada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah kelompok yang berjudul
“Hakikat Manusia” sesuai dengan rencana. Sholawat serta salam semoga tetap tercurahkan
kepada panutan dan junjunga kita Nabi Muhammad Saw.

Ucapan terimakasih juga tidak lupa kami haturkan kepada Failasuf Fadli, M.S.I selaku dosen
pengampu mata kuliah Ilmu Pendidikan atas semua yang telah diberikan sehingga
menambah pengetahuan dan wawasan keilmuan kami. Dan juga kepada semua pihak yang
terllibat dalam pembuatan tugas makalah kami semoga semua dukungan dari semua dapat
dibalas oleh Allah Swt.

Makalah ini tentu saja tidak lepas dari kekurangan dan kekhilafan oleh karena itu kami
dengan senang hati menerima kritik dan saran dari pembaca agar menyempurnakan makalah
ini. Semoga makalah ini dapat menambah wawasan keilmuan bagi kami agar bermanfaat
bagi pembaca.

Pekalongan September 2022

Kelompok 2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
B. RUMUSAN MASALAH
C. TUJAN MASALAH

BAB II PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN HAKIKAT MANUSIA


B. DIMENSI KEMANUSIAAN
C. BENTU DIMENSI KEMANUSIAAN
D. HUBUNGAN MANUSIA DAN PENDIDIKAN

BAB III PENUTUPAN

A. KESIMPULAN

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Sasaran pendidikan adalah manusia. Pendidikan bermaksud membantu peserta didik


untuk menumbuhkembangkan potensi potensi kemanusiaannya. Potensi kemanusiaan
merupakan benih kemungkinan untuk menjadi manusia. Tugas mendidik hanya mungkin
dilakukan dengan benar dan tepat tujuan, jika pendidikan memiliki ciri khas yang secara
prinsipil berbeda dengan hewan.
Ciri khas manusia yang membedakannya dari hewan terbentuk dari kumpulan terpadu dari
apa yang dissebut dengan hakikat manusia. Disebut sifat hakikat manusia karena secara
hakiki sifat tersebut hanya dimiliki oleh manusia dan tidak terdapat pada hewan.
Pemahaman pendidikan terhadap sifat hakikat manusia akan membentuk peta tentang
karakteristik manusia dalam bersikap, menyusun strategi, metode dan tehnik serta memilih
pendekatan dan orientasi dalam merancang dan melaksanakan komunikasi dalam interaksi
edukatif.
Sebagai pendidik bangsa Indonesia, kita wajib memiliki kejelasan mengenai hakikat
manusia Indonesia seutuhnya.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Apa pengertian Hakikat Manusia?


2. Apa itu dimensi kemanusiaan?
3. Mengapa manusia tidak bias dipisahkan dengan pendidikan?

C. TUJUAN MAKALAH

1. Untuk mengetahui pengertian hakikat manusia


2. Untuk mengetahui dimensi kemanusian
3. Untuk mengetahui bahwa Pendidikan sangat dibutuhkan dalam kehidupan manusia dalam
bersikap, berfikir, dan bermanfaat bagi manusia lain terlebih diera dizaman ini.
BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN HAKIKAT MANUSIA

Manusia merupakan makhluk yang paling sempurna diciptakan oleh Allah SWT. Dimana
manusia diberikan kelebihan berupa akal serta manusia diberikan nafsu oleh Allah Swt.
Dalam keberadaan manusia, akal manusia dibimbing oleh dua pedoman yautu Alquran dan
Hadist. Dalam Alquran Allah mengajarkan tauhid kepada manusia, menyucikan manusia
kepada agama, membimbing manusia kepada kebaikan baik dalam diri sendiri maupun
dalam kehidupan social sehingga manusia dapat mencapai kebahagiaan di dunia dan di
akhirat.
Dalam Alquran ada tida hakikat manusia yaitu;
a) Basyar, artinya manusia adalah sebagai makhluk biologis
b) Al-insan, artinya manusia sebagai pemakmur bumi, pemegang amanah, serta dapar
dihubungkan dengan proses penciptaan
c) Bani adam dan Dzurriyat Adam, artinya anak-anak keturunan Nab Adam

Sedangkan hakikat manusia menurut para ahli yaitu;


a) Ludwing Binswanger yaitu makhluk yang mempunyai kemampuan untuk
mempertahankan hidup di dunia.
b) Socrates yaitu manusia merupakan zoon politicion atau nama kata lainnya hewan yang
bermasyarakat
c) Max Scheller yaitu manusia sebagai Das Kranke Tier yang artinya hewan yang
bermasalah dan gelisah.

Dirumusan lain tentang manusia adalah sebagai makhluk yang mempunyai budi, binatang
yang membuat alat dari bahan alam, makhluk ekonomi, makhluk beragama, makhluk yang
pandai menciptakan bahasa, pikiran dan perasaan.

B. DIMENSI KEMANUSIAAN

Dimensi kemanusiaan adalah hal ikhwal yang berhubungan dengan misi


kehidupan yang dilalui oleh manusia sebagai makhluk ciptaan Allah yang mesti
dikembangkan secara serasi dan seimbang melalui pendidikan terutama pendidikan keluarga
(rumah tangga) yang kemudian dilanjutkan melalui jenis dan jenjang pendidikan
formal lainnya di samping pendidikan nonformal lainnya yang akan mewarnai perilaku
kehidupan melalui pengembangan dimensi-dimensi tersebut. Di sisi lain dimensi-dimensi
kemanusiaan adalah bentuk perbedaan ukuran, postur, badan termasuk swifat, sikap, bakat, dan
kemampuan, yang berbeda antara individu yang satu dengan yang lainnya.
Dalam kajian Pendidikan islam ada 7 macam dimensi-dimensi kemanusiaan yang mesti
dikembangkan secara seimbang dan berkesinambungan diantaranya:

1. Dimensi fisik
2. Dimensi akal
3. Dimensi iman
4. Dimensi akhlak
5. Dimensi kejiwaan
6. Dimensi keindahan
7. Dimensi sosial kemasyarakatan

Berbeda halnya dengan pandangan kajian bimbingan dan konseling yang menyatakan bahwa
dimensi-dimensi kemanusiaan meliputi:

1. Dimensi keindividuan
2. Diemensi sosial
3. Dimensi kesusilaan
4. Deimensi keberagamaan

Dengan demikian anatara kajian Pendidikan islam dengan ilmu konseling memberikan
semacqaqm pemahaman berkenaan dengan pengembangan semua dimensi-dimensi tersebut
melalui kegiatan Pendidikan, karena sekecil apapun kegiatan Pendidikan tidak terlepas dari
proses Latihan dan bimbingan. Sehingga terwujudlah kepribadian manusia yang mulia bagi
setiap individu. Kepribadian manusia yang mulia itu adalah kepribadian yang mampu
menginplementasiakan dimensi-dimensi kemanusiaannya.
C.BENTUK DIMENSI KEMANUSIAAN

Mengenai dimensi kemanusiaan manusia, maka pembicaraan kita tidak terlepas dari
unsur-unsur penciptaan manusia sebagai makhluk ciptaan Allah yang tinggi derajatnya dan
mulia kedudukannya. Sebagai manusia ciptaan Allah yang tinggi derajatnya dan mulia
kedudukannya dikarenakan kebera-daan manusia dihamparan bumi yang terhampar luas ini
dan bahkan dilangit yang tinggi sekalipun, manusia memegang tanggung jawab yang
dipikulkan Tuhan kepadanya sebagai Kalifa Fi al- Ardh (Sebagai Pemimpin dan Pengelola
Alam Semesta) tidak hanya sebagai pengelola alam, bahkan manusia dapat mengambil
manfaat dari hasil pengelolaan tersebut untuk kepentingan dan kesejahteraan umat manusia
itu sendiri. Tuhan Yang Maha Pengasih dan Penyayang memposisikan manusia pada tempat
yang paling tinggi dari segala makhluknya yaitu sebagai Khalifah (manager) untuk mengatur
alam ini berdasarkan aturan tuhan (Ali, 2006:14). Zakiah Daradjad berpendapat bahwa ada
tujuh macam dimensi-dimensi manusia yang perlu dikembangkan, ketujuh dimensi tersebut
adalah dimensi fisik, akal, iman, akhlak, kejiwaan, ke-indahan, dan dimensi sosial-
kemasyarakatan (Daradjad,1995:2).Berikut ini akan diuraikan ketujuh dimensi-dimensi
kemanusiaan manusia tersebut sebagai berikut :Dimensi Fisik/Jasmaniah

1. Dimensi fisik atau jasmani merupakan salah satu dimensi kemanusiaan manusia yang telah
dianugerahkan Allah, melalui proses kejadian manusia sejak dalam kandunagn ibu
(terbentuknya konsepsi) berproses hingga tiba saatnya masa kelahiran (terlahir kedunia).
Kondisi kejadian fisik yang prima akan menentukan kebagiaan hidup bagi setiap
individu dalam menjalani kehidupan ini sesuai dengan tugas-tugas perkembangannya.
Begitu juga sebalinya apabila kondisi fisik atau jasmani seseorang mengalami gangguan
atau cacat bawaan.
2. Dimensi akal
Dalam pandangan islam manusia merupakan mahkluk yang paling sempurna kejadian
dan penciptaannya, bila dibandingkan dengan mahkluk ciptaan allah lainnya.
Kesempurnaan kejadian dan penciptaan manusia sebagai mahkluk yang paling indah dan
tinggi derajatnya dikarenakan manusia diberikan dan dibekali oleh allah swt dengan akal
dan pikiran. Dengan akal dan pikiran yang diberikan oleh allahswt tersebut manusia
dapqat mengatasi bebagai permasalahan dan keresahan yang berkenaan dengan persoalan
kehiduapan yang dihadapinya.
3. Dimensi iman
Allah swt menyuruh hambanya beriman supaya masuk kedalam syariat islam secara utuh
dan menyeluruh (khafah) bentuk ajaran islam yang secara seutuhnya adalah beriman
kepada allah swt, malaikat dan rasulnya dan kepada Al-Qur’an dan kitab sebelumnya
yang telah diturunkan kepada nabi dan rasul, qoda’ dan qodar serta hari kiamat.
4. Dimensi akhlak
Dimensi akhlak merupakan perbuatan baik yang dilakukan seseorang atau sekelompok
orang dalam rangka mengharapkan ridho allah swt, termasuk perbuatan buruk juga
bagian dari akhlak seperti berdusta misalnya.
5. Dimensi kejiwaan
Dimensi kejiwaan merupakan bagian dari kondisi psigkologis seseorang dakam
menampilkan perilaku keseharian yqaqng hanya dapat diukur melalui Tindakan atau
perbuatan.
6. Dimensi keindahan
Dimensi keindahan merupakan salah satu bentuk dimensi utama manusia karena manusia
adalah makhluk ciptaan allah swt yang terindah dan paling tinggi predikatnya apabila
dibandingkan dengan makhluk yang lainnya.
7. Dimensi sosial dan kemasyarakatan
Dimensi sosial dan kemasyarakatan merupakan pencapaian kematangan dalam hubungan
sosial kemasyarakatan. Dapat juga diartikan sebagai proses belajar untuk menyesuaikan
diri terhadap norma-norma kelompok, moral dan tradisi meleburkan diri menjadi satu
kesatuan dan saling berkomunikasi dan berkerja sama.

D. HUBUNGAN MANUSIA DAN PENDIDIKAN

Dalam bidang pendidikan, John Dewey telah banyak mencurahkan perhatiannya,


yang mendasari pemikirannya ini adalah analisisnya terhadap manusia. Menurutnya,
manusia dengan bekerja (beraktivitas) mendapat pengalaman dan pengetahuan.
Pengetahuan itu menimbulkan pengertian mengenai benda, makhluk, gejala, dalil teori
yang berguna untuk mencapai tujuan.

Menurutnya manusia dengan bekerja (beraktivitas) memberikan pengalaman, dan


pengalaman memimpin berfikirnya manusia, sehingga manusia dapat bertindak bijaksana
dan benar serta mempengaruhi pula pada budi pekerti. Begitulah pengalaman itu
merupakan sumber pengetahuan, juga sumber dari nilai.41 Oleh karena itu dalam
bukunya How We Think, Dewey berkata bahwa pangkal berfikir ialah suatu keadaan
yang menimbulkan sikap ragu-ragu. Karena sikap ragu-ragu itu maka timbulllah hasrat
untuk menghilangkannya atau mengatasinya.1

John Dewey mengemukakan bahwa manusia adalah makhluk rasional (makhluk


berfikir), bahkan menurutnya segala sesuatu yang ada di muka bumi ini adalah buah dari
aktifitas otak manusia. Semua hal yang terjadi dalam masyarakat jika ditelusuri secara
mendalam, maka akan dijumpai bahwa manusialah sebagai faktor dan aktor utama. Akal
merupakan sarana bagi manusia yang dapat mengadakan pembaharuan, rekontruksi dan
reorganisasi.2 Karena itu manusia mampu berkembang ke arah yang tidak dapat
diramalkan. Dengan akal manusia senantiasa dinamis dan progresif. Dewey menentang
teori yang mengatakan bahwa karakter manusia itu statis dan tidak dapat berkembang.
Menurutnya pandangan demikian merupakan teori atau doktrin yang bersifat mengekang
dan pesimistik.

1
John Dewey, How We Think, Boston: D.C. Heath and Co. 1933, hal. 4.

2
John Dewey, Perihal Kemerdekaan dan Kebudayaan, Jakarta: Saksama, 1955, terj. E. M. Aritonang, hal. 238-
239.
Bagi Dewey, Education is growth, development, life. Ini berarti bahwa proses
pendidikan itu tidak mempunyai tujuan di luar dirinya, tetapi terdapat dalam pendidikan
itu sendiri. Proses pendidikan juga bersifat kontinu, merupakan reorganisasi,
rekonstruksi, dan pengubahan pengalaman hidup. Pendidikan itu adalah hidup itu sendiri,
bukan persiapan untuk hidup. Kehidupan yang baik adalah kehidupan intelegen, yaitu
kehidupan yang mencakup interpretasi dan rekonstruksi pengalaman. Artinya pendidikan
itu adalah pertumbuhan berikutnya. Jadi, pendidikan itu merupakan organisasi
pengalaman hidup, pembentukan kembali pengalaman hidup, dan juga perubahan
pengalaman hidup itu sendiri. mengenai hidup, pada dasarnya adalah proses perbaikan
diri. Maka kelestarian hidup itu hanya dapat dijaga dengan perbaikan yang bersifat
konstan. Hal ini sangat alami dalam kehidupan adalah bekerja keras untuk menyambung
hidup. Jika dilihat dari pemikiran dasar dan tujuan pendidikan John Dewey, penulis
menarik kesimpulan secara umum mengenai dasar atau sumber yang dijadikan pijakan
pendidikannya adalah: pertama, dasar pokok dari filsafatnya teori evolusi dari Darwin;
Kedua, teori pragmatisme. Ketiga, dalam kejiwaan ia menganut teori behaviorisme (teori
hal tingkah laku) serta berlandaskan pada filsafat pragmatisme dan pengalaman yang
merupakan dasar bagi pengetahuan dan kebijakan.

Sedangkan menurut Ibn Khaldūn, Manusia dapat memperoleh segala kesempurnaan dan
puncak segala kemuliaan serta ketinggian di atas makhluk lain di permukaan bumi
karena kesanggupannya berpikir.3

Menurutnya, manusia memahami keadaan di luar dirinya dengan kekuatan pemahaman


melalui perantaraan pikirannya yang ada dibalik panca inderanya. Oleh sebab itu dalam
kitab monumental dan komprehensifnya, Muqaddimah Ibn Khaldūn, Ibn Khaldūn
mengupas ilmu pengetahuan dengan panjang lebar. Pembahasan tentang masalah ini
dituangkan dalam bab tersendiri, yaitu bab keenam tentang berbagai macam ilmu
pengetahuan, metode-metode pengajaran, serta kondisi yang terjadi sehubungan dengan
hal itu.

Dalam kitab Muqaddimah, Ibn Khaldūn mengungkapkan bahwa ilmu pengetahuan


atau pendidikan sebagai kebutuhan yang sangat mendasar yang dibutuhkan oleh manusia
di tengah-tengah peradaban. Pendidikan menurutnya mempunyai pengertian yang cukup
luas. Pendidikan bukan hanya merupakan proses belajar mengajar yang dibatasi oleh
ruang dan waktu, tetapi pendidikan adalah proses dimana manusia secara sadar
menangkap, menyerap dan menghayati peristiwa-peristiwa alam sepanjang zaman. Dari
uraian di atas, pendidikan menurut Ibn Khaldūn adalah proses yang bertujuan untuk
mengenal lingkup di luar diri manusia, Tuhan yang disembahnya, dan wahyu-wahyu
yang diterima para rasul-Nya dengan mengembangkan potensi (fitrah) menjadi aktual
serta terwujudnya kemampuan manusia untuk membangun peradaban umat demi
tercapainya kebahagiaan dunia dan akhirat.

3
T. Saiful Akbar,” MANUSIA DAN PENDIDIKAN MENURUT PEMIKIRAN IBN KHALDUN DAN JOHN
DEWEY”,didaktika, Februari 2015 VOL. 15, NO. 2, 222-243
Mengenai tujuan pendidikan, Ibn Khaldūn mempunyai pandangan yang berbeda dengan
para ahli pendidikan lainnya. Al-Syaybani mencoba menganalisis tujuan pendidikan
menurut Ibnu Khaldun. Menurutnya ada enam tujuan pendidikan, yaitu:

1. Mempersiapkan seseorang dari segi keagamaan yaitu mengajarkannya syiarsyiar


agama menurut al-Qur’an dan sunnah, sebab dengan jalan itu potensi iman itu
diperkuat sebagaimana halnya dengan potensi-potensi lain yang jika telah mendarah
daging maka ia seakan-akan menjadi fitrah.

2. Menyiapkan seseorang dari akhlak

3. Menyiapkan seseorang dari segi kemasyarakatan atau sosial.

4. Menyiapkan seseorang dari segi vokasional atau pekerjaan. Dikatakannya bahwa


mencari dan menegakkan hidupnya mencari pekerjaan sebagaimana ditegaskannya
pentingnya pekerjaan sepanjang umur manusia, sedang pengajaran atau pendidikan
dianggapnya termasuk di antara keterampilanketerampilan itu.

5. Menyiapkan seseorang dari segi pemikiran, sebab dengan pemikiranlah seseorang


itu dapat memegang berbagai pekerjaan dan pertukangan atau keterampilan tertentu
seperti telah diterangkan di atas .

6. Menyiapkan seseorang dari segi kesenian, di sini termasuklah musik, syair, khat, seni
dan lain-lain.

Hakekat pendidikan menurut Ibn Khaldūn dan John Dewey memiliki titik temu pada
proses pemanusiaan, hanya saja pada konsep Ibn Khaldūn dimaknai sebagai proses-
proses yang bertujuan untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat, mengembangkan
potensi (fitrah) serta terwujudnya kemampuan manusia untuk melaksanakan tugas-tugas
keduniaan dengan baik demi terciptanya peradaban umat manusia. Sedangkan John
Dewey hakekat pendidikannya adalah pembebasan manusia (perserta didik) dari
tindakan dominasi, otoriter menuju pada demokratis, dengan melalui proses humanisasi
yang merupakan pengukuhan manusia sebagai subyek, memiliki kekuatan, kemampuan
dan pola yang berpotensi sebagai dorongan untuk memilih dan mengubah duniannya dan
memecahkan persoalan yang terjadi.

Adapun dalam hal dasar-dasar pendidikan Ibn Khaldūn dan John Dewey adalah
benar-benar sangat berbeda. Ibn Khaldūn beranjak dari sikap keagamaan, yakni
berdasarkan pada ajaran dan nilai-nilai Islam yaitu: al-Qur’an dan Sunnah Nabi Saw.
Pemikirannya juga dipengaruhi oleh para filosof Yunani seperti Plato, Aristoteles dan
lain-lainya. Jadi, dasar pendidikannya bersifat teosentris, dimana di dalamnya menganut
asas-asas teologis. Sedangkan dasar pendidikan John Dewey bersumber pada pemikiran
rasional dan empiris, yakni filsafat pragmatisme serta beberapa pemikiran dari para
tokoh filosof sebelumnya dan lainnya yang ada pada saat itu. Dasar ini bersifat
antroposentris, dimana menggantungkan segala sesuatu pada kekuatan manusia an sich,
tanpa dikaitkan dengan kemahakuasaan Tuhan.
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Manusia ialah sebaik-baik makhluk yang diciptakan oleh allah swt, setidaknya
memiliki dimensi-dimesndi yang menjadi bagian dalam dirinya baik individu,
individu, sosial, Susila, dan beragama. Sehingga mewujudkan manusia seutuhnya
Dari pemikiran Ibn Khaldūn dan John Dewey dapat dilihat sisi persamaan maupun
perbedaannya. Ibn Khaldūn yang bersifat religius logik karena dipengaruhi oleh
penguasaannya dalam ilmu syari’at (agama), dalam kepribadiannya penuh nilai-nilai
Islami lebih menekankan pada spiritualitas manusia dalam membangun peradaban.
Sedangkan John Dewey bersifat radikal dan ekstrem, hal ini terlihat dari gagasan-
gagasan pendidikan progresivismenya yang diperjuangkan untuk melawan otoritas
pengajaran tradisional yang status quo. Ia lebih mengedepankan kebebasan manusia
dalam hal ini sesuai dengan keinginan peserta didik (demokratis). Kedua tokoh
tersebut sama-sama muncul dari sosio-kultural yang tidak humanis. Keduanya
mengakui keberadaan dan eksistensi manusia yang mana dengan fitrah dan dorongan
hati kemanusiannya. Sedangkan sisi perbedaannya tampak jelas dalam konsepsi
pendidikan yang masing-masing mereka tawarkan. Dua konsep tersebut dapat
dipadukan namun tidak secara keseluruhan, sebab konsep pendidikan John Dewey
tidak sepenuhnya cocok dengan konsep ajaran Islam.
DAFTAR PUSTAKA

Drs.Dirto Hadisusanto (1995). Pengantar ilmu Pendidikan. Yogyakarta.

www.pustaka.ut.ac.id/lib/wp-content/uploads/pdfmk/MKDK400102-M1.

Anda mungkin juga menyukai