Anda di halaman 1dari 3

3 Langkah Menciptakan Kolaborasi

Produktif
Beberapa tahun lalu, saya membuat janji untuk bertemu dengan seorang rekan di pusat jajan
sebuah department store yang terletak di sebuah mal. Menjelang waktu yang disepakati, saya sudah
menunggu di pusat jajan itu, namun rekan saya belum datang juga. “Sudah di mana Pak?” tanya
saya melalui telepon genggam. “Oh saya sudah sampai Pak. Saya duduk di dekat gerai soto,” jawab
rekan saya itu.

Dari tempat saya duduk, saya bisa melihat dengan jelas gerai soto, tapi saya tidak melihatnya. Tiba-
tiba terbersit satu pikiran dalam benak saya.

“Pak, Bapak di mal mana ya?”


“Di Plaza Senayan, kan?”
“Waduh Pak, saya di Plaza Indonesia!”

Kebetulan kedua pusat perbelanjaan itu punya pusat jajan dengan nama sama. Saya datang ke pusat
jajan di mal yang satu karena di situ saya biasa bertemu dengan teman-teman saya, dan rekan saya
pun datang ke pusat jajan di mal yang lain karena dia biasa berkumpul di situ.

Pleasure dan Pain

Asumsi semacam ini sering membuat komunikasi menjadi tidak efektif, dan menimbulkan kendala
pada terciptanya kolaborasi. Puji dari bagian Umum berasumsi bahwa seperti dirinya, semua orang
harusnya merasa bertanggung jawab untuk menjaga kebersihan toilet. Akibatnya ia frustrasi setiap
kali menemukan sampah tisu yang dibuang di lantai. Hendi dari bagian Penjualan berasumsi bahwa
seperti dirinya, semua orang harusnya berusaha memuaskan pelanggan. Akibatnya ia kesal begitu
permintaannya untuk menyediakan air mineral dalam gelas di ruang tunggu pelanggan ditolak oleh
bagian Keuangan.

Tiap orang memiliki cara pandang yang berbeda dalam menyikapi suatu hal. Umumnya orang akan
termotivasi untuk melakukan suatu hal karena salah satu dari dua alasan: apakah hal itu akan
memberi kesenangan (pleasure), atau menimbulkan kesusahan (pain) baginya.

Bagi Puji yang punya kebiasaan tertib, toilet yang bersih dan rapi adalah suatu hal yang
menyenangkan, sehingga setiap kali ia menggunakan toilet, Puji memastikan bahwa ia
meninggalkannya dalam kondisi yang rapi dan bersih. Namun bagi Amir, hal itu justru merepotkan
sehingga dia tidak perduli mengenai kondisi toilet.

Bagi Hendi, membuat pelanggan puas membawa kesenangan bagi dirinya, karena dalam jangka
panjang mereka akan terus membeli produknya. Namun bagi bagian keuangan, menyediakan air
mineral gelas adalah menyusahkan, karena berarti mereka harus mengeluarkan dana di luar
anggaran.
Kolaborasi dapat tercipta bila kita bisa mengajak orang lain untuk bersepakat dengan ide dan
keinginan kita. Ada tiga langkah yang dapat kita lakukan untuk mencapainya.

1. Mendengar untuk melihat masalah dari sudut pandang orang lain. Apa pandangan
mereka tentang ide kita? Apakah itu akan menjadi pleasure atau pain bagi mereka?
Pemahaman ini akan memberi kita peluang untuk membangun strategi yang lebih baik
dalam menghadapi mereka (Samuel, 2014).

Kerry Goyette, pendiri dari Aperio Consulting (Goyette, 2016) mengatakan, orang yang
memiliki sudut pandang dari sisi pain, akan lebih melihat pada masalah yang dapat timbul
daripada pada peluang yang dapat diraih. Di sisi lain, mereka lebih cenderung bersikap
protektif terhadap apa yang mereka miliki. Maka dalam menawarkan ide kepada mereka,
strategi yang lebih baik adalah dengan mengemas ide itu sebagai cara untuk melindungi
apa yang sudah ada.

Sebaliknya, orang yang memiliki sudut pandang pleasure lebih cenderung bersikap
ambisius dan akuntabel. Sebab itu dalam menyampaikan suatu gagasan kepada mereka,
strategi yang dapat digunakan adalah bicara soal peluang yang dapat mereka raih bila
gagasan itu terlaksana.

2. Menghindari mengatakan pada orang lain bahwa mereka salah. Karena pleasure dan
pain tiap orang berbeda, maka apa yang salah menurut kita belum tentu salah bagi mereka.
Dalam sebuah studi di tahun 1975 yang mempelajari sikap manusia apabila berada dalam
posisi salah mengenai suatu hal, peneliti di Universitas Stanford menyimpulkan bahwa,
sekali suatu pendapat sudah terbentuk, maka orang akan terus mempertahankan pendapat
tersebut sekali pun mereka sudah dibuktikan salah (Kolbert, 2017). Sekalipun kita benar,
untuk menjaga kolaborasi tetap produktif, sebaiknya kita tidak menjadikan hal ini sebagai
senjata untuk memojokkan orang lain.

3. Meminta masukan dari mereka. Setelah mengidentifikasi pleasure dan pain mereka, kita
dapat meminta mereka untuk memberikan saran. Tujuannya untuk membuat ide dan
keinginan kita dapat menjadi lebih menyenangkan bagi mereka. Puji dapat meminta saran
kepada rekan kerjanya, apa yang dapat memudahkan dia berpartisipasi menjaga kebersihan
toilet. Mungkin selama ini mereka sembarangan membuang tisu karena merasa jijik jika
harus membuka tutup tempat sampah dengan tangannya. Bagaimana bila bagian Umum
menyediakan tempat sampah yang terbuka agar memudahkan pemakai toilet membuang
sampah pada tempatnya? Hendi dapat meminta saran kepada bagian Keuangan, berapa
anggaran yang tersedia yang dapat ia manfaatkan untuk memberikan nilai tambah bagi
pelanggan? Dengan cara demikian Hendi dan Bagian Keuangan saling membantu mencapai
keinginan masing-masing, sehingga tercipta kolaborasi yang saling menguntungkan.

Satu hal terburuk yang dapat terjadi dalam suatu kolaborasi adalah apabila saluran komunikasi
terputus, dan masing-masing pihak bertahan dengan asumsi mereka terhadap pihak lain. Dengan
mendengarkan dan memahami, kita dapat menciptakan kolaborasi yang menguntungkan bagi
semua pihak.
References
Goyette, K. (2016, April 7). Stop Trying to Motivate Your Employees. Retrieved from Youtube.com:
https://www.youtube.com/watch?v=7lhVUedc1a4

Kolbert, E. (2017, February 27). Why Facts Don't Change Our Minds. The New Yorker.

Samuel, A. (2014, February 3). Listening to Your Customers When Your Customers Disagree.
Harvard Business Review.

Tentang Penulis
Stephen Siregar
Penulis saat ini berperan sebagai salah satu Direktur dari PT Dasindo Media,
pemegang tunggal lisensi dari Dale Carnegie Training® di Indonesia, dan sebagai
Trainer berlisensi dari Dale Carnegie & Associates, Inc.

Anda mungkin juga menyukai