Anda di halaman 1dari 22

SEMINAR INDUSTRI

STRATEGI PENEGAKAN KEBIJAKAN HILIRISASI NIKEL


TERHADAP PEMENUHAN KEBUTUHAN DOMESTIK
DAN KEMANDIRIAN INDUSTRI PERTAHANAN

Sebagai salah satu syarat memenuhi Kurikulum yang berlaku pada


Progam Studi S1 Teknik Pertambangan, Fakultas Tekonologi Mineral,
Institut Teknologi Nasional Yogyakarta

Oleh :
Andros Jonathan Bryan Djabumir
NIM : 7100190054

PROGRAM STUDI S1 TEKNIK PERTAMBANGAN


FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL
INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL
YOGYAKARTA
2023
HALAMAN PENGESAHAN

STRATEGI PENEGAKAN KEBIJAKAN HILIRISASI NIKEL


TERHADAP PEMENUHAN KEBUTUHAN DOMESTIK
DAN KEMANDIRIAN INDUSTRI PERTAHANAN

Dibuat Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memenuhi Mata Kuliah Seminar Industri
Pada Program Studi S1 Teknik Pertambangan Institut Teknologi Nasional
Yogyakarta

Oleh :
Andros Jonathan Bryan Djabumir
7100190054

Mengetahui Menyetujui
Ketua Program Studi Teknik Pertambangan Dosen Pembimbing Seminar

(Bayurohman Pangacella Putra S.T.,M.T.) (Agung Dwi Sutrisno, S.T., M.T., Ph.D.)
NIK : 19730296 NIK : 1973 0229

ii
SARI

Penelitian ini memiliki tujuan untuk menganalisis strategi kebijakan


pemerintah Indonesia dalam program hilirisasi hasil tambang, khususnya nikel
dalam pemenuhan kebutuhan dan kemandirian industri pertahanan. Pendekatan
pada penelitian ini adalah pendekatan kualitatif dengan metode yuridis normative.
Pendekatan masalah pada penelitian ini dilakukan secara teoritis dan formil
melalui hukum positif yang berlaku di Indonesia termasuk kebijakan instansi
yang berhubungan dengan hilirisasi. Data yang diperoleh untuk menunjang
penelitian ini adalah data primer dan data sekunder, data primer melalui
wawancara dengan Kodam Bukit Barisan dan data sekunder menggunakan
sumber bacaan meliputi buku, peraturan perundang-undangan baik Undang-
Undang, peraturan menteri, serta dasar hukum lain yang masih berlaku, jurnal
atau karya tulis ilmiah dan media elektronik yang memiliki kredibilitas. Hasil
penelitian ini menjelaskan bahwa kebijakan hilirisasi memiliki pengaruh positif
terhadap kebutuhan dan inovasi dalam negeri dibidang industri pertahanan, hal
ini dilihat dari mulai adanya pengembangan kendaraan listrik oleh Badan Usaha
Milik Negara industri pertahanan yakni PT. Perindustrian TNI Angkatan Darat
atau PT. PINDAD. Serta strategi yang dilakukan untuk menunjang kebijakan
hilirisasi melalui perbantuan dari Tentara Nasional Indonesia (TNI) dalam
menjaga objek vital nasional dan pemenuhan kebutuhan pertambangan
khususnya nikel dalam negeri.

Kata Kunci: Hilirisasi, Elektrifikasi, Kebijakan Publik, Industri Pertahanan.

iii
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah menolong hamba-Nya menyelesaikan
Seminar Industri ini dengan penuh kemudahan, tanpa pertolongan-Nya mungkin
penulis tidak akan sanggup menyelesaikan dengan baik. Sehingga Penulis dapat
menyelesaikan Seminar Tambang dengan judul “Pengaruh Implementasi Kebijikan
Pertambangan Terhadap Efektifitas Penanganan Kualitas Lingkungan Hidup Pada
Dinas Pekerjaan Umum, Energi Dan Sumber Daya Mineral Kota Palu” tepat pada
waktuknya. Penyusunan seminar ini dibuat sebagai syarat menyelesaikan
kurikulum Seminar Industri pada Program Studi Teknik Pertambangan Institut
Teknologi Nasional Yogyakarta.
selesainya penyusunan dan pelaksanaan Seminar tambang ini tidak terlepas
dari bimbingan, arahan dang bantuan dari Bapak/Ibu yang terlibat. Untuk itu pada
kesempatan ini ucapkan dan rasa terimakasih yang tak terhingga disampaikan
kepada :
1. Bayurohman Pangacella Putra S.T., M.T. selaku Ketua Program Studi
Teknik Pertambangan Institut Teknologi Nasional Yogyakarta. Yang telah
menyetujui judul seminar ini untuk diseminarkan
2. Agung Dwi Sutrisno, S.T., M.T., Ph.D. selaku dosen pembimbing seminar
industry yang telah dengan sabar membimbing mengarahkan, dan
mengoreksi naskah seminar dengan sabar.
3. Kedua orang tua saya, saudara dan semua pihak yang membantu secara
langsung maupun tidak langsung dalam pelaksanaan dan penulisan laporan
seminar ini.
Akhir kata, semoga seminar ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis
sendiri serta dapat memberikan masukan atau wawasan kepada saya dan pembaca
umumnya.
Yogyakarta, Oktober 2023

Penulis

1
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Nikel menjadi salah satu hasil tambang yang banyak berdampak kepada
berbagai sektor. oleh karena itu, diperlukan sebuah strategi yang efektif untuk
menjaga dan melindungi cadangan nikel di Indonesia. Hal ini sangat penting guna
memastikan pemenuhan kebutuhan industri yang ada, sehingga dapat diupayakan
dengan langkah-langkah yang cermat dan berkelanjutan agar sumber daya alam ini
dapat dimanfaatkan secara optimal demi mendukung perkembangan industri di
Indonesia.
Hilirisasi telah menjadi salah satu program pemerintah yang
diimplementasikan dengan tujuan memaksimalkan pemanfaatan sumber daya
alam yang dimiliki. Seiring dengan berkembangnya tren ancaman yang semakin
bervariatif, permintaan akan nikel mengalami peningkatan yang signifikan. Tidak
hanya dibutuhkan untuk keperluan industri secara umum, namun juga menjadi
krusial dalam konteks kebutuhan industri pertahanan Indonesia. Penggunaan nikel
mencakup aspek yang luas, termasuk bahan baku untuk baterai yang mendukung
kendaraan listrik PT. PINDAD dan memenuhi kebutuhan inovasi di masa depan,
termasuk berbagai produk elektrifikasi.
Faktor hukum juga turut memberikan landasan yang kuat, seperti yang
tercantum dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2012 tentang Industri
Pertahanan. Undang-Undang ini menjadi dasar hukum yang mengamanatkan
pemenuhan kebutuhan Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan (Alpalhankam)
Indonesia, yang esensial dalam menjaga kedaulatan negara. Selain itu, Indonesia
telah menunjukkan komitmen seriusnya terhadap agenda global dengan
mengusung Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2019 tentang Percepatan
Program Kendaraan Bermotor Listrik berbasis Baterai untuk Transportasi Jalan.
Keputusan ini mencerminkan tekad Indonesia untuk berpartisipasi aktif dalam
upaya dunia terkait net zero emission Indonesia pada tahun 2060.
Sejalan dengan perubahan tren menuju industri yang lebih ramah lingkungan

2
dan berkelanjutan, hal ini memberikan mandat bagi pemerintah pusat untuk
merumuskan kebijakan yang mendukung perlindungan terhadap bahan baku
strategis, termasuk nikel. Berbagai kebijakan yang telah diterapkan oleh
pemerintah menegaskan pentingnya strategi hilirisasi dalam konteks ini, sebagai
langkah konkret dalam menjaga keberlanjutan pemanfaatan sumber daya alam
yang strategis bagi pembangunan nasional.
Kemajuan teknologi dan arus tren global memiliki dampak signifikan pada
kemampuan suatu negara untuk memanfaatkan perkembangan tersebut. Sebagai
contoh, di Indonesia, pemerintah telah mengambil langkah-langkah progresif
dengan mengadopsi kebijakan elektrifikasi sebagai bagian dari upaya menuju
pencapaian target net zero carbon. Fenomena ini bukan hanya terjadi di Indonesia,
tetapi juga terjadi secara luas di berbagai industri di seluruh dunia. Negara-negara
seperti Amerika telah memimpin peralihan menuju energi terbarukan dengan
perusahaan seperti Tesla, sementara Indonesia aktif mengajak masyarakatnya untuk
beralih ke kendaraan listrik.
Meskipun transisi menuju elektrifikasi menjadi tren yang marak, dampaknya
turut mempengaruhi sektor industri pertahanan, salah satunya adalah PT. PINDAD
yang telah memperkenalkan dua produk inovatifnya yang menggunakan tenaga
listrik. Produk-produk ini menciptakan tonggak sejarah sebagai produk pertama
dalam industri pertahanan yang mengalami transformasi menuju alat utama sistem
senjata tentara nasional Indonesia (ALUTSISTA) yang memiliki potensi untuk
menggunakan baterai atau tenaga listrik. Dalam konteks ini, penting untuk dicatat
bahwa penggunaan kendaraan bertenaga listrik dalam industri pertahanan secara
langsung terkait dengan bahan baku utama dari bijih nikel. Bijih nikel, sebagai
komponen utama dalam pembuatan baterai untuk setiap kendaraan listrik, menjadi
fokus utama dalam industri pertambangan. Oleh karena itu, Presiden Republik
Indonesia sendiri beberapa waktu lalu telah mengeluarkan pesan penting terkait
dengan kebijakan ekspor, menyerukan untuk menghentikan ekspor beberapa bahan
pertambangan, termasuk bijih nikel. Langkah ini diambil dengan tujuan
meningkatkan hilirisasi dan investasi di sektor pertambangan Indonesia,
memberikan sinyal kuat tentang keputusan strategis untuk menjaga dan

3
memanfaatkan potensi sumber daya alam yang penting dalam mendukung industri
strategis seperti kendaraan bertenaga listrik dalam konteks pertahanan negara.
Melihat situasi geopolitik saat ini, ancaman terjadi disetiap negara termasuk
Indonesia. Hal ini terjadi sebab letak geografis kita yang sangat strategis sehingga
memunculkan anvaman yang serius baik itu militer maupun non militer. Ancaman
militer dapat tercermin dari situasi kawasan yang semakin memanas contohnya
dikawasan Laut Utara Natuna sedangkan ancaman non militer mencakup bidang
ideologi, politik dan ekonomi yang berdampak signifikan sehingga pemerintah
harus mengambil berbagai langkah strategis. Salah satu langkah krusial dalam
konteks ini adalah peningkatan industri pertahanan. Industri pertahanan memegang
peran sentral dalam menjaga kedaulatan negara agar siap terhadap berbagai
ancaman baik nasional maupun internasional.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang diuraikan diatas, maka penulis dapat
merumuskan masalah pada penulisan seminar industri ini yaitu analis kebijakan
hilirisasi mineral nikel terhadap pemenuhan kebutuhan domestik dan kemandirian
industri pertahanan guna mendukung penegakan kedaulatan negara dari ancaman
militer maupun non militer yang terjadi secara nasional maupun Internasional.

1.3 Batasan Masalah


Dalam pembahasan seminar industri yang penulis sajikan ini, penulis hanya
akan membahas terkait kebijakan hilirisasi nikel, dampak kebijakan hilirisasi nikel
terhadap pemenuhan kebutuhan domestik dan kemandirian industri pertahanan
serta sejauh mana hal itu dapat mendukung penegakan kedaulatan negara dari
ancaman yang terjadi.

4
1.4 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan seminar industri ini sebagai berikut :
1. Sebagai tambahan wawasan penulis dan pembaca mengenai kebijakan
hilirisasi nikel di Indonesia.
2. Untuk mengetahui dampak kebijakan hilirisasi nikel terhadap
pemenuhan kebutuhan domestik dan kemandirian industri pertahanan
3. Mengetahui sejauh mana kebijakan hilirisasi terhadap pemenuhan
kebutuhan domestik industri pertahanan dapat mendukung
penegakan kedaulatan negara dari ancaman yang terjadi.

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bijih Nikel


Nikel merupakan unsur logam yang didalam tabel periodik memiliki lambang
Ni dan nomor atom 28. Nikel juga merupakan salah satu dari lima unsur logam
yang paling umum dijumpai di bumi dan ditemukan secara luas pada lapisan kerak
bumi. Di alam, nikel dapat ditemukan dalam bentuk senyawa sulfida (bijih sulfida
magmatic) yang menyumbang 40% cadangann nikel dunia dan senyawa oksida
(bijih lateritik) yang menyumbang 60% cadangan nikel dunia. Genesa nikel terdiri
dari dua bagian yaitu endapan nikel primer dan endapan nikel sekunder.

Endapan nikel primer terbentuk sepanjang segregasi magma atau mengalami


kristalisasi langsung dari cairan magmayang menghasilkan endapan primer nikel
sulfida. Sedangkan endapan nikel sekunder terbentuk dari endapa nikel primer yang
mengalami pelapukan batuan asal (host rock) akibat pelapukan sinar matahari,
curah hujan dan lain lain sehingga terjadi konsentrasi mineral-mineral berharga
yang mengandung nikel. Unsur nikel dalam keadaan murni bersifat lembek, akan
tetapi banyak digunakan sebagai bahan campuran untuk menghasilkan baja tahan
karat Bersama dengan besi dan krom. Produk utama campuran nikel, besi dan krom
yang banyak dijumpai adalah stailes steel, bahan yang bayak dimanfaatkan untuk
membuat peralatan sehari-hari. Namun saat ini,nikel banyak dilirik karena nikel
diyakini menjadi salah satu bahan untuk membuat baterai lithium. Dengan besarnya
manfaat dari unsur nikel ini, tidak megherankan jika kegiatan penambangan nikel
di Indonesia berlangsung masif saat ini.

6
Gambar 2.1 Bijih Nikel

Gambar 2.2 Pemanfaatan Nikel

2.2 Jenis-jenis Bijih Nikel

Walaupum terdapat beberapa sumber lain yang mengandung nikel, untuk


saaat ini ada dua jenis bijih endapan yang banyak ditambang untuk memenuhi
kebutuhan pasokan nikel dunia, yaitu :

2.2.1 Endapan Nikel Sulfida

Endapan sulfida magmatik menjadi sumber daya bagi sekitar 40% nikel dunia
namun saat ini menjadi sumber daya utama bagi lebih dari setengah pasokan nikel
dunia. Adapun proses pembentukan endapan sulfida magmatik ini berkembang jika
magma yang mengandung silika dalam jumlah rendah dan magnesium dalam
jumlah tinggi diserap oleh belerang, biasanya melalui reaksi dengan batuan di kerak
bumi. Cairan kaya sulfur terpisah dari magma, lalu ion nikel dan beberapa unsur
lainnya berpindah kedalamnya. Karena cairan kaya sulfur lebih padat dari pada
magma, maka cairan tersebut tenggelam dan terakumulasi disepanjang dasar ruang

7
magma, intrusi, atau aliran lava, dimana mineral sulfida yang mengandung nikel
kemudian dapat mengkristal.

Gambar 2.3 : Nikel Sulfida

2.2.2 Endapan Nikel Laterit


Endapan laterit menjadi sumber daya utama ketersedian nikel di dunia, yaitu
sekitar 60%. Namun penambangan endapan laterit ini masih sangat kurang dan
ketersediaan nikel dunia masih bergantung pada endapan sulfida magmatik yang
sumber daya nya kian menipis. Endapan lanteit ini terbentuk dilingkungan yang
hangat, lembab, tropis atau subtropis ketika batuan beku dengan jumlah silika yang
rendah dan magnesium dengan jumlah tinggi dipecah oleh pelapukan kimiawi yang
berlangsung lebih dari satu juta tahun. Pelapukan menghilangkan beberapa
komponen asli dari batuan tersebut dan menciptakan endapan sisa dimana unsur-
unsur seperti nikel terkonsentrasi. Nikel laterit adalah hasil laterisasi batuan
ultramafik yang memiiki kandungan besi dan magnesium yang tinggi, yang
umumnya dapat ditemukan pada tanah yang relative dangkal berkisar 6-15 m.

Gambar 2.4 : Profil cebakan nikel laterit di Indonesia

8
2.3 Nikel di Indonesia

Indonesia termasuk salah satu pemasok nikel laterit terbesar di dunia. Pada
tahun 2022, menurut United State Geologycal Survey (USGS) produksi nikel
Indonesia mencapai 1,6 juta metrik ton dan merupakan yang terbesar di dunia. Nilai
tersebut sama dengan cadangan nikel Australia pada periode yang sama. Sementara
di urutan kedua penghasil nikel terbesar kedua setelah Indonesia adalah Filipina
dengan total produksi 330 ribu metrik ton. Disusul oleh Rusia, Kaledonia Baru,
Australia, Kanada dan China berturut-turut menjadi produsen nikel laterit dunia.

Sementara itu, Menurut Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral


(ESDM) mencatat, Indonesia memiliki tambang nikel seluas 520,877,07 hektare.
Tambang tersebut tersebar di tujuh provinsi antara lain Maluku, Maluku Utara,
Papua, Papua Barat, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah dan Sulawesi Tenggara.
Data ini diolah berdasarkan Izin Usaha Pertambagan (IUP) nikel dari seluruh
perusahaan yang tercatat di kementerian ESDM.

Gambar 2.5 : Peta Sebaran Nikel di Indonesia

9
Besarnya potensi nikel di Indonesia, mendorong terjadinya Hilirisasi untuk
meningkatkan nilai tambah dalam negeri sehingga dapat memberikan manfaat yang
lebih baik itu secara ekonomi, sosial dan sektor lainnya. Hal ini ditandai dengan
terbitnya Undang-Undang Nomor 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan
Batubara yang menjadi tonggak awal penerapan kebijakan hilirasi di Indonesia.

2.4 Kebijakan Hilirisasi di Indonesia

Menurut Patunru (2015), hilirisasi sering disebut downstreaming atau


value-adding, yang artinya upaya meredam ekspor bahan mentah dan sebaliknya
mendorong industri domestik untuk menggunakan bahan tersebut karena
meningkatkan nilai tambah domestik ( sembari menciptakan lapangan kerja).
Dalam praktik nya di Indonesia, untuk mendorong terjadinya hilirisasi tersebut
diperlukan fasilitas pengolahan bahan mentah menjadi bahan jadi yang siap
dimanfaatkan oleh konsumen. Hal ini tertuang dalam Undang-Undang Nomor 4
tahun 2009 tentang Minerba, yang didalamnya mengatur pentingnya pembangunan
smelter guna mendorong pengelolaan hasil tambang mentah sehingga dapat
meningkatkan nilai jual produk dari sumber daya mineral tersebut.

Namun dalam penerapannya, perusahaan yang melakukan kegiatan


hilirisasi pada awal terbitnya peraturan ini mengalami tantangan terkait
pembangunan smelter ini, sebab diperlukan modal yang lebih besar lagi untuk
pembangunan smelter yang didalamnya terjadi proses penambahan nilai produk
mineral seperti emas, timah, dan nikel sehingga bisa sesuai dengan standar baku
produk akhir. Akan tetapi setelah berjalannya waktu pembangunan smelter di
Indonesia tergolong semakin masif, beberapa smelter dibangun dengan teknologi
terbaru yang dapat mengolah mineral dengan kadar yang lebih rendah lagi.

Hilirisasi mineral Indonesia telah diatur dalam Undang- Undang Nomor 4


Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara, hal ini dimaksudkan
untuk meningkatkan produk akhir dari setiap usaha pertambangan yang ada supaya

10
terciptanya nilai tambah dan menjaga ketersediaan bahan baku industri dalam
negeri. Kebijakan hilirisasi mengalami perkembangan yang tidak singkat. Peraturan
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 7 Tahun 2012 tentang
Peningkatan Nilai Tambah Mineral Melalui Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian
Mineral atau Permen ESDM No 7/2012 mencerminkan bahwa sejak
diterbitkannya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 masih banyak peningkatan
ekspor bahan mentah. Kementerian ESDM merilis bahwa ekspor bijih nikel
misalnya, dalam rentan waktu 3 tahun sejak diundangkan UU Minerba mencetak
peningkatan 800% (ESDM, 2012), hal ini dikhawatirkan akan mengurangi
cadangan bahan baku nikel di Indonesia, untuk itu Permen No. 7/2012 memilki
peran dalam menjamin ketersediaan bahan baku. Pada Pasal 7 Permen No. 7/2012
mengamanatkan bahwa Pemegang IUP Operasi Produksi dan IUPK Operasi
Produksi mineral logam memiliki kewajiban untuk melakukan pengolahan atau
pemurnian hasil penambangan dalam negeri, lebih lanjut Pasal 21 menegaskan
pelarangan untuk menjual raw material ke luar negeri. Permen 7/2012 merupakan
wujud pemerintah dalam memaksimalkan hilirisasi hasil tambang untuk
menambah nilai dari pertambangan yang ada.

2.5 Industri Pertahanan dalam Negeri


Industri pertahanan adalah industri nasional, baik itu milik pemerintah
maupun swasta yang produknya baik secara mandiri maupun kelompok, termasuk
jasa keperawatannya dapat dimanfaatkan untuk kepentingan pertahanan Negara.
Suatu negara yang memiliki industri pertahanan dianggap mempunyai keuntungan
strategis dalam tatanan global dikarenakan dianggap mampu melakukan
penangkalan dan menjawab tantangan atau ancaman yang senantiasa berubah.
Upaya perwujudan kemandirian industri pertahanan tidak lepas dari konsep
tiga pilar pelaku industri pertahanan dan konsep kluster industri pertahanan. Konsep
tiga pilar pelaku industri pertahanan mengacu pada hubungan yang terpadu antara
Perguruan Tinggi dan komunitas Penelitian dan Pengembangan (Litbang) sebagai
pengembang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Iptek) pertahanan, sektor
industri/swasta sebagai pendaya guna hasil iptek pertahanm produksi maupun

11
distribusinya, serta TNI sebagai pengguna. Sedangkan konsep kluster Industri
pertahanan artinya adalah adanya saling keterkaitan dan saling mendukung antara
industri hulu, industri hilir, industri pendukung dan industri terkait untuk
menciptakan daya saing dan meningkatkan industri nasional. Dari sisi regulasi,
perwujudan kemandirian industri pertahanan juga di back-up oleh UndangUndang
Republik Indonesia nomor 16 Tahun 2012 tentang Industri Pertahanan (Idhan) yang
didalamnya terdapat kewajiban menggunakan Alat Utama Sistem Senjata
(Alutsista) produksi dalam negeri. Di dalam UU Inhan tersebut juga didorong upaya
alih teknologi, ataupun pendanaan dalam bentuk offset dan juga imbal dagang
untuk produk alat peralatan pertahanan dan keamanan yang didatangkan dari luar
negeri disebabkan industri pertahanan dalam negeri belum mampu membuatnya.
Selain UU Inhan, perwujudan kemandirian industri pertahanan juga diatur dalam
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 74 Tahun 2014 tentang
Mekanisme Imbal Dagang dalam Pengadaan Alat Peralatan Pertahanan dan
Keamanan dari Luar Negeri.
Keberhasilan upaya perwujudan kemandirian industri pertahanan sangat
bergantung kepada sinergi 3 pilar pelaku industri pertahanan dan berjalannya
konsep kluster di atas pada sektor-sektor industri yang saling mendukung. Untuk
mengetahui sejauh mana kedua konsep berjalan dengan baik, maka perlu dilakukan
penelusuran mengenai permasalahanpermasalahan yang terjadi dan tantangan ke
depan dalam upaya mewujudkan kemandirian industri pertahanan.

12
BAB III
METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan dengan beberapa tahapan, yaitu :


1. Studi Literatur
Studi literatur berupa studi terhadap daerah penelitian meliputi kajian
Pustaka mengenai kebijakan hilirisasi di Indonesia serta dampak nya
terhadap sektor pertahanan yang diambil dari berbagai jurnal, sumber
bacaan di internet serta buku-buku yang relevan. Sumber literasi utama
dalam penulisan ini merupakan jurnal yang yang berjudul Strategi
Penegakan Kebijakan Hilirisasi Nikel Terhadap Pemenuhan Kebutuhan
Domestik Dan Kemandirian Industri Pertahanan dengan metode penelitian
yuridis normatif. Penelitian kualitatif merupakan suatu penelitian dengan
menggunakan objek alamah dimana peneliti merupakan instrument kunci,
Teknik pengumpulan data dilakukan secara gabungan, alaisis data bersifat
induktif serta hasilnya akan memiliki penekanan makna daripada
generalisasi. Pendekatan masalah yang dilakukan pada penelitian ini
dilakukan dengan pendekatan teoritis dan pendekatan formil yang
berpedoman pada hukum positif di Indonesia. Sehubung itu, penulis
mengkaji dan meneliti aspek yuridis terkait kebijakan hilirisasi sebagai
upaya perlindungan bahan baku strategis unduk industri pertahanan.
Sumber data pada penelitian ini adalah primer yakni melalui wawancara
dengan instansi terkait dan sekunder yang diperoleh dari bahan Pustaka.

13
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Kebijakan Hilirisasi Nikel


Hilirisasi mineral Indonesia telah diatur dalam Undang- Undang Nomor 4
Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara, hal ini dimaksudkan
untuk meningkatkan produk akhir dari setiap usaha pertambangan yang ada supaya
terciptanya nilai tambah dan menjaga ketersediaan bahan baku industri dalam
negeri.
Kebijakan hilirisasi mengalami perkembangan yang tidak singkat. Peraturan
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 7 Tahun 2012 tentang
Peningkatan Nilai Tambah Mineral Melalui Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian
Mineral atau Permen ESDM No 7/2012 mencerminkan bahwa sejak diterbitkannya
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 masih banyak peningkatan ekspor bahan
mentah. Kementerian ESDM merilis bahwa ekspor bijih nikel misalnya, dalam
rentan waktu 3 tahun sejak diundangkan UU Minerba mencetak peningkatan 800%
(ESDM, 2012), hal ini dikhawatirkan akan mengurangi cadangan bahan baku nikel
di Indonesia, untuk itu Permen No. 7/2012 memilki peran dalam menjamin
ketersediaan bahan baku. Pada Pasal 7 Permen No. 7/2012 mengamanatkan bahwa
Pemegang IUP Operasi Produksi dan IUPK Operasi Produksi mineral logam
memiliki kewajiban untuk melakukan pengolahan atau pemurnian hasil
penambangan dalam negeri, lebih lanjut Pasal 21 menegaskan pelarangan untuk
menjual raw material ke luar negeri. Permen 7/2012 merupakan wujud pemerintah
dalam memaksimalkan hilirisasi hasil tambang untuk menambah nilai dari
pertambangan yang ada.
Untuk memberikan pemahaman lebih lanjut Pertambangan di Indonesia
memiliki beberapa izin yang terkait dengan berbagai kegiatan. Misalnya IUP
Eksplorasi, atau Izin Usaha Pertambangan yang diberikan untuk melakukan
penyeleidikan umum, studi kelayakan dan eksplorasi tambang. IUP Operasi
merupakan izin yang diperoleh setelah pelaksanaan eksplorasi dan melakukan tahap

14
kegiatan operasi produksi. Selain itu, IUPK Eksplorasi, atau Izin Usaha
Pertambangan Khusus eksplorasi prinsipnya seperti IUP Eksplorasi, namun izin
lebih spesifik terhadap usaha pertambangan khusus. Tidak bertahan lama,
Kementerian ESDM mengeluarkan Peraturan Menteri yang memperbolehkan
untuk melakukan kegiatan ekspor raw material ke luar negeri. Hal ini tertuang pada
Peraturan Menteri ESDM Nomor 11 Tahun 2012 tentang Perubahan atas Peraturan
Menteri ESDN Nomor 7 Tahun 2012 dimana Pasal 21A pada Permen 11/2012
rekomendasi Menteri harus sudah dimiliki oleh para pemegang Izin Usaha
Pertambangan tingkat Operasi Produksi dan IPR dalamhal ini Dirjen untuk
melakukan ekspor dengan syarat perolehan rekomendasi yakni :
a. Clean & Clear harus dimiliki pada IPR dan Status Izin Usaha Pertambangan
Operasi atau IUP Operasi
b. Telah menyelesaikan berbagai bentuk kewajiban pembayaran ke Negara
c. Mengutrakan Kerjasama atau rencana kerja dalam hal pengelolaan
pemurnian mineral dalam negeri
d. Menandatangani pakta integritas.
Peraturan Menteri ini menjadikan kebijakan hilirisasi belum sepenuhnya
terlaksana, terdapat beberapa pengecualian melakukan praktik ekspor bahan
mentah dengan adanya peraturan perundang-undangan yang sama. Pada tahun
2013, Kementerian ESDM mengeluarkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 20
Tahun 2013 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri ESDM Nomor 7
Tahun 2012 tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral Melalui Kegiatan
Pengolahan dan Pemurnian Mineral.
Peraturan ini mengubah, menambah dan menghapus beberapa pasal yang
ada pada peraturan menteri sebelumnya. Larangan mengekspor raw mineral ke
luar negeri juga ditetapkan pada Pasal 21A ayat (1) yang memberikan Batasan
waktu hingga 12 Januari 2014, akan tetapi menjual raw material tetap
diperbolehkan ke luar negeri dengan penambahan syarat persetujuan ekspor dari
Menteri Perdagangan atau pejabat yang ditunjuk sesuai dengan peraturan
perundang-undangan setelah mendapat rekomendasi dari Menteri.
Berdasarkan panjangnya perjalanan peraturan yang mendorong upaya

15
hilirisasi, kembali ke tujuan utamanya yaitu memberikan nilai tambah pada hasil
pertambangan yang ada di Indonesia. Hal ini ditambah tren elektrifikasi yang
digemborkan keberbagai industri Tanah Air. Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun
2019 tentang Percepatan program Kendaraan Bermotor Listrik berbasis Baterai
untuk Transportasi Jalan menjadi acuan pembuatan kendaraan berbasis listrik
untuk transportasi, namun hingga saat ini belum adanya pengaturan khusus yang
meliputi proses produksi kendaraan tempur atau ranpur berbasis baterai. Dengan
hadirnya prototype Maung EV yang telah dipamerkan dalam ajang Indo Defence
2022, menjadi pembuka gerbang ranpur yang lebih ramah lingkungan. Pemerintah
melalui kebijakan hilirisasi tambang salah satunya nikel merupakan kebijakan
yang mampu melindungi cadangan nikel di Indonesia serta membangun inovasi
dibidang industri pertahanan. Misalnya pada penggunaan kendaraan listrik bisa
menggunakan Stainless Steel 416 yang memiliki sifat material ketahanan pada
korosi yang baik, ketahanan aus, oksidasi dan kemampuan pada mesin yang baik.
Banyaknya potensi pasar yang dibutuhkan untuk pembuatan Stainless steel seperti
dibidang dirgantaraan (produksi pesawat), medis, energi, transportasi hingga
industri persenjataan.
Selain memberikan legitimasi pada beberapa bahan baku yang bersifat
strategis, pemerintah dapat melibatkan TNI atau POLRI dalam melindungi objek
vital nasional salah satunya Mineral pertambangan dan Nikel yang saat ini menjadi
objek vital nasional yang perlu dilindungi, menurut Keputusan Presiden Nomor 63
Tahun 2004 tentang Pengamanan Obyek Vital Nasional, merupakan suatu
Kawasan, bangunan atau usaha yang menyangkut hajat hidup orang banyak,
kepentingan suatu negara dan sumber pendapatan negara yang strategis. Buku Putih
Pertahanan Indonesia membagi beberapa bentuk ancaman non-militer, ancaman
dibidang ideologi, politik, ekonomi, sosial-budaya, teknologi, keselamatan umum
serta ancaman berdimensi legislasi. Untuk menghadapi ancaman ekonomi, yakni
salah satunya illegal mining yang terjadi di Indonesia, diperlukan kebijakan
pertahanan dalam menjaga objek vital nasional. Pada Pasal 7 Undang-Undang 34
Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) bahwa Tentara Nasional
Indonesia memiliki 2 (dua) operasi militer perang dan operasi militer selain perang

16
(OMSP), pada OMSP TNI memiliki operasi untuk mengamankan objek vital
nasional yang bersifat strategis. J. Peter Burgess dalamm bukunya Non-Military
Security Challenges menjelaskan sebuah tantangan memiliki berhubungan kondisi
terhadap ancaman non-militer seperti sumber daya alam dan air, hal ini sejalan
dengan adanya potensi ancaman dari kekayaan alam Indonesia yakni nikel. Sebagai
contoh yang bisa dilakukan melalui pemantauan dan peninjauan Proyek Strategis
Nasional oleh Kodam dimana penambangan itu dilaksanakan.
Sebagai bentuk pengawasan objek vital nasional, strategis penguatan wilayah
kodam masing-masing bisa menjadi cara yang efektif untuk memberikan
ketidakberanian pada illegal miner. Misalnya dapat dilakukan dengan penguatan
pada wilayah yang memiliki sebaran cadangan nikel pada peta sebagai berikut:

Gambar 4.1 Peta sebaran cadangan nikel


Berdasarkan sebaran peta diatas, dapat dilihat daerah cadangan nikel terbesar
ada di Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan, Sebagian wilayah Maluku dan
Sulawesi Tengah. Melalui pemetaan yang diperbaharui oleh Badan Geologi, TNI
dapat mengkoordinasi dalam penguatan wilayah sekitar, misalnya Komando
Daerah Militer atau Kodam XVI Patimura atau PTM bisa ikut memberikan
perhatian lebih dalam menjaga objek vital nasional, seperti mengadakan Latihan
dan patrol di wilayah pertambangan tanpa mengganggu aktivitas di area tersebut.
Kegiatan ini menjadi bentuk dari Bhakti TNI dari Surat keputusan Kepala Staff
Angkatan Darat NomorSKEP/480/XII/2004 tertanggal 20 Desember 2004 tentang
Bujuknik Gar Bhakti TNI, merupakan perlibatan Angkatan selaku alat pertahanan
negara untuk menjalankan fungsi sosial yang mampu menunjang pembangunan
serta melaksanakan program pemerintah tanpa mengabaikan kewaspadaan dan
kesiapsiagaan dibidang pertahanan negara.

17
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Indonesia telah mengatur beberapa ketentuan dalam upaya melakukan
hilirisasi hasil tambang dan mineral. Undang - Undang Nomor 3 Tahun 2020
tentang Perubahan atas Undang – Undang Nomor 4 tahun 2009 tentang
pertambangan mineral dan batubara menjawab permasalahan hilirisasi, selain itu
banyak juga pengaturan turunannya yang menjadi langkah pemerintah untuk
memenuhi kebutuhan mineral dalam negeri. Industri pertahanan juga memiliki
berbagai inovasi khususnya peralihan beberapa kendaraan tempur yang bertenaga
baterai. Strategi yang dapat dilakukan untuk hilirisasi hasil tambang ini, salah
satunya adalah pengikutsertaan TNI dalam melakukan pengawasan pada objek
vital nasional, salah satunya melalui operasi bhakti.

18
DAFTAR PUSTAKA

Amalia, Yasmina, et.al. 2020. Analisis Kandungan Unsur Ni pada Zona Saprolit
Bijih Nikel Laterit, Kecamatan Bahodopi, Kabupaten Morowali, Sulawesi
Tengah, Jurnal Sains dan Teknologi (SAINTEK), Vol 1.
Setiawan, Karina Novita Sari, et.al. 2018. Analisis Skala Penambangan Mineral
dan Pengangkutan (Studi Kasus: Angkutan Nikel di Sulawesi Tenggara),
Jurnal Teknik ITS, Vol 7.
Wijaya, Brian dan Cahya Fajar Budi Hartanto. 2021. Penanganan Muatan Nickel
Ore untuk Peningkatan Keselamatan Kapal MV. Rashad, 3rd National Seminar
on Maritime and Interdiciplinary Studies, Vol. 3.
Bahfie, Fathan, et.al. 2021. Tinjauan Teknologi Proses Ekstraksi Nikel Laterit,
Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara Vol. 17.
Dewi, Dian Suluh Kusuma. 2022. Buku Ajar Kebijakan Publik: Proses,
Implementasi dan Evaluasi. Yogyakarta: Penerbit Samudra Biru. Cetakan I.
Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. 2023. Laporan
Kinerja Badan Geologi 2022. Bandung: Badan Geologi
Rodiyah, Isnaini, Ilmi Usrotin Choiriyah dan Hendra Sukmana. 2022. Buku Ajar
Kebijakan Publik. Sidoarjo: USMIDA Press. Cetakan I

19

Anda mungkin juga menyukai