Anda di halaman 1dari 54

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 KONSEP PENYAKIT

2.1.1 PENGERTIAN

2.1.1.1 Definisi Diabetes Melitus

Diabetes melitus merupakan sekumpulan gangguan metabolik yang

ditandai dengan peningkatan kadar glukosa darah (hiperglikemia) akibat

kerusakan pada sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya (smelzel dan

Bare,2015). Diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit atau

gangguan metabolik dengan karakteristik hipeglikemia yang terjadi karena

kelainan sekresi urin, kerja insulin, atau kedua – duanya (ADA,2017).

Diabetes mellitus (DM) adalah penyakit kronik yang terjadi ketika

pankreas tidak cukup dalam memproduksi insulin atau ketika tubuh tidak

efisien menggunakan insulin itu sendiri. Insulin adalah hormon yang mengatur

kadar gula darah. Hiperglikemia atau kenaikan kadar gula darah, adalah efek

yang tidak terkontrol dari diabetes dan dalam waktu panjang dapat terjadi

kerusakan yang serius pada beberapa sistem tubuh, khususnya pada

pembuluh darah jantung (penyakit jantung koroner), mata (dapat terjadi

kebutaan), ginjal (dapat terjadi gagal ginjal) (WHO, 2016).

Diabetes Mellitus (kencing manis) adalah suatu penyakit dengan

peningkatan glukosa darah diatas normal. Dimana kadar diatur tingkatannya

oleh hormon insulin yang diproduksi oleh pankreas (Shadine, 2017).


2.1.1.2 Ulkus Diabetikum

A. Pengertian

luka diabetes (diabetic ulcers) sering kali disebut diabetics foot

ulcers, luka neuropati, luka diabetik neuropathi (Maryunani, 2016). Luka

diabetes atau neuropati adalah luka yang terjadi pada pasien yang diabetik

melibatkan gangguan pada saraf perifer dan otonomik (Suriadi, 2010

dalam Maryunani, 2016).

Luka diabetes adalah luka yang terjadi pada kaki penderita

diabetes, dimana terdapat kelainan tungkai kaki bawah akibat diabetes

melitus yang tidak terkendali. Kelainan kaki diabetes mellitus dapat

disebabkan adanya gangguan pembuluh darah, gangguan persyarafan dan

adanya infeksi (Maryunani, 2016).

B. Klasifikasi

1. Berdasarkan Kedalaman Jaringan

a. Partial Thickness adalah luka mengenai lapisan epidermis dan dermis.

b. Full Thickness adalah luka mengenai lapisan epidermis, dermis dan

subcutaneous dan termasuk mengenai otot, tendon dan tulang (Ekaputra,

2017).
2. Berdasarkan Waktu dan Lamanya

a. Luka akut merupakan luka trauma yang biasanya segera mendapat

penanganan dan biasanya dapat sembuh dengan baik bila tidak terjadi

komplikasi (Ekaputra, 2017).

b. Luka kronik yang berlangsung lama atau sering timbul kembali

(rekuren), terjadi gangguan pada proses penyembuhan yang biasanya

disebabkan oleh masalah multifaktor dari penderita. Pada luka kronik

luka gagal sembuh pada waktu yang diperkirakan, tidak berespon baik

terhadap terapi dan punya tendensi untuk timbul kembali (Moreau,

2011 dalam Ekaputra, 2017).

C. Derajat Luka

1. Derajat 0 : Tidak ada lesi yang terbuka, Bisa terdapat deformitas

atau selulitis (dengan kata lain: kulit utuh, tetapi ada kelainan

bentuk kaki akibat neuropati).

2. Derajat 1 : luka superficial terbatas pada kulit.

3. Derajat 2 : luka dalam sampai menembus tendon, atau tulang

4. Derajat 3 : luka dalam dengan abses, osteomielitis atau sepsis

persendian

5. Derajat 4 : Gangren setempat, di telapak kaki atau tumit (dengan

kata lain: gangren jari kaki atau tanpa selulitis)

6. Derajat 5 : Gangren pada seluruh kaki atau sebagian tungkai

bawah. (Muryunani, 2016).


D. Proses Terjadinya Luka

Luka diabetes melitus terjadi karena kurangnya kontrol diabetes

melitus selama bertahun-tahun yang sering memicu terjadinya kerusakan

syaraf atau masalah sirkulasi yang serius yang dapat menimbulkan efek

pembentukan luka diabetes melitus (Maryunani, 2016). Ada 2 tipe

penyebab ulkus kaki diabetes secara umum yaitu:

1. Neuropati

Neuropati diabetik merupakan kelainan urat syaraf akibat diabetes

melitus karena kadar gula dalam darah yang tinggi yang bisa

merusak urat syaraf penderita dan menyebabkan hilang atau

menurunnya rasa nyeri pada kaki, sehingga apabila penderita

mengalami trauma kadang kadang tidak terasa. Gejala- gejala

neuropati meliputi kesemutan, rasa panas, rasa tebal di telapak

kaki, kram, badan sakit semua terutama malam hari (Maryunani,

2016).

2. Angiopathy

Angiopathy diabetik adalah penyempitan pembuluh darah pada

penderita diabetes. Apabila sumbatan terjadi di pembuluh darah

sedang besar pada tungkai, maka tungkai akan mudah mengalami

gangren diabetik, yaitu luka pada kaki yang merah kehitaman atau

berbau busuk. Angiopathy menyebabkan asupan nutrisi, oksigen

serta antibiotik terganggu sehingga menyebabkan kulit sulit

sembuh (Maryunani, 2016).


2.1.2 ETIOLOGI

Menurut Smeltzer 2015 Diabetes Melitus dapat diklasifikasikan ke

dalam 2 kategori klinis yaitu:

2.1.2.1 Diabetes Melitus tergantung insulin (DM TIPE 1)

a. Genetik

Umunya penderita diabetes tidak mewarisi diabetes type 1 namun

mewarisi sebuah predisposisis atau sebuah kecendurungan genetik kearah

terjadinya diabetes type 1. Kecendurungan genetik ini ditentukan pada

individu yang memiliki type antigen HLA (Human Leucocyte Antigen)

tertentu. HLA ialah kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen

tranplantasi & proses imunnya. (Smeltzer, 2015)

b. Immunologi

Pada diabetes type 1 terdapat fakta adanya sebuah respon autoimum. Ini

adalah respon abdomal dimana antibodi terarah pada jaringan normal

tubuh secara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya

sebagai jaringan asing. (Smeltzer, 2015)

c. Lingkungan

Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang

menimbulkan destruksi selbeta. (Smeltzer, 2015)


2.1.2.2 Diabetes melitus tidak tergantung insulin (DM TIPE II)

Menurut Smeltzel 2015 Mekanisme yang tepat yang menyebabkan

resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin pada diabetes tipe II

masih belum diketahui. Faktor genetik memegang peranan dalam proses

terjadinya resistensi insulin.

Faktor-faktor resiko :

a. Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65

tahun)

b. Obesitas

c. Riwayat keluarga

2.1.3 MANIFESTASI KLINIS

Menurut PERKENI (2015) , penyakit diabetes melitus ini pada

awalnya seringkali tidak dirasakan dan tidak disadari penderita. Tanda

awal yang dapat diketahui bahwa seseorang menderita DM atau kencing

manis yaitu dilihat langsung dari efek peningkatan kadar gula darah,

dimana peningkatan kadar gula dalam darah mencapai nilai 160-180

mg/dL dan air seni (urine) penderita kencing manis yang mengandung

gula (glucose), sehingga urine sering dilebung atau dikerubuti semut.

Menurut PERKENI gejala dan tanda tanda DM dapat

digolongkan menjadi 2 yaitu:

A. Gejala akut penyakit DM

Gejala penyakit DM bervariasi pada setiap, bahkan mungkin tidak

menunjukan gejala apapun sampai saat tertentu. Pemulaan gejala yang


ditunjukan meliputi:

1. Lapar yang berlebihan atau makan banyak (poliphagi)

Pada diabetes, karena insulin bermasalah pemaasukan gula

kedalam sel sel tubuh kurang sehingga energi yang dibentuk pun

kurang itun sebabnya orang menjadi lemas. Oleh karena itu,

tubuh berusaha meningkatkan asupan makanan dengan

menimbulkan rasa lapar sehingga timbulah perasaan selalu ingin

makan

2. Sering merasa haus (polidipsi)

Dengan banyaknya urin keluar, tubuh akan kekurangan air

atau dehidrasi.untu mengatasi hal tersebut timbulah rasa haus

sehingga orang ingin selalu minum dan ingin minum manis,

minuman manis akan sangat merugikan karena membuat kadar

gula semakin tinggi.

3. Jumlah urin yang dikeluarkan banyak (poliuri)

Jika kadar gula melebihi nilai normal , maka gula darah

akan keluar bersama urin,untu menjaga agar urin yang keluar,

yang mengandung gula,tak terlalu pekat, tubuh akan menarik air

sebanyak mungkin ke dalam urin sehingga volume urin yang

keluar banyak dan kencing pun sering.Jika tidak diobati maka

akan timbul gejala banyak minum, banyak kencing, nafsu makan

mulai berkurang atau berat badan turun dengan cepat (turun 5-10

kg dalam waktu 2-4 minggu), mudah lelah dan bila tidak lekas
diobati, akan timbul rasa mual (PERKENI, 2015).

B. Gejala kronik penyekit DM

Gejala kronik yang sering dialami oleh penderita DM (PERKENI,

2015) adalah:

1. Kesemutan

2. Kulit terasa panas atau seperti tertusuk tusuk jarum

3. Rasa tebal dikulit

4. Kram

5. Mudah mengantuk

6. Mata kabur

7. Biasanya sering ganti kaca mata\Gatal disekitar kemaluan

terutama pada wanita

8. Gigi mudah goyah dan mudah lepas

9. Kemampuan seksual menurun

10. Dan para ibu hamil sering mengalami keguguran atau kematian

janin dalam kandungan atau dengan bayi berat lahir lebih dari

4kg.

2.1.4 PATOFISIOLOGI

Menurut Smeltzer, Diabetes tipe I. Pada diabetes tipe I terdapat

ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin karena sel sel beta prankreas

telah dihancurkan oleh proses autoimun. Hiperglikemi puasa terjadi akibat

produksi glukosa yang tidak terukur oleh hati. Disamping glukosa yang
berasal dari makanan tidak dapat disimpan dihati meskipun tetap berada dalam

darah menimbulkan hiperglikemia prospandial.jika kosentrasi glukosa daram

darah cukup tinggi maka ginjal tidak dapat menyerap kembali glukosa yang

tersaring keluar, akibatnya glukosa tersebut muncul dalam urine(glikosuria).

Ketika glukosa yang berlebihan dieksresikan kedalam urine,ekresi ini akan

disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan, keadaan ini

dinamakan diuresis ostomik,sebagai akibat dari kehilangan cairan berlebihan,

pasien akan mengalami peningkatan dalam berkemih (poliurea), dan rasa haus

(polidipsi) (Smeltzer 2015 dan Bare,2015).

Difisiensi insulin juga akan menganggu metabilisme protein dalam lemak

yang menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami

peningkatan selera makan (polifagia), akibat menurunan simpanan kalori.

Gejala lainya kelelahan dan kelemahan. Dalam keadaan normal insulin

mengendalikan glikogenolisis (pemecahan glikosa yang tersimpan) dan

glukoneogenesis (pembentukan glukosa baru dari asam asam amino dan

subtansi lain). Namun pada penderita difisiensi insulin, proses ini akan terjadi

tampa hambatan dan lebih lanjut akan turut menimbulkan hipergikemia.

Disamping itu akan terjadi pemecahan lemak yang mengakibatkan

peningkatan produksi badan keton yang merupakan produk smping

pemecahan lemak. Badan keton merupakan asam yang menganggu

keseimbangan asam basa tubuh apabila jumlahnya berlebih. Ketoasidosis

yang disebabkan dapat menyebabkan tanda tanda gejala seperti nyeri

abdomen mual, muntah, hiperventilasi , nafas berbau aseton dan bila tidak
ditangani akan menimbulkan penurunan kesadaran, koma bahkan kematian.

Pemberian insulin bersama cairan dan elektrolit sesuai kebutuhan akan

memperbaiki dengan cepat kelainan metabolik tersebut dan mengatasi gejala

hiperglikemi serta ketoasidosis. Diet dan latihan disertai pemantauan kadar

gula darah yang sering merupakan komponen terapi yang penting. (Smeltzer

2015 dan Bare,2015).

DM tipe II merupakan suatu kelainan metabolik dengan karakteristik

utama adalah terjadinya hiperglikemia kronik. Meskipun pula pewarisannya

belum jelas, faktor genetik dikatakan memiliki peranan yang sangat penting

dalam munculnya DM tipe II. Faktor genetik ini akan berinterksi dengan

faktor faktor lingkungan seperti gaya hidup, obesitas,rendah aktivitas fisik,

diet, dan tingginya kadar asam lemak bebas (Smeltzer 2015 dan Bare,2015).

Mekanisme terjadinya DM tipe II umunya disebabkan karena resistensi insulin

dan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terkait dengan reseptor khusus

pada permukaan sel.sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor

tersebut,terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa didalam

sel. Resistensi insulin DM tipe II disertai dengan penurunan reaksi intra sel.

Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi

pengambilan glukosa oleh jaringan. Untuk mengatasi resistensi insulin dan

mencegah terbentuknya glukosa dalam darah,harus terjadi peningkatan jumlah

insulin yang disekresikan. (Smeltzer 2015 dan Bare, 2015).

Pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat

sekresi insulin yang berlebihan dan kadar glukosa akan dipertahankan pada
tingkat yang normal atau sedikit meningkat. Namun demikian, jika sel sel B

tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan insulin, maka kadar

glukosa akan meningkat dan terjadinya DM tipe II. Meskipun terjadi

gangguan sekresi insulin yang berupakan ciri khas DM tipe II, namun masih

terdapat insulin dengan jumlah yang adekuat untuk mencegah pemecahan

lemak dan produksi badan keton yang menyertainya, karena itu ketoasidosis

diabetik tidak terjadi pada DM tipe II, meskipun demikian, DM tipe II yang

tidak terkontrol akan menimbulkan masalah akut lainya seperti sindrom

Hiperglikemik Hiporosmolar Non-Ketotik(HHNK). (Smeltzer 2015 dan

Bare,2015) Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat(selama

bertahun tahun) dan progesif, maka DM tipe II dapat berjalan tanpa

terdeteksi. Jika gejalannya dialami pasien, gejala tersebut sering bersifat

ringan, seperti: kelelahan, iritabilitas, poliuria,polidipsia, luka pada kulit yang

lama sembuh, infeksi vagina atau pandangan kabur (jika kadar glukosanya

sangat tinggi.). (Smeltzer 2015 dan Bare,2015).


PATHWAY DM
2.1.5 KOMPLIKASI

Kadar glukosa darah yang tidak terkontrol pada penderita DM tipe II

akan menyebabkan berbagai komplikasi. Komplikasi DM tipe II terbagi

menjadi dua berdasarkan lama terjadinya yaitu komplikasi akut dan

komplikasi kronik (Smeltzel dan Bare, 2015; PERKENI , 2015)

1) Komplikasi Akut

a. Ketoasidosis Diabetik (KAD)

KAD merupakan komplikasi akut DM yang di tandai

dengan peningkatan kadar glukosa darah yang tinggi (300-600

mg/dl), disertai dengan adanya tanda dan gejala asidosis dan

plasma keton (+) kuat. Osmolaritas plasma meningkat (300-320

mOs/Ml) dan terjadi peningkatan anion gap (PERKENI,2015).

b. Hipoglikemi

Hipoglikemi ditandai dengan menurunnya kadar glukosa

darah hingga mencapai <60 mg/dL. Gejala hipoglikemia terdiri

dari gejala adrenergik (berdebar, banyak keringat, gemetar, rasa

lapar) dan gejala neuro- glikopenik (pusing, gelisah, kesadaran

menurun sampai koma) (PERKENI, 2015).

c. Hiperosmolar Non Ketonik (HNK)

Pada keadaan ini terjadi peningkatan glukosa darah sangat

tinggi (600- 1200 mg/dl), tanpa tanda dan gejala

asidosis,osmolaritas plasma sangat meningkat (330-380


mOs/ml),plasma keton (+/-), anion gap normal atau sedikit

meningkat (PERKENI, 2015).

2) Komplikasi Kronis (Menahun)

Menurut Smeltzer 2015,kategori umum komplikasi jangka

panjang terdiri dari:

a. Makroangiopati: pembuluh darah jantung, pembuluh darah tepi,

pembuluh darah otak

b. Mikroangiopati: pembuluh darah kapiler retina mata (retinopati

diabetik) dan Pembuluh darah kapiler ginjal (nefropati diabetik)

c. Neuropati : suatu kondisi yang mempengaruhi sistem saraf, di

mana serat-serat saraf menjadi rusak sebagai akibat dari cedera

atau penyakit

d. Komplikasi dengan mekanisme gabungan: rentan infeksi,

contohnya tuberkolusis paru, infeksi saluran kemih,infeksi kulit

dan infeksi kaki. dan disfungsi ereksi.

2.1.6 PEMERIKSAAN PENUJANG

1) Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah :

a. Pemeriksaan darah
Kadar Glukosa Darah

No Pemeriksaan Normal

1 Glukosa darah sewaktu <200 mg/dl

2 Glukosa darah puasa <140 mg/dl

3 Glukosa darah 2 jam setelah makan <200 mg/dl

(Menurut WHO (World Health Organization) ,2015)

2) Pemeriksaan fungsi tiroid

Peningkatan aktivitas hormon tiroid dapat meningkatkan glukosa

darah dan kebutuhan akan insulin.

3) Urine

Pemeriksaan didapatkan adanya glukosa dalam urine.

Pemeriksaan dilakukan dengan cara Benedict ( reduksi ). Hasil dapat

dilihat melalui perubahan warna pada urine : hijau ( + ), kuning ( ++ ),

merah ( +++ ), dan merah bata ( ++++ ).

4) Kultur pus

Mengetahui jenis kuman pada luka dan memberikan antibiotik

yang sesuai dengan jenis kuman.

2.1.7 PENATALAKSANAAN

1) Terapi dengan Insulin

Terapi farmakologi untuk pasien diabetes melitus geriatri tidak

berbeda dengan pasien dewasa sesuai dengan algoritma, dimulai dari


monoterapi untuk terapi kombinasi yang digunakan dalam

mempertahankan kontrol glikemik. Apabila terapi kombinasi oral

gagal dalam mengontrol glikemik maka pengobatan diganti menjadi

insulin setiap harinya. Meskipun aturan pengobatan insulin pada

pasien lanjut usia tidak berbeda dengan pasien dewasa, prevalensi

lebih tinggi dari faktor-faktor yang meningkatkan risiko hipoglikemia

yang dapat menjadi masalah bagi penderita diabetes pasien lanjut usia.

Alat yang digunakan untuk menentukan dosis insulin yang tepat yaitu

dengan menggunakan jarum suntik insulin premixed atau predrawn

yang dapat digunakan dalam terapi insulin. 16 Lama kerja insulin

beragam antar individu sehingga diperlukan penyesuaian dosis pada

tiap pasien. Oleh karena itu, jenis insulin dan frekuensi

penyuntikannya ditentukan secara individual. Umumnya pasien

diabetes melitus memerlukan insulin kerja sedang pada awalnya,

kemudian ditambahkan insulin kerja singkat untuk mengatasi

hiperglikemia setelah makan. Namun, karena tidak mudah bagi pasien

untuk mencampurnya sendiri, maka tersedia campuran tetap dari kedua

jenis insulin regular (R) dan insulin kerja sedang ,Idealnya insulin

digunakan sesuai dengan keadaan fisiologis tubuh, terapi insulin

diberikan sekali untuk kebutuhan basal dan tiga kali dengan insulin

prandial untuk kebutuhan setelah makan. Namun demikian, terapi

insulin yang diberikan dapat divariasikan sesuai dengan kenyamanan

penderita selama terapi insulin mendekati kebutuhan fisiologis.


2) Obat Antidiabetik Oral

a. Sulfonilurea

Pada pasien lanjut usia lebih dianjurkan menggunakan OAD

generasi kedua yaitu glipizid dan gliburid sebab resorbsi lebih

cepat, karena adanya non ionic-binding dengan albumin sehingga

resiko interaksi obat berkurang demikian juga resiko

hiponatremi dan hipoglikemia lebih rendah. Dosis dimulai dengan

dosis rendah. Glipizid lebih dianjurkan karena metabolitnya tidak

aktif sedangkan 18 metabolit gliburid bersifat aktif.Glipizide dan

gliklazid memiliki sistem kerja metabolit yang lebih pendek atau

metabolit tidak aktif yang lebih sesuai digunakan pada pasien

diabetes geriatri. Generasi terbaru sulfoniluera ini selain

merangsang pelepasan insulin dari fungsi sel beta pankreas juga

memiliki tambahan efek ekstrapankreatik.

b. Golongan Biguanid Metformi

Pada pasien lanjut usia tidak menyebabkan hipoglekimia jika

digunakan tanpa obat lain, namun harus digunakan secara hati-hati

pada pasien lanjut usia karena dapat menyebabkan anorexia dan

kehilangan berat badan. Pasien lanjut usia harus memeriksakan

kreatinin terlebih dahulu. Serum kretinin yang rendah disebakan

karena massa otot yang rendah pada orangtua.

c. Penghambat Alfa Glukosidase/Acarbose

Obat ini merupakan obat oral yang menghambat


alfaglukosidase, suatu enzim pada lapisan sel usus, yang

mempengaruhi digesti sukrosa dan karbohidrat kompleks. Sehingga

mengurangi absorb karbohidrat dan menghasilkan penurunan

peningkatan glukosa postprandial.Walaupun kurang efektif

dibandingkan golongan obat yang lain, obat tersebut dapat

dipertimbangkan pada pasien lanjut usia yang mengalami diabetes

19 ringan. Efek samping gastrointestinal dapat membatasi terapi

tetapi juga bermanfaat bagi mereka yang menderita sembelit.

Fungsi hati akan terganggu pada dosis tinggi, tetapi hal tersebut

tidak menjadi masalah klinis.

d. Thiazolidinediones

Memiliki tingkat kepekaan insulin yang baik dan dapat

meningkatkan efek insulin dengan mengaktifkan PPAR alpha

reseptor. Rosiglitazone telah terbukti aman dan efektif untuk

pasien lanjut usia dan tidak menyebabkan hipoglekimia. Namun,

harus dihindari pada pasien dengan gagal jantung.

Thiazolidinediones adalah obat yang relatif .


2.2 KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian Keperawatan

Pengkajian keperawatan merupakan tahap awal proses

keperawatan dan merupakan suatu proses yang sistematis dalam

pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan

mengidentifikasi status kesehatan klien (Ernawati, 2016).

a. Pengumpulan Data

Pengumpulan data adalah mengumpulkan informasi yang

sistematik tentang klien termasuk kekuatan dan kelemahan klien.

Data di kumpulkan dari klien, keluarga, orang terdekat, masyarakat

(Sugiono, 2015).

1) Identitas

Terdiri dari nama, usia, jenis kelamin, tempat tinggal, suku

bangsa, agama, dan pekerjaan.

2) Riwayat Kesehatan Sekarang

Pada pemeriksaan riwayat kesehatan pada pasien dengan

Diabetes Melitus pada umumnya didapat klien menegeluh

seperti peningkatan berkemih, rasa haus berlebih, rasa lapar

yang jelas rentan terhadap infeksi. Penglihatan kabur yang

diakibatkan dari efek hiperglikemi pada lensa okular.

3) Riwayat Kesehatan Dahulu

Apakah klien mempunyai masalah kesehatan seperti hipertensi,

hiperlipoproteinemia terdiri dari peningkatan serum kolesterol


atau klien memiliki kebiasan mengonsumsi makan yang tidak

sehat yang dapat menimbulkan masalah seperti salah satunya

Diabetes Melitus.

4) Riwayat Kesehatan Keluarga

Untuk mengetahui apabila keluarga mempunyai penyakit

kardiovaskuler, menular, serta faktor predisposisi genetik,

seperti Asma, Diabetes Melitus, Hipertensi , dan lain-lain.

5) Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan dilakukan dengan cara inspeksi, palpasi, perkusi,

dan auskultasi.

a) Tanda-tanda Vital

Biasanya pada klien yang mengalami Diabetes Melitus

tidak terjadi peningkatan Tanda-tanda Vital. Tekanan

darah, Nadi, Suhu, Respirasi dalam batas normal.

b) Sistem Penginderaan

Tedapat gangguan penglihatan seperti penglihatan

menurun, buta total, kehilangan daya lihat sebagain

(kebutuhan monokuler), penglihatan ganda (diplopia) atau

gangguan yang lain. Ukuran reaksi pupil tidak sama,

kesulitan untuk melihat objek, warna dan wajah yang

pernah dikenali dengan baik. Biasanya pada masalah

Dibetes Melitus ini tidak ditemukan gangguan pada telinga,

hidung dan mulut.


c) Sistem Pernafasan

Biasanya tidak terjadi peningkatan pernafasan, tidak ada

pernafasan cuping hidung, bunyi nafas vesikuler, tidak

terdapat retraksi dinding dada.

d) Sistem Kardiovaskuler

Tidak terjadi perubahan irama jantung, irama jantung

reguler. Tekanan Darah dan nadi pada klien dengan

Diabetes Melitus biasanya normal tidak terjadi

peningkatan. Tidak terjadi peningkatan JVP, tidak ada

pembesaran kelenjar tyroid.

e) Sistem Pencernaan

Biasanya terjadi penurunan berat badan, nafsu makan

kurang, rasa haus meningkat (polidipsia), tidak terdapat

nyeri tekan pada abdomen, bising usus normal.

f) Sistem Perkemihan

Terjadi peningkatan frekuensi berkemih (poliuria).

g) Sistem Integumen

Tidak terjadi perubahan pada kulit.

h) Sistem Muskuloskeletal

Kaji kekuatan dan gangguan tonus otot, pada klien dengan

Diabetes melitus biasaya bagian ekstermitas kesemutan

atau kebas.
i) Sistem Neurologi

- Nervus I (Olfactorius)

Fungsi saraf sensorik, untuk penciuman.

Cara pemeriksaan : Klien memejamkan mata, disuruh

membedakan bau yang di rasakan (kopi,teh,, dll).

- Nervus II (Opticus)

Fungsi saraf motorik, gerakan mata kebawah dan

kedalam.

Cara pemeriksaan : dengan snelend card, dan periksa

lapang pandang.

- Nervus III (Oculomotoris)

Fungsi saraf motorik, untuk mengangkat kelopak mata

keatas, kontraksi pupil, dan sebagian gerakan

ekstraokuler.

Cara periksaan : Tes putaran bola mata, menggerakan

konjungtiva, refleks pupil dan inspeksi kelopak mata.

- Nervus IV (Throclearis)

Fungsi saraf motorik, gerakan mata kebawah dan

kedalam.

Cara Pemeriksaan : Tes putaran bola mata, menggerakan

konjungtiva, refleks pupil dan inspeksi kelopak mata.

- Nervus V (Abdusen)

Fungsi saraf motorik, deviasi mata ke lateral.


Cara Pemeriksaan : Tes putaran bola mata, menggerakan

konjungtiva, refleks pupil dan inspeksi kelopak mata.

- Nervus VI (Trigeminus)

Fungsi saraf motorik, gerakan mengunya, sensasi wajah,

lidah dan gigi, refleks kornea dan refleks kedip.

Cara Pemeriksaan : Menggerakan rahang kesemua sisi,

klien memejamkan mata, sentuh dengan kapas pada dahi

atau pipi, menyentuh permukaan kornea dengan kapas.

- Nervus VII (Facialis)

Fungsi saraf motorik, untuk ekspresi wajah.

Cara pemeriksaan : Senyum, bersiul, mengangkat alis

mata, menutup kelopak mata dengan tahanan.

- Nervus VIII (Vestibulococlear)

Fungsi saraf sensorik, untuk pendengaran dan

keseimbangan

Cara Pemeriksaan : Test webber dan rinne.

- Nervus IX (Glosofaringeus, vagus)

Fungsi saraf sensorik dan motorik, untuk sensasi rasa.

Cara Pemeriksaan : membedakan rasa manis dan asam

- Nervus X (Hipoglosus)

Fungsi saraf motorik, untuk gerakan lidah.

Cara Pemeriksaan : Klien disuruh menganjurkan lidah

dan menggerakan sisi ke sisi.


- Nervus XI (Acesorius)

Fungsi saraf motorik, untuk menggerakan bahu.

Cara Pemeriksaan : Klien disuruh untuk menggerakan

bahu dan lakukan tahanan sambil klien melawan tahanan

tersebut.

6) Analisa Data

Data Etiologi Masalah


Gejala dan tanda Faktor pencetus Ketidakstabilan kadar
Mayor (obesitas,genetic,usia) glukosa darah
Subjektif :
- Hipoglikemia DM tipen I / II
- Mengantuk
- Pusing Sel epancreas hancur
- Hiperglikemia
- Palpitasi Difisiensi insulin
- Mengeluh lapar
Objektif : Metabolisme protein
- Hipoglikemia menurun
- Gangguan koordinasi
- Kadar glukosa dalam Lipopisis meningkat
darah/urin rendah
- Hiperglikemia Penurunan pemakaian
- Kadar glukosa dalam glukosa
darah/urin tinggi
Hiperglikemi
Gejala dan Tanda
Minor Ketidakstabilan kadar
Subjektif : glukosa darah
- Hipoglikemia
- Palpitasi
- Mengekuh lapar
- Hiperglikemia
- Mulut kering
- Haus meningkat
Objektif :
- Hipoglikemia
- Gemetar
- Kesadaran menurun
- Perilaku aneh
- Sulir bicara
- Berkeringat
- Hiperglikemia
Gejala dan Tanda Nyeri akut
Mayor Insulin menurun
Subjektif : Mengeluh
nyeri
Objektif : Glukosa tidak dapat masuk
- Tampak meringis ke sel
- Bersikap protektif
(mis. waspada, posisi
menghindari nyeri) Proses penyembuhan luka
- Gelisah terhambat
- Frekuensi nadi
meningkat
- Sulit tidur Luka tidak mendapatkan
Gejala dan Tanda suplai O2
Minor
Subjektif : (tidak
tersedia) Kerusakan dan kematian
Objektif : jaringan
- Tekanan darah
meningkat
- Pola napas berubah Nyeri akut
- Nafsu makan
berubah
- Proses berpikir
terganggu
- Menarik diri
- Berfokus pada diri
sendiri
Gejala dan tanda Insulin menurun Gangguan integritas
mayor jaringan
Subjektif : -
Objektif : Glukosa tidak dapat masuk
- Kerusakan jaringan ke sel
dan/atau lapisan
kulit
Gejala Dan Tanda Proses penyembuhan luka
Minor terhambat
Subjektif :-
Objektif :
- Nyeri Luka tidak mendapatkan
- Perdarahan suplai O2
- Kemerahan
- Hermatoma
Kerusakan dan kematian
jaringan

Gangguan integritas
jaringan
Gejala dan Tanda Insulin menurun Defisit nutrisi
Mayor
Subjektif : (tidak
tersedia) Glukosa tidak dapat masuk
Objektif : ke sel
- Berat badan menurun
minimal 10% di
bawah rentang ideal . Sel tubuh kekurangan
Gejala dan Tanda glukosa
Minor
Subjektif : Peningkatan penggunaan
- Cepat kenyang setelah protein dan glukogen oleh
makan jaringan
- Kram/nyeri abdomen
- Nafsu makan menurun Penurunan BB
.
Objektif : Defisit nutrisi
- Bising usus
hiperaktif
- Otot pengunyah
lemah
- Otot menelan lemah
- Membran mukosa
pucat
- Sariawan
- Serum albumin turun
- Rambut rontok
berlebihan
- Diare
Gejala dan Tanda Defisiensi insulin Perfusi perifer tidak
Mayor efektif
Subjektif : - Anabolisme protein
Objektif : menurun
- Pengisian kapiler >3
detik. Kerusakan pada antibodi
- Nadi perifer menurun
atau tidak teraba. Kekebalalan tubuh menurun
- Akral teraba dingin.
- Warga kulit pucat. Neuropati sensori perifer
- Turgor kulit menurun.
Tidak merasa nyeri pada
Gejala dan Tanda luka
Minor
Subjektif : Gangrene
- Parastesia.
- Nyeri ekstremitas Iskemik jaringan
(klaudikasi
intermiten). Perfusi perifer tidak efektif
Objektif :
- Edema
- Penyembuhan luka
lambat
- Indeks ankle-brachial
< 0,90
- Bruit femoral.
Gejala dan Tanda Defisiensi insulin Hypovolemia
Mayor
Subjektif : - Penurunan pemakaian
Objektif : glukosa
- Frekuensi nadi
meningkat Hiperglikemia
- Nadi teraba lemah
- Tekanan darah
menurun Glycosuria
- Tekanan Nadi
menyempit Osmotic diuresis
- Turgor kulit Polyuria
menyempit
- Membran mukosa Dehidrasi
kering
- Voluem urin menurun Hypovolemia
- Hemtokrit meningkat

Gejala dan Tanda


Minor
Subjektif :
- Merasa lemah
- Mengeluh haus
Objektif :
- Pengisian vena
menurun
- Status mental berubah
- Suhu tubuh
meningkat
- Konsentrasi urin
meningkat
- Berat badan turun
tiba-tiba
Gejala dan Tanda Defisiensi insulin Intoleransi Aktivitas
Mayor
Subjektif : Sel tubuh kekurangan
- Mengeluh lelah glukosa
Objektif :
- Frekuensi jantung Tubuh produksi sortisol
meningkat >20% dari
kondisi sehat BB turun, tubuh makin
kurus,mudah lelah dan letih
Gejala dan Tanda
Minor Intoleransi Aktivitas
Subjektif :
- Dispnea saat/setelah
aktivitas
- Merasa tidak nyaman
setelah beraktivitas
- Merasa lemah
Objektif :
- Tekanan darah
berubah >20% dari
kondisi istirahat
- Gambaran EKG
menunjukan aritmia
saat/setelah aktivitas
- Gambaran EKG
menunjukan iskemia
- Sianosis
Subjektif : Tidak tersedia Insulin menurun Resiko infeksi
Objektif :
Terdapat luka terbuka
Glukosa tidak dapat masuk
ke sel

Proses penyembuhan luka


terhambat

Luka tidak mendapatkan


suplai O2

Kerusakan dan kematian


jaringan
Luka lama sembuh

Resiko infeksi
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN

a) Ketidakstabilan kadar glukosa darah berhubungan dengan resistensi

insulin

b) Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera pisiologis

c) Gangguan integritas jaringan berhubungan dengan perubahan sirkulasi

d) Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mencerna

makanan

e) Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan hiperglikemia

f) Hypovolemia berhubungan dengan kehilangan cairan aktif

g) Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan imobilitas

h) Resiko infeksi

3. Intervensi Keperawatan

Diagnosa
No Tujuan (SLKI) Intervensi (SIKI) Rasional
(SDKI)
1 (D.0027) Kestabilan Kadar - Identifikasi - Monitor kadar
Ketidakstabilan Glukosa Darah kemungkinan glukosa darah akan
glukosa darah (L.03022) penyebab memberikan hasil
berhubungan Setelah dilakukan hiperglikemia yang memuaskan
dengan resistensi tindakan keperawatan - Monitor tanda dan (stabil) jika
insulin selama 3 x 24 jam gejala digunakan dengan
maka ketidakstabilan hiperglikemia benar dan dipelihara
kadar glukosa darah Terapeutik : dengan baik.
menigkat dengan - Berikan asupan - Tanda awal
kriteria hasil : cairan oral hiperglikemia pada
 Kestabilan kadar Edukasi : diabetes antara lain
glukosa darah - Ajurkan kepatuhan peningkatan rasa
membaik (5) terhadap diet dan haus, sakit kepala,
 Status nutrisi olahraga lemah, sering BAK,
membaik (5) Kolaborasi : dan mudah lapar
 Tingkat - Kolaborasi - Terjadi atau tidak
pengetahuan pemberian insulin 6 komplikasi
meningkat (1) Iu ketoadosis diabetik
- Tergantung pada
Edukasi Program kesempatan
Pengobatan kehilangan cairan,
Observasi : perbedaan
- Identifikasi ketidakseimbangan
pengobatan yang elektrolit / metabolik
direkomendasi mungkin ada /
memerlukan
Terapeutik : perbaikan.
- Berikan dukungan - Untuk bisa
untuk menjalani menentukan
program hipovolemia dapat
pengobatan dimanifestasikan
dengan baik dan oleh hipotensi dan
benar takikardi
- Pemberian insulin
Edukasi :
berfungsi untuk
- Jelaskan manfaat
mempertahankan
dan efek samping
jumlah glukosa
pengobatan
dalam darah tetap
- Anjurkan
normal.
mengkonsumsi obat
- Mempertahankan
sesuai indikasi.
hidrasi/volume
sirkulasi
- Memberikan
perkiraan kebutuhan
2 (D.0077) Tingkat Nyeri Manajemen Nyeri - Untuk membantu
Nyeri akut (L.08066) (I.12391) memilih intervensi
berhubungan Setelah dilakukan Observasi : yang cocok dan
dengan agen tindakan - Identifikasi lokasi, untuk mengevaluasi
cedera pisiologis Keperawatan 3 x24 karakteristik, durasi, keefektifan dari
jam diharapkan frekuensi, kualitas, terapi yang diberikan
tingkat nyeri intensitas nyeri - Membantu dan
menurun dengan - Identifikasi skala mengidentifikasi
kriteria hasil : nyeri skala nyeri
- Keluhan nyeri - Identifikasi respons yangdirasakan pasien
menurun (5) nyeri non verbal - Teknik non
- Meringis menurun - Identifikasi faktor farmakologi
(5) yang bermanfaat untuk
- Sikap protektif memperberat dan menurunkan rassa
menurun (5) memperingan nyeri nyeri dan dapat
- Gelisah (5) - Identifikasi mendorong komponen
- Kesulitan tidur pengetahuan dan psikoemosional dan
menurun (5) keyakinan tentang spiritual
- Mual muntah nyeri - Memberikan
menurun (5) - Identifikasi ketenangan pada
- Frekuensi nadi pengaruh budaya pasien sehingga nyeri
membaik (5) terhadap respon tidak bertambah
- Pola napas nyeri - Menggunakan strategi
membaik (5) - Identifikasi ini sejalan dengan
- Tekanan darah pengaruh nyeri pada analgetik dapat
membaik (5) kualitas hidup menghasilkan
- Monitor peredaan lebih efektif
keberhasilan terapi - Analgetik lebih
komplementer yang efektif bila diberikan
sudah diberikan pada awal siklus nyeri
- Monitor efek - Analgetik berfungsi
samping untuk meningkatkan
penggunaan ambang nyeri
analgetik
Terapeutik :
- Berikan teknik
nonfarmakologis
untuk
mengurangi rasa
nyeri (mis.TENS,
hypnosis,
akupresur, terapi
musik, biofeedback,
terapi pijat,
aromaterapi, teknik
imajinasi
terbimbing,
kompres
hangat/dingin,
terapi bermain)
- Kontrol lingkungan
yang
memperberat rasa
nyeri (mis.suhu
ruangan,
pencahayaan,
kebisingan)
- Fasilitasi istirahat
dan tidur
- Pertimbangkan jenis
dan sumber nyeri
dalam pemilihan
strategi meredakan
nyeri
Edukasi :
- Jelaskan penyebab,
periode, dan pemicu
nyeri
- Jelaskan strategi
meredakan nyeri
- Anjurkan
memonitor nyeri
secara mandiri
- Anjurkan
menggunakan
analgetik secara
tepat
- Ajarkan teknik
nonfarmakologis
untuk
mengurangi rasa
nyeri
Kolaborasi :
- Kolaborasi
pemberian analgetik
3 (D.0129) Integritas Kulit dan Perawatan Luka - Untuk mengetahui
Gangguan Jaringan (L.12125) (I.14564) kondisi luka
integritas Setelah dilakukan Observasi : - Untuk mengetahui
jaringan tindakan keperawatan - Monitor karakteristik luka terinfeksi atau
berhubungan diharapkan gangguan luka (mis.drainase, tidak
dengan integritas kulit / warna, ukuran, bau) - Agar pasien merasa
perubahan jaringan meningkat - Monitor tanda-tanda nyaman
sirkulasi dengan kriteria hasil : infeksi - Untuk mencegah
-Kerusakan Jaringan Terapeutik : infeksi
menurun (5) - Lepaskan balutan - Merangsang
-Nyeri menurun (5) dan plester secara penyembuhan luka
-Kemerahan Menurun perlahan lebih cepat
(5) - Cukur rambut - Mempercepat
-Nekrotis menurun disekitar daerah luka, kesembuhan luka
(5) jika perlu - Mempercepatkan
- Bersihkan dengan kesembuhan luka
cairan NaCl atau - Mencegah infeksi
pembersih nontoksik, - Untuk mencegah
sesuai kebutuhan kontaminasi
- Bersihkan jaringan mikroorganisme
nekrotik - Mencegah infeksi
- Berikan salep yang - Mencegah dekubitus
sesuai ke kulit/lesi, - Mempercepat
jika perlu kesembuhan luka
- Pasang balutan - Mempercepat
sesuai jenis luka kesembuhan luka
- Pertahankan teknik - Untuk menghilangkan
steril saat melakukan nyeri
perawatan luka - Menambah informasi
- Ganti balutan sesuai terkait penyakit yang
jumlah eksudat dan diderita
drainase - Untuk mempercepat
- Jadwalkan perubahan kesembuhan luka
posisi setiap 2 jam - Agar keluarga dan
atau sesuai kondisi pasien mampu secara
pasien mandiri melakukan
- Berikan diet dengan perawatan luka
kalori 30-35 - Membantu
kkal/kgBB/hari mempercepat
dengan protein 1,25- penyembuhan luka
1,5g/kgBB/hari - Mencegah infeksi
- Berikan suplemen
vitamin dan mineral
(mis. vitamin A,
vitamin C, Zinc,
asam amino), sesuai
indikasi
- Berikan terapi TENS
(stimulasi saraf
transkutaneous), jika
perlu
Edukasi :
- Jelaskan tanda dan
gejala infeksi
- Anjurkan
mengkonsumsi
makanan tinggi
kalori dan protein
- Anjurkan prosedur
perawatan luka
secara mandiri
Kolaborasi :
- Kolaborasi prosedur
debridement (mis.
enzimatik, biologis,
mekanis,
- autolitik), jika perlu
- Kolaborasi
pemberian antibiotik,
jika perlu
4 (D.0019) Status Nutrisi Manajemen Nutrisi - Untuk mengetahui
Defisit nutrisi (L.03030) (I.03119) jumlah input dan
berhubungan Setelah dilakukan Observasi output makanan dan
dengan tindakan keperawatan - Identifikasi status ciran
ketidakmampuan diharapkan status nutrisi - Membantu
mencerna nutrisi membaik - Identifikasi alergi membentu koping
makanan dengan kriteria hasil: dan intoleransi positif terkait
-Porsi makan yang makanan pemenuhan nutrisi
dihabiskan (5) - Identifikasi makanan - Modifikasi diet
-Perasaan cepat yang disukai untuk
kenyang menurun (5) - Identifikasi mempertahankan
-Berat badan membaik kebutuhan kalori nutrisi
(5) dan jenis nutrien
- Untuk mencegai
-IMT membaik (5) - Identifikasi perlunya
terjadinya konstipasi
penggunaan selang
nasogastrik
- Monitor asupan
makanan
- Monitor berat badan
- Monitor hasil
pemeriksaan
laboratorium
Terapeutik
- Lakukan oral
hygienis sebelum
makan, jika perlu
- Fasilitasi
menentukan
pedoman diet (mis.
piramida makanan)
- Sajikan makanan
secara menarik dan
suhu yang sesuai
- Berikan makanan
tinggi serat untuk
mencegah konstipasi
- Berikan makanan
tinggi kalori dan
tinggi protein
- Berikan suplemen
makanan, jika perlu
- Hentikan pemberian
makanan melalui
selang nasogastrik
jika asupan oral
dapat ditoleransi
Edukasi
- Anjurkan posisi
duduk, jika mampu
- Ajarkan diet yang
diprogramkan
Kolaborasi
- Kolaborasi
pemberian medikasi
sebelum makan
(mis. pereda nyeri,
antlemetik), jika
perlu
- Kolaborasi dengan
ahli gizi untuk
menentukan jumlah
kalori dan jenis
nutrien yang
dibutuhkan, jika
perlu
Edukasi Kesehatan
Observasi
- Identifikasi kesiapan
dan kemampuan
menerima informasi
- Identifikasi faktor-
faktor yang dapat
meningkatkan dan
menurunkan
motivasi perilaku
hidup bersih dan
sehat
Terapeutik
- Sediakan materi dan
media pendidikan
kesehatan
- Jadwalkan
pendidikan
kesehatan sesuai
kesepakatan
- Berikan kesempatan
untuk bertanya
Edukasi
- Jelaskan faktor
risiko yang dapat
mempengaruhi
kesehatan
- Ajarkan perilaku
hidup bersih dan
sehat
- Ajarkan strategi
yang dapat
digunakan untuk
meningkatkan
perilaku hidup
bersih dan sehat
5 (D.0009) Perfusi Perifer Perawatan Sirkulasi - Untuk mengetahui
Perfusi Perifer (L.02011) (I.14570) kemungkinan adanya
Tidak Efektif Setelah dilakukan Observasi : gangguan pada
tindakan keperawatan - Periksa sirkulasi perfusi perfier
diharapkan perfusi perifer (mis. Nadi - Beberapa penyakit
perifer meningkat perifer, edema, seperti diabetes ,
dengan kriteria hasil: pengisian kapiler, hipertensi ,
-Warna kulit pucat warna, suhu, hiperkolesterol dapat
menurun (5) anklebrachialindex). menyebabkan
-Parastesia meurun (5) - Identifikasi faktor gangguan sirkulasi
-Akral membaik (5) risiko gangguan perifer
-Turgor kulit membaik sirkulasi (mis. - Mengetahui adanya
(5) Diabetes Melitus masalah atau
Tipe II, perokok, gangguan yang
orang tua, hipertensi terjadi pada bagian
dan kadar kolesterol perifer tubuh
tinggi). - Untuk mencegah
- Monitor panas, kekurangan /
kemerahan, nyeri/ perubahan sirkulasi
kesemutan, atau perifer
bengkak pada - Sirkulasi perfier
ekstremitas yang terganggu
Terapeutik : dapat
- Hindari pengukuran memperlambatpenye
tekanan darah pada mbuhan luka pada
ekstremitas dengan area yang cedera
keterbatasan perfusi. - Untuk mencegah
- Hindari penekanan munculnya infeksi
dan pemasangan akibat invasi bakteri
tourniquet pada area - Mencegah terjadinya
yang cedera. luka pada kaki
- Lakukan perawatan - Merokok merupakan
kaki dan kuku. salah satu pemicu
- Lakukan hidrasi. terjadinya ganggaun
Edukasi : perfusi perifer
- Anjurkan berhenti - Untuk memperlanjar
merokok. sikulasi perfusi
- Anjurkan olahraga perifer
rutin.
- Anjurkan mengecek
air mandi untuk
menghindari kulit
terbakar.
- Anjurkan
melakukan
perawatan kulit
yang tepat (mis.
- Melembabkan kulit
kering pada
kaki).
- Informasikan tanda
dan gejala darurat
yang harus
dilaporkan (mis.
Rasa sakit yang
tidak hilang saat
istirahat, luka tidak
sembuh, hilangnya
rasa)
6 (D.0023) Keseimbangan Cairan Manajemen - Untuk mengetahui
Hypovolemia (L.03020) hypovolemia (I.03114) adanya tanda-tanda
b.d Setelah dilakukan Observasi : dehidrasi dan
hiperglikemia tindakan keperawatan - Periksa tanda dan mencegah syok
selama 3 x 24 jam gejala hipovolemia. hipovolemik
status cairan membaik - Monitor intake dan - Untuk mengumpulkan
dengan kriteria hasil : output cairan. dan menganalisis data
- Membrane mukosa Terapeutik : pasien untuk mengatur
lembap/membaik (5) - Berikan asupan keseimbangan cairan
- Frekuensi nadi cairan oral - Untuk memberikan
membaik(5) Edukasi : hidrasi cairan tubuh
- Tekanan darah - Anjurkan secara parenteral
membaik(5) memperbanyak - Untuk
- Turgor kulit membaik asupan cairan oral. mempertahankan
(5) - Anjurkan cairan
menghindari - Untuk mencegah
perubahan posisi dehidrasi
mendadak. - Untuk memprediksi
Kolaborasi : perbaikan
Kolaborasi peberian hemodinamik pasien
cairan IV dalam pemberian
resusitasi cairan
- Untuk mengatasi
dehidrasi
- Untuk membantu
meningkatkan cairan
yang hilang dari dalam
tubuh
- Untuk menghindari
terjadi nya syok
- Untuk menambah
cairan dan darah di
dalam tubuh
7 (D.0056) Toleransi Aktivitas Manajemen Energi - Untuk mengetahui
Intoleransi (L.05047) (I.05178) gangguan fungsi
Aktivitas Setelah dilakukan Observasi : tubuh yang dialami
berhubungan tintdakan - Identifikasi gangguan pasien akibat
dengan keperawatan selama fungsi tubuh yang kelelahan
imobilitas 3 x 24 jam toleransi mengakibatkan - Untuk mengetahui
aktivitas meningkat kelelahan tingkat kelelahan
dengan kriteria hasil : - Monitor kelelahan fisik dan emosional
 Frekuensi nadi fisik dan emosional pasien.
meningkat (5) - Monitor pola tidur - Untuk mengetahui
 Kemudahan dalam - Monitor lokasi dan pola tidur pasien
melakukan aktivitas ketidaknyamana apakah teratur atau
sehari-hari meningkat selama melakukan tidak.
(5) aktivitas - Untuk mengetahui
 Keluhan lelah Terapeutik : lokasi dan tingkat
menurun (5) - Sediakan lingkungan ketidaknyamanan
 Perasaan lelah nyaman dan rendah pasien selama
menurun (5) stimulus melakukan aktivitas.
(mis.cahaya,suara,ku - Untuk memberikan
njung an) rasa nyaman bagi
- Lakukan latihan pasien
gerak rentang pasif - Untuk meningkatkan
dan/atau aktif dan melatih massa
- Berikan aktivitas otot dan gerak
distraksi yang ektremitas pasien
menenangkan mengalihkan rasa
- Fasilitasi duduk disisi ketidaknyamanan
tempat tidur,jika tidak yang dialami pasien.
dapat berpindah atau - Untuk melatih gerak
berjalan mobilisasi pasien
Edukasi : selama dirawat.
- Anjurkan tirah - Untuk memberikan
baring kenyamanan pasien
- Anjurkan saatberistirahat
melakukan aktivitas - Agar perawat bisa
secara bertahap dengan segera
- Anjurkan mengkaji dan
menghubungi merencanakan
perawat jika tanda kembali tindakan
dan gejala kelelahan keperawatan yang
tidak berkurang bisa diberikan.
Kolaborasi : - Agar pasien dapat
- Kolaborasi dengan mengatasi
ahli gizi tentang kelelahannya secara
cara meningkatkan mandiri dengan
asupan makanan. mudah.
- Untuk
memaksimalkan
proses penyembuhan
pasien
8 (D.0142) Kontrol Resiko Pencegahan - Agar mengurangi
Resiko infeksi (L.14137) Infeksi terjadinya
Setelah dilakukan (I.14539) kontaminasi akibat
tindakan keperawatan Obsevasi : bakteri
selama 3 x 24 jam, - Monitor tanda dan - Agar perawat dan
tingkat infeksi gejala infeksi pasien terhindar
menurun dengan lokal dan sistemik dari paparan bakteri
kriteria hasil : Terapeutik : maupun agen
1. Kemampuan - Berikan perawatan penyebab penyakit
mencari informasi kulit pada area luka infeksi lainnya
tentang faktor resiko - Cuci tangan sebelum - Agar mencegah
meningkat (5) dan setelah kontak penyebaran/
2. Kemampuan dengan pasien dan melindungi pasien
mengidentifikasi lingkungan pasien dari proses infeksi
faktor resiko - Pertahankan teknik lain\
meningkat (5) aseptic - Dengan pemberian
3. Kemampuan Edukasi : antibiotic dapat
melakukan strategi - Jelaskan tanda dan membunuh
kontrol resiko gelaja infeksi mikroorganisme
meningkat (5) - Ajarkan cara penyebab infeksi
4. Kemampuan memeriksa kondisi
modifikasi gaya luka operasi
hidup meningkat (5) - Anjurkan
5. Kemampuan meningkatkan
mengenali asupan nutrisi.
perubahan status
kesehatan
meningkat (5)
6. Demam menurun
(5)
7. Kemerahan
menurun (5)
8. Nyeri menurun (5)
9. Bengkak menurun
(5)
10. Kultur darah
membaik (5)
4. Implementasi Keperawatan

Implementasi merupakan tahap ke empat dari proses keperawatan yang

dimulai setelah perawat menyusun rencana keperawatan (Potter & Perry, 2017).

Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh

perawat untuk membantu pasien dari masalah status kesehatan yang dihadapi

kestatus kesehatan yang baik yang menggambarkan kriteria hasil yang

diharapkan. Proses pelaksanaan implementasi harus berpusat kepada kebutuhan

pasien, faktor-faktor lain yang mempengaruhi kebutuhan keperawatan, strategi

implementasi keperawatan, dan kegiatan komunikasi (Dinarti & Muryanti, 2017)

5. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi merupakan langkah akhir dari proses keperawatan. Evaluasi adalah

kegiatan yang disengaja dan terus menerus dengan melibatkan pasien, perawat

dan anggota tim kesehatan lainnya (Padila,2018).

2.3 PERAWATAN LUKA

2.3.1 Definisi Perawatan Luka

Perawatan luka pada pasien diawali dengan pembersihan luka selanjutnya

tindakan yang dilakukan untuk merawat luka dan melakukan pembalutan yang

bertujuan untuk mencegah infeksi silang serta mempercepat proses penyembuhan

luka. (Luaianah, Indriyani, Suratun, 2018)

Perawatan luka adalah membersihkan luka, mengobati danmenutup luka

dengan memperhatikan teknik steril. Perawatan luka dilakukan dengan cara


menutup luka dengan balutan basah dan kering. Bagian yang basah dari balutan

secara efektif membersihkan luka terinfeksi dari jaringan nekrotik. Kasa lembab

dapat mengabsorbsi semua eksudat dan debris luka. Lapisan luar kering

membantu menarik kelembapan dari luka ke dalam balutan dengan aksi kapiler.

(Ghofar, 2017)

Dapat disimpulkan bahwa perawatan luka adalah suatu tindakan yang

dilakukan untuk membersihkan luka, mengobati luka serta menutup luka dengan

balutan basah dan kering sehingga terhindar dari infeksi.

2.3.2 Tujuan

Menurut (Andarmoyo & Sulistyo, 2015) tujuan perawatan luka adalah :

1. Mencegah masuknya kuman dan kotoran ke dalam luka

2. Mencegah penyebaran oleh cairan dan kuman yang berasal dari luka ke

daerah sekitar

3. Mengobati luka dengan obat dan prosedur yang telah ditentukan

4. Meningkatkan dan mempercepat proses penyembuhan luka dan

mengurangi rasa nyeri

5. Untuk memberikan rasa aman dan nyama

2.4 PERAWATAN LUKA DENGAN MADU

Penggunaan madu sebagai obat telah dikenal sejak puluhan ribu tahun

yang lalu, dan digunakan sebagai pengobatan untuk penyakit lambung, batuk,

dan mata (Subrahmanyam et al., 2015). Selain itu madu juga dapat digunakan
sebagai terapi topikal untuk luka bakar, infeksi, dan luka ulkus. Sampai saat

ini telah banyak hasil penelitian yang melaporkan bahwa madu efektif untuk

perawatan luka baik secara klinis maupun laboratorium. Ada beberapa hasil

penelitian yang melaporkan bahwa madu sangat efektif digunakan sebagai

terapi topikal pada luka, yang menghasilkan terjadinya peningkatan jaringan

granulasi dan kolagen serta periode epitelisasi secara signifikan (Suguna,

2015).

Menurut Lusby PE (2017) madu juga dapat meningkatkan waktu kontraksi

pada luka. Madu efektif sebagai terapi topikal, ini dikarenakan kandungan

nutrisi yang terdapat di dalam madu dan hal ini sudah di ketahui secara luas.

Bergman et al. (2015) menyatakan secara umum madu mengandung 40%

glukosa, 40% fruktosa, 20% air dan asam amino, vitamin Biotin, asam

Nikotinin, asam Folit, asam Pentenoik, Proksidin, Tiamin, Kalsium, zat besi,

Magnesium, Fosfor dan Kalium. Madu juga mengandung zat antioksidan dan

H2O2 (Hidrogen Peroksida) sebagai penetral radikal bebas. Tujuan tulisan ini

adalah memberikan gambaran dari kandungan dan sifat madu sehingga madu

dapat digunakan sebagai alternatif terapi topikal pada perawatan luka.

2.4.1 Sifat zat yang terkandung dalam madu

Kandungan dan sifat madu dapat berbeda tergantung dari sumber madu

(Gheldof et al., 2018). Pada saat ini salah satu madu yang cukup dikenal

luas dalam perawatan luka adalah Manuka Honey. Manfaat madu tidak

hanya dapat diperoleh dari madu Manuka yang telah terdaftar dan
tersertifikasi sebagai salah satu komponen perawatan luka tetapi juga

dimiliki oleh madu local Indonesia. Dalam penelitian di RSCM (2010)

yang membandingkan potensi antibacterial madu local Indonesia (Madu

Murni Nusantara) dan madu Manuka, disimpulkan bahwa madu local

Indonesia efektif mengatasi infeksi P.aeroginusa.MRSA, dan S.aureus.

Meskipun demikian, konsentrasi minimum untuk mendafatkan efek

inhibisi madu local lebih tinggi dibandingkan dengan madu Manuka.

(Gunawan, 2017)

Madu lebih efektif digunakan sebagai terapi topikal dikarenakan

kandungan nutrisi dan sifat dari madu. Kandungan yang ada di dalam

madu antara lain:

a) Osmolaritas yang tinggi

Madu merupakan larutan yang mengalami supersaturasi dengan

kandungan gula yang tinggi yang mempunyai interaksi kuat dengan

molekul air sehingga akan dapat menghambat pertumbuhan

mikroorganisme dan mengurangi aroma pada luka. Salah satunya pada

luka infeksi dengan Staphylococcus Aureus. Seperti yang dilaporkan

Cooper et al (2015), hasil studi laboratorium menunjukkan madu

memiliki efek anti bakteri pada beberapa jenis luka infeksi salah

satunya akibat bakteri Staphylococcus Aureus. Hasil penelitian lain

melaporkan madu alam dapat membunuh bakteri Pseudomonas

Aeruginosa dan Clostritidium (Efem & Iwara, 2016). Luka dapat

mengalami steril terhadap kuman bila menggunakan madu sebagai


dressing untuk terapi topikal. Selain itu pH yang rendah (3,6-3,7) dari

madu dapat mencegah terjadi penetrasi dan kolonisasi dari kuman

(Efem, 2018). Kandungan gula yang tinggi pada madu jika kontak

dengan cairan luka khususnya luka kronis, cairan luka akan akan

terlarut, sehingga luka menjadi lembap dan ini baik untuk proses

penyembuhan.

b) Hedrogen peroksida

Bila madu dilarutkan dengan cairan (eksudat) pada luka, hidrogen

peroksida akan dihasilkan. Hal ini terjadi akibat adanya reaksi enzim

glukosa oksidase yang terkandung di dalam madu, sehingga memiliki

sifat antibakteri tetapi tidak menyebabkan kerusakan pada jaringan luka

dan akan mengurangi bau yang tidak enak pada luka khususnya luka

kronis. Hidrogen peroksida yang dihasilkan dalam kadar rendah dan

tidak panas sehingga tidak membahayakan kondisi luka (Molan, 2017).

Selain itu hidrogen peroksida yang dihasilkan tergantung dari jenis dan

sumber madu yang digunakan

c) Aktivitas limfosit dan fagosit

Hasil penelitian menunjukkan bahwa aktivitas sel darah lymphosit B

and lymphosit T dapat distimulus oleh madu dengan konsentrasi 0.1%

(Abuharfeil et al.,2018). Adanya aktivitas limfosit dan fagosit ini

menunjukkan respon imun tubuh terhadap infeksi khususnya pada luka.


Berdasarkan penelitian Haryanto (2016) bahwa madu hutan (Apis

Dorsata) yang berasal dari Indonesia pada percobaan menggunakan

tikus menunjukkan pada hari ketiga telah terbentuk sel darah baru

(angiogenesis) dan ini efektif untuk perawatan luka. Selain itu Madu ini

sama efektifnya dalamakut maupun kronis. perawatan luka baik dengan

madu Manuka yang terkenal berasal dari New Zewland

d) Sifat asam dari madu

Madu yang bersifat asam dapat memberikan lingkungan yang asam

pada luka sehingga akan dapat mencegah bakteri melakukan penetrasi

dan kolonisasi. Selain itu dari kandungan air yang terdapat dalam madu

akan dapat memberikan kelembapan pada luka, ini sesuai dengan

prinsip perawatan luka moderen yaitu "Moisture Balance". Hasil

penelitian Gethin GT et al (2018) melaporkan madu dapat menurunkan

pH dan mengurangi ukuran luka kronis (ulkus vena/arteri dan luka

dekubitus) dalam waktu 2 minggu secara signifikan. Hal ini akan

memudahkan terjadinya proses granulasi dan epitelisasi pada luka.

Selain itu hasil penelitian yang dilakukan Haryanto dalam Wound

Journal, 2016 didapatkan bahwa madu Apis Dorsata ini memiliki

ketebalan kolagen yang sama dengan Madu Manuka.

2.4.2 Manfaat Madu Untuk Luka

Madu dapat digunakan untuk terapi topikal sebagai dressing pada

luka ulkus kaki, luka dekubitus, ulkus kaki diabet, infeksi akibat trauma

dan pasca operasi serta luka bakar. Madu dapat meningkatkan waktu
penyembuhan luka bakar (Evan and Flavin, 2015). Hasil studi kasus yang

dilakukan bahwa madu dapat menyembuhkan luka kronis khususnya luka

diabetik.

Menurut Gunawan (2017) madu memiliki beberapa karakteristik

penting dalam proses penyembuhan luka seperti aktivitas antiinflamasi,

aktivitas antibacterial, antioksidan, kemampuan menstimulasi proses

pengangkatan jaringn mati, mengurangi bau pada luka, serta

mempertahankan kelembaban luka yang akhirnya dapat membantu

mempercepat penyembuhan luka.

2.4.3 Cara Menggunakan Madu Saat Perawatan Luka

Ada beberapa tips yang dapat digunakan saat merawat luka menggunakan

madu ( Molan, 2015):

a. Gunakan jumlah madu sesuai dengan jumlah cairan atau eksudat yang

keluar dari luka.

b. Frekuensi penggantian balutan tergantung pada cepatnya madu

terlarut dengan eksudat luka. Jika tidak ada cairan luka, balutan dapat

di ganti 2 kali seminggu supaya komponen antibakteri yang

terkandung di dalam madu dapat terserap ke dalam jaringan luka.

c. Untuk mendapatkan hasil yang terbaik, sebaiknya menggunakan

second dressing yang bersifat absorbent. Jika madu digunakan

langsung pada luka, madu akan meleleh sehingga keluar area luka.

Hal ini tidak akan efektif untuk merangsang proses penyembuhan

luka.
d. Gunakan balutan yang bersifat "oklusif" yaitu menutup semua

permukaan luka untuk mencegah madu meleleh keluar dari area luka.

e. Pada cairan luka yang sedang, sebaiknya gunakan transparan film

sebagai second dressing.

f. Pada abses (nanah) dan undermining (luka berkantong) perlu lebih

banyak madu untuk mencapai jaringan didalamnya. Dasar luka harus

diisi dengan madu sebelum ditutup dengan second dressing seperti

kasa atau dressing pad lainnya.

g. Untuk memasukan madu pada luka berkantong sebaiknya gunakan

kasa atau dressing pad sehingga kerja kandungan madu lebih efektif

2.5 EVIDEN BASE PRACTICE

PERAWATAN LUKA MENGGUANAKAN MADU TERHADAP LUKA

DIABETES MELITUS

No Nama Peneliti Judul Metode Sampel Hasil Penelitian


1 Rusminah, Literature deskripsi 3 jurnal Terdapat 10 jurnal
Endah Dwi Review : eksplorati yang yang dipublikasikan pada
Andriani Pemberian f dengan dipilih tahun 2020, terpilih 3 jurnal
(2023) Madu pendekata melalui yang sesuai kriteria inklusi
Kaliandra n tehnik dan eksklusi, dengan hasil
Pada Luka literature purpose terdapat perbedaan sebelum
Diabetes review. sampling dan setelah diberikan madu
Mellitus yang kaliadra diberikan dengan
memenuhi cara topikal dilakukan dua
kriteria hari sekali bila kondisi luka
inklusi dan bersih, jika kotor dilakukan
eksklusi. sehari sekali, tidak ada
jaringan nekrotik,
kerusakan atau nekrosis
subkutan, tidak mencapai
fasia, tertutup jaringan
granulasi, 75% s/d 100%
luka terisi granulasi, pada
semua pasien luka diabetes
dengan derajat II-IV.
2 Karyatin, Putri Efektivitas deskripsi 60 responden Hasil dari tujuh penelitian
Dela Cahyanti Penggunaan eksploratif yang telah dilakukan dalam
(2023) MaduTopikal dengan literature review, terdapat
Terhadap pendekatan pengaruh pemberian madu
Penyembuhan literature terhadap penyembuhan luka
Luka Kaki review. kaki diabetik. Madu yang
Diabetik digunakan adalah madu asli
dan madu campuran, kedua
madu tersebut terbukti
efektif dalam proses
penyembuhan luka karena
madu dapat mempercepat
proses pertumbuhan jaringan
granulasi pada luka kaki
diabetik dengan baik dan
dapat menjaga kelembapan
luka.
3 Pengaruh survei 10 pasien ulkus Hasil penelitian
Nengke Puspita Pemberian analitik diabetikum menunjukkan bahwa ada
Sari, Maritta Sari Topikal dengan dengan rincian perbedaan signifikan
(2020) Madu pendekatan 10 orang antara jumlah dan jenis
Kaliandra quasi sebagai jaringan nekrotik sebelum
Terhadap eksperiment kelompok dan setelah dilakukan
Pengurangan al kontrol dan 10 terapi. Terapi madu
Jaringan orang sebagai kaliandra efektif dalam
Nekrotik kelompok penyembuhan jaringan
pada Luka eksperimen. nekrotik pada ulkus
Diabetes diabetikum.
Melitus

DAFTAR PUSTAKA

(IDF). (2015) . Idf diabetes altas sixth edition. Diakses pada tanggal 5 April 2023

dari http://www.idf.org/sites/default/files/Atlas-poster-2015_EN.pdf

American Diabetes Association (ADA), (2013). Diakses tgl 5 April 2023

Diabetes bacic. Http://www.diabetes.org/ diabetes-bacics

Ekaputra, E. 2013. Evolusi Manajemen Luka. Jakarta: Trans Info Media.

Maryunani, Anik. (2013). Perawatan Luka (Modern Woundcare) Terlengkap dan.

Terkini. Jakarta : In Media.


PERKERNI.(2015).Konsensus pengelolaan dan pencegahan Diabetes Melitus

Tipe 2 di Indonesia. Jakarta :PERKERNI

PPNI DPP SDKI Pokja Tim, 2018. Standar Diagnosia Keperawatan Indonesia

Edisi 1 : Jakarta DPP PPNI

PPNI DPP SIKI Pokja Tim, 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia

Edisi 1 : Jakarta: DPP PPNI

PPNI DPP SLKI Pokja Tim, 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia Edisi 1

: Jakarta: DPP PPNI

Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas ).2017. Badan penelitian dan pengembangan

Kesehatan

Shadine, M. 2010. Mengenal Penyakit Hipertensi, Diabetes, Stroke & Serangan

Jantung. Cetakan I.Jakarta: KEENBOOKS.

Smeltzer & Bare. 2015. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan.

Suddarth Edisi 8. Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai