Anda di halaman 1dari 37

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Diabetes Melitus

2.1.1 Pengertian Diabetes Mellitus

Diabetes mellitus adalah suatu penyakit, di mana tubuh penderitanya tidak

bisa secara otomatis mengendalikan tingkat gula (glukosa) dalam darahnya. Pada

tubuh yang sehat, pancreas melepas hormone insulin yang bertuga mengangkut

gula melalui darah ke otot-otot dan jaringan lain untuk memasok energi (Sustrani,

dkk. 2006:13).Menurut American Diabetes Association (ADA), 2005 (dalam

Sidartawan dkk, 2011:19) diabetes mellitus (DM) merupakan sutau kelompok

penyakit metabolic dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena

kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya.

Penderita diabtes tidak bisa memproduksi insulin dalam jumlah yang cukup,

atau tubuh tak mampu menggunakan insulin secara efektif, sehingga terjadilah

kelebihan gula di dlaam darah. Kelebihan gula di dalam darah (hiperglikemia) ini

menjadi racun bagi tubuh. Sebagian glukosa yang tertahan di dalam darah itu akan

melimpa ke sistem urin untuk dibuang melalui urine. Air kencing penderita

diabetes yang mengandung gula dalam kadar tinggi tersebut menarik bagi semut,

karen aitulah gejala ini disebut juga gejala kencing manis (Sustrani, dkk.

2006:13).

Diabetes mellitus adalah penyakit kornis yang disebabkan oleh tingginya

kadar gula dalam darah, yang disertai dengan adanya kelainan metabolic.

Normalnya, gula darah dikontrol oleh insulin, suatu hormone yang menyerap gula

7
8

di dalam darah. Akan tetapi, pada diabetes terjadi defisiensi insulin yang

disebabkan oleh kurangnya sekresi insulin dan hambatan kerja insulin pada

reseprtornya (Handaya. 2016:5).

Diabetes mellitus adalah penyakit kronik yang terjadi diakibatkan kegagalan

pancreas memproduksi insulin yang mencukupi atau tubuh tidak dapat

menggunakan secara efektif insulin yang diproduksi (Kurniawati, 2014).

2.1.2 Klasifikasi Diabetes Melitus

Diabetes Mellitus dibagi menjadi 4 kalsifikasi yaitu sebagai berikut

1. Diabetes Mellitus Tipe 1

Diabetes Tipe 1 adalah bila tubuh operlu pasokan insulin dari luar, karena

sel-sel beta dari pulau-pulau Langerhans telah mengalami kerusakan, sehingga

pancreas berhenti memproduksi insulin. Kerusakan sel beta tersebut dapat terjadi

sejak kecil ataupun setelah dewasa. Diabetes tipe 1 ini biasanya ditemukan pada

penderita yang mulai mengalami diabtes sejak anak-anak atau remaja (Sustrani,

2016: 16-17)

2. Diabetes Mellitus Tipe 2

Diabetes Tipe 2 terjadi jika insulin hasil produksi pancreas tidak cukup

atau sel lemak dan otot tubuh menjadi kebal terhadap insulin, sehingga terjadilan

gangguan pengiriman gula ke sel tubuh. Diabetes tipe 2 ini merupakan tipe

diabtes yang paling umum dijumpai, juga sering disebut diaetes yang dimulai

pada masa dewasa, dikenal sebagai NIDDM (No-Insulin-Dependent Diabetes

Mellitus) (Sutrani. 2016:18).

3. Diabetes pada kehamilan


9

Diabetes yang terjadi pada saat hamil disebut diabetes gestasional.

Keadaan ini terjadi karena pembentukan beberapa hormone pada wanita

hamil yang menyebabkan resistensi insulin (Tandra, 2013:7).

4. Diabetes yang lain

Diabetes ini merupakan diabetes yang terjad akibat dari penyakit lain yang

mengganggu produksi insulin atau mempengaruhi kerjanya insulin.

Contohnya adalah radang pancreas (pankreatitis), gangguan kelenjar

adrenal atau hipofisis, penggunaan hormone kortikostreroid, pemakaian

beberapa obat antihipertensi atau antikolesterol, malnutrisi, atau infeksi

(Tandra, 2013:7).

2.1.3 Tanda dan Gejala Diabetes Melitus

Menurut Lanywati (2000:13), gejala klasik diabetes mellitus, dikenal dengan

istilah trio-P yaitu meliputi Polliuria (banyak kencing), polidipsi (banyak

minum), dan polipagia (banyak makan).

1. Polliuria (banyak kencing), merupakan gejala umum pada penderita

diabetes mellitus. Banyaknya kencing ini disebabkan kadar gula dalam

darah berlebihan, sehingga merangsang tubuh ntuk berusaha

mengeluarkannya melalui ginjal bersama air dan kencing. Gejala banyak

kencing ini terutama menonjol pada waktu malam hari, yaitu saat kadar

gula dalam darah relative tinggi.

2. Polidipsi (banyak minum), sebenarnya merupakan akibat (reaksi tubuh)

dari banyak kencing tersebut. Untuk menghindari tbuh kekuragan cairan

(dehidrasi), maka secara otomatis akan timbul rasa haus/kering yang

menyebabkan timbulnya keinginan untuk minum terus minum selama


10

kadar gula dalam darah belum terkontrol baik. Sehingga dengan

demikian, akan terjadi banyak kencing dan banyak minum.

3. Pollipagia (banyak makan), merupakan gejala yang tidak menonjol.

Terjadinya banyak makan ini disebabkan oleh berkurangnya cadangan

gula dalam tubuh meskipun kadar gula dlam darah tinggi. Sehingga

dengan demikian, tubuh berusaha memperoleh cadangan gula dari

makanan yang diterima.

Menurut Tandra (2013:8), beberapa keluhan dari diabetes adalah

1. Banyak kencing

2. Rasa haus

3. Berat badan turun

4. Rasa seperti flu dan lemah

5. Mata kabur

6. Lua yang sukar sembuh

7. Kesemutan

8. Gusi merah dan bengkak

9. Kulit kering dan gatal

10. Mudah terkena infeksi

11. Gatal pada kemaluan

2.1.4 Komplikasi Diabetes Melitus

a. Akut

1) Ketoasidosis diabetika

2) Koma non-ketosis hyperosmolar (koma hiperglikemia)

3) Hiperglikemia
11

b. Kronis

1) Komplikasi mikrovaskuler

2) Komplikasi makrovaskuler

2.1.5 Penatalaksanaan Diabetes Mellitus

a. Diet Diabetes Mellitus

Dasar terapi pada diet diabetes mellitus adalah memberi makan kalori

yang cukup dan komposisi yang memadai, dengan memperhatikan 3J yaitu

jumlah makanan, jadwal makanan, dan jenis makanan (Lanywati,

2001:24).

b. Latihan fisik/olahraga

Olahrga bagi penderita diabetes adalah olahraga aerobik yaitu aktivitas

yang memakai oksigen secara teratur sehingga tidak membebani jantung dan

paru.

Semua penderita diabetes mellitus dianjurkan untuk melakukan latihan

fisik ringan teratur setiap harinya selama kurang lebih 20 menit. Latihan

dilakukan 1,5 jam sesudah makan. Bagi para penderta diabetes mellitus

dengan obesitas, dianjurkan untuk melakukan latihan yang sedkit lebih

berat setiap harinya, dengan tujuan untuk menurunkan berat badan

(Lanywati, 2001:26)

c. Penyuluhan kesehatan

Penyuluhan diabetes mellitus meliputi ebebrapa hal antara lain

pengetauan mengenai prlunya diet secara ketat, latihan fisik, minum obat,
12

dan juga pengetahuan tentang komplikasi, pencegahan, maupun

perawatannya (Lanywati, 2001:26)

d. Obat untuk diabetes

Pada pasien diabetes tipe 1, pasien mutlak memerluka suntikan insulin

setiap hari. Sementara pada pasien penderita diabetes tipe 2, kadang

dengan diit dan berolahraga saja sudah cukup untuk mengendalikan gula

darah. Pada umumnya, pasien memerlukan obat anti diabetes (OAD)

secara oral atau tablet.

Tablet oral anti diabetes (OAD) antara lain yaitu sulfoniurea,biguanida,

inhibitor alfa-glukoside, meglitinida, tiazolidenion, dan inhibitor

dipeptidil peptidase-4(DPP-4).

2.2. Konsep Luka Diabetes Melitus

2.2.1 Definisi Luka Diabetik

Luka diabetik adalah luka yang terjadi pada pasien dengan diabetik yang

melibatkan gangguan pada saraf peripheral dan autonomik (Suriadi. 2007:110).

Istilah kaki diabetik digunakan untuk kelainan kaki mulai dar ulkus sampai

gangrene yang terjadi padaorang dengan diabetes akibat neuropati atau iskemia

perifer, atau keduanya (Grace & Borley. 2006:150).

2.2.2 Patofisiologi Luka Diabetik

Tiga proses yang berbeda berperan pada masalah kaki diabetik.

1) Iskemia yang disebabkan oeh makroangiopati dan mikroangiopati

2) Neuropati : sensori, motoric, dan otonom


13

3) Sepsis : jaringan yang mengandung glukosa tersaturasi menunjang

pertumbuhan bakteri (Grace & Borley. 2006:150)

Pathogenesis ulkus kaki diabetes adalah sebagai akibat komplikasi

mikrovaskuler dan makrovaskuler sangatlah kompleks. Peran keduanya

dalam ulkus kaki diabtes adalah menimbulkan neuropati dan gangguan

vaskuler berupa aterosklerosis. Kombinasi peran dar neuropati (sensorik,

otonom, motoric); trauma kerana tekanan plantar yang meningkat dan

deformitas sendi; ganguan vaskuler perifer; infeksi; dan kegagalan

penyembuhan luka akan menimbulkan ulkus kaki diabetes (Handaya, 2015:

21).

Gangren pada jaringan iskemik awalya tampak pucat, kemudian warna

biru keabuan, tampak kebiruan dan lebih lanjut warna hitam, keras dan

seperti mumi. Pada jaringan yang sudah keras biasanya tidak ada sensasi

nyeri, walaupun rasa nyeri kemungkinan ada antara jaringan yang sudah

berbentuk gangrene dengan jaringan yang masih hidup, akan tetapi

mengalami iskemik. Gangrene bisa pada lesi kulit yang kecil atau meluas

tergantung pada lokasi lesi arterial (Suiadi, 2007: 117).

2.2.3 Gambaran Klinis

Menurut Grace & Borley (2006: 150), berikut ni gambaran klinis kaki

diabetik:

1) Gambaran neuropatik

 Gangguan sensorik

 Perubahan trofik kulit

 Ulkus plantar
14

 Artropati degenerative

 Pulsasi sering teraba

 Sepsis (bakteri/jamur)

2) Gambaran iskemia

 Nyeri saat istirahat

 Ulkus yang nyeri di sekitar daerah yang tertekan

 Riwayat kaludiokasio intermiten

 Pulsasi tidak teraba

 Sepsis (bakteri/jamur)

2.2.4 Pemeriksaan Penunjang

1) Tes vascular noninvasive : ABI, tekanan segmental, tekaan digital.

ABI dapat meningkat alsu akibat sclerosis medial

2) Rontgen kaki mungkin menunjukan osteomyelitis

3) Arteriografi (Grace & Boyle. 2006:150).

2.2.5 Kondisi Luka Diabetik yang Memerlukan Tindakan Amputasi

Salah satu masalah yang sering timbul pada penderita diabetes mellitus

adalah masalah kaki diabetik atau disebut juga dengan ulkus diabetik. Perawatan

yang tepat dan teratur dibutuhkan untuk mencegah perluasan atau keparahan luka.

Kejadian yang sering ditakuti pada pasien-pasien ulkus diabetik adalah

amputasi. Amputasi dilakukan jika luka sudah mengitam dan mengeras akibat

banyaknya jaringan yang mati, otomatis tindakan amputasi harus dilakukan

karena jika dibiarkan justru dapat membahayakan penderita, misalnya luka akan

meluas ke organ tubuh lainnya dan akan menjadi temoat bersarangnya bakteri
15

yang akan memperoleh luka. Amputasi kaki diabetik dilakukan pada luka kaki

derajad V, dimana terjadi gangrene pada seluruh kaki atau sebagian tungkai

bawah, kakiyang tidak dapat diselamatkan, dan nekrosis luas harus diamputasi

(Maryunani, 2013)..

2.3. Konsep Amputasi

2.3.1 Definisi Amputasi

Amputasi adalah tindakan pembedahan dengan membuang bagian tubuh

(Suratun, dll. 2008:157). Amputasi adalah pembedahan yang melibatkan

pemotongan sebagian atau seluruh badan karena trauma, penyakit, atau indikasi

medis lain (Marrelli, 2008:47).

2.3.2 Indikasi Amputasi

Menurut Schawartz (2000:673), indikasi amputasi adalah sebagai berikut.

a. Penyakit vaskuler perifer yang tidak dapat direkonstruksi dengan

nyeri iskemik atau infeksi yang tak dapat ditoleransi lagi

b. Nyeri atau infeksi yang tak dapat ditoleransi lagi dalam pasien yang

tak dapat bergerak dengan penyakit vascular perifer.

c. Infeksi yang menyebar secara luas dan tidak responsive terapi

konservatif

d. Tumor yang responsnya buruk terhadap terapi nonoperatif

e. Trauma yang cukup luas sehingga tidak memungkinkan untuk

direparasi

2.3.3 Prosedur Amputasi

Menurut Schawartz (2000:674), indikasi amputasi adalah sebagai berikut.


16

a. Amputasi ibu jari kaki : tingkay transfalangeal dapat digunakan jika

nekrosis terletak dari distal ke proksimal sendi interfalangeal.

b. Amputasi transmetatarsal : prosedur ini digunakan jika nekrosis

memanjang dari proksimal sendi interfalangeal, tetapi distal dari kaput

metatarsal pada permukaan plantar. Flap plantar panjang sering

digunakan, memotong tulang metarsal pada posisi tengah.

c. Amputasi Syme : Prosedur ini biasanya digunakan jika kaki telah hancur

oleh trauma. Amputasi ini menyelamatkan panjang ekstremitas,

mengangkat kaki antara talus dan kalkaneus.

d. Amputasi di bawah lutut (BL): Prosedur ini umumnya dilakukan pada

penyakit vascular perifer stadium akhir. Prosedur ini memberikan

rehabilitasi yang sangat baik karena dapat menyelamatkan sendi lutut.

e. Amputasi di atas lutut (AL) : Amputasi ini memegang angka

penyembuhan tertinggi pada pasien dengan penyakit perifer.

f. Disartikulaso panggul dan hemipelvektomi: Prosedur ini biasanya

dilakukan untuk tumor ganas dari tungkai.

g. Amputasi ekstremitas atas : kebanyakan amputasi ini dilakukan dalam

kasus trauma. Penyakit keganasan merupakan indikasi berikutnya yang

paling umum kasus trauma.

2.3.4 Prinsip-prinsip Amputasi

Menurut Schawartz (2000:674), indikasi amputasi adalah sebagai berikut.

a. Amputasi transmateral biasanya tidak berhasil bila denyut nadi kaki tidak

teraba
17

b. Amputasi BL paling baik dilakukan pada sambungan dari betis atas dan

sepertiga tengah. Amputasi pada tingkat ini paling mudah dicocokkan

dengan prosthesis dan pasien dapat berjalan lebih baik daripada dengan

amputasi tungkai distal.

c. Pasien yang tidak dapat berjalan baik ditangani dengan amputasi AL dari

pada BL

d. Amputasi AL yang tidak sembuh adaalah sangat tidak menyenangkan,

biasanya merupakan kondisi premorbid

e. Ektremitas dengan infeksi luas, paling baik ditangai dengan amputasi

guillotine dari terbuka diikuti oleh penutupan kemudian setelah infeksi

sudah hilang

f. Jika ibu jari kaki harus dikorbankan proksimal dari kaput metarsal,

pasien harus segra dengan cepat direhabilitasi jika amputasi transmateral

standar lima jari telah selesai.

2.4. Konsep Diri

2.4.1. Definisi Konsep Diri

Konsep diri adalah semua ide, pikiran, kepercayaan dan pendirian yang

diketahui individu tentang dirinya dan mempengaruhi individu dalam

berhubungan dengan orang lain, termasuk persepsi individu akan sifat dan

kemampuannya, interaksi dengan orang laid an lingkungan, nila-nilai yang

berkaitan dengan pengalaman dan objek, tujuan serta keinginannya (Dalami.

2009:3). Menurut Boch, William dan Rawlin (dalam Dalami.2009:3), konsep diri

adalah cara memandang dirinya secara utuh, fisik, emosional, intelektual, sosial,

dan spiritual.
18

Konsep diri merupakan hasil dari aktivitas pengeksplorasian dan

pengalamannya dengan tubuhnya sendiri. Konsep diri dipelajari melalui

pengalaman pribadi setiap individu, hubungan dengan orang lain dan interaksi

dengan dunia di luar dirinya. Konsep diri berkembang dari bayi hingga usia tua.

(Suliswati. 20005:89).

Menurut Riyadi & Purwanto (2009:72), peran keluarga dalam

pembentukan konsep diri anak meliputi:

1. Perasaan mampu atau tidak mampu

2. Perasaan diterima atau ditolak

3. Kesempatan untuk identifikasi

4. Penghargaan yang pantas tentang tujuan, perilaku, dan nilai.

Konsep diri merupakan aspek kritikal dan dasar dari perilaku individu.

Individu dengan konsep diri positif dapat berfungsi lebih efektif yang dapat dilihat

dari hubungan interpersonal, kemampuan intelektual dan penguasaan lingkungan.

Konsep diri yang negatif dapat dilihat dari hubungan individu dan sosial yang

maladaptive (Riyadi & Purwanto, 2009:72).

Rentang Respons Konsep Diri

Adaptif Maladaptif

Aktualisasi Konsep Harga Diri Rendah Kekacauan Depersonalisasi

Diri Diri Positif Identitas

GAMBAR 1.1 Rentang respons konsep diri (Sumber:Townsend, 1996 (dalam

Suliswati, dkk. 2005)


19

2.4.2. Komponen Konsep Diri

Konsep diri terdiri dari 5 komponen yaitu :

1. Gambaran diri (body image)

2. Ideal diri (self ideal)

3. Harga diri (self esteem)

4. Peran diri (self role)

5. Identitas diri (self identity) (Riyadi&Purwanto, 2009:73).

Gambaran diri atau citra tubuh adalah sikap, persepsi, keyakinan dan

pengetahuan individu secara sadar atau tidak sadar terhadap tubuhnya yaitu

ukuran, bentuk, struktur, fungsi, keterbatasan, makna dan objek yang kontak

secara terus menerus (anting, make-up, kontak lensa, pakaian, kursi roda) baik

masa lalu maupun sekarang (Dalami, dkk. 2009:7). Citra tubuh adalah sikap

individu terhadap tubuhnya baik disadari atau tidak disadari meliputi persepsi

masa lalu atau sekarang mengenai ukuran dan bentuk, fungsi penampilan dan

potensi tubuh (Suliswati,dkk. 2005:92). Gambaran diri dapat dimodifikasi atau

diubah secara berksenimbungan dengan persepsi dan pengalaman baru

(Riyadi&Purwanto, 2009:73).

Ideal diri (self ideal) adalah persepsi indovidu tentang bagaimana ia

seharusnya bertingkah laku berdasarkan standar pribadi. Standar dapat

berhubungan dengan tipe orang yang diinginkan/disukainya atau sejumlah

aspirasi, tujuan, nilai yang ingin diraih (Suliswati, dkk, 2005:92).

Menurut Riyadi & Purwanto (2009:74), ada beberapa faktor yang

mempengaruhi individu dalam membentuk ideal diri, yaitu:


20

1. Kecenderungan individu menetapkan ideal diri dari batas

kemampuannya

2. Faktor budaya, pembentukan standar ini dibaningkan dengan standar

kelompok teman dan norma yang ada di masyarakat

3. Ambisi dan keinginan untuk melebihi dan berhasil, kebutuhan yang

realistis, keinginan untuk mengindari kegagalan, perasaan cemas, dan

rendah diri

Ideal diri harus cukup tinggi untuk mendukung respek terhdap diri dan

tidak terlalu tinggi, terlalu menuntut, samar-samr atau kabur, ideal diri akan

melahirkan harapan individu terhadao dirinya saat berada di tengah masyarakat

dengan norma tertentu. Ideal diri mempertahankan kemampuannya mnghadapi

konflik atau kondis yang membuat bingung, ideal diri penting untuk

mempertahankan kesehatan dan keseimbangan mental (Dalami, dkk. 2009:9-10).

Harga diri adalah penilaian pribadi terhadp hasil yang dicapai dengan

menganalisa seberapa jauh perilaku memenuhi ideal diri. Frekuensi pencapaian

tujuan akan menghasilkan harga diri rendah atau tinggi. Jika individu sukses,

maka cenderung harga diri tinggi tetapi apabila individu sering gagal maka

cenderung memiliki harga diri rendah (Riyadi & Purwanto, 2009:75). Harga diri

diperoleh dari diri sendiri dan orang lain yaitu dicintai, dihormati, dan dihargai

(Suliswati, dkk. 2005:93).

Menurut Coopersmith dalam buku Stuart dan Sundeen (dalam Dalami,

dkk. 2009: 11), ada 4 hal yang dapat meningkatkan harga diri anak yaitu:

1. Memberi kesempatan untuk berhasil

2. Menanamkan idealism
21

3. Mendukung aspirasi atau ide

4. Membantu membentuk koping

. Menurut Stuart (dalam Riyadi & Purwanto, 2009:76), peran (role) adala

serangkaian pola perilaku ang diharapkan oleh lingkungan sosial berhubungan

dengan fungsi-fungsi individu di berbagai kelompok sosial. Peran dibutuhkan

setiap individu untuk aktualisasi diri.

Menurut Stuart & Sundeen (dalam Riyadi & Purwaanto, 2009:76), faktor

yang mempengaruhi dalam menyesuaikan diri dengan peran yang harus dilakukan

yaitu:

1. Kejelasan perilaku dan pengetahuan ang sesuai dengan peran

2. Konsistensi respon orang yang berarti terhadap peran yang dilakukan

3. Kesesuaian dan keseimbangan antar peran yang diemban

4. Keselarasan budaya dan harapan individu terhadap perilaku peran

5. Pemisahan situasi yang akan menciptakak ketidaksesuaian perilaku

peran

Menurut Dalami, dkk (2009:17), pada klien yang sedang dirawat di rumah

sakit, otomatis peran sosial klien akan berubah menjadi sakit. Peran klien yang

berubah adalah:

1. Peran dalam keluarga

2. Peran dalam pekerjaan sekolah

3. Peran dalam berbagai kelompok

Identitas diri adalah kesadaran tentang diri sendiri yang dapat diperoleh

individu dari observasi dan penilaian terhadap dirinya, menyadari individu bahwa

dirinya berbeda dengan orang lain (Suliswati, dkk. 2005:94). Menurut Dalami,
22

dkk (2009:14), dalam identitas diri ada otonomi yaitu mengerti dan percaya diri,

respek terhadap diri, mampu menguasai diri, mengatur diri, dan menerima diri.

Enam ciri identitas ego menurut Stuart & Sundeen (dalam Riyadi &

Purwanto, 2009: 78):

1. Mengenal diri sendiri sebagai organisme utuh dan terpisah dari orang

lain

2. Mengakui jenis kelamin diri sendiri

3. Memandang berbaga aspek dalam dirinya sebagai suatu keselarasan

4. Menilai diri sendiri sesuai dengan enilaian masyarakat

5. Menyadari hubungan masa lalu, sekaran dan yang akan datang

6. Mempunyai tujuan yang bernilai yang dapat direalisasikan

2.4.3. Faktor Pendukung (Predisposisi) Konsep Diri

2..4.3.1 Faktor Predisposisi yang Mempengaruhi Harga Diri

Menurut Dalami, dkk (2009:18:18), faktor predisposisi harga diri yaitu:

1. Penolakan

2. Kurang penghargaan

3. Pola asuh overprotektif, otorter, tidakkonsisten, terlalu dituruti, terlalu

dituntut

4. Persaingan antar saudara

5. Kesalahan dan kegagalan berulang

6. Tidak mampu mencapai standar

2..4.3.2 Faktor Predisposisi yang Mempengaruhi Cira Tubuh

Menurut Suliswati, dkk (2005:95), faktor predisposisi gangguan citra

tubuh adalah sebagai berikut:


23

1. Kehilangan/kerusakan bagian tubuh (anatomi dan fungsi)

2. Perubahan ukuran, bentuk, dan penamilan tubuh (akibat pertumbuhan

dan perkembangan atau penyakit)

3. Proses patologik penyakit dan dampaknya terhadap struktus maupun

fungsi tubuh

4. Prosedur pengobatan seperti radiasi, kemoterapi, transplantasi

2..4.3.3 Faktor Predisposisi yang Mempengaruhi Peran

Menurut Dalami, dkk (2009:19), faktor predisposisi yag memepengaruhi

peran yaitu:

1. Sterotipik peran seks

2. Tuntutan peraran kerja

3. Harapan peran kultural

2..4.3.4 Faktor Predisposisi yang Mempengaruhi Identitas Diri

Menurut Suliswati, dkk (2005:96), faktor predisposisi gangguan identitas

diri yaitu:

1. Ketidakpercayaan orangtua pada anak

2. Tekanan dari teman sebaya

3. Perubhan struktur sosial

2.4.4. Faktor Pencetus (Presipitasi) Konsep Diri

Faktor presipitasi pada gangguan konsep diri antara lain yaitu trauma,

ketegagan peran, perubahan perilaku, mekanisme koping.

Menurut Dalami, dkk (2009:19), trauma emosi seperti penganiayaan

seksual dan psikologis pada masa anak-anak atau merasa terancam atau
24

menyaksikan kejadian yang engancam kehidupan dapat membuat masalah yang

spesifik dengan konsep diri.

Ketegangan peran adalah perasaan frustasi ketika individu merasa tidak

adekuat melakukan peran atau melakukan peran yang bertentangan dengan

hatinya atau tidak merasa cocok dalam melakukan perannya. Ketegangan peran

ini sering dijumpai saat terjadi konflik peran, keraguan peran, dan terlalu banyak

peran (Suliswati, dkk. 2005:96-97).

Menurut Stuart & Sundeen (Dalam Riyadi & Purwanto. 2009: 83),

perilaku berhubungan harga diri rendah dapat dilihat dari:

1. Mengejek dan mengkritik diri sendiri

2. Mrendahkan dan mengurangi martabat

3. Rasa bersalah dan khawatur

4. Manifstasi fisik

5. Menunda kepuusan

6. Gangguan berhubungan menarik diri dari realitas

7. Merusak diri

8. Merusak atau menciderai orang lain

Menurut Dalami (2009:21), kerancuan identitas dapat dilihat dari perilaku

berikut ini

1. Tidak ada kode moral

2. Kepribadian yang bertentanga

3. Hubungan interpersonal yang eksploriatif

4. Perasaan hampa

5. Perasaan mengambang tentang diri


25

6. Kehancuran gender

7. Tngat ansiets tinggi

8. Tidak mampu empati pada orang lain

9. Masalah estimasi

Mekanisme koping untuk melindungi diri sendiri dalam menghadapi

persepsi yang menyakitkan meliputi koping jangka pendek atau jangka panjang

dan pertahanan ego. Koping jangka pendek meliputi aktifitas pelarian sementara

dari krisis, aktifitas sebagai pengganti identitas, aktifitas member kekuatan atau

dukungan sementara terhadap konsep diri yang kabur, aktifitas yang memberi arti

dari kehidupan (Riyadi & Purwanto, 2009:81). Koping jangka panjang meliputi

penutupan identitas dan identitas negatif (Dalami, dkk. 2009:23). Mekanisme

pertahanan ego yang sering dipakai adalah fantasi, disosiasi, isolasi, projeksi, dan

displacement (Suliswati, dkk. 2005:100).

2.4.5. Upaya Memperbaiki Konsep Diri

Menurut Suliswati, dkk (2005), prinsip asuhan yang diberikan adalah

pemecahan masalah yang terlihat dari peningkatan kemampuan yang terdiri dari 5

tingkat yaitu

1. Memperluas kesadaran diri (expanded self awareness)

Dalam mengembangkan kesadaran diri, klien perlu melihat ke dalam

serta melihat secara realistic terhadap lingkunga. Cara

mengembangkan kesadaran diri dengan:

a. Membangun keterbukaan dan hubungan saling percaya dengan

cara

- Tawarkan penerimaan tak bersyarat/tidak kaku


26

- Dengarkan klien

- Dorong klien untuk mendiskusikan pikiran dan perasaan

- Berespons pada klien dengan tidak menghakimi

- Tunjukkan pada klien bahwa dia individu yang berharga dan

bertanggungjawab terhadap dirinya dan dapat membantu diri

sendiri

b. Bekerja pada klien pada tingkat kemampuan yang dimilikinya,

dengan cara:

- Identifikasi kemampuan yang dimiliki klien

- Pedoman asuhan untuk klien yang kemampuan terbatas

- Mulai dengan penegasan identitasnya

- Memberikan tindakan yang mendukung utnuk menurunkan

tingkat kecemasannya

- Dekati klien dengan cara tanpa diminta

- Terima dan usahakan untuk klarifikasi komunikasi verbal dan

no-verbal

- Cegah klien untuk mengisolasi diri

- Ciptakan kegiatan rutin yang sederhana pada klien

- Buat batasan pada perilaku yang tidak sesuai

- Orientasikan pasien ke realita

- Dorong untuk melakukan perilaku yang tepat dan beri pujian

dan pengakuan

- Bantu dalam meakukan kebersihan perseorangan dan

penampilan diri
27

- Dorong klien untuk merawat diri sendiri

c. Memaksimalkan peran serta klien dalam hubungan terpeutik

dengan cara

- tingkatkan secara bertahap partisipasi klien dalam mengambil

keputusan yang berhubungan dengan asuhan keperawatannya

- Tunjukkan bahwa klien adalah orang yang bertanggung jawab

2. Menyelidiki/eksplorasi diri (self exploration)

Tindakan ini dilakukan dengan cara

a. Membantu klien menerima pikiran dan perasaannya

- Dorong klien untuk mengeksplorasikan emosi, keyakinan,

perilaku dan pikiran secara verbal dan non-verbal

- Gunakan keterampilan komunikasi terapeutik dan respons

empati

- Observasi dan catat pikiran yang logs dan tidak logis sera

repons emosionalnya

b. Mmebantu klien mengklarifikasi konsep dirinya dan hubuhngannya

dengan orang lain melalui keterbuaan

- Dapatkan persepsinya tentang kekuatan dan kelemahannya

- Bantu klien untuk menggambarkan ideal dirinya

- Identifikasi kritik tentang dirinya

- Bantu klien untuk menggambarkan hubungannya dengan orang

lain

c. Menyadari dan memiliki kendali terhadap perasaan Anda (perawat)

- Terbuka pada perasaan sendiri


28

- Gunakan diri secara terapeutik

 Berbagi perasaan dengan klien

 Verbalisasi bagaimana perasaan orang lain

 Bercermin pada persepsi dan perasaan klien

d. Berespons empati bukan simpati dan tekankan bahwa kekuatan

untuk berubah ada pada klien

- Gunakan respons empati, evaluasi diri tentang simpati

- Menguatkan klien bahwa ia mempunyai kekuatan dalam

memecahkan masalahnya

- Beritahukan pada klien bahwa a bertangungjawab terhadap

perilakunya termasuk respons koping adaptif dan maldaptif

- Diskusikan cakupan piliha, area kekuatan dan sumber-sumber

koping yang tersedia untuk klien

- Gunakan sistem pendukung dari keluarga dan kelompok untuk

memfasilitasi penyelidikan dari klien

- Bantu klien untuk mengenali sifat dari konflik dan cara

maladaptif yang dilakukan klien untuk mengatasinya

3. Mengevaluasi diri (self evaluation)

Tindakan ini dilakukan dengan cara

a. Bantu klien untuk menjabarkan masalahnya secara jelas

- Identifikasi stressor yang relevan dengan klien dan bagaimana

penilaian klien

- Klarifikasi pada klien bahwa keyakinannya mempengaruhi

perasaannya dan perilakunya


29

- Bersama-sama identifikasi keyakinan yang salah, ilusi, persepsi

yang slaah dan tujuan yang tidak realistis

- Bersama-sama identifikasi kekuatan klien dan tempatkan

kesuksesan dan kegagalan dalam persepsi yang sesuai

- Gali sumber kping yag dimiliki klien

b. Gali respons koping adaptif dan maladaptive klien terhadap

masalah yang diharapkan

- Gambarkan pada klien bahwa koping bebas dipilih dan

memiliki konsekuensi positif dan negative

- Bedakan respons adaptif dan maladaptive

- Bersama-sama mengidentifikasi kerugian dan respons

maladaptive klien

- Diskusikan akibat respons klien yang maladaptive

- Gnakan berbagai teknik komunikasi terapeutik yang bervariasi:

 Fasilitasi, adalah membantu klien dengan cara

mendengarkan aktif, memberikan respons, menerima

dan mau memahami sehingga mendorong klien untuk

berbicara secara terbuka tentang dirinya

 Konfrontasi

 Klarifikasi

 Psikodrama, adalah metode drama khusus yang

menggali hubungan-hubungan anta individu, konflik-

konflik dan masalah-masalah emosional yang

digunakan untuk memeperbaiki kepribadian seseorang


30

 Analissi proes interaksi, adalah kegiatan menganalisis

diri sendiri dan orang lain meliput verbal, non-verbal

serta perasaan selama proses interaksi interpersonal

berlangsung

4. Perencanaan yang realistic (realistic planning)

a. Bantu klien untuk mengidentifikasi alternative pemecahan yang

dapat mengubah dirinya bhukan orang lain

- Jika klien mempunyai persepsi yang tidak konsisten, bantu dia

melihat bahwa ia dapat berubah, sebagai berikut:

 Keyakinan dan idealnya dapat membawa ia pada kenyataan

 Lingkungan untuk membuat konsisten dengan

keyakinannya

- Jika konsep diri tidak konsisten dengan perilakunya, ia dapat

berubah

 Perilakunya disesuaikan dengan konsep dirinya

 Keyakinan yang mendasari konsep dirinya disesuaikan pada

perilakunya

 Ideal dirinya

- Bersama-sama mengulas bagaimana sumber koping dapat lebih

baik digunakan klien

b. Bantu klien mengembangkan tujuan yang realistis

- Dorong klien untuk merumuskan tujuannya sendiri (bukan

tujuan perawat)
31

- Bersama-sama mendiskusikan konsekuensi emosi, praktiknya

dan berdasarkan realitas dari setiap tujuan

- Bantu klien untuk menetapkan perubahan konkret yang

diharapkan

- Dorong klien untuk emmulai pengalaman baru untuk

berkembang secara potensial

- Gunakan bermain peran, model peran, dan visualisasi, bila

perlu

5. Pengambilan keputusan untuk melakukan tindakan (commitment to

action)

Bantu klien melakukan tindakan yang diperlukan untuk mengubah

respons kopng maladaptive dan mempertahankan respons koping yang

adaptif

 Fasilitasi kesempatan untuk sukses

 Kuatkan dan beri pengakuan pada kekuatan, keterampilan, dan

aspek yang sehat dari kepribadian klien

 Pakai kelompok yang dapat memberi harga diri pada klien

 Tingkatkanpembedaan diri padamklien di dalam keluarga.,

klien merasakan sebagai individu yang unik

 Sediakan waktu yang cukup untuk berubah

 Sediakan dukungan yang cukup dan “reinforcement positive”

pada klien untuk membantu klien mempertahankan

kemampuannya.

2.5. Asuhan Keperawatan


32

2.5.1 Pengertian Asuhan Keperawatan

Proses keperawatan adalah serangkaian tindakan yang sistematis

bersinambung meliputi tindakan untuk mengidentifikasi masalah kesehatan

individu atau kelompok baik yang actual maupun potensial, kemudian

merencanakan tindakan utuk menyelesaikan, mengurangi, atau mencegah

terjadinya masalah baru dan melaksanakan tindakan atau menugaskan orang lain

untuk melaksanakan tindkan keperawatan serta mengevaluasi keberhasilan dari

suatu tindakan yang dikerjakan (Rohmah & Walid, 2009: 19).

Proses keperawatan merupakan lima tahap pendekatan pengabilan

keputusan klinis yang mencakuo pengkajian, diagnosis, perencanaan,

implementasi, dan evaluasi (Sutejo, :199).

2.5.2 Tahapan dalam Proses Keperawatan

Standar praktik professional di Indonesia telah dijabarkan oleh PPNI

(2009) (dalam ) standar praktik keperawatan tersebut juga mengacu pada proses

keeprawatan jiwa terdii dari lima tahap standar yaitu pengkajian, diagnosis,

perencanaan, pelaksanaan (implementasi), dan evaluasi.

1. Pengkajian

Tahap pengkajian adalah proses pengumpulan data secara sistematis

untuk menentukan status kesehatan dan fungsional kerja serta respons

klien pada saat ini dan sebelumnya (Sutejo. :199-200). Menurut

Hidayat (2004:99), pengkajian dilakukan dengan tiga tahapan yaitu

pengumpulan data, validasi data, dan identifikasi pola/masalah.


33

Adapun kriteria proses, meliputi (Sutejo. :200)

a. Pengumpula data dilakukan dengan cara anamnesa, observasi,

pemeriksaan fisik serta studi dokumentasi hasil pemeriksaan

penunjang

b. Sumber data adalah klien, keluarga, atau orang yang terkait, tim

kesehatan, rekam medis, dan catatan lain

c. Data yang dikumpulkan, difokuskan untuk mengidentifikasi:

 Status kesehatan klien masa lalu

 Status kesehatan klien saat ini

 Status biologs-psikologis-sosial-spiritual

 Respon terhadap terapi

 Harapan terhadap tingkat kesehatan yang optimal

 Risiko-risiko tingi masalah

2. Diagnosis

Diagnosis keperawatan merupakan keputusan klinis tentang respon

seseorang, keluarga, atau masyarakat sebagai akibat dari masalah

kesehatan atau proses kehidupan yang actual atau potensial (NANDA

2015).

Ada beberapa tipe diagnosis keperawatan diantaranya tipe actual,

risiko, kemungkinan sehat dan sejahtera (welfare), dan sindrom.


34

1) Diagnosis Aktual

Menurut Hidayat (2004:106), diagnosis keperawatan actual

penulisannya adalah adanya pernyataan masalah (P), adanya

pernyataan etilogi €, dan adanya pernyataan tanda dan gejala (S).

a) Problem atau masalah (P)

Masalah adalah keenjagan atau penyimpangan dari ekadaan normal

yang seharusnya tidak terjadi yang merupakan gambaran keadaan

klien di mana tindakan keperawatan dapat diberikan.

b) Etiologi atau penyebab (E)

Penyebab suatu masalah bisa meliputi perilaku, lingkungan,

interaksi atara perilaku dan lingkungan untuk masalah keperawatan

indovidu unsur-unsur dalam identifikasi etiologi yaitu,

patofisiologi penyakit, situasional, mediaksi dan maturasional.

c) Sign atau Symptom (tanda dan gejala)

Sign dan symptom adalah ciri, tanda atau gejala, yang merupakan

informasi yang diperlukan untuk merumuskan diagnosis

keperawtaan atau batasan karakteristik.

2) Diagnosis keperawatan risiko atau risiko tinggi

3) Diagnosis keperawatan kemungkinan

4) Diagnosis keperawatan sehat-sejahtera (wellness)


35

3. Perencanaan

Selama fase ini, diagnosis diprioritaskan, tujuan dan kriteria hasil

disusun, intervensi diidentifikasi, dan sebuah rencana asuhan

keperawatan tertulis dikembangkan (Vaughans. 2011: 25). Menurut

Sutejo (:207), perencanaan keperawatan merupakan bagian dari fase

pengorganisasian dalam proses keperawatan sebagai pedoman untuk

mengarahkan tindakan keperawatan dalam usaha membantu,

meringankan, memecahkan masalah atau untuk memenuhi kebtuhan

klien.

4. Pelaksanaan

Persiapan proses implementasi akan memastikan asuhan keperawatan

yang efisien, aman dan efektif.

a. Pengkajian ulang terhadap klien

b. Meninjau danerevisi rencana asuhan keperawata yang ada

c. Mengorganisasi sumber daya dan pemberian asuhan

d. Mengantisipasi dan mencegah komplikasi

e. Mngimplementasikan intervensi keperawatan (Sutejo. : 210-211).

5. Evaluasi

Evaluasi merupakan langkah proses keperawatan yang memungkinkan

perawat untuk mennetukan apakah intervesi kepearwatan telah berhasil

meningkatkan kondisi klien (Sutejo. :213).


36

Ada dua bentuk evaluasi keperawatan, yaitu evaluasi formatif dan

evaluasi sumatif. Evaluasi formatif adalah evaluasi berkelanjutan dimulai

dari jauh sebelum memasuki fase evaluasi aktual dalam proses

keperawatan (Vaughans. 2011: 31). Evaluasi sumatif merupakan

rekapitlasi dari hasil observasi dan analisis status pasien pada waktu

tertentu berdasarkan tjuan yang direncanakan pada tahap perencanaan

(Hidayat. 2004: 125).

2.6 Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Konsep Diri

2.6.1 Pengkajian

a. Faktor predisposisi

Citra tubuh: Kehilangan/kerusakan bagian tubuh peubahan ukuran, bentuk

dan penampilan tubuh akibat penyakit, proses penyakit dan dampaknya terhadap

struktur dan fungsi tubuh, proses pengobtan seperti radiasi dan kemoterapi

(Dalami, dkk. 2009:18)

Harga Diri: Penolakan orangtua, harapan orangtua tidak realistsi, kegagalan

berulang, kurang mempunyai tanggungjawab personal, keterganungan pada orang

lain, dan ideal diri yang tidak realistis (Riyadi & Purwanto, 2009:79).

Peran: Sterotopik peran seks, tuntutan peranan kerja, harapan peran kultural

(Dalami,dkk. 2009:19).

Identitas Diri: meliputi ketidakpercayaan, tekanan dari teman sebaya dan

orang tua serta perubahan struktur sosial (Riyadi & Purwanto, 2009:80).
37

b. Stressor Presipitasi

1) Trauma

2) Ketegangan peran

Ketegangan peran adalah rasa frustasi saat individu merasa tidak

mmapu melakukan peran yang bertentangan dengan hatinya atau tidak

merasa sesuai dalam melakukan perannya (Dalami,dkk. 2009:19).

c. Perilaku

Dalam pengkajian dapat melalui observasi penampilan klien, misalnya

dari kebersihan, berpakain, dan berias ((Riyadi & Purwanto, 2009:83).

Cara individu mengekspresikan secara langsung harga diri rendah

yaitu mengkritik diri atau orang lain, produktivitas menurun, gangguan

berhubungan, ketegangan peran ,pesimis menghadapi hidup, keluhan

fisik, penolkan kemampuan diri, pandangan hidup bertentangan,

destruktif kepada diri, menarik diri secara sosial, penyalahgunaan za,

menarik diri dari realitas, khawatir, merasa diri paling penting,

destruktif pada orang lain, merasa tidak mampu, merasa bersalah,

mudah tersinggung/marah, dan perasaan yang negative terhadap tubuh

(Dalami, dkk. 2009:21).

d. Mekanisme Koping

1) Pertahanan jangka pendek, meliputi aktivitas yang dapat

memberikan pelarian sementara dari krisis, aktivitas yang dapat


38

memberikan identitas pengganti sementara, aktivitas yang

sementara dapat mengutakan perasaan diri, aktivitas yang mewakili

upaya jangka pendek untuk membuat masalah identitas menjadi

kurang berarti dlaam kehidupan.

2) Pertahanan jangka panjang, meliputi penutupan identtas, identitas

negative.

3) Mekanisme pertahanan ego, yaitu fantasi, disosisasi, isolasi,

proyksi, displacement, dan marah/amuk pada diri sendiri. (Dalami,

dkk.2009:23).
39

2.6.2 Diagnosa Keperawatan

Risiko terjadi isolasi sosial Risiko perilaku kekerasan : Amuk


Menarik diri

Gangguan Konsep Diri:

 Harga diri rendah kronik

 Citra tubuh

 Penampilan peran

Koping keluarga tidak efektif


GAMBAR 1.2 (Diagnosa Keperawatan (Sumber: Dalami, dkk. 2009:24)

 Risiko terjadi isolasi sosial : menarik diri berhubungan dengan


harga diri rendah

 Risiko terjadi perilaku kekerasan : amuk berhubungan dengan


harga diri rendah

 Gangguan konsep diri : citra tubuh berhubungan dengan


koping keluarga tidak efektif

 Ganggua konsep diri : identitas persona berhubungan dengan


perubhan penampilan peran (Dalami, dkk. 2009:25)

2.6.3 Intervensi Keperawatan


Menurut Dalami, dkk (2009:25), berdasarkan standar operasional prosedur

(SOP) yang berlaku rencana keperawatan psikososial dimana intervensi spesifik

pada klien yang mengalami gangguan konsep diri yaitu harga diri rendah.

Tujuan Umum : Klien memiliki konsep diri yang positif


40

Tujuan Khusus:

1) Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat

dengan kriteria evaluasi setelah satu kali pertemuan dengan klien

dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat.

Tindakan keperawatan:

Bina hubungan saling percaya dengan melakukan

a) Salam terapeutik

b) Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal

c) Perkenalkan diri dengan sopan, tanyakan nama lengkpa klien

dan nama panggilan yang disukai klien

d) Jelaskan tujuan pertemuan, jujur dan menepati janji

e) Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya, beri

perhatian dan perhatikan kebutuhan dasar klien

f) Buat kontrak yang jelas yaitu topic, wakti, tempat tujuan

2) Klien dapat mengidentifikasi aspek positif dan kemampuan yang

dimiliki dengan kriteria evaluasi setelah satu kali interaksi dengan

klien dapat menyebutkan kemampuan yang dimiliki klien, aspek

positif keluarga dan lingkungan klien.

Tindakan keperawatan:
41

a) Diskusikan dengan klien tentang aspek positif yang dimiliki

klien, keluarga dan lingkungan. Dan kemampuan yang dimilki

klien.

b) Bersama klien buat daftar tentang aspek positif klien , keluarga

dan lingkungan dan keampuan yang dimiliki

c) Berikan “reinforcement:, pujian yang realistis terhadap aspek

positif klien

d) Hindarkan memberi penilaian yang negartif

3) Klien dapat menilai kemampuan yang dimiliki untuk dilaksanakan

dengan kriteria evaluasi setelah satu kali berinetraksi dengan klien

dapat menyebutkan kemampuan yang dilaksanakn

Tindakan keperawatan:

a) Dissuikan dengan klien kemampuan yang dapat dilaksanakan

b) Diskusikan kemampuan yang dapat dilanjutkan

pelaksanaannya.

4) Klien dapat merencanakan kegiatan sesuai dengan kemampuan

yang dimiliki untuk dilaksanakan krieteria evaluasi satu kali

berinteraksi klien dapat membuat rencana kegiatan harian

Tindakan keperawatan:
42

a) Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan

setiap hari sesuai dengan kemampuan klien melalui kegiatan

mandiri atau dengan bantuan

b) Tingkatkan kegiatans esuai dengan kondisi klien

c) Berikan contoh cara pelaksanaan kegiatan yang dapat klien

lakukan

d) Beri ksempatan pada klien untuk mencoba kegiatan yang telah

direncanakan

5) Klien dapat melakukan kegiatans esuai dengan rencana yang dibuat

dengan kriteria hasil setelah satu kali berinetraksi klien

melakukakn kegiatan sesuai jadwal kegiatan

Tindakan keperawatan yang dilakukan:

a) Anjurkan klien untuk melaksanakan kegiatan yang telah

direncanakan

b) Pantau kegitana yang dilaksanakan klien

c) Disukusikan kemungkinan pelaksanan kegiatan setelah pulang

d) Beikan pujian atas leberhasilan klien

6) Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada dengan

kriteria evaluasi setelah satu kali interaksi klien memamnfaatkan

sistem pendukung yang ada di keluarga


43

Tindakan keperawatan yang dilakukan:

a) Beirkan pendidikan kesehatab pada keluaega tentang cara

merawat klien dengan harga diri rendah

b) Bantu keluarga memberikan dukungan selama klien dirawat

c) Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah (Dalami,

dkk. 2009:25-28).

Anda mungkin juga menyukai