Anda di halaman 1dari 17

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Diabetes Melitus

2.1.1. Pengertian

Diabetes Melitus adalah penyakit kronis yang disebabkan oleh

ketidakmampuan tubuh untuk memproduksi hormon insulin atau karena

penggunaan yang tidak efektif dari produksi. DM adalah penyakit

kronis yang disebabkan oleh kekurangan yang diturunkan atau

diperoleh dalam produksi insulin oleh pankreas, atau oleh

ketidakefektifan insulin yang dihasilkan. Kekurangan seperti ini

menghasilkan peningkatan konsentrasi glukosa dalam darah, yang pada

gilirannya merusak banyak sistem tubuh, khususnya pembuluh darah

dan saraf (Kemenkes, 2020).

Diabetes Melitus merupakan suatu penyakit karena tubuh tidak

mampu mengendalikan jumlah gula atau glukosa dalam aliran darah

yang menyebabkan hiperglikemia dan gangguan metabolisme

karbohidrat, lemak, dan protein yang dihubungkan dengan kekurangan

secara absolut atau relatif dari kerja atau sekresi insulin. DM disebut

dengan the silent killer karena penyakit ini dapat mengenai semua organ

tubuh dan menimbulkan berbagai macam keluhan. Kadar gula didalam

darah pada saat puasa >126 mg/dl dan kadar gula sewaktu lebih tinggi

dari pada nilai normal, KGD>200 mg/dl (Buraerah, 2016).

9
10

2.1.2. Klasifikasi Diabetes Mellitus

Ada bebrapa klasifikasi DM yang dibedakan berdasarkan

penyebab, perjalanan klinik dan terapinya. Menurut ADA (2017) dilihat

dari etiologisnya DM dibagi menjadi empat jenis. Klasifikasinya telah

disahkan oleh WHO, yaitu: DM tipe I, DM tipe 2, DM gestasional

(diabetes kehamilan), dan DM tipe lainnya

1. Diabetes Melitus Tipe 1

DM tipe I atau biasa disebut dengan insulin dependent

(tergantung insulin) adalah yang menggunakan insulin karena

tubuhnya tidak dapat menghasilkan insulin. Pada DM tipe I, badan

kurang atau tidak menghasilkan insulin, terjadi karena masalah

genetic, virus, atau penyakit autoimun dan faktor lingkungan. DM

tipe I ini memerlukan injeksi insulin setiap hari (ADA, 2017).

Diabetes tipe I (sebelumnya dikenal sebagai ketergantungan

insulin) di mana pankreas gagal menghasilkan insulin yang penting

untuk kelangsungan hidup (WHO, 2016). DM tipe I biasanya terjadi

pada anak-anak atau masa dewasa muda, prevalensinya kurang lebih

5%-10% penderita dari kasus. Individu yang kekurangan insulin

hampir atau secara total dikatakan juga sebagai diabetes “juvenile

onset” atau “insulin dependent” atau “ketosis prone” karena tanpa

insulin terjadi kamatian dalam beberapa hari yang disebabkan oleh

ketoasidosis (Purnamasari, 2019).


11

2. Diabetes Melitus Tipe 2

Diabetes Melitus tipe 2 merupakan bentuk DM yang paling

seringditemukan. DM tipe 2 adalah penyakit hiperglikemi akibat

insensivitas sel terhadap insulin. Kadar insulin sedikit menurun atau

berada dalam rentang normal. Karena insulin tetap dihasilkan oleh

sel-sel beta pankreas, maka diabetes melitus tipe 2 dianggap

membutuhkan insulin sementara atau seterusnya (Suyono, 2017).

Diabetes Melitus Tipe 2 terjadi akibat resistensi insulin atau

gangguan sekresi insulin. Pada tipe 2 ini tidak selalu dibutuhkan

insulin, kadang-kadang cukup dengan diet dan antidiabetik oral

(Suyono, 2017). DM Tipe 2 adalah penyakit gangguan metabolik

yang di tandai oleh kenaikan gula darah akibat penurunan sekresi

insulin oleh sel beta pankreas dan atau ganguan fungsi insulin

(resistensi insulin) (Kemenkes RI, 2018).

DM tipe 2 dihasilkan dari penggunaan insulin yang tidak

efektif tubuh. DM tipe 2 (non-insulin-dependent) yang dihasilkan

dari ketidakmampuan tubuh untuk merespon dengan baik terhadap

kerja insulin yang diproduksi oleh pankreas. Sebagian besar DM tipe

2 merupakan hasil dari kelebihan berat badan dan kurangnya

aktivitas fisik (WHO, 2017).

3. Diabetes Gestasional

Diabetes ini hanya terjadi pada saat kehamilan dan menjadi

normal kembali satelah persalinan. Karena lebih dari 95% diabetes


12

adalah DM tipe 2 maka selanjutnya yang diperluas bahasannya

adalah DM tipe 2. Gestational diabetes adalah hiperglikemia dengan

nilai glukosa darah di atas normal tetapi di bawah diagnosis diabetes,

terjadi selama kehamilan (Soegondo & Sukardji, 2018).

4. Diabetus Tipe Lain.

Kelainan pada diabetes tipe lain ini adalah akibat kerusakan

atau kelainan fungsi kelenjar pangkreas yang dapat disebabkan oleh

bahan kimia, obat-obatan atau penyakit pada kelelnjar tersebut.

Penyebab diabetes tipe lain ini ditambahkan dengan penyakit

hormonal, kelainan insulin atau reseptornya, sindrom genetik

tertentu dan lain-lain yang belum diketahui (Setiawan, 2017).

2.1.3. Gejala Diabetes Melitus

Menurut Purnamasari (2019) terdapat 3 gejala yang ditimbulkan

akibat dari penyakit diabetes melitus, diantaranya yaitu poliuri (banyak

kencing), polidipsi (banyak minum), dan polifagi (banyak makan).

1. Poliuria

Yaitu penderita akan sering mengalami buang air kecil. Hal ini

terjadi karena adanya gangguan osmolaritas darah yang menumpuk

dan harus dibuang melalui buang air kecil.

2. Polidipsi

Yaitu dampak yang ditimbulkan dari poliuri (banyak kencing)

mengakibatkan penderita banyak mengeluarkan cairan dan akan


13

merasakan kehausan yang berlebih sehingga penderita menjadi lebih

banyak minum dari normalnya.

3. Polifagi

Yaitu penderita yang banyak mengeluarkan kalori karena sering

buang air kecil, mengakibatkan penderita akan sering merasakan

lapar yang luar biasa, sehingga penderita akan banyak makan dari

porsi biasanya.

Adapun gejala lain dari penyakit DM yang dapat dirasakan yaitu :

1. Turunnya berat bada.

2. Lemah atau somnolent

3. Penglihatan menjadi kabur

4. Luka yang lama sembuh

5. Kaki mudah kesemutan, sering merasa gatal atau terasa terbakar

6. Infeksi jamur pada saluran reproduksi perempuan

7. Impotensi pada laki-laki

2.1.4. Pencegahan Diabetes Melitus

Tindakan gaya hidup sederhana telah terbukti efektif dalam

mencegah atau menunda onset DM. Menurut WHO (2017) ada

beberapa pencegahan DM , yaitu :

1. Mencapai dan mempertahankan berat badan yang sehat;

2. Aktif secara fisik selama 30 menit secara reguler. Lebih banyak

aktivitas diperlukan untuk mengontrol berat badan

3. Makan diet sehat, hindari asupan gula dan lemak jenuh; dan
14

4. Hindari penggunaan tembakau - merokok meningkatkan risiko

diabetes dan penyakit kardiovaskular.

Menurut Garnadi (2017) Adapun upaya untuk mencegah

terjadinya diabetes terdiri dari tiga tahap diantaranya :

1. Pencegahan Primer

Pencegahan primer adalah mencegah orang normal dan

pengidap prediabetes agar tidak menjadi pengidap diabetes. Banyak

masyarakat yang tidak sadar bahwa dirinya mengidap prediabetes.

Prediabetes dapat dicegah agar tidak terjadi diabetes dengan

mengendalikan faktor risiko diabetes. Pencegahan dini dapat

dilakukan dengan menjaga berat badan dan kegemukan, olahraga

teratur, serta pengaturan pola makan yang baik.

2. Pencegahan Sekunder

Upaya pencegahan sekunder dilakukan dengan upaya untuh

mencegah timbulnya komplikasi diabetes. Upaya tersebut memiliputi

lima pilar yaitu; edukasi diabetes, mengatur pola makan, melakukan

aktivitas fisik dan olahraga dan minum obat hipoglikemik oral.

3. Pencegahab Tersier

Apabila pengidap diabetes sudah mengalami komplikasi

diabetes, maka tindakan pencegahannya adalah mencegah kecacatan

akibat berbagai komplikasi diabetes. Pengidap diabetes tetap harus

menjalani lima pilar pencegahan diabetes. Berbagai penyakit

komplikasi, seperti penyakit jantung korener, retinopeti diabetik,


15

atau nefropati diabetik harus diterapi oleh dokter agar tidak berlanjut

menjadi serangan jantung, kebutaan, atau kegagalan fungsi jantung.

2.1.5. Patofisiologi Diabetes Melitus

Diabetes melitus terjadi akibat tubuh kekurangan insulin secara

tidak mutlak. Hal ini menyebabkan tubuh defisiensi insulin serta

resistensi insulin perifer karena tubuh tidak mampu memproduksi

insulin yang cukup untuk memenuhi kebutuhan. Resistensi insulin

perifer dapat menyebabkan terjadinya kerusakan reseptor insulin

sehingga kinerja insulin menjadi tidak begitu efektif dalam mengantar

pesan biokimia ke sel-sel tubuh (Lingga, 2017)

Patofisiologi kerusakan sentral dari penyakit DM terjadi akibat

resistensi insulin pada otot, liver dan kegagalan sel beta pankreas serta

organ lain seperti: sel alpha pancreas (hiperglukagonemia), ginjal

(kenaikan absorbsi glukosa), otak (resistensi insulin), dan jaringan

lemak (meningkatnya lipolisis, gastrointestinal defisiensi incretin).

Resistensi insulin pada penderita DMT2 diikuti dengan penurunan

reaksi intrasel. Ada beberapa faktor yang diperkirakan memegang

peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin diantaranya faktor

yang dapat dimodifikasi dan faktor yang tidak dapat dimodifikasi

(Lingga, 2017).

2.1.6. Diagnosa Diabetes Melitus

Menurut Perkeni (2015) Diagnosis DM ditentukan dari

pemeriksaan kadar glukosa darah. Pemeriksaan glukosa darah yang


16

dianjurkan adalah dengan cara pemeriksaan glukosa secara enzimatik

terhadap plasma darah vena. Pemantauan hasil pengobatan dapat

dilakukan dengan cara pemeriksaan glukosa darah kapiler dengan

glukometer. Diagnosis tidak dapat ditegakkan atas dasar adanya

glukosuria. Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang DM.

Diagnosis dini dapat dicapai melalui tes gula darah yang relatif

murah. Pengobatan diabetes melibatkan diet dan aktivitas fisik bersama

denganmenurunkan glukosa darah dan tingkat faktor risiko lain yang

diketahui yang merusak pembuluh darah. Penghentian penggunaan

tembakau juga penting untuk menghindari komplikasi (WHO, 2016).

Penyakit DM dapat dicurigai apabila terdapat keluhan seperti :

1. Keluhan klasik DM: poliuria, polidipsia, polifagia dan penurunan

berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.

2. Keluhan lain: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan

disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulva pada wanita.

2.2. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Diabetes Mellitus

Menurut P2PTM Kemenkes (2019) faktor resiko diabetes mellitus

dibagi menjadi dua yaitu faktor yang tidak dapat dimodifiksi dan faktor

resiko yang dapat dimodifikasi. Faktor yang tidak dapat dimodifikasi yaitu

usia, riwayat keluarga dengan DM (anak penyandang DM) dan riwayat

melahirkan bayi dengan berat lahir bayi > 4000 gram atau pernah menderita

DM saat hamil (DM Gestasional). Sedangkan faktor resiko yang dapat


17

dimodifikasi yaitu berat badan lebih, aktifitas fisik yang kurang, merokok dan

hipertensi.

1. Faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi

a. Usia

Di negara berkembang penderita diabetes mellitus berumur antara

45-64 tahun dimana usia tergolong masih sangat produktif. Umur

merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kesehatan

(Soegondo, 2011).

Notoatmodjo (2012) mengungkapkan pada aspek psikologis dan

mental taraf berfikir seseorang semakin matang dan dewasa.

Menjelaskan bahwa makin tua umur seseorang maka proses

perkembangannya mental bertambah baik, akan tetapi pada umur

tertentu bertambahnya proses perkembangan mental ini tidak secepat

seperti ketika berumur belasan tahun.

b. Riwayat keluarga dengan DM (anak penyandang DM)

Menurut Hugeng dan Santos (2017), riwayat keluarga atau faktor

keturunan merupakan unit informasi pembawa sifat yang berada di

dalam kromosom sehingga mempengaruhi perilaku. Adanya kemiripan

tentang penyakit DM yang di derita keluarga dan kecenderungan

pertimbangan dalam pengambilan keputusan adalah contoh pengaruh

genetik.

Diabetes dapat menurun menurut sisilah keluarga yang

mengidap diabetes mellitus, karena kelainan gen yang mengakibatkan


18

tubuhnya tidak dapat menghasilkan insulin dengan baik. Diabetes tipe 2

lebih banyak terkait dengan faktor riwayat keluarga atau keturunan

dibandingkan diabetes tipe 1. Pada diabetes tipe 1, kemungkinan orang

terkena diabetes hanya 3-5% bila orangtua dan saudaranya adalah

pengidap diabetes. Namun, bila penderita diabetes mempunyai saudara

kembar satu telur (Indentical twins), kemungkinan saudaranya terkena

diabetes tipe 1 adalah 35-40% (Tandra, 2017).

Diabetes ada hubungannya dengan faktor keturunan. Berbicara

tentang keturunan (genetik), gen adalah faktor yang menentukan

pewarisan sifat-sifat tertentu dari seseorang kepada keturunannya.

Namun, dengan meningkatnya risiko yang dimiliki bukannya berarti

orang tersebut pasti akan menderita diabetes. Faktor keturunan

merupakan faktor penyebab pada resiko terjadinya Diabetes Melitus,

kondisi ini akan diperburuk dengan adanya gaya hidup yang buruk

(Sutanto, 2017).

Pada diabetes, bila saudara identical twins mengidap diabetes,

kemungkinan terkena diabetes adalah 90%. Bila salah satu orang tua

terkena diabetes, kemungkinannya 40% juga terkena. Apabila kedua

orangtua terkena diabetes, kemungkinan menderita diabetes lebih dari

50% (Tandra, 2017).

Responden yang memiliki keluarga dengan DM harus waspada.

Resiko menderita DM bila salah satu orang tuanya menderita DM


19

adalah sebesar 15%. Jika kedua orang-tuanya memiliki DM adalah 75%

(Diabetes UK, 2010).

c. Riwayat melahirkan bayi dengan berat lahir bayi > 4000 gram atau

pernah menderita DM saat hamil (DM Gestasional)

Pengaruh tidak langsung dimana pengaruh emosi dianggap

penting karena dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan dan pengobatan.

Aturan diit, pengobatan dan pemeriksaan sehingga sulit dalam

mengontrol kadarbula darahnya dapat memengaruhi emosi penderita

(Nabil, 2012).

2. Faktor resiko yang dapat dimodifikasi

a. Berat Badan Lebih (Overweight)

Kegemukan adalah faktor risiko yang paling penting untuk

diperhatikan. Sebab, melonjaknya angka kejadian diabetes tipe 2 sangat

terkait dengan obesitas. Lebih dari 8 diantara 10 penderita diabetes tipe

2 adalah mereka yang overweight. Makin banyak jaringan lemak,

jaringan tubuh, dan otot akan semakin resisten terhadap kerja

insulinterutama bila lemak tubuh atau kelebihan berat badan terkumpul

di daerah sentral atau perut (central obesity). Lemak ini akan

memblokir kerja insulin sehingga gula tidak dapat diangkut ke dalam

sel dan menumpuk dalam peredaran darah (Tandra, 2017).

Obesitas didefinisikan sebagai kumulasi lemak abnormal atau

berlebihan yang dapat mengganggu kesehatan (WHO, 2016). Salah satu

faktor yang mempengaruhi timbulnya kadar gula darah yang tinggi atau
20

diabetes adalah obesitas, terutama yang bersifat sentral (Sari, 2017).

Obesitas sentral secara bermakna berhubungan dengan sindrom

dismetabolik (dislipidemia, hiperglikemia, hipertensi), yang didasari

oleh resistensi insulin. Obesitas sentral adalah suatu keadaan dimana

adanya akumulasi lemak intraabdominal dan subkutan yang terjadi di

daerah abdomen yang dapat menyebabkan resistensi insulin (penurunan

kerja insulin pada jaringan sasaran) sehingga glukosa sulit untuk

memasuki sel dan menyebabkan kadar glukosa darah meningkat

(Yuhara, 2016).

Orang gemuk dengan Indeks Massa Tubuh (IMT) di atas 25,

tiap peningkatan IMT 1 angka akan mempunyai kecenderungan

menjadi kencing manis sebesar 25%. Dengan bertambahnya ukuran

lingkaran perut dan panggul, terutama pada obesitas tipe sentral atau

androit, menimbulkan resistensi insulin, suatu keadaan dimana insulin

tidak dapat bekerja dengan baik, maka terjadilah kencing manis

(Manganti, 2017).

Menurut WHO (2016) seseorang dikatakan obesitas apabila

IMT lebih dari 30 Kg/m2.

1) Bila IMT < 18,5 Kg/m2 di golongkan dalam klasifikasi badan kurus

2) Bila IMT antara 18,5-24,9 Kg/m2 di golongkan dalam klasifikasi

berat badan normal

3) Bila IMT antara 25-29,9 Kg/m2 di golongkan dalam klasifikasi

Overweight
21

4) Bila IMT antara 30-34,9 Kg/m2 di golongkan dalam klasifikasi berat

badan obesitas ringan

5) Bila IMT antara 35-39,9 Kg/m2 di golongkan dalam klasifikasi berat

badan obesitas sedang

6) Bila IMT antara ≥40 Kg/m2 di golongkan dalam klasifikasi berat

badan obesitas berat.

7) Menurut WHO (2016), pengunaan IMT hanya berlaku untuk orang

dewasa berumur di atas 18 tahun. Nilai IMT dihitung menurut

rumus:

Berat Badan( Kg)


Indeks Masa Tubuh=
Tinggi Badan(m)2
Sumber: WHO (2016)

Menurut Nabil (2012), ada beberapa hal yang dapat dilakukan

untuk mengurangi berat badan yaitu :

1) Makan dengan porsi yang lebih kecil

2) Ketika makan diluar rumah, berikan sebagian porsi untuk anda untuk

teman atau anggota keluarga yang lain.

3) Awali dengan makan buah atau sayuran setiap kali anda makan.

4) Ganti snack tinggi kalori dan tinggi lemak dengan snack yang lebih

sehat

b. Aktifitas Fisik Kurang

Menurut WHO aktifitas fisik (physical activity) merupakan

gerakan tubuh yang dihasilkan otot rangka yang memerlukan

pengeluaran energi. Aktifitas fisik melibatkan proses biokimia dan


22

biomekanik. Aktifitas fisik dapat dikelompokkan berdasarkan tipe dan

intensitasnya. Seringkali orang menukarkan istilah aktifitas fisik dengan

latihan olahraga atau exercise. Secara definisi latihan olahraga

(exercise) merupakan bagian dari aktifitas fisik atau dapat dikatakan

latihan olahraga (exercise) adalah aktifitas fisik yang terencana,

terstruktur, berulang dan bertujuan untuk memelihara kebugaran fisik

(Welis & Rifki, 2013).

Menurut Nabil (2012) melakukan kegiatan fisik dan olahraga

secara teratur sangat bermanfaat bagi setiap orang karena dapat

meningkatkan kebugaran, mencegah kelebihan berat badan,

meningkatkan fungsi jantung, paru dan otot serta memperlambat proses

penuaan. Olahraga harus dilakkan secara teratur. Macam dan takaran

olahraga berbeda menurut usia, jenis kelamin, jenis pekerjaan dan

kondisi kesehatan. Jika pekerjaan sehari-hari seseorang kurang

memungkinkan gerak fisik, upayakan berolahraga secara teratur atau

melakukan kegiatan lain yang setara. Kurang gerak atau hidup santai

merupakan faktor pencetus diabetes.

Sudah banyak penelitian yang membuktikan bahwa aktifitas

fisik dengan intensitas tertentu memberikan banyak manfaat untuk

kesehatan. Perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi telah

menciptakan berbagai fasilitas yang memberikan kemudahan-

kemudahan kepada manusia, sehingga meminimalkan pengeluaran

energi. Seiring dengan perkembangan tekhnologi tersebut, dewasa ini


23

prevalensi penyakit-penyakit yang terkait dengan rendahnya aktifitas

fisik semakin meningkat. Secara umum hasil studi diberbagai negara

menyebutkan bahawa aktfitas fisik yang memadai bermanfaat untuk

kesehatan terutama mengurangi resiko penyakit-penyakit kronis seperti

penyakit jantung, stroke, diabetes mellitus tipe 2, obesitas dan gizi

lebih, penyakit kanker payudara, kanker kolon serta depresi. Secara

umum manfaat aktifitas fisk dapat disimpulkan yaitu (Welis & Rifki,

2013) :

1) Manfaat fisik/biologis meliputi : menjaga tekanan darah tetap stabil

dalam batas normal, meningkatkan daya tahan tubuh terhadap

penyakit, menjaga berat badan ideal, menguatkan tulang dan otot,

meningkatkan kelenturan tubuh, dan meningkatkan kebugaran

tubuh.;

2) Manfaat aktifitas fisik secara psikis/mental dapat : mengurangi

stress, meningkatkan rasa percaya diri, membangun rasa sportifitas,

memupuk tanggung jawab, dan membangun kesetiakawanan sosial.

Aktivitas fisik memiliki tiga tingkatan yaitu, aktivitas fisik berat

adalah kegiatan yang secara terus menerus melakukan aktivitas fisik

selama 10 menit sampai meningkatnya denyut nadi dan nafas lebih cepat

dari biasanya (misalnya menimba air, mendaki gunung, lari cepat,

menebang pohon, mencangkul, dan lain-lain) selama minimal tiga hari

dalam satu minggu dan total waktu beraktivitas ≥ 1500 MET minute,

aktivitas sedang yaitu apabila melakukan aktivitas fisik sedang


24

(menyapu, mengepel,dll) minimal lima hari atau lebih dengan total

lamanya beraktivitas 150 menit dalam satu minggu, aktivitas ringan

adalah selain dari aktivitas tersebut (Riskesdas, 2013).

c. Merokok

Penyakit dan tingginya angka kematian (Hariadi S, 2018). Hasil

uji statistik menunjukkan ada hubungan antara merokok dengan

kejadian DM tipe (p = 0,000). Hal ini sejalan dengan penelitian oleh

Houston yang juga mendapatkan bahwa perokok aktif memiliki risiko

76% lebih tinggi terserang DM Tipe 2 dibanding dengan yang tidak

(Irawan, 2010). Dalam asap rokok terdapat 4.000 zat kimia berbahaya

untuk kesehatan, dua diantaranya adalah nikotin yang bersifat adiktif

dan yang bersifat karsinogenik.

d. Hipertensi (TD > 140/90 mmHg)

Jika tekanan darah tinggi, maka jantung akan bekerja lebih keras

dan resiko untuk penyakit jantung dan diabetes pun lebih tinggi.

Seseorang dikatakan memiliki tekanan darah tinggi apabila berada

dalam kisaran > 140/90 mmHg. Karena tekanan darah tinggi sering kali

tidak disadari, sebaiknya selalu memeriksakan tekanan darah setiap kali

melakukan pemeriksaan rutin (Nabil, 2012).

2.3 Kerangka Teori

Kajian penelitian ini berlandaskan pada beberapa teori utama yang

merupakan penjelasan atas faktor yang berkaitan dengan Diabetes Melitus.


25

Secara garis besar faktor-faktor terkait dapat memiliki hubungan secara

internal maupun eksternal pada responden. Berdasarkan teori-teori yang telah

dikemukakan dalam tinjauan pustaka terdapat beberapa faktor yang berkaitan

dengan Diabetes Melitus.

Kemenkes RI (2019) Faktor berhubungan


dengan Diabetes Mellitus

Faktor resiko tidak dapat Faktor resiko dapat


dimodifikasi : dimodifikasi :
a. Usia a. Berat Badan Lebih
b. Aktifitas fisik
b. Riwayat Keluarga
dengan DM c. Merokok
d. Hipertensi
c. Riwayat Melahirkan Bayi
dengan berat lahir bayi >
4000 gram

Diabetes Mellitus

Keterangan

: Yang diteliti

: Yang tidak diteliti

Anda mungkin juga menyukai