Anda di halaman 1dari 66

TUGAS TERSTRUKTUR

KEPERAWATAN KELUARGA

(PERTEMUAN 15)

ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA DENGAN MASALAH KESEHATAN YANG LAZIM


DI INDONESIA

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 3

YURIANA NDURU EKA MAIMAN

LAWRENCEA PERDANA AYU FIDDINI

SUPITRI HANDAYANI SUCI ANISA

ESTER RIA SIMARMATA

TINGKAT III SEMESTER VI

PROGRAM SUDI S1 KEPERAWATAN

UNIVERSITAS IMELDA MEDAN

T.A 2020/2021
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah 


Diabetes Mellitus (DM) merupakan salah satu masalah kesehatan yang berdampak pada
produktivitas dan dapat menurunkan Sumber Daya Manusia. Penyakit ini tidak hanya berpengaruh secara
individu, tetapi sistem kesehatan suatu negara. Walaupun belum ada survei nasional, sejalan dengan
perubahan gaya hidup termasuk pola makan masyarakat Indonesia diperkirakan penderita
          DM ini semakin meningkat, terutama pada kelompok umur dewasa keatas pada seluruh status sosial
ekonomi. Saat ini upaya penanggulangan penyakit DM belum menempati skala prioritas utama dalam
pelayanan kesehatan, walaupun diketahui dampak negatif yang ditimbulkannya cukup besar antara lain
komplikasi kronik pada penyakit jantung kronis, hipertensi, otak, system saraf, hati, mata dan ginjal.
DM atau kencing manis adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh
peningkatan kadar gula dalam darah (hiperglikemi) akibat kekurangan hormon insulin baik absolut maupun
relatif. Absolut berarti tidak ada insulin sama sekali sedangkan relatif berarti jumlahnya cukup/memang
sedikit tinggi atau daya kerjanya kurang. Hormon Insulin dibuat dalam pancreas. Ada 2 macam type DM :
DM type I. atau disebut DM yang tergantung pada insulin. DM ini disebabkan akibat kekurangan
insulin dalam darah yang terjadi karena
kerusakan dari sel beta pancreas. Gejala yang menonjol adalah terjadinya sering kencing (terutama malam
hari), sering lapar dan sering haus, sebagian besar penderita DM type ini berat badannya normal atau
kurus. Biasanya terjadi pada usia muda dan memerlukan insulin seumur hidup.
          DM type II atau disebut DM yang tak tergantung pada insulin. DM ini disebabkan insulin yang ada
tidak dapat bekerja dengan baik, kadar
insulin dapat normal, rendah atau bahkan bahkan meningkat tetapi fungsi insulin untuk metabolisme
glukosa tidak ada/kurang. Akibatnya glukosa dalam darah tetap tinggi sehingga terjadi hiperglikemia, 75%
dari penderita DM type II dengan obersitas atau ada sangat kegemukan dan biasanya diketahui DM setelah
usia 30 tahun.
DM tipe 3 atau disebut Diabetes mellitus gestasional (bahasa Inggris: gestational diabetes, insulin-
resistant type 1 diabetes, double diabetes, type 2 diabetes which has progressed to require injected insulin,
latent autoimmune diabetes of adults, type 1.5" diabetes, type 3 diabetes, LADA) atau diabetes melitus yang
terjadi hanya selama kehamilan dan pulih setelah melahirkan, dengan keterlibatan interleukin-6 dan protein
reaktif C pada lintasan patogenesisnya. GDM mungkin dapat merusak kesehatan janin atau ibu, dan sekitar
20–50% dari wanita penderita GDM bertahan hidup

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atasdapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut.
1. Apa pengertian Diabetes Militus(DM)?
2. Apa saja type Diabetes Militus?
3. Apa saja tanda – tanda dan gejala Diabetes Militus?
4. Apa saja faktor penyebab Diabetes Militus?
5. Bagaimana cara pengobatan dan penangan Diabetes Militus?
6. Bagaimana hubungan Diabetes Militus dengan anggota tubuh?
1.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah  di atas, tujuan yang dicapai dari penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui  pengertian Diabetes Militus
2. Untuk mengetahui apa saja type Diabetes Militus
3. Untuk mengetahui apa saja tanda – tanda dan gejala Diabetes Militus
4. Untuk mengetahui apa saja faktor penyebab Diabetes Militus?
5. Untuk mengetahui cara pengobatan dan penangan Diabetes Militus
6. Untuk mengetahui hubungan Diabetes Militus dengan anggota tubuh

BAB II
TINJAUAN TEORITIS
           
2.1 Pengertian Diabetes Militus
Diabetes mellitus, DM (bahasa Yunani: διαβαίνειν, diabaínein, tembus atau pancuran air) (bahasa
Latin: mellitus, rasa manis) yang juga dikenal di Indonesia dengan istilah penyakit kencing
gula adalah kelainan metabolis yang disebabkan oleh banyak faktor,
dengan simtoma berupa hiperglisemia kronis dan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein,
sebagai akibat dari:
- defisiensi sekresi hormon insulin, aktivitas insulin, atau keduanya
- defisiensi transporter glukosa.
- atau keduanya.
Berbagai penyakit, sindrom dan simtoma dapat terpicu oleh diabetes mellitus, antara
lain: Alzheimer, ataxia-telangiectasia, sindrom Down, penyakit Huntington, kelainan mitokondria, distrofi
miotonis, penyakit Parkinson, sindrom Prader-Willi, sindrom
Werner, sindrom wolfram, leukoaraiosis, demensia, hipotiroidisme, hipertiroidisme, hipogonadisme, dan la
in-lain.
DM yaitu kelainan metabolik akibat dari kegagalan pankreas untuk mensekresi insulin (hormon
yang responsibel terhadap pemanfaatan glukosa) secara adekuat. Akibat yang umum adalah terjadinya
hiperglikemia.
DM merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kelainan kadar glukosa dalam darah
atau hiperglikemia yang disebabkan defisiensi insulin atau akibat kerja insulin yang tidak adekuat (Brunner
& Suddart).
Kadar gula darah sepanjang hari bervariasi, meningkat setelah makan dan kembali normal dalam
waktu 2 jam. Kadar gula darah yang normal pada pagi hari setelah malam sebelumnya berpuasa adalah 70-
110 mg/dL darah. Kadar gula darah biasanya kurang dari 120-140 mg/dL pada 2 jam setelah makan atau
minum cairan yang mengandung gula maupun karbohidrat lainnya.

2.2 Type – type Diabetes Militus


Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengklasifikasikan bentuk diabetes mellitus berdasarkan
perawatan dan simtoma:
1. Diabetes tipe 1, yang meliputi simtoma ketoasidosis hingga rusaknya sel beta di
dalam pankreas yang disebabkan atau menyebabkan autoimunitas, dan bersifat idiopatik. Diabetes mellitus
dengan patogenesis jelas, seperti fibrosis sistik atau defisiensi mitokondria, tidak termasuk pada
penggolongan ini.
2. Diabetes tipe 2, yang diakibatkan oleh defisiensi sekresi insulin, seringkali disertai dengan sindrom
resistansi insulin
3. Diabetes gestasional, yang meliputi gestational impaired glucose tolerance, dan menurut tahap
klinis tanpa pertimbangan patogenesis, dibuat menjadi:
- Insulin requiring for survival diabetes, seperti pada kasus defisiensi peptida-C.
- Insulin requiring for control diabetes. Pada tahap ini, sekresi insulin endogenus tidak cukup
untuk mencapai gejala normoglicemia, jika tidak disertai dengan tambahan hormon dari
luar tubuh.
- Not insulin requiring diabetes.
1. Diabetes mellitus tipe 1
Diabetes mellitus tipe 1, diabetes anak-anak (bahasa Inggris: childhood-onset diabetes, juvenile
diabetes, insulin-dependent diabetes mellitus, IDDM) adalah diabetes yang terjadi karena
berkurangnya rasio insulin dalam sirkulasi darah akibat hilangnya sel beta penghasil insulin
pada pulau-pulau Langerhans pankreas. IDDM dapat diderita oleh anak-anak maupun orang
dewasa.
Sampai saat ini IDDM tidak dapat dicegah dan tidak dapat disembuhkan, bahkan
dengan diet maupun olah raga. Kebanyakan penderita diabetes tipe 1 memiliki kesehatan dan berat
badan yang baik saat penyakit ini mulai dideritanya. Selain itu, sensitivitas maupun respons tubuh
terhadap insulin umumnya normal pada penderita diabetes tipe ini, terutama pada tahap awal.
Penyebab terbanyak dari kehilangan sel beta pada diabetes tipe 1 adalah kesalahan
reaksi autoimunitas yang menghancurkan sel beta pankreas. Reaksi autoimunitas tersebut dapat
dipicu oleh adanya infeksi pada tubuh.
Saat ini, diabetes tipe 1 hanya dapat diobati dengan menggunakan insulin, dengan pengawasan
yang teliti terhadap tingkat glukosa darah melalui alat monitor pengujian darah. Pengobatan dasar
diabetes tipe 1, bahkan untuk tahap paling awal sekalipun, adalah penggantian insulin. Tanpa
insulin, ketosis dan diabetic ketoacidosis bisa menyebabkan koma bahkan bisa mengakibatkan
kematian. Penekanan juga diberikan pada penyesuaian gaya hidup (diet dan olahraga). Terlepas dari
pemberian injeksi pada umumnya, juga dimungkinkan pemberian insulin melalui pump, yang
memungkinkan untuk pemberian masukan insulin 24 jam sehari pada tingkat dosis yang telah
ditentukan, juga dimungkinkan pemberian dosis (a bolus) dari insulin yang dibutuhkan pada saat
makan. Serta dimungkinkan juga untuk pemberian masukan insulin melalui "inhaled powder".
Perawatan diabetes tipe 1 harus berlanjut terus. Perawatan tidak akan memengaruhi aktivitas-
aktivitas normal apabila kesadaran yang cukup, perawatan yang tepat, dan kedisiplinan dalam
pemeriksaan dan pengobatan dijalankan. Tingkat Glukosa rata-rata untuk pasien diabetes tipe 1
harus sedekat mungkin ke angka normal (80-120 mg/dl, 4-6 mmol/l. Beberapa dokter menyarankan
sampai ke 140-150 mg/dl (7-7.5 mmol/l) untuk mereka yang bermasalah dengan angka yang lebih
rendah, seperti "frequent hypoglycemic events".Angka di atas 200 mg/dl (10 mmol/l) seringkali
diikuti dengan rasa tidak nyaman dan buang air kecil yang terlalu sering sehingga menyebabkan
dehidrasi. Angka di atas 300 mg/dl (15 mmol/l) biasanya membutuhkan perawatan secepatnya dan
dapat mengarah ke ketoasidosis. Tingkat glukosa darah yang rendah, yang disebut hipoglisemia,
dapat menyebabkan kehilangan kesadaran.
2. Diabetes mellitus tipe 2
Diabetes mellitus tipe 2 (bahasa Inggris: adult-onset diabetes, obesity-related diabetes, non-
insulin-dependent diabetes mellitus, NIDDM) merupakan tipe diabetes mellitus yang terjadi bukan
disebabkan oleh rasio insulin di dalam sirkulasi darah, melainkan merupakan kelainan metabolisme
yang disebabkan oleh mutasi pada banyak gen, termasuk yang mengekspresikan disfungsi sel β,
gangguan sekresi hormon insulin, resistansi sel terhadap insulin yang disebabkan oleh
disfungsi GLUT10 dengan kofaktor hormon resistin yang menyebabkan sel jaringan, terutama pada
hati menjadi kurang peka terhadap insulinserta RBP4 yang menekan penyerapan glukosa oleh otot
lurik namun meningkatkan sekresi gula darah oleh hati. Mutasi gen tersebut sering terjadi
pada kromosom 19 yang merupakan kromosom terpadat yang ditemukan pada manusia.
Pada NIDDM ditemukan ekspresi SGLT1 yang tinggi, rasio RBP4 dan hormon resistin yang
tinggi, peningkatan laju metabolisme glikogenolisis dan glukoneogenesis pada hati, penurunan
laju reaksi oksidasi dan peningkatan laju reaksi esterifikasi pada hati.
Pada tahap awal kelainan yang muncul adalah berkurangnya sensitifitas terhadap insulin, yang
ditandai dengan meningkatnya kadar insulin di dalam darah. Hiperglisemia dapat diatasi
dengan obat anti diabetes yang dapat meningkatkan sensitifitas terhadap insulin atau mengurangi
produksi glukosa dari hepar, namun semakin parah penyakit, sekresi insulin pun semakin
berkurang, dan terapi dengan insulin kadang dibutuhkan. Ada beberapa teori yang menyebutkan
penyebab pasti dan mekanisme terjadinya resistensi ini, namun obesitas sentral diketahui sebagai
faktor predisposisi terjadinya resistensi terhadap insulin, dalam kaitan dengan pengeluaran
dari adipokines ( nya suatu kelompok hormon) itu merusak toleransi glukosaObesitas ditemukan di
kira-kira 90% dari pasien dunia dikembangkan diagnosis dengan jenis 2 kencing manis. Faktor lain
meliputi mengeram dan sejarah keluarga, walaupun di dekade yang terakhir telah terus meningkat
mulai untuk memengaruhi anak remaja dan anak-anak.
Diabetes tipe 2 dapat terjadi tanpa ada gejala sebelum hasil diagnosis. Diabetes tipe 2 biasanya,
awalnya, diobati dengan cara perubahan aktivitas fisik (olahraga), diet (umumnya pengurangan
asupan karbohidrat), dan lewat pengurangan berat badan. Ini dapat memugar kembali kepekaan
hormon insulin, bahkan ketika kerugian berat/beban adalah rendah hati,, sebagai contoh, di sekitar 5
kg ( 10 sampai 15 lb), paling terutama ketika itu ada di deposito abdominal yang gemuk. Langkah
yang berikutnya, jika perlu,, perawatan dengan lisan [antidiabetic drugs. [Sebagai/Ketika/Sebab]
produksi hormon insulin adalah pengobatan pada awalnya tak terhalang, lisan ( sering yang
digunakan di kombinasi) kaleng tetap digunakan untuk meningkatkan produksi hormon insulin
( e.g., sulfonylureas) dan mengatur pelepasan/release yang tidak sesuai tentang glukosa oleh hati
( dan menipis pembalasan hormon insulin sampai taraf tertentu ( e.g., metformin), dan pada
hakekatnya menipis pembalasan hormon insulin ( e.g., thiazolidinediones). Jika ini gagal, ilmu
pengobatan hormon insulin akan jadilah diperlukan untuk memelihara normal atau dekat tingkatan
glukosa yang normal. Suatu cara hidup yang tertib tentang cek glukosa darah direkomendasikan
dalam banyak kasus, paling terutama sekali dan perlu ketika mengambil kebanyakan pengobatan.
Sebuah zat penghambat dipeptidyl peptidase 4 yang disebut sitagliptin, baru-baru ini
diperkenankan untuk digunakan sebagai pengobatan diabetes mellitus tipe 2. Seperti zat
penghambat dipeptidyl peptidase 4 yang lain, sitagliptin akan membuka peluang bagi
perkembangan sel tumor maupun kanker.
Sebuah fenotipe sangat khas ditunjukkan oleh NIDDM pada manusia adalah
defisiensi metabolisme oksidatif di dalam mitokondria pada otot lurik. Sebaliknya, hormon tri-
iodotironina menginduksi biogenesis di dalam mitokondria dan meningkatkan sintesis ATP sintase
pada kompleks V, meningkatkan aktivitas sitokrom c oksidase pada kompleks IV,
menurunkan spesi oksigen reaktif, menurunkan stres oksidatif, sedang hormon melatonin akan
meningkatkan produksi ATP di dalam mitokondria serta meningkatkan aktivitas respiratory chain,
terutama pada kompleks I, III dan IV. Bersama dengan insulin, ketiga hormon ini membentuk
siklus yang mengatur fosforilasi oksidatif mitokondria di dalam otot lurik. Di sisi
lain, metalotionein yang menghambat aktivitas GSK-3beta akan mengurangi risiko defisiensi otot
jantung pada penderita diabetes.
Simtoma yang terjadi pada NIDDM dapat berkurang dengan dramatis, diikuti dengan
pengurangan berat tubuh, setelah dilakukan bedah bypass usus. Hal ini diketahui sebagai akibat dari
peningkatan sekresi hormon inkretin, namun para ahli belum dapat menentukan apakah metoda ini
dapat memberikan kesembuhan bagi NIDDM dengan perubahan homeostasis glukosa.
Pada terapi tradisional, flavonoid yang mengandung senyawa hesperidin dan naringin, diketahui
menyebabkan :
- peningkatan mRNA glukokinase,
- peningkatan ekspresi GLUT4 pada hati dan jaringan
- peningkatan pencerap gamma proliferator peroksisom
- peningkatan rasio plasma hormon insulin, protein C dan leptin
- penurunan ekspresi GLUT2 pada hati
- penurunan rasio plasma asam lemak dan kadar trigliserida pada hati
- penurunan rasio plasma dan kadar kolesterol dalam hati, antara lain dengan
menekan     3-hydroxy-3-methylglutaryl-coenzyme reductase, asil-KoA, kolesterol
asiltransferase
- penurunan oksidasi asam lemak di dalam hati dan aktivitas karnitina palmitoil, antara
lain dengan mengurangi sintesis glukosa-6 fosfatase dehidrogenase dan fosfatidat
fosfohidrolase
- meningkatkan laju lintasan glikolisis dan/atau menurunkan laju lintasan glukoneogenesis
sedang naringin sendiri,
menurunkan transkripsi mRNA fosfoenolpiruvat karboksikinase dan glukosa-6
fosfatase di dalam hati.
Hesperidin merupakan senyawa organik yang banyak ditemukan pada buah jenis jeruk,
sedang naringin banyak ditemukan pada buah jenis anggur.
3. Diabetes mellitus tipe 3
Diabetes mellitus gestasional (bahasa Inggris: gestational diabetes, insulin-resistant type 1
diabetes, double diabetes, type 2 diabetes which has progressed to require injected insulin, latent
autoimmune diabetes of adults, type 1.5" diabetes, type 3 diabetes, LADA) atau diabetes melitus
yang terjadi hanya selama kehamilan dan pulih setelah melahirkan, dengan keterlibatan interleukin-
6 dan protein reaktif C pada lintasan patogenesisnya.[29] GDM mungkin dapat merusak kesehatan
janin atau ibu, dan sekitar 20–50% dari wanita penderita GDM bertahan hidup.
Diabetes melitus pada kehamilan terjadi di sekitar 2–5% dari semua kehamilan. GDM
bersifat temporer dan dapat meningkat maupun menghilang setelah melahirkan. GDM dapat
disembuhkan, namun memerlukan pengawasan medis yang cermat selama masa kehamilan.
Meskipun GDM bersifat sementara, bila tidak ditangani dengan baik dapat membahayakan
kesehatan janin maupun sang ibu. Resiko yang dapat dialami oleh bayi meliputi makrosomia (berat
bayi yang tinggi/diatas normal), penyakit jantung bawaan dan kelainan sistem saraf pusat, dan cacat
otot rangka. Peningkatan hormon insulin janin dapat menghambat produksi surfaktan janin dan
mengakibatkan sindrom gangguan pernapasan. Hyperbilirubinemia dapat terjadi akibat kerusakan
sel darah merah. Pada kasus yang parah, kematian sebelum kelahiran dapat terjadi, paling umum
terjadi sebagai akibat dari perfusi plasenta yang buruk karena kerusakan vaskular. Induksi
kehamilan dapat diindikasikan dengan menurunnya fungsi plasenta. Operasi sesar dapat akan
dilakukan bila ada tanda bahwa janin dalam bahaya atau peningkatan resiko luka yang berhubungan
dengan makrosomia, seperti distosia bahu.
2.3 Tanda dan gejala Diabetes Militus
Tanda awal yang dapat diketahui bahwa seseorang menderita DM atau kencing manis yaitu dilihat
langsung dari efek peningkatan kadar gula darah, dimana peningkatan kadar gula dalam darah mencapai
nilai 160 - 180 mg/dL dan air seni (urine) penderita kencing manis yang mengandung gula (glucose),
sehingga urine sering dilebung atau dikerubuti semut.
Penderita kencing manis umumnya menampakkan tanda dan gejala dibawah ini meskipun tidak
semua dialami oleh penderita :

1. Jumlah urine yang dikeluarkan lebih banyak (Polyuria)


2. Sering atau cepat merasa haus/dahaga (Polydipsia)
3. Lapar yang berlebihan atau makan banyak (Polyphagia)
4. Frekwensi urine meningkat/kencing terus (Glycosuria)
5. Kehilangan berat badan yang tidak jelas sebabnya
6. Kesemutan/mati rasa pada ujung syaraf ditelapak tangan & kaki
7. Cepat lelah dan lemah setiap waktu
8. Mengalami rabun penglihatan secara tiba-tiba
9. Apabila luka/tergores (korengan) lambat penyembuhannya
10. Mudah terkena infeksi terutama pada kulit.
2.3 Faktor penyebab Diabetes Militus
Penyakit diabetes bisa disebabkan oleh beberapa faktor pemicu,diantaranya:
- Pola makan
Makan secara berlebihan dan melebihi jumlah kadar kalori yang dibutuhkan oleh tubuh dapat
memacu timbulnya diabetes mellitus. konsumsi makan yang berlebihan dan tidak diimbangi dengan
sekresi insulin dalam jumlah yang memadai dapat menyebabkan kadar gula dalam darah meningkat
dan pastinya akan menyebabkan diabetes melitus.
- Obesitas (kegemukan)
Orang gemuk dengan berat badan lebih dari 90 kg cenderung memiliki peluang lebih besar untuk
terkena penyakit diabetes militus. Sembilan dari sepuluh orang gemuk berpotensi untuk terserang
diabetes mellitus.
- Faktor genetis
Diabetes mellitus dapat diwariskan dari orang tua kepada anak. Gen penyebab diabetes mellitus
akan dibawa oleh anak jika orang tuanya menderita diabetes mellitus. Pewarisan gen ini dapat
sampai ke cucunya bahkan cicit walaupun resikonya sangat kecil.
- Bahan-bahan kimia dan obat-obatan
Bahan-bahan kimia dapat mengiritasi pankreas yang menyebabkan radang pankreas, radang pada
pankreas akan mengakibatkan fungsi pankreas menurun sehingga tidak ada sekresi hormon-hormon
untuk proses metabolisme tubuh termasuk insulin. Segala jenis residu obat yang terakumulasi
dalam waktu yang lama dapat mengiritasi pankreas.
- Penyakit dan infeksi pada pancreas
Infeksi mikroorganisme dan virus pada pankreas juga dapat menyebabkan radang pankreas yang
otomatis akan menyebabkan fungsi pankreas turun sehingga tidak ada sekresi hormon-hormon
untuk proses metabolisme tubuh termasuk insulin. Penyakit seperti kolesterol tinggi dan
dislipidemia dapat meningkatkan resiko terkema diabetes mellitus.
- Pola hidup
Pola hidup juga sangat mempengaruhi faktor penyebab diabetes mellitus. Jika orang malas berolah
raga memiliki resiko lebih tinggi untuk terkena penyakit diabetes mellitus karena olah raga
berfungsi untuk membakar kalori yang berlebihan di dalam tubuh. Kalori yang tertimbun di dalam
tubuh merupakan faktor utama penyebab diabetes mellitus selain disfungsi pankreas. Badan
Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan, kasus diabetes di negara-negara Asia akan naik hingga 90
persen dalam 20 tahun ke depan. “Dalam 10 tahun belakangan, jumlah penderita diabetes di Hanoi,
Vietnam, berlipat ganda. Sebabnya? Di kota ini, masyarakatnya lebih memilih naik motor
dibanding bersepeda,” kata Dr Gauden Galea, Penasihat WHO untuk Penyakit Tidak Menular di
Kawasan Pasifik Barat. Kesimpulannya, mereka yang sedikit aktivitas fisik memiliki risiko obesitas
lebih tinggi dibanding mereka yang rajin bersepeda, jalan kaki, atau aktivitas lainnya.
- Teh manis
Penjelasannya sederhana. Tingginya asupan gula menyebabkan kadar gula darah melonjak tinggi.
Belum risiko kelebihan kalori. Segelas teh manis kira-kira mengandung 250-300 kalori (tergantung
kepekatan). Kebutuhan kalori wanita dewasa rata-rata adalah 1.900 kalori per hari (tergantung
aktivitas). Dari teh manis saja kita sudah dapat 1.000-1.200 kalori. Belum ditambah tiga kali makan
nasi beserta lauk pauk. Patut diduga kalau setiap hari kita kelebihan kalori. Ujungnya: obesitas dan
diabetes.
- Gorengan
Karena bentuknya kecil, satu gorengan tidak cukup buat kita. Padahal gorengan adalah salah satu
faktor risiko tinggi pemicu penyakit degeneratif, seperti kardiovaskular, diabetes melitus, dan
stroke. Penyebab utama penyakit kardiovaskular (PKV) adalah adanya penyumbatan pembuluh
darah koroner, dengan salah satu faktor risiko utamanya adalah dislipidemia. Dislipidemia adalah
kelainan metabolisme lipid yang ditandai dengan peningkatan kadar kolesterol total, LDL
(kolesterol jahat) dan trigliserida, serta penurunan kadar HDL (kolesterol baik) dalam darah.
Meningkatnya proporsi dislipidemia di masyarakat disebabkan kebiasaan mengonsumsi berbagai
makanan rendah serat dan tinggi lemak, termasuk gorengan.
- Suka ngemil
Kita mengira dengan membatasi makan siang atau malam bisa menghindarkan diri dari obesitas dan
diabetes. Karena belum kenyang, perut diisi dengan sepotong atau dua potong camilan seperti
biskuit dan keripik kentang. Padahal, biskuit, keripik kentang, dan kue-kue manis lainnya
mengandung hidrat arang tinggi tanpa kandungan serta pangan yang memadai. Semua makanan itu
digolongkan dalam makanan dengan glikemik indeks tinggi. Sementara itu, gula dan tepung yang
terkandung di dalamnya mempunyai peranan dalam menaikkan kadar gula dalam darah.
- Kurang tidur.
Jika kualitas tidur tidak didapat, metabolisme jadi terganggu. Hasil riset para ahli dari University of
Chicago mengungkapkan, kurang tidur selama 3 hari mengakibatkan kemampuan tubuh memproses
glukosa menurun drastis. Artinya, risiko diabetes meningkat. Kurang tidur juga dapat merangsang
sejenis hormon dalam darah yang memicu nafsu makan. Didorong rasa lapar, penderita gangguan
tidur terpicu menyantap makanan berkalori tinggi yang membuat kadar gula darah naik.
- Sering stress
Stres sama seperti banjir, harus dialirkan agar tidak terjadi banjir besar. Saat stres datang, tubuh
akan meningkatkan produksi hormon epinephrine dan kortisol supaya gula darah naik dan ada
cadangan energi untuk beraktivitas. Tubuh kita memang dirancang sedemikian rupa untuk maksud
yang baik. Namun, kalau gula darah terus dipicu tinggi karena stres berkepanjangan tanpa jalan
keluar, sama saja dengan bunuh diri pelan-pelan.
- Kecanduan rokok
Sebuah penelitian di Amerika yang melibatkan 4.572 relawan pria dan wanita menemukan bahwa
risiko perokok aktif terhadap diabetes naik sebesar 22 persen. Disebutkan pula bahwa naiknya
risiko tidak cuma disebabkan oleh rokok, tetapi kombinasi berbagai gaya hidup tidak sehat, seperti
pola makan dan olahraga.
- Menggunakan pil kontrasepsi
Kebanyakan pil kontrasepsi terbuat dari kombinasi hormon estrogen dan progestin, atau progestin
saja. Pil kombinasi sering menyebabkan perubahan kadar gula darah. Menurut dr Dyah Purnamasari
S, Sp PD, dari Divisi Metabolik Endokrinologi RSCM, kerja hormon pil kontrasepsi berlawanan
dengan kerja insulin. Karena kerja insulin dilawan, pankreas dipaksa bekerja lebih keras untuk
memproduksi insulin. Jika terlalu lama dibiarkan, pankreas menjadi letih dan tidak berfungsi
dengan baik.
- Keranjingan soda
Dari penelitian yang dilakukan oleh The Nurses’ Health Study II terhadap 51.603 wanita usia 22-44
tahun, ditemukan bahwa peningkatan konsumsi minuman bersoda membuat berat badan dan risiko
diabetes melambung tinggi. Para peneliti mengatakan, kenaikan risiko itu terjadi karena kandungan
pemanis yang ada dalam minuman bersoda. Selain itu, asupan kalori cair tidak membuat kita
kenyang sehingga terdorong untuk minum lebih banyak.
2.4 Patofisiologi
Kemungkinan induksi diabetes tipe 2 dari berbagai macam kelainan hormonal, seperti
hormon sekresi kelenjar adrenal, hipofisis dan tiroid merupakan studi pengamatan yang sedang laik daun
saat ini. Sebagai contoh, timbulnya IGT dan diabetes mellitus sering disebut terkait
oleh akromegali dan hiperkortisolisme atau sindrom Cushing.
Hipersekresi hormon GH pada akromegali dan sindrom Cushing sering berakibat pada resistansi
insulin, baik pada hati dan organ lain, dengan simtoma hiperinsulinemia dan hiperglisemia, yang
berdampak pada penyakit kardiovaskular dan berakibat kematian.
GH memang memiliki peran penting dalam metabolisme glukosa dengan
menstimulasi glukogenesis dan lipolisis, dan meningkatkan kadar glukosa darah dan asam lemak.
Sebaliknya, insulin-like growth factor 1 (IGF-I) meningkatkan kepekaan terhadap insulin, terutama
pada otot lurik. Walaupun demikian, pada akromegali, peningkatan rasio IGF-I tidak dapat menurunkan
resistansi insulin, oleh karena berlebihnya GH.
Terapi dengan somatostatin dapat meredam kelebihan GH pada sebagian banyak orang, tetapi
karena juga menghambat sekresi insulin dari pankreas, terapi ini akan memicu komplikasi pada toleransi
glukosa.
Sedangkan hipersekresi hormon kortisol pada hiperkortisolisme yang menjadi
penyebab obesitas viseral, resistansi insulin, dan dislipidemia, mengarah pada hiperglisemia dan turunnya
toleransi glukosa, terjadinya resistansi insulin, stimulasi glukoneogenesis dan glikogenolisis. Saat
bersinergis dengan kofaktor hipertensi, hiperkoagulasi, dapat meningkatkan risiko kardiovaskular.
Hipersekresi hormon juga terjadi pada kelenjar tiroid berupa tri-
iodotironina dengan hipertiroidisme yang menyebabkan abnormalnya toleransi glukosa.
Pada penderita tumor neuroendokrin, terjadi perubahan toleransi glukosa yang disebabkan oleh
hiposekresi insulin, seperti yang terjadi pada
pasien bedah pankreas, feokromositoma, glukagonoma dan somatostatinoma.
Hipersekresi hormon ditengarai juga menginduksi diabetes tipe lain, yaitu tipe 1. Sinergi hormon
berbentuk sitokina, interferon-gamma dan TNF-α, dijumpai membawa sinyal apoptosis bagi sel beta,
baik in vitro maupun in vivo. Apoptosis sel beta juga terjadi akibat mekanisme Fas-FasL, dan/atau
hipersekresi molekul sitotoksik, seperti granzim dan perforin; selain hiperaktivitas sel T CD8- dan CD4-.
2.5 Komplikasi
Komplikasi jangka lama termasuk penyakit kardiovaskular (risiko ganda), kegagalan kronis
ginjal (penyebab utama dialisis), kerusakan retina yang dapat menyebabkan kebutaan, serta
kerusakan saraf yang dapat menyebabkan impotensi dan gangren dengan risiko amputasi. Komplikasi yang
lebih serius lebih umum bila kontrol kadar gula darah buruk.
Komplikasi jangka panjang dari diabetes

Organ/jaringan
Yg terjadi Komplikasi
yg terkena
Plak aterosklerotik terbentuk & menyumbat
arteri berukuran besar atau sedang di Sirkulasi yg jelek menyebabkan
jantung, otak, tungkai & penis. penyembuhan luka yg jelek & bisa
Pembuluh darah Dinding pembuluh darah kecil mengalami menyebabkan penyakit jantung, stroke,
kerusakan sehingga pembuluh tidak dapat gangren kaki & tangan, impoten &
mentransfer oksigen secara normal & infeksi
mengalami kebocoran
Terjadi kerusakan pada pembuluh darah Gangguan penglihatan & pada akhirnya
Mata
kecil retina bisa terjadi kebutaan
·  Penebalan pembuluh darah ginjal
Fungsi ginjal yg buruk
Ginjal ·  Protein bocor ke dalam air kemih
Gagal ginjal
·  Darah tidak disaring secara normal
·  Kelemahan tungkai yg terjadi secara
Kerusakan saraf karena glukosa tidak tiba-tiba atau secara perlahan
Saraf dimetabolisir secara normal & karena aliran ·  Berkurangnya rasa, kesemutan &
darah berkurang nyeri di tangan & kaki
·  Kerusakan saraf menahun
Tekanan darah yg naik-turun
Sistem saraf Kerusakan pada saraf yg mengendalikan ·  Kesulitan menelan & perubahan
otonom tekanan darah & saluran pencernaan fungsi pencernaan disertai serangan
diare
Berkurangnya aliran darah ke kulit & ·  Luka, infeksi dalam (ulkus
Kulit hilangnya rasa yg menyebabkan cedera diabetikum)
berulang ·  Penyembuhan luka yg jelek
Mudah terkena infeksi, terutama infeksi
Darah Gangguan fungsi sel darah putih
saluran kemih & kulit
Gluka tidak dimetabolisir secara normal
·  Sindroma terowongan
Jaringan ikat sehingga jaringan menebal atau
karpal Kontraktur Dupuytren
berkontraksi

2.6 Cara pengobatan dan penanganan Diabetes Militus


Penderita diabetes tipe 1 umumnya menjalani pengobatan therapi insulin (Lantus/Levemir,
Humalog, Novolog atau Apidra) yang berkesinambungan, selain itu adalah dengan berolahraga secukupnya
serta melakukan pengontrolan menu makanan (diet).

          Pada penderita diabetes mellitus tipe 2, penatalaksanaan pengobatan dan penanganan difokuskan
pada gaya hidup dan aktivitas fisik. Pengontrolan nilai kadar gula dalam darah adalah menjadi kunci
program pengobatan, yaitu dengan mengurangi berat badan, diet, dan berolahraga. Jika hal ini tidak
mencapai hasil yang diharapkan, maka pemberian obat tablet akan diperlukan. Bahkan pemberian suntikan
insulin turut diperlukan bila tablet tidak mengatasi pengontrolan kadar gula darah.

2.7  PERAWATAN PREVENTIF
1. Identifikasi
Penderita membawa keterangan tentang : jenis DM, komplikasi, regimen Pengobatan
2. Vaksinasi
Merupakan tindakan yang baik terutama terhadap pnemokokus dan    influensa
3. Tidak merokok
4. Deteksi dan Penatalaksanaan hipertensi dan hiperlipidemia
5. Perawatan kaki

2.8  Hubungan diabetes militus dengan anggota tubuh


     ♣   Hubungan Kesehatan Gigi dan Diabetes Melitus

Kebanyakan orang mempunyai kebiasaan suka makan malas sikat gigi. Tapi itu juga tidak semua.
Apalagi bila orang tersebut tahu benar dengan menjaga kesehatan gigi dapat menghindarkan tubuh dari
penyakit lainnya. Salah satu penyakit yang dapat dihindari adalah penyakit diabetes melitus. Karena
menurut studi penelitian di Amerika menunjukkan bahwa penderita kerusakan gigi kronis bisa jadi orang
tersebut pengidap penyakit diabetes melitus     tipe 2.
Pada kerusakan gigi yang parah, bakteri dapat masuk ke aliran darah dan mengganggu sistem
kekebalan tubuh. Sel sistem kekebalan tubuh yang rusak melepaskan sejenis protein yang disebut
cytokines. Cytokines inilah penyebab kerusakan sel pankreas penghasil insulin, hormon yang memicu
diabetes. Jika ini terjadi sekali saja, walaupun orang itu sebelumnya dalam keadaan sehat maka orang
tersebut berpeluang menderita diabetes tipe 2.
Selain itu tingginya kandungan kolesterol dari glukosa yang dibutuhkan tubuh merupakan faktor
utama pemicu risiko diabetes bagi orang yang mengalami kerusakan gigi. Dan kolesterol rendah dapat
menolong orang sehat untuk tidak terserang problem gangguan gigi yang mampu memicu diabetes. Untuk
itu, penderita diabetes sebaiknya mengikuti diet rendah kalori, rajin mengonsumsi obat pengatur hormon
insulin dan menjaga kesehatan gigi. Dan alangkah baiknya jika orang sehat juga ikut menjaga kesehatan
giginya agar tidak berisiko terkena diabetes.
Radang gusi adalah jenis penyakit gigi yang paling ringan, disebabkan oleh bakteri dalam plak.
Penyakit ini masih bisa disembuhkan, tapi jika disepelekan tanpa perawatan lebih lanjut bisa berkembang
menjadi penyakit gigi yang parah juga. Plak yang menempel pada rongga antara gusi dan gigi mampu
menimpulkan infeksi dan menyebabkan kasus serius. Bahkan pada stadium tertentu, gigi harus dicabut.
Diabetes merupakan kondisi di mana tubuh tidak mampu meregulasi kandungan glukosa. Artinya,
tekanan darah bisa menjadi sangat tinggi. Pengobatan dengan insulin bisa membantu tubuh mengontrol
jumlah glukosa pada aliran darah.
Pada diabetes tipe 2, insulin diproduksi sangat sedikit sehingga tidak cukup jumlahnya untuk
keperluan tubuh manusia. Biasanya hal ini sangat berpengaruh pada orang berusia di atas 40 tahun. Untuk
mengatasinya dibutuhkan diet teratur dan mengonsumsi pil atau suntikan reguler.
       ♣   Diabetes dan Kesehatan Mata

Diabetes adalah penyakit kompleks yang merupakan hasil dari ketidakmampuan tubuh untuk
menghasilakn insulin, hormon yang mengatur kadar gula dalam darah, membawa gula berlebih untuk
disimpan di dalam sel dan kemudian akan digunakan jika diperlukan.
Tanpa insulin yang memadai, gula di dalam darah akan menjadi berlebih. Analoginya seperti       mobil
yang penuh bensin tetapi tidak ada kuncinya; Anda mempunyai energi untuk menggerakkan mobil, tersebut
tetapi tidak bisa menggunakannya dengan maksimal.

           Diabetes dialami oleh lebih dari 16 juta warga Amerika. Sebagian besar kasus yang dialami adalah
diabetes onset dewasa, yang biasanya mengenai individu berusia lebih dari 40 tahun. Salah satu faktor
risiko termasuk riwayat keluarga yang menderita diabetes dan kelompok etnis tertentu. Keturunan Afrika,
Amerika asli, Jepang, Latin ataupun Polinesia lebih tinggi risikonya.

          Komplikasi umum penderita diabetes adalah penyakit mata akibat diabetes. Salah satunya adalah
glaukoma. Komplikasi lainnya termasuk retinopati dan katarak. Retinopati diabetik adalah penyakit yang
merusak pembuluh darah kecil pada retina (jaringan yang peka cahaya yang berjajar di belakang mata)
yang sering dijumpai pada penderita diabetes. Selama masa hidup mereka, sekitar 16 juta penderita
diabetes akan mengalami berbagai tingkatan retinopati diabetik dan setidaknya 25.000 menjadi buta tiap
tahunnya. Katarak adalah pengaburan lensa mata yang mengakibatkan pudarnya penglihatan normal.
Penderita diabetes mempunyai risiko hampir dua kali mengalami katarak dibandingkan yang lainnya.
Katarak juga mempunyai kecenderungan terjadi pada usia yang lebih muda. Hubungan antara
diabetes dengan glaukoma sudut-terbuka (tipe glaukoma yang paling umum) telah membangkitkan minat
para peniliti selama bertahun-tahun. Penderita diabetes mempunyai risiko dua kali terkena glaukoma
daripada individu non-diabetes, meskipun beberapa penelitian baru-baru ini telah mempertanyakan hal ini.
Yang lebih menarik lagi, kemungkinan seseorang yang mempunyai glaukoma sudut terbuka kemudian
menderita diabetes ternyata lebih tinggi dibandingkan individu yang tidak mempunyai penyakit mata.
Glaukoma neovaskuler, tipe glaukoma yang jarang selalu dikaitkan dengan abnormalitas yang lain,
diabetes adalah yang paling sering. Pada beberapa kasus retinopati diabetes, pembuluh darah pada retina
menjadi rusak. Retina kemudian memproduksi pembuluh darah baru yang abnormal.

              Glaukoma neovaskuler dapat terjadi jika pembuluh darah yang baru tumbuh pada iris (bagian
berwarna pada mata), menutup cairan pada mata dan meningkatkan tekanan pada mata. Glaukoma
neovaskuler adalah penyakit yang sulit untuk diobati. Salah satu pilihan adalah bedah laser untuk
mengurangi pembuluh darah abnormal pada permukaan iris dan retina.

               Komplikasi pada mata adalah hal yang umum terjadi pada penderita diabetes, penting bagi
penderita diabetes untuk memeriksakan kesehatan mata mereka secara rutin. Institusi Mata Nasional
(National Eye Institute) merekomendasikan penderita diabetes untuk memeriksakan mata mereka setahun
sekali.
        ♣   Diabetes dan luka pada bagian kaki

    

Ulkus atau luka kaki dapat menjadi masalah yang sangat serius bagi penderita diabetes. Penting
untuk menyembuhkan ulkus secepatnya.
Kerusakan saraf pada diabetes dapat mengurangi nyeri sehingga ulkus kaki kadang tidak menimbulkan rasa
nyeri jadi sering diabaikan. Sejalan dengan waktu ulkus kaki atau gejala-gejala penyakit dapat merusak
kaki secara serius.
Ulkus adalah luka terbuka pada permukaan kulit atau selaput lendir. Ulkus bisa dikatakan kematian
jaringan yang luas dan disertai invasif kuman saprofit. Adanya kuman saprofit tersebut menyebabkan ulkus
berbau, ulkus diabetikum juga merupakan salah satu gejala klinik dan perjalanan penyakit DM dengan
neuropati perifer. Ulkus kaki diabetes (UKD) merupakan komplikasi yang berkaitan dengan morbiditas
akibat diabetes mellitus.
BAB III

KASUS DAN PEMBAHASAN

A. Kasus

1. Pengkajian

a. Identitas

1) Pasien

a) Nama Pasien : Tn. Tawiyo

b) Tempat, Tanggal Lahir : Gunungkidul, 25 Juni 1961

c) Jenis Kelamin : Laki – Laki

d) Agama : Islam

e) Pendidikan : SD

f) Pekerjaan : Swasta

g) Status Perkawinan : Kawin

h) Suku / Bangsa : Jawa / Indonesia

i) Alamat : Giwangan, Yogyakarta

j) Diagnosa Medik : Diabetes Melitus pada


Stroke Non Hemoragik
k) No RM : 70.33.34

l) Tanggal Masuk RS : 29 Juni 2018

2) Pengangguang jawab / Keluarga

1) Nama : Nn. Dwiyani

2) Umur : 24 Tahun

3) Pendidikan : Sarjana

4) Pekerjaan : Karyawan Swasta

5) Alamat : Giwangan, Yogyakarta

6) Hubungan Dengan Pasien : Anak

7) Status Perkawinan : Belum Menikah


b. Riwayat Kesehatan

1) Kesehatan Pasien

a) Keluhan Utama Saat Pengkajian

Pasien mengatakan kaki kanan terasa kebas, sulit


digerakan, dan terasa panas.
b) Riwayat Kesehatan Sekarang

(1) Alasan Masuk RS

Pada tanggal 29 Juni 2018 malam pukul 23.15 WIB


tiba tiba kaki kanan terasa lemas dan kebas. Pasien
mengatakan kaki kanan sulit untuk digerakan.
Seketika itu keluarga langsung membawa pasien ke
RS Jogja.
(2) Riwayat kesehatan pasien

Pasien datang ke IGD dengan diganosa post stroke


hiperglikemi pada DM tipe II dengan keadaan kaki
kanan lemah dan kebas.
TD : 180/90 mm/Hg

N : 90 x/menit

RR : 20 x/menit

S : 360 C

Kesadaran Compos mentis

Terpasang infus NaCl 20 tt/menit di tangan kiri

c) Riwayat Kesehtan Dahulu

Pasien mengatakan sekitar 3 tahun yang lalu baru


mengetahui gula darah pasien tinggi saat periksa di RS
Hidayatullah. Setelah itu pasien tidak pernah
mengontrolkan gula darahnya lagi. Pasien hanya periksa
ke puskesmas apabila terasa tidak enak badan.
2) Riwayat Kesehatan Keluarga

a) Genogram

Keterangan gambar :

: laki – laki

: perempuan

: pasien tinggal serumah

: garis pernikahan

: garis pernikahan

b) Riwayat Kesehatan Keluarga

Pasien dan keluarga mengatakan tidak ada anggota kelurga


yang menderita sakit gula (diabetes melitus) dan stroke.
c. Kesehatan Fungsional

1) Aspek Fisik – Biologis

a) Nutrisi

(1) Sebelum sakit

Pasien mengatakan biasanya sebelum sakit makan


sehari 3 kali dengan porsi satu piring habis (nasi, lauk,
sayur) serta minum air putih 6 – 8 gelas perhari
(2) Selama sakit

Selama sakit, pasien mengatakan makan 3 kali sehari


dan selalu menghabiskan porsi makan yang diberikan
dari RS (Bubur Nasi Diabetes Melitus Rendah
Garam), serta minum air putih 5 gelas perhari.
b) Pola Eliminasi

(1) Sebelum sakit

Pasien mengatakan sebelum sakit BAB lancar 1 kali


dalam sehari dengan konsistensi lembek tidak ada
darah dan berwarna kuning, BAK lancar 4 – 5 kali
sehari warna kuning jernih.
(2) Selama sakit

Selama sakit pasien mengatakan BAB 2 hari sekali


dengan konsistensi lembek dan berwana kuning, BAK
lancar 5 – 6 kali sehari, dengan warna urin kuning
jernih.
c) Pola Aktivitas

(1) Sebelum sakit

(a) Keadaan Aktivitas Sehari – Hari

Pasien mengatakan sehari hari bekerja sebagai


karyawan taman kota. Pasien bekerja dari pukul
08.00 – 15.00 WIB. Saat dirumah pasien lebih
banyak menghabiskan waktu dengan keluarga.
(b) Keadaan Pernafasan

Pasien mengatakan tidak pernah sesak nafas


sebelumnya. Paling hanya batuk biasa. Pasien
mengatakan tidak merokok.
(c) Keadaan Kardiovaskuler

Pasien mengatakan tidak pernah merasakan nyeri


di bagian dada kiri, dada seperti berdebar – debar
ataupun terasa cepat lelah saat aktivitas.
(2) Selama sakit

(a) Keadaan Aktivitas Sehari – Hari

Pasien dan kelurga mengatakan selama di rumah


sakit pasien untuk makan minum bisa sendiri tapi
kalo untuk berpindah atau mau ke kamar mandi
pasien di bantu oleh kelurga.
(b) Keadaan Pernafasan

Pasien terlihat terpasng selang oksigen kanul


binasal 2 lt/menit
(c) Keadaan Kardiovaskuler

Pasien mengatakan tidak terasa nyeri di dada dan


berdebar debar, Nadi 84 x/menit.
d) Kebutuahan Istirahat tidur

(1) Sebelum sakit

Pasien dan kelurga mengatakan pasien biasa tidur pukul


10 malam dan bangun ketika subuh sekitar 6 – 7 jam
perhari. Pasien mengatakan tidak sulit untuk tidur.
(2) Selama sakit

Pasien mengatakan selama di rumah sakit pasien lebih


banyak tidur dan istirahat. Pasien bisa tidur siang
sekitar 2 jam. Pasien tidur saat malam dari pukul 21.00
– 04.00 WIB. Pasien juga dapat tertidur lagi walau
terbangun saat perawat datang untuk menyuntikan obat
saat malam.
2) Aspek Psiko – Sosial – Spiritual

a) Pemiliharaan dan Pengetahuan Terhadap kesehatan


Pasien kurang memperhatikan jadwal kontrol untuk
berobat. Pasien kurang memahami tentang
penyakitnya sehingga tidak pernah kontrol untuk
penyakit Diabetes Melitusnya.
b) Pola Hubungan

Sebelum sakit pasien mengatakan selalu ramah dengan


orang lain termasuk tetangga dan teman kerja. Selama
sakit pasien tetap ramah dengan orang lain termasuk
perawat ditandai dengan banyaknya pengunjung yang
menjenguknya dan pasien dapat kooperatif saat dilakukan
pengkajian.
c) Koping dan Toleransi Stres

Pasien mengatakan selalu bermusyawarah dengan


keluarga jika ada masalah, termasuk keputusan dirawat di
rumah sakit
d) Kognitif dan Persepsi Tentang Penyakitnya

Pasien dan keluarga mengatakan yakin bahwa dirinya


akan cepat sembuh dari penyakitnya dan dapat berkumpul
dengan keluarganya kembali.
e) Konsep Diri

(1) Gambaran Diri

Pasien mengatakan mempunyai anggota badan yang


lengkap dan bersyukur karena merupakan anugrah
dari Tuhan Yang Maha Esa
(2) Harga Diri

Pasien mengatakan tidak malu dengan kondisi


dirinya.
(3) Peran Diri

Pasien mengatakan sebagai kepala keluarga dan


pasien merupakan karyawan di taman kota.
(4) Ideal Diri

Pasien mengatakan ingin cepat sembuh supaya bisa


cepat pulang ke rumah.
(5) Identitas Diri

Pasien mengatakan bahwa dirinya adalah seorang laki

– laki layaknya laki – laki yang sebagai kepala


kelurga
f) Seksual dan Menstruasi

Pasien adalah seorang laki – laki dan sudah mempunyai


dua orang anak.
g) Nilai

Pasien adalah seorang muslim. Sebelum sakit pasien selalu


menjalankan ibadah secara muslim. Selama sakit pasien
tetap menjalankan ibadahnya yaitu berdoa.
h) Aspek Lingkungan Fisik

Pasien mengatakan sebelum sakit pasien selalu aktif dalam


kegiatan di desa dan saat sakit pasien memelihara
hubungan baik dengan perawat yang bertugas.
d. Pemeriksaan Fisik

1) Keadaaan Umum

a) Kesadaran

GCS : E : 4; V : 5; M : 6

Kesadaran : Compos Mentis


Tanda Vital :TD :130/80 mmHg;
Nadi :84 x/menit
Suhu :36.2ºC;

Respirasi : 22x/menit

b) Status Gizi
TB : 165 cm
BB : 94 Kg
IMT = BB = 165
TB2 (94)2
= 34,5 ( gemuk)
2) Pemeriksaan Secara Sistematik (Cephalo –Ccaudal)

a) Kulit

Warna kulit normal tidak tampak pucat dan bersih. Tugor


kulit baik
b) Kepala

Mesochepal, warna rambut putih kehitaman, tidak ada lesi,


dan bersih. Pada muka bentuk simetri dan tidak ada lesi
c) Leher

Bentuk simetris, tidak terdapat lesi, tidak terdapat


pembesaran kelenjar tiroid. Tidak terdapat kekakuan
kuduk dan tidak terdapat pembesaran kelenjar tiroid.
d) Tenggkuk

Tidak terdapat benjolan, dan tidak terdapat kaku kuduk

e) Dada

(1) Inspeksi

Bentuk dada pectus carinum simetris kanan kiri, tidak


ada dypsnea, ada retraksi otot dada, transversal
banding antero posterial 2:2. Pernapasan dada.
(2) Palpasi

Ekspansi dada simetris, tidakadanyeritekan

(3) Perkusi

Interkosta kanan 1-5 resonan, interkosta 6 redup.


Sebelah kiri interkosta 1-4 resonan, interkosta 5 dan 6
redup.
(4) Auskultasi

Suara nafas rongki. Auskultasi jantung S1 dan S2


tunggal reguler, tidak ada mur-mur, dan tidak ada
bruit.
f) Abdomen

(1) Inspeksi

Tidak ada joundis, warna kulit sama dengan warna


sekitar, perut tidak membesar, vena-vena tidak
membesar.
(2) Auskultasi

Peristaltik usus terdengar 5 x/menit.

(3) Perkusi

Pada kuadran kanan atas terdengar timpani. Pada


kuadran kiri atas terdengar redup, kuadran kiri bawah
dan kanan bawah juga terdengar timpani.
(4) Palpasi

Bagian tengah perut sampai garis batas sebelah kiri


teraba keras.
g) Payudara

(1) Inspeksi

Bentuk simetris, tidak tampak lesi atau benjolan

(2) Palpasi

Tidak teraba benjolan di payudara

h) Punggung

Tidak tampak lesi dan kemerahan.

i) Abdomen

(1) Inspeksi : Tidak tampak lesi, terlihat simetris

(2) Auskultasi : Terdengar bising usus 14 x/menit

(3) Perkusi :Terdengar bunyi timpani

(4) Palpasi : Tidak teraba adanya massa, tidak ada nyeri tekan
j) Panggul

Tidak ada keluhan nyeri

k) Anus dan Rectum

(1) Inspeksi

Tidak tampak hemoroid, tidak tampak kemerahan dan


tidak tampak lesi
(2) Palpasi

Tidak ada massa serta nyeri tekan

l) Ektermitas

(1) Atas

Anggota gerak lengkap dan ditangan kiri klien


terpasang infuse NaCl 0,9% dengan terapi 20 tpm.
Akral teraba hangat.
(2) Bawah

Anggota gerak lengkap dan tidak terlihat adanya


edema. Akral teraba hangat.
Kekuatan otot

55
35

Keterangan :

1 : paralisis total

2 : tidak ada gerakan

3 : Gerakan otot penuh dengan


sokongan 3 : Gerakan normal
menentang gravitasi
4 : Gerakan normal dengan sedikit tahanan

5 : Gerakan normal penuh menentang


gravitasi dengan tahanan penuh
Tabel 3.1 Penilaian Status fungsional (Barthel Index)

Pasien Tn. T di Ruang Dahlia RSUD Kota Yogyakarya tanggal 02 Juli 2018

No. Fungsi Skor Uraian Nilai skor


Hari 1 Hari 2 Hari 3
1 Mengendalikan 0 Terkendali / tak teratur
rangsang defekasi (perlu pencahar)
1 Kadang-kadang tak
(BAB)
Terkendali
2 Mandiri 2 2 2
2 Mengendalikan 0 Terkendali / pakai
rangsang berkemih Kateter
1 Kadang-kadang tak
(BAK)
Terkendali
2 Mandiri 2 2 2
3 Membersihkan diri 0 Butuh pertolongan 1 1 1
(Cuci muka, sisir orang lain
1 Mandiri
rambut, sikat gigi)
4 Penggunaan 0 Tergantung pertolongan
jamban, masuk dan orang lain
1 Perlu pertolongan pada 1 1
keluar
beberapa kegiatan tetapi
(melepaskan,
dapat mengerjakan
memakai celana,
sendiri kegiatan yang
membersihkan,
lain
menyiramkan)
2 Mandiri 2
5 Makan 0 Tidak mampu
1 Perlu ditolongan 1
memotong makanan
2 Mandiri 2
6 Berubah sikap dari 0 Tidak mampu
1 Perlu banyak bantuan
berbaring ke duduk
untuk bisa duduk ( > 2
orang )
2 bantuan ( 2 orang )
3 Mandiri 3 3 3
7 Berpindah / 0 Tidak mampu
1 Bisa (pindah) dengan
berjalan
kursi roda
2 Berjalan dengan 2
bantuan 1 orang
3 Mandiri 1
8 Memakai baju 0 Tidak mampu
1 Sebagian dibantu (misal 1 1
mengancingkan baju)
2 Mandiri
9 Naik turun tangga 0 Tidak mampu
1 Butuh pertolongan 1 1
2 Mandiri
10 Mandi 0 Tergantung orang lain
1 Mandiri 1 1
Total Skor 15 14
Tingkat ketergantungan
Paraf & Nama Perawat Titik Titik Titik
(Sumber data sekunder : RM Pasien)

Keterangan:

20 : Mandiri

12 – 19 : Ketergantungan Ringan

9 – 11 : Ketergantungan Sedang

5–8 : Ketergantungan Berat

0–4 : Ketergantungan Total


Tabel 3.2 Pengajian Resiko Jatuh

Pasien Tn.T di Ruang Dahlia RSUD Kota Yogyakarya tanggal 02 Juli 2018

No Resiko Skala Skoring 1 Skoring 2 Skoring 3


1. Riwayat jatuh, yang Tidak 0 0 0 0
Ya 25 - - -
baru atau dalam 3
bulan terakhir
2. Diagnosa medis Tidak 0 0 0 0
Ya 25 - - -
sekunder >1
3. Alat bantu jalan : 0 0 0 0
Bed rest / dibantu
perawat
Penopang / tongkat / 15 - - -
walker
Furniture 30 - - -
4. Menggunakan infuse Tidak 0 - - -
Ya 25 25 25 25
5. Cara berjalan / 0 - - -
berpindah
Normal / bed rest /
imobilisasi
Lemah 15 15 15 15
Terganggu 30 - - -
6. Status mental 0 0 0 0
Orientasi sesuai
kemampuan diri
Lupa 15 - - -
Jumlah skor 40 40 40
Tingkat resiko jatuh
Paraf dan nama perawat Titik Titik Titik
(Sumber data sekunder : RM Pasien)

Tingkat resiko

Tidak beresiko : 0 – 24 lakukan perawatan yang baik

Resiko rendah : 25 – 50 lakukan intervensi jatuh standar ( lanjutkan


formulir pencegahan )
Resiko tinggi : >= 51 lakukan intervensi jatuh resiko tinggi (lanjutkan
dengan pencegahan jatuh pasien dewasa)
Tabel 3.3 Tabel Resiko Luka Dekubitus (skala Norton)

Pasien Tn.T di Ruang Dahlia RSUD Kota Yogyakarya tanggal 02 Juli 2018

Tangga Penilaian 4 3 2 1
l
Kondisi Baik Sedang Buruk Sangant
fisik buruk
Status Sadar Apatis Bingung Stupor
mental
Aktifitas Jalan Jalan dengan Kursi roda Ditempat
sendiri bantuan tidur
Mobilitas Bergerak Agak Sangat Tidak
bebas terbatas terbatas mampu
bergerak
Inkontensi Kontine Kadang Selalu Inkontenensi
a n kadang inkontenensi a urin dan
inkontenensi a alvi
a
Skor 12 6 0 0
Total skor 18
Paraf dan nama Titik
perawat
Tangga Penilaian 4 3 2 1
l
Kondisi Baik Sedang Buruk Sangant
fisik buruk
Status Sadar Apatis Bingung Stupor
mental
Aktifitas Jalan Jalan dengan Kursi roda Ditempat
sendiri bantuan tidur
Mobilitas Bergerak Agak Sangat Tidak
bebas terbatas terbatas mampu
bergerak
Inkontensi Kontine Kadang Selalu Inkontenensi
a n kadang inkontenensi a urin dan
inkontenensi a alvi
a
Skor 12 6 0 0
Total skor 18
Paraf dan nama Titik
perawat
Tangga Penilaian 4 3 2 1
l
Kondisi Baik Sedang Buruk Sangant
fisik buruk
Status Sadar Apatis Bingung Stupor
mental
Aktifitas Jalan Jalan dengan Kursi roda Ditempat
sendiri bantuan tidur
Mobilitas Bergerak Agak Sangat Tidak
bebas terbatas terbatas mampu
bergerak
Inkontensi Kontine Kadang Selalu Inkontenensi
a n kadang inkontenensi a urin dan
inkontenensi a alvi
a
Skor 12 6 0 0
Total skor 18
Paraf dan nama Titik
Perawat
(Sumber Data Sekunder : RM Pasien)

Keterangan :

16 – 20 : resiko rendah terjadi dekubitus


12 – 15 : resiko sedang terjadi dekubitus
<12 : resiko tinggi terjadi dekubitus
e. Pemeriksaan Penunjang

1) Pemeriksaan Patologi klinik

Pemeriksaan laboratorium tn. T di ruang Dahlia Rumah Sakit


Jogja
Tanggal Jenis Pemeriksaan Hasil (Satuan) Normal
29-06- PATOLOGI
Leokosit 9.3 4.4 – 11.3
2018
Eritrosit 5.53 4.50 – 5.30
Hemoglobin 14.0 12.3 – 17.5
Hematokrit 42.8 40.0 – 52.0
Mean Corpuscular 77.4 74 – 106

Volume
Mean Corpuscular 25.3 28 – 33
Hemoglobin
Mean Corpuscular 32.7 33 – 36
Hemogoblin

Consentration
ROW – CV 13.0 11 – 16
Trombosit 250 150 – 450
DIFERENSIAL

FELLING
Neutrofit % 63.8 50 – 70
Limfosit % 29.5 25 – 60
Monosit % 2.8 2- 4
Eosafil % 3.2 2.0 – 4.0
Basofil % 0.7 0–1
Neotrofil % 5.91 2–7
Limfiasit % 0.25 0.12 – 1.2
Monosil % 0.30 0.02 – 0.50
Eosafit % 0.06 0–1
GULA DARAH
GDS 389 70 – 140
HATI
SGOT 24 <37
SGPT 17 <42
GINJAL
Ureum 33 10 – 50
Creatinin 1.1 <1.1
ELEKTROLIT
Natrium 134 135 – 146
Kalium 3.6 3.7 – 5.3
Chlorida 97 98 – 109
02 Juli Kimia Darah
Gula Darah Puasa 224 70 – 116
2018
Gula 2 jam PP 228 85 – 140
Faal lemak dan

Jantung
Cholesterol total 163 <200
HDL Cholesterol 40 >=55
LDL Cholesterol 88 <150
Trigliserida 144 <150

GINJAL
Asam Urat 48 3.4 – 7.0
3 Juli GDS Puasa Stik 178 70 – 116
GDS Stik 2 Jam PP 168 85 – 140
2018
2) Hasil Pemeriksaan Radiologi

Hari , Jenis Pemeriksaan Kesan /

Tanggal Interpretasi
30 Juni Ro Thorak Paru dan jantung

2018 normal
30 Juni MSCT Head Non Kontras Infrak cerebri
regio pariental
2018 1. Tampak lesi hipodens amorf
dextra
regio parinteral dextra, tepi
mengabur, calsifieasi ( - )
perifocal oedema ( - )
2. Sistema ventrikel tak
melebar, simestris
3. Batas cortex – medula tegas
4. Struktur mediana tak deviasi
5. Gyri dan sulcy tak prominent
30 Juni EKG NSR

2018
f. Terapi

Hari / Obat Dosis & Rute

Tanggal Satuan
Sabtu, Terapi di IGD
29-06-  Infus NaCl 20 tt/mnt Intra Vena
2018  Inj Citicolin 250 mg 1 amp Intra Vena
 Inj Ranitidin 1 amp Intra Vena
Terapi di Bangsal
 Infus NaCl 20 tt/mnt Intra Vena
 Inj. Mecobalamin 500 Per-12 jam Intra Vena
mg
 Inj Citicolin 250 mg Per-12 jam Intra Vena
 Inj Apidra 3 x 10 Unit Sub Cutan
 CPG 1 x 75 mg Peroral
 Miniaspi 1 x 80 mg Peroral
 Metformin 3 x 500 mg Peroral
 Alpentin 2 x 100 mg Peroral
2. Analisa Data

Tabel 3.4 Analisa Data

Pasien T di ruang Dahlia Rumah Sakit Jogja tanggal 02 – 07 – 2018

No. Data Penyebab Masalah


1. Ds. Pasien mengatakan Gangguan aliran Resiko perfusi
kelemahan pada kaki kanan dan darah serebral jaringan
kiri, terasa kebas (infark serebri) serebral tidak
efektif
Do. Kekuatan otot

5 5

3 5

TD : 130/80 mm/Hg
N : 84 x/menit
RR : 22 x/menit
S : 360 C
2. Ds. Pasien mengatakan 3 tahun Konflik dalam Manajeman
lalu punya sakit gula dan tidak memutuskan regimen
rutin untuk periksa ataupun terapi dan defisit teraputik tidak
meminum obat gula support keluarga efektif

Do. Pasien tampak lesu, lemas


dan bingung ketika ditanya
tentang penyakitnya.
GD puasa : 224
GD 2 PP : 228
3. Diagnosa Keperawatan

a. Resiko perfusi jaringan serebral tidak efektif


berhubungan dengan Gangguan aliran darah serebral
(infark serebri) ditandai dengan; DS : Pasien
mengatakan kelemahan pada kaki kanan dan kiri. terasa
kebas
DO : Kekuatan otot

5 5
3 5

TD : 130/80 mm/Hg

N :
84x/
meni
t :
84x
meni
t
RR :
22
x/me
nit S
: 360
C
b. Manajeman regimen teraputik tidak efektif
berhubungan dengan Konflik dalam memutuskan
terapi dan defisit support keluarga DS : Pasien
mengatakan 3 tahun lalu punya sakit gula dan tidak
rutin untuk periksa ataupun meminum obat gula

DO : Pasien tampak lesu, lemas dan bingung


ketika ditanya tentang penyakitnya.
GD
puas
a :22
GD
2 PP
: 228
4. Perencanaan Keperawatan

Tabel 3. 5 Perencanaan Keperawatan

Pasien T di ruang Dahlia Rumah Sakit Jogja tanggal 02 – 07 – 2018

Hari, Diagnosa Keperawatan Perencanaan Rasional


Tujuan Intervensi
tanggal, jam
Senin. Resiko perfusi jaringan Setelah dilakukan 1. Monitor tanda – tanda 1. Mengetahui keadaan
02 – 07 – serebral tidak efektif tindakan keperawatan vital umum pasien sebagai
2018 berhubungan dengan selama 3 x 24 jam di standar dalam
Gangguan aliran darah harapkan perfusi jaringan menuntukan inetrvensi
serebral (infark serebri), serebral efektif dengan yang tepat.
ditandai dengan kriteria hasil 2. Pemberian oksigen yang
DS : 1. Tanda tanda vital 2. Berikan O2 sesuai tepat sehingga suplai
Pasien mengatakan normal ( TD : 100- terapi oksigen ke otak lancar.
kelemahan pada kaki 130/70-90mmHg,
kanan dan kiri, terasa RR:12-20x/mnt, N : 3. Meningkat atau
kebas 60-100x/mnt, S: berkurangnya kekuatan
3. Monitor kekuatan otot
36ºC-37ºC). otot merupakan penentu
DO : 2. Fungsi motorik dan adanya gangguan
Kekuatan otot kekuatan otot neurologis pada pasien.
3. Pasien tampak rileks. 4. Latihan gerak pada
anggota tubuh yang
4. Ajarkan pasien untuk
lemas dan kebas bisa
menggerakan anggota
sebagai fisioterapi yang
badan yg kebas (jari –
jari) mudah agar aliaran darah
lanacr.
5 5 5. Pasien akan merasa lebih
nyaman
6. Sebagai terapi terhadap
3 5 5. Berikan posisi semi gangguan neurologis dan
fowler gangguan aliran darah.
6. Kelola pemberian
TD : 130/80 mm/Hg terapi
a. Injeksi Citicolin
N : 84 x/menit
500 mg /12 jam
RR : 22 x/menit intravena
b. Injeksi
S : 360 C
Mecobalamin 500 Titik
Titik mg /12 jam
intravena
c. CPG 75 mg Per
Oral
d. Miniaspi 80 mg
Titik
Per Oral

Titik
Manajeman regimen Setelah dilakukan 1. Cek gula darah secara 1. Pengecekan rutin gula
teraputik tidak efektif tindakan keperawatan rutin darah sebagai
berhubungan dengan selama 3 x 24 jam di pengetahuan pasien akan
Konflik dalam harapkan manajeman gula darah pasien secara
memutuskan terapi dan teraputik pasien menjadi rutin
2. Pasien akan lebih
2. Ajarkan pasien cara mandiri dan paham cara
defisit support keluarga, efektif dengan kriteria menyuntik insulin menyuntikkan insulin.
ditandai dengan hasil : 3. Perilaku beresiko ini bila
DS: 1. Gula darah dalam 3. Diskusiakan dengan tidak dicegah makan
batas normal (GDS 70 pasien dan keluarga akan menimbulkan
Pasien mengatakan 3
– 140 mg/dl) mengenai perilaku komplikasi yang lain
tahun lalu punya sakit
2. Pasien dan keluarga yang beresiko terhadap pasien
gula dan tidak rutin untuk
mampu mencegah (menjaga pola makan
periksa ataupun
perilaku yang dan menghindari luka
meminum obat gula
beresiko berupa akibat benda tajam)
menjaga pola makan terhadap kesehatan
DO:
dan menghindari luka pasien
Pasien tampak lesu,
akibat benda tajam.
lemas dan bingung ketika
3. Pasien dan keluarga 4. Diskusikan dengan
ditanya tentang
mengetahui tentang pasien dan keluarga
penyakitnya.
komplikasi yang mengenai penanganan 4. Penanganan yang tepat
GD puasa : 224
mungkin terjadi dan yang tepat apabila akan meminimalisirkan
GD 2 PP : 228
cara penanganan terjadi komplikasi efek komplikasi pada
apabila terjadi pada pasien. pasien.
komplikasi
terhadap pasien 5. Kolaborasi dengan
ahli gizi mengenai diet
yang tepat untuk
pasien
Titik
5. Dengan mengetahui
makanan apa yang boleh
dimakan oleh pasien dan
Titik nilai gizi apa saja yang
terkandung didalamnya
membuat pasien dapat
menjaga pola makan.
Titik
Titik
5. Pelaksanaan Keperawatan

Tabel 3.6 Pelaksanaan Keperawatan

Pasien T di ruang Dahlia Rumah Sakit Jogja tanggal 02 – 07 – 2018

Diagnosa Keperawatan Implementasi Evaluasi


Resiko perfusi jaringan Senin, 02 Juli 2018 Senin, 02 Juli 2018
serebral tidak efektif Pukul 09.00 WIB Pukul 13.00 WIB
berhubungan dengan
Gangguan aliran darah 1. Mengkaji keadaan umum dan tanda S:
serebral (infark serebri) vital pasien
 Pasien mengatakan kelemahan pada kaki kanan
2. Memberikan posisi semi fowler
dan kiri, terasa kebas, pasien mengatakan lebih
3. Memberikan oksigen (O2) sesuai
nyaman saat posisi tempat tidur agak di
terapi yaitu 2 lt/menit
tinggikan.
Titik
O:
Pukul 10.00 WIB
 Kekuatan otot 5 5
4. Mengkaji kekuatan otot pasien 3 5
5. Mengajarkan pasien menggerkan
 TD : 130/80 mm/Hg
bagian kaki kanan yang kebas (naik
 N : 84 x/menit
turun, menekuk, dan menggerakan
Titik  RR : 20 x/menit
jari jari kaki)
 S : 360 C
Titik
 Pasien masih tampak kesulitan dalam
menggerakan kaki dan jari jari kaki.
Pukul 12.00 WIB A :

6. Mengelola terapi pasien  Resiko perfusi jaringan serebral tidak efektif


Injeksi Citicolin 500 mg /12 jam berhubungan dengan Gangguan aliran darah
intra vena serebral (infark serebri) belum teratasi.
P :
Injeksi Mecobalamin 500 mg /12
 Lanjutkan intervensi
jam intra vena
1. Monitor tanda – tanda vital
CPG 75 mg Per Oral
2. Berikan O2 sesuai terapi
Miniaspi 80 mg Per Oral
3. Monitor kekuatan otot
4. Ajarkan pasien untuk menggerakan anggota
Titik
badan yg kebas (jari – jari)
5. Berikan posisi semi fowler
6. Kelola pemberian terapi
a. Injeksi Citicolin 500 mg /12 jam
intravena
b. Injeksi Mecobalamin 500 mg /12 jam
intravena
c. CPG 75 mg Per Oral
d. Miniaspi 80 mg Per Oral

Titik
Manajeman regimen Senin, 02 Juli 2018 Senin, 02 Juli 2018
teraputik tidak efektif Pukul 09.00 WIB Pukul 13.00 WIB
berhubungan dengan
Konflik dalam 1. Mengkaji keadaan umum pasien S:
2. Mengecek gula darah puasa
memutuskan terapi dan  Pasien mengatakan 3 tahun lalu punya sakit gula
Titik
defisit support keluarga dan tidak rutin untuk periksa ataupun meminum
obat gula,
Pukul 10.00 WIB O :
Titik  Pasien tampak lesu, lemas dan bingung ketika
3. Mengkaji pengetahuan pasien
tentang penyakit diabetes ditanya tentang penyakitnya.

4. Mengkaji penegtahuan pasien  GD puasa : 224

mengenai perilaku yang beresiko  GD 2 PP : 228


terhadap kesehatan pasien. A :
Titik  Manajeman regimen teraputik tidak efektif
berhubungan dengan Konflik dalam
memutuskan terapi dan defisit support keluarga
Pukul 11.30 WIB
belum teratasi
5. Mengecek gula darah 2 jam PP P :
6. Memberikan obat insulin ( injeksi  Lanjutkan Inetrvensi
sub cutan Apidra 10 unit ) 1. Cek gula darah secara rutin
2. Ajarkan pasien cara menyuntik insulin
3. Diskusikan dengan pasien dan keluarga
mengenai komplikasi dan cara penanganan
Titik
yang tepat apabila terjadi komplikasi pada
pasien.
4. Kolaborasi dengan ahli gizi mengenai diet
yang tepat untuk pasien

Titik
Resiko perfusi jaringan Selasa, 03 Juli 2018 Selasa , 03 Juli 2018
serebral tidak efektif
Pukul 08.00 WIB Pukul 14.00 WIB
berhubungan dengan
Gangguan aliran darah
serebral (infark serebri)
1. Mengkaji keadaan umum dan tanda S:
vital pasien
Titik  Pasien mengatakan masih terasa sedikit lemas
2. Memberikan posisi semi fowler
pada kaki kanan dan kiri, terasa kebas, pasien
mengatakan lebih nyaman saat posisi tempat
tidur agak di tinggikan.

3. Memberikan oksigen (O2) sesuai


terapi yaitu 2 lt/menit dengan kanul
binasal
O:
Titik
 Kekuatan otot 5 5
Pukul 09.00 WIB
4 5
4. Mengkaji kekuatan otot pasien
 TD : 110/80 mm/Hg
5. Mengajarkan pasien menggerkan
bagian kaki kanan yang kebas (naik  N : 80 x/menit
turun, menekuk, dan menggerakan  RR : 20 x/menit
jari jari kaki)  S : 36.50 C
Titik  Pasien terlihat sudah agak bisa untuk
menggerakan kaki dan jari jari kaki.
A :
Pukul 12.00 WIB
 Resiko perfusi jaringan serebral tidak efektif
6. Mengelola terapi pasien berhubungan dengan Gangguan aliran darah
Injeksi Citicolin 500 mg /12 jam serebral (infark serebri) Teratasi Sebagian
intra vena
Injeksi Mecobalamin 500 mg /12 P :
jam intra vena
 Lanjutkan intervensi
CPG 75 mg Per Oral
1. Monitor tanda – tanda vital
Miniaspi 80 mg Per Oral
2. Berikan O2 sesuai terapi
3. Monitor kekuatan otot
Titik
4. Ajarkan pasien untuk menggerakan anggota
badan yg kebas (jari – jari)
5. Berikan posisi semi fowler
6. Kelola pemberian terapi
a. injeksi Citicolin 500 mg /12 jam
intravena
b. Injeksi Mecobalamin 500 mg /12 jam
intravena
c. CPG 75 mg Per Oral
d. Miniaspi 80 mg Per Oral

Titik
Manajeman regimen Selasa, 03 Juli 2018 Selasa, 03 Juli 2018
teraputik tidak efektif Pukul 08.00 WIB
Pukul 14.00 WIB
berhubungan dengan
Konflik dalam 1. Mengkaji keadaan umum pasien
memutuskan terapi dan 2. Mengecek gula darah sewaktu
S:
defisit support keluarga dengan stik
Titik  Pasien mengatakan tidak mengetahui penyebab
pasien terkena stroke merupakan akibat dari
Pukul 10.00 WIB penyakita gula darah yang tidak terkonrol.
3. Mengkaji pengetahuan pasien
 Pasien mengatakan mengerti dengan makanan
tentang komplikasi dan cara
yang boleh dimakan serta cara pengolahan
penanganan bila terjadi komplikasi
makanan yang baik untuk pasien.
Titik Titik

O :
Pukul 11.30
4. Mengecek gula darah sewaktu  Pasien tampak sedikit lemas, pasien kooperatif
dengan stik sebelum makan ketika diajak berdiskusi menegnai diit yang tepat
5. Mengajarkan pasien untuk oleh ahli gizi.
menyuntikan insulin. ( inj. Apidra 3  Pasien tampak memahami ketika ahli gizi
x 10 unit) menjelaskan tentang apa yang boleh di makan
Titik cara pengohan yang tepat untuk pasien
 Pasien tampak sudah bisa untuk melakukan
suntik insulin sendiri
 GDS stik pagi : 178 mg/dl
 GDS stik siang : 168 mg/dl
A :
 Manajeman regimen teraputik tidak efektif
Pukul 13.00 berhubungan dengan Konflik dalam
memutuskan terapi dan defisit support keluarga
6. Mengkolaborasikan dengan ahli gizi
teratasi sebagian
tentang diet yang tepat untuk pasien. P
:
 Lanjutkan Inetrvensi
Titik
1. Cek gula darah secara rutin
2. Jelakan tentang komplikasi dan cara
penanganan bila terjadi komplikasi pada psien.
3. Diskusiakan dengan pasien dan keluarga
mengenai perilaku yang beresiko (menjaga pola
makan dan menghindari luka akibat benda
tajam) terhadap kesehatan pasien

Titik

Resiko perfusi jaringan Rabu, 04 Juli 2018 Rabu, 04 Juli 2018


serebral tidak efektif Pukul 08.30 WIB
Pukul 14.00 WIB
berhubungan dengan
Gangguan aliran darah 1. Mengkaji keadaan umum dan tanda
serebral (infark serebri) vital pasien
S
2. Memberikan posisi semi fowler
3. Memberikan oksigen (O2) dengan  Pasien mengatakan masih terasa sedikit lemas
kanul binasl sesuai terapi yaitu 2
pada kaki kanan dan kiri, terasa kebas, pasien
lt/menit
mengatakan lebih nyaman saat posisi tempat
tidur agak di tinggikan.
Titik Titik

Pukul 09.00 WIB O:


4. Mengkaji kekuatan otot pasien  Kekuatan otot 5 5
4 5
5. Mengajarkan pasien menggerkan
 TD : 120/80 mm/Hg
bagian kaki kanan yang kebas (naik  N : 85 x/menit
turun, menekuk, dan menggerakan  RR : 20 x/menit
 S : 36.50 C
jari jari kaki)
 Pasien terlihat sudah agak bisa untuk
Titik menggerakan kaki dan jari jari kaki.
A :
 Resiko perfusi jaringan serebral tidak efektif
berhubungan dengan Gangguan aliran darah
Pukul 12.00 WIB serebral (infark serebri) Teratasi Sebagian
P :
6. Injeksi Citicolin 500 mg /12 jam
 Lanjutkan intervensi
intra vena 1. Monitor tanda – tanda vital
Injeksi Mecobalamin 500 mg /12 2. Berikan O2 sesuai terapi
3. Monitor kekuatan otot
jam intra vena 4. Ajarkan pasien untuk menggerakan anggota
CPG 75 mg Per Oral badan yg kebas (jari – jari)
5. Kelola pemberian terapi
Miniaspi 80 mg Per Oral
Titik
a. Injeksi Citicolin 500 mg /12 jam
intravena
b. Injeksi Mecobalamin 500 mg /12 jam
intravena
c. CPG 75 mg Per Oral
d. Miniaspi 80 mg Per Oral
Titik
Manajeman regimen Rabu, 04 Juli 2018 Rabu, 04 Juli 2018
teraputik tidak efektif Pukul 08.00 WIB
Pukul 14.00 WIB
berhubungan dengan
Konflik dalam 1. Mengkaji keadaan umum pasien
memutuskan terapi dan 2. Mengecek gula darah sewaktu
S :
defisit support keluarga dengan stik
Titik  Pasien mengatakan sudah lebih paham mengenai
Pukul 10.00 WIB perilaku yang beresiko menimbulkan komplikasi
3. Memberikan penjelasan mengenai pada pasien seperti pola makan yang sehat dan
perilaku yang beresiko menimbulkan menjaga agar tidak terjadi luka di kaki atau
komplikasi anggota tubuh lainya.
4. Mendiskusikan bagaimana cara  Pasien mengatakan mengerti cara penangan
Titik penanganan apabila terjadi apabila terjadi komplikasi pada pasien yaitu untuk
komplikasi seperti ini lagi di segera dibawa ke dokter atau Rumah Sakit
kemudian hari. terdekat.
Titik O :
 Pasien tampak sedikit lemas, pasien kooperatif
ketika diajak berdiskusi menegnai perilaku yang
beresiko dan cara penanganan komplikasi.
 Pasien tampak memahami penjelasan mengenai
Pukul 11.30 WIB perilaku yang beresiko dan cara penanganan
kompilkasi.
5. Mengecek gula darah sewaktu
dengan stik sebelum makan  GDS stik pagi : 158 mg/dl

Titik  GDS stik siang : 168 mg/dl


A :
 Manajeman regimen teraputik tidak efektif
berhubungan dengan Konflik dalam
memutuskan terapi dan defisit support keluarga
teratasi sebagian

P :
 Lanjutkan Inetrvensi
1. Cek gula darah secara rutin
2. Jelaskan pada pasien dan keluarga
mengenai perilaku yang beresiko (menjaga
pola makan dan menghindari luka akibat
benda tajam) terhadap kesehatan pasien

Titik
BAB IV

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dari makalah yang saya buat, dapat ditarik kesimpulan bahwa penyakit  Diabetes
Militus (DM) ini sangat brrbahaya dan menakutkan. Banyak sekali faktor yang
menyebabkan seseorang menderita penyakit Diabetes Militus. Seperti conohnya,
Obesitas(berat badan berlebih),faktor genetis, pola hidup yang tidak sehat (jarang berolah
raga), kurang tidur, dan masih banyak yang lainnya.
3.2 Saran            
Adapun saran bagi pembaca dari makalah ini adalah sebagai berikut.
1. Selalu berhati – hatilah dalam menjaga pola  hidup. Sering berolah raga dan istirahat
yang cukup
2. Jaga pola makan anda. Jangan terlalu sering mengkonsumsi makanan atau minuman
yang terlalu manis. Karena itu dapat menyebabkan kadar gula melonjak tinggi.

Anda mungkin juga menyukai