Anda di halaman 1dari 13

BAB II

SEJARAH PERKEMBANGAN MARIOLOGI DARI ABAD KE II SAMPAI


ABAD XX
2.1. Abad ke dua

Literatur abad kedua merupakan jembatan yang menghubungkan tulisan-tulisan


Perjanjian Baru dengan masa Bapa-bapa Gereja. Dalam periode ini, mulai berkembang
minat terhadap tema-tema Marial. Kendati demikian belum muncul refleksi teologis yang
lengkap dan tersistematis mengenai Maria. Tulisan-tulisan yang muncul berorientasi
Kristologi. Karena itu, pembicaraan tentang Maria hanya mengisi pinggiran diskusi
Kristologi. Sebelum tahun 150, jumlah referensi Marial sangatlah terbatas. Sementara itu,
karya-karya yang ditulis antara tahun 150 dan 200 tidaklah muda untuk ditafsirkan.
Teks Marial dalam abad kedua terbagi dalam dua kelompok, yakni karangan
apocrypha 1karena tidak menerima ( Injil-Injil, surat-surat dan apokalipsi-apokalipsi yang
non biblis) dan tulisan-tulisan patristik ( tulisan para Bapa Gereja). Kelompok pertama di
sebut Apocrypha karena tidak diterima untuk dimasukan ke dalam kanon Kitab Suci.
Tulisan-tulisan ini ditolak karena dianggap sebagai karya kelompok-kelompok ( heretik
=bidaah). Karangan-karangan apocrypha menyinggung Maria hanya sepintas lalu. Maria
di singgung sehubungan dengan Kristus. Tidak ditemukan refleksi yang terpadu tentang
Maria dalam sejarah keselamatan. Tulisan-tulisan apokrip bertolak dari informasi yang
disajikan Kitab Suci dan berusaha melengkapinya karena tidak puas dengan muatan
biografisnya yang minimalis.Kitab Apokrif memainkan peran yang tidak kecil dalam
Gereja perdana, karena proses penentuan Kanon Kitab Suci Perjanjian Baru memakan
waktu lama. Selain itu, pelarangan penggunaan Kitab-kitab Apokrif dalam Liturgi baru
terjadi abad V (140-an) dan itupun hanya di Gereja Barat. Kitab- kitab itu menjadi
inspirasi dalam seni rupa dan seni sastra.
Di antara tulisan-tulisan itu, Protevangelium2 menaruh perhatian khusus kepada
Maria. Gereja Roma menolak dan menilainya apokrip. Kendati demikian, Injil ini dipakai
secara umum di Gereja Timur dan berpengaruh dalam perkembangan legenda Maria
berabad-abad. Injil ini kemungkinan disusun sekitar tahun 150 M. Klemens dari
Aleksandria, Origenes dan Yustinus sudah mengenalnya. Disebutkan bahwa pengarangnya
1
Apokrif (atau dalam bahasa Inggris Apocrypha) berasal dari kata apokryphos dalam bahasa Yunani, artinya
rahasia, tersembunyi atau tidak kanonik. Dengan demikian, istilah ini merujuk kepada tulisan-tulisan yang
diragukan keasliannya. Paul Lawrence.. The Lion Atlas of Bible History. Oxford: Lion Hudson, 2006, 13

2
sebuah injil apokrifa yang diyakini ditulis sekitar tahun 145 Masehi, yang menjelaskan kilas balik dari cerita
kelahiran Injil Matius dan Injil Lukas, dan mewakili penjelasan terkait kelahiran dan pembesaran Maria itu
sendiri. Ini adalah sumber tertua di luar Perjanjian Baru yang mengakui keperawanan Maria tak hanya
sebelumnya, tetapi saat (dan setelah) kelahiran Yesus. Manuskrip kuno yang menyajikan kitab tersebut memiliki
judul berbeda, yang meliputi "Kelahiran Maria", "Kisah Kelahiran Santa Maria, Bunda Allah," dan "Kelahiran
Maria; Wahyu Yakobus. Gambero, Luigi "Mary and the Fathers of the Church: The Blessed Virgin Mary in
Patristic Thought". Ignatius Press, 1999,. – via Google Books. & Ehrman, Bart D., "Lost Scriptures: Books
that Did Not Make It into the New Testament". Oxford University Press, 2003– via Google Books.
[5]
adalah Yakobus, saudara Yesus. Protevangelium Yakobus, yang judul lamanya Kelahiran
Maria Revelasi Yakobus menyajikan banyak hal kecil mengenai Maria: keluarganya,
kelahirannya, masa kanak-kanaknya, pertunangannya dengan Yusuf, kabar Malaikat dst.
Sebagian besar tulisan Patristik tidak menyebut Maria. Ignasius dari antiokhia
memberikan kesaksian awal tentang pangandungan Yesus secara perawan. Hal itu dapat
kita jumpai dalam suratnya kepada jemaad di Smirna3 1:1 dan surat kepada Jemaad di
Efesus 7:2; 18:2; 19:1. Melalui apologia Yustinus Martir (165) tema-tema Maria mulia
hadir dalam diskusi teologis. Minat Mariologis Yustinus Martir muncul dalam kerangka
Kristologi dan Soteriologi. Yustinus menyinggung hal Maria mengandung sebagai
perawan. Menurut Yustinus, kelahiran Yesus dari perawan merupakan bukti bahwa Dia
adalah Mesias dan satu tanda zaman baru ( Apologia Yustinus). Yustinus menambahkan
suatu dimensi baru yakni membuat sebuah kesejajaran tipologis antara Maria dengan
Hawa: Hawa percaya dan taat kepada ular, sedangkan Maria percaya dan taat kepada
malaikat. Karena itu Hawa melalui ketidaktaatannya, menjadi ibu dosa dan kematian,
sedangkan Maria melalui ketaatannya menjadi bunda dari Dia yang menghancurkan karya
setan.
Ireneus melanjutkan kesejajaran tipologis antar Maria dengan Hawa itu. Dia
mendasarkan tipologi Hawa-Maria pada tipologi Adam-Kristus dari Paulus ( Adversus
Haereses III). Menurut Yustinus, Maria adalah Hawa baru, berada di ambang pintu umat
manusia baru, ibu umat manusia baru tempat Allah memulai zaman yang baru. Dalam
Maria, Allah membuat satu awal mula baru. Tipologi Maria- Hawa diteruskan oleh
Ephrem, penyair Syria ( +373), Gregorisus dari Nyssa (+394), Ambrosius ( +397).
Ambrosius adalah orang pertama yang mengajukan rumusan klasik bahwa Maria
adalah tipe dari Gereja. Kemudian, Agustinus mengembangkan lebih lanjut ide ini. Ia
menempatkan Maria di depan Gereja, sebagai gambaran ideal dan anggota sempurna dari
Tubuh Kristus.
Tema Marial yang menonjol pada abad kedua adalah Maria mengandung secara perawan
( Virginitas ante partum). Kebanyakan sumber mengakui keperawanan Maria dalam
mengandung Yesus. Terlepas dari implikasi protevangelium, tidak ada bukti adanya
kepercayaan mengenai keperawanan tetap Maria ( Virginitas post partum). Sedangkan
kepercayaan terhadap keperawanan Maria selama melahirkan Yesus ( Virginitas in partu)
ada, walaupun tidak sedemikian kuat. Tidak diketahui dengan pasti, kapan persisnya mulai
ada kepercayaan akan keperawanan Maria yang tetap. Yang pasti adalah bahwa dalam Gereja
Purba, gagasan keperawanan tetap ini ditentang oleh penulis seperti Tertulianus agar tidak
dimanfaatkan oleh kaum Doketis = yunani dokein tampak/ kelihatan (suatu istilah yang
menyatakan bahwa Yesus Kristus tidak sungguh-sungguh) manusia dan Gnostik = yunani
gnosis= mengklaim bahwa mereka memiliki pengetahuan yang lebih tinggi.. Sedangkan
tradisi kelahiran secara luar biasa berasal dari abad ke dua. Hal ini membawa Gereja dalam
situasi paradoksal: di satu sisi Gereja ingin menggarisbawahi bahwa Yesus sungguh lahir
3
Smirna adalah kota pelabuhan pada pantai barat Asia kecil. Dahulunya adalah koloni Eolia. Sekitar tahun
300SM dibangun kembali sesuai rencana Iskandar Agung, kemudian berkembang menjadi kota pelabuhan dan
kota dagang terkaya di Asia kecil. Di kota ini juga gereja Tuhan ( Why.1:11), kota ini banyak dihuni oleh orang
Yahudi dengan kekuatan pengaruh finansial yang luar biasa. Gereja Tuhan mendapat tekanan dari orang.orang
Yahudi di kota ini. Smirna= dari kata Mur ( pahit), arti namanya: yang dikasihi.
[6]
sebagai manusia ( menentang kaum Doketist dan Gnostik yang menyangkal kemanusiaan
Yesus di sisi lain Gereja menggarisbawahi keagungan Maria sehingga membuka
kemungkinan bahwa Maria melahirkan Yesus secara ajaib (tanpa merusak keperawanan
fisiknya) dan hal ini memberi jalan kepada kaum doketis.

2.2. Abad ketiga sampai abad pertengahan

Sejak abad ketiga dan seterusnya, keperawanan tetap Maria diterima secara umum.
Maria di tampilkan sebagai model bagi para perawan yang diabdikan kepada Allah. Berbeda
dengan kebanyakan para bapa Gereja yang melihat Maria sebagai model dari semua
kebajikan, Yohanes Krisostomus mempunyai penilaian rada negatif tentang Maria.
Devosi kepada Bunda Maria tumbuh sejak abad 1V. Sebetulnya, Maria bukanlah
seorang kudus pertama yang menjadi sasaran devosi umat. Sudah sekitar tahun 150 para
martir di hormati. Pada abad ke IV fenomena kemartiran mulai berkurang karena agama
Katolik secara resmi diakui negara. Karena itu gagasan kemartiran mulai dirohanikan. Orang
yang disebut kudus bukan hanya mereka yang mati demi Kristus tetapi mereka yang hidup
untuk Kristus. Maka di antara orang kudus yang bukan martir tentu saja ada Maria. Umat
pun menghormati Maria dan berdoa kepadanya. Doa tertua yang terkenal berasal dari dari
abad IV in yakni Subtuum Presidium, Deigenitrix…: Santa Maria Bunda Allah. Pada abad IV
Ephiphanis ( pujangga gereja) menentang umat beriman yang menurutnya menjadikan Maria
sebagai dewi.
Sebelum Konsili Efesus (431) Maria disinggung sehubungan dengan Kristus. Artinya
dalam rangka pembicaraan tentang Kristus ( tema utama) maka disinggunglah Maria. Jadi,
Mariologi Memang diturunkan dari Kristologi. Dalam kerangka Kristologi Maria disinggung
sehubungan dengan ajaran sesat yang menyangkal kealahan atau kemanusiaan Yesus. Dalam
era ini muncul tiga bidaah di bidang Kristologi yang berikaitan dengan isu Bunda Allah yakni
Doketisme, Arianisme, dan Nestroriam. Doketisme mengakui keallahan Kristus dan
menyangkalkemanusiaan-Nya.
Sebelum konsili Efesus (431) Maria disinggung sehubungan dengan Kristus. Artinya
dalam rangkah pembicaraan tentang Kristus ( tema utama) maka disinggungah Maria, jadi,
Mariologi memang diturunkan dari Kristologi. Dalam kerangka Kristologi Maria disinggung
sehubungan dengan ajaran sesat yang menyangkal kealahan atau kemanusiaan Yesus. Dalam
era ini muncul tiga bidaah di bidang Kristologi yang berkaitan denga isu Bunda Allah, yakni
Doketisme, Arianisme dan Nestorian. Doketisme (mengakui kealahan Kristus dan
menyangkal kemanusiaan-Nya. Yesus hanya kelihatan seperti manusia tetapi tidak sungguh
manusia. Arianisme (menerima kemanusiaan Yesus dan menyangkal bahwa Dia juga anak
Allah, pribadi ke dua dari Allah Tritunggal. Baik Doketisme maupun Arianisme menolak
adanya dua kodrat pada Yesus dan Inkarnasi. Jika Doketisme benar maka Maria tidak dapat
disebut sebagai Bunda Allah karena dia bukanlah bunda dari Putera Allah yang menjelma
menjadi manusia. Jika Arianisme benar, Yesus bukanlah Allah dan Maria tidak perna dapat
menjadi Bunda Allah. Dalam konsili Nicea, kedua paham dari kedua bidaah ini dinyatakan
salah, dan kenyataannya bahwa Yesus sungguh Allah dan sungguh manusia dinyatakan
sebagai benar dan tidak dapat salah.
[7]
Kontroversi Nestorial mempunyai andil ( secara tidak langsung) dalam memajukan
Mariologi. Menurut kaum Nestoriam terdapat dua pribadi dalam diri Kristus, yakni pribadi
ilahi dan pribadi manusiawi. Bagi kaum Nestoriam, Maria hanyalah bunda prinadi manusiawi
Yesus Kristus. Karena itu, Maria disebut antrophotokos. Sedangkan menurut Nestorius,
Maria tidak dapat disebut Antrophotokos ataupun theotokos. Maria adalah Kristotokos.
Padahal sejak awal abad III, orang suka menyebut Maria sebagai Theotokos, Deigenetrix,
Deipara ( konsili Efesus (431) mempertahankan penggunaan gelar Theotokos ( Bunda Allah)
dan menolak ajaran Nestorius. Maria harus disebut Bunda Allah karena ia melahirkan Yesus
yang hanya memiliki satu pribadi dan pribadi itu adalah Sabda Allah sendiri.
Sebetulnya definisi ini bukanlah definisi Mariologi tetapi Kristologi. Yang hendak
diselamatkan oleh definisi ini bukanlah keibuan Maria, tetapi unitas Kristus yang sungguh
dalam pribadi ilahi yang satu. Kebundaan ilahi Maria merupakan dogma Mariologis yang
pertama. Terjemahan Latin untuk theotokos bukan hanya Deipara atau Dei genetrix tetapi
juga Mater Dei. Tugas Maria sebagai ibu tidak terbatas pada melahirkan Yesus secara
biologis. Tugas itu menyangkut dimensi personal-rohani. Karena itu, tugas itu melibatkan diri
Maria seutuhnya, mengandaikan juga keterlibatan aktif dan dalam kebebasan.
Keputusan Konsili Efesus ini mengobarkan semangat devosi Marial di kalangan umat
beriman. Dikisahkan bahwa, setelah keputusan dimaklumkan, umat Kristiani di Efesus
berpawai salim meneriakan: “Maria theotokos”. Di samping itu, minaat umat terhadap tulisan
apokrip bertambah, khususnya terhadap protevangelium Yakobus. Dalam protevangelium
Yakobus terdapat informasi mengenai virginitas Maria in partu dan persembahannya di dalam
Bait Allah. Dalam symbola ( berbagai macam syahadat yang dibuat sejak abad IV di Gereja
Barat dan Timur) Maria sudah disebut perawan. Sejumlah konsili memakai sebutan itu dalam
rumusan pengakuan iman yang dimaklumkannya, seperti konsili Nikaia ( 325), konsili
Konstantinopel (381), Konsili Efesus (431), konsili Khalkedon ( 451) dan konsili
Konstantinopel ( 553). Virginitas in partu diajarkan oleh Ireneus, Klemens daari Aleksandria,
Gregorius dari Nyssa, dst. Tertulianus, Origgenes dan Hieronimus menolak ajaran ini.
Kepercayaan akan virginitas in partu in semakin popular dan disebutkan oleh konsili Lateran
(649) ketika merumuskan perlawanan terhadap monotelitime ( satu kehendak dalam
Kristus). Virginitas ante partum diajarkan oleh Origenes, Petrus I dari Aleksandria, gregorius
dari Nyssa, Hilarius dan Hieronimus.
Keyakinan akan keperawanan Maria menyebar dengan luas dan cepat dan kemudian
menjadi keyakinan akan keperawanannya yang tepat. Sejak abad keempat Maria dikatakan
sebagai tetap perawan ( aei parthenos, semper virgo). Dalam doa-doa liturgis atau dalam teks-
teks nonliturgis, nama Maria disertai dengan sifatnya yang tetap perawan. Sejumlah Bapa
Gereja yang berpengaruh kuat dalam mempertahankan keperawanan tetap Maria. Di antara
mereka ada Yohanes, Krisostomus, Efraim, Ambrosius dan Agustinus.
Sesudah konsili Efesus ada banyak pesta liturgis Maria. Sebelumnya hanya ada satu,
yakni pesta purifikasi yang hanya dirayakan di bagian-bagian tertentu Gereja Timur. Pesta
Maria di angkat ke surga dengan badan (assumptio) sudah dirayakan di berbagai gereje sejak
awal abad VI. Kepercayaan ini berdasarkan pada argumen convenientiae ( kesesuaian).
Adalah sesuai ( pantas, cocok) bahwa Yesus membebaskan ibu-Nya dari kerusakan badan
dan mengambil dia dengan badan ke dalam surga. Menjelang pertengahan abad VII suda ada
[8]
empat pesta Marial yang dirayakan di Roma yakni Annuntiatio, purificatio, assumptio dan
Nativitas Mariae. Pada akhir abad VII sudah ada pesta Conceptio Mariae ( pengandungan
Maria) di Timur. sama Andreas dari kreta menulis himne kepada Maria yang disebutnya
sebagai “sama sekali suci/ kudus tanpa noda.
Dengan berkembangnya kepercayaan akan assumptio Maria maka iman akan kuasa
pengantaraannya pun berkembang. Pada awal abad VIII sudah menguat keyakinan ini
menjadi teguh, khusus di Timur, dalam literatur populer maupun dalam kotbah. Germanus
(+), patriarkh Konstantinopel mempopulerkan pandangan bahwa Maria mempunyai pengaruh
maternal atas Allah, bahwa Maria dapat meredahkan kemarahan Allah. Karena itu, Maria
menjadi mediatrix kita pada Allah. Dari Barat, Ambrosius dan Agustinus menggarisbawahi
hubungan antara Maria dan Gereja. Pendekatan Barat tampak lebih sederhana dan tenang dan
belum terpengaruhi oleh legenda Theophilus dari Timur yang berpengaruh besar bagi
Mariologi pada abad pertengahan.

2.3. Abad Pertengahan (abad ke 5 -15)

Pada abad pertengahan, pengaruh maternal Maria ( merendahkan murka Allah) menajdi
salah satu tema dari pietas dan devosi Marial yang populer. Peran menyelamatkan dari Maria
ini dilukiskan secara dramatis dalam cerita Theophilus. Cerita ini kemungkinan
diterjemahkan ke dalam bahasa Latin oleh Paulus, diaken (+799), seorang rahib dari monte
Cassino yang tinggal di istana Karel Agung. Terjemahan ini berpengaruh besar bagi umat
Kristen Barat. Dari terjemahan ini mereka mengenal kisah Dr. Faustus yang memberikan
jiwanya kepada setan untuk memperoleh jabatan yang diinginkannya. Karena menyesal, ia
memohon bantuan Maria agar Allah mengampuni dosanya itu. Maria membantu dia dan
setanpun mengalah. Sebagaimana dari Timur, di baratpun Maria di lihat sebagai pembebas
pada tawanan, tempat perlindungan orang berdosa dan pengantara antara Allah dan manusia.
Legenda diperbanyak dan dijadikan tema drama. Kristus dilukiskan sebagai Hakim yang
bengis dan hati-Nya hanya bisa dilembutkan oleh permohonan ibu-Nya. Selain itu, Maria
dikenal sebagai “Bintang laut” yang membimbing umat manusia menuju pelabuhan surga dan
sebagai Bunda berbelaskasihan”.
Prinsip yang dipakai dalam mengembangkan Mariologi pada saat itu adalah argumen
convenientiae. Struktur argumen ini adalah sebagai berikut: Allah ( atau Kristus) dapat
berbuat sesuatu ( potuit); cocoklah bahwa Dia harus; karenanya diperbuat itu ( fecit). Dengan
demikian, Mariologi agak dilepaskan dari Kitab Suci.
Di antara sekian teolog barat, yang paling berpengaruh dalam perkembangan Mariologi
adalah Bernardus dari Clairvaux (+1153). Kotbah-kotbahnya sebagai pujian akan perawan
Maria mempunyai pengaruh yang sama dengan legenda Theophilus dan penyerahan diri
orang beriman kepada bantuan Maria. Santo Bernadus adalah juga seorang teolog.
Menurutnya Maria mempunyai peran besar dalam penebusan. Maria digambarkan sebagai
aliran saluran air yang mengalirkan rahmat ilahi ke dunia. Allah menghendaki agar kita
memiliki segala sesuatu melalui Maria. Ini menjadi prinsip Mariologi yang terus menerus
diulang oleh para Paus, teolog dan penulis rohani sampai Pius XII dalam pertengahan abad ke
20.
[9]
Bernardus tidak menyangkal kepengataraan tunggal Yesus Kristus. Akan tetapi,
kealahanNya dan status-Nya sebagai hakim umat manusia, bisa membuat orang takut untuk
mendekatinya. Oleh karena itu, manusia memerlukan seorang mediator yang
menghubungkan manusia dengan Madiator tunggal itu dan Marialah yang paling berdaya
guna dalam memainkan peran penghubung itu. Analog dengan analogi pipa air dikemukakan
oleh Bernardus, ada yang menggunakan analogi leher. Maria adalah leher yang
menghubungkan kepala ( Kristus) dengan tubuh ( Gereja).
Bernardus menolak ajaran Immaculata Conceptio dan para anggota serikatnya
mengikuti dia. Bernardus menilai kepercayaan ini sebagai superctisi. Menurut Bernardus,
Maria dikuduskan dalam rahim dan selnjutnya tetap tidak berdosa seumur hidupnya.
Penolakan yang sama datang dari Anselmus Canterbury dan juga dari Petrus Lombardus
dalam Sentences-nya. Pada awal abad ke 14 penolakan ini dipatahkan oleh dua Fransiskan
Inggris, yakni Willliam Ware (+1300-an) dan Duns Scotus (+1308).
Menurut Wiliam Ware, lebih baik keliru karena memberi Maria terlalu banyak daripada
terlalu sedikit. Dia berpegang pada prinsip medieval: point, decuit, fecit. Dia mengulang
legenda populer di Inggris. Dalam legenda itu dikisahkan bahwa Bernardus muncul di depan
seorang bruder awam segera sesudah kematiannya dengan pakaian putih berkilat dan padanya
ada satu noda kecil, yakni kesalahannya dalam hal immaculate conception.
Duns Scotus berargumen bahwa Kristus adalah seorang penebus yang datang untuk
menebus manusia baik dari dosa actual maupun dari dosa asal. Sebagai penebus yang paling
sempurna, Dia sudah mau melaksanakan kuasa-Nya mengatasi dosa asal. Demikianlah yang
terjadi dengan Bunda Maria. Pendekatan Scotus ini secara efektif meredakan penolakan dari
mereka yang membela universalitas karya penebusan Kristus. Immaculata Conceptio tidak
membuat Maria tidak membutuhkan Yesus Kristus. Sebaliknya, Maria membutuhkan Kristus
lebih dari siapa pun karena Dia melindungi secara khusus dari dosa.
Penentang utama ajaran immaculata Conceptio adalah para Dominikan yang mengikuti
langkah thomas Aquinas.
Thomas menolak Immaculata Conceptio karena hal itu tidak sesuai dengan iman akan
Yesus Kristus sebagai penebus universal.
Bonaventura juga menentang doktrin Immaculata Conceptio. Namun Bonaventura juga
berbicara tentang peran Maria dalam karya penebusan di kayu Salib. Maria dikatakan
menyetujui korban Puteranya dan membayar harga belaskasihannya sendiri. Dari sinilah
kemudian berkembang kepercayaan kepada Maria sebagai Co-Redemptrix umat manusia.
Bonaventura malah perna berkotbah bahwa Yesus mengkhususkan diri-Nya pada urusan
keadilan dan menyerahkan urusan belaskasihan pada ibu-Nya.
Bentuk-bentuk devosi marial bertambah banyak. Kaum awam dianjurkan juga untuk
menggunakan “ibadat sederhana kepada Bunda Maria”, “Salam Maria” menjadi doa utama di
samping doa Bapa kami dan aku percaya. Sebagaimana hari Minggu untuk Kristus, hari
Sabtu dikhususkan untuk Maria. Antara abad ke sebelas dan keduabelas muncul antifon-
antifon Maria seperti Alma Redemptoris Mater, Ave Regina Coelorum, Regina Coeli dan
Salve Regina. Litani Santa Maria dari Loreto muncul pada masa ini.
Pada awal abad ke-12, rosario sudah digunakan secara umum. Pada awalnya, rosario
menjadi pengganti Mazmur ( buku yang terdiri dari 150 MZ). Angelus juga mulai didoakan.
[10]
Devosi Maria juga menjadi populer ketika ada bahaya penyerbuaan Turki pada akhir abad ke-
15. Berhadapan dengan bahaya itu orang memohon perlindungan Bunda Maria.
St. Bergita dari Swedia (+1373) melaporkan bahwa dalam penampakan privat
kepadanya Maria sendiri menyatakan bahwa ajaran Immaculata Conceptio itu benar.
Pada abad ke-14, diyakini bahwa Rumah Kudus dari Loreto diterbangkan diterbangkan daari
Nazaret. Rumah itupun menjadi salah satu siarah yang masyhur.
Divina Comedia dari Dante Alighieri (+1321) menyatukan Mariologi abad
pertengahan. Maria digambarkan sebagai yang mempunyai pengaruh atas seluruh semesta:
bumi, tempat penyucian dan neraka.

2.4. Abad XV

Pada abad ke-15 ditemukan mesin cetak. Hal ini mendorong penyebaran buku-buku
tentang Maria.
Jhon Lydgate (+1450) menulis tentang kehidupan Maria dalam bentuk sajak.
St. Bernardinus dari Siena (+1461) dalam bukunya The imitation of Christ menekankan
perlunya meminta pertolongan Maria dalam mencapai cita-cita kehidupan rohani yang
lebih kaya dan mendalam. Ofisi singkat Santa Perawan Maria dicetak pada tahun 1457.
Alan de la Roche dari Ordo Dominikan menulis tentang kegunaan Kitab Mazmur Maria
yang mendukung kekuatan rosario.
Rosario menjadi sangat populer sebagai suatu devosi kepada Maria. Pada tahun 1475
dibentuk paguyupan rosario yang pertama. Pada tahun 1495 Paus Alexander VI
mengesahkan Rosario.

2.5. Abad XVI

Reformasi menyerang devosi marial dengan menentang praktik memohon doa orang-
orang kudus. Di satu sisi, Luther mempertahankan ( sepanjang hidupnya) pengakuan historis
kristiani bahwa Maria adalah Bunda Allah. “ She is rightly called not only the mother of the
man, but also the mother of God…it is certain that Mary is the mother of the real and true
God4. (Dia benar disebut tidak hanya ibu dari manusia tetapi juga ibu dari Tuhan… sudah
pasti bahwa Maria adalah ibu dari Allah yang nyata dan sejati!).
Sepanjang hidupnya Luther mempertahankan bahwa keperawanan Maria merupakan
sebuah artikel iman bagi semua orang Kristen: “it is an article of faith that Mery is mother of
the Lord and still a virgin 5?.( ini adalah artikel iman bahwa Maria adalah ibu Tuhan dan masih
perawan). Namun di sisi lain, Luther sangat kritis dengan doktrin tradisional mengenai
kepengantaraan Maria. Akan tetapi dia menerima bahwa Maria harus dihormati: “The
veneration of Mary is inscribed in the very depths of the human heart” 6( pemujaan terhadap

4
M. Luther, Martin Luther’s Works, English translation edited by J. Pelikan ( St.Louis: Concordia, 1959-1986,
Sermon on the Mount and the magnificat, volume 24, hal.107.

5
__________, Selected Commentaries on the Psalms, Volume 11, hal. 319-320
6
__________, --------------------------------------------------, Volume 10, III hal 313.
[11]
Maria tertulis di hati Maria yang paling dalam ). Dalam kotbahnya di Wittenberg, Januari 1546,
Luther menyatakan: “Is Christ only to be adored? Or is the holy mother of God rather no to
be honoured? This is the woman who crushed the Serpent’s head. Hear us. For your Son
Denies you nothing”7.(hanya Kristus yang dipuja. Atau apakah ibu suci Allah lebih baik tidak
dihormati. Ini adalah wanita yang menghancurkan kepala ular. Dengarkan kami. Karena anakmu
tidak menyangkal apa-apa). Kalvin dan Zwingli mempertahankan sedikit sekali spiritualitas
katolik kontemporer. Mereka tetap mempertahankan puritas ( kemurnian) Maria.
Pertanyaannya, mengapa pernyataan- pernyataan marial dari para reformator tidak
bertahan sampai ke penerus mereka? Jawabannya: itu merupakan konsekuensi dari prinsip-
prinsip yang mereka anut, misalnya “hanya Allah”. Selain itu, keterputusan dengan doktrin
marial tradisional merupakan pengaruh dari abad pencerahan yang secara essensial
mempertanyakan atau menyangkal semua misteri iman. Munculnya rationalisme juga ikut
menghilangkan devosi marial dari kalangan apapun yang tidak dapat dipahami dan ditolak.
Karena rasionalis hanya menerima apa yang dapat dijelaskan secara rasional, perayaan-
perayaan dalam rangka menghormati Maria dan segala yang berhubungan dengannya
disingkirkan dari Gereja Protestan.
Berhadapan dengan serangan kaum reformis, konsili Trente ( 1563) membela doa
kepada Maria dan praktik menjadikan orang kudus sebagai teladan. Maria menjadi salah satu
pokok perdebatan antara Gereja Katolik dan Protestan. Santo Petrus Kanisiua, muncul tokoh
pembela lainnya, seperti Fransiskus Suarez ( 1548-1617) dan Robertus Bellarminus ( +1621),
F. Suerez mengembangkan sebuah karya sistematis di bidang Mariologi. P. Nigido
merupakan orang pertama yang menggunakan istilah Mariologi ketika dia menulis uraian
sistematis Summae Sacrae Mariologiae pada tahun 1602.

2.6. Abad XVII

Pada tahun 1601 Litani Santa Perawan Maria ditetapkan bagi Gereja universal. Pada
tahun 1683 pesta Nama Kudus Maria diperluas ke seluruh Gereja. Seratus tahun setelah
reformasi, devosi marial mencapai puncaknya yang ke dua, khususnya di Perancis, yang
menjadi pemimpin spiritual agi Katolisisme Barat. Spiritualitas Marial berubah dengan
munculnya Sekolah Spiritualitas Perancis, dengan tokoh-tokohnya yang terkenal: kardinal
Piere de Berulle ( +1629), Jean Jacques Olier ( +1657), Jean Eudes ( +1680) dal Louis
Grignon de Montfort ( +1716). Kardinal Piere de Berulle menghubungkan devosi kepada
Maria dengan misteri Inkarnasi. Dengan pengaruh beliau, pertumbuhan budaya Prancis pada
abad ke-17 mencakup pula devosi kepada Santa perawan Maria.
Jauan Jacques Olier adalah pendiri Ordo Suplician. Dia menerapkan bahasa mistik pada
devosi marial dan menggarisbawahi peran Maria dalam pengembangan hidup rohani,
khususnya para misionaris.
Yohanes Eudes (+1680) menyusun buku lengkap pertama mengenai Hati Maria yang
berjudul, The Admirable Heart of Mary ( Hati Maria yang menakjubkan). Dia memandang
Maria sebagai mempelai iman dan mengusulkan meditasi tentang Kristus dalam Rahim
maria.
7
__________,Sermons, Volume 51, hal.128-129
[12]
Louis Marie Grignon de Montfort menulis buku Bakti kepada Santa Perawan Maria.
Montfort dikenal sebagai guru devosi kepada Maria. Dia percaya bahwa lewat Maria orang
dapat mengalami persatuan dankeserupaan yang mendalam dengan Kristus. Ia menganjurkan
pembaktian diri yang total kepada Yesus lewat Mari. Montfort memiliki pengaruh yang
cukup lama.
Pada masa itu muncul kelompok persaudaraan dari “hamba-hamba Maria”. Mereka
mengenakan kalung di leher dan gelang di tangan sebagai tanda perhambaan. Ada yang
mengucapkan semacam kaul kemartiran dalam membela kepercayaan akan Maria yang
dikandung tanpa noda dosa yang pada saai itu menjadi ajaran resmi Gereja Katolik.

2.7. Abad XVIII

Pada tahun 1716 pesta Rosario diperluas ke seluruh Gereja dan pada tahun 1725 pesta
Maria dari gunung Karmel di sahkan. Abad pencerahan menolak otoritas Gereja untuk
menetukan apa yang benar dan apa yang salah. Posisi Gereja digantikan oleh rasio. Hal ini
menjadi salah satu ciri dari abad ke-18. Dalam situasi itu, teologi Katolik menjadi lebih
skeptis (kurang percaya/ ragu-ragu). Hal itu tampak dalam karya-karya kardinal Lambertini
yang kemudianmenjadi Paus Benedictus XIV yang menetapkan peraturan penelitian mukjizat
dan gejala-gejala mistik. Benedictus XIV yang menetapkan peraturan penelitian mukjizat dan
gejalah-gejala mistik. Benediktus XVI melindungi L.A. Muratori (+1750) yang menulis
traktat mengenai penahanan diri dalam soal-soal agama. Dalam traktat itu, ia menentang
“kaul menumpahkan dara”( Kaul untuk mempertahankan doktrin Immaculata Conceptio).
Pada pertengahan abad ke-18, skeptisisme yang lunak itu berubah menjadi sikap
oposisi yang kuat. Akibatnya sejumlah pesta Maria di hapus di liturgy. Teolog-teolog tidak
berminat pada Mariologi. Sedikit saja ahli Kitab Suci abad pencerahan yang berminat
terhadap devosi Marial. Banyak gua-gua Maria tidak lagi terpakai dan bentuk devosi marial
yang berlebiihan dikurangi. Devosi marial menjadi terbatas di Italia, Spanyol dan beberapa
tempat lain yang tidak tersentuh arus umum abad pencerahan.
Di tengah situasi itu, para Redemptoris tetap berusaha menghidupkan devosi marial di
Italia. Alfonsus Liguori (+1787) menghasilkan karya berjudul “kemuliaan-kemuliaan Maria”
yang membela kepercayaan akan “immaculata Conceptio” dan “Maria”: pengantara rahmat
yang universal”. Alfonsus mengulang pemikiran medieval tentang Kristus sebagai raja
keadilan dan Maria sebagai ibu belaskasihan. Maria tahu bagaimana melunakan murka Allah
dengan doa-doanya. Selain itu Alfonsus menerbitkan lagi sejumlah legenda dan mujizat.
Bukunya diterima dengan baik di Eropa Selatan dan di Perancis dan tetap populer sepanjang
abad ke-19. Pada tahun 1754 santa Maria Bunda dari Guadalupe dinyatakan sebagai
pelindung Meksiko.

2.8. Abad XIX

[13]
Pada abad ini devosi kepada Maria berkembang dengan baik, khususnya di antara
serikat-serikat religius baru seperti OMI dan Claretian. Semakin berkembang pula seruan
agar dimaklumkan doktrin Maria di kandung tanpa noda dosa.
Devosi-devosi Marial banyak dipengaruhi oleh ensiklik-ensiklik Paus Leo XIII.
Beliau terkenal sebagai Paus Rosario. Antara tahun 1883 dan 1902, ia mengeluarkan sebelas
ensiklik mengenai rosario dan Maria yang menyebut Maria sebagai pengantara segala
Rahmat, Bunda Penebus dan Pengawal iman.
Pada pertengahan abad ini ada sejumlah penampakan Maria di Eropa, khususnya di
Perancis. Pada tahun 1830 Maria menampakan diri kepada Santa Catharina Laboure. Pada 17
Desember 1830,Santa Katarina mengatakan bahwa dia mendapat penglihatan Immaculata
Conceptio, berdiri di atas sebuah globe, sinar-sinar terang terpancar keluar dari tangannya
menyebar sampai ke bumi. Penampakan dikelilingi oleh suatu kerangka bulat telur yang di
dalamnya tertulis: “ Oh Maria yang dikandung tanpa dosa, doakan kami yang berlindung
padamu”. Ada suara yang memerintahkan Katharina agar memiliki medali yang didalamnya
terlukis visium itu.

2.9.Abad XX

Pada tahun 1921 Frank Duff mendirikan Legio Maria. Pada tahun 1917 terjadi
penampakan Maria di Fatima, kota kecil di Portugal. Di sana Maria menampakan diri kepada
seorang gadis berumur 10 tahun dan ke dua sepupunya yang lebih muda ketika mereka
sedang menjaga domba mereka. Maria mengungkapkan dirinya sebagai “ Ratu Rosario” dan
mengajak semua orang untuk berdoa bagi perdamaian. Dibangunlah suatu tempat suci pada
tahun 1932 diizinkan untuk berdevosi kepada ratu dari Fatima. Pada tahun 1932-1933 santa
Perawan Maria menampakan diri di Beauraing, Belgia dan pada tahun 1937 di Banneeaux,
Belgia.
Pada tahun 1942, Paus Pius XII mempersembahkan dunia kepada hati Maria yang Tak
bernoda sesuai dengan harapannya yang diungkapkan di Fatima. Melalui ensiklik Mystici
Corporis, ia menjelaskan peran Maria dalam keselamatan dan keibuan spiritual Maria bagi
anggota tubuh Kristus. Dalam Ensiklik Ingruentium Malorum ia memaklumkan kekuatan
rohani dari Rosario. Pada akhir tahun 1954 Paus Pius XII dalam ensiklik Ad Caeli Reginam
menetapkan tanggal 31 Mei sebagai pesta Keratuan Maria.
Pada tahun 1947 dikeluarkan ensiklik Madiator Dei, yang berbicara tentang Maria
dalam liturgi suci. Liturgi merupakan norma dan devosi marial. Paus Pius XII menetapkan
dogma Maria diangkat ke kemuliaan surgawi pada 1950 dalam dekrit munificnetissimus
Deus ( Allah yang sangat dermawan). Dalam konstitusi apostolik yang dikeluarkan pada 1
November 1950 itu, Pius XII menulis: “ merupakan puncak kemuliaan… dia dibebaskan dari
pengrusakan makam, dan seperti Anaknya sebelumnya, dia mengalahkan kematian dan
diangkat badan dan jiwa ke dalam kemuliaan Surga, bersinar megah bagaikan Ratu di sisi
kanan Putranya, Raja yang hidup sepanjang masa”. Ada yang berpendapat bahwa dogma ini
tidak mendukung gerakan ekumenis yang sedang bertumbuh. Di samping itu sehubungan
dengan dua perang dunia dan kengerian kamp konsentrasi tidaklah mudah untuk menerima
gagasan mengenai dignitas tubuh manusia dan iman akan kebangkitan badan. Kendati
[14]
demikian, banyak pihak menerima dogma ini. Reaksi kaum orthodox bernada positif karena
ajaran ini sudah lama mereka Imani.
Tiga tahun kemudian, dalam rangka menghormati 100 tahun dogma immaculate
Conceptio, Paus Pius XII memaklumkan tahun Maria ( 8 Desember 1953- 8 Desember tahun
1954). Dalam rangkah itu, Pius XII menghimbau agar sering dibuat kotbah tentagn Maria dan
kunjungan ke tempat suci Marial, khususnya Lourdes. Dibuatah sjumlah kongres marial dan
diterbitkan sejumlah artikel dan buku marial.
Pada abad ke-20 diadakan sejumlah konggres Maria berskala local, nasional dan
internasional. Berkembang pula ziarah-ziarah ke berbagai gua Maria. Banyak praktis
tradisional diperbaharui berkat studi Kitab Suci.
Paus Paulus II memaklumkan Maria sebagai “Bunda Gereja”, pada tahun 1964. Ia
menyeruhkan agar berdoa kepada Maria selama bulan Mei dan Oktober. Pada masa Paulus
VI, Misale Romawi diterbitkan (1969). Maria didekati berdasarkan perannya dalam misteri
Kristus dan Gereja. Beberapa pesta kecil dihapus. Misale Romawi yang direvisi diterbitkan
pada tahun 1975 dan dimasukan misa votif ( misa khusus) “ Maria Bunda Gereja” dan “
Nama tersuci Maria”. Ibadat harian Baru yang diterbitkan pada tahun 1970 banyak
menggunakan Magnificat, antifon-antifon Maria, himne dan bacaan-bacaan.
Sejumlah penulis mengatakan bahwa setelah vatikan II, ada kemunduran dalam devosi
Marial. Akan tetapi sejumlah penulis berpendapat lain bahwa devosi marial setelah vatikan II
kuat. Hal itu tampak dalam meningkatnya jumlah para peziarah di tempat-tempat ziarah yang
populer dan dibangunnya basilika-basilika marial yang baru sejak vatikan II. Pada akhir abad
XX, dua dari tiga tempat ziarah yang paling diminati oleh orang Katolik di seluruh dunia
adalah tempat ziarah marial dan yang paling banyak dikunjungi adalah Basilika Bunda Maria
dari Guadalupe di kota Meksiko ( dibangun antara tahun 1974 dan 1976). Pada thun 1968
tidak lama setelah vatikan II, basilika Bunda Maria dari Aparecida di Brasil banyak
dikunjungi. Kepekaan ekumenis yang berpengaruh terhadap formulasi mariologis Vatikan II
tidak mengurangi semangat devosi marial umat katolik.
Pada tahun 1974 paus Paulus VI menerbitkan Anjuran Apostolik Marialis Cultus
(untuk menghormati Maria). Marialis Cultus menyediakan empat petunjuk untuk
pembaharuan penghormatan keapda Maria, yakni Biblis, liturgis, ekumenis dan antropologis.
Pada tahun 1978, Paus Yohanes Paulus II mempersembahkan kepausannya kepada
Maria dengan mengambil motto TOTUS TUSS( segalanya milikmu, ya Maria). Pada tahun
1982 ia mengunjungi Fatima dan mempersembahkan kembali dunia kepada hati tak bernoda.
Pada tahun 1987 ia mengeluarkan ensiklik Redemptoris Mater. Dalam ensiklik itu Yohanes
Paulus II merenungkan peran Maria dalam misteri Kristus dan kehadirannya yang aktif dalam
kehidupan Gereja. Dalam banyak aspek, Redemptoris Mater merupakan sebuah pembacaan
ulang, interprestasi ulang dan pengembangan lebih lanjut ajaran Vatikan II. Dalam Milieris
Dignitatem ( 1988) Yohanes Paulus II mengatakan bahwa Vatikan II mengakui bahwa tanpa
memandang kepada Maaria, Bunda Allah, sukarlah untuk memahami misteri Gereja. Pada
tahun 2002, dalam surat Apostolik Rosarium Virginis Mariae, Paus Yohanes Paulus II
menekankan pentingnya Rosario sebagai dan menambahkan misteri terang.
Di awal abad ke-20, terbit sejumlah karya ditulis, tetapi kemudian Mariologi menjadi
tidak laku dikalangan teolog yang mengkritiknya karena terlalu terisolasi dan menjadi
[15]
otonom, secara berlebihan menekankan hubungan anara Maria dan Kristus dan mengabaikan
kondisinya sebagai makluk ciptaan. Gerakan biblis, patristik, kerigmatis dan liturgis mencoba
mengintegrasikan Mariologi dalam framework sejarah keselamatan dan dalam teologi.
Pentingnya Maria dikedepankan oleh Gereja tidak saja atas dasar kemunculannya dalam
Kitab Suci atau atas dasar privilesenya, tetapi atas dasar peran khusus dan tunggalnya dalam
sejarah keselamatan. Fondasi dari hal ini adalah konsepsi teologis tentang pribadi manusia
yang dipanggil untuk memainkan peranan aktif dalam karya keselamatan. Setiap orang
mempunyai peran, tetapi Maria memiliki peran tunggal karena hanya dialah yang menjadi
Bunda dari Penyelamat dan Bunda dari Gereja. Mariologi mempelajari partisipasinya dalam
karya keselamatan dan juga privilese-privilese khususnya karena privilese-privilese ini
berkaitan dengan misinya.
Secara klasik, para roformator menolak kemungkinan adanya sebuah Mariologi dan
peran khusus Maria dalam sejarah keselamatan karena antropologi mereka. Mereka menolak
kemungkinan adanya suatu kerja sama yang aktid dari manusia dalam keselamatannya.
Dalam teologi reformasi, secara tradisional manusia menerima keselamatan, iman dan rahmat
secara pasif. Beberapa teolog mengusulkan agar studi-studi ekumenis harus dimulai dari
kasus khusus dan konkret tentang Maria dan bukan teori justifikasi. Pertanyaan yang
diajukan: apakah Maria menanggapi secara aktif, maka teori protestan tentang
ketidakberkapasitasnya manusia untuk bekerjasama dalam keselamatannya di tantang.
Dalam Gereja Timur, Mariologi bukanlah sebuah disiplin teologis yang terpisah.
Gereja Timur tidak perna mengembangkan sebuah teologi marial yang terpisah, tetapi selalu
memperlakukannya sebagai bagian tak terpisahkan dari Kristologi, Pneumatologi dan
Eklesiologi. Gereja Timur menaruh perhatian pada keberadaan Maria, pada ekonomi
keselamatan. Sementara teologi Barat, sejak St. Agustinus berfokus pada Maria sebagai
model dan murid. Tradisi Timur berbicara mengenai hubungan antara theotokos dan Allah
Tritunggal dalam konteks sejarah keselamatan. Karya keselamatan dan pembaharuan dunia
dikerjakan oleh Allah Bapa melalui Putera dan Roh Kudus. Theotokos berada di pusat sejarh
keselamatan. Peran khusus Theotokos mengalir dari kenyataan bahwa hanya Dia yang
ditemukan antara Allah dan manusia.
Dalam tahun-tahun belakangan ini, teologi barat berfokus pada dua tekanan utama
dalam pembicaraan tentang peran Maria dalam karya penyelamatan, yakni kristologi dan
eklesiologis. Tendensi Kristologis menekankan peranan Maria dalam relasi dengan
Puteranya, Maria adalah Bunda Allah. Privilese-privilesenya mengalir dari relasi ini dan
paralel dengan privilese Kristus karena Maria secara intimate diasosiakan dengan Yesus.
Misalnya keperawananya sebagai konsekuensi dari kebundawian ilahinya. Pengandungannya
tanpa noda mengalir secara logis dari martabatnya sebagai bunda Allah dan merupakan
persiapan bagi inkarnasi. Pengangkatannya ke surga juga merupakan konsekuensi dari
kebundaannya. Karena perannya yang aktif, dia juga bunda daari Gereja, corredemptrix
(turut menebus) dan mediatrix.
Tendensi eklesiologis memberi tekanan pada Maria sebagai figur atau tipe dari Gereja.
Atas dasar paralelisme antara Maria dan Gereja ini maka privilese-privilese Mariapun harus
dipahami dalam terang ciri Gereja. Sebagai contoh, kebundawian ilahinya merupakan
prototipe bagi Gereja dan membentuk moment pembentukan Gereja. Dia adalah anggota
[16]
pertama dan unggul tetapi seperti semua anggota lain, diselamatkan oleh Kristus. Salah satu
dilema dari pendekatan ini adalah meremehkan peran aktif Maria dalam sejarah keselamatan.
Kedua tendensi di atas ( kristologi dan eklesiologi) tidak bertentangan satu sama lain tetapi
saling melengkapi.
Dalam tahun-tahun belakangan ini, muncul klaim kaum feminis di bidang Mariologi.
Sekelompok kecil kaum feminis berpendapat bahwa Gereja telah gagal memahami dan
memajukan kaum wanita secara umum, sementara menghormati Maria secara khusus.
Mereka menganjurkan agar Maria dibebaskan dari proyeksi-proyeksi dari suatu hierarki yang
didominasi kaum pria dan pada saat yang sama wanita harus bebas dari dari gambaran-
gambaran Maria yang mereka anggap mendominasi mereka. Gambaran tentang Maria harus
memperhitungkan suatu pendekatan kenotik kepada Yesus dan Maria, pendekatan horisontal,
tanpa kesadaran yang memadai akan aspek yang lebih ilahi dan transedent.
Muncul juga pendekatan modernis terhadap Mariologi. Mereka ada di bawah pengaruh
subyektivisme kantian dan suatu konsep revolusioner tentang kebenaran. Dengan pendekatan
liberal terhadap kritisme Kitab suci, mereka berusaha merongrong ajaran bahwa Kitab Suci
itu diinspirasikan secara ilahi. Mereka cenderung untuk mengabaikan aspek ilahi dan
supernatural bari pewaahyuan dan penerusannya dalam Gereja. Dan karena salah satu prinsip
fundamental dari modernisme adalah perkembangan historis, mereka cendrung menganggap
doktrin kristiani sebagai perkembangan dari gagasan kafir yang sangat bergantung pada
faktor manusiawi dan sosial semata. Karen aitu, ide noe-modernisme akan mengajukan
bahwa figur Maria berkaitan dengan kekafiran.
Kecendrungan lebih lanjut adalah mengikuti psikologi jung, bahwa Maria hanya
ekspresi suatu kebutuhan akan kewanitaan dalam teologi atau bahkan suatu upaya untuk
memproyeksi atau memulihkan dimensi dari kewanitaan ilahi.

Daftar Pustaka

Gambero, Luigi, Maria nel pensiero dei padri della chiesa. Milano, San Paolo, 1999
_____________, Maria nel pensieri dei teologi latini medievali, Milano, San Paolo, 2000
Harun Martin dan Adhi, A. Pitoyo( ed), Maria dalam Perjanjian Baru. Jakarta, Obor, 1988
Hayon Niko dan Kirchberger Georg ( Ed), Maria, seri pastoralia, Ende, 1988
Haffner, Paul, The Mysteru of Mary, Illinois: Liturgica! Training Publications, 2004

[17]

Anda mungkin juga menyukai