Anda di halaman 1dari 53

ANALISIS GAYA KEPEMIMPINAN SITUASIONAL

DI KANTOR KELURAHAN MADDUKELLENG


KECAMATAN TEMPE KABUPATEN WAJO

PROPOSAL PENELITIAN

Disusun dan Diajukan Oleh:

GADIS NABILA SEVITA


NIM: 200101171

Program Studi Administrasi Publik

FAKULTAS ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS PUANGRIMAGGALATUNG

2023
HALAMAN PERSETUJUAN

ANALISIS GAYA KEPEMIMPINAN SITUASIONAL


DI KANTOR KELURAHAN MADDUKELLENG
KECAMATAN TEMPE KABUPATEN WAJO

Proposal Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Gelar Sarjana Administrasi Publik
Fakultas Ilmu Sosial

Disusun dan diajukan oleh:

GADIS NABILA SEVITA

NIM: 200101171

Telah diperiksa dan memenuhi syarat untuk diajukan didepan

Tim Penguji Ujian Proposal

Pada tanggal:..........................................

Komisi Pembimbing 1. Darwis, S.Sos., M.Si...............................................

2. Najeminur, S.Sos., M.Si..........................................

Mengetahui

Dekan Fakultas Ilmu Sosial

H. Yusran Yusuf, S.Sos., M.Si


NIP. 0918046802

ii
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warohmatullahi Wabarokatu

Puji syukur penulis hanturkan kehadirat Allah SWT yang telah

memberikan segala rahmat dan nikmat-Nya, dan salawat dan salam kepada

Rosulullah SAW, sehingga penulis dapat menyelesaikan Proposal ini dengan

judul " Analisis Gaya Kepemimpinan Situasional Di Kantor Kelurahan

Maddukelleng Kecamatan Tempe Kabupaten Wajo ".

Dalam penyusunan Proposal ini penulis sedikit menemukan kendala,

namun berkat bimbingan dan arahan dari berbagai pihak, kesulitan yang ada dapat

diatasi sehingga Proposal ini dapat terselesaikan. Pada kesempatan ini pula

dengan segala kerendahan hati penulis ingin mengucapkan terima kasih dan

penghargaan yang setulus-tulusnya kepada semua pihak yang telah memberikan

bantuan, teruntuk kepada :

1. Kepada kedua orang tua tercinta, Ayahanda IRWAN SUDERI , dan Ibunda

ERLINA SANTI, serta saudara yang dengan sabar dan ikhlas penuh

pengorbanan senantiasa mendorong dan membantu baik moril maupun

materil, sehingga upaya penulis berhasil. Tidak lupa pula penulis ucapakan

terima kasih sebesar-besarnya kepada rekan-rekan Mahasiswa yang telah

banyak memberikan masukan untuk Proposal ini.

2. Bapak DARWIS, S.Sos., M.Si sebagai pembimbing satu dan bapak

NAJEMINUR, S.Sos., M.Si sebagai pembimbing dua masing-masing

sebagai dosen pengajar dan anggota komisi pembimbing. Keduanya dengan

iii
penuh kesabaran dan ketulusan hati telah banyak meluangkan waktunya

untuk memberikan bimbingan.

3. Bapak SOFYAN MARZUKI, S.Sos., M.Si selaku Ketua Program Studi

Administrasi Publik Fakultas Ilmu Sosial Universitas Puangrimaggalatung,

yang telah memberikan arahan dan petunjuk sehingga penulis dapat selesai

Bersama teman-teman yang lain.

4. Bapak H. YUSRAN YUSUF, S.Sos., M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu

Sosial Univeritas Puangrimaggalatung, bersama staf atau segala pelayanan

yang diberikan kepada penulis. Tanpa semua itu, niscaya Proposal ini dapat

diselesaikan dan ditampilkan sebagaimana adanya.

5. Bapak SABRAN, S.Sos, selaku Kepala Kelurahan Maddukelleng Kabupaten

Wajo, bersama Pegawai atau segala informasi yang diberikan kepada penulis.

Tanpa semua itu, niscaya Proposal ini dapat diselesaikan dan ditampilkan

sebagaimana adanya.

6. Bapak Prof. Dr. H. IMRAN ISMAIL.MS selaku Rektorat Universitas

Puangrimaggalatung, dan unsur pimpinan rektorat

7. Bapak dr. H. ABDUL AZIZ.,M.,M.Kes. Selaku Ketua Umum YP

Puangrimaggalatung, segenap pihak yang telah membantu termasuk teman-

teman seperjuangan yang tidak dapat penulis sebut namanya satu persatu.

Sengkang, .....................2023

Hormat Saya

Penulis

iv
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN PERSETUJUAN ii

KATA PENGANTAR iii

DAFTAR ISI v

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR GAMBAR viii

DAFTAR LAMPIRAN ix

BAB I PENDAHULUAN 1

A. Latar Belakang Masalah 1

B. Rumusan Masalah 4

C. Tujuan Penelitian 4

D. Manfaat Penelitian 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6

A. Landasan Teori 6

B. Kerangka Pikir 25

C. Hipotesis Penelitian 26

BAB III METODE PENELITIAN 27

D. Lokasi dan Waktu Penelitian 27

E. Jenis Penelitian 27

F. Variabel dan Definisi Operasional 28

G. Populasi dan Sampel 30

v
H. Instrumen Penelitian 32

I. Teknik Pengumpulan Data 33

J. Teknik Analisis Data 34

DAFTAR PUSTAKA 38

DAFTAR LAMPIRAN 41

vi
DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 3. 1 : Karakteristik Jumlah Populasi 32

Tabel 3. 2 : Kisi-Kisi Instrumen Penelitian 33

Tabel 3. 3: Kriteria Jawaban Responden 37

vii
DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2. 1: Kerangka Pikir 26

viii
DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 41

Lampiran 2 42

Lampiran 3 43

ix
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Gaya kepemimpinan merupakan norma perilaku yang digunakan oleh

seseorang pada saat orang tersebut mencoba mempengaruhi perilaku orang

lain. Gaya kepemimpinan banyak mempengaruhi keberhasilan seorang

pemimpin dalam mempengaruhi perilaku bawahannya. Kepemimpinan di

suatu organisasi perlu mengembangkan staf dan membangun iklim motivasi

yang menghasilkan tingkat kinerja yang tinggi, sehingga pemimpin perlu

memikirkan gaya kepemimpinannya. Pemimpin adalah orang yang

mengedalikan atau memerintah sedangkan gaya kepemimipinan merupakan

sifat dan model yang dipakai dalam memengaruhi orang atau bahawannya.

Gaya kepemimpinan merupakan norma perilaku yang dipergunakan oleh

seseorang pada saat orang tersebut mencoba mempengaruhi perilaku orang

lain. Gaya kepemimpinan banyak mempengaruhi keberhasilan seorang

pemimpin dalam mempengaruhi perilaku bawahannya. Kepemimpinan di

suatu organisasi perlu mengembangkan staf dan membangun iklim motivasi

yang menghasilkan tingkat kinerja yang tinggi, sehingga pemimpin perlu

memikirkan gaya kepemimpinannya.

Kepemimpinan situasional merupakan salah satu item dari seorang

pemimpin yang dipakai dalam suatu organisasi atau kerajaan. Di zaman

pemerintahan kerajaan umumnya pemimpin atau seorang raja dalam

mempimpin masyarakatnya menggunakan sistem klasik yang gaya

1
2

kempemimpinannya secara otoriter, namun seiring dengan perkembangan

zaman dan kemajuan teknologi zaman klasik berubah menjadi neo klasik yang

mengarahkan suatu kejaraan untuk memperbaiki tatanan ekonomi dan politik

tidak hanya terpaku pada kerajaan melainkan melibatkan masyarakat

didalamnya, neo klasik pun memiliki banyak tantangan di masanya sehingga

tergeser dengan model pemerintahan modern yang di pakai hingga saat ini.

Dalam hal kepemimpinan seorang pemimpin perlu melakukan

pendekatan kepada bawahannya. Pendekatan secara universal tidak akan

selalu tepat digunakan pada setiap organisasi, karena budaya nasional yang

dimiliki setiap negara berbeda-beda sehingga akan berdampak pada gaya

kepemimpinan yang efektif diterapkan dalam sebuah organisasi. Setiap

pimpinan berkewajiban memberikan perhatian yang sungguh- sungguh untuk

membina, menggerakkan, mengarahkan semua potensi karyawan di

lingkungannya agar terwujud volume dan beban kerja yang terarah pada

tujuan hal ini merupakan konsekuensi dari seorang pemimpin (Thoha, 2015:

43). Keberhasilan suatu organisasi dalam mencapai suatu tujuan dan

memenuhi tanggung jawab sosialnya sangat bergantung pada kemampuan

para pemimpin. Pemimpin yang efektif adalah pemimpin yang mempunyai

kemampuan memengaruhi perilaku anggotanya sehingga mampu mencapai

sasaran organisasi tersebut.

Dalam menerapkan gaya kepemimpinan situasional yang tepat,

pemimpin harus mampu menganalisis tingkat kesiapan bawahannya.

Pemahaman pemimpin tentang tingkat kesiapan pengikut ini penting, karena


3

tingkat kesiapan yang dimiliki oleh setiap pengikut akan selalu berbeda.

Tingkat kesiapan yang dimaksud adalah kombinasi berbeda dari kemampuan

dan keinginan yang orang-orang bawa bagi tiap tugas. Tingkat kesiapan

pengikut dibagi menjadi empat tingkat, yaitu Tingkat Kesiapan Rendah (R1),

Tingkat Kesiapan Sedang (R2), Tingkat Kesiapan Tinggi (R3), dan Tingkat

Kesiapan Sangat Tinggi (R4) (Hersey, Blanchard, & Johnson, 1996 dalam

F.Antony 2019).

Kepala desa atau Kepala Kelurahan merupakan kepala pemerintahan di

tingkat desa atau kelurahan yang ada di Indonesia. Sebagai seorang pemimpin

Kepala Desa atau Lurah mempunyai gaya kepemimpinan yang berbeda demi

membangun pengakuan masyarakat dan untuk membangun eksistensi dan

membantu kelancaran kebijakan maupun tugas-tugas yang diembannya

Kepala Desa atau Lurah diharapkan mampu menjalankan roda pemerintahan

desa atau kelurahan dengan baik dalam memberikan pelayanan terhadap

masyarakat, sehingga apabila aparatur desa menunjukkan kinerja yang bagus

dalam penyelenggaraan pemerintahan kesejahteraan masyarakat dan

partisipasi masyarakat dalam pembangunan akan meningkat.

Kantor Kelurahan Maddukelleng merupakan salah satu instansi

pemerintahan yang berada di Provinsi Sulawesi Selatan tepatnya di Kabupaten

Wajo yang secara tidak langsung mempraktikkan gaya kepemimpanan dan

mencerminkan seorang pucuk pimpinan dalam hal memerintah atau

memberikan instruksi kepada bawahannya serta memberikan motivasi kepada

bahannya agar memberikan pelayanan yang efektif dan efesien. Gaya


4

kepemimpinan situasinal menjadi salah satu faktor pendorong bagi anggota

atau bawahan dalam mewujudkan dan pencapaian tujuan organisasi.

Berdasarkan pemaparan diatas tentang bagaimana pentingnya gaya

kepemimpinan situasional bagi seorang bawahan atau anggota di sektor publik

yang diterapkan dalam Kantor Kelurahan Madukellelng, maka peneliti tertarik

untuk mengangkat judul penelitian ini yaitu “Analisis Gaya Kepemimpinan

Situasional Di Kantor Kelurahan Maddukelleng Kecamatan Tempe

Kabupate Wajo”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan yang telah diuraikan dalam latar belakang diatas, maka yang

menjadi rumusan masalah adalah Seberapa baik gaya kepemimpinan

situasional di Kantor Kelurahan Maddukelleng Kabupaten Wajo?.

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas, tujuan dari penelitian ini adalah

untuk mengetahui model atau gaya kepemimpinan situasional yang di

terapkan oleh Kelurahan Maddukelleng Kabupaten Wajo.

D. Manfaat Penelitian

Terselenggaranya penelitian ini tentang, Analisi gaya Kepemimpinan

Situasional di Kantor Kelurahan Maddukelleng Kecamatan Tempe

Kabupaten Wajo, sesungguhnya dapat memberikan dampak, manfaat,

pengetahuan dan informasih tambahan antara lain :


5

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat dan berguna serta

memperkaya pengembangan ilmu administrasi dan menjadi sumbangan

pemikiran bagi peneliti lainnya yang ingin lebih jauh dan mendalam

terhadap hal-hal yang belum terungkap dalam penelitian ini.

2. Manfaat Praktis

Manfaat penelitian secara praktis dari penelitian ini yaitu :

a. Bagi Peneliti

Hasil dari penelitian ini dapat memberikan pengetahuan

tentang arti dari pemimpin dan di pimpin serta loyalitas dalam

bekerja di lingkup Kelurahan sekaligus masukan mahasiswa

Administrasi Publik untuk mengubah pandangan terhadap kepala

desa atau lurah dari gaya kepemimipinan situasional yang di

terapkan dalam melaksanakan tugas di lapangan. Penelitian ini

merupakan salah satu syarat memperoleh gelas sarjana

Asministrasi Publik.

b. Bagi Universitas Puangrimaggalatung

Untuk menambah koleksi pustaka dan bahan bacaan bagi

mahasiswa program studi Administrasi Publik pada khususnya

dan mahasiswa Universitas Puangrimaggalatung pada umumnya.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Pengertian Kepemimpinan

Kepemimpinan atau arti kata dari Bahasa Inggris leaderhip

merupakan ilmu trepan dari ilmu-ilmu sosial sebab prinsip-prinsip dan

rumusan-rumusannya bermanfaat dalam meningkatkan standar potensi

yang di miliki masyarakat dan mensejahterakannya. Kepemimpinan

berasal dari kata “pimpin” yang berarti tuntun, bina atau bimbing, dapat

pula berarti menunjukan jalan yang baik atau benar, tetapi dapat pula

berarti mengepalai pekerjaan atau kegiatan. Kepemimpinan dapat pula di

definisikan sebagai seni mempengaruhi dan mengarahkan orang dengan

cara kepatuhan, kepercayaan, kehormatan, dan kerjasama yang

bersemangat dalam mencapai tujuan bersama.

Masalah kepemimpinan telah muncul bersamaan dengan

dimulainya sejarah manusia, yaitu sejak manusia menyadari pentingnya

hidup berkelompok untuk mencapai tujuan bersama. Mereka

membutuhkan seseorang atau beberapa orang yang mempunyai kelebihan-

kelebihan daripada yang lain, terlepas dalam bentuk apa kelompok

manusia tersebut dibentuk, karena manusia selalu mempunyai keterbatasan

dan kelebihan-kelebihan tertentu. Menurut Northhouse (2013: 5),

kepemimpinan adalah proses dimana individu memengaruhi sekelompok

individu untuk mencapai tujuan bersama. Sehingga dapat diartikan bahwa


6
kepemimpinan itu mencakup pengaruh yang terjadi dalam suatu kelompok

untuk mencapai tujuan bersama.

Pendapat lain juga mengemukakan menurut Yukl (2015:3)

kepemimpinan adalah proses memengaruhi orang lain untuk memahami

dan menyetujui apa yang dibutuhkan dalam melaksanakan tugas dan

bagaimana melakukan tugas itu, serta proses untuk memfasilitasi upaya

individu dan kolektif guna mencapai tujuan bersama. Sedangkan menurut

Robbins (2016 :127) bahwa pemimpin(leader) adalah seseorang yang

dapat mempengaruhi orang lain dan memiliki otoritas manajerial.

Kepemimpinan (leadership) merupakan proses memimpin sebuah

kelompok itu dalam mencapai tujuannya.

Menurut Yukl (2015: 59) kepemimpinan meliputi empat jenis

aktivitas yaitu membangun dan mempertahankan hubungan, memperoleh

dan memberikan informasi, memengaruhi orang, dan mengambil

keputusan. Dari pengertian tersebut terungkap bahwa apa yang dilakukan

oleh atasan mempunyai pengaruh terhadap bawahan, yang dapat

membangkitkan semangat dan kegairahan kerja maupun sebaliknya.

Keberhasilan seseorang dalam memimpin atau memengaruhi

bawahannya dipengaruhi oleh beberapa macam sifat umum. Sifat umum

tersebut dibagi menjadi empat oleh Davis (1972, dalam Thoha 2015: 33).

yaitu:

1) Kecerdasan
Hasil penelitian pada umumnya membuktikan bahwa

pemimpin mempunyai tingkat kecerdasan yang lebih tinggi

dibandingkan dengan yang dipimpin.

2) Kedewasaan dan keluasan hubungan sosial

Pemimpin cenderung menjadi matang dan mempunyai

emosi yang stabil, karena mempunyai perhatian yang luas

terhadap aktivitas-aktivitas sosial.

3) Motivasi diri dan dorongan berprestasi

Para pemimpin secara relatif mempunyai dorongan

motivasi yang kuat untuk berprestasi.

4) Sikap-sikap hubungan kemanusiaan

Pemimpin-pemimpin yang berhasil mau mengakui harga

diri dan kehormatan para pengikutnya dan mampu berpihak

kepadanya.

Sejalan dengan pendapat di atas Likert (1967, dalam Thoha, 2015:

60) merancang 4 (empat) sistem kepemimpinan dalam manajemen yaitu :

1) Sistem 1 (Exploitative authoritative)

Pemimpin dalam hal ini sangat otokratis, memiliki sedikit

kepercayaan kepada bawahannya, suka mengeksploitasi

bawahan dan bersikap paternalistik.

2) Sistem 2 (Benevolent authoritative)

Pemimpin dalam hal ini mempunyai kepercayaan yang

terselubung, percaya pada bawahan, mau memotivasi dengan


hadiah-hadiah dan ketakutan berikut hukuman-hukuman,

memperbolehkan adanya komunikasi keatas, mendengarkan

pendapat-pendapat, ide-ide dari bawahan dan memperbolehkan

adanya delegasi wewenang dalam proses keputusan.

3) Sistem 3 (Manajer consultative)

Pemimpin dalam hal ini mempunyai sedikit kepercayaan

kepada bawahan, biasanya kalo pemimpin membutuhkan

informasi, ide atau pendapat bawahan, dan masih ingin

melakukan pengendalian atas keputusan-keputusan yang

dibuatnya.

4) Sistem 4 (Participative group)

Pemimpin mempunyai kepercayaan yang sempurna

terhadap bawahannya. Dalam setiap persoalan selalu

mengandalkan untuk mendapatkan ide-ide dan pendapat-

pendapat lainnya dari bawahan,dan mempunyai niatan untuk

menggunakan pendapat bawahan secara konstruktif.

Berdasarkan pendapat dari para ahli di atas penulis dapat

menyimpulkan bahwa makna dari kepemimpinan adalah suatu alat dan

seni yang di miliki oleh seorang manusia untuk menggerakkan ataupun

memerintahkan segala sesuatu yang di inginkan dan di butuhkan yang

bersifat rasional demi kepentingan bersama (individu dan kelompok)

dalam mencapai sebuah tujuan yang baik. Berani mengambil keputusan

dan bersedia bertanggung jawab atas segala resiko yang ada.


2. Indikator Kepemimpinan

Pemimpin yang efektif digerakkan oleh tujuan-tujuan jangka

panjang dan ia memiliki cita-cita yang tinggi jika dibandingkan dengan

orang-orang disekitar- nya. Kepemimpinan banyak berpengaruh terhadap

keberhasilan seseorang dalam pemimpin dan mempengaruhi perilaku

pengikut-pengikutnya (karyawan). Begitu juga dengan kepemimpinan saat

ini di perusahaan akan sangat berperan penting baik terhadap lingkungan

maupun kinerja karyawannya.

Menurut Mangkunegara (2013) yang dikemukakan dalam teori

sifat bahwa seseorang telah memiliki sifat kepemimpinan akan tetapi

tergantung bagaimana seseorang tersebut dapat mengelolanya. Adapun

sifat-sifat tersebut dapat tumbuh dengan adanya tingkat pencapaian

melalui pendidikan dan pelatihan. Beberapa sifat yang dimiliki seseorang

pimpinan antara lain taqwa, sehat, cakap, jujur, sabar, tegas, setia, cerdik,

berani, disiplin, berwawasan luas, komunikatif, berkemauan keras,

tanggung jawab dan sifat positif lainnya.

Menurut Tjihardjadi (2007) bakat kepemimpinan adalah seorang

pe- mimpin harus memiliki sifat kerendahan hati dan integritas. Dalam ke-

pemimpinan, diri sendiri itulah yang akan terlihat bagaimana seseorang

dianggap mampu memimpin orang lain. Intropeksi merupakan jalan yang

tepat untuk mengetahui apakah seseorang tersebut memiiliki bakat

kepemimpinan dan bisa memimpin orang lain. Dengan instropeksi,

seseorang tidak akan mudah me- nyalahkan orang lain, dan bakat itulah
yang harus dimiliki oleh seorang pe- mimpin. Dengan bakat kerendahan

hati seorang pemimpin diharapkan para peng- ikutnya menyadari bahwa

mereka memang bertugas sebagai suruhan pemimpin tersebut tanpa harus

menggunakan paksaan untuk menggerakkan mereka.

Menurut Karim (2010) pemimpin yang berkomitmen tinggi adalah

pemimpin yang banyak berkorban untuk terwujudnya sebuah visi misi.

Pengorbanan itu dilakukan karena para pemimpin itu mencintai visi dan

misi organisasi. Selain dua perilaku di atas, terdapat juga perilaku yang

lain seperti bervisi jelas, tekun, pekerja keras, konsisten dalam ucapannya,

menanamkan rasa hormat kepada karyawannya, membangkitkan

kebanggaan, serta menumbuhkan kepercayaan pada para pengikutnya.

Selain itu pola pikir seorang pemimpin seharusnya lebih memiliki sifat

keterbukaan atau transparan, terutama dalam memandang posisi sumber

daya manusia yang ada.

Berdasarkan penjelasan menurut Mangkunegara (2013), Tjihardjaji

(2007) dan karim (2010) mengenai sifat-sifat kepemimpin, maka dalam

penelitian ini mengadopsi indikator kepimpinan yang disesuaikan dengan

kepemimpinan sebenar-benarnya adalah:

a) Kerendahan hati

b) Kejujuran, Keadilan dan dapat dipercaya

c) Berkomitmen

d) Kesabaran

e) Transparan
3. Fungsi Kepemimpinan

Secara Operasional dapat dibedakan dalam lima fungsi pokok

kepemimpinan yaitu, (Rivai, 2011):

1) Fungsi Instruksi: Bersifat komunikasih satu arah, pemimpin

sebagai komunikator merupakan pihak-pihak yang menentukan

apa, bagaimana, bilamana dan dimana perintah itu dikerjakan

agar keputusan dapat dilaksanakan secara efektif.

Kepemimpinan yang efektif memerlukan kemampuan untuk

menggerakkan dan memotivasi orang lain agar mau

melaksanakan perintahnya.

2) Fungsi Konsultasi: Fungsi ini bersifat komunikasi dua arah,

pada tahap pertama dalam usaha menetapkan keputusan,

pemimpin kerapkali memerlukan bahan pertimbangan, yang

menharuskannya berkonsultasi dengan orang-orang yang

dipimpinnya dan dinilai mempunyai berbagai bahan informasi

yang diperlukan dalam menetapkan keputusan. Tahap

berikutnya konsultasi dari pimpinan pada orang-orang yang

dipimpin dapat dilakukan setelah keputusan diterapkan dan

sedang dalam pelaksanaan. Konsultasi itu dimaksudkan untuk

memperoleh masukan berupa umpan balik (Feed Back) untuk

memperbaiki dan menyempurnakan keputusan-keputusan yang

telah ditetapkan dan dilaksanakan.


3) Fungsi Partisipatif: Dalam menjalankan fungsi ini pemimpin

berusaha mengaktifkan orang-orang yang dipimpinnya, baik

dalam keikutsertaan mengambil keputusan maupun dalam

melaksanakannya. Partisipasi tidak berarti buat bebas berbuat

semaunya, tetapi dilakukan secara terkendali dan terarah

berupa kerjasama dengan tidak mencampuri atau mengambil

tugas pokok orang lain, keikutsertaan pemimpin harus tetap

dalam fungsi sebagai pemimpin dan bukan pelaksana.

4) Fungsi Delegasi: Fungsi ini dilakukan dengan memberikan

kelimpahan wewenang membuat atau menetapkan keputusan,

baik melalui keputusan maupun melalui persetujuan dari

pimpinan. Fungsi Delegasi pada dasarnya berarti kepercayaan.

Orang-orang penerima delegasi harus diyakini merupakan

pembantu pemimpin yang memiliki kesamaan prinsip, persepsi

dan aspirasi.

5) Fungsi Pengendaliaan: Fungsi pengendalian dimaksudkan

bahwa kepemimpinan yang sukses atau efektif mampu

mengatur aktivitas anggotanya secara terarah dan koordinasi

yang efektif, sehingga memungkinkan tercapainya tujuan

bersama secara maksimal. Fungsi pengendalian dapat

diwujudkan melalui kegiatan bimbingan, pengarahan,

koordinasi, dan pengawasan.


Sebagaimana fungsi yang berlaku seorang pemimpin

mempergunkan fungsi sebagaimana mestinya dengan gaya yang

dimilikinya dalam mengarahkan bawahannya untuk tujuan organisasi.

4. Pengertian Gaya Kepemimpinan

Gaya kepemimpinan adalah suatu cara yang digunakan oleh

seorang pemimpin dalam memengaruhi perilaku orang lain. Melalui gaya

kepemimpinan inilah seorang pemimpin dapat mengambil manfaat dalam

memimpin bawahan atau para pengikutnya. Gaya kepemimpinan

merupakan norma perilaku yang dipergunakan oleh seseorang pemimpin

pada saat memengaruhi perilaku orang lain atau bawahannya.

Gaya kepemimpinan merupakan norma perilaku yang digunakan

oleh seseorang pada saat orang tersebut mencoba memengaruhi perilaku

orang lain seperti yang ia inginkan. Gaya kepemimpinan dalam organisasi

sangat diperlukan untuk mengembangkan lingkungan kerja yang kondusif

dan membangun iklim motivasi bagi bawahannya sehingga diharapkan

akan menghasilkan produktivitas yang tinggi.

Secara umum perilaku atau gaya kepemimpinan dapat dibedakan

dalam tiga kelompok antara lain:

1) Gaya Kepemimpinan Otoriter

a. Seluruh kebijakan ditentukan atau dipengaruhi oleh pemimpin.

b. Pemimpin menentukan langkah-langkah teknis dan aktivitas-

aktivitas dalam satu periode waktu saja, sedang langkah

selanjutnya selalu tidak tetap.


c. Tugas dan tanggung jawab anggota ditentukan sendiri oleh

pimpinan.

d. Pemimpin cenderung menjadi haus pujian dan menentang adanya

kritik.

2) Gaya Kepemimpinan Demokratis

a. Setiap kebijakan didiskusikan dan diputuskan oleh kelompok,

dengan bimbingan pengarahan pemimpin.

b. Aktivitas-aktivitas maupun langkah yang telah ditetapkan secara

bersama dijabarkan lebih lanjut. Bila dibutuhkan saran-saran

teknis, pemimpin mengajukan beberapa alternatif prosedur dari

mana pilihan keputusan dapat dibuat.

c. Anggota kelompok bebas bekerja sama dengan siapa saja, seperti

kawan sekerja maupun unit lain yang mereka pilih.

d. Pemimpin lebih objektif atau berorientasi pada fakta, artinya

memperhatikan masukan-masukan dari anggota.

3) Gaya Kepemimpinan Laissez Fiare

a. Adanya kebebasan penuh dalam pengambilan keputusan, baik

kelompok maupun individu, dengan sedikit sekali partisipasi

pemimpin.

b. Pemimpin memberikan informasi yang beragam atau tidak sama

sekali, bila ditanya atau diminta informasi. Pemimpin tidak ikut

ambil bagian dalam diskusi.

c. Pemimpin tidak pernah berpatisipasi secara penuh.


d. Dalam kegiatan-kegiatan jarang timbul komentar-komentar

spontan.

Dalam memimpin bawahannya seorang pemimpin tidak dapat

menggunakan gaya kepemimpinan yang sama, namun harus

disesuaikan tingkat kemampuan dalam tugas setiap bawahannya serta

harus memperhatikan karakter-karakter bawahannya. Pemimpin yang

efektif dalam menerapkan gaya tertentu dalam kepemimpinannya

terlebih dahulu memahami siapa bawahan yang dipimpinnya, mengerti

kekuatan dan kelemahan bawahannya, dan mengerti bagaimana

caranya memanfaatkan kekuatan bawahan untuk mengimbangi

kelemahan yang mereka miliki. Menurut Thoha (2015: 49) istilah gaya

adalah cara yang dipergunakan pimpinan dalam memengaruhi para

pengikutnya.

Dalam teori jalur tujuan (Path Goal Theory) yang

dikembangkan oleh Robert House (1974, dalam Thoha, 2015: 42)

menyatakan bahwa pemimpin mendorong kinerja yang lebih tinggi

dengan cara memberikan kegiatan-kegiatan yang memengaruhi

bawahannya agar percaya bahwa hasil yang berharga bisa dicapai

dengan usaha yang serius. Kepemimpinan yang baik dan berlaku

secara universal menghasilkan tingkat kinerja dan kepuasan bawahan

yang tinggi. Karakteristik personal dan kekuatan lingkungan

merupakan salah satu syarat gaya kepemimpinan dalam situasi yang

lain. Teori ini juga menggambarkan bagaimana persepsi harapan


dipengaruhi oleh hubungan kontijensi diantara empat gaya

kepemimpinan dan berbagai sikap dan perilaku karyawan. Perilaku

pemimpin memberikan motivasi kepada bawahannya sampai tingkat

sebagai berikut:

1) Mengurangi halangan jalan yang mengganggu pencapaian

tujuan,

2) Memberikan panduan dan dukungan yang dibutuhkan oleh

para karyawan, dan

3) Mengaitkan penghargaan yang berarti terhadap pencapaian

tujuan.

Selain tersebut di atas, (Path Goal Theory), yang dikembangkan

oleh Robert House dalam (Gunawan, 2015:158) menyatakan bahwa

pemimpin mendorong kinerja yang lebih tinggi dengan cara memberikan

kegiatan-kegiatan yang mempengaruhi bawahannya agar percaya bahwa

hasil yang berharga bisa dicapai dengan usaha yang serius. Gaya

kepemimpinan terbagi atas empat jenis yakni :

a. Gaya Kepemimpinan Directive

Kemimpinan memberitahukan kepada bawahan apa yang

diharapkan dari mereka, memberitahukan jadwal kerja yang harus

disesuaikan dan standar kerja, serta memberikan bimbingan/arahan

secara spesifik tentang cara-cara menyelesaikan tugas tersebut,

termasuk di dalamnya aspek perencanaan, organisasi, koordinasi dan

pengawasan.
b. Gaya Kepemimpinan Supportive

Pemimpin bersifat ramah dan menunjukkan kepedulian akan

kebutuhan bawahan. Ia juga memperlakukan semua bawahan sama

dan menunjukkan tentang keberadaan mereka, status, dan kebutuhan-

kebutuhan pribadi, sebagai usaha untuk mengembangkan hubungan

interpersonal yang menyenangkan di antara anggota kelompok.

c. Gaya Kepemimpinan Partisipatif

Pemimpin partisipatif berkonsultasi dengan bawahan dan

menggunakan saran-saran dan ide mereka sebelum mengambil suatu

keputusan. Kepemimpinan partisipatif dapat meningkatkan motivasi

kerja bawahan.

d. Gaya Kepemimpinan Berorientasi pada hasil

Gaya kepemimpinan dimana pemimpin menetapkan tujuan yang

menantang dan mengharapkan bawahan untuk berprestasi semaksimal

mungkin serta terus menerus mencari pengembangan prestasi dalam

proses pencapaian tujuan tersebut .

5. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Gaya Kepemimpinan

Salah satu unsur situasi terpenting adalah gaya pemimpin.

Pemimpin membentuk gaya mereka dalam periode waktu tertentu melalui

pengalaman, pendidikan, dan pelatihan. Tannenbaum dan Schmidt dalam

(Dharma:152) mengemukakan bahwa paling sedikit terdapat empat faktor

internal yang mempengaruhi gaya kepemimpinan :


1) Sistem nilai

Sistem nilai seorang pemimpin berisi jawaban terhadap

persoalan seberapa kuat keyakinan manajer bahwa orang-orang

memiliki andil dalam pengambilan keputusan yang mempengaruhi

mereka. Kekuatan atau keyakinan manajer atas persoalan itu akan

cenderung mempengaruhi gaya kepemimpinannya, terutarna dalam

hubungannya dengan kadar arahan atau dukungan yang ingin

diberikan manajerkepada anggota stafnya.

2) Rasa yakin terhadap bawahan

Kadar kontrol atau kebebasan yang diberikan manajer kepada

stafnya akan bergantung pada apakah manajer itu percaya bahwa

bawahan pada dasarnya pemalas, tidak dapat dipercaya, tidak

bertanggung jawab, atau manajer percaya bahwa bahawannya

kreatif, dan dapat memotivasi diri sendiri dalam suatu lingkungan

apabila dimotivasi dengan tepat. Rasa yakin manajer juga

bergantung pada perasaan tentang pengetahuan dan kompetensi

anggota stafnya dalam suatu bidang tanggung jawab tertentu.

3) Inklinasi kepemimpinan

Inklinasi manajer berpengaruh pada gaya kepemimpinan,

dengan demikian, beberapa manajer jauh lebih suka berperilaku

direktif (mengendalikan dan menyelia). Manajer-manajer lainya

lebih suka berfungsi dalam suatu situasi manajemen kelompok,

dimana mereka dapat memberikan arahan atau memudahkan


interaksi bawahan. Sebagian manajer yang lain lebih senang

mendelegasikan pekerjaan dan memberikan keleluasaan bagi

bawahanya menanggulangi sendiri masalah dan isu-isu tertentu.

4) Perasaan aman dalam situasi tertentu

Merasa aman dalam situasi tertentu berdampak pada kemauan

manajer untuk melepaskan kontrol pengambilan keputusan kepada

orang lain dalam lingkungan yang tidak menentu. Hal yang

diperlukan disini adalah toleransi manajer terhadap ketidakjelasan.

Faktor lain yang dapat mempengaruhi adalah posisi hidup

pemimpin dalam hubungannya dengan perasaan terhadap dirinya

sendiri, serta dengan orang lain dilingkungan tersebut.

6. Kepemimpinan Situasional

Hersey dan Blanchard dalam Robbin (1996), telah menggembangkan

suatu model Kepemimpinan yang telah memperoleh pengikut yang kuat di

kalangan spesialis pengembangan manajemen. Model ini disebut teori

kepemimpinan situasional.

Kepemimpinan situasional adalah kebutuhan untuk memahami

kepemimpinan yang bertautkan dengan situasi tertentu dan memfokuskan

pada para pengikut, kepemimpinan yang berhasil dicapai dengan memiliki

gaya kepemimpinan yang tepat. Kepemimpinan Situasional didasarkan

atas hubungan antara (1) kadar bimbimgan dan arahan (perilaku tugas)

yang diberikan pemimpin; (2) kadar dukungan sosio-emosional (perilaku

hubungan) yang disediakan pemimpin dan (3) level kesiapan


(“kematangan”) yang diperlihatkan pengikut dalam pelaksanaan tugas,

fungsi atau tujuan tertentu (Hersey dan Blanchard, 1995).

Menurut Sentot Imam Wahjono (2010:289) “Model kepemimpinan

situasional ini menarik perhatian karena merekomendasikan tipe

kepemimpinan dinamis dan fleksibel”.

Konsep ini telah dikembangkan untuk membantu orang yang

menjalankan kepemimpinan tanpa, mempersoalkan peranan mereka, agar

lebih efektif dalam interaksinya dengan orang lain setiap hari. Hal ini

juga konsepsional melengkapi pemimpin dengan pemahaman dari

hubungan dari gaya kepemimpinan yang efektif dengan tingkat

kematangan para pengikutnya. Dengan demikian meskipun terdapat

banyak variabel-variabel situasional yang penting lainnya; organisasi,

tugas-tugas pekerjaan, dan pengawasan waktu kerja; adalah penting

adanya penekanan pada perilaku pemimpin dalam hubungan dengan

pengikut.

7. Gaya Kepemimpinan Situasional

Menurut Miftah Thoha (2009: 315) “Gaya kepemimpinan

situasional adalah kebutuhan untuk memahami kepemimpinan yang

dipertautkan dengan situasi tertentu”.

Menurut Hersey, Blanchard dan Natemeyer ada hubungan yang

jelas antara level kematangan karyawan atau kelompok dengan jenis

sumber kuasa yang memiliki kemungkinan paling tinggi untuk

menimbulkan kepatuhan pada orang-orang tersebut. Kepemimpinan


situasional memandang kematangan sebagai kemampuan dan kemauan

orang-orang atau kelompok untuk memikul tanggung jawab mengarahkan

perilaku mereka sendiri dalam situasi tertentu. Maka perlu ditekankan

kembali bahwa kematangan merupakan konsep yang berkaitan dengan

tugas tertentu dan bergantung pada hal-hal yang ingin dicapai pemimpin.

Kepemimpinan yang sesuai untuk diterapkan ketika para pengikut

bergerak dari kematangan yang sedang ke kematangan dan telah

berkembang (dari M1 sampai dengan M4), hubungan tersebut dapat di

ikuti uraian penjelasannya sebagai berikut, (Thoha, 2007):

1) S1 (Instruksi). Di beritahukan kepada pengikut yang rendah

kematangannya. Orang-orang yang tidak mampu dan tidak mau

(M1) memiliki tanggungjawab untuk melaksanakan sesuatu serta

tidak kompeten atau tidak memiliki keyakinan. Dalam banyak

kasus ketidakinginan mereka merupakan akibat dari

ketidakyakinan atau kurangnya pengalaman dan pengetahuannya

berkenaan dengan suatu tugas. Dengan demikian, gaya pengarah

(S1) memberikan pengarahan yang jelas dan spesifik.

2) S2 (Konsultasi), adalah untuk tingkat kematangan rendah ke

sedang. Orang-orang yang tidak mampu tetapi berkeingginan

(M2) untuk memikul tanggungjawab, memiliki keyakinan tetapi

tidak memiliki ketrampilan. Dengan demikian, gaya konsultasi

(S2) yang memberikan perilaku pengarahan, karena mereka

kurang mampu, juga memberikan perilaku mendukung untuk


memperkuat kemampuan dan antusias, tampaknya merupakan

gaya yang sesuai digunakan bagi individu pada tingkat

kematangan.

3) S3 (Partisipatif), adalah pada tingkat kematangan dari sedang ke

tinggi. Orang-orang pada tingkat perkembangan ini memiliki

kemampuan tetapi tidak berkeingginan (M3) untuk melakukan

tugas yang diberikan. Ketidakinginan mereka itu seringkali

disebabkan karena kurangnya keyakinan. Namun bila mereka

yakin atas kemampuannya tetapi tidak mau, maka keengganan

mereka untuk melaksanakan tugas tersebut lebih merupakan

persoalan motivasi dibandingkan dengan persoalan keamanan.

Dengan demikian, gaya yang mendukung tanpa mengarahkan,

partisipasi, (S3) mempunyai tingkat keberhasilan yang tinggi

untuk ditetapkan bagi individu pada tingkat kematangan.

4) S4 (Delegasi), adalah pada tingkat kematangan yang tinggi.

Orang-orang tingkat kematangan seperti ini adalah mampu dan

mau, atau mempunyai keyakinan untuk tanggungjawab (M4).

Dengan demikian, pimpinana memberikan sedikit pengarahan

atau dukungan, memiliki tingkat kemungkinan efektifas yang

paling tinggi dengan individu-individu dalam tingkat

kematangan.

Sejalan dengan pendapat di atas bahawa Gaya kepemimpinan

situasional didasarkan pada hubungan seperti, jumlah petunjuk yang


diberikan pemimpin, jumlah dukungan emosional dan tingkat kematangan

karyawan. Gaya kepemimpinan situasional menurut teori Hersey &

Blanchard terdapat empat dimensi, antara lain telling, selling, participant

dan delegating (Putra & Yuniawan, 2015) :

1. Telling

Jika seorang pemimpin berperilaku memberitahukan, hal itu

berarti bahwa orientasi tugasnya dapat dikatakan tinggi dan digabung

dengan hubungan atasan-bawahan yang tidak dapat digolongkan

sebagai akrab, meskipun tidak pula digolongkan sebagai hubungan

yang tidak bersahabat. Dalam praktek apa yang terjadi ialah bahwa

seorang pimpinan merumuskan peranan apa yang diharapkan

dimainkan oleh para bawahan dengan memberitahukan kepada

mereka apa, bagaimana, bilamana, dan dimana kegiatan-kegiatan

dilaksanakan. Dengan perkataan lain perilaku pimpinan terwujud

dalam gaya yang bersifat direktif.

2. Selling

Jika seorang pimpinan berperilaku “menjual” berarti ia bertitik

tolak dari orientasi perumusan tugasnya secara tegas digabung dengan

hubungan atasan-bawahan yang bersifat intensif. Dengan perilaku

yang demikian, bukan hanya peranan bawahan yang jelas, akan tetapi

juga pimpinan memberikan petunjuk-petunjuk pelaksanaan dibarengi

oleh dukungan yang diperlukan oleh para bawahannya itu. Dengan


demikian diharapkan tugas-tugas yang harus dilaksanakan

terselesaikan dengan baik.

3. Participating

Perilaku seorang pemimpin dalam hal demikian ialah orientasi

tugas yang rendah digabung dengan hubungan atasan bawahan yang

intensif. Perwujudan paling nyata dari perilaku demikian ialah

pimpinan mengajak para bawahannya untuk berperan serta secara

aktif dalam proses pengambilan keputusan. Artinya, pimpinan hanya

memainkan peranan selaku fasilitator untuk memperlancar tugas para

bawahan yang antara lain dilakukannya dengan menggunakan saluran

komunikasi yang efektif.

4. Delegating

Seorang pimpinan dalam menghadapi situasi tertentu dapat pula

menggunakan perilaku berdasarkan orientasi tugas yang rendah pula.

Dalam praktek, dengan perilaku demikian seorang pejabat pimpinan

membatasi diri pada pemberian pengarahan kepada para bawahannya

dan menyerahkan pelaksanaan kepada para bawahannya tersebut

tanpa banyak ikut campur tangan.

B. Kerangka Pikir

Sebagaiman uraian pada landasan teori tentang Gaya kempemimpinan

situasional, maka untuk mengetahui gaya kepemimpinan situasional di Kantor

Kelurahan Maddukelleng Kecamatan Tempe Kabupaten Wajo, di perlukan


suatu indikator dalam mnegukur gaya kepemimpinan situasional yang di

terapkan.

Gaya kepemimpinan situasional menurut teori Hersey & Blanchard

terdapat empat dimensi, antara lain telling, selling, participant dan delegating

(Putra & Yuniawan, 2015) :

ANALISIS GAYA KEPEMIMPINAN


SITUASIONAL DI KANTOR
KELURAHAN MADDUKELLENG
KECAMATAN TEMPE KABUPATEN
WAJO

1. Telling (Pemberitahuan/Intruksi)

2. Selling (Menjual/Pemberian)

3. Participating (Partisipasi/Keikutsertaan)

4. Delegating (Delegasi)

Hersey & Blanchard dalam (Putra &


Yuniawan, 2015)

Gambar 2.1 Kerangka Pikir


C. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang diajukan pada bagian

pendahuluan tulisan ini, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini,

yaitu Diduga Gaya Kepemimpinan Situasional di Kantor Kelurahan

Maddukelleng Kecematan Tempe Kabupaten Wajo termasuk dalam kriteria

yang cukup baik dari rata-rata nilai ideal (≥416 – 544).


BAB III
METODE PENELITIAN

A. Lokasi dan Waktu Penelitian

Adapun lokasi yang ditentukan dalam pelaksanaan penelitian ini yaitu di

Kantor Kelurahan Maddukelleng Kecamatn Tempe Kabupaten Wajo.

Penelitian ini direncakan dilaksanakan tiga bulan setelah terselengaranya

seminar proposal.

B. Jenis Penelitian

Dipandang dari aspek pengumpulan data penelitian, maka penelitian ini

termasuk dalam penelitian sensus, penelitan yang mengambil suatu kelompok

populasi sebagai sampel secara keseluruhan dan menggunakan kuesioner yang

terstruktur sebagai alat pengumpulan data yang pokok untuk mendapatkan

informasi yang spesifik (Usman & Akbar, 2008).

Metode deskriptif adalah metode penelitian yang menyampaikan fakta

dengan cara mendeProposal kan, memaparkan atau menggambarkan dari apa

yang dilihat, diperoleh dan yang dirasakan. “Masyhuri (2008) menjelaskan

bahwa penelitian yang bersifat deskriptif merupakan penelitian yang memberi

gambaran secermat mungkin mengenai suatu individu, keadaan, gejala atau

kelompok tertentu”. Pendekatan kuantitatif merupakan metode-metode untuk

menguji teori-teori tertentu dengan cara meneliti hubungan antar variabel dan

melakukan generalisasi fenomena sosial yang di teliti.

27
C. Variabel dan Definisi Operasional

1. Variabel Penelitian

Variabel adalah variabel penelitian pada dasarnya adalah segala

sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk

dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian

ditarik kesimpulannya. Menurut Kerlinger dalam Sugiono (2009:58)

menyatakan bahwa variabel adalah konstruk (constructs) atau sifat yang

akan dipelajari. Diberikan contoh misalnya, tingkat aspirasi,

penghasilan ,Pendidikan, status social, jenis kelamin, golongan gaji,

produktivitas kerja,dan lain-lain. Dibagian lain Kerlinger menyatakan

bahwa variabel dapat dikatakan sebagai suatu sifat yang diambil dari suatu

nilai yang berbeda (different values). Dengan demikian variabel itu

merupakan suatu yang bervariasi, dalam penelitian ini hanya terdapat satu

variabel (variabel tunggal) yaitu kualitas gaya kepemimpinan situasional.

2. Definisi Operasional

Masri Singarimbun (2003:46-47) memberikan pengertian tentang

definisi operasional, yaitu: “Unsur penelitian yang memberitahukan cara

mengukur suatu variable”. Dengan kata lain definisi operasional adalah

semacam petunjuk pelaksanaan cara mengukur suatu variabel. Berikut

defenisi operasional dalam penelitian ini, yaitu sebagai berikut:

Ada empat indikator gaya kepemimpinan situasional yang dapat

dijadikan acuan untuk mencari tahu gaya kepemimpinan yang sesuai untuk di

terapakan dengan tingkat kematangan seseorang.


Gaya kepemimpinan situasional menurut teori Hersey & Blanchard

terdapat empat dimensi, antara lain telling, selling, participant dan delegating

(Putra & Yuniawan, 2015) :

1. Telling

Jika seorang pemimpin berperilaku memberitahukan, hal itu

berarti bahwa orientasi tugasnya dapat dikatakan tinggi dan digabung

dengan hubungan atasan-bawahan yang tidak dapat digolongkan

sebagai akrab, meskipun tidak pula digolongkan sebagai hubungan

yang tidak bersahabat. Dalam praktek apa yang terjadi ialah bahwa

seorang pimpinan merumuskan peranan apa yang diharapkan

dimainkan oleh para bawahan dengan memberitahukan kepada

mereka apa, bagaimana, bilamana, dan dimana kegiatan-kegiatan

dilaksanakan. Dengan perkataan lain perilaku pimpinan terwujud

dalam gaya yang bersifat direktif.

2. Selling

Jika seorang pimpinan berperilaku “menjual” berarti ia bertitik

tolak dari orientasi perumusan tugasnya secara tegas digabung dengan

hubungan atasan-bawahan yang bersifat intensif. Dengan perilaku

yang demikian, bukan hanya peranan bawahan yang jelas, akan tetapi

juga pimpinan memberikan petunjuk-petunjuk pelaksanaan dibarengi

oleh dukungan yang diperlukan oleh para bawahannya itu. Dengan

demikian diharapkan tugas-tugas yang harus dilaksanakan

terselesaikan dengan baik.


3. Participating

Perilaku seorang pemimpin dalam hal demikian ialah orientasi

tugas yang rendah digabung dengan hubungan atasan bawahan yang

intensif. Perwujudan paling nyata dari perilaku demikian ialah

pimpinan mengajak para bawahannya untuk berperan serta secara

aktif dalam proses pengambilan keputusan. Artinya, pimpinan hanya

memainkan peranan selaku fasilitator untuk memperlancar tugas para

bawahan yang antara lain dilakukannya dengan menggunakan saluran

komunikasi yang efektif.

4. Delegating

Seorang pimpinan dalam menghadapi situasi tertentu dapat pula

menggunakan perilaku berdasarkan orientasi tugas yang rendah pula.

Dalam praktek, dengan perilaku demikian seorang pejabat pimpinan

membatasi diri pada pemberian pengarahan kepada para bawahannya

dan menyerahkan pelaksanaan kepada para bawahannya tersebut tanpa

banyak ikut campur tangan.

D. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Menurut Sugiyono (2007: 90): “populasi adalah wilayah

generalisasi yang terdiri atas objek/subjek yang mempunyai kuantitas dan

karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan

kemudian ditarik kesimpulannya”.


Dari pengertian tersebut, dapat ditarik kesimpulan, bahwa populasi

dalam penelitian, meliputi segala sesuatu yang akan dijadikan subjek atau

objek penelitian yang dikehendaki peneliti. Berdasarkan hal tersebut, maka

yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah seluruh Aparat

Kelurahan Maddukelleng Kecamatan Tempe Kabupaten Wajo. yakni

sebanyak 16 orang.

2. Sampel

Menurut Ridwan (2007: 56): sampel adalah bagian dari populasi,

sampel penelitian adalah sebagian dari populasi yang diambil sebagai

sumber data dan dapat mewakili seluruh populasi, Sukardi (2004:55)

menyatakan untuk penelitian sosial, pendidikan ekonomi, dan politik yang

berkaitan dengan masyarakat yang mempunyai karakteristik hetrogen,

pengambilan sampel disamping syarat tentang besarnya sampel juga harus

memenuhi syarat keterwakilan semua komponen yang ada pada populasi.

Berdasarkan uraian tersebut dan mengingat jumlah anggota

populasi penelitian ini masih dapat ditangani oleh penulis, maka peneliti

menetapkan semua anggota populasi tersebut untuk dijadikan responden,

dengan teknik sampel total atau sampel jenuh artinya semua anggota

populasi dijadikan sebagai responden yakni berjumlah 7 orang dengan

perincian sebagai berikut:


Tabel 3. 1 : Karakteristik Jumlah Populasi

No. Nama Jabatan

1. SABRAN, S.Sos Penata Tingkat I, III/d

2. Drs. ANDI ARVAN Pembina, IV/a


MAGGALATUNG, M.Si
3. HASNAH, S.Sos Penata Muda Tingkat I,
III/b
4. ASRIANI Pengatur, II/c

5. SITTI ROSANI, S.Sos Penata Muda Tingkat I,


III/b
6. BASO CANDRA ARI SATRIA, Penata Muda Tingkat I,
S.H III/b
7. DAERAH, S.SE Penata Tingkat I, II/d

E. Instrumen Penelitian

Menurut Sugiyono (2006: 119): “pada prinsipnya meneliti adalah

melakukan pengukuran, maka harus ada alat ukur yang baik. Alat ukur dalam

penelitian biasanya dinamakan instrumen penelitian”.

Jadi instrumen penelitian adalah suatu alat yang digunakan mengukur

fenomena alam maupun sosial yang diamati. Secara spesifik semua fenomena

ini disebut variabel penelitian. Jumlah instrument tergantung pada jumlah

dimensi dari suatu variable yang telah di tetapkan. Penelitan ini menggunakan

satu vaibel dengan empat dimensi dan 10 indikator dalam mengukur gaya

kepemimpinan situasional di Kantor Kelurahan Maddukelleng Kecamtan

Tempe Kabupaten Wajo.


Tabel 3. 2 : Kisi-Kisi Instrumen Penelitian

No.
Variabel Dimensi Indikator
Item
Gaya 1. Komunikasi
Telling 2. Perilaku 1-3
Kepemimpina
3. Sikap
n Situasional
Hersey & 4. Oresntasi perumusan
Blanchard 5. Panduan/petunjuk
Selling 4–6
dalam (Putra 6. Penyelesaian tugas

& Yuniawan,
2015) 7. Pengambilan
Participating keputusan 7–8
8. Peranan fasilitator

Delegating 9. Kepercayaan 9 – 10
10. Situasi

F. Teknik Pengumpulan Data

Untuk mengumpulkan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah

melalui langkah-langkah sebagai berikut :

1. Observasi

Observasi adalah pengumpulan data yang dilakukan melalui

pengamatan atau peninjauan secara cermat dan langsung terhadap objek

penelitian/lokasi penelitian, dengan tujuan mengetahui keadaan yang

sesungguhnya. Hal ini dimaksud untuk mengunjungi atau memeriksa

objek atau lokasi penelitian untuk mengamati langsung berbagai hal atau

keadaan yang terkait dengan masalah penelitian.

2. Kuesioner atau angket


Kuesioner atau angket yaitu pernyataan atau pertanyaan yang

bersifat tertutup (setiap pernyataan atau pertanyaan sudah disediakan

alternatif jawaban, sehingga responden hanya memilih satu alternatif

jawaban yang yang dianggap sesuai dengan kenyataan) kepada semua

responden yang menjadi sasaran penelitian.

Adapun gradasi penilaian pada kuesioner digunakan skala Likert yaitu,

sangat baik (5), baik (4), cukup baik (3), kurang baik (2), tidak baik (1).

3. Dokumentasi

Dokumentasi adalah teknik pengumpulan data dengan

mempelajari, mencatat, dan melakukan penelusuran berbagai dokumen

yang terkait dengan variabel penelitian.

G. Teknik Analisis Data

 Analisis Deskriptif Kuantitatif

Teknik analisis data adalah kegiatan mengelompokkan data

berdasarkan variabel dan jenis responden, mendeProposal kan data, dan

menguji persyaratan analisis.

Jenis penelitian yang digunakan adalah kuantitatif deskriptif adalah

jenis penelitian yang digunakan untuk menganalisis data atau dengan cara

mendeproposalkan atau menggambarkan data yang telah terkumpul

sebagaimana adanya.

Menurut Annisa Pratiwi, 2014 sebelum melakukan pengolahan data

statistic dengan SPSS for windows, maka perlu dilakukan


pengelompokan data sebagai tahap awal. Adapun tahap-tahapnya adalah

sebagai berikut:

a. Editing.

Editing merupakan proses pengecekan dan penyesuaian data

yang sudah terkumpul berupa kelengkapan isian, keterbacaan tulisan,

kejelasan jawaban, serta relevansi jawaban pada kuesioner.

b. Coding.

Coding adalah proses pemberian kode tertentu terhadap aneka

ragam jawaban dari kuesioner untuk dikelompokkan kedalam

kategori yang sama.

c. Scoring.

Scoring yaitu mengubah data yang bersifat kualitatif kedalam

bentuk kuantitatif (skor nilai). Dalam penentuan skor nilai ini

digunakan skala likert dengan lima kategori penilaian. Berikut skala

likert 1-5.

Tabel 3.3 Skala Likert

No. Kategori Skor


1. Sangat Setuju 5
2. Setuju 4
3. Netral 3
4. Tidak Setuju 2
5. Sangat Tidak Setuju 1
Adapun data yang diperoleh melalui hasil yang diteliti disajikan

melalui perhitungan Eko Putro Widoyoko (2012 : 110) dalam menetapkan

klasifikasi sikap responden terhadap variabel dan item pernyataan dengan

rumus sebagai berikut:

a. Skala Variabel

STT = Skor tertinggi dikali Jumlah Sampel dikali Jumlah Item

STR = Skor Terendah dikali Jumlah Sampel dikali Jumlah Item

i = Jumlah Skor Tertinggi dikurang Jumlah Skor Terendah dibagi

Kelas Jumlah Interval.

STT = 5 × 7 × 10 = 350

STR = 1 × 7 × 10 = 70

i = 350 – 70 = 56
5
b. Skala Butir

STT = Skor tertinggi dikali Jumlah Sampel

STR = Skor Terendah dikali Jumlah Sampel

i = Jumlah Skor Tertinggi dikurang Jumlah Skor Terendah dibagi

Kelas Jumlah Interval.

i = Skor Tertinggi (STT) – Skor Terendah (STR)


Kelas Jumlah Interval (π)

STT = 5 × 7 = 35

STR = 1 × 7 = 7

i = 35 – 7 = 5,6
5
Berdasarkan uraian diatas, penetapan klasifikasi sikap responden

terhadap masing – masing variabel sebagai berikut:

Tabel 3. 3: Kriteria Jawaban Responden

Gaya Kepemimpinan
Indikator Kriteria
Situasional
> 294 – 350 > 29,4 – 35 Sangat Baik
> 238 – 294 > 23,8 – 29,4 Baik
> 182 – 238 > 18,2 – 23,8 Cukup Baik
> 126 – 182 > 12,6 – 18,2 Tidak Baik
70 – 126 7 – 12,6 Sangat Tidak Baik

Penggunaan metode ini dimaksudkan agar diperoleh gambaran data

yang berkaitan dengan variabel penelitian, sehingga dapat di olah dan di

sajikan secara sistematis, akurat dan dapat dipertanggungjawabkan

kebenarannya
DAFTAR PUSTAKA

Anthony, F. (2019). ANALISIS GAYA KEPEMIMPINAN SITUASIONAL PT

FUTUREFOOD WAHANA INDUSTRI. Agora, 7(1).

https://publication.petra.ac.id/index.php/manajemen-bisnis/article/view/

8179

Dharma;152. (n.d.). In Jurnal gaya kepemimpinan. Retrieved October 23, 2022,

from https://eprints.umm.ac.id/20325/3/jiptummpp-gdl-astopriyow-34885-

3-babii.pdf

Hersey & Blanchard dalam (Putra & Yuniawan, 2015). Gaya kepemimpinan

situasional . “Pengaruh Gaya Kepemimpinan Situasional Dan Komunikasi

Organisasi Terhadap Kinerja Karyawan.” Muh. Addin Syah: 3–4.

https://core.ac.uk/download/pdf/148616299.pdf.

Karim, M. (2010). Pemimpin transformasional di lembaga pendidikan islam

Kerlinger, Lays, 2008. Human Resource Management. Published by McGraw

Hill, Ohio.

litian Pendidikan. Jakarta: PT Bumi Aksara Management of organizational

behavior utilizing human resources (7th ed.). New Jersey: Prentice Hall,

Inc.

Mangkunegara, Anwar Prabu. 2013. Manajemen Sumber Daya Manusia

Perusahaan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

38
Masyuri. 2008. Metode Penelitian Pendekatan Praktis Dan Aplikatif. Semarang:

Erlangga.

Menurut Hersey dan Blanchard (1982:178). 2012. “Bayu Baniah Hawa, 2012

Universitas Pendidikan Indonesia.” jurnal Universitas Pendidikan

Indonesia: 27–28. https://adoc.pub/bab-ii-kerangka-teoritis-topik-

mengenai-pemimpin-dan-kepemim.html.

Menurut Miftah Thoha. 2012. “Bayu Baniah Hawa, 2012 Universitas Pendidikan

Indonesia.” jurnal Universitas Pendidikan Indonesia: 27–28.

https://adoc.pub/bab-ii-kerangka-teoritis-topik-mengenai-pemimpin-dan-

kepemim.html.

Menurut Sentot Imam Wahjono. 2012. “Bayu Baniah Hawa, 2012 Universitas

Pendidikan Indonesia.” jurnal Universitas Pendidikan Indonesia: 27–28.

https://adoc.pub/bab-ii-kerangka-teoritis-topik-mengenai-pemimpin-dan-

kepemim.html.

Northouse, Peter G, 2013, Kepemimpinan, Edisi keenam. Indeks, Jakarta.

pelajar.penyusunan instrumen penelitian . yogyakarta:

Pratiwi, A., & Darmastuti, I. (2014). Pengaruh motivasi dan disiplin kerja

terhadap kinerja Pegawai (studi pada PT. Telekomunikasi indonesia, TBK

wilayah Telkom Pekalongan) (Doctoral dissertation, Fakultas Ekonomika

dan Bisnis).Pustaka

Riduwan. 2013. Metode dan Teknik Menyusun Proposal Penelitian (Untuk

Mahasiswa S1, S-2, dan S-3). Bandung: Alfabeta.


Rivai, V. (2011). Manajemen Sumber Daya Manusia untuk Perusahaan dari

Teori ke Praktek. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Robbins (2016 :127) Kepemimpinan 2.1.1. Pengertian Kepemimpinan. (n.d.).

https://repository.bsi.ac.id/index.php/unduh/item/218086/File_13-BAB-

II.pdf

Sugiyono, 2006, Metode Penelitian Bisnis, Bandung: Alfabeta

Sugiyono,2007. Metodelogi Penelitian Administrasi. Jakarta : Grafindo.

Sugiyono. 2009. Statistika untuk Penelitian. CV. Alfabeta. Bandung.

Teori, D., & Penelitian. (n.d.). MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA.

https://repository.unimal.ac.id/6943/1/E-Book%20Manajemen%20SDM

%20Marbawi.pdf

Thoha, Miftah, 2015, Kepemimpinan dalam Manajemen, PT Raja Grafindo

Persada , Jakarta.

Thoha, Miftah. 2007. Kepemimpinan Dalam Manajemen. Rajawali Pers. Jakarta.

Tjihardjadi. (2007). To be gread a Leader. Yogyakarta: Andi

Usman dan Akbar. 2008. Metode Penelitian Sosial. Jakarta: Bumi Aksara

Yukl, Gary A, 1982, Managerial Leadership and The Effective Principal,

Edisi Resume, Washington, DC.

Yukl, Gary A, 2015, Kepemimpinan dalam Organisasi, Edisi Ketujuh, Indeks,

Jakarta.
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1
Kepada Yth:

Bapak Lurah

di-

Tempat

Dengan Hormat,

Dalam rangka penelitian tentang “Analisis Gaya Kepemimpian Situasional

di Kantor Kelurahan Maddukelleng Kecamatan Tempe Kabupaten Wajo”, dengan

ini saya mohon bantuan Bapak/Ibu/Saudara sebagai responden dalam penelitian

ini (angket terlampir).

Saya mohon angket ini diisi oleh Bapak/Ibu/Saudara untuk menjawab

seluruh pernyataan yang telah disediakan. Sehubungan dengan hal tersebut

jawaban responden diharapkan objektif dan realisistis, agar hasil penelitian ini

valid dan realibel. Jawaban yang diberikan akan dirahasiakan dan tidak akan

mempengaruhi status dan jabatan responden.

Demikian pengantar ini, dan atas perhatian serta bantuannya diucapkan

terima kasih.

Sengkang,....................2023
Hormat saya,

GADIS NABILA SEVITA


Lampiran 2
Petunjuk Umum Pengisian Angket

Petunjuk umum pengisian kuesioner (angket) penelitian ini sebagai berikut :

1. Mohon kuesioner ini di isi untuk menjawab seluruh pertanyaan yang telah

disediakan

2. Berilah tanda cheklist () pada kolom yang telah disediakan dan pilih sesuai

dengan fakta yang sebenarnya

3. Dalam menjawab pertanyaan – pertanyaan ini, tidak ada jawaban yang salah.

Oleh sebab itu, usahakan agar tidak ada jawaban yang di kosongkan.

4. Petunjuk Pengisian: Beri tanda ceklis pada kolom skor.

Ada lima alternatif jawaban :

Sangat Baik (SB) =5

Baik (B) =4

Cukup Baik (CB) =3

Tidak Baik (TB) =2

Sangat Tidak Baik (STB) =1


Lampiran 3
GAYA KEPEMIMPINAN SITUASIONAL

ALTERNATIF

NO PERNYATAAN DIMENSI-DIMENSI JAWABAN

5 4 3 2 1
Telling

1. Terdapat komusnikasi atau instruksi


2. Terdapat tanggapan aksi dari anggota
3. Terdapat bentuk pendirian.
Selling
Adanya pemahaman tentang pengenalan
4.
tugas
Adanya petunjuk atau panduan dengan
5. pemberian tugas

6. Adanya pencapaian pemberian tentang tugas


Participant

Adanya pengambilan keputusan dalam


7. pemberian tugas

Terdapat peranan yang aktif dalam


8. penyedian fasilitas

Delegating
Adanya kepercaan bagi pememimpin
9. kepada bawahan

10. Adanya pemahaman situasi dalam


pemberian perintah

Anda mungkin juga menyukai