Anda di halaman 1dari 36

STRATEGI KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH

DALAM MENGEMBANGKAN BUDAYA LITERASI


DI SDN 009 TENGGARONG
Dosen Pengampu: Prof. Dr. Hj. Zaenab Hanim, M.Pd

Disusun oleh:
1. Descha Rahmadhani (2305148013)
2. Rini Dwi Yuliani (2305148014)
3. Sulfiana Dewi (2305148015)
4. Ariantho Arruan (2305148052)
5. Azizah Nur ‘Aini Darulyati (2305148053)

PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN PENDIDIKAN


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MULAWARMAN
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT. yang sudah


melimpahkan rahmat, taufik, dan hidayah-Nya kepada kita semua, sehingga
penulis dapat menyusun proposal ini.
Penulis menyusun proposal penelitian yang berjudul “Strategi
Kepemimpinan Kepala Sekolah dalam Mengembangkan Budaya Literasi di SDN
009 Tenggarong” guna memenuhi tugas pembuatan proposal mata kuliah
Metodologi Penelitian
Kami menyadari bahwa tanpa bimbingan dari berbagai pihak dan sumber
proposal ini tidak dapat terselesaikan dengan baik. Oleh karena itu penulis
menyampaikan ucapan terimakasih kepada; Dosen mata kuliah Metodologi
Penelitian Pendidikan Ibu Prof. Dr Hj. Zaenab Hanim, M.Pd, rekan-rekan
mahasiswa jurusan Manajemen Pendidikan Universitas Mulawarman angkatan
tahun 2023,
1. Descha Rahmadhani (2305148013)
2. Rini Dwi Yuliani (2305148014)
3. Sulfiana Dewi (2305148015)
4. Ariantho Arruan (2305148052)
5. Azizah Nur ‘Aini Darulyati (2305148053)
serta seluruh keluarga yang telah memberi dukungan penuh dan semua pihak yang
telah membantu menyelesaikan penyusunan proposal ini. Semoga proposal ini
dapat bermanfaat dan memberi wawasan kepada pembaca. Penulis mohon saran
dan kritiknya agar proposal ini menjadi lebih baik. Terima kasih.

Samarinda, 25 November 2023


Penyusun

Kelompok 2
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL i
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 4
C. Tujuan Penelitian 4
D. Manfaat Penelitian 4
BAB II LANDASAN TEORI
A. Kajian Teori 6
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Pendekatan dan Metodologi Penelitian 14
B. Tempat dan Waktu Penelitian 15
C. Latar Penelitian 15
D. Data dan Sumber Data 16
E. Instrumen Penelitian 16
F. Teknik dan Prosedur Pengumpulan Data 18
G. Teknik Analisis Data 19
H. Pemeriksaan Keabsahan Data 22

DAFTAR PUSTAKA 33
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Pendidikan merupakan suatu kebutuhan pada setiap individu dalam
kehidupannya, pertumbuhan serta perkembangan yang bersifat deskriftif juga
merupakan dari hasil suatu proses pendidikan, yang disadari hingga tidak
disadari. Pendidikan ini bermaksud untuk mengembangkab semua potensi
yang ada pada individu tersebut, harus dikembangkan untuk menjadi sumber
daya untuk dapat dilihat dan digali potensi individu tersebut, sehingga bisa
dirasakan hasil dari potensi yang telah dimiliki. Maka dari itu individu
diberikann ilmu penghetahuan serta kemampuan dalam mengembangkan dari
berbagai hal yaitu keterampilan, kreativitas, konsep, prinsip dan tanggyng
jawab dalam menjalankan suatu proses pendidikan. Individu merupakan
makluk sosial yang membutuhkan interaksi dengan lingkungannya. Dalam
hal ini, objek sosial memiliki pengaruh terhadap perkembangan individu,
sehingga pendidikan dapat berkembang melalui suatu kondisi seimbang
melalui aspek sosial dan aspek individu.
Kesadaran akan pentingnya literasi perlu ditanamkan sejak dini.
Sekolah merupakan salah satu tempat yang paling efektif utuk memulai
proses pedidikan literasi. Kompetensi literasi dasar (menyimak- berbicara,
membaca-menulis, berhitung memperhitungkan, dan mengamati-
menggambar) sudah selayaknya ditanamkan sejak di pedidikan dasar, lalu
dilanjutkan pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi agar
dapat menigkatkan kemampuan untuk mengakses informasi dan pengetahuan
yang lebih luas lagi.
Kepala sekolah harus melaksanakan fungsi kepemimpinan, yang
melibatkan pedidik dan tenaga kependidikan lainnya, dalam rangka
memetakan arah pencapaian kualitas sekolah yang diharapkan, memfokuskan
perhatian terhadap proses pengajaran dan pembelajaran yang efektif, serta
membangun ligkungan belajar yag kondusif untuk menghasilkan peserta
didik yang unggul dan berkualitas. (Rosdiana, 2022)
Kepala sekolah harus mempunyai kompetensi khusus agar dapat
mewujudkan sekolah yang berkualitas sesuai yang diharapkan di era masa
kini. Seorang kepala sekolah yang profesional harus memiliki berbagai
kompetensi, hal tersebut diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional
Nomor 13 Tahun 2007 mengenai Standar Kepala Sekolah, disebutkan bahwa
kepala sekolah harus mempunyai kompetensi (1) Kompetensi Kepribadian,
kepala sekolah dalam hal ini perlu mempunyai kepribadian yang baik dan
menjadi teladan setiap orang, dan memiliki sikap terbuka terhadap inovasi
baru yang datang; (2) Kompetensi Manajerial, dalam hal ini kepala sekolah
harus dapat merencanakan program-program yang unggul dan mampu
memberdayakan semua potensi yang ada di sekolah baik sumber daya
manusianya maupun sarana dan prasarananya; (3) Kompetensi
Kewirausahaan, kepala sekolah harus memiliki kemampuan untuk
mengerahkan segala potensi yang ada di sekolah untuk dikembangkan guna
mengambil keuntungan; (4) Kompetensi Supervisi, kepala sekolah harus
memiliki kompetensi supervisi yaitu melakukan perencanaan, pelaksanaan,
kemudian melakukan tindak lanjut untuk melakukan penilaian terhadap
sebagai upaya untuk peningkatan kualitas sekolah; (5) Sosial, yaitu kepala
sekolah harus memiliki kemampuan untuk berinteraksi dan berkomunikasi
secara baik dengan seluruh warga sekolah maupun masyarakat lingkungan
sekitar sekolah dalam rangka menjalin kerjasama untuk mencapai tujuan
bersama. (Yayu, 2022)
Peran kepemimpinan kepala sekolah sebagai pengambil kebijakan
sangat mempengaruhi pembangun budaya literasi di sekolah. Karena itu,
pembangunan budaya literasi harus diawali oleh adanya kebijakan yang
mendukung dan melayani bertumbuhnya budaya literasi dalam organisasi
sekolah. Dalam perspektif kebijakan pendidikan nasional terdapat tujuh peran
kepala sekolah yaitu, (1) pendidik; (2) manajer; (3) administrator; (4)
supervior; (5) leader; (6) innovator; dan (7) motivator. Berdasarkan peran
kepala sekolah tersebut maka secara deteil peran kepala sekolah dalam
mendukung literasi harus memfungsikan semua peran tersebut.
Secara faktual dan spesifik, rendahnya budaya literasi pada semua jenis
literasi tersebut terutama literasi baca tulis tidak hanya terjadi dalam skala
nasional akan tetapi rendahnya budaya literasi tersebut secara rill terjadi juga
pada sekolah-sekolah yang ada di Kabupaten Kutai Kartanegara seperti di
SDN 009 Tenggarong. Sekolah tersebut menjadi fokus dari penelitian ini.
Literasi baca tulis dalam perspektive organisasi sekolah merupakan bagian
dari pada budaya sekolah. Oleh karena itu, memperbaiki literasi baca tulis
pada hakikatnya memperbaiki budaya sekolah. Literasi sebagai sebuah
budaya bermakna sebagai aktivitas yang kontinyu dalam rangka
pengembangan kemampuan membaca, menulis, numerik, budaya dan literasi
digital. Meskipun fokus literasi dalam penelitian ini adalah literasi baca tulis.
Berdasarkan observasi awal pada SDN 009 Tenggarong ditemukan bahwa
pengembangan budaya literasi baca tulis di sekolah tersebut masih belum
dijadikan fokus utama, hal itu terlihat dari hasil Asessmen Kompetensi
Minimal kedua sekolah masih rendah. Kondisi faktual ini memiliki hubungan
erat dengan efektifitas tugas dari seorang kepala sekolah sebagai pemimpin
sekaligus manager pada sekolah tersebut. Karena itu dalam penelitian ini,
kegelisahan akademik yang utama adalah bagaimana peran kepala sekolah
dalam pengembangan budaya literasi di SDN 009 Tenggarong.
Meskipun pengembangan literasi adalah tugas utama para guru akan
tetapi terkait bagaimana kinerja guru membangun literasi sangat ditentukan
oleh kesungguhan kepala sekolah merealisasikan tugas kepemimpinannya
sebagai penanggung jawab organisasi sekolah. Artinya, kepala sekolah
memiliki otoritas yang tinggi untuk mengatur pengembangan semua jenis
literasi dengan memotivasi guru sebagai unit yang bersentuhan langsung
dengan siswa. Karena itu, dengan adanya otoritas tersebut kepala sekolah
memiliki kelenturan dan kebebasan dalam menentukan langkah-langkah yang
harus diikuti oleh setiap guru dalam mewujudkan budaya literasi. Pada sisi
lain, tinggi dan rendah daya literasi sekolah merupakan reprensentasi dari
kualitas kepemimpinan kepala sekolah dan guru. Oleh sebab itu, menelusuri
peran kepala sekolah menjadi langkah awal dari identifikasi problematika
literasi di sekolah.
Merujuk pada argumentasi teroritis dan data di atas, riset terkait dengan
“Peran Kepala Sekolah Dalam Mengembangkan Budaya Literasi di SDN 009
Tenggarong”, dirasakan penting saat ini untuk dilakukan penelitian dengan
menggunakan metode dan pendekatan penelitian kualitatif. Pemilihan dari
metode ini sangat beralasan karena metode tersebut dianggap sesuai dengan
sifat dari data yang akan dikumpulkan.

B. Rumusan Masalah
Dari uraian diatas, maka peneliti merumuskan permasalahan sebagai
berikut :
Sejauh mana peran kepemimpinan kepala sekolah dalam
mengembangkan budaya literasi di SDN 009 Tenggarong ?

C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui baiknya peran kepemimpinan
kepala sekolah dalam mengembangkan budaya literasi di SDN 009
Tenggarong.

D. Manfaat Penelitian
1. Untuk peneliti
a. Untuk memperoleh pengalaman dalam penelitian karena merupakan
salah satu syarat untuk memperoleh gelar magister di pascasarjana
b. Untuk memberikan pengetahuan bagi peneliti di masa yang akan
datang
c. Sebagai mahasiswa tingkat akhir wajib melakukaan penelitian
2. Untuk pembaca
a. Sebagai pengetahuan dalam meningkatkan pengetahuan dalam
keterampilan seorang guru dalam proses belajar dan mengajar
b. Sebagai pengetahuan dalam meningkatkan peran kepala sekolah
dalam meningkatkan budaya literasi
c. Sebagai motivasi bagi sekolah lain dalam meningkatkan budaya
literasi
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Teori
1. Konsep Strategi Kepemimpinan
Strategi merupakan kunci kesuksesan sebuah organisasi dalam
mencapai tujuan. Tanpa adanya strategi maka program tidak akan
berjalan. Strategi merupakan langkah awal yang harus dimiliki oleh
seorang peminpin dalam mencapai tujuan. Sehebat apapun seorang
pimpinan jika tidak memiliki strategi yang tepat maka program tidak ada
artinya dan tujuan tidak akan terwujud. Kepemimpinan tidak hanya
mengandalkan kemampuannya sendiri tetapi dia juga harus punya
strategi dalam memimpin.
Strategi adalah sarana yang digunakan untuk mencapai tujuan
akhir dari suatu organisasi, namun strategi bukanlah sekedar suatu
rencana, melainkan adalah rencana yang menyatukan. Strategi mengikat
semua bagian yang ada dalam organisasi menjadi satu, sehingga strategi
meliputi semua aspek penting dalam suatu organisasi, strategi itu terpadu
dari semua bagian rencana yang harus serasi satu sama lain dan
berkesesuaian. Oleh karena itu penentuan strategi membutuhkan
tingkatan komitmen dari suatu organisasi, di mana tim organisasi tersebut
bertanggung jawab dalam memajukan strategi yang mengacu pada hasil
atau tujuan akhir. Dengan demikian dapat dipahami bahwa strategi
kepemimpinan pendidikan merupakan kegiatan mengambil keputusan
atau merancangkan tindakantindakan strategis untuk mencapai tujuan
organisasi yang ditetapkan dapat tercapai secara efektif dan efisien.
(yulmawati, 2016).
Strategi lebih sering diasumsikan pada bidang ekonomi yang
berorientasi pada bisnis (profit) baik pengembangannya secara teoritis
maupun praktis. Dan hal ini sudah berlangsung sangat lama. Adapun
pada lingkup non bisnis (non profit) seperti dunia pendidikan, istilah
strategi merupakan paradigma baru.
2. Konsep Kepemimpinan Kepala Sekolah
Kepemimpinan adalah terjemahan dari kata leadership yang
berasal dari kata Leader, Pemimpin (leader) adalah orang yang berasal
memimpin, sedangkan pimpinan merupakan jabatannya. Fedler
berpendapat, “Leader as the individual in the group given the task of
directing and coordinating task relevant group activies”. Dari pengertian
tersebut menunjukan bahwa seorang pemimpin adalah anggota kelompok
yang memiliki kemampuan untuk mengarahkan dan mengkoordinasikan
kinerja dalam mencapai tujuan.
Pemimpin merupakan suatu lakon/ peran dalam sistem tertentu
karena sesorang dalam peran formal belum tentu memiliki keterampilan
dan belum mampu memimpin. Istilah kepemimpinan dan belumtentu
mampu memimpin. Istilah kepemimpinan pada dasarnya berhubungan
dengan keterampulan, kecakapan, dan tindak pengaruh yang dimiliki
oleh orang yang bukan pemimpin. Pemimpin adalah seorang yang
memiliki pribadi yang memiliki kecakapan dan mempunyai kelebihan di
satu bidang sehingga mampu mempengaruhi orang lain untuk bersama-
sama melakukan aktivitas-aktivitas tertentu untuk pencapaian tujuan.
Kepemimpinan berasal dari kata pemimpin yang berarti orang yang
dikenal dan berusaha mempengaruhi para pengikutnya untuk merealisir
visinya. Kepemimpinan pendidikan adalah pemimpin pada lembaga
satuan pendidikan. Tanpa kehadiran kepemimpinan pendidikan, proses
pendidikan termasuk pembelajaran tidak akan berjalan efektif.
Kepemimpinan pendidikan ada pemimpin yang proses keberadaannya
dipilih secara langsung, ditetapkan oleh yayasan, atau ditetapkan oleh
pemerintah. Seorang pemimpin mendesain pekerjaan beserta
mekanismenya, didukung staf yang melaksanakan tugas sesuai
kemampuannya dan keahliannya. Jadi, kepemimpinan sebagai proses
menciptakan visi, mempengaruhi sikap, perilaku, pendapat, nilai-nilai,
norma dan sebagainya dari pengikut (sidiq, 2021)
Kepemimpinan dalam satu organisasi merupakan suatu faktor yang
menentukan berhasil atau tidaknya organisasi tersebut karena
kepemimpinan organisasi dikatakan sukses apabila pengelolaan
organisasi tersebut gaya kepemimpinan merupakan cara tau teknik
seseorang dalam menjalankan suatu kepemimpinan. Kepemimpinan atau
leadership merupakan ilmu terapan dari ilmu-ilmu sosial, sebab prinsip-
prinsip dan rumusannya diharapkan dapat mendatangkan manfaat bagi
kesejahteraan manusia.Ada banyak pengertian yang dikemukakan oleh
para pakar menurut sudut pandang masing-masing, definisidefinisi
tersebut menunjukkan adanya beberapa kesamaan.Kepemimpinan dalam
satu organisasi merupakan suatu faktor yang menentukan berhasil atau
tidaknya organisasi tersebut karena kepemimpinan organisasi dikatakan
sukses apabila pengelolaan organisasi tersebut berhasil dijalankan (Ishaq,
2016).
Kepala sekolah harus melaksaakan fungsi kepemimpinan, yang
melibatkan pedidik dan tenaga kependidikan lainnya, dalam rangka
memetakan arah pencapaian kualitas sekolah yang diharapkan,
memfokuskan perhatian terhadap proses pengajaran dan pembelajaran
yang efektif, serta membangun ligkungan belajar yag kondusif untuk
menghasilkan peserta didik yang unggul dan berkualitas (Rosdiana,
2022)
Hal mendasar tentang gaya kepemimpinan bersifat “fixed”. Oleh
sebab itu gaya kepemimpinan seseorang cenderung konstanta walaupun
dalam suasana apapun, ataukah gaya kepemimpinan seoseornag bersifat
lentur atau “fleksibel”. Gaya kepemimpinan pendidikan lebih terlihat
pada pola-pola yang dikembangkan dalam berbagai kebijakan yang
ditempuhnya dalam menjalankan kepemimpinan.
a. Gaya Kepemimpinan Partisipatif
Gaya kepemimpinan partisipatif atau disebut dengan gaya
kepemimpinan demokratik merupakan gaya kepemimpinan yang
menitik beratkab pada usaha seorang pemimpin dalam melibatkan
partisipasi para pengikutnyadlaam setiap pengambilan keputusan.
Dampak positif yang ditimbulkan dari gaya kepemimpinan
partisipatif bahwa para pengikut memiliki rasa tanggung jawab yang
lebih besar terhadap pencapainan tujuan orgaisasi karena keterlibatan
dalam pengambilan keputusan (Umar Siddiq, 6:2021).
b. Gaya Kepemimpinan Otokrafik
Kepatuhan pengikut terhadap pimpinan merupakan corak gaya
kepemimpinan otokratik. Dalam menjalankan kewajiban sesuai
dengan aturan yang bersumber pada tradisi, pengikutpatuh pada
pimpinan bukan diladaskan pada tantanan impersonal, tetapi menjadi
loyalitas pribadi dan membiasakan diri tunduk pada kewajiban.
Pemimpin yang bergaya otokratik cenderung menganut nilai
organisasi yang bertujuan pada pembenaran segala tindakan yang
ditempuh untuk mencapau tujuan. Secara ringkas, kepemimpinan
otokratik lebih menitik beratkan pada otoritas pemimpin dnegan
mengesampingkan partisipasi dan daya kreatif pada pengikut.
Pemimpin pendidikan yang bergaya otokratik menganggap guru,
siswa dan staf administrasi mempunyai kinerja yang rendah dan
lebih cenderung statis (Umar siddiq, 7:2021)
c. Gaya Kepemimpinan Laissez Faire
Karakteristik utama pada gaya kepemimpinan laissez faire
meliputi : persepsi tentang peran, nilai-nilai yang dianut, sikap dalam
hubungannya dengan para pengikut, perilaku organisasi dan gaya
kepemimpinan yang biasa digunakan. Pemimpin bergaya laissez
faire memposisikan dirinya sebagai “Fasilitator”.
Hal ini didasarkan pada asumsi bahwa para anggota organisasi
telah dapat mengetahui dan cukup dewasa untuk taat kepada semua
aturan pencapaian yang telah ditetapkan. Seorang pemimpin sendiri
tanpa banyak peran untuk mencampuri arah dan perkembangan
organisasi.
Kepemimpinan pendidikan lassiz faire akan sangat permisif
terhadap dayan kreatifitas yang dilakukan oleh guru, staf
administrasi yang dilakukan oleh guru, siswa selama masih tetap
dalam rangka memajukan pendidikan. Namun, yang menjadikan
dampak negative, adalah intervensi yang terlalu longgar dari seorang
pemimpin menjadikan organisasi tanpa arah dan otoritas
kepemimpinan menjadi berkurang (Umar Siddiq, 8:2021)
d. Gaya Kepemimpinan Transformasional
Kepemimpinann transformasional berorientasi kepada proses
membangun komitmen menuju sasaran organisasi dan memberi
kepercayaan kepada para pengikutnya untuk mencapai sasaran-
sasaran tersebut. Dalam penelitian Burns tahun 1978 menjelaskan
kepemimpinan trasnformasional merupakan proses yang didalamnya
para pemimpin dan pengikut saling memberikan ide konstruktif
terkait moralitas dan motivasi yang lebih tinggi dalam budaya
organisasi.
Kepemimpinan yang transformasional menyangkut nilai-nilai,
terutama berupa nilai-nilai yang relevan bagi proses pemberdayaan
organisasi seperti kejujuran, keadilan, tanggung jawa. Tiga
komponen kepemimpinan transformasional meliputi: charisma
(proses), stimulasi intelektual (intellectual stimulation), dan
perhatian yang diindividulisasi (individualilized consideration).

Dalam setiap reaslisasinya pemimpin dalam melaksankan proses


kepemimpinannya memiliki perbedaan antara satu dengan yang lainnya,
sebagaimana menurut G.R.Terry membagi tipe kepemimpinan menjadi
enam yaitu :
a. Tipe kepemimpinan pribadi (personal leadership). Dalam sistem
kepemimpinan ini, segala tindakan dilakukan dengan mengadakan
kontak pribadi. Petunjuk itu dilakukan secara pribadi oleh pemimpin
yang bersangkutan.
b. Tipe kepemimpinan nonpribadi (non personal leadership). Segala
sesuatu kebujakan yang dilaksankan melalui bawahan-bawahan atau
nonpribadi, baik rencana, perintah, juga pengawasan.
c. Tipe kepemipinan otoriter (autoration leadership). Pemimpin otoriter
biasanya bekerja keras, sungguh-sungguh, teliti, dan terbit. Ia bekerja
menurut peraturan-peraturan yang berlaku ketat dan intruksi-
intruksinya harus ditaati.
d. Tipe kepemimpinan demokratis (democratic leadership). Pemimpin
demokratis menganggap dirinya bagian dari kelompoknya dan
bersama-sama dnegan kelompoknya berusaha bertanggung jawab
tentang terlaksananya tujuan bersama.
e. Tipe kepemimpinan paternalistis (partenalistis leadership).
Kepemimpinan ini dicirikan oleh suatu pengaruh yang bersifat
kebapakan dalam hubungan pemimpin dan kelompok. Tujuannya
adalah untuk melindungi dan untuk memberikan arahan sperti hal
seorang bapak kepada anaknya.
f. Tipe kepemimpinan menurut bakat (indogenious leadership).
Biasanya timbul dari kelompok orang-orang informal tempat mereka
berlatih dengan adanya sistem kompetensi sehingga bisa
menimbulkan klik-klik dari kelompok yang bersangkutan dan bisanya
akan muncul pemimpin yang mempunyai kelemahan diantara yang
ada dalam kelompok tersebut menurut bidang keahliannya dimana ia
ikut berkecimpung.
3. Konsep Kepala Sekolah
Kepala sekolah merupakan pemimpin tunggal disekolah yang
mempunyai tanggung jawab untuk mengajar dan mempengaruhi semua
pihak yang terlibat dalam kegiatan pendidikan di sekolah untuk bekerja
sama dalam mencapai tujuan sekolah. Dalam modern seorang pemimpin
juga harus berperan sebagai pengelola. Dilihat dari fugsi-fungsi
manajemen, yakni planning (perencanaan), organizing (perorganisasian)
dan contoling (pengawasan), maka kepala sekolah harus berperan pula
sebagai supervise pengajaran serta sebagai evaluator program sekolah
Kepala sekolah sebagai pimpinan tertinggi yang sangat
berpengaruh dan menentukan kemajuan sekolah harus memiliki
kemampuan administrasi, memiliki komitmen tinggi, dan luwes dalam
melaksankan tugasnya. Kepemimpinan kepala sekolah yang baik harus
dapat mengupayakan peningkatan kinerja guru melalu program
pembinaan kemampuan tenaga kependidikan. Oleh karena itu, kepala
sekolah harus mempunyai kepribadian atau sifat-sifat dan kemampuan
serta keterampilan-keterampilan untuk memimpin sebuah lembaga
kepemimpinan.
Kepala sekolah adalah pemimpin pada tingkat sekolah, sehingga ia
juga harus menghindarkan diri dari wawancara retorika dan perlu
membuktikan bahwa ia memiliki kemampuan kerja secara professional
serta menghindarkan diri dari aktivias yang dapat menyebabkan
pekerjaan ada disekolah yang sangat membosankan. Kepala sekolah
harus mampu menanamkan, memajukan, dan meningkatkan nilai mental,
moral, fisik dan artistik kepeda para guru atau tenaga fungsional yang
lainnya, tenaga administrasu (staf) dan kelompok para siswa atau peserta
didik. Untuk menanamkan perannya ini kepala sekolah harus
menunjukan sikap persuasive dan keteladanan.
Kepala sekolah merupakan pemimpin pendidikan tingkat satuan
pendidikan yang harus memiliki dasar kepemimpinan yang kuat. Kepala
sekolah harus memiliki visi dan misi, serta strategi manajemen
pendidikan secara utuh dan berorientasi kepada peningkatan mutu.
Strategi peningkatan mutu ini dikenal dengan Manajemen Mutu Terpadu
(MMT), yang telah lebih populer dakam dunia bisnis dan industry
dengan istilah Totall Quality Management (TQM). Strategi ini
merupakan usaha sistemtis dan trerkoordinasi untuk secara terus menerus
memperbaiki kualitas layanan, sehingga fokusnya diarahkan ke pelaggan,
dalam hal ini peserta didik, orang tua peserta didik, pemakai lulusan,
guru, karyawan, pemerintah, dan masyarakat. Sedikitnya terdapat 5 sifat
layanan sesuai dengan yang dijanjikan (reability), mampu menjamin
kualitas pembelajaran (assurance), iklim sekolah yang kondusif
(tangible), memberikan perhatian penuh kepada peserta didik (emphaty),
secara cepat tanggap terhadapa kebutuhan peserta didik (responsiveness)
(Mulyasa, 8:2013).
Dalam hal ini, pekerjaan kepala sekolah tidak hanya sebagai
EMASLIM, tetapi akan berkembang menjadi EMASLIM-FM. Semua itu
harus dipahami oleh kepala sekolah, dan yang lebih penting adalah
bagaimana kepala sekolah mampi mengamalkan dan menjadikan hal
tersebut dalam bentuk tindakan nyata disekolah. Pelaksanaan peran,
fungsi dan tugas tersebut tidak dapat dipisahkan satu sama lain, karena
saling terikat dan saling mempengaruhi, serta menyatu dalam pribadi
seorang kepala sekolah professional. Berikut adalah peran, fungsi dan
tugas sepala sekolah :
a. Kepala Sekolah sebagai Educator (Pendidik)
Kepala sekolah harus memiliki strategi yang tepat untuk
meningkatkan profesionalisme tenaga kependidikan disekolahnya.
Kepala sekolah harus berusaha menanamkan dan memajukan dan
meningkatkan sedikitnya empat macam nilai, yakni pembinaan
mental, moral, fisik, dan artistik.
b. Kepala Sekolah sebagai Manajer
Dalam melakukan peran dan fungsinya sebagai manajer, kepala
sekolah harus memiliki strategi yang tepat untuk memberdayakan
tenaga kependidikan melalui kerja sama atau kooperatif, memberi
kesempatan kepada para tenaga kependidikan untuk meningkatkan
profesionlanya, dan mendorong keterlibatan seluruh tenaga
kependidikan dalam berbagai kegiatan yang menunjang program
sekolah.dalam hal ini kepala sekolah bisa berpendoman pada asas
tujuan, asas keunggulan, asas persatuan, asas empirisme, asas
keabraban, dan asas integritas.
c. Kepala Sekolah sebagai Administrator
Kepala sekolah sebagai administrator memiliki hubungan yang
sangat erat dengan berbagai aktivitas pengelolaan administrasi yang
bersifat pencatat, penyusun, dan pendokumenan seluruh program
sekolah. Secara spesifik, kepala sekolah harus memiliki kemampuan
untuk mengelola kurikulum, mengelola administrasi peserta didik,
mengelola administrasi personalia, mengelola administrasi sarana
dan prasarana, mengelola administrasi kearsipan, dan mengelola
administrasi keuangan.
d. Kepala Sekolah sebagai Supervisor
Kepala sekolah adalah sebagai supervisor, yaitu mesupervisisi
pekerjaan yang dilakukan oleh tenaga kependidikan. Supervisi
merupakan suatu proses yang dirancang khusus untuk membantu
para guru dan supervisor dalam memepelajari tugas sehari-hari
disekolah; agar dapat menggunakan pengetahuan dan
kemampuannya untuk memberikan layanan yang lebih baik pada
orang tua peserta didik dan sekolah, serta berupaya menjadikan
sekolah sebagai masyarakat belajar yang lebih efektif. Kepala
sekolah sebagai supervisor dapat dilakukan secara efektif antara lain
melalui diskusi kelompok, kunjungan kelas, pembicaraan individual,
dan simulasi pembelajaran.
e. Kepala Sekolah sebagai Leader
Kepala sekolah sebagai leader harus mampu memberikan
petunjuk dan pengawasan, meningkatkan kemauan tenaga
kependidikan, membuka komunikasi dua arah, dan mendelegasikan
tugas. Kemampuan yang harus diwujudkan kepala sekoalah sebagai
leader dapat dianalisis dari kepribadian, pengetahuan terhadap
tenaga kependidikan, visi dan misi sekolah, kemampuan mengambil
keputusan dan kemampuan berkomunikasi.
Kepribadian kepala sekolah sebagai leader akan tercermin dalam
sifat-sifat jujur, percaya diri, tanggung jawab, berani mengambil
resiko dan keputusan, berjiwa besar, emosi stabil dan teladan.
f. Kepala Sekolah sebagai Innovator
Kepala sekolah harus memiliki strategi yang tepat untuk
menjalin hubungan yang harmonis dengan lingkungannya. Mencari
gagasan baru, menginterprestasikan setiap kegiatan, memberikan
teladan kepada seluruh tenaga kerja kependidikan di sekolah, dan
mengembangkan model-model pembelajaran yang inovatif.
Kepala sekolah sebagai innovator akan tercermin dari cara-cara
ia melakukan pekerjaannya secara konstruktif, kreatif, delegatif,
integrative, rasional, dan objektif, pradigmatis, keteladanan, disiplin,
serta adaptable dan fleksibel.
g. Kepala Sekolah sebagai Motivator
Sebagai motivator, kepala sekolah harus memiliki strategi yang
tepat untuk memberikan motivasi kepada para tenaga kependidikan
dalam melakukan berbagai tugas dan fungsinya. Motivasi ini dapat
ditumbuhkan melalui peraturan lingkungan fisik, pengaturan suasana
kerja, displin, dan penyediaan berbagai sumber belajar melalui
pengembangan Pusat Sumber Belajar (PSB).
4. Konsep Budaya Literasi
Literasi adalah suatu symbol, sistem dan tata bu-nyi yang
mengandung makna, merupakan suatu kompetensi dasar yang mencakup
4 aspek ke-mampuan berbahasa yaitu menyimak, berbicara, mem-baca
dan menulis. Dua kemampuan pertama meru-pakan kemampuan
berbahasa yang tercakup dalam kemampuan orasi (oracy).Sedangkan
kemampuan kedua merupakan kemampuan yang tercakup dalam
kemampuan literasi (literacy). Kemampuan orasi meru-pakan
kemampuan yang berhubungan dengan bahasa lisan, sedangkan
kemampuan literasi berkaitan dengan bahasa tulis. Selain itu, literasi
merupakan kemampuan membaca dan menulis atau keakssaraan. Namun,
liter-asi di dunia pendidikan seakan samar keberadaannya. Kurangnya
budaya literasi yang ada di sekolah dise-babkan pola pikir pendidikan di
sekolah hanya berbasis hasil,, bukan proses. Sekolah sedikit
sekalimemberikan pemahaman dan kegiatan tentang budaya membaca
dan menulis.Untuk itu budaya literasi perlu digalak-kan kembali. Guru
harus berusaha memotivasi untuk melatih ketrampilan menulis, dimana
semakin sering ketrampilan menulis itu terasah maka akan memberi
semangat untuk lebih berani menuangkan pikiran lewat tulisan dan akan
mampu mengilhami banyak orang dan menjadi bahan referensi bagi anak
didik Literasi bermakna luas, Literasi dipahami tidak seka-dar membaca
dan menulis, tetapi lebih pada meman-faatkan informasi dan bahan
bacaan untukmenjawab beragam persoalan kehidupan sehari-hari.
Gerakan literasi berbasis masyarakat mampu bertahan dan berkembang
di perkotaan hingga pedesaan karena be-rangkat dari kebutuhan
masyarakat. (Anggeraini, 2016)
Literasi memiliki arti luas, sehingga keberaksaraan bukan lagi
bermakna tunggal melainkan mengandungberagam arti (multi
literacies). Ada bermacam-macam keberaksaraan atau literasi,
misalnya literasi komputer (computer literacy), literasi media (media
literacy), literasi teknologi (technology literacy), literasi ekonomi
(economy literacy), literasi informasi (information literacy),bahkan
ada literasi moral (moral literacy). Jadi, keberaksaraan atau literasi
dapat diartikan melekteknologi, melek informasi, berpikir kritis, peka
terhadap lingkungan, bahkan juga peka terhadap politik. Seorang
dikatakan literat jika ia sudah bisa memahami sesuatu karena membaca
informasi yang tepat dan melakukan sesuatu berdasarkan
pemahamannya terhadap isi bacaan tersebut.Kepekaan atau literasi pada
seseorang tentu tidak muncul begitu saja. Tidak ada manusia yang sudah
literat sejak lahir. Menciptakan generasi literatmembutuhkan proses
panjangdan sarana yang kondusif. Proses ini dimulai dari kecil dan
dari lingkungan keluarga, lalu didukung atau dikembangkan di
sekolah, lingkungan pergaulan, dan lingkungan pekerjaan.
Budaya literasi juga sangat terkait dengan pola pembelajaran
di sekolah dan ketersediaan bahan bacaan di perpustakaan. Tapi kita
jugamenyadari bahwa literasi tidak harus diperoleh dari bangku sekolah
atau pendidikan yang tinggi. Kemampuan akademis yang tinggi tidak
menjamin seseorang akan literat. Pada dasarnya kepekaan dan daya kritis
akan lingkungan sekitar lebih diutamakan sebagai jembatan menuju
generasi literat, yakni generasi yang memiliki ketrampilan berpikir kritis
terhadap segala informasi untuk mencegah reaksi yang bersifat
emosional. Berbagai faktor ditengarai sebagai penyebab rendahnya
budaya literasi, namun kebiasaan membaca dianggap sebagai faktor
utama dan mendasar. Padahal, salah satu upaya peningkatan mutu
sumber daya manusia agarcepat menyesuaikan diri dengan
perkembangan global yang meliputi berbagai aspek kehidupan manusia
adalah dengan menumbuhkan masyarakat yang gemar membaca
(reading society). Kenyataannya masyarakat masih menganggap aktifitas
membaca untuk menghabiskan waktu(to kill time), bukan mengisi
waktu (tofull time) dengan sengaja. Artinya aktifitas membaca
belum menjadi kebiasaan (habit) tapi lebih kepada kegiatan ’iseng’.
(Huda,2020)
Terdapat tiga jenis literasi, yaitu literasi visual, lit-erasi lisan, dan
literasi cetakan. Ketiga jenis literasi ini mengarah pada aktivitas seni
berbahasa yang diakui dalam berbagai kultur budaya yang berbeda.
a. Literasi Visual Literasi visual merupakan kemampuan dimana in-
dividu memiliki kemampuan mengenali penggunaan garis, bentuk,
dan warna sehingga dapat menginterpre-tasikan tindakan, mengenali
objek, memahami pesan lambang Read dan Smith, 1982). Secara
umum,literasi visual berfokus pada penafsiran gambaran visual ses-
eorang yang juga terkait dengan kemampuan membaca dan
kemampuan menulis.Literasi visual memungkink-an anak yang baru
masuk bangku sekopl;ah untuk dapat menyusun buku-buku favorit
ataupun bermacam alat mainannya yang berserakan di sekitarnya.
Namun, ten-tu saja kemampuan literasi visual dikembangkan jauh
diluar kemampuan awal di atas Lacy (1986)menyebut-kan empat
kategori literasi visual sebagai berikut:
1) Pemahaman dari gagasan utama, yaitu kemampuan untuk
memahami suatu pesan.
2) Persepsi hubungan bagian atau hubungan keseluru-han, yaitu
kemampuan untuk mengidentifikasi detil yang menyokong makna
keseluruhan.
3) Pembedaan khayalan-kenyataan yaitu kemampuan untuk
menyimpulkan atau menduga hubungan an-tara symbol/lambang
dan kenyataan.
4) Pengenalan tentang media artistic yang digunakan.
Dalam implementasinya, literasi visual dapat dilaku-kan
melalui beberapa aktivitas dengan menggunakan beragam jenis media.
Dua jenis media untuk mengem-bangkan literasi visual antara lain
gambar dan film. Gambar-gambar yang diperuntukkan bagi
pembelajar awall harus bervariasi mencakup foto, buku bergambar,
gambar tentang anekajenis makanan, dan bunga-bunga dan lain-lain,
gambar yang harus menumbuhkam mi-nat. Pada dasarnya beragam
jenis gambar yangada di lingkungan sekitar dapat dimanfaatkan untuk
tujuan pembelajaran. Media lain yang dapat merangsang literasi
visual. adalah film. Gerakan gambar dalam film dapat menga-rahkan
kemampuan literasi anak. Film haruslah dipilih sesuai minat
anak,yaknii film yang bercerita tentang kehidupan yang realistik.
b. Literasi LisanSeseorang yang menganut perspektif orasi men-ganggap
bahwa kebutuhan yang paling utama dalam berkomunikasi adalah
berbicara dan mendengarkan Sementara itu,membaca-menulis
dipandang sebagai ketrampilan penting, tetapi bukan sebagai
ketrampilan primer yang dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari.,
Namun penganut perspektif literasi berpendapat seba-liknya. Mereka
menganggap bahwa ketrampilan mem-baca dan menulis merupakan
ketrampilan yang utama.
c. Literasi Terhadap TeksTertulis (cetakan) Literasi terhadap teks tertulis
digambarkan sebagai aktivitas dan ketrampilan yang berhubungan
secara langsung dengan teks yang tercetak, baik melalui ben-tuk
pembacaan maupun penulisan. Di Negara-negara maju seseorang yang
memiliki kemampuan membaca dan menulis pada tingkatan tertentud
ianggap sebagai masyarakat modern. Mereka menganggap bahwa
pang-gunaan media cetakatau tulisan merupakan aktivitas yang utama
dalam keseharian mereka.
Dengan demikian membaca membutuh-kan kemampuan dan
pengetahuan pada taraf tertentu.Sama halnya dengan kegiatan membaca,
demikian juga dengan menulis. Pada saat menulis, penulis harus menyusun
gagasannya dan menyusunnya hingga dapat dimengerti pembaca. Teks
yang tersusun dari se-dikit kata-kata sederhana, menggunakan pola kalimat
sama yang berulang dengan pilih kata yang konotatif akan lebih sulit
dipahami. (Anggeraini, 2016)

B. Kerangka Berfikir
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Pendekatan dan Metode Penelitian


Penelitian tentang strategi kepemimpinan kepala sekolah dalam
mengembangkan budaya literasi di SDN 009 Tenggarong ini menggunakan
pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif berarti membicarakan sebuah
metode penelitian yang di dalamnya mencakup pandangan-pandangan
mengenai disclipined inquiry dan mengenai realitas objeck yang di dalam
ilmu-ilmu sosial dan tingkah laku bukan hanya membicarakan tentang metode
penelitian yang sifatnya teknis metodologis dalam pekerjaan penelitian.
Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk
memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian
misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain secara holistik,
dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu
konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode
alamiah. Pendekatan kualitatif adalah suatu proses penelitian dan pemahaman
yang berdasarkan pada metodologi yang menyelidiki suatu fenomena sosial
dan masalah manusia.
Pada pendekatan ini, peneliti membuat suatu gambaran kompleks,
meneliti kata-kata, laporan terinci dari pandangan responden, dan melakukan
studi pada situasi yang alami. Pendekatan penelitian merupakan sebuah
rancangan bagaimana suatu penelitian akan dilakukan. Rancangan tersebut
digunakan untuk mendapatkan jawaban terhadap pertanyaan penelitian yang
di rumuskan. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
penelitian kualitatif atau penelitian penjelasan yaitu penelitian yang
menganalisa hubungan antara variabel-variabel penelitian dan hipotesis yang
harus di buktikan (Kuncoro, 2003:54).
Metode-metode kualitatif memungkinkan peneliti untuk mengkaji hal
ihwal tertentu secara mendalam dan rinci. Metode-metode ini menghasilkan
sejumlah kecil orang dan kasus. Hal ini meningkatkan pemahaman terhadap
kasus-kasus dan situasi itu, namun juga mengurangi kemungkinan
generalisasi. Berdasarkan pendapat tersebut, dapat dipahami bahwa metode
kualitatif itu dilakukan secara intensif, peneliti ikut berpartisipasi lebih lama
di lapangan, mencatat secara hati-hati apa yang terjadi, melakukan analisis
reflektif terhadap berbagai dokumen yang ditemukan di lapangan dan
membuat laporan penelitian secara terperinci. Penelitian ini lebih
memfokuskan pada proses dari pada hasil berdasarkan pada analisis data
secara induktif.

B. Tempat dan Waktu Penelitian


1. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian dalam penelitian ini dilakukan di SDN 009
Tenggarong. Jalan Danau Aji, Kelurahan melayu, Kecamatan Tenggarong,
Kabupaten Kutai Kartanegara, Provinsi Kalimantan Timur.
2. Waktu Penelitian
Adapun rancangan waktu pada penelitian ini dimulai dari bulan
Januari 2024, setelah dilakukannya Seminar Proposal.

C. Latar Penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui strategi kepemimpinan
kepala sekolah dalam mengembangkan budaya literasi di SDN 009
Tenggarong dengan mendeskripsikan hasil temuan penelitian. Pendekatan
penelitian kualitatif dalam penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan
data yang ada dilapangan dengan cara menguraikan dan menginterpretasikan
sesuatu seperti apa yang ada di lapangan, dan menghubungkan sebab akibat
terhadap sesuatu yang terjadi pada saat penelitian, dengan tujuan memperoleh
gambaran realita mengenai strategi kepemimpinan kepala sekolah dalam
mengembangkan budaya literasi di SDN 009 Tenggarong. Penelitian
dilakukan di SDN 009 Tenggarong. Pada awalnya peneliti melakukan
observasi awal dan survei, ternyata ditemukan beberapa hal yang menarik
untuk diteliti. Setelah mengajukan izin meneliti kepada pihak SDN 009
Tenggarong, ternyata ada respon positif untuk melakukan penelitian.

D. Data dan Sumber Data


Sumber Data merupakan subjek dari mana data dapat diperoleh.
Beberapa jenis sumber data dapat berupa benda, perilaku manusia, tempat
dan sebagainya. Field research (penelitian lapangan) menjadi sumber data
utama dalam penelitian ini. yang berarti bahwa sumber data yang diperoleh
dari lapangan penelitian, yaitu mencari data dengan cara wawancara untuk
memperoleh data yang lebih konkrit yang berkaitan dengan hal yang diteliti.
Sumber data sendiri terbagi menjadi dua macam, yaitu;
1. Data Primer
Data yang diperoleh dari responden melalui kuesioner, kelompok
fokus, dan panel atau juga data hasil wawancara peneliti dengan
narasumber. Data yang diperoleh dari data primer ini wajib diolah
kembali. Data tersebut didapatkan langsung oleh pengumpul data dari
sumber data yang dituju.
2. Data sekunder
Data yang didapat dari catatan, buku, majalah berupa laporan
pemerintah, artikel, buku-buku sebagai teori, majalah dan lain
sebagainya. Data yang diperoleh dari data sekunder ini tidak perlu diolah
lagi. Sumber yang tidak langsung memberikan data pada pengumpul
data.

E. Instrumen Penelitian
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dijelaskan bahwa instrumen
adalah alat yang diperlukan untuk mengerjakan sesuatu. Berdasarkan
pengertian tersebut dapat didefinisikan bahwa instrument penelitian
merupakan alat bantu yang digunakan peneliti dalam pengumpulan data
dalam proses penelitian. Instrument berkaitan erat dengan metode yang
digunakan dalam penelitian. Dalam penelitian ini instrument yang digunakan
antara lain:
1. Instrumen Wawancara
Instrumen wawancara merupakan pedoman peneliti dalam
mewawancarai subjek penelitian untuk menggali sebanyak- banyaknya
tentang apa, mengapa, dan bagaimana tentang masalah yang diberikan
oleh peneliti. Pedoman ini merupakan garis besar pertanyaan- pertanyaan
yang akan diberikan peneliti kepada subjek penelitian sebagaimana
terlampir pada lampiran.
Jika selama wawancara siswa mengalami kesulitan dengan
pertanyaan tertentu yang diajukan oleh peneliti, maka mereka didorong
untuk merefleksikan dan menjelaskan kesulitan yang dihadapinya. Jika
diperlukan subjek diperkenankan menggunakan penjelasan secara tertulis
untuk menguatkan jawaban yang diberikan. Untuk memaksimalkan hasil
wawancara peneliti menggunakan alat perekam dalam pengambilan data
berupa suara, tujuannya untuk mengantisipasi keterbatasan peneliti dalam
mengingat informasi pada saat wawancara berlangsung.
Pelaksanaan wawancara dilaksanakan diluar jam pelajaran dengan
maksud agar tidak mengganggu kegiatan belajar mengajar di kelas dan
siswapun tidak merasa keberatan dalam mengikuti wawancara.
Wawancara pada penelitian ini berdasarkan pedoman wawancara sebagai
garis besar pertanyaan- pertanyaan peneliti yang akan diajukan kepada
siswa sebagai subjek penelitian. Pedoman wawancara dapat dilihat pada
lampiran.
Sebelum wawancara dilakukan, terlebih dahulu instrument
penelitian berupa pedoman wawancara ini divalidasi dengan validasi ahli
(dosen ahli) agar instrumennya shahih dan data yang diperoleh sesuai
harapan. Validasi ini dilakukan dengan pertimbangan memudahkan
peneliti memperoleh data.
2. Instrumen Observasi
Instrument observasi merupakan pedoman peneliti dalam
mengadakan pengamatan dan pencarian sistematik terhadap fenomena
yang diteliti. Pedoman ini berkaitan dengan situasi dan kondisi di SDN
009 Tenggarong sebagaimana terlampir dalam lampiran.
3. Instrumen Dokumentasi
Instrument dokumentasi adalah alat bantu yang digunakan untuk
mengumpulkan data- data yang berupa dokumen seperti foto- foto
kegiatan dan transkip wawancara sebagaimana terlampir pada lampiran.

F. Teknik dan Prosedur Pengumpulan Data


Prosedur pengumpulan data merupakan kegiatan yang dilakukan oleh
peneliti untuk mengumpulkan data yang mana data tersebut sangat berguna
atau mempunyai peranan yang sangat penting dalam penelitian. Secara
metodologis dikenal beberapa macam teknik pengumpulan data, diantaranya:
1) Observasi, 2) Wawancara, 3) Angket, 4) Studi dokumentasi.
Dalam penelitian ini, teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu:
1. Wawancara
Wawancara adalah suatu cara pengumpulan data untuk mencari
informasi dari orang yang berkepentingan didalam materi yang akan
diteliti. Sumber data yang didapat dari wawancara ini berupa tulisan atau
rekaman suara. Di dalam pengumpulan data menggunakan teknik
wawancara ini dibutuhkan kemampuan untuk mengajukan pertanyaan
kepada seseorang yang di anggap penting di dalam penelitian ini.
Wawancara dalam penelitian ini dilakukan observer pada guru mata
pelajaran untuk mendapat informasi mengenai karakteristik ataupun
respon siswa ketika kegiatan pembelajaran di kelas. Dari wawancara
tersebut diperoleh data yang dapat mendukung kelancaran penelitian.
Peneliti juga mewawancarai murid mengenai pembelajaran yang
dilakukan guru mata pelajaran matematika di kelasnya.
2. Observasi
Observasi adalah instrumen untuk mengadakan pengamatan
terhadap aktivitas dan kreativitas peserta didik dalam pembelajaran, baik
dikelas maupun diluar kelas. Peneliti tidak berpura-pura sebagai anggota
kelompok yang sedang diobservasi. Jadi di sini seorang peneliti dituntun
mengamati tindakan guru dan siswa kelas IV di SDN 009 Tenggarong
secara alami. Dengan demikian penelitian dapat dilakukan dengan
melibatkan ke dalam kegiatan yang diamati dan atau dengan bertindak
sebagai pengamat yang berada di luar kegiatan atau kelompok yang
diobservasi.
3. Dokumentasi
Dokumentasi adalah cara lain untuk memperoleh data dari
responden. Pada teknik ini, peneliti dimungkinkan memperoleh informasi
dari bermacam-macam sumber tertulis atau dokumen yang ada pada
responden atau tempat di mana responden bertempat tinggal atau
melakukan kegiatan sehari-harinya. Dalam penelitian ini metode
dokumentasi yang digunakan adalah foto kegiatan pembelajaran, hasil
wawancara dan observasi, dan hasil tes pekerjaan peserta didik.

G. Teknik Analisis Data


Dalam penelitian kualitatif, analisis data dilaksanakan sebelum peneliti
terjun ke lapangan, selama peneliti mengadakan penelitian di lapangan,
sampai dengan pelaporan hasil penelitian. Analisis data dimulai sejak peneliti
menentukan fokus penelitian sampai dengan pembuatan laporan penelitian
selesai. Jadi teknik analisis data dilaksanakan sejak merencanakan penelitian
sampai penelitian selesai. Analisis data adalah proses mencari dan menyusun
secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan,
dan bahan-bahan lain, sehingga dapat mudah dipahami, dan temuannya dapat
diinformasikan kepada orang lain. Analisis data dilakukan dengan
mengorganisasikan data, menjabarkannya ke dalam unit-unit, melakukan
sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan
dipelajari, dan membuat kesimpulan yang dapat diceritakan kepada orang lain
(Sugiyono, 2007:224).
Bogdan & Biklen mengatakan teknik analisis data adalah upaya yang
dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data,
memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya,
mencari dan menemukan pola, memutuskan apa yang dapat diceritakan
kepada orang lain (Moleong, 2007:248).
Pada penelitian ini, teknik analisis data yang digunakan peneliti
menggunakan model Miles and Huberman. Analisis data dalam penelitian
kualitatif, dilakukan pada saat pengumpulan data berlangsung, dan setelah
selesai pengumpulan data dalam periode tertentu. Aktivitas dalam analisis
data, yaitu, data reduction, data display, dan conclusion drowing/verification
(Sugiyono, 2007:246).
Dalam analisis data, peneliti menggunakan model interactive model,
yang unsur-unsurnya meliputi reduksi data (data reduction), penyajian data
(data display), dan conclutions drowing/verifiying. Alur teknik analisis data
dapat dilihat seperti gambar di bawah ini.

Bagan 3.1 Komponen dalam analisis data (interactive model)


(Sugiyono, 2007:247)

Teknik analisis data pada penelitian ini penulis menggunakan tiga


prosedur perolehan data.
1. Reduksi Data (Data Reduction)
Reduksi data adalah proses penyempurnaan data, baik pengurangan
terhadap data yang dianggap kurang perlu dan tidak relevan, maupun
penambahan data yang dirasa masih kurang. Data yang diperoleh di
lapangan mungkin jumlahnya sangat banyak. Reduksi data berarti
merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal
yang penting, dicari tema dan polanya. Dengan demikian data yang akan
direduksi memberikan gambaran yang lebih jelas, dan mempermudah
peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya, dan mencarinya
bila diperlukan (Sugiyono, 2007:247).
2. Penyajian Data/ Display
Dengan mendisplay atau menyajikan data akan memudahkan untuk
memahami apa yang terjadi selama penelitian berlangsung. Setelah itu
perlu adanya perencanaan kerja berdasarkan apa yang telah dipahami.
Dalam penyajian data selain menggunakan teks secara naratif, juga dapat
berupa bahasa nonverbal seperti bagan, grafik, denah, matriks, dan tabel.
Penyajian data merupakan proses pengumpulan informasi yang disusun
berdasarkan kategori atau pengelompokan-pengelompokan yang
diperlukan. Miles and Huberman dalam penelitian kualitatif penyajian
data bisa dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan
antarkategori, flowchart dan sejenisnya. Ia mengatakan “yang paling
sering digunakan untuk menyajikan data dalam penelitian kualitatif
adalah dengan teks yang bersifat naratif” (Sugiyono, 2007:249).
3. Verifikasi Data (Conclusions drowing/verifiying)
Langkah terakhir dalam teknik analisis data adalah verifikasi data.
Verifikasi data dilakukan apabila kesimpulan awal yang dikemukan
masih bersifat sementara, dan akan ada perubahan-perubahan bila tidak
dibarengi dengan bukti-bukti pendukung yang kuat untuk mendukung
pada tahap pengumpulan data berikutnya. Bila kesimpulan yag
dikemukan pada tahap awal, didukung dengan bukti-bukti yang valid dan
konsisten saat penelitian kembali ke lapangan mengumpulkan data, maka
kesimpulan yang dikemukan merupakan kesimpulan yang kredibel atau
dapat dipercaya (Sugiyono, 2007:252).
Dalam penelitian kualitatif, kesimpulan yang didapat kemungkinan
dapat menjawab fokus penelitian yang sudah dirancang sejak awal
penelitian. Ada kalanya kesimpulan yang diperoleh tidak dapat digunakan
untuk menjawab permasalahan. Hal ini sesuai dengan jenis penelitian
kualitatif itu sendiri bahwa masalah yang timbul dalam penelitian kualitatif
sifatnya masih sementara dan dapat berkembang setelah peneliti terjun ke
lapangan. Harapan dalam penelitian kualitatif adalah menemukan teori baru.
Temuan itu dapat berupa gambaran suatu objek yang dianggap belum jelas,
setelah ada penelitian gambaran yang belum jelas itu bisa dijelaskan dengan
teori-teori yang telah ditemukan. Selanjutnya teori yang didapatkan
diharapkan bisa menjadi pijakan pada penelitian-penelitian selanjutnya.

H. Pemeriksaan Keabsahan Data


Pemeriksaan terhadap keabsahan data pada dasarnya, selain digunakan
untuk menyanggah balik yang dituduhkan kepada penelitian kualitatif yang
mengatakan tidak ilmiah, juga merupakan sebagai unsur yang tidak
terpisahkan dari tubuh pengetahuan penelitian kualitatif (Moleong,
2007:320).
Keabsahan data dilakukan untuk membuktikan apakah penelitian yang
dilakukan benar-benar merupakan penelitian ilmiah sekaligus untuk menguji
data yang diperoleh. Uji keabsahan data dalam penelitian kualitatif meliputi
uji, credibility, transferability, dependability, dan confirmability (Sugiyono,
2007:270).
Agar data dalam penelitian kualitatif dapat dipertanggungjawabkan
sebagai penelitian ilmiah perlu dilakukan uji keabsahan data. Adapun uji
keabsahan data yang dapat dilaksanakan.
1. Credibility Uji
Credibility (kredibilitas) atau uji kepercayaan terhadap data hasil
penelitian yang disajikan oleh peneliti agar hasil penelitian yang
dilakukan tidak meragukan sebagai sebuah karya ilmiah dilakukan.
a. Perpanjangan Pengamatan Perpanjangan pengamatan dapat
meningkatkan kredibilitas/ kepercayaan data.
Dengan perpanjangan pengamatan berarti peneliti kembali ke
lapangan, melakukan pengamatan, wawancara lagi dengan sumber
data yang ditemui maupun sumber data yang lebih baru. Perpanjangan
pengamatan berarti hubungan antara peneliti dengan sumber akan
semakin terjalin, semakin akrab, semakin terbuka, saling timbul
kepercayaan, sehingga informasi yang diperoleh semakin banyak dan
lengkap. Perpanjangan pengamatan untuk menguji kredibilitas data
penelitian difokuskan pada pengujian terhadap data yang telah
diperoleh. Data yang diperoleh setelah dicek kembali ke lapangan
benar atau tidak, ada perubahan atau masih tetap. Setelah dicek
kembali ke lapangan data yang telah diperoleh sudah dapat
dipertanggungjawabkan/benar berarti kredibel, maka perpanjangan
pengamatan perlu diakhiri
b. Meningkatkan kecermatan dalam penelitian
Meningkatkan kecermatan atau ketekunan secara berkelanjutan
maka kepastian data dan urutan kronologis peristiwa dapat dicatat atau
direkam dengan baik, sistematis. Meningkatkan kecermatan
merupakan salah satu cara mengontrol/mengecek pekerjaan apakah
data yang telah dikumpulkan, dibuat, dan disajikan sudah benar atau
belum. Untuk meningkatkan ketekunan peneliti dapat dilakukan
dengan cara membaca berbagai referensi, buku, hasil penelitian
terdahulu, dan dokumen-dokumen terkait dengan membandingkan
hasil penelitian yang telah diperoleh. Dengan cara demikian, maka
peneliti akan semakin cermat dalam membuat laporan yang pada
akhirnya laporan yang dibuat akan smakin berkualitas.
c. Triangulasi
Triangulasi dalam pengujian kredibilitas diartikan sebagai
pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai waktu.
Dengan demikian terdapat triangulasi sumber, triangulasi teknik
pengumpulan data, dan waktu (Sugiyono, 2007:273).
1) Triangulasi Sumber
Untuk menguji kredibilitas data dilakukan dengan cara
mengecek data yang telah diperoleh melalui beberapa sumber.
Data yang diperoleh dianalisis oleh peneliti sehingga
menghasilkan suatu kesimpulan selanjutnya dimintakan
kesepakatan (member check) dengan tiga sumber data (Sugiyono,
2007:274).
2) Triangulasi Teknik
Untuk menguji kredibilitas data dilakukan dengan cara
mengecek data kepada sumber yang sama dengan teknik yang
berbeda. Misalnya untuk mengecek data bisa melalui wawancara,
observasi, dokumentasi. Bila dengan teknik pengujian kredibilitas
data tersebut menghasilkan data yang berbeda, maka peneliti
melakukan diskusi lebih lanjut kepada sumber data yang
bersangkutan untuk memastikan data mana yang dianggap benar
(Sugiyono, 2007:274).
3) Triangulasi Waktu
Data yang dikumpulkan dengan teknik wawancara di pagi
hari pada saat narasumber masih segar, akan memberikan data
lebih valid sehingga lebih kredibel. Selanjutnya dapat dilakukan
dengan pengecekan dengan wawancara, observasi atau teknik lain
dalam waktu atau situasi yang berbeda. Bila hasil uji
menghasilkan data yang berbeda, maka dilakukan secara
berulang-ulang sehingga sampai ditemukan kepastian datanya
(Sugiyono, 2007:274).
d. Analisis Kasus Negatif
Melakukan analisis kasus negatif berarti peneliti mencari data
yang berbeda atau bahkan bertentangan dengan data yang telah
ditemukan. Bila tidak ada lagi data yang berbeda atau bertentangan
dengan temuan, berarti masih mendapatkan data-data yang
bertentangan dengan data yang ditemukan, maka peneliti mungkin
akan mengubah temuannya (Sugiyono, 2007:275).
e. Menggunakan Bahan Referensi
Yang dimaksud referensi adalah pendukung untuk
membuktikan data yang telah ditemukan oleh peneliti. Dalam
laporan penelitian, sebaiknya data-data yang dikemukakan perlu
dilengkapi dengan foto- foto atau dokumen autentik, sehingga
menjadi lebih dapat dipercaya (Sugiyono, 2007:275).
f. Mengadakan Membercheck
Tujuan membercheck adalah untuk mengetahui seberapa jauh
data yang diperoleh sesuai dengan apa yang diberikan oleh pemberi
data. Jadi tujuan membercheck adalah agar informasi yang diperoleh
dan akan digunakan dalam penulisan laporan sesuai dengan apa yang
dimaksud sumber data atau informan (Sugiyono, 2007:276).
2. Transferability
Transferability merupakan validitas eksternal dalam penelitian
kualitatif. Validitas eksternal menunjukkan derajat ketepatan atau dapat
diterapkannya hasil penelitian ke populasi di mana sampel tersebut
diambil (Sugiyono, 2007:276). Pertanyaan yang berkaitan dengan nilai
transfer sampai saat ini masih dapat diterapkan/dipakai dalam situasi lain.
Bagi peneliti nilai transfer sangat bergantung pada si pemakai, sehingga
ketika penelitian dapat digunakan dalam konteks yang berbeda di situasi
sosial yang berbeda validitas nilai transfer masih dapat
dipertanggungjawabkan.
3. Dependability
Reliabilitas atau penelitian yang dapat dipercaya, dengan kata lain
beberapa percobaan yang dilakukan selalu mendapatkan hasil yang sama.
Penelitian yang dependability atau reliabilitas adalah penelitian apabila
penelitian yang dilakukan oleh orang lain dengan proses penelitian yang
sama akan memperoleh hasil yang sama pula. Pengujian dependability
dilakukan dengan cara melakukan audit terhadap keseluruhan proses
penelitian. Dengan cara auditor yang independen atau pembimbing yang
independen mengaudit keseluruhan aktivitas yang dilakukan oleh peneliti
dalam melakukan penelitian. Misalnya bisa dimulai ketika bagaimana
peneliti mulai menentukan masalah, terjun ke lapangan, memilih sumber
data, melaksanakan analisis data, melakukan uji keabsahan data, sampai
pada pembuatan laporan hasil pengamatan.
4. Confirmability
Objektivitas pengujian kualitatif disebut juga dengan uji
confirmability penelitian. Penelitian bisa dikatakan objektif apabila hasil
penelitian telah disepakati oleh lebih banyak orang. Penelitian kualitatif
uji confirmability berarti menguji hasil penelitian yang dikaitkan dengan
proses yang telah dilakukan. Apabila hasil penelitian merupakan fungsi
dari proses penelitian yang dilakukan, maka penelitian tersebut telah
memenuhi standar confirmability. Validitas atau keabsahan data adalah
data yang tidak berbeda antara data yang diperoleh oleh peneliti dengan
data yang terjadi sesungguhnya pada objek penelitian sehingga
keabsahan data yang telah disajikan dapat dipertanggung jawabkan.
DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.


Jakarta: Bumi Aksara
B, Yanida. Membangun Budaya Literasi Di Sekolah. 3(1), 2648-6780.
F, Early & R, Erny. Peran Kepemimpinan Kepala Sekolah Dalam
Mengembangkan Budaya Literasi Di Sekolah Menengah Pertama. 9(4), 817-832.
Minsih, Rusnilawati & M. Imam.(2019).Kepemimpinan Kepala Sekolah
Dalam Membangun Sekolah Berkualitas Di Sekolah Dasar. 6(1), 29-41.
Moleong, Lexy J.. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung:
Remaja Rosdakarya.
Mulyasa, E.. 2008. Menjadi Guru Profesional Menciptakan Pembelajaran
Kreatif dan Menyenangkan. Bandung: Remaja Rosdakarya.
R. Firda & Faturrohman.N. Peran Kepala Sekolah alam Mengembangkan
Budaya Literasi di SDN Curug 1. 6(2), 10213-10219.
Riski, H,. Rusdinal., & Gistituanti, N. Kepemimpinan Kepala Sekolah di
Sekolah Menengah Pertama. 3(6), 3531 – 3537.
Sugiyono. 2007. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D.
Bandung: Elfabeta.
Sukmadinata, Nana Syaodih. 2009. Metode Penelitian Pendidikan.
Bandung: Remaja Rosdakarya.

Anda mungkin juga menyukai